TUGAS PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN INDUSTRI UREA.

(1)

INDUSTRI UREA

Disusun Oleh :

FASICH HANA POETRANTO

0852010008

JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

SURABAYA

2012


(2)

BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN INDUSTRI

UREA

Oleh :

FASICH HANA POETRANTO

0852010008

JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

JAWA TIMUR

2012


(3)

TUGAS PERENCANAAN

BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN INDUSTRI

UREA

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Teknik ( S-1)

JURUS AN TEKNIK LING KUNG AN

O l e h :

FASICH HANA POETRANTO 0852010008

JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNIK SIPIL & PERENCANAAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JATIM

SURABAYA


(4)

TUGAS PERENCANAAN

BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN INDUSTRI

UREA

Oleh :

FASICH HANA POETRANTO

0852010008

Telah diperiksa dan disetujui

Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Pembangunan Nasional”Veteran” Jawa Timur.

Mengetahui Ketua Jurusan

Dr. Ir. Munawar Ali, MT NIP : 19600401 198803 1 001

Menyetujui Pembimbing

Okik H. C, ST. MT NIP : 3 7507 99 0172 1

Laporan Tugas Perencanaan ini telah diterima sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana (S-1), tanggal

...

Dekan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan

Ir. Naniek Ratni JAR, M.Kes NIP . 19590729 1966 03 2 001


(5)

i

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena

hanya dengan kekuatan, rahmat dan hidayah-Nya penyusun dapat menyelesaikan

tugas akhir “Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Buangan Industri Urea”

yang menjadi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Teknik

Lingkungan.

Selama menyelesaikan tugas ini, penyusun telah banyak memperoleh

bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini

penyusun ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ibu Ir. Naniek Ratni JAR. M.Kes, selaku Dekan Fakultas Teknik Sipil Dan

Perencanaan UPN “Veteran” Jawa Timur.

2. Bapak Dr. Ir. Munawar Ali. MT, selaku ketua jurusan Teknik Lingkungan

UPN “Veteran” Jawa Timur.

3. Bapak Ir. Yayok Surya P. MS, selaku dosen mata kuliah PBPAB.

4. Ibu Firra Rosiawari, ST, selaku dosen mata kuliah PBPAB.

5. Bapak Okik H C. ST. MT, selaku dosen pembimbing tugas PBPAB ini.

6. Kepada kedua orang tuaku yang selalu mendo’akan dan memberikan

dukungan baik secara moral maupun material.

7. Buat Ary Andriani, Erwin Wijaya, Mas Prof, Kak Irenk, Masbro, dan Pak

De terima kasih atas bantuan dan dukungannya.

8. Semua rekan-rekan di Teknik Lingkungan yang secara langsung maupun


(6)

ii Penyusun menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari sempurna, oleh

karena itu kritik dan saran yang membangun akan penyusun terima dengan senang

hati. Akhir kata penyusun mengucapkan terima kasih dan mohon maaf yang

sebesar-besarnya apabila di dalam penyusunan tugas PBPAB ini terdapat

kata-kata yang kurang berkenan atau kurang di pahami.

Surabaya, 25 April 2012


(7)

iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………..……. i

DAFTAR ISI………..…....iii

BAB I PENDAHULUAN………..1

I.1 Latar Belakang………...1

I.2 Maksud dan Tujuan………...2

I.3 Ruang Lingkup……….3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA………...4

II.1. Karakteristik limbah industri...…………..4

II.2. Bangunan Pengolahan air Buangan....………...5

II.2.1. Pengolahan Pendahuluan (Pre Treatment)...5

II.2.2. Pengolahan Pertama (Primary Treatment)………..11

II.2.3. Pengolahan Sekunder (Secondary Treatment)...21

II.2.4. Pengolahan Lumpur...29

BAB III DATA PERENCANAAN………32

III.1. Karakteristik air limbah Industri………..32

III.2. Standard Baku Mutu………....32

III.3. Diagram Alir……….………...34

BAB IV NERACA MASSA DAN SPESIFIKASI BANGUNAN…...55

IV.1. Neraca Massa...35

IV.2. Spesifikasi Bangunan...38


(8)

iv BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

V.1. Kesimpulan……….44

V.2. Saran………...44

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN A Perhitungan Spesifikasi Bangunan

GAMBAR


(9)

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Banyak industri telah didirikan untuk memproduksi suatu produk.

Tentunya industri tersebut dituntut untuk menghasilkan produk yang bermutu

tinggi dalam jumlah besar. Selain menghasilkan produk yang dibutuhkan, suatu

industri juga menghasilkan produk yang tidak dibutuhkan yang disebut bahan

buangan. Dengan meningkatnya jumlah populasi penduduk maka semakin

berkembang pula sektor industri, termasuk industri urea.

Dari kegiatan industri tersebut ternyata saat ini banyak yang kurang

memperhatikan standart baku mutu limbah cairnya, sehingga effluent limbah

tersebut jika dibuang ke badan air dapat menimbulkan pencemaran. Untuk

menghindari hal-hal tersebut, maka industri urea sebagai salah satu industri yang

ada harus mengolah limbah cair yang berasal dari pengolahan produk agar tidak

mencemari badan air penerima.

Adapun sumber utama limbah cair dari industri urea adalah tingginya

kadar BOD, COD, Tss, minyak dan lemak, NH3-N, pH yang terkandung pada air

buangan yang dapat mencemari lingkungan.

Berdasarkan pertimbangan dari dampak yang ditimbulkan oleh industri,

industri urea ini telah banyak memanfaatkan kemajuan teknologi dalam

perkembangannya, terutama dalam air buangan dengan adanya pengolahan air


(10)

ke badan air dapat memenuhi standart golongan air buangan yang telah ditetapkan

oleh pemerintah. Oleh karena itu dibutuhkan suatu unit pengolahan air buangan

yang berfungsi untuk memperbaiki kualitas air buangan sebelum dibuang ke

badan air, serta dilakukan penetapan baku mutu limbah yang merupakan batas

kadar yang diijinkan supaya zat buangan / bahan pencemar tidak mencemari

badan air.

I.2. Maksud dan Tujuan

Maksud dari pengolahan air buangan ini adalah untuk mengolah limbah

industri urea dari zat pencemar yang terkandung di dalamnya sebelum dibuang ke

badan air.

Sedangkan tujuan dari pengolahan limbah industri urea ini adalah sebagai

berikut :

1. Menentukan jenis bangunan pengolahan air buangan yang sesuai dengan

karakteristik air buangan tersebut.

2. Merencanakan bangunan pengolahan, termasuk lay out dan profil hidrolis.

3. Merancang diagram alir proses pengolahan sehingga diharapkan dari

keseluruhan bangunan terjadi keterikatan untuk memperoleh kualitas air

buangan dengan standart yang berlaku.

