Tinjauan Yuridis Mengenai Tugas dan Kewajiban Pelayanan Publik Tentang Kewajiban Pajak Ditinjau Dari Hukum Administrasi Negara Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Chapter III V

BAB III
PELAKSANAAN PELAYANAN PUBLIK DALAM BIDANG
PERPAJAKAN

A.

Pelaksanaan Pelayanan Publik Menurut Undang-undang Nomor 25
Tahun 2009
Setiap penyelenggara pelayanan publik harus memiliki standar pelayanan da n dipublikasikan seba gai jaminan

adanya kepastian bagi penerima pelayanan. Standar pelayanan merupa kan ukuran yang diba kukan dalam pe nyelenggaraan

pelayanan publik yang wajib ditaati oleh pemberi dan atau penerima pelayanan

. Di dalam Undang-undang

Nomor 25 tahun 2009 pada pasal 20 terdapat ketentuan penyelenggara
pelaksanaan pelayanan publik seperti yang akan diuraikan berikut ini:
1.

Penyelenggara berkewajiban menyusun dan menetapkan standar pelayanan dengan memperhatikan kemampuan


penyelenggara, kebutuhan masyarakat, da n kondisi lingkung an.

2.

Dalam menyusun dan menetapkan standar pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelenggara wajib

mengikutsertakan masyarakat da n pi hak terkait.

3.

Penyelenggara berkewajiban menerapkan standar pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

4.

Pengikutsertaan masyarakat da n pi hak terkait sebagaimana di maksud pada ayat (2) dilakukan de ngan prinsip tida k

diskriminatif, terkait langsung dengan jenis pelayanan, memiliki kompetensi dan mengutamakan musyawarah, serta

memperhatikan keberagaman.


5.

Penyusunan standar pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan dengan pedoman tertentu

yang diatur lebih lanjut dalam peraturan pe merintah.

Di dalam pelaksanaan pelayanan publik terdapat standar pelayanan publik
yang harus ditaati oleh pihak pelaksana pelayanan publik seperti yang tercantum
di dalam pasal 21 Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 berikut ini:

41

Universitas Sumatera Utara

42

a. dasar hukum;
b. persyaratan;
c. sistem, mekanisme, dan prosedur;

d. jangka waktu penyelesaian;
e. biaya/tarif;
f. produk pelayanan;
g. sarana, prasarana, dan/atau fasilitas;
h. kompetensi pelaksana;
i.

pengawasan internal;

j. penanganan pengaduan, saran, dan masukan;
k. jumlah pelaksana;
l. jaminan pelayanan yang memberikan kepastian pelayanan dilaksanakan sesuai
dengan standar pelayanan;
m. jaminan keamanan dan keselamatan pelayanan dalam bentuk komitmen untuk
memberikan rasa aman, bebas dari bahaya, dan risiko keraguraguan; dan
n. evaluasi kinerja pelaksana.
Menurut Keputusan MENPAN Nomor: 81/1993 terdapat beberap hal yang
harus diperhatikan di dalam pelaksanaan publik diantaranya adalah 11:
1. Sederhana : Prosedur atau tata cara pelayanannya diselenggarakan secara
mudah, lancar, cepat, tidak berbelit-belit dan mudah difahami serta mudah

dilaksanakan.

11

Keputusan MEMPAN No 81/1993 Tentang Pedoman Tatalaksana Pelayanan Umum.

Universitas Sumatera Utara

43

2. Kejelasan dan Kepastian : Terutama yang berkaitan dengan prosedur dan tata
cara, persyaratan teknis administratif, rincian biaya dan cara pembayarannya,
waktu penyelesaian, hak dan kewajiban serta pejabat yang menerima keluhan.
3. Keamanan : Proses dan hasil layanan yang diberikan harus mengandung unsur
keamanan dan kenyamanan serta kepastian hukum.
4. Keterbukaan : Prosedur, tata cara, waktu penyelesaian dan rincian biaya harus
diinformasikan secara terbuka.
5. Efisiensi : Persyaratan yang diperlukan terbatas pada hal-hal yang langsung
berkaitan dengan hasil layanan.
6. Ekonomis : Biaya tidak membebani atau memberatkan masyarakat.

