Analisis Perilaku Hidup Bersih dan Sehat serta Penyakit Berbasis Lingkungan pada Anak Usia 6-12 Tahun Korban Erupsi Gunung Sinabung di Posko Pengungsian Kabanjahe Kabupaten Karo Tahun 2017 Chapter III VI

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah bersifat deskriptif yaitu melihat perilaku hidup
bersih dan sehat serta kejadian penyakit berbasis lingkungan pada anak usia 6-12
tahun di posko pengungsian gunung sinabung.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1 Lokasi
Lokasi penelitian ini dilakukan di Posko Pengungsian Kabanjahe
Kabupaten Karo dengan alasan karena di Kabupaten Karo telah terjadi erupsi
gunung sinabung sehingga banyak masyarakat termasuk anak-anak yang harus
mengungsi di posko-posko pengungsian salah satunya terletak di daerah
Kabanjahe.
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini di lakukan pada bulan Januari – Mei 2017.
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1

Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah anak usia 6-12 tahun korban erupsi


gunung Sinabung di Posko Pengungsian Kabanjahe yang berjumlah 72 orang.
3.3.2 Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh anak usia 6-12 tahun korban
erupsi gunung Sinabung di Posko Pengungsian Kabanjahe. Besar sampel adalah
sama dengan populasi (total sampling).

30

Universitas Sumatera Utara

31

3.4 Metode Pengumpulan Data
3.4.1 Data Primer
Data primer diperoleh melalui pembagian kuesioner dan diikuti dengan
wawancara langsung dengan anak usia 6-12 tahun korban erupsi

gunung

Sinabung di Posko Pengungsian Kabanjahe Kabupaten Karo.

3.4.2 Data Sekunder
Data sekunder dalam penelitian ini adalah laporan jumlah kasus penyakit
berbasis lingkungan di posko pengungsian Kabanjahe yang diperoleh dari laporan
5 penyakit terbesar di Pos Kesehatan Posko Kabanjahe, berbagai literatur, dan
penelitian yang berhubungan dengan judul penelitian.
3.5 Definisi Operasional
1.

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah semua perilaku kesehatan
yang dilakukan atas kesadaran sehingga anak usia 6-12 tahun korban erupsi
gunung Sinabung

dapat menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan

terutama perilaku yang dapat mencegah terjadinya penyakit berbasis
lingkungan seperti ISPA, TB paru, kecacingan, penyakit kulit dan diare.
2.

Menggunaka air bersih adalah air bersih yang dipergunakan dalam kehidupan
sehari-hari seperti untuk memasak, mandi, mencuci alat-alat dapur, mencuci

pakaian dan sebagainya di Posko pengungsian Gunung Sinabung Kabanjahe.

3.

Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun merupakan salah satu tindakan
sanitasi yang dilakukan oleh anak usia 6-12 tahun di posko pengungsian
gunung sinabung Kabanjahe setelah melakukan berbagai aktivitas, sebelum
dan sesudah makan

Universitas Sumatera Utara

32

4.

Menggunakan jamban sehat adalah jamban yang digunakan oleh anak usia 612 tahun diposko pengungsian adalah jamban cemplung atau leher angsa,
tersedia air besrih dan alat pembersih.

5.


Tidak merokok adalah perilaku anak usia 6-12 tahun disekitar Posko
Pengungsian Gunung Sinabung agar udara di lingkungan posko tetap terjaga

6.

Penyakit berbasis lingkungan pada penelitian ini adalah 5 keluhan penyakit
terbesar di pengungsian gunung Sinabung berdasarkan informasi yang
diperoleh dari pos kesehatan di posko pengungsian.

7.

ISPA adalah keluhan kesehatan yang pernah dirasakan oleh anak usia 6-12
tahun yang ditandai dengan radang akut yang disebabkan oleh infeksi jasad
renik atau bakteri, virus, maupun riketsia. Batuk dan pilek yang berlangsung
selama kurang lebih 14 hari digolongkan ISPA ringan. ISPA sedang apabila
timbul gejala sesak nafas, suhu tubuh lebih dari 39˚C dan bila bernafas
mengeluarkan suara seperti mengorok. ISPA berat apabila kesadaran
menurun, nadi cepat atau tidak teraba, nafsu makan menurun, bibir dan
ujung nadi membiru (sianosis) dan gelisah.


8.

Diare adalah keluhan kesehatan yang pernah dirasakan oleh anak usia 6-12
tahun yang ditandai dengan buang air besar dengan frekuensi yang tidak
normal (meningkat) dan konsistensi tinja yang lebih lembek atau cair,
bersifat mendadak datangnya, dan berlangsung dalam waktu kurang dari 14
hari.

Universitas Sumatera Utara

33

9.

Kecacingan adalah keluhan kesehatan yang pernah dirasakan oleh anak usia
6-12 tahun yang ditandai dengan sebagai infestasi satu atau lebih cacing
parasit dalam usus.

10. Tuberkulosis paru adalah keluhan kesehatan yang pernah dirasakan oleh anak
usia 6-12 tahun disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis.

Keluhan yang paling umum adalah batuk berdahak selama lebih dari 2-3
minggu. Keluhan dan tanda-tanda lain yang terjadi adalah suhu badan
meningkat, anak tampak sakit, nyeri pada persendian sehingga anak menjadi
cerewet, malaise, anoreksia, anak kelihatan lelah dan disertai keluhan nafsu
makan menurun.
11. Penyakit kulit atau dermatitif adalah keluhan kesehatan yang pernah
dirasakan oleh anak usia 6-12 tahun yang diakibatkan oleh paparan imunogen
atau alergen dari luar yang mencapai kulit, dapat melalui sirkulasi setelah
atau secara langsung memalui kontak dengan kulit. Tanda-tanda yang tampak
pada umumnya adalah ruam, kemerahan, bengkak, dan rasa gatal.
3.6 Aspek Pengukuran
a. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
Pengukuran menggunakan air bersih
Pengukuran variabel menggunakan air bersih dengan jumlah pertanyaan 7
buah. Skala pengukuran yang digunakan adalah ordinal dengan menggunakan
Skala Guttman tingkatan jawaban “ya” diberi nilai 1 dan “tidak” diberi nilai 0.
Berdasarkan jumlah pertanyaan maka skor tertinggi adalah 7. Berdasarkan skoring
maka penggunaan air bersih dikategorikan menjadi :