I.3. Ruang Lingkup

Dalam tugas perencanaan ini akan dibahas tentang unit pengolahan air

buangan dari industri urea disertai perhitungan, profil hidrolis beserta gambar


(11)

Proses pengolahan limbah industri pupuk urea yang akan dilakukan

dengan karakteristik yang sudah ditentukan, sebagai berikut :

1. Perhitungan dan gambar

a. Pre Treatment

1) Saluran Pembawa

2) Screen

3) Bak Penampung

b. Primary Treatment

1) Flotasi

2) Netralisasi

3) Koagulasi dan Flokulasi

c. Secondary Treatment

1) Bak Pengendap

2) Activated Sludge

3) Clarifier

e. Sludge Treatment


(12)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Karakteristik Limbah Indusri

Setiap industri mempunyai karakteristik yang berbeda, sesuai dengan

produk yang dihasilkan. Demikian pula dengan industri urea yang mempunyai

karakteristik limbah bervariasi, menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan

Hidup No 51 Tahun 1995 limbah cair industri urea mempunyai karakteristik dan

baku mutu antara lain:

1. Biological Oxigen Demand (BOD)

BOD adalah banyaknya oksigen dalam ppm atau milligram/liter (mg/l)

yang diperlukan untuk menguraikan benda organik oleh bakteri, sehingga

benda tersebut menjadi jernih kembali. Untuk itu diperlukan waktu 100

hari pada suhu 200 C. Akan tetapi di laboratorium dipergunakan waktu 5

hari sehingga dikenal sebagai BOD5.

2. Chemical Oxygen Demand (COD)

COD adalah banyaknya oksigen dalam ppm atau milligram/liter (mg/l)

yang dibutuhkan dalam kondisi khusus untuk menguraikan benda organik

secara kimiawi.

3. pH (Derajat Keasaman)

Merupakan istilah untuk menyatakan intensitas keadaan asam atau basa


(13)

4. TSS (Total Suspended Solid)

Adalah suatu endapan yang dapat disaring (filtrable residu) dan dapat

membentuk suatu sludge blanket yang terdiri dari bahan-bahan organik.

5. NH3

NH3 adalah senyawa kimia berupa gas dengan bau tajam yang khas yang

disebut bau amonia.

II.2. Bangunan Pengolahan Air Buangan

Bangunan pengolahan air buangan mempunyai kelompok tingkat

pengolahan, pengolahan air buangan dibedakan atas :

II.2.1. Pengolahan Pendahuluan (Pre Treatment)

Proses pengolahan yang dilakukan untuk membersihkan dan

menghilangkan sampah terapung dari pasir agar mempercepat proses pengolahan

selanjutnya. Unit pengolahannya meliputi :

a. Screening

Screening biasanya terdiri-dari batang pararel, kawat atau grating, perforated

plate dan umumnya memiliki bukaan yang berbentuk bulat atau persegi empat.

Secara umum peralatan screen terbagi menjadi dua tipe yaitu screen kasar dan

screen halus.

Dan cara pembersihannya ada dua cara yaitu secara manual dan mekanis.

Perbedaan screen kasar dan halus adalah pada jauh dekatnya jarak antar bar


(14)

Prinsip yang digunakan bahan padat kasar dihilangkan dengan sederet bahan

baja yang diletakan dan dipasang melintang arah aliran.

Screen berfungsi untuk :

a. Menyaring benda padat dan kasar yang ikut terbawa atau hanyut dalam air

buangan supaya benda-benda tersebut tidak menggangu aliran idalam

saluran dan tidak mengganggu proses pengolahan air buangan.

b. Mencegah timbulnya kerusakan dan penyumbatan dalam saluran pembawa.

c. Melindungi peralatan seperti pompa, valve dan peralatan lainnya.

.

.

Gambar 2.1. Screening

Sumber : (Syed R. Qasim, Wastewater Treatment Plants, Planning, Design, and Operation, 1985,


(15)

Tabel 2.1. Pembagian Screen

Bagian-bagian Manual Mekanikal

1. Ukuran kisi 1) Lebar 2) Dalam 2. Jarak antar kisi 3. Sloop

4. Kecepatan melalui bar 5. Head Loss

5 – 15 mm 25 – 75 mm 25 – 50 mm

300 - 400 0,3 – 0,6 m/det

150 mm

5 – 15 mm 25 – 75 mm 15 – 75 mm

00 - 300 0,6 – 1,0 m/det

150 mm (Sumber : Met Calf and Eddy, “ Waste Water Engineering Treatment Disposal Reuse” hal 314)

Tabel 2.2. Faktor bentuk

Jenis Bar β Bentuk

- Segi empat sisi runcing 2,42

- Segi empat sisi bulat runcing 1,83

- Segi empat sisi bulat 1,67

- Bulat 1,79

(Sumber : Metcalf and Eddy, 1979 hal 186)

Rumus yang digunakan :

1. Jumlah Batang :

ws=

(

n+1

)

.b+n.t

dengan :


(16)

n = jumlah batang

b = jarak antar kisi, (m)

t = tebal kisi/bar, (m)

2. Lebar Bukaan Screen :

wc=wsn.t

3. Kecepatan melalui kisi :

h wc Q Vi . =

4. Tekanan kecepatan melalui screen :

g Vi hv . 2 2 =

(Sumber : Ven Te Chow, Open Channel Hydraulics, McGraw-Hill,Inc, hal 100)

b. Comminutor

Yaitu mesin penghalus/pemarut, berfungsi untuk menghancurkan padatan

kasar yang lolos dari screening, sehingga padatan tersebut mempunyai ukuran

kecil dan seragam serta tidak mengganggu instalasi dan proses selanjutnya.

Comminutor terdiri dari tabung berongga, terbuat dari besi tuang yang berputar

secara kontinyu pada sumbu vertikalnya dengan/sumber tenaga dari motor listrik.

Tabung ini merupakan suatu saringan yang mempunyai gigi-gigi pemotong yang

sangat tajam.

Bahan-bahan padat yang tertahan dimuka tabung yang bergerak oleh aliran


(17)

Saluran Pembawa Screw Pump

Pipa inlet

dengan kerjasama antara batang pemotong dan gigi pemotong. Comminutor

dipasang khusus dalam ruangan yang terbuat dari beton, tepat dibawah

comminutor terdapat saluran yang menghubungkan saluran di hulu dan di hilir.

Pemeliharaan rutin comminutor hanya terbatas pada pelumasan dan penggantian

gigi pemotong.

c. Bak Penampung dan Pompa

Bak Penampung merupakan unit penyeimbang, sehingga debit dan kualitas

limbah yang masuk ke instalasi dalam keadaan konstan. Pemompaan digunakan

untuk mengalirkan limbah ke unit pengolahan selanjutnya.