7. Keadilan : Pelayanan harus diusahakan seluas mungkin dan menjangkau semua
lapisan masyarakat.
8. Bermutu : Selalu tepat waktu dengan kualitas tanpa cacat.
Terkait dengan teknik pelaksanaan pelayanan publik disesuaikan dengan
masing-masing instansi pelayanan publik namun harus tetap sesuai dengan
ketentuan-ketentuan yang telah diatur pemerintah di dalam Undang-undang
Nomor 25 Tahun 2009. Misalnya, untuk pelayanan pajak maka prosedur
pelayanan pajak disesuaikan dengan alur teknis pelaksanaan pajak yang telah
diatur di dalam undang-undang. Untuk itu setiap instansi pelayanan publik
diharuskan untuk menaati standar pelayanan minimum (SPM) yang telah
disebutkan diatas demi tercapainya kualitas pelayanan yang diharapkan oleh
masyarakat. Masyarakat dalam hal ini sama halnya dengan pelanggan suatu
penjualan produk. Kepuasan masyarakat akan kualitas pelayanan publik dapat

Universitas Sumatera Utara

44

meningkatkan rasa hormat dan empati masyarakat terhadap kebijakan-kebijakan
pemerintah.

Kesulitan mendapatkan pelayanan yang berkualitas akan mengakibatkan
munculnya take and give antara client atau customer dan yang memberi
pekerjaan. Jika hal ini terjadi maka akan memunculkan adanya suap, sebab bagi
orangorang yang membayar uang suap, kelambatan pelayanan dapat diatasi
dengan mudah. Kecepatan pekerjaan yang didasarkan atas suatu imbalan kepada
pejabat atau pegawai yang melayani mereka, hanya akan mengakibatkan
kurangnya rasa hormat pengguna jasa terhadap organisasi.
Menurut pendapat Osborne dan Gaebler, agar aktivitas dan pengambil
keputusan lebih dekat dan mengutamakan pelayanan pelanggan maka harus
diciptakan struktur organisasi yang apresiatif dan adaptif yakni struktur yang lebih
desentralisasi. Dengan demikian pemimpin yang berjiwa wirausaha secara
naluriah mencoba menjangkau pendekatan yang terdesentrahsasi dengan
mengarahkan banyak keputusan ke “pinggiran" atau menekan otoritas keputusan
yang lain ke “bawah" dengan membuat hirarki menjadi datar (flat) dan memberi
otoritas kepada pegawainya 12.
Sama halnya dengan pemerintah, agar pelaksanaan palayanan publik sesuai
dengan harapan masyarakat maka pelaksana dan penyelenggara untuk pelayanan
publik harus kompeten, adaptif dan profesional. Untuk menghindari permasalahan
dalam pelaksanaan pelayanan publik seperti suap, maka perlu terlebih dahulu
dilakukan peningkatan kesadaran pelaksana akan standar dan ketentuan-ketentuan

pelayanan yang ditetapkan pemerintah. Kadangkala pelanggaran yang ditemukan

12

Lijan, Poltak Sinambela. 2006. Reformasi Pelayanan Publik. Bumi Aksara:Medan

Universitas Sumatera Utara

45

di dalam pelaksanaan pelayanan publik dikarenakan kurangnya pemahaman
pelaksanan terhadap ketentuan dan standarisasi pelayanan publik.
Sebagai pelaksana dalam pelaksanaan pelayanan publik terdapat perilaku
yang harus ditaati seperti yang tercantum di dalam pasal 34 Undang-undang
Nomor 25 Tahun 2009 berikut ini:
a. adil dan tidak diskriminatif;
b. cermat;
c. santun dan ramah;
d. tegas, andal, dan tidak memberikan putusan yang berlarut-larut;
e. profesional;

f. tidak mempersulit;
g. patuh pada perintah atasan yang sah dan wajar;
h. menjunjung