Universitas Sumatera Utara


34

Baik : apabila dari jawaban responden memiliki skor ≥ 5 atau nilai ≥ 75% dari
total skor seluruh pertanyaan.
Buruk : apabila dari jawaban responden memiliki skor < 5 atau memiliki nilai
sama dengan < 75% dari total skor seluruh pertanyaan
Pengukuran mencuci tangan dengan air bersih dan sabun
Pengukuran variabel mencuci tangan dengan air bersih dan sabun dengan
jumlah pertanyaan 5 buah. Skala pengukuran yang digunakan adalah ordinal
dengan menggunakan Skala Guttman tingkatan jawaban “ya” diberi nilai 1 dan
“tidak” diberi nilai 0. Berdasarkan jumlah pertanyaan maka skor tertinggi adalah
5. Berdasarkan skoring maka mencuci tangan dengan air bersih dan sabun
dikategorikan menjadi:
Baik : apabila dari jawaban responden memiliki skor ≥ 3 atau nilai ≥ 75% dari
total skor seluruh pertanyaan.
Buruk : apabila dari jawaban responden memiliki skor < 3 atau memiliki nilai
sama dengan < 75% dari total skor seluruh pertanyaan.
Pengukuran mengunakan jamban sehat
Pengukuran variabel menggunakan jamban sehat


dengan jumlah

pertanyaan 8 buah. Skala pengukuran yang digunakan adalah ordinal dengan
menggunakan Skala Guttman tingkatan jawaban “ya” diberi nilai 1 dan “tidak”
diberi nilai 0. Berdasarkan jumlah pertanyaan maka skor tertinggi adalah 8.
Berdasarkan skoring maka menggunakan jamban sehat:
Baik : apabila dari jawaban responden memiliki skor ≥ 6 atau nilai ≥ 75% dari
total skor seluruh pertanyaan.

Universitas Sumatera Utara

35

Buruk : apabila dari jawaban responden memiliki skor < 6 atau memiliki nilai
sama dengan < 75% dari total skor seluruh pertanyaan..
Pengukuran tidak merokok
Pengukuran variabel tidak merokok dengan kriteria sebagai berikut:
Ya, jika responden tidak merokok didalam posko
Tidak, jika responden merokok atau kadang-kadang merokok didalam posko.

a.

Penyakit berbasis lingkungan
Penyakit berbasis lingkungan pada penelitian ini adalah penyakit-penyakit

terbesar di pengungsian gunung Sinabung berdasarkan informasi yang diperoleh
dari Pos kesehatan di Posko pengungsian. Yang termasuk penyakit berbasis
lingkungan dalam penelitian ini adalah ISPA, Diare, Kecacingan, Tuberklosis
Paru, dan Penyakit Kulit (Dermatitif).
Cara pengukuran pada penelitian ini dilakukan dengan wawancara. Alat
ukur yang digunakan adalah Lembar checklist , penyakit yang dipilih merupakan
penyakit berdasarkan keluhan yang pernah dirasakan oleh anak usia 6-12 tahun
korban erupsi Gunung Sinabung selama tinggal di posko pengungsian.
3.7 Metode Pengelolaan dan Analisis Data
3.7.1 Pengelolaan Data
Pengolahan data dilakukan dengan cara manual dengan bantuan komputer
dalam pengolahan data yang pelaksanaannya dilakukan dengan tahapan- tahapan
sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara


36

1.

Editing
Pengeditan dilakukan untuk memeriksa kelengkapan data, kesinambungan

data (tidak ditemukan data atau keterangan yang bertentangan antara satu dan
yang lainnya), keseragaman data (ukuran yang digunakan dalam mengumpulkan
data telah seragam atau tidak.
2.

Coding
Merupakan perlakuan terhadap pengkodean data. Coding digunakan untuk

memudahkan pengolahannya, semua jawaban atau data tersebut perlu
disederhanakan. Cara yang digunakan dengan memberikan simbol-simbol
tertentu.
3.


Tabulasi
Perlakuan tabulasi setelah editing & coding. Pekerjaan mengelompokkan

data dalam bentuk tabel menurut sifat-sifat disebut tabulasi. Pekerjaan tabulasi
dalam penelitian sangat penting. Dengan berhasil disusunnya tabel-tabel, analisis
data selanjutnya akan mudah dilakukan. Peranan table dalam suatu penelitian
antara lain memang untuk membantu analisis data.
4.

Entry data
Entry data yaitu memasukkan data dalam variabel sheet dengan

menggunakan komputer.
5.

Cleaning data
Cleaning data yaitu pembersihan data untuk mencegah kesalahan yang

mungkin terjadi, dalam hal ini diikutsertakan nilai hilang dalam analisis data dan

Universitas Sumatera Utara

37

data yang tidak sesuai atau diluar range penelitian tidak diikutsertakan dalam
analisis.
3.7.2 Analisis Data
Analisis Univariat
Analisa data dengan mendeskripsikan variabel penelitian yaitu variable
prilaku hidup bersih dan sehat serta variabel kejadian penyakit berbasis pada
anak usia 6-12 tahun di posko pengungsian gunung Sinabung Kabanjahe
Kabupaten Karo.

Universitas Sumatera Utara

BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Kabupaten Karo adalah salah satu Kabupaten di provinsi Sumatera Utara,
berada diantara 2º50’–3º19’ Lintang Utara dan 97º55’–98º38’ Bujur Timur
dengan luas 2.127,25 Km2 atau 2,97 persen dari luas Provinsi Sumatera Utara
(BPS Kabupaten Karo,2012). Kabupaten Karo terletak pada jajaran Bukit Barisan
dan sebagian besar wilayahnya merupakan dataran tinggi. Dua gunung berapi
aktif (Gunung Sinabung dan Gunung Sibayak) terletak di wilayah ini sehingga
rawan gempa vulkanik. Salah satu dari gunung berapi yang aktif saat ini adalah
gunung sinabung. Akibat dari letusan gunung berapi tersebut menyebabkan
masyarakat yang tinggal tidak jauh dari lokasi gunung berapi terpaksa harus
meninggalkan desanya untuk mengungsi.
Tempat pengungsian tersebut tersebar dibergai kawasan di radius 7 Km
dari kaki gunung sinabung dan terdapat 9 titik pengungsian dengan jumlah7.214
jiwa. Para pengungsi yang berasal Kecamatan Nama Teran Kabupaten Karo
merupakan kecamatan yang terkena dampak langsung erupsi Gunung Sinabung.
Pengungsi dari Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo yang berada di
kabanjahe berasal dari Desa Sigarang-garang dan Desa Sukanalu ditempatkan di
Gedung Serbaguna GBKP Kabanjahe dan Gedung Serbaguna KNPI Kabanjahe.
Posko Pengungsian Gedung Serbaguna KNPI Kabanjahe terletak di jl.
Pahlawan Kabanjahe dan Posko Pengungsian Gedung Serbaguna GBKP