Gambar 2.3. Bak Penampung dengan Screw Pump Gambar 2.2. Commiutor


(18)

TABEL 2.3 Macam-Macam Karakteristik Pompa

KlasifikasiUtama Type Pompa Kegunaan Pompa

Kinetik Centrifugal 3) Air limbah sebelum diolah 4) Penggunaan lumpur kedua 5) Pembuangan effluent

Peripheral 6) Limbah logam, pasir

lumpur, air limbah kasar

Rotor 7) Minyak, pembuangan gas

permasalahan zat-zat kimia pengaliran lambat untuk air dan air buangan Posite Displacement

SCREW

8) Pasir, pengolahan lumpur pertama dan kedua

9) Air limbah pertama 10)Lumpur kasar

Diafragma Penghisap 11)Permasalahan zat kimia 12)Limbah logam

13)Pengolahan lumpur

pertama dan kedua (permasalahan kimia)

Air Lift 14)Pasir, sirkulasi dan

pembuangan lumpur kedua

Pneumatic Ejektor 15)Instalasi pengolahan air limbah skala kecil

(Sumber : (Metcalf & Eddy, ”Wastewater Ebgineering Treatment & Reuse” 4 edition, hal :


(19)

Rumus yang digunakan :

td = Q V

V = A x H

dengan :

V = volume sumur pengumpul (m3)

A = luas permukaan sumur pengumpul (m2)

Q = debit air buangan yang dipompa (m3/dt)

td = waktu detensi (dt)

H = kedalaman air (m)

(Sumber : Metcalf and Eddy, Wastewater engineering Treatment, Disposal and Reuse, McGraw Hill, Inc, 1991, hal 224)

II.2.2. Pengolahan Pertama (Primary Treatment)

Pada proses ini terjadi proses fisik dan kimia. Pada proses ini umumnya

mampu mereduksi BOD antara 30 – 40 % dan mereduksi TSS 50 – 65 %.

Sumber : Syed R. Qasim. Wastewater Treatment Plants Planning, Design, and Operation, hal. 52)

II.2.2.1. Proses Fisik

Proses fisik dengan unit pengolahan meliputi:

a. Grit Chamber

Fungsinya adalah untuk mengendapkan grit atau padatan tersuspensi yang

berdiameter > 0,2 mm, seperti pasir, pecahan logam atau kaca dan butiran kasar


(20)

dimaksudkan agar tidak terjadi penyumbatan di dalam pipa akibat adanya endapan

kasar didalam saluran. Outlet ini dapat berupa proportional weir atau pharshall

flume. Pengendapan yang terjadi pada proses ini adalah secara gravitasi.

Ada dua jenis grit chambers :

- Horizontal Flow Grit Chamber

Debit yang melalui saluran ini mempunyai arah horizontal dan kecepatan

aliran dikontrol oleh dimensi dan unit yang digunakan atau melalui penggunaan

weir khusus pada bagian effluen.

Gambar 2.4. Horizontal Flow Grit Chamber

- Aerated Grit Chamber

Saluran ini merupakan bak aerasi dengan aliran spiral dimana kecepatan


(21)

(Sumber : Hand Book of Environmental Engineering, hal 2.14)

b. Bak Equalisasi

Berfungsi untuk mengendapkan butiran kasar dan merupakan unit

penyeimbang, sehinggga debit dan kualits air buangan yang masuk ke instalasi

pengolahan dalam keadaan seimbang dan tidak berfluktuasi.

3 ft freeboard

Minimum required operating level Minimum allowable

operating level to protect floating aerator

Variable Bottom sloped todrainagesump Effective basin volume

Concentrate sour pad Floating aerator

Max surface

Gambar 2.6. Bak Equalisasi


(22)

c. Flotasi

Berfungsi untuk memisahkan partikel-partikel suspensi, seperti minyak, lemak

dan bahan-bahan apung lainnya yang terdapat dalam air limbah dengan

mekanisme pengapungan.

Berdasarkan mekanisme pemisahannya :

a. Bisa berlangsung secara fisik, yaitu tanpa penggunaan bahan untuk membantu

percepatan flotasi, hal ini bisa terjadi karena partikel-partikel suspensi yang

terdapat dalam air limbah akan mengalami tekanan ke atas sehingga

mengapung di permukaan karena berat jenisnya lebih rendah dibanding berat

jenis air limbah.

b. Bisa dilakukan dengan penambahan bahan, yaitu : Udara atau bahan polimer

yang diinjeksikan ke dalam cairan pembawanya, yang dapat mempercepat laju

partikel ringan menuju permukaan. Untuk keperluan flotasi, udara yang

diinjeksikan jumlahnya relatif sedikit (± 0,2 m3

udara) untuk setiap m3 air

limbah. Semakin kecil ukuran gelembung udara maka proses flotasi akan


(23)

Gambar 2.7. Dissolved air flotation unit

(a) Tanpa Resirkulasi (b) Dengan Resirkulasi

d. Bak Pengendap I

Effisiensi removal dari bak pengendap pertama ini tergantung dari kedalaman

bak dan dipengaruhi oleh luas permukaan serta waktu detensi. Berfungsi untuk

memisahkan padatan tersuspensi dan terlarut dari cairan dengan menggunakan

sistem gravitasi dengan syarat kecepatan horizontal partikel tidak boleh lebih


(24)

Gambar 2.8. Bak Pengendap Rectanguler

(Sumber : Metcalf and Eddy, Wastewater Engineering Treatment, Disposal,and Reuse 4 edition, hal 399)

II.2.2.2. Proses Kimia

Proses kimia dengan unit pengolahan meliputi :

a. Netralisasi

Air buangan industri dapat bersifat asam atau basa/alkali, maka sebelum

diteruskan ke badan air penerima atau ke unit pengolahan secara biologis dapat

optimal. Pada sistem biologis ini perlu diusahakan supaya pH berbeda diantara

nilai 6,5 – 8,5. Sebenarnya pada proses biologis tersebut kemungkinan akan

terjadi netralisasi sendiri dan adanya suatu kapasitas buffer yang terjadi karena

ada produk CO2 dan bereaksi dengan kaustik dan bahan asam.