tinggi

nilai-nilai

akuntabilitas

dan

integritas

institusi

penyelenggara;
i. tidak membocorkan informasi atau dokumen yang wajib dirahasiakan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan;
j. terbuka dan mengambil langkah yang tepat untuk menghindari benturan

kepentingan;
k. tidak menyalahgunakan sarana dan prasarana serta fasilitas pelayanan publik;
l. tidak memberikan informasi yang salah atau menyesatkan dalam menanggapi
permintaan informasi serta proaktif dalam memenuhi kepentingan masyarakat;
m. tidak menyalahgunakan informasi, jabatan, dan/atau kewenangan yang
dimiliki;
n. sesuai dengan kepantasan; dan o. tidak menyimpang dari prosedur.

Universitas Sumatera Utara

46

Perilaku diatas diwajibkan harus dimiliki oleh pelaksana pelayanan publik
untuk mencapai kualitas pelayanan yang baik dan mencapai kesejahteraan umum
sebagaimana yang ditegaskan di dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945.
Apabila nantinya ditemukan pelanggaran terkait dengan perilaku-perilaku diatas,
maka pelaksana akan dikenakan sanksi sesuai dengan yang telah ditetapkan
Undang-undang. Namun, untuk mengontrol dan mengevaluasi perilakuk
pelaksana pelayanan publik diperlukan adanya pengawasan terhadap pelayanan
publik. Pasal 35 Undang-undang No 25 tahun 2009 menegaskan poin-poin

penting di dalam pengawasan pelaksanaan pelayanan publik seperti uraian berikut
ini.
(1) Pengawasan penyelenggaraan pelayanan publik dilakukan oleh pengawas
internal dan pengawas eksternal.
(2) Pengawasan internal penyelenggaraan pelayanan publik dilakukan melalui:
a. pengawasan oleh atasan langsung sesuai dengan peraturan perundangundangan; dan
b. pengawasan oleh pengawas fungsional sesuai dengan peraturan perundangundangan
(3) Pengawasan eksternal penyelenggaraan pelayanan publik dilakukan melalui:
a. pengawasan oleh masyarakat berupa laporan atau pengaduan masyarakat
dalam penyelenggaraan pelayanan publik;
b. pengawasan oleh ombudsman sesuai dengan peraturan perundangundangan; dan
c. pengawasan oleh Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Provinsi, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota.

Universitas Sumatera Utara

47

Dengan adanya pengawasan yang dilakukan oleh pihak internal dan
eksternal diharapkan dapat meningkatkan motivasi dan kinerja pelaksana

pelayanan publik. Namun dalam hal ini pemerintah juga tidak menutup
kesempatan bagi masyarakat yang peduli dan ingin melakukan pengaduan jika
menemukan pelanggaran yang dilakukan oleh pihak pelaksana pelayanan publik.
Ketentuan pengaduan diatur di dalam pasal 36, pasal 37 dan pasal 38 Undangundang Nomor 25 tahun 2009 berikut ini.
Pasal 36
1. Penyelenggara berkewajiban menyediakan sarana pengaduan dan menugaskan
pelaksana yang kompeten dalam pengelolaan pengaduan.
2. Penyelenggara berkewajiban mengelola pengaduan yang berasal dari penerima
pelayanan, rekomendasi ombudsman, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten/Kota dalam batas waktu tertentu.
3. Penyelenggara berkewajiban menindaklanjuti hasil pengelolaan pengaduan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
4. Penyelenggara berkewajiban mengumumkan nama dan alamat penanggung
jawab pengelola pengaduan serta sarana pengaduan yang disediakan.
Pasal 37
1. Penyelenggara berkewajiban menyusun mekanisme pengelolaan pengaduan
dari penerima pelayanan dengan mengedepankan asas penyelesaian yang cepat
dan tuntas.
2. Materi dan mekanisme pengelolaan pengaduan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur lebih lanjut oleh penyelenggara.

