Dalam ilmu hadits ada banyak persoalan y

Dalam ilmu hadits ada banyak persoalan yang akan ditemukan. Salah satunya adanya
permasalahan mengenai hadits yang musykil, mukhtalif, gharib dll (istilah ini tergantung
pemaknaan masing-masing ulama). Masalah ini, berorientasi pada pokok atau isi/bunyi hadits
bukan pada jalur atau sanad nya atau lebih dikenal dengan kritik matan atau kritik internal
hadits. Untuk menghindari miskonsepsi perlu dijelaskan bahwa untuk memahami hadits yang
pertama dilakukan bukan langsung masuk pada tubuh hadits itu tapi pada kajian transmisi
hadits atau sanad dan segala ketantuan yang berkaitan dengannya. Bilamana kemudian pada
sanad sudah tidak meyakinkan maka tidak perlu masuk kedalam matan. Kegunaan kritik
matan ialah : Hadits ada yang secara sanad dapat diterima namun ketika masuk kepada matan
kita menemukan banyak kesulitan untuk dimengerti secara akal dan kenyataan atau fakta.
Dengan kritik matan inilah dapat disingkirkan apa yang merupakan bagian tersembunyi dari
hadits yang tidak terlihat dari analisis sanad.
Kritik sanad tidak dilakukan secara serampangan atau semaunya sendiri tetapi harus
memenuhi persyaratan yang diajukan oleh ulama (lihat sumber buku-buku ulumul hadits).
Tidak berarti setiap hadits yang kelihatan bertetangan langsung dapat disingkirkan. Dengan
kata lain kritik pada matan hadit harus bersifat proporsional.
Pembahasan mengenai kritik matan hadits ini masih sedikit sumber rujukannya. Jika
kita temukan dalam buku dan sumber lainnya, hanya dibahas secara singkat dan datar saja.
Diantara referensi yang secara mandiri membahsa mengenai kritik matan ini walaupu tidak
spesifik ialah “Manarul Munif” Ibnu Qayyim dan boleh juga ditambahkan “Al-Maudhuat”
Ibnu jauzi.


Berikut adalah beberapa hadits yang sekan sulit untuk diterima akal dan janggal
untuk dipahami. Pertama ialah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, yang
disepakati kesahihannya. Pada kitab induk sulit untuk dicari maka hadits dibawah ini melalui
sumber kitab skunder “Lu’lu’ wal Marjan” dengan lafadz milik Bukhari.

‫حدثنا إسحاق بن نصر قال حدثنا عبد الرزاق عن معمر عن‬
‫همام بن منبه عن أبي هريرة عن النبي صلى الله عليه وسلم‬
‫قال‬
‫كانت بنو إسرائيل يغتسلون عراة ينظر بعضهم إلى بعض وكان‬
‫موسى يغتسل وحده فقالوا والله ما يمنع موسى أن يغتسل‬
‫معنا إل أنه آدر فذهب مرة يغتسل فوضع ثوبه على حجر ففر‬
‫الحجر بثوبه فخرج موسى في إثره يقول ثوبي يا حجر حتى‬
‫نظرت بنو إسرائيل إلى موسى فقالوا والله ما بموسى من‬

‫بأس وأخذ ثوبه فطفق بالحجر ضربا فقال أبو هريرة والله إنه‬
‫لندب بالحجر ستة أو سبعة ضربا بالحجر‬
"Bani Israil mandi dengan telanjang, sebagian melihat kepada yang lain. Sementara Musa
mandi sendiri. Mereka berkata, 'Musa tidak mau mandi bersama kita kecuali karena dia itu
memiliki dua buah pelir yang besar." Suatu hari Musa mandi, dia meletakkan bajunya di atas

batu, lalu batu itu berlari membawa bajunya. Musa memburunya sambil berkata, ‘Bajuku
wahai batu.’ Sampai Bani Israil melihat Musa. Mereka berkata, ‘Demi Allah Musa tidak apaapa.’ Lalu Musa mengambil bajunya dan memukuli batu itu.” Abu Hurairah berkata, "Demi
Allah pukulan Musa membekas di batu itu enam atau tujuh kali pukulan."
Hadits yang dicantumkan ini jika dilihat akan memunculkan banyak pertanyaan,
pertama; patutkah hal ini terjadi pada diri seorang Nabi? Kedua; logiskah batu bisa berlari?
Hadits ini sebenarnya tidak memunculkan persoalan jika tidak dipersoalkan dan dibuat susah
atau disusah-susahkan. Jawab yang harus kita berikan tergantung pada bagaimana
pemahaman kita terhadap hadits ini.
Hadits kedua, riwayat panjang yang menceritakan ketika masa terjadinya perjanjian
Hudaibayah, berikut akan ditampilkan potongan hadits tersebut :