38

Universitas Sumatera Utara

39

Kabanjahe terletak di jl. Mariam Ginting Kabanjahe. Mereka berada di posko
pengungsian tersebut sejak bulan Juni 2015.
Hasil pertanian utama adalah berbagai jenis sayur (cabe merah, tomat,
terong, sawi, buncis, wortel), buah (jeruk siam, pisang, alpukat, jambu biji, jambu
air, nenas, markisa, langsat, salak, sirsak, pepaya, nangka), tanaman palawija
(jagung, ubi jalar, kacang tanah), perkebunan rakyat (kopi, coklat, tembakau,
kelapa), serta padi ladang (BPS Kabupaten Karo, 2012).
Pelayanan kesehatan seperti puskesmas, puskesmas pembantu, poskesdes,
serta posyandu tidak dapat menjalankan fungsinya seperti biasa sejak terjadi
erupsi. Namun puskesmas menugaskan beberapa petugas kesehatan seperti bidan
untuk dapat bertanggung jawab atas kesehatan warga di posko pengungsian.
4.2 Karakteristik Responden
Karakteristik responden yang diamati meliputi umur, jenis kelamin, lama
tinggal di posko pengungsian, jumlah pengungsi perbarak dan pekerjaan orangtua.
Hasil disajikan dalam tabel berikut ini
Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik di Posko
Pengungsian Kabanjahe Kabupaten Karo Tahun 2017
NO

KARATERISTIK

JUMLAH

PERSENTASE
(%)

8
10
11
9
12
9
13
72

11,1%
13,9 %
15,3 %
12,5 %
16,7 %
12,5 %
18,1 %
100 %

UMUR (Tahun)
1
6
2
7
3
8
4
9
5
10
6
11
7
12
TOTAL

Universitas Sumatera Utara

40

JENIS KELAMIN
1
Laki-laki
33
2
Perempuan
39
72
TOTAL
LAMA TINGGAL DI POSKO PENGUNGSIAN
1
1 Tahun
4
2
2 Tahun
68
NO
KARAKTERISTIK
JUMLAH
72
TOTAL
JUMLAH PENGUNGSI PERBARAK (Orang)
1
100
17
2
150
17
3
200
19
4
250
19
72
TOTAL
PEKERJAAN ORANG TUA
1
PETANI
55
2
PEDAGANG
13
3
PNS
4
72
TOTAL

45,8 %
54,2 %
100%
5,6 %
94,4 %
PERSENTASE
%
100 %
23,6 %
23,6 %
26,4 %
26,4 %
100 %
76,4 %
18,1 %
5,6 %
100%

Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat bahwa karakteristik responden menurut
umur yang paling banyak adalah umur 12 tahun yaitu 13 orang (18,1%),
sedangkan kelompok umur yang paling sedikit terdapat pada umur 6 tahun yaitu 8
orang (11,1%). Jumlah responden dengan kelompok umur terbanyak kedua adalah
umur 10 tahun yaitu 12 orang (16,7%), pada kelompok umur 8 tahun yaitu 11
orang (15,3%), pada kelompok umur 7 tahun yaitu 10 orang (13,9%) dan
kelompok umur 9 dan 11 tahun yaitu 9 orang (12,5%).
Berdasarkan tabel 4.1. tentang karakteristik responden diperoleh bahwa
responden berdasarkan jenis kelamin yang paling banyak yaitu dengan jenis
kelamin perempuan yaitu sebanyak 39 orang (54,2%) dan yang paling sedikit
yaitu laki-laki sebanyak 33 orang (45,8%)..

Universitas Sumatera Utara

41

Karakteristik berdasarkan lama tinggal diposko pengungsian yang paling
banyak selama 2 tahun yaitu 68 orang (94,4%) dan yang paling sedikit selama 1
tahun yaitu 4 orang (5,6%).
Karakteristik berdasarkan jumlah pengungsi perbarak yang paling banyak
adalah 200 dan 250 pengungsi perbarak yaitu 19 orang (26,4%) dan yang paling
sedikit adalah 150 dan 100 pengungsi perbarak yaitu 17 orang (23,6%).
Karakteristik berdasarkan pekerjaan orang tua yang paling banyak adalah
petani yaitu 55 orang (76,4%), yang paling sedikit adalah PNS yaitu 4 orang
(5,6%) dan kedua terbanyak adalah pedagang yaitu 13 orang (18,1%).
4.3 Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) terdiri dari 4 variabel yaitu
menggunakan air bersih, menggunakan jamban sehat, cuci tangan pakai sabun dan
tidak merokok. Gambaran responden yang melakukan PHBS berdasarkan jawaban
responden dapat dilihat dari tabel 4.2 berikut ini;
Tabel 4.2 Distribusi Responden Melakukan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
(PHBS) di Posko Pengungsian Kabanjahe Kabupaten Karo 2017
No PHBS

1
2

3
4

Kategori
Baik Persentase Buruk Persentase
(%)
(%)
Menggunakan 70
97,2
2
2,8
Air Bersih
Mencuci
48
66.7
24
33,3
Tangan
Menggunakan
Air
Bersih
dan Sabun
Menggunakan 41
31
43,1
Jamban Sehat
Tidak
71
98,6
1
1,4
Merokok

Total
n Persentase
(%)
72 100
72 100

72 100
72 100

Universitas Sumatera Utara

42

4.3.1 Menggunakan Air Bersih
Menggunakan air bersih adalah air bersih yang dipergunakan dalam
kehidupan sehari-hari seperti untuk memasak, mandi, mencuci alat-alat dapur,
mencuci pakaian dan sebagainya. Berasal dari mata air terlindungi, air PDAM, air
sumur gali, air hujan dan air berasal dalam kemasan. Pertanyaan pada kuesioner
menggunakan air bersih terdiri dari 7 pertanyaan. Gambaran tentang
menggunakan air bersih berdasarkan jawaban responden dapat dilihat pada tabel
4.3 berikut ini:
Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Penggunaan Air Bersih di
Posko Pengungsian Kabanjahe Kabupaten Karo Tahun 2017
No
1