Larutan dikatakan asam bila : H+ > H- dan pH < 7

Larutan dikatakan netral bila : H+ = H- dan pH = 7


(25)

Ada beberapa cara menetralisasi kelebihan asam dan basa dalam limbah cair,

seperti :

a. Pencampuran limbah.

b. Melewatkan limbah asam melalui tumpukan batu kapur.

c. Pencampuran limbah asam dengan Slurry kapur.

d. Penambahan sejumlah NaOH, Na2CO3 atau NH4OH ke limbah asam.

e. Penambahan asam kuat (H2SO4,HCl) dalam limbah basa.

f. Penambahan CO2 bertekanan dalam limbah basa.

g. Pembangkitan CO2 dalam limbah basa.

Effluen

Pengaduk pH sensor

Inffluen

Pipa Injeksi

Gambar 2.9. Netralisasi

b. Koagulasi-Flokulasi

Koagulasi dan Flokulasi adalah proses pembentukan flok dengan penambahan

pereaksi kimia ke dalam air baku atau air limbah supaya menyatu dengan partikel


(26)

Koagulasi adalah proses pengadukan cepat dengan penambahan koagulan,

hasil yang didapat dari proses ini adalah destabilisasi koloid dan suspended solid,

proses ini adalah awal pembentukan partikel yang stabil.

Flokulasi adalah pengadukan lambat untuk membuat kumpulan partikel yang

sudah stabil hasil koagulasi berkumpul dan mengendap.

(Sumber : Reynold/Richard, Unit Operations and Processes in Environmental Engineering, hal

166)

Al2(SO4)3 2Al³. 3SO4²-

Reaksi hidrolisa:

Al2(SO4)3 + 6H2O 2Al(OH)3 +3H2SO4

Reaksi polimerisai ion komplek

[Al(H2O)6]3+ + H+O [Al(H2O)5 OH]2+ +H2O

[Al(H2O)5 OH]2+ +H2O [Al(H2O)4 (OH)2]4+ +H2O

1. Koagulan Ferri Clorida

2. Koagulan Chlorinated Copperas (Fe(SO4)3), Fe Cl3 . 7H2O

3. Koagulan Poly Aluminium Chloride(PAC)

Komponen-komponen pengaduk lambat/mekanismenya diantaranya adalah:

- Impeler

- Motor

- Controller

- Reducer

- Sist Transmisi

- Shaft


(27)

Kendala yang yang ada pada pengaduk lambat adalah:

- Kurang Fleksibel Terhadap Perubahan Kualitas Air Baku

- Sulit Beradaptasi Terhadap Perubahan Debit

- Headlost Besar

Jenis-jenis flokulasi, yaitu:

1) Flokulasi Mekanis

2) Flokulasi Hidrolis

- Baffle channel flocculator

- Gravel bed flocculator

- Hidrolic jet flokulator

1. Flokulasi pneumatis

Pengolahan dengan proses koagulasi selalu diikuti dengan proses flokulasi.

Pengolahan dengan cara ini diperlukan untuk mengolah limbah yang tingkat

kekeruhannya cukup tinggi yang disebabkan oleh zat pencemar.

Perbedaan proses koagulasi dengan flokulasi adalah pada kecepatan

pengadukannya. Koagulasi diperlukan pengadukan yang relatif cepat sedangkan

flokulasi pengadukannya secara perlahan.

Rumus yang digunakan:

1. Koagulasi

- G = C P

µ


(28)

Dimana :

P = Tenaga motor (gr.cm/dtk) G = Gradient kecepatan ( detik –1 )

C = Kapasitas ( cm 3 )

µ = Viskositas absolut ( 10-2

gr.massa/cm.dtk )

(besarnya tergantung temperatur)

- Untuk blade :

P = 1,44 x 10-4 CD ρ [(1 – K) n]3 b ∑ (r4-ro4)

Dimana:

n = Putaran per menit

k = Koefisien gosokan

ρ = massa jenis air

r = Jarak dari as kebagaian luar paddle

ro = jarak dari as ke bagian dalam paddle

2. Flokulasi

- P = µ C . G2

- P = 1,44 x 104 CD ρ [(1 – K) n]3 b ∑ (r4-ro4)

- V = n

S . R23 12

Dimana :

R = jari – jari hidrolis

S = kemiringan saluran


(29)

V = kecepatan aliran (m/dt)

- Kecepatan air pada saluran lurus :

VH = (15 – 45) cm/dt

- Kecepatan air pada belokan :

VB = ( 2 – 3,5 ) . VH

Inffluen

Effluen

Inffluen Effluen Motor

Gambar 2.10. Koagulasi – Flokulasi (Sumber :Unit Operasi. Agus Slamet, hal III-3 / III-4)

II.2.3. Pengolahan Sekunder (Secondary Treatment)

Pengolahan sekunder akan memisahkan koloidal dan komponen organik

terlarut dengan proses biologis. Proses pengolahan biologis ini dilakukan secara

aerobik maupun anaerobik dengan efisiensi reduksi BOD antara 75 - 90 % serta

90 % SS.


(30)

a. Pengolahan Lumpur Aktif (Activated Sludge)

Untuk mengubah buangan organik, menjadi bentuk anorganik yang lebih

stabil dimana bahan organik yang lebih terlarut yang tersisa setelah

prasedimentasi dimetabolisme oleh mikroorganisme menjadi CO2 dan H2O,

sedang fraksi terbesar diubah menjadi bentuk anorganik yang dapat dipisahkan

dari air buangan oleh sedimentasi. Adapun proses didalam activated sludge yaitu :

- Kovensional

Pada sistem konvensional terdiri dari tanki aerasi, secondary clarifier dan

recycle sludge. Selama berlangsungnya proses terjadi absorsi, flokulasi dan

oksidasi bahan organik.

Gambar 2.11. Activated sludge sistem konvensional Clarifier

Raw water/primary effluent

Reaktor

Sludge Wasr Secondary

Sludge return Efl


(31)

- Nonkovensional

1) Step aerasi

- Merupakan type plug flow dengan perbandingan F/M atau subtrat dan

mikroorganisme menurun menuju outlet.

- Inlet air buangan masuk melalui 3 - 4 titik ditanki aerasi dengan masuk untuk

menetralkan rasio subtrat dan mikroorganisme dan mengurangi tingginya

kebutuhan oksigen ditik yang paling awal.

- Keuntungannya mempunyai waktu detensi yang lebih pendek.

2) Tapered Aerasi

Hampir sama dengan step aerasi, tetapi injeksi udara dititik awal lebih tinggi. Udara

influent

Sludge return Sludge Waste Secondary

clarifier


(32)

3) Contact Stabilisasi

Pada sistem ini terdapat 2 tanki yaitu :

- Contact tank yang berfungsi untuk mengabsorb bahan organik untuk

memproses lumpur aktif.

- Reaeration tank yang berfungsi untuk mengoksidasi bahan organik yang

mengasorb (proses stabilasi).

