ILMU SOSIAL BUDAYA DASAR KONFLIK AGAMA D
ILMU SOSIAL BUDAYA DASAR
KONFLIK AGAMA DI POSO
WIJANG ANGGA KURNIAWAN
522012007
FAKULTAS PERTANIAN DAN BISNIS
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2012
LATAR BELAKANG
Indonesia pada tahun 1997 dilanda krisis moneter yang disertai dengan fluktuasi
kondisi ekonomi dan politik yang tidak menentu, telah mengiring indonesia menuju konflik
nasional, baik secara struktural maupun horizontal. semenjak runtuhnya rezim Orde baru
tahun 1998 yang di gantikan oleh oleh B.H habibie yang diharapakan dapat menata sisitem
politik yang demokrasi berkeadilan.
Saat itu, Indonesia sangat rentan dengan perpecahan. Terjadi berbagai gejolak konflik
di berbagai daerah. Salah satunya konflik yang terjadi di Poso yang disinyalir oleh banyak
kalangan adalah konflik bernuansa SARA, yaitu pertikaian antar suku dan pemeluk agama
islam dan kristen.
Peristiwa kerusuhan diawali dengan pertikaian antardua pemuda yang berbeda agama
sehingga belarut dan berhujung dengan terjadinya kerusuhan. Impliksasi-implikasi tentang
kepentingan politik elite Nasional, elite lokal dan miiter juga diduga menyulut terjadinya
konflik horizontal sehingga sulit mencari penyelesaian yang lebih tepat. Bahkan, terkesan
pihak keamanan porli lamban menangani konflik tersebut. Sehigga konflik terjadi belarutlarut yang memakan korban jiwa dan harta.
Secara umum konflik di Poso sudah berlangsung beberapa kali. Peristiwa pertama
terjadi pada akhir tahun 1998, kerusuhan pertama ini denga cepat di atasi pihak keamanan
setempat kemudian di ikuti oleh komitmen kedua belah pihak yang berseteru agar tidak
terulang lagi. Kendati sudah ada kesepakatan Malino, nampaknya tak kunjung usai.
Berbagai aksi teror bom dan letusan senjata api masih terjadi. Kecemasan warga Poso
pun kembali menyeruak, berselang kurang lebih 17 bulan kemudian tepatnya pada 16 april
2000, dalam kerusuhan tersebut terjadilah saling serang antara desa Nasrani dan desa Islam.
Menurut data Polri, kerusuhan tersebu memakan korban 137 orang meninggal, sedangkan
menurut militer 237 orang meninggal, 27 luka-luka, puluhan rumah rusak dan dibakar, 1 bus
dibom, beberapa gereja dirusak, dibakar, dan dibom. (Anonim D, 2009)
Flowchart permasalahan
Salah
paham
Kerusuhan
Konflik
Dendam
Perbedaan
ras, suku,
Pemaksaan
kehendak
Kekuasaan
pentelesai
Dampak
yang
muncul
RUMUSAN MASALAH
1. Apa penyebab konflik berlatar belakang agama yang terjadi di Poso?
2. Apa saja dampak yang muncul akibat kerusuhan di Poso?
3. Solusi apa yang diperlukan untuk memecahkan masalah kerusuhan yang terjadi di
Poso?
TUJUAN
1. Mengetahui penyebab konflik agama di poso
2. Mengetahui dampak yang muncul dari terjadinya konflik di Poso
3. Memikirkan solusi yang tepat untuk mengatasi konflik agama di Poso
PEMBAHASAN
1.
Penyebab Konflik Sosial yang Terjadi di Poso
Kerusuhan Poso adalah sebutan bagi serangkaian kerusuhan yang terjadi di Poso,
Sulawesi Tengah yang melibatkan kelompok Muslim dan Kristen. Kerusuhan ini dibagi
menjadi tiga bagian . Kerusuhan Poso I (25-29 Desember 1998), Poso II (17-21 April 2000),
dan Poso III (16 Mei - 15 Juni 2000). Pada 20 Desember 2001 Keputusan Malino
ditandatangani antara kedua belah pihak yang bertikai dan diinisiasi oleh Jusuf Kalla dan
Susilo Bambang Yudhoyono. (Anonim B, 2012)
Konflik sosial yang terjadi di Poso adalah bagian dari konflik individu yang dalam
masyarakat yang secara dinamis tidak dapat dipisahkan dan berikatan satu dengan lain.