2

3

4
5

6

7

Pernyataan
Sumber air bersih berasal dari
mata air terlindungi, air sumur,
air PDAM, air hujan, air dalam
kemasan
sumber air terbebas dari
sumber pencemar dan vektor
pengganggu
Menggunakan air bersih untuk
mencuci sayur dan buah siap
santap serta untuk mengolah
makanan siap santap
Memasak air untuk minum
keluarga sampai mendidih
Tidak mencelupkan tangan
kedalam air yang sudah diolah
menjadi air minum
Mencuci peralatan makan dan
minum dengan sabun dan air
bersih sebelum digunakan
Air bersih disimpan dalam
tempat yang bersih dan selalu
ditutup

Ya
n
72

(%)
100

Tidak
n
(%)
0
0

Total
n
(%)
72
100

64

88,9

8

11,1

72

100

71

98,6

1

1,4

72

100

69

95,8

3

4,2

72

100

63

87,5

9

12,5

72

100

71

98,6

1

1,4

72

100

58

80,6

14

19,4

72

100

Universitas Sumatera Utara

43

Berdasarkan tabel 4.5 dapat diketahui bahwa seluruh responden memiliki
sumber air bersih berasal dari mata air terlindungi dan air PDAM, tidak semua
responden memiliki sumber air terbebas dari sumber pencemar dan vektor
pengganggu (11,1%), tidak semua responden dalam penelitian ini selalu
menggunakan air bersih untuk mencuci sayur dan buah siap santap serta untuk
mengolah makanan siap santap dan tidak mencuci peralatan makan dan minum
dengan sabun dan air bersih sebelum digunakan (1,4%), masih ada responden
yang mencelupkan tangan kedalam air yang sudah diolah menjadi air minum
(4,2%), tidak semua responden memasak air untuk minum keluarga sampai
mendidih (4,2%), selain itu masih ada responden yang tidak menggunakan wadah
tertutup untuk menampung air bersih (19,4%).
Pada variabel menggunakan air bersih berdasarkan jumlah skor responden pada
perhitungan jawaban pertanyaan mengenai penggunaan air bersih dapat
dikategorikan menjadi buruk dan baik. Gambaran tentang menggunakan air bersih
dapat dilihat pada tabel 4.3. Berdasarkan tabel 4.3 dapat diketahui bahwa
responden dengan kategori baik dalam menggunakan air bersih sebanyak 70 orang
(97,2%) dan kategori buruk sebanyak 2 orang (2,8%).
4.3.2 Mencuci Tangan dengan Air Bersih dan Sabun
Mencuci tangan pakai sabun adalah salah satu tindakan sanitasi dengan
membersihkan tangan dan sela jari-jemari menggunakan air mengalir dan sabun.
Pertanyaan kuesioner cuci tangan pakai sabun terdiri dari 5 pertanyaan. Gambaran
tentang cuci tangan pakai sabun berdasarkan jawaban responden dapat dilihat
pada tabel 4.4 berikut ini:

Universitas Sumatera Utara

44

Tabel 4.4 Distribusi Responden Mencuci Tangan dengan Air Bersih dan
Sabun di Posko Pengungsian Kabanjahe Kabupaten Karo Tahun 2017
No
1
2
3

4

5

Pernyataan

Ya
n
Mencuci tangan dengan air 63
bersih dan mengalir
Mencuci tangan pakai sabun 42
setelah buang air besar (BAB)
Mencuci tangan pakai sabun
47
setelahbersin, batuk membuan
ingus, dan setelah pulang dari
berpergian
Mencuci tangan pakai sabun
49
setelah bermain dan
memegang hewan
Mencuci tangan paki sabun 46
sebelum dan sesudah makan

(%)
87,5

Tidak
n
(%)
9
12,5

Total
n
(%)
72
100

58,5

30

41,7

72

100

65,3

25

34,7

72

100

68,1

23

31,9

72

100

63,9

26

36,1

72

100

Berdasarkan tabel 4.4 dapat diketahui bahwa kesadaran responden
mencuci tangan dengan air bersih dan mengalir (67,5%) dan mencuci tangan
pakai sabun setelah bersin, batuk, membuang ingus, dan setelah pulang dari
berpergian (65,3%). Selain itu responden yang mencuci tangan pakai sabun
setelah buang air besar (BAB) (58,5%). Kebiasaan responden mencuci tangan
pakai sabun setelah bersin, batuk, membuang ingus, dan setelah pulang dari
berpergian (65,3%) dan mencuci tangan pakai sabun setelah bermain dan
memegang hewan (68,1%) sudah cukup baik. Sebagian besar responden tidak
mencuci tangan sebelum dan sesudah makan (36,1%)
Pada variabel mencuci tangan dengan air bersih dan sabun berdasarkan
jumlah skor responden dengan perhitungan jawaban pertanyaan mengenai
mencuci tangan dengan air bersih dan sabun dapat dikategorikan menjadi buruk
dan baik. Gambaran tentang mencuci tangan dengan air bersih dan sabun dapat

Universitas Sumatera Utara

45

dilihat pada tabel 4.4. Berdasarkan tabel 4.4 dapat diketahui mencuci tangan
dengan air bersih dan sabun pada responden lebih banyak dikategorikan baik yaitu
48 orang (66,7%) dan dikategorikan buruk 24 orang (33,3%).
4.3.3 Menggunakan Jamban Sehat
Menggunakan jamban sehat adalah semua pengungsi menggunakan
jamban dengan jenis jamban leher angsa, memiliki dan memenuhi syarat
kesehatan. Pertanyaan pada kuesioner menggunakan jamban sehat terdiri dari 8
pertanyaan. Gambaran tentang menggunakan jamban sehat berdasarkan jawaban
responden dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut ini:
Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Penggunaan jamban sehat di
Posko Pengungsian Kabanjahe Kabupaten Karo Tahun 2017
No
1
2
3
4
5
6
7
8

Pernyataan

Ya
Tidak
Total
n
(%) n
(%) n
(%)
Tersedia jamban di posko
72
100
0
0
72
100
Jenis jamban di posko adalah 72
100
0
0
72
100
jamban leher angsa
Menggunakan jamban untuk 70
97,2
2
2,8
72
100
buang air besar (BAB)
Menggunakan jamban untuk 44
61,1 28
38,9 72
100
buang air kecil (BAK)
Jamban dibersihkan setiap hari
25
34,7 47
65,3 72
100
Tersedia air bersih dan alat 35
58,6 37
51,4 72
100
pembersih di jamban
Seluruh
anggota
keluarga 65
90,3
7
9,7 72
100
menggunakan jamban
Didalam jamban tidak ada 32
44,4 40
55,6 72
100
kotoran yang terlihat, tidak ada
serangga dan tikus yang
berkeliaran
Berdasarkan tabel 4.5 dapat diketahui bahwa seluruh responden memiliki

jamban yang tersedia dimasing-masing posko dan Jenis jamban di posko adalah
jamban leher angsa. Masih ada anggota keluarga responden yang belum