Universitas Sumatera Utara

48

3. Materi pengelolaan pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurangkurangnya meliputi:
a. identitas pengadu;
b. prosedur pengelolaan pengaduan;
c. penentuan pelaksana yang mengelola pengaduan;
d. prioritas penyelesaian pengaduan;
e. pelaporan proses dan hasil pengelolaan pengaduan kepada atasan pelaksana;
f. rekomendasi pengelolaan pengaduan;
g. penyampaian hasil pengelolaan pengaduan kepada pihak terkait;
h. pemantauan dan evaluasi pengelolaan pengaduan;
i. dokumentasi dan statistik pengelolaan pengaduan; dan
j. pencantuman nama dan alamat penanggung jawab serta sarana pengaduan
yang mudah diakses.

Pasal 38
(1) Penyelenggara berkewajiban melakukan penilaian kinerja penyelenggaraan
pelayanan publik secara berkala.
(2) Penilaian kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
menggunakan indikator kinerja berdasarkan standar pelayanan.
Selanjutnya untuk memperlancar kinerja pelayanan publik dibidang
perpajakan diharapkan kerja sama dari masyarakat, sebagaimana yang disebutkan
di dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 pasal 39 berikut ini.

Universitas Sumatera Utara

49

Pasal 39
(1) Peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dimulai
sejak penyusunan standar pelayanan sampai dengan evaluasi dan pemberian
penghargaan.
(2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diwujudkan
dalam bentuk kerja sama, pemenuhan hak dan kewajiban masyarakat, serta
peran aktif dalam penyusunan kebijakan pelayanan publik.
(3) Masyarakat dapat membentuk lembaga pengawasan pelayanan publik.
(4) Tata cara pengikutsertaan masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan
publik diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah.
Apabila didalam pelaksanaan pelayanan publik perpajakan terdapat
pelanggaran yang dilakukan oleh petugas pajak, maka masyarakat memiliki hak
untuk melakukan pengaduan. Hal ini sejalan dengan isi peraturan yang terdapat
pada Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 berikut ini.
Pasal 40
(1) Masyarakat berhak mengadukan penyelenggaraan pelayanan publik kepada
penyelenggara, ombudsman, dan/atau Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten/Kota.
(2) Masyarakat yang melakukan pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dijamin hak-haknya oleh peraturan perundang-undangan.
(3) Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap:
a. penyelenggara yang tidak melaksanakan kewajiban dan/atau melanggar
larangan; dan

Universitas Sumatera Utara

50

b. pelaksana yang memberi pelayanan yang tidak sesuai dengan standar
pelayanan.
Pasal 41
(1) Atasan satuan kerja penyelenggara berwenang menjatuhkan sanksi kepada
satuan kerja penyelenggara yang tidak memenuhi kewajiban dan/atau
melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (3) huruf a.
(2) Atasan pelaksana menjatuhkan sanksi kepada pelaksana yang melakukan
pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (3) huruf b.
(3) Pemberian sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan
berdasarkan aduan masyarakat dan/atau berdasarkan kewenangan yang
dimiliki atasan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 42
(1) Pengaduan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 diajukan oleh setiap orang
yang dirugikan atau oleh pihak lain yang menerima kuasa untuk
mewakilinya.
(2) Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lambat 30
(tiga puluh) hari sejak pengadu menerima pelayanan.
(3) Pengaduan disampaikan secara tertulis memuat: a. nama dan alamat lengkap;
b. uraian pelayanan yang tidak sesuai dengan standar pelayanan dan uraian
kerugian materiel atau immateriel yang diderita; c. permintaan penyelesaian
yang diajukan; dan d. tempat, waktu penyampaian, dan tanda tangan.
(4) Pengadu dapat memasukkan tuntutan ganti rugi dalam surat pengaduannya
sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(5) Dalam keadaan tertentu, nama dan identitas pengadu dapat dirahasiakan.