........‫ت‬
‫رالل ت‬
‫را ظ‬
‫ص ظ‬
‫م ص‬
‫ص ب تب بظ ظ ت‬
‫فقال له ابوبك ظ ر‬......
Hadits ini dicantumkan dalam nailul authar dengar riwayat dari Ahmad dan Bukhari
tanpa komentar atas sanad nya. Kemudian bagaimana cara memahaminya? Banyak lagi

hadits lain yang benar –benar shahih dan tidak diperdebatkan namun memunculkan
kontroversi lebih lagi jika dipalingkan dari maksud asalnya.
Berikut adalah hadits yang shahih namun keliru dalam penyampainnya yang langsung
mendapat kritik dari pihak lain yang mendengar. Dalam hadits berikut kebanyakan kekeliruan
ini ada pada Abu Hurairah ra yang kemudian diperbaiki oleh ulama pada tingkat shahabat
yaitu Aisyah rah. (teks hadits tidak ditampilkan karena belum dicari): dinatara kritik itu ialah
hadits yang berbunyi, “anak zina merupakan yang terkeji diantara tiga orang (dia dan kedua
pelaku zina)” Dengan bunyi lain “sungguh dicambuk demi menegakkan agama Allah lebih
aku sukai daripada memerintahkan zina dan memerdekakan anaknya” lalu bersabda “ Anak
zina yang terkeji diantara tiga orang”. Dan banyak lagi yang mendapat kritik dari Aisyah

termasuk Umar ra dan anaknya. (diambil dari buku metodologi kritik matan hadits/ manhaj
naqd al-matn ind ulama’ al-hadits an-nabawi).
Pembahasan mengenai hadits ini dapat disambungkan kemudian pada tema lain yaitu
bentuk transmisi teks suci dalam agama lain. Pada pembahasan ini tidak ditampilkan rujukan
asli, bukan berarti asal saja tetapi audience bisa bertanya langsung.
Semua agama diduni memiliki teks suci masing-masing yang dipercaya sebagai
wahyu ilahi yang agung. Berguna untuk mengatur keselarasan dan sepiritualitas para
penganut agama tersebut. Kita mengenal ada Veda untuk hindu sebagai teks sucinya, tripitaka
untuk Buddha, Al-Quran untuk Islam, Bibel untuk Kristen, Taurat beserta pelengkapnya

untuk judaisme, avesta zoroaster, sidhhantana untuk jaina, dan lain lain.
Kitab atau teks suci ini tidak langsung secara ajaib muncul tanpa adanya kerja atau
campurtangan manusia dalam menyusun atau membuatnya. Walaupun semunya merupakan
kitab suci tapi cara pandang atas penyusunannya bisa berbeda. Kali ini yang akan kita bahas
ialah bentuk transmisi teks suci ajaran nasrani dan mungkin sebagian kitab lainnya. Untuk AlQuran, akan dijadikan sebagai pembanding.
Injil dalam bahasa arab atau Bibel atau al-kitab dan lain lain namanya, merupakan
teks yang memiliki kontriversi dalam penyusunannya. Untuk satu kitab injil ini ada 6000
perkamen termasuk codex, papyrus,dan bentuk tulisan lain yang menjadi rujukan yang
disepakati. Lain lagi dengan sumber non kanonik seprti contoh injil barnabas, injil filipus
yang tergolong pada teks gnostik jalur mesir. Dari sumber tulis itu kemudian ditulis dan
digabungkan menjadi injil yang ada. Tidak ada satu contoh baku yang menjadi pedoman
penulisan, setiap injil biasanya ditulis menurut sudut pandang penulis sendiri dan tafsiran
dirinya terhadap firman Allah dan pribadi yesus. Ada 2 teks acuan besar yang digunakan
namun ditulis kira-kira 300-400 masehi salah satunya disebut codex vaticanus yang
berbahasa yunani. Ada juga yang disebut vulgata terjemahan dari bahasa yunai ke bahasa
latin. Pada titik ini ada sedikit kejanggalan karena alkitab tidak di terjemahkan langsug dari
bahasa aram tapi melalui bahasa perantara yang demikian itu menyebabkan banyaknya
“tahrif” dalam injil, kemudian permasalahannya juga penerjemahan pada bahasa lain yang
mengundang banyak kritik dari komunitas kristen sendiri.


Yang sangat disesalkan juga ialah mengenai bentuk transmisi injil yaitu tidak
mebedakan antara wahyu tuhan dengan prilaku hidup yesus yang menyebakan tercampur
aduknya dengan tafsiran dan petuah-petuah dari bapa gereja terdahulu.