Universitas Sumatera Utara

46

menggunakan jamban (9,7%), responden yang tidak menggunakan jamban untuk
buang air besar (BAB) (2,8%) dan yang tidak menggunakan jamban untuk buang
air kecil (BAK) (38,9%). Tersedianya air bersih dan alat pembersih di jamban
(58,6%) dan masih banyak jamban yang tidak dibersihkan setiap hari (65,3%).
Sementara itu didalam jamban masih terdapat kotoran yang terlihat, serangga dan
tikus yang berkeliaran (55,6%)
Pada variabel menggunakan jamban sehat berdasarkan jumlah skor
responden dengan perhitungan jawaban pertanyaan mengenai penggunaan jamban
sehat dapat dikategorikan menjadi buruk dan baik. Gambaran tentang
menggunakan jamban sehat dapat dilihat pada Tabel 4.5. Berdasarkan tabel 4.5
dapat diketahui bahwa dalam menggunakan jamban sehat masih banyak
responden dikategorikan buruk sebanyak 31 orang (43,1%). Meskipun lebih
banyak responden dikategorikan baik sebanyak 41 orang (56,9%).
4.3.4 Tidak Merokok
Tidak merokok adalah perilaku responden disekitar Posko Pengungsian Gunung
Sinabung agar udara di lingkungan posko tetap terjaga. Gambaran tentang tidak
merokok berdasarkan jawaban responden dapat diketahui bahwa masih ada
responden yang merokok didalam posko yaitu 1 orang (1,4%) dan yang tidak
merokok yaitu 71 orang (98,6%).
4.4 Penyakit Berbasis Lingkungan
Berdasarkan hasil wawancara terhadap responden mengenai keluhan
penyakit berbasis lingkungan yang pernah diderita di Posko Pengungsian
Kabanjahe Kabupaten Karo dilihat pada tabel 4.7 berikut ini

Universitas Sumatera Utara

47

Tabel 4.6 Keluhan Penyakit Berbasis Lingkungan pada Responden di Posko
Pengungsian Kabanjahe Kabupaten Karo Tahun 2017
No
1

2

3
4

Keluhan

Pernah
n
(%)
yang
3
4,2

Batuk
dan
pilek
berlangsung selama kurang
lebih 14 hari.
frekuensi BAB meningkat, dan
konsistensi tinja yang lembek
atau encer selama kurang dari
14 hari
Kecacingan
Ruam, kemerahan dan gatal
pada kulit

Tidak pernah
n
(%)
69
95,8

Total
n
(%)
72 100

27

37,5

45

62,5

72

100

11
15

15,3
20,8

61
57

84,7
79,2

72
72

100
100

Berdasarkan tabel 4.6 dapat diketahui bahwa keluhan penyakit berbasisi
lingkungan tertinggi yang diderita responden adalah diare yaitu 27 orang (37,5%)
dan yang terrendah adalah ISPA yaitu I orang (1,4%). Keluhan penyakit kedua
terbanyak adalah penyakit kulit yaitu 15 orang (20,8%) sementara itu penyakit
kecacingan sebanyak 11 orang (15,3%).

Universitas Sumatera Utara

BAB V
PEMBAHASAN
5.1 Karakteristik Responden
Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa sebagian besar responden
sudah lama tinggal di Posko Pengungsian. Usia responden merupakan usia anak
sekolah sehingga mereka masih sulit diberi tahu mengenai pentingnya perilaku
hidup bersih dan sehat untuk mencegah terjangkitnya penyakit berbasis
lingkungan, oleh karena itu mereka masih membutuhkan pengawasan kedua orang
tua. Pekerjaan orang tua responden yang paling banyak merupakan petani yaitu
55 orang (76,4%). Menurut Widyastuti (2005), dengan adanya aktivitas di luar
rumah, menjadikan kegiatan untuk mengasuh dan merawat keluarga terbatas. Hal
tersebut dapat menjadi salah satu faktor yang menyebabkan perilaku hidup bersih
dan sehat responden menjadi buruk.
Sebagian besar responden tinggal di barak yang menampung jumlah
pengungsi 250 orang. Kepadatan pengungsi yang tinggal dalam satu barak dapat
mempermudah penularan penyakit berbasis lingkungan dari satu pengungsi ke
pengungsi yang lainnya.
5.2 Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Posko Pengungsian akibat
erupsi Gunung Sinabung di Kabanjahe Kabupaten Karo terdiri dari 4 variabel
yaitu menggunakan air bersih, menggunakan jamban sehat, cuci tangan pakai
sabun dan tidak merokok. Masih banyak responden yang memiliki perilaku hidup
bersih dan sehat yang buruk

48

Universitas Sumatera Utara

49

5.2.1 Menggunakan Air Bersih
Berdasarkan analisis data yang dilakukan dapat diketahui bahwa
responden dengan kategori baik dalam menggunakan air bersih sebanyak 70 orang
(97,2%) dan kategori buruk sebanyak 2 orang (2,8%). Berdasarkan hasil tersebut
menunjukkan bahwa didalam posko pengungsian sudah tersedia air bersih yang
dapat digunakan oleh pegungsi.
Air adalah kebutuhan dasar yang dipergunakan sehari-hari untuk minum,
memasak, mandi, berkumur, membersihkan lantai, mencuci alat-alat dapur,
mencuci pakaian dan sebagainya. Air bersih secara fisik dapat dibedakan melalui
indra, antara lain dapat dilihat, dirasa, dicium dan diraba. Air tidak berwarna harus
bening atau jernih, air tidak keruh harus bebas dari pasir, debu, lumpur, sampah,
busa dan kotoran lainnya (Proverawati, 2012).
Air merupakan suatu sarana untuk meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam
penularan penyakit. Melalui penyediaan air bersih baik dari segi kualitas maupun
kuantitasnya disuatu daerah maka penyebaran penyakit menular diharapkan dapat
ditekan seminimal mungkin. Kurangnya air bersih khususnya untuk menjaga
kebersihan diri dapat menimbulkan berbagai penyakit kulit karena jamur, bakteri,
termasuk juga penyakit scabies.
Kejadian diare lebih tinggi terjadi pada kelompok yang tidak
menggunakan/tidak memanfaatkan sarana air bersih (Nilton,2008). Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian responden yang menderita diare
memiliki perilaku yang buruk dalam menggunakan air bersih.