Universitas Sumatera Utara

51

Pasal 43
(1) Pengaduan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (3) dapat disertai
dengan bukti-bukti sebagai pendukung pengaduannya.
(2) Dalam hal pengadu membutuhkan dokumen terkait dengan pengaduannya dari
penyelenggara

dan/atau

pelaksana

untuk

mendukung

pembuktian

sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelenggara dan/atau pelaksana
wajib memberikannya.
Pasal 44
(1) Penyelenggara dan/atau ombudsman wajib memberikan tanda terima
pengaduan.
(2)Tanda terima pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurangkurangnya memuat:
a. identitas pengadu secara lengkap;
b. uraian pelayanan yang tidak sesuai dengan standar pelayanan;
c. tempat dan waktu penerimaan pengaduan; dan
d. tanda tangan serta nama pejabat/pegawai yang menerima pengaduan.
(3)

Penyelenggara

dan/atau

ombudsman

wajib

menanggapi

pengaduan

masyarakat paling lambat 14 (empat belas) hari sejak pengaduan diterima
yang sekurang-kurangnya berisi informasi lengkap atau tidak lengkapnya
materi aduan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (3).
(4) Dalam hal materi aduan tidak lengkap, pengadu melengkapi materi aduannya
selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak menerima tanggapan
dari penyelenggara atau ombudsman sebagaimana diinformasikan oleh pihak
penyelenggara dan/atau ombudsman.

Universitas Sumatera Utara

52

(5) Dalam hal berkas pengaduan tidak dilengkapi dalam waktu sebagaimana
dimaksud pada ayat (4), pengadu dianggap mencabut pengaduannya.
Pasal 45
(1) Pengaduan terhadap pelaksana ditujukan kepada atasan pelaksana.
(2) Pengaduan terhadap penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat
(3) huruf a dan huruf b, ayat (4) huruf a dan huruf b, serta ayat (7) huruf a
ditujukan kepada atasan satuan kerja penyelenggara.
(3) Pengaduan terhadap penyelenggara yang berbentuk korporasi dan lembaga
independen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) huruf c, ayat (4)
huruf c, dan ayat (7) huruf b ditujukan kepada pejabat yang bertanggung
jawab pada instansi pemerintah yang memberikan misi atau penugasan.
Berdasarkan pengaduan yang diterima tersebut, maka ombdusman memiliki
kewajiban untuk menyelesaiakannya sesuai dengan Undang-undang Nomor 25
Tahun 2009 berikut ini.
Pasal 46
(1) Ombudsman wajib menerima dan berwenang memproses pengaduan dari
masyarakat mengenai penyelenggaraan pelayanan publik sesuai dengan
undang-undang ini.
(2) Ombudsman wajib menyelesaikan pengaduan masyarakat apabila pengadu
menghendaki penyelesaian pengaduan tidak dilakukan oleh penyelenggara.
(3) Ombudsman wajib membentuk perwakilan di daerah yang bersifat hierarkis
untuk mendukung tugas dan fungsi ombudsman dalam kegiatan pelayanan
publik.

Universitas Sumatera Utara

53

(4) Pembentukan perwakilan ombudsman di daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) dilakukan paling lambat 3 (tiga) tahun sejak undang-undang ini
diundangkan.
(5) Ombudsman wajib melakukan mediasi dan konsiliasi dalam menyelesaikan
pengaduan atas permintaan para pihak.
(6) Penyelesaian pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan
oleh perwakilan ombudsman di daerah.
(7) Mekanisme dan tata cara penyelesaian pengaduan oleh ombudsman diatur
lebih lanjut dalam peraturan ombudsman.
Pasal 47
(1) Penyelenggara wajib memeriksa pengaduan dari masyarakat mengenai
pelayanan publik yang diselenggarakannya.
(2) Proses pemeriksaan untuk memberikan tanggapan pengaduan sebagaimana
dimaksud

pada

ayat

(1)

dilakukan

sesuai

dengan

peraturan

perundangundangan yang berlaku bagi penyelenggara.
Pasal 48
(1) Dalam memeriksa materi pengaduan, penyelenggara wajib berpedoman pada
prinsip independen, nondiskriminasi, tidak memihak, dan tidak memungut
biaya.
(2) Penyelenggara wajib menerima dan merespons pengaduan.
(3) Dalam hal pengadu keberatan dipertemukan dengan pihak teradu karena
alasan tertentu yang dapat mengancam atau merugikan kepentingan pengadu,
dengar pendapat dapat dilakukan secara terpisah.