Udara influent

Secondary clarifier contact tank

reaktor

Gambar 2.14. Contact Stabilisasi Udara

influent

Sludge return Sludge

Waste Secondary

clarifier

reaktor


(33)

4) Pure Oxygen

Oksigen murni diinjeksikan ke tanki aerasi dan diresirkulasi. Keuntungannya

adalah mempunyai perbandingan subtrat dan mikroorganisme serta volumetric

loading tinggi dan td pendek.

5) High Rate Aeration

Kondisi ini tercapai dengan meninggikan harga rasio resirkulasi, atau debit air

yang dikembalikan dibesarkan 1 - 5 kali. Dengan cara ini maka akan diperoleh

jumlah mikroorganisme yang lebih besar. O2 murni resirkulasi O2

reaktor

sludge return sludge waste secondary

clarifier

influent

Secondary clarifier

reaktor

Effluent

Sludge return

Sludge waste

Gambar 2.16. High Rate Aeration Gambar 2.15. Pure Oxygen


(34)

6) Extended Aeration

Pada sistem ini reaktor mempunyai umur lumpur dan time detention (td) lebih

lama, sehingga lumpur yang dibuang atau dihasilkan akan lebih sedikit.

7) Oxidation Dicth

Bentuk oksidation ditch adalah oval dengan aerasi secara mekanis, kecepatan

aliran 0,25 - 0,35 m/s.

Effluent Influent

Sludge

Aerator

Secondary Clarifier raw water/primary

influent

Secondary clarifier

reaktor

Effluent

Sludge return

Sludge waste

Gambar 2.18. Oxidation Dicth Gambar 2.17. Extended Aeration


(35)

b. Upflow Anaerobik Sludge Blanket (UASB)

Pada prinsipnya reaktor UASB terdiri dari lumpur padat yang berbentuk

butiran. Lumpur atau sludge tersebut ditempatkan dalam suatu reaktor yang

didesain dengan aliran ke atas. Air limbah mengalir melalui dasar bak secara

merata dan mengalir secara vertikal, sedangkan butiran sludge akan tetap berada

atau tertahan dalam reaktor.

Karakteristik pengendapan butiran sludge dan karakteristik air limbah akan

menentukan kecepatan upflow yang harus dipelihara dalam reaktor. Biasanya

kecepatan aliran ke atas berada pada rentang 0,5 – 0,3 m/jam. Untuk mencapai

formasi sludge blanket yang memuaskan, pada saat kondisi hidrolik puncak (debit

puncak) kecepatan dapat mencapai antara 2 – 6 m/jam.

Gas yang terperangkap dalam butiran sludge sering mendorong sludge

tersebut ke bagian atas reaktor, yang disebabkan oleh berkurangnya densitas

butiran. Untuk itu diperlukan pemisahan butiran sludge di luar reaktor dan

kemudian dikembalikan lagi ke dalam reaktor. Hal ini dapat dilakukan dengan

membuat gas-solid-liquid separator yang ditempatkan di bagian atas reaktor. Gas

yang terbentuk dapat ditampung dalam separator tersebut dan sludge

dikembalikan lagi ke reaktor.

Masalah yang dihadapi pada UASB terutama adalah sludge yang bergerak

naik yang disebabkan oleh turunnya densitas sludge. Disamping itu juga turunnya

aktivitas spesifik butiran. Beragamnya densitas sludge memberikan ketidak

seragaman sludge blanket sehingga sebagai akibatnya sludge akan ikut keluar


(36)

Tingginya konsentrasi suspended solid dan fatty mineral dalam air limbah

juga merupakan masalah operasi yang serius. Suspended solid dapat

menyebabkan penyumbatan (clogging) atau channeling. Adsorbsi suspended solid

pada sludge juga akan mempengaruhi proses dan air limbah yang mengandung

protein atau lemak menyebabkan pembentukan busa.

Keuntungan :

- Kebutuhan energi rendah

- Kebutuhan lahan sedikit

- Biogas berguna

- Kebutuhan nutrien sedikit

- Sludge mudah diolah/dikeringkan

- Tidak mengeluarkan bau dan kebisingan

- Mempunyai kemampuan terhadap fluktuasi dan intermitten load


(37)

II.2.4. Pengolahan Lumpur

Dari pengolahan air limbah maka hasilnya adalah berupa lumpur yang

perlu diadakan pengolahan secara khusus agar lumpur tersebut tidak mencemari

lingkungan dan dapat dimanfaatkan kembali untuk keperluan kehidupan. Sludge

dalam disposal sludge memiliki masalah yang lebih kompleks. Hal ini disebabkan

karena :

a. Sludge sebagian besar dikomposisi dari bahan-bahan yang responsibel untuk

menimbulkan bau.

b. Bagian sludge yang dihasilkan dari pengolahan biologis dikomposisi dari

bahan organik.

c. Hanya sebagian kecil dari sludge yang mengandung solid (0,25% - 12%

solid).

Tujuan utama dari pengolahan lumpur adalah :

- Mereduksi kadar lumpur

- Memanfaatkan lumpur sebagai bahan yang berguna seperti pupuk dan sebagai

penguruk lahan yang sudah aman.

Unit pengolahan lumpur meliputi :

a. Sludge Thickener

Sludge thickener adalah suatu bak yang berfungsi untuk menaikkan

kandungan solid dari lumpur dengan cara mengurangi porsi fraksi cair (air),

sehingga lumpur dapat dipisahkan dari air dan ketebalannya menjadi berkurang


(38)

adalah gravity thickener dan lumpur berasal dari bak pengendap I dan pengendap

II. Pada sistem gravity thickener ini, lumpur diendapkan di dasar bak sludge

thickener.

Perbandingan volume lumpur dengan konsentrasi diharapkan adalah :

V1 × C1 = V2 × C2 dengan :

V1 = volume lumpur yang masuk

V2 = volume lumpur yang terjadi

C1 = konsentrasi lumpur masuk

C2 = konsentrasi lumpur yang diharapkan

Perbandingan berat jenis lumpur :

1 Bj SS Pf Bj f Pv Bj v = + dengan :

Bj SS = berat jenis suspended solid

Bj f = berat jenis fixed

Bj v = berat jenis volatile SS

Pv = % volatile matter

Pf = % fixed matter

Luas permukaan thickener (As) dapat dihitung dengan :

            = hari m kg Loading Solid hari kg ing Berat As . ker 2


(39)

(Sumber : Metcalf and Eddy, Waste Water Engineering Treatment Disposal and Reuse, hal 401)

b. Sludge Drying Bed

Sludge drying bed merupakan suatu bak yang dipakai untuk mengeringkan

lumpur hasil pengolahan dari thickener. Bak ini berbentuk persegi panjang yang

terdiri dari lapisan pasir dan kerikil serta pipa drain untuk mengalirkan air dari

lumpur yang dikeringkan. Waktu pengeringan paling cepat 10 hari dengan

bantuan sinar matahari. Rumus yang dipakai :