Pendapat mengenai akar dari masalah yang bertumpu pada subsistem budaya dalam hal ini
menyangkut soal suku dan agama. Beragamnya suku dan agama di Poso menjadi pematik
seringnya terjadi pertikaian dan kerusuhan yang terjadi di Poso. (Anonim E, 2009)
Selain itu muncul pula anggapan bahwa Drs. Afgar Patanga, adik kandung mantan
Bupati Poso ini dituduh telah menyebarkan selebaran gelap yang mengakibatkan meletuskan
kerusuhan I Poso Desember 1998. Setelah diteliti oleh Laboratorium Kriminal (Labkrim)
Kepolisian Makasar, dipastikan bahwa Afgar Patangan-lah penulisnya. Oleh karena itu Afgar
Patanga telah menjadi terdakwa sehubungan dengan kasus kerusuhan Poso Desember 1998,
dan sedang menunggu vonis dari Pengadilan Negeri Palu tanggal 20 April 2000. Namun
sebelum vonis dijatuhkan, terjadilah kerusuhan kedua di Poso tanggal 17 April 2000.
Kakaknya Arief Patanga yang disinyalir juga sebagai aktor intelektual kerusuhan Poso
bersama kelopmpok Islam tidak menghendaki Afgar Patangan dihukum. Sehingga ada
konflik antara Keluarga Patanga dengan pihak kepolisian yang telah mengungkapkan dan
memberitahukan bahwa Afgar Patanga-lah yang menulis selebaran gelap itu. Tidak heran
tatkala terjadi kerusuhan pada 17 April ada massa yang berteriak "Ganti Kapolres!
(Anonim F, 2000)
Argumen yang mengemuka bahwa adanya unsur suku dan agama yang mendasari
konflik sosial itu adalah sesuai dengan fakta yaitu bahwa asal mula kerusuhan Poso 1 berawal
dari:
a. Pembacokan terhadap Ridwan Ramboni oleh Roy Tuntuh Bisalemba didalam masjid
Pesantren Darussalam pada bulan Ramadhan.
b. Pemusnahan dan pengusiran terhadap suku-suku pendatang seperti Suku Bugis, Jawa,
dan Gorontalo, serta Kaili pada kerusuhan ke III.
c. Pemaksaan agama kristen kepada masyarakat muslim di daerah pedalaman Kabupaten
terutama di daerah Tentena Dusun Salena, Sangira, Toinase, Boe, dan Meko yang
memperkuat dugaan bahwa kerusuhan ini merupakan gerakan Kristenisasi secara
paksa yang mengindikasikan keterlibatan Sinode GKSD Tentena.
d. Peneyerangan terhadap kelompok merah dengan bersandikan simbol-simbol
perjuangan keagamaan Kristiani pada kerusuhan ke III.
e. Pembakaran rumah-rumah penduduk Muslim oleh kelompok merah pada kerusuhan
III. Pada kerusuhan ke I dan II terjadi aksi saling bakar rumah penduduk antara pihak
Kristen dan Islam.
f. Terjadi pembakaran rumah ibadah gereja dan masjid, sarana pendidikan ke dua belah
pihak, pembakaran rumah penduduk asli Poso di Lombogia, Sayo, Kasintuvu.
g. Adanya pengerah anggota pasukan merah yang berasal dari suku Flores, Toraja dan
Manado.
h. Adanya pelatihan militer kristen di Desa Kelei yang berlangsung selama satu setengah
tahun sebelum meledaknya kerusuhan III.
Terlepas dari setuju tidak terhadap pendapat mengenai akar amsalah dari konflik
Poso, secara sibernetik hal ini dapat di jelaskan sebagai berikut : bahwa pada intinya budaya
pada masyarakat Poso mempunyai fungsi untuk mempertahan kan pola atas nilai – nilai
Sintuvu Maroso yang selama ini menjadi anutan masyrakat Poso itu sendiri. adanya
Pembacokan terhadap seorang mahasiswa dari suku Bugis Palopo bernama Ridwan Ramboni
umur 23 tahun oleh Roy Tuntuh Bisalemba seorang Kristen protestan berusia 18 tahun yang
diduga sedang mabuk minuman keras.
Pada tanggal 25 Desember 1998 terjadi perkelahian pribadi antara dua pemuda itu
yang diprovokasi menjadi persoalan agama. Roy memakai parang membacok Akhmad.
Pemuda Kristen tersebut langsung diproses secara hukum oleh kepolisian setempat. Isu yang
beredar bahwa pemuda Kristen tersebut menyerang seorang pemuda Islam di dalam Mesjid.