Universitas Sumatera Utara

54

(4) Dalam hal pengadu menuntut ganti rugi, pihak pengadu menguraikan kerugian
yang ditimbulkan akibat pelayanan yang tidak sesuai dengan standar
pelayanan.
Pasal 49
(1) Dalam melakukan pemeriksaan materi aduan, penyelenggara wajib menjaga
kerahasiaan.
(2) Kewajiban menjaga kerahasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
gugur setelah pimpinan penyelenggara berhenti atau diberhentikan dari
jabatannya.
Pasal 50
(1) Penyelenggara wajib memutuskan hasil pemeriksaan pengaduan paling
lambat 60 (enam puluh) hari sejak berkas pengaduan dinyatakan lengkap.
(2) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disampaikan kepada
pihak pengadu paling lambat 14 (empat belas) hari sejak diputuskan.
(3) Dalam hal pengadu menuntut ganti rugi, keputusan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) memuat jumlah ganti rugi dan batas waktu pembayarannya.
(4) Penyelenggara wajib menyediakan anggaran guna membayar ganti rugi.
(5) Dalam hal penyelesaian ganti rugi, ombudsman dapat melakukan mediasi,
konsiliasi, dan ajudikasi khusus.
(6) Ajudikasi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilaksanakan paling
lambat 5 (lima) tahun sejak undang-undang ini diundangkan.
(7) Dalam melaksanakan ajudikasi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (5),
mekanisme dan tata caranya diatur lebih lanjut oleh peraturan ombudsman.

Universitas Sumatera Utara

55

(8) Mekanisme dan ketentuan pembayaran ganti rugi sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) dan ayat (5) diatur lebih lanjut dalam peraturan presiden.
(9) Penyelenggara berkewajiban memberikan tembusan keputusan kepada
pengadu mengenai penyelesaian perkara yang diadukan.
Pasal 51
Masyarakat dapat menggugat penyelenggara atau pelaksana melalui peradilan tata
usaha negara apabila pelayanan yang diberikan menimbulkan kerugian di bidang
tata usaha negara.
Pasal 52
(1) Dalam hal penyelenggara melakukan perbuatan melawan hukum dalam
penyelenggaraan pelayanan publik sebagaimana diatur dalam undang-undang
ini, masyarakat dapat mengajukan gugatan terhadap penyelenggara ke
pengadilan.
(2) Pengajuan gugatan terhadap penyelenggara sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) tidak menghapus kewajiban penyelenggara untuk melaksanakan
keputusan ombudsman dan/atau penyelenggara.
(3) Pengajuan gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 53
(1) Dalam hal penyelenggara diduga melakukan

tindak pidana dalam

penyelenggaraan pelayanan publik sebagaimana diatur dalam undang-undang
ini, masyarakat dapat melaporkan penyelenggara kepada pihak berwenang.

Universitas Sumatera Utara

56

(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menghapus kewajiban
penyelenggara

untuk

melaksanakan

keputusan

ombudsman

dan/atau

penyelenggara.

B.

Pelayanan Publik Perpajakan Terhadap Wajib Pajak
Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 Pasal 1 ayat 2 mendefinisikan

Wajib Pajak adalah Orang Pribadi atau Badan, meliputi pembayar pajak,
pemotong pajak, dan pemungut pajak yang mempunyai hak dan kewajiban
perpajakan sesuai denganketentuan Peraturan Perundang-undangan perpajakan.
Orang Pribadi merupakan Subjek Pajak yang bertempat tinggal atau berada di
Indonesia ataupun di luar Indonesia. Menurut Undang-undang Nomor 28 Tahun
2007, Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menyebutkan bahwa:
“Badan adalah sekumpulan orang atau modal yang merupakan kesatuan, baik
yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi
perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik
Negara atau Badan Usaha Milik Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun,
firma, kongsi koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan,
organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan
bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.”
Kondisi perpajakan yang menuntut keikutsertaan aktif wajib pajak dalam
menyelenggarakan perpajakannya membutuhkan kepatuhan wajib pajak yang
tinggi, yaitu kepatuhan dalam pemenuhan kewajiban perpajakan yang sesuai
dengan kebenarannya. Kepatuhan memenuhi kewajiban perpajakan secara
sukarela