Universitas Sumatera Utara

50

5.2.2 Mencuci Tangan dengan Air Bersih dan Sabun
Perilaku mencuci tangan dengan air bersih dan sabun pada responden
masih tergolong rendah. Sebagian besar responden mengaku tidak cuci tangan
dengan sabun maupun air yang mengalir. Masih ada responden yang tidak cuci
tangan pakai sabun setelah buang air besar (BAB). Selain itu sebagian besar
responden tidak mencuci tangan sebelum makan dan memegang hewan, mereka
mencuci tangan dengan air bersih dan sabun hanya ketika tangan berbau,
berminyak dan kotor. Kebiasaan mencuci tangan pakai sabun dan air bersih
mempunyai peranan penting dalam kaitannya dengan pencegahan penyakit kulit,
diare dan kecacingan. Hal ini dikarenakan mencuci tangan dengan air bersih dan
sabun dapat lebih efektif menghilangkan kotoran dan debu secara mekanis dari
permukaan kulit dan mengurangi jumlah mikroorganisme penyebab penyakit
seperti virus, bakteri, dan parasit lainnya pada kedua tangan.
Kedua tangan sangat penting untuk membantu menyelesaikan berbagai
pekerjaan. Makan dan minum sangat membutuhkan kerja dari tangan. Jika tangan
bersifat kotor, maka tubuh sangat berisiko terhadap masuknya mikroorganisme.
Cuci

tangan

dapat

berfungsi

untuk

menghilangkan

atau

mengurangi

mikroorganisme ditangan. Cuci tangan harus dilakukan dengan menggunakan air
bersih dan sabun. Air yang tidak bersih banyak mengandung kuman dan bakteri
penyebab penyakit. Bila digunakan kuman berpindah ketangan. Pada saat makan,
kuman dengan cepat masuk kedalam tubuh, yang bisa menimbulkan penyakit.
Sabun dapat membersihkan kotoran dan membunuh kuman, karena tanpa sabun
maka kotoran dan kuman masih tertinggal ditangan (Proverawati,2012). Menurut

Universitas Sumatera Utara

51

penelitian Niton (2008), kejadian diare lebih banyak terjadi pada responden yang
tidak cuci tangan pakai sabun.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang memiliki perilaku
buruk dalam mencuci tangan dengan air bersih dan sabun terdapat 10 orang yang
terkena penyakit diare, 3 orang responden terkena kecacingan dan 5 orang terkena
penyakit kulit.
5.2.3 Menggunakan Jamban Sehat
Perilaku responden dalam menggunakan jamban sehat dikategorikan buruk
sebanyak 31 orang (43,1%). Masih ada responden yang tidak buang air kecil
(BAK) dan buang air besar (BAK) di jamban hal ini dikarenakan kurang
tersedianya air bersih di jamban selain itu kondisi jamban yang ada sangat kotor
terdapat kotoran manusia di sekitar jamban dan ventilasi jamban yang tidak cukup
baik sehingga membuat jamban menjadi bau, juga tidak cukup lampu untuk
penerangan. Perilaku responden BAB tidak dijamban atau disembarang tempat
menyebabkan pencemaran tanah dan lingkungan oleh tinja yang berisi telur
cacing hal ini dapat memicu penyebaran infeksi kecacingan. Didalam jamban
jarang terlihat alat pembersih hal ini dikarenakan sebagian besar responden tidak
membersihkan jamban setiap hari oleh karena itu masih banyak serangga dan
tikus yang masih berkeliaran di dalam jamban. Menurut penelitian Yusnani
(2008), buruknya perilaku dalam penggunaan

jamban sangat erat kaitannya

dengan kejadian diare.
Jamban adalah suatu ruang yang mempunyai fasilitas pembuang kotoran
manusia yang terdiri atas tempat jongkok atau tempat duduk dengan leher angsa

Universitas Sumatera Utara

52

(cemplung) yang dilengkapi dengan unit penampung kotoran dan air untuk
membersihkannya. Setiap anggota rumah tangga harus menggunakan jamban
untuk buang air besar atau buang air kecil. Penggunaan jamban akan bermanfaat
untuk menjaga lingkungan bersih, sehat, dan tidak berbau. Jamban mencegah
pencemaran sumber air yang ada disekitarnya. Jamban juga tidak mengundang
datangnya lalat atau serangga yang dapat menjadi penular penyakit diare,
kecacingan dan penyakit kulit (Proverawati, 2012).
Beberapa penelitian juga menjelaskan bahwa sanitasi yang baik dapat
mengurangi penularan mikroba yang menyebabkan diare dengan cara mencegah
kontaminasi tinja manusia dengan lingkungan. Meningkatnya sarana sanitasi
dapat mengurangi insiden diare sebesar 36%. Di dalam penelitian lainnya
menyebutkan bahwa penggunaan jamban efektif dapat mengurangi insiden
penyakit diare sebesar 30% (Ode, 2011).
5.2.4 Tidak Merokok
Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa terdapat satu orang
responden yang memiliki perilaku yang buruk karena masih belum memiliki
kesadaran untuk tidak merokok, responden tersebut merupakan anak usia 8 tahun
selain itu masih banyak terlihat pengungsi lainnya yang merokok hal ini juga
berdampak buruk bagi pengungsi yang tidak merokok karena ikut menghirup asap
rokok. Banyak penyakit yang telah terbukti menjadi aibat buruk merokok, baik
secara langsung maupun tidak langsung.
Hal ini sesuai dengan penelitian Maryani (2012), yang menyatakan bahwa
ada hubungan kebiasaan merokok anggota keluarga dengan kejadian ISPA pada