Padahal perkelahian tersebut terjadi di jalan. (Anonim A, 2012)
Kemudian menimbulkan reaksi balik untuk melakukan tindakan pembalasan terhadap
pelaku pelanggaran nilai – nilai tersebut dengan melakukan pengrusakan dan pelemparan
terhadap lingkungan si pelaku tersebut.
Pada tanggal 27 Desember 1998, penyerangan dilakukan oleh kelompok Muslim terhadap
rumah-rumah orang Kristen. Pada waktu itu belum ada tempat ibadah yang diserang. Di
beberapa tempat ada tulisan-tulisan yang melecehkan agama Kristen. Misalnya Tobat Yesus,
Kristen Babi, Yesus Kuda Cuki, Islam The Best dan sebagainya. Juga beredar selebaran
yang berjudul “Daftar Gerombolan Pengacau Keamanan Kabupaten Poso”. Di dalam selebaran
itu disebut 10 nama pejabat (beragama Kristen) di lingkungan Pemda Poso.
Pelecehan terhadap agama Kristen tersebut membuat massa Kristen marah dan terjadi konflik
massal di kota Poso, antara massa Islam dan massa Kristen; korban berjatuhan dan sampai
saat ini tidak ada data akurat tentang korban yang tewas. (Anonim A, 2012)
Disisi lain bagi masyarakat kristiani hal ini menimbulkan masalah baru mengingat
aksi massa tidak di tujukan terhadap pelaku melainkan pada pengrusakan hotel dan sarana
maksiat serta operasi miras, yang di anggap telah mengganggu kehikmatan masyarakat
Kristiani merayakan natal, karena harapan mereka operasi-operasi tersebut dilaksanakan
setelah hari natal.
Pandangan kedua tehadap akar masalah konflik sosial yang terjadi di Poso adalah
dalam hal ini adanya perkelahian antar pemuda yang di akibatkan oleh minuman keras.
Dimana pemusnahan miras sejumlah 15 truk dengan alat berat yang menimbulkan bau yang
sangat menyengat disaat masyarakat muslim sedang menjalani ibadah puasa.
Pendapat selanjutnya mengatakan bahwa akar masalah dari kerusuhan Poso adalah
justru terletak karena adanya kesenjangan sosial dan kesenjangan pendapatan antara
panduduk asli Poso dan kaum pendatang seperti Bugis, Jawa, Gorontalo, dan Kaili.
Kecemburuan sosial penduduk asli cukup beralasan di mana pendapatan mereka sebagai
masyarakat asli malah tertinggal dari para kaum pendatang.
2.
Dampak Dari Konflik Sosial yang Terjadi di Poso
Kerusuhan yang terjadi di Poso menimbulkan dampak sosial yang cukup besar jika di
lihat dari kerugian yang di akibatkan konflik tersebut. Selain kehilangan nyawa dan harta
benda, secara psikologis bendampak besar bagi mereka yang mengalami kerusuhan itu,
Dampak psikologis pun tidak akan hilang dalam waktu singkat.
Pada 16 april 2000, dalam kerusuhan tersebut terjadilah saling serang antara desa
Nasrani dan desa Islam. Menurut data Polri, kerusuhan tersebu memakan korban 137 orang
meninggal, sedangkan menurut militer 237 orang meninggal, 27 luka-luka, puluhan rumah
rusak dan dibakar, 1 bus dibom, beberapa gereja dirusak, dibakar, dan dibom.
Jika dilihat dari keseluruhan, kerusuhan Poso bukan suatu kerusuhan biasa, melainkan
merupakan suatu tragedi kemanusiaan sebagai buah hasil perang sipil. Satu kerusuhan yang
dilancarkan secara sepihak oleh kelompok merah, terhadap penduduk muslim kota Poso dan
minoritas penduduk muslim di pedalaman Kabupaten Poso yang tidak mengerti sama sekali
dengan permasalahan yang muncul di kota Poso.
Dampak kerusuhan Poso dapat dilihat dan dikelompokkan sebagai berikut:
a)
Dampak sosial budaya yang terjadi dimana dianutnya kembali budaya “pengayau” dari
masyarakat pedalaman (suku pa-mona dan suku mori). Dilanggarnya ajaran agama dari
kedua kelompok yang bertikai dalam mencapai tujuan politiknya mengakibatkan
runtuhnya nilai – nilai kesepakatan bersama sintuwu maroso yang menjadi bingkai dalam
hubungan sosial masyarakat Poso yang pluralis.
b)
Segi hukum, dimana terjadi disintegrasi dalam masyarakat Poso ke dalam dua kelompok
yaitu kelompok merah dan kelompok putih. Tidak dapat dipertahankan nilai- nilai
kemanusiaan akibat terjadi kejahatan terhadap manusia seperti pembunuhan,
pemerkosaan dan penganiayaan terhadap anak serta orang tua dan pelecehan seksual.