(voluntary

of

complience)

merupakan

tulang

punggung

dari

Universitas Sumatera Utara

57

selfassesment system, dimana wajib pajak bertanggung jawab menetapkan sendiri
kewajiban perpajakan kemudian secara akurat dan tepat waktu dalam membayar
dan melaporkan pajaknya. Pengertian kepatuhan Wajib Pajak menurut Safri
Nurmantu yang dikutip oleh Siti Kurnia Rahayu, menyatakan bahwa:
“Kepatuhan perpajakan dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana
Wajib Pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak
perpajakannya”. Pengertian kepatuhan Wajib Pajak menurut Chaizi Nasucha yang
dikutip oleh Siti Kurnia Rahayu, menyatakan bahwa kepatuhan Wajib Pajak dapat
didefinisikan dari:
1) Kewajiban Wajib Pajak dalam mendaftarkan diri.
2) Kepatuhan untuk menyetorkan kembali Surat pemberitahuan.
3) Kepatuhan dalam perhitungan dan pembayaran pajak terutang.
4) Kepatuhan dalam pembayaran tunggakan.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, perpajakan merupakan salah satu
bentuk pelayanan publik yang harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
pemerintah tentang pelayanan publik. Terkait dengan tata cara pelaksanaan
perpajakan terdapat Undang-undang tersendiri yang mengatur lebih rinci tentang
pelaksanaan perpajakan. Salah satu Undang-undang yang berkaitan dengan
pelaksanaan perpajakan adalah Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007.
Ketentuan pelaksanaan perpajakan sebagaiman yang diatur di dalam
Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 adalah sebagai berikut 13.
1. Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan wajib

13

Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007.

Universitas Sumatera Utara

58

mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya
meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya
diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak.
2. Setiap Wajib Pajak sebagai Pengusaha yang dikenai pajak berdasarkan
Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, wajib
melaporkan usahanya pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah
kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Pengusaha, dan
tempat kegiatan usaha dilakukan untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena
Pajak.
3. Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan:
a. tempat pendaftaran dan/atau tempat pelaporan usaha selain yang ditetapkan
pada ayat (1) dan ayat (2); dan/atau
b. tempat pendaftaran pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah
kerjanya meliputi tempat tinggal dan kantor Direktorat Jenderal Pajak yang
wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha dilakukan, bagi Wajib
Pajak orang pribadi pengusaha tertentu.
4. Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau
mengukuhkan Pengusaha Kena Pajak secara jabatan apabila Wajib Pajak atau
Pengusaha Kena Pajak tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan/atau ayat (2). Kewajiban perpajakan bagi Wajib
Pajak yang diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau yang dikukuhkan
sebagai Pengusaha Kena Pajak secara jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) dimulai sejak saat Wajib Pajak memenuhi persyaratan subjektif dan objektif
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, paling

Universitas Sumatera Utara

59

lama 5 (lima) tahun sebelum diterbitkannya Nomor Pokok Wajib Pajak
dan/atau dikukuhkannya sebagai Pengusaha Kena Pajak.
5. Jangka waktu pendaftaran dan pelaporan serta tata cara pendaftaran dan
pengukuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat
(4) termasuk penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau pencabutan
Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan.
6. Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dilakukan oleh Direktur Jenderal
Pajak apabila:
a. diajukan permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak oleh Wajib
Pajak dan/atau ahli warisnya apabila Wajib Pajak sudah tidak memenuhi
persyaratan subjektif dan/atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan perpajakan;
b. Wajib Pajak badan dilikuidasi karena penghentian atau penggabungan
usaha;
c. Wajib Pajak bentuk usaha tetap menghentikan kegiatan usahanya di
Indonesia; atau
d. dianggap perlu oleh Direktur Jenderal Pajak untuk menghapuskan Nomor
Pokok Wajib Pajak dari Wajib Pajak yang sudah tidak memenuhi
persyaratan subjektif dan/atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
7. Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan harus memberikan
keputusan atas permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dalam
jangka waktu 6 (enam) bulan untuk Wajib Pajak orang pribadi atau 12 (dua