( )

V V p

p

i

i

= × −

1 1

dengan :

Vi = volume cake kering, m3/hari

V = volume lumpur mula-mula, m3/hari

p = kadar air mula-mula (%)

pi = kadar air yang diharapkan (%)


(40)

III.1. Karakteristik Air Limbah Industri

Pada perencanaan bangunan pengolahan air buangan ini sumber air limbah

dari industri urea memiliki debit sebesar 0,18 m3/detik. Adapun parameter yang

terkandung di dalam air limbah tersebut dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 3.1. Parameter air limbah

Parameter Kadar (mg/lt)

BOD

COD

Tss

Ph

NH3

Minyak dan Lemak

1200

2500

1000

13

250

170

III.2. Standart Baku Mutu

Dengan karakteristik air limbah seperti yang tercantum diatas maka

diperlukan pengolahan sehingga apabila dibuang ke dalam badan air sudah sesuai

dengan baku mutu air limbah yang diperbolehkan. Untuk itu undang-undang atau


(41)

Lingkungan Hidup No 51 Tahun 1995 tentang baku mutu limbah cair untuk

industri urea.

Untuk mengetahui apakah limbah cair suatu industri berbahaya atau tidak

maka perlu dibandingkan dengan baku mutu yang berlaku seperti pada tabel 3.2

adalah tentang baku mutu limbah cair untuk industri tekstil menurut Keputusan

Menteri Negara Lingkungan Hidup No 51 Tahun 1995 sebagai berikut :

Tabel 3.2 Baku mutu limbah cair untuk industri urea

Parameter Kadar Maksimum (mg/lt)

BOD

COD

Tss

pH

NH3-N

Minyak dan Lemak

100

250

100

6 - 9

50


(42)

III.3. Diagram Alir

Berdasarkan karakteristik air limbah, maka diagram alir proses

pengolahan limbah adalah sebagai berikut :

Pompa

Netralisasi

Koagulasi dan Flokulasi

Bak Pengendap

Activated Sludge

Clarifier

Sludge Drying bed

Recycle

Effluent Saluran Pembawa

Screen

Bak Penampung


(43)

IV.1. Neraca Massa

a. Saluran pembawa & Screen

b. Flotasi

No. Parameter Inlet %

removal Outlet Baku mutu

1. Debit (Q) 0,18 m3/det - - -

2. BOD 1200 mg/lt 25 900 mg/lt 100 mg/lt

3. COD 2500 mg/lt - - 250 mg/lt

4. Tss 1000 mg/lt 30 700 mg/lt 100 mg/lt

5. Ph 13 - - 6 - 9

6. NH3 250 mg/lt - - 50 mg/lt

8. Minyak & Lemak 170 mg/lt - - 25 mg/lt

No. Parameter Inlet %

removal Outlet Baku mutu

1. Debit (Q) 0,18 m3/det - - -

2. BOD 900 mg/lt - - 100 mg/lt

3. COD 2500 mg/lt - - 250 mg/lt

4. Tss 700 mg/lt - - 100 mg/lt

5. Ph 13 - - 6 - 9

6. NH3 250 mg/lt - - 50 mg/lt


(44)

d. Koagulasi-Flokulasi

No. Parameter Inlet %

removal Outlet Baku mutu

1. Debit (Q) 0,18 m3/det - - -

2. BOD 900 mg/lt - - 100 mg/lt

3. COD 2500 mg/lt - - 250 mg/lt

4. Tss 700 mg/lt - - 100 mg/lt

5. Ph 13 - 7 6 - 9

6. NH3 250 mg/lt - - 50 mg/lt

8. Minyak & Lemak 17 mg/lt - - 25 mg/lt

No. Parameter Inlet %

removal Outlet Baku mutu

1. Debit (Q) 0,18 m3/det - - -

2. BOD 900 mg/lt - - 100 mg/lt

3. COD 2500 mg/lt - - 250 mg/lt

4. Tss 700 mg/lt 90 70 mg/lt 100 mg/lt

5. Ph 7 - - 6 - 9

6. NH3 250 mg/lt - - 50 mg/lt


(45)

f. Activated Sludge

No. Parameter Inlet %

removal Outlet Baku mutu

1. Debit (Q) 0,18 m3/det - - -

2. BOD 900 mg/lt 40 540 mg/lt 100 mg/lt

3. COD 2500 mg/lt - - 250 mg/lt

4. Tss 70 mg/lt 70 21 mg/lt 100 mg/lt

5. Ph 7 - - 6 - 9

6. NH3 250 mg/lt - - 50 mg/lt

8. Minyak & Lemak 17 mg/lt - - 25 mg/lt

No. Parameter Inlet %

removal Outlet Baku mutu

1. Debit (Q) 0,18 m3/det - - -

2. BOD 540 mg/lt 85 81 mg/lt 100 mg/lt

3. COD 2500 mg/lt 90 250 mg/lt 250 mg/lt

4. Tss 21 mg/lt 90 2,1 mg/lt 100 mg/lt

5. Ph 7 - - 6 - 9

6. NH3 250 mg/lt 95 12,5 mg/lt 50 mg/lt


(46)

IV.1. Spesifikasi Bangunan

a. Saluran Pembawa

- Termasuk saluran terbuka dan terbuat dari beton

- Panjang saluran (L) = 1,5 m

- Lebar saluran (B) = 0,84 m

- Kedalaman saluran (H) = 0,92 m

- Slope saluran (s) = 2,79 .10-5 m/m

b. Screen

- Menggunakan bar screen manual

- Jenis bar bulat (β) = 1,79

- Jarak antar kisi (r) = 0,05 m

- Lebar kisi (d) = 0,01 m

- Slope (θ) = 45° - Tinggi bar screen (h) = 1,4 m

- Jumlah kisi (n) = 13 buah

- Lebar bukaan kisi (Wc) = 0,71 m

No. Parameter Inlet %

removal Outlet Baku mutu

1. Debit (Q) 0,18 m3/det - - -

2. BOD 81 mg/lt 80 16,2 mg/lt 100 mg/lt

3. COD 250 mg/lt 90 25 mg/lt 250 mg/lt

4. Tss 2,1 mg/lt 80 0,42 mg/lt 100 mg/lt

5. Ph 7 - - 6 - 9

6. NH3 12,5 mg/lt - - 50 mg/lt


(47)