Runtuhnya stabilitas keamanan, ketertiban, dan kewibawaan hukum di masyarakat
Kabupaten Poso. Munculnya perasaan dendam dari korban-korban kerusuhan terhadap
pelaku.
c)
Dampak politik yang terjadi adalah: Terhentinya roda pemerintahan. Jatuhnya
kewibawaan pemerintah daerah terhadap masyarakat. Hilangnya sikap demokratis dan
penghormatan terhadap perbedaan pendapat masing-masing kelompok kepentingan.
Legalisasi pemaksaan kehendak kelompok kepentingan dalam pencapaian tujuannya.
d) Dampak kerusuhan dari segi ekonomi: Lepas dan hilangnya faktor dan sumber produksi
ekonomi masyarakat, seperti sawah, tanaman kebun, mesin gilingan padi, traktor tangan,
rumah makan, hotel dan lain sebagainya. Eksodus besar-besaran penduduk muslim Poso.
Terhentinya roda perekonomian. Rawan pangan dan munculnya pengangguran dan
kelangkaan kesempatan kerja.
3.
Solusi Dari Konflik di Poso
Sejumlah warga perwakilan masyarakat Kabupaten Poso dan masyarakat bertemu
dengan DPRD Sulawesi Tengah di Gedung DPRD Sulteng di Kota Palu. Alih-alih
menyampaikan keresahan masyarakat akan kondisi keamanan Poso yang belakangan kembali
memanas, suasana pertemuan malah berlansung tegang. Perwakilan masyarakat kecewa dan
memilih walk-out.
Suasana tegang mulai terlihat saat pendeta Reynaldi Damanik menginterupsi Wakil
Ketua DPRD Sulteng. Pendeta kecewa dan kesal lantaran pihak DPRD tidak memberikan
ketegasan soal kewenangan DPRD untuk memanggil Kapolda Sulteng dan Danrem 132
Tadulako serta Gubernur Sulteng.Tak mendapatkan respon soal pemanggilan pimpinan
keamanan dan gubernur Sulteng, pendeta Damanik memilih walk-out dan diikuti seluruh
perwakilan masyarakat Poso lainnya. Otomatis pertemuan pun terhenti. Pendeta Damanik dan
perwakilan masyarakat lainnya yang tergabung dalam Utusan Masyarakat Peduli Poso
sedianya menyampaikan aspirasi masyarakat kepada anggota Dewan. Masyarakat
mengeluhkan atas aksi kekerasan yang terjadi tiga bulan terakhir, hingga menimbulkan
korban jiwa di warga sipil dan pihak aparat keamanan. Kondisi ini membuat masyarakat
khawatir, dan resah dalam melakukan aktivitas kesehariannya. (Anonim G, 2012)
Selain itu, pernyataan petinggi Polri di Sulteng yang menyebut sejumlah nama yang
menjadi target operasi, justru menambah resah warga Poso. Tak terkecuali soal keterlibatan
personel TNI Angkatan Darat dalam operasi di wilyah Poso.Perwakilan masyarakat Poso itu
berniat menyampaikan beberapa langkah konkret untuk menyelesaikan atau meredam
kekerasan di Poso. Satu di antaranya mengingatkan aparat keamanan agar bertindak
proporsional dengan mengedepankan upaya dialogis sebelum langkah-langkah penegakan
hukum. Mereka juga meminta Kapolda Sulteng Brigjen Pol Dewa Parsana untuk
mengevaluasi kinerja personel di lapangan, terutama keberadaan polisi masyarakat dalam
penanggulangan keamanan di wilayahnya. Masyarakat juga meminta Bupati Poso Piet
Inkiriwang
untuk
menjelaskan
situasi
dan
kondisi
yang
terjadi
saat
ini.(Hafid
Laturadja/DSY) Tetapi nyatanya itu semua tidak cukup, kita mahasiswa, para pengusaha,
tokoh agama, ekonom, budayawan, masyarakat, Polri dan semua yang terlibat harus
dikumpulkan bersama untuk menangani konflik yang terjadi di Poso dengan melakukan
tindakan nyata agar masyarakat setempat tidak hanya terfokus pada masalah politik. Tetapi
pengusaha, ekonom, budayawan, anggota masyarakat, mahasiswa harus bersatu membangun
secara paralel. Seluruh kalangan itu harus bekerja sama agar kerusuhan di Poso segera
berakhir, termasuk antara ulama dengan umaro juga harus bersatu. “Mereka harus
bersanding, bukannya bertandin,”.