Universitas Sumatera Utara

53

balita di Kelurahan Bandarharjo Kota Semarang. Hasil penelitian Halim (2012),
menyatakan bahwa ada hubungan signifikan antara kebiasaan merokok pekerja
mebel terhadap kejadian ISPA. Merokok merupakan faktor resiko penting untuk
beberapa penyakit, terutama yang terkait dengan paru-paru dan saluran pernafasan
sehingga sangat disarankan untuk menghindari kebiasaan merokok.
5.3 Deskripsi Penyakit Berbasis Lingkungan pada Responden
Gambaran riwayat penyakit berbasis lingkungan pada anak usia 6-12 tahun
yang tinggal di Posko Pengungsian Kabanjahe Kabupaten Karo dengan jumlah
sampel 72 orang yang terdiri dari 33 laki-laki dan 39 perempuan adalah sebagai
berikut:
5.3.1 ISPA
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 3 orang responden yang
mengalami penyakit ISPA. Potensi penyakit ISPA yang timbul dipengaruhi oleh
berbagai faktor, seperti konsentrasi partikel di udara, ukuran partikel tersebut
dalam debu, frekuensi dan lamanya paparan, kondisi meteorologi, kondisi
kesehatan dari setiap warga ada atau tidaknya gas-gas vulkanik yang bercampur
dengan abu serta penggunaan alat perlindungan pernapasan hal ini disebabkan
oleh debu yang selalu terhirup oleh pengungsi karena saat erupsi seluruh posko
pengungian di Kabupaten Karo tetap terkena debu erupsi Gunung Sinabung
tersebut.
Kepadatan hunian dalam rumah menurut keputusan menteri kesehatan
nomor 829/MENKES/SK/VII/1999 tentang persyaratan kesehatan rumah, satu
orang minimal menempati luas rumah 8m. Dengan kriteria tersebut diharapkan

Universitas Sumatera Utara

54

dapat mencegah penularan penyakit dan melancarkan aktivitas. Keadaan tempat
tinggal yang padat dapat meningkatkan faktor polusi dalam rumah yang telah ada.
Sementara itu di posko pengungsian terdapat jumlah pengungsi yang cukup
banyak yang ditempatkan didalam satu barak.
Gejala pernapasan akut yang sering dilaporkan oleh masyarakat setelah
gunung mengeluarkan abu atau debu adalah hidung iritasi dan beringus, dan sakit
tenggorokan (kadang disertai batuk kering), batuk dahak, mengi, sesak napas,
iritasi pada jalur pernapasan dan juga napas menjadi tidak nyaman. (Mumpuni
,2010).
5.3.2 Diare
Hasil penelitian menunjukkan terdapat 27 orang responden yang
mengalami diare. Sebagian besar penderita diare berobat di pos kesehatan yang
tersedia di posko pengungsian yaitu 17 orang (62,9%) dan terdapat 3 orang
responden yang berobat sendiri. Responden yang mengalami diare pada umumnya
terjadi pada responden yang memiliki perilaku buruk dalam menggunakan jamban
sehat yaitu 11 orang anak (40,7%). Menurut Chandra (2007), pembuangan tinja
secara tidak baik dan sembarangan dapat mengakibatkan kontaminasi pada air,
tanah, atau menjadi sumber infeksi, dan akan mendatangkan bahaya bagi
kesehatan, karena penyakit yang tergolong waterborne disease akan mudah
berjangkit. Yang termasuk waterborne disease adalah tifoid, paratifoid, disentri,
diare, kolera, penyakit cacing, hepatitis viral dan sebagainya. Selain itu keadaan
jamban di posko terlihat kurang bersih dengan keadaan bak mata air penuh
dengan lumut.

Universitas Sumatera Utara

55

Berdasarkan wawancara dengan responden sebagian besar responden
mengatakan bahwa mereka lebih sering membersihkan jamban sekali seminggu,
dengan alasan hanya digunakan sebagai tempat mandi dan buang air besar. Selain
itu masih banyak juga responden menampung air bersih pada wadah yang terbuka
yang dapat menyebabkan kuman atau partikel-partike kecil dapat masuk secara
langsung.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada umumnya responden tidak
mencuci tangan dengan air bersih dan sabun setelah melakukan aktifitas seharihari. Menurut Siagian (2014), bila anak tidak membiasakan diri dengan menjaga
kebersihan personalnya melalui cuci tangan pakai sabun dengan tidak benar
semua kemungkinan penyebaran kuman bakteri dan virus dapat meningkatkan
kejadian diare pada anak.
5.3.3 Kecacingan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 11 orang responden yang
mengalami kecacingan. Faktor-faktor yang mendukung terjadinya penyakit
kecacingan pada responden di posko pengungsian ialah kebiasaan responden yang
tidak memakai alas kaki sewaktu bermain ditanah yang berada disekitar posko
pengungsian, hal ini dapat menjadi penyebab menempelnya telur cacing di
permukaan kulit responden.
Siswa yang terinfeksi kecacingan mengakibatkan menurunnya kondisi
kesehatan siswa, kecerdasan siswa, produktivitas, dan kualitas sumber daya
manusia, sehingga secara ekonomi mengalami kerugian karena kehilangan
karbohidrat, protein, darah, dan dapat menurunkan ketahanan tubuh sehingga

Universitas Sumatera Utara

56

mudah terkena penyakit lainnya (Depkes RI, 2004). Hal ini dimungkinkan
mengingat anak usia sekolah memiliki higiene perorangan yang kurang baik,
namun umur dan jenis kelamin bukan menjadi faktor utama penentu seseorang
mudah terkena infeksi kecacingan, karena masih banyak faktor lain yang
menentukan seseorang mudah terinfeksi kecacingan seperti faktor sanitasi dasar
dan faktor perilaku (kebersihan perorangan) yang kurang baik.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, banyak responden yang
memakan jajanan setelah bermain atau memegang hewan dengan tangan yang
belum dicuci, selain itu masih banyak responden yang memiliki kuku yang
panjang dan menggigit kuku tanpa disadari sehingga telur cacing dan kumankuman yang tidak terlihat masuk kemulut. Menurut Brown (2005), bahwa
penduduk miskin dengan kebersihan diri (hygiene perorangan) yang buruk
mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk terinfeksi oleh semua jenis
cacing.
5.3.4 Penyakit kulit
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 15 orang responden yang
mengalami penyakit kulit. Sebagian besar responden penderita penyakit kulit
berobat di pos kesehatan yang tersedia di posko pengungsian. Buruknya perilaku
untuk menjaga kebersihan diri dapat menimbulkan penyakit kulit. Hal ini terjadi
karena bakteri yang selalu ada pada kulit mempunyai kesempatan untuk
berkembang. Terdapat 11 orang responden yang menderita penyakit kulit
memiliki perilaku yang buruk dalam penggunaan air bersih, mencuci tangan
dengan air bersih dan sabun serta penggunaan jamban sehat. Menurut penelitian