- Dibuat 3 bak penampung persegi

- Volume bak = 36 m3

- Panjang (L) = 3,3 m

- Lebar (B) = 3,3 m

- Kedalaman (h) = 3,8 m

- Waktu tinggal (td) = 10 menit

d. Pemompaan dari bak penampung ke bak flotasi

- Menggunakan 3 pompa & 1 pompa cadangan

- Type centrifugal pompa, merk “Grundfos”

- Jenis pipa cost iron (C) = 130

- Jenis pompa = AP 130.250.250

- Ø pipa suction & discharge = 220 mm

- Daya pompa = 17 kw

- Q pompa = 0,02 m3/det

- Asumsi Hf pompa = 7 m

e. Flotasi Bak flotasi

- Menggunakan 2 bak flotasi

- Waktu detensi (td) = 10 menit

- Ø pipa inlet = 230 mm (Ø pipa discharge)

- Panjang (L) = 10,2 m

- Lebar (B) = 5 ,1 m

- Kedalaman (h) = 2,2 m

- Ø pipa outlet = 300 mm


(48)

Bak Minyak & Lemak

- Kedalaman (h) = 0,8 m

- Panjang (L) = 5,1 m

- Lebar (B) = 1,2 m

- Debit minyak = 0,081 m3/det

f. Netralisasi Bak pelarut

- Menggunakan 2 bak netralisasi

- Bahan penetral adalah H2SO4

- Periode pelarutan setiap 1 hari sekali

- Waktu detensi (td) = 1 hari

- Diameter bak pelarut = 0,65 m

- Tinggi bak pelarut = 0,82 m Bak netralisasi

- Kedalaman tangki (h) = 6,2 m

- Diameter bak netralisasi = 4,8 m

- Waktu detensi (td) = 10 menit

- Ø pipa inlet = 47 cm

- Ø pipa outlet = 47 cm

g. Koagulasi dan Flokulasi Bak Koagulasi

- Menggunakan 1 bak koagulasi

- Koagulan yang dipakai adalah FeCl3 - Waktu detensi = 20 detik

- Jenis Impeller = Turbine Impeller

- Kecepatan pengadukan = 100 rpm = 1,67 rps


(49)

- Volume bak koagulasi = 3,6 m3 Bak Pembubuh

- Kebutuhan FeCl3 per hari = 1244 kg/hr - Periode pembubuhan larutan = 1 hari

- Diameter bak pembubuh = 1,75 m

- Tinggi bak pembubuh = 2,39 m Bak Flokulasi

- Bak flokulasi berjumlah 1 bak

- Waktu detensi = 60 detik

- Jenis Impeller = Turbine Impeller

- Kecepatan pengadukan = 50 rpm = 0,83 rps

- Diameter bak flokulasi = 2,22 m

- Tinggi bak flokulasi = 2,77 m

- Volume bak flokulasi = 10,8 m3

h. Bak Pengendap I Zona inlet

- Menggunakan 2 bak pengendap I

- Q tiap bak = 0,09 m3/det

- Lebar (B) = 0,42 m

- Kedalaman (h) = 0,62 m Zona settling

- Panjang (L) = 26 m

- Lebar (B) = 13 m

- Kedalaman saluran (H) = 0,45 m Zona sludge

- Volume sludge = 21 m3/hr


(50)

- Menggunakan 2 bak aerasi

- Volume per bak aerasi = 900 m3

- Waktu detensi (td) = 6 jam

- Kedalaman bak aerasi (h) = 4,5 m

- Lebar bak aerasi (B) = 10 m

- Panjang bak aerasi (L) = 20 m

j. Bak Pengendap II (Clarifier) Zona settling

- Diameter bak = 26 m

- Kedalaman (h) = 3 m

- Ø inlet wall = 2,6 m

- Ø total = 28,6 m Zona sludge

- Volume lumpur = 0,013 m3/hr

- Waktu detensi (td) = 2 jam

- Diameter permukaan bawah = 1 m Zona outlet

Pelimpah / weir

- Menggunakan Vnotch 90°

- Jarak antar Vnotch = 5 cm - Jumlah Vnotch = 1470 buah - Diameter pipa outlet = 54 cm

k. Sludge Drying Bed

- Volume lumpur yang masuk = 10,91 m3/hr

- Waktu pengeringan = 5 hari

- Diameter pipa inlet = 20cm


(51)

- Tebal cake = 0,6 m

- Jumlah bed = 2 buah

- Lebar bed (B) = 5,7 m

- Panjang bed (L) = 11,4 m

- Kedalaman bed (h) = 1,84 m

- Kedalaman underdrain = 0,24 m


(52)

44

V.1 Kesimpulan

Dari neraca massa yang tercantum pada bab 4, maka setiap bangunan

pengolahan memiliki efisiensi untuk meremoval parameter pencemar tertentu

sesuai dengan kapasitasnya. Effluent dari industri urea yang sudah melalui proses

pengolahan sudah memenuhi baku mutu yang di tetapkan oleh Keputusan Menteri

Negara Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 1995 sehingga diperbolehkan untuk

dibuang ke badan air.

V.2 Saran

Agar bangunan pengolahan air buangan mampu meremoval parameter

pencemar sehingga optimal maka seharusnya memperhatikan hal – hal sebagai

berikut :

1. Karakteristik air limbah yang akan diolah sehingga menentukan jenis

bangunan yang direncanakan.

2. Luas area yang tersedia untuk IPAL, sehingga luas lahan mencukupi untuk

pembuatan IPAL yang sudah direncanakan.

3. Analisa ekonomi juga perlu diperhatikan agar bisa merencanakan


(53)

Bowo M, Djoko. ”Teknik Pengolahan Air Limbah Secara Biologis”. Jurusan Teknik Lingkungan, ITS, Surabaya.

Cornwell, Davis A. 1998. ”Introduction to Environmental Engineering”. Third edition. Mc graw-Hill, Inc. New York, St. Fransisco, Auckland.

Eckenfelder, W Wesley, Jr. 2000. ”Industrial Water Pollution Control”. Third edition. Mc Graw-Hill, Inc. New York.

Hadi Wahyono. ”Bangunan Pengolahan Air Minum”. Jurusan Teknik Lingkungan, ITS, Surabaya.

Huisman, L, 1985. Sedimentation and Flotation Mechanical Filtration. Delf

University Of Technology.

Metcalf and Eddy. 1998. ”Waste Water Engineering Treatment Disposal Reuse”. Third edition. McGraw-Hill, Inc. New York, St. Fransisco, Auckland.

Metcalf and Eddy. 2004. ”Waste Water Engineering Treatment Disposal Reuse”. Fourth edition. McGraw-Hill, Inc. New York, St. Fransisco, Auckland.

Okun, Daniel A. 1968. ”Water and Wastewater Engineering”. Volume 2.