Tindakan represif yang dilakukan oleh aparat tidak menyalahi aturan, meskipun upaya
penegakan hukum telah menimbulkan korban jiwa dari warga sipil serta anggota Polri ,
karena memang kejadian itu sulit dihindari. kerusuhan yang menimpa di Poso merupakan
rekayasa dan berasal dari luar Poso yakni dari pihak asing. Ia mengingatkan, kelompok sipil
bersenjata yang berada di tengah-tengah masyarakat Poso perlu mendapat perlakukan khusus,
karena dalam keadaan seperti ini, masyarakat akan menjadi tameng bagi mereka.
Jika diamati secara jujur, apa yang sedang dialami di Poso tidak saja aneh tapi juga tak masuk
di akal sehat. Sebab, semua orang tahu bahwa soal penggunaan senjata bagi warga sipil
bukankah aturannya cukup ketat. Artinya tidak sembarang orang bisa membawa atau
memiliki senjata apalagi yang mematikan. Anehnya, kenapa justru warga sipil khususnya di
Poso begitu bebas memiliki senjata? Untuk memecahkan sebuah permasalahan seperti yang
sedang terjadi di Poso sebenarnya tidaklah terlalu sulit bila semua pihak mau berikrar secara
serius dan tulus. Artinya, semua kepentingan sepihak dan sepotong-potong yang
menghimpitnya selain kepentingan bersama harus dihilangkan terlebih dahulu. Pencegahan
sedini mungkin tindakan provokasi dan intimidasi diantara masyarakat harus diutamakan.
Terutama, perlunya kewaspadaan terhadap gerak-gerik seseorang atau sekelompok orang
yang berusaha bermain api dalam sekam. Barulah kemudian upaya penegakkan hukum harus
benar-benar dilaksanakan. Harapan kita masyarakat Poso akan kembali dapat hidup dengan
tenang, damai dan sejahtera tanpa adanya kerusuhan lagi. (Anonim C, 2009)
KESIMPULAN
1. Konflik yang terjadi di Poso berawal dari konflik individu yang dalam masyarakat
yang secara dinamis tidak dapat dipisahkan dan bertalian satu sama lain. Pendapat
mengenai akar dari masalah yang bertumpu pada subsistem budaya dalam hal ini
menyangkut soal suku dan agama. Belum lagi tentang kurang adanya keadilan dimana
sebagian masyarakat yang merasa di diskriminasi, ada juga masalah politik dimana
penguasaan struktur pemerintahan oleh satu pihak dalam arti tidak ada keseimbangan
jabatan dalam pemerintahan. Serta masalah tentang adanya kesenjangan sosial dan
kesenjangan pendapatan antara panduduk asli Poso dan kaum pendatang seperti
penduduk dari suku Bugis, Jawa, Gorontalo, dan Kaili.
2. Konflik sosial yang terjadi di Poso ini sangat berdampak pada masyarakat khususnya
masyarakat Poso itu sendiri, Mulai dari segi Sosial Budaya, Hukum, Politik, Ekonomi
dan Agama selain kehilangan nyawa dan harta benda. Secara psikologis juga
bendampak besar bagi mereka yang mengalami kerusuhan itu.
3. Tindakan yang harus kita lakukan adalah melakukan kerja sama mulai dari kalangan
pengusaha hingga tingkat mahasiswa yang harus ikut berperan menangani konflik
yang terjadi di Poso dengan melakukan tindakan nyata agar masyarakat setempat
tidak hanya terfokus pada masalah politik dan hanya bergantung pada aparat
keamanan saja, tetapi para pengusaha, ekonom, budayawan, anggota masyarakat dan
mahasiswa harus bersatu membangun secara pendirian dan karakter masyarakat Poso
secara paralel.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Anonim A. 2012. Data Dan Analisa Tentang Pihak-Pihak Ynag Diduga Pelaku
Kerusuhan Poso. Scribd Inc.
http://id.scribd.com/doc/7053926/Data-Analisa-Yang-
Diduga-Terlibat-Kerusuhan-Poso-Desember-1998-Dan-April-2000
(diakses pada 10
November 2012 18:47)
2.
Anonim
B.
2012.
Kerusuhan
Poso.
Wikipedia.
http://id.wikipedia.org/wiki/Kerusuhan_Poso (diakses pada 10 November 2012 18:24)
3.
Anonim C. 2009. Konflik Poso. http://konflikposo.