Universitas Sumatera Utara

57

Karim (2008), pada anak sekolah dasar di wilayah kerja Puskesmas Bittuang
Kabupaten Tanatoraja menunjukkan bahwa kebiasaan mandi (mandi secara teratur
dan memakai sabun) yang tidak memenuhi syarat dapat menyebabkan terjadinya
penyakit kulit.
Kurangnya ventilasi didalam posko pengungsian juga dapat menjadi
pemicu terjadinya penyakit kulit. Hal ini disebabkan karena proses pertukaran
aliran udara dari luar ke dalam barak menjadi tidak lancar, dan meningkatnya
kelembaban barak karena proses penguapan cairan dari kulit.
Penerangan alami diperoleh dengan masuknya sinar matahari ke dalam
ruangan melalui jendela, celah maupun bagian lain dari rumah yang terbuka,
selain berguna untuk penerangan sinar ini juga mengurangi kelembaban ruangan,
mengusir nyamuk atau serangga lainnya dan membunuh kuman penyebab
penyakit tertentu, misalnya untuk membunuh bakteri adalah cahaya pada panjang
gelombang 4000 A sinar ultra violet (Azwar, 1996).
Kelembaban yang tinggi dapat menjadi tempat yang disukai oleh kuman
untuk pertumbuhan dan perkembangannya sehingga mendukung terjadinya
penularan penyakit, misalnya perkembangbiakan jamur yang dapat menimbulkan
gangguan pada kulit. Kebersihan tempat tidur responden didalam posko juga
merupakan salah satu pemicu terjadinya penyakit kulit, sebagian besar responden
yang menderita penyakit kulit memiliki orang tua yang bekerja sebagai petani
sehingga jarang memiliki waktu untuk membersihkan tempat tidur didalam posko
pengungsian.

Universitas Sumatera Utara

BAB V1
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Hasil penelitian tentang perilaku hidup bersih dan sehat serta penyakit berbasis
lingkungan pada anak usia 6-12 tahun korban erupsi gunung sinabung di Posko
Pengungsian Kabanjahe Kabupaten Karo, dapat disimpulkan bahwa:
1. Perilaku hidup bersih dan sehat responden yang baik dalam menggunakan air
bersih terdapat 70 orang (97,2%), mencuci tangan dengan air bersih dan
sabun. Terdapat 48 orang (66,7%), menggunakan jamban terdapat 41 orang
(56,9%), dan tidak merokok terdapat 71 orang (98.6%)
2. Jenis keluhan penyakit berbasis lingkungan yang paling banyak dialami
responden adalah diare yaitu 27 orang (37,5%), responden yang menderita
kecacingan yaitu 11 rang (15,3%), responden yang menderita ISPA yaitu 3
orang (4,2%) sedangkan responden yang menderita penyakit kulit sebanyak 15
orang (20,8%).
6.2 Saran
Adapun saran dari penelitian ini adalah
1. Perlu dilakukan penyuluhan tentang perilaku hidup bersih dan sehat serta
penyakit-penyakit berbasis lingkungan oleh Dinas Kesehatan dan bekerja
sama dengan kordinator posko.
2. Perlu ditambahkan penampungan air bersih pada setiap jamban dan
pemberian lampu agar dapat digunakan di malam hari dan juga dibuat poster
himbauan untuk menjaga kebersihan di pintu jamban.

58

Universitas Sumatera Utara

59

3. Perlu membuat jadwal orang-orang yang bertugas untuk membersihkan
jamban setiap harinya yaitu dari pengungsi itu sendiri.
4. Perlunya menyediakan tempat untuk mencuci tangan dan menyediakan sabun
di Posko Pengungsian.

5. Perlunya himbauan dan pengawasan yang dilakukan oleh orang tua kepada
anak-anak agar turut serta menjaga kebersihan di lingkungan Posko
Pengungsian.
6. Perilaku tidak merokok didalam posko pengungsian sudah dikategorikan
baik oleh karena itu perlu dipertahankan
7. Perlunya menjaga sarana yang sudah tersedia didalam posko pengungsian.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Kualitas Tidur Anak Usia Sekolah di Posko Pengungsian Erupsi Gunung Sinabung Kabupaten Karo Chapter III VI

0 0 27

Stres dan Mekanisme Koping Remaja Korban Erupsi Gunung Sinabung di Posko Pengungsian Erupsi Gunung Sinabung Kabanjahe Kabupaten Karo

0 0 10

Stres dan Mekanisme Koping Remaja Korban Erupsi Gunung Sinabung di Posko Pengungsian Erupsi Gunung Sinabung Kabanjahe Kabupaten Karo Chapter III VI

0 1 32

Analisis Perilaku Hidup Bersih dan Sehat serta Penyakit Berbasis Lingkungan pada Anak Usia 6-12 Tahun Korban Erupsi Gunung Sinabung di Posko Pengungsian Kabanjahe Kabupaten Karo Tahun 2017

0 1 13

Analisis Perilaku Hidup Bersih dan Sehat serta Penyakit Berbasis Lingkungan pada Anak Usia 6-12 Tahun Korban Erupsi Gunung Sinabung di Posko Pengungsian Kabanjahe Kabupaten Karo Tahun 2017

0 0 2

Analisis Perilaku Hidup Bersih dan Sehat serta Penyakit Berbasis Lingkungan pada Anak Usia 6-12 Tahun Korban Erupsi Gunung Sinabung di Posko Pengungsian Kabanjahe Kabupaten Karo Tahun 2017

0 0 7

Analisis Perilaku Hidup Bersih dan Sehat serta Penyakit Berbasis Lingkungan pada Anak Usia 6-12 Tahun Korban Erupsi Gunung Sinabung di Posko Pengungsian Kabanjahe Kabupaten Karo Tahun 2017

0 1 22

Analisis Perilaku Hidup Bersih dan Sehat serta Penyakit Berbasis Lingkungan pada Anak Usia 6-12 Tahun Korban Erupsi Gunung Sinabung di Posko Pengungsian Kabanjahe Kabupaten Karo Tahun 2017

0 0 4

Analisis Perilaku Hidup Bersih dan Sehat serta Penyakit Berbasis Lingkungan pada Anak Usia 6-12 Tahun Korban Erupsi Gunung Sinabung di Posko Pengungsian Kabanjahe Kabupaten Karo Tahun 2017

0 0 25

Gambaran Gejala Gangguan Stres Pascatrauma Korban Bencana Erupsi Gunung Sinabung pada Remaja di Posko Pengungsian Kabanjahe Kabupaten Karo Chapter III VI

0 3 29