Qosim, SSR. 1985. ”Waste Water Treatment Plant Planning, Design and

Operation”. Holt Rinchart and Winston.

Reynolds, Richards. 1996. ”Unit Operation and Processes in Environmental

Engineering”. Second edition. PWS Publising Company. Boston.

Sugiharto. 1987. ”Dasar-dasar Pengolahan Air Limbah”. UI-PRESS, Jakarta.


(1)

Bak Minyak & Lemak

- Kedalaman (h) = 0,8 m - Panjang (L) = 5,1 m - Lebar (B) = 1,2 m - Debit minyak = 0,081 m3/det

f. Netralisasi Bak pelarut

- Menggunakan 2 bak netralisasi - Bahan penetral adalah H2SO4

- Periode pelarutan setiap 1 hari sekali - Waktu detensi (td) = 1 hari - Diameter bak pelarut = 0,65 m - Tinggi bak pelarut = 0,82 m Bak netralisasi

- Kedalaman tangki (h) = 6,2 m - Diameter bak netralisasi = 4,8 m - Waktu detensi (td) = 10 menit - Ø pipa inlet = 47 cm - Ø pipa outlet = 47 cm

g. Koagulasi dan Flokulasi Bak Koagulasi

- Menggunakan 1 bak koagulasi - Koagulan yang dipakai adalah FeCl3 - Waktu detensi = 20 detik

- Jenis Impeller = Turbine Impeller

- Kecepatan pengadukan = 100 rpm = 1,67 rps - Diameter bak kogulasi = 1,54 m


(2)

41

- Tinggi bak koagulasi = 1,92 m - Volume bak koagulasi = 3,6 m3 Bak Pembubuh

- Kebutuhan FeCl3 per hari = 1244 kg/hr - Periode pembubuhan larutan = 1 hari - Diameter bak pembubuh = 1,75 m - Tinggi bak pembubuh = 2,39 m Bak Flokulasi

- Bak flokulasi berjumlah 1 bak - Waktu detensi = 60 detik

- Jenis Impeller = Turbine Impeller - Kecepatan pengadukan = 50 rpm = 0,83 rps - Diameter bak flokulasi = 2,22 m

- Tinggi bak flokulasi = 2,77 m - Volume bak flokulasi = 10,8 m3

h. Bak Pengendap I Zona inlet

- Menggunakan 2 bak pengendap I - Q tiap bak = 0,09 m3/det - Lebar (B) = 0,42 m - Kedalaman (h) = 0,62 m Zona settling

- Panjang (L) = 26 m - Lebar (B) = 13 m - Kedalaman saluran (H) = 0,45 m Zona sludge

- Volume sludge = 21 m3/hr - Lebar (B) = 9 m


(3)

i. Activated Sludge

- Menggunakan 2 bak aerasi

- Volume per bak aerasi = 900 m3 - Waktu detensi (td) = 6 jam - Kedalaman bak aerasi (h) = 4,5 m - Lebar bak aerasi (B) = 10 m - Panjang bak aerasi (L) = 20 m

j. Bak Pengendap II (Clarifier) Zona settling

- Diameter bak = 26 m - Kedalaman (h) = 3 m - Ø inlet wall = 2,6 m - Ø total = 28,6 m Zona sludge

- Volume lumpur = 0,013 m3/hr - Waktu detensi (td) = 2 jam - Diameter permukaan bawah = 1 m Zona outlet

Pelimpah / weir

- Menggunakan Vnotch 90°

- Jarak antar Vnotch = 5 cm - Jumlah Vnotch = 1470 buah - Diameter pipa outlet = 54 cm

k. Sludge Drying Bed

- Volume lumpur yang masuk = 10,91 m3/hr - Waktu pengeringan = 5 hari - Diameter pipa inlet = 20cm - Tebal pasir = 0,4 m


(4)

43

- Tebal kerikil = 0,6 m - Tebal cake = 0,6 m - Jumlah bed = 2 buah - Lebar bed (B) = 5,7 m - Panjang bed (L) = 11,4 m - Kedalaman bed (h) = 1,84 m - Kedalaman underdrain = 0,24 m - Diameter pipa penguras = 0,009 m


(5)

44

KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan

Dari neraca massa yang tercantum pada bab 4, maka setiap bangunan pengolahan memiliki efisiensi untuk meremoval parameter pencemar tertentu sesuai dengan kapasitasnya. Effluent dari industri urea yang sudah melalui proses pengolahan sudah memenuhi baku mutu yang di tetapkan oleh Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 1995 sehingga diperbolehkan untuk dibuang ke badan air.

V.2 Saran

Agar bangunan pengolahan air buangan mampu meremoval parameter pencemar sehingga optimal maka seharusnya memperhatikan hal – hal sebagai berikut :

1. Karakteristik air limbah yang akan diolah sehingga menentukan jenis bangunan yang direncanakan.

2. Luas area yang tersedia untuk IPAL, sehingga luas lahan mencukupi untuk pembuatan IPAL yang sudah direncanakan.

3. Analisa ekonomi juga perlu diperhatikan agar bisa merencanakan bangunan IPAL yang optimal dengan biaya yang efisien.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Bowo M, Djoko. ”Teknik Pengolahan Air Limbah Secara Biologis”. Jurusan Teknik Lingkungan, ITS, Surabaya.

Cornwell, Davis A. 1998. ”Introduction to Environmental Engineering”. Third edition. Mc graw-Hill, Inc. New York, St. Fransisco, Auckland.

Eckenfelder, W Wesley, Jr. 2000. ”Industrial Water Pollution Control”. Third edition. Mc Graw-Hill, Inc. New York.

Hadi Wahyono. ”Bangunan Pengolahan Air Minum”. Jurusan Teknik Lingkungan, ITS, Surabaya.

Huisman, L, 1985. Sedimentation and Flotation Mechanical Filtration. Delf University Of Technology.

Metcalf and Eddy. 1998. ”Waste Water Engineering Treatment Disposal Reuse”. Third edition. McGraw-Hill, Inc. New York, St. Fransisco, Auckland.

Metcalf and Eddy. 2004. ”Waste Water Engineering Treatment Disposal Reuse”. Fourth edition. McGraw-Hill, Inc. New York, St. Fransisco, Auckland.

Okun, Daniel A. 1968. ”Water and Wastewater Engineering”. Volume 2.

Qosim, SSR. 1985. ”Waste Water Treatment Plant Planning, Design and Operation”. Holt Rinchart and Winston.

Reynolds, Richards. 1996. ”Unit Operation and Processes in Environmental Engineering”. Second edition. PWS Publising Company. Boston.

Sugiharto. 1987. ”Dasar-dasar Pengolahan Air Limbah”. UI-PRESS, Jakarta.