Universitas Sumatera Utara

60

belas) bulan untuk Wajib Pajak badan, sejak tanggal permohonan diterima
secara lengkap.
8. Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak
dapat melakukan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
9. Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan harus memberikan
keputusan atas permohonan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal permohonan diterima secara
lengkap.
Pelaksanaan pelayanan publik wajib pajak dilakukan berdasarkan standard
minimum pelayanan (SMP) dan ketentuan direktorat jenderal pajak. Sebagai
pelaksana pelayanan publik, pegawai Inspektorat Jenderal Pajak memiliki kode
etik yang harus dipatuhi selama masa pengabdiannya di instansi Direktorat
Jenderal Pajak. Kode etik tersebut diatur di dalam Peraturan Kementerian
Keuangan Republik Indonesia Nomor 03 flj/2011.
14

Kewajiban pegawai inspektur jenderal sebagaimana yang telah ditetapkan

di dalam kode etik adalah sebagai berikut.
Pegawai wajib:
a. Menghonnati agama dan kepercayaan orang lain, dilakukan dengan cara:
(1) Memberi kesempatan menunaikan ibadah sholat walaupun pada saat rapat
kerja
(2) Membatasi pelaksanaan kegiatan kedinasan pada hari Sabtu dan Minggu
(3) Tidak menjelek-jelekkan atau menghina agama dan kepercayaan tertentu

14

Peraturan Kementerian Keuangan Republik Indonesia Nomor 03 flj/2011 tentang Kode Etik
Pegawai Inspektorat Pajak

Universitas Sumatera Utara

61

(4) Memprioritaskan pemberian cuti pada hari besar agama sesuai agama dan
kepercayaan masing-masing
(5) Tidak memaksa atau membujuk orang lain yang telah memiliki agama atau
kepercayaan untuk mengikuti agama atau kepercayaarmya
b. Bersikap, berpenampilan, dan bertutur kata secara sopandan santun, dengan
cara:
(1) Saling menyapa dan membalas setiap sapaan yang diterima
(2) Menggunakan kata-kata yang bersifat positif, tidak mengumpat, dan I
mengindahkan etika komunikasi
(3) Selalu berpakaian rapi dan sopan
(4) Memakai alas kaki sepatu di lingkungan kantor pada saat bekerja
(5) Memakai pakaian tidal

Dokumen yang terkait

PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN PUBLIK

0 0 44

Tinjauan Hukum Administrasi Negara Terhadap Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Chapter III V

0 0 46

Tinjauan Yuridis Terhadap Pelayanan Puskesmas Kepada Pasien Di Desa Batu Tunggal Kecamatan Na Ixx Labura Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik Chapter III V

0 0 38

Tinjauan Yuridis Mengenai Tugas dan Kewajiban Pelayanan Publik Tentang Kewajiban Pajak Ditinjau Dari Hukum Administrasi Negara Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009

0 0 4

Tinjauan Yuridis Mengenai Tugas dan Kewajiban Pelayanan Publik Tentang Kewajiban Pajak Ditinjau Dari Hukum Administrasi Negara Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009

0 0 2

Tinjauan Yuridis Mengenai Tugas dan Kewajiban Pelayanan Publik Tentang Kewajiban Pajak Ditinjau Dari Hukum Administrasi Negara Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009

0 1 14

Tinjauan Yuridis Mengenai Tugas dan Kewajiban Pelayanan Publik Tentang Kewajiban Pajak Ditinjau Dari Hukum Administrasi Negara Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009

0 0 20

Tinjauan Yuridis Mengenai Tugas dan Kewajiban Pelayanan Publik Tentang Kewajiban Pajak Ditinjau Dari Hukum Administrasi Negara Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009

0 1 2

BAB II PELAYANAN PUBLIK BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2009 A. Pengertian Pelayanan Publik - Kajian Hukum Administrasi Negara Terhadap Pelaksanaan Pelayanan Publik Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 (Studi di Kecamatan Sibolga Kota)

0 0 29

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN PUBLIK

0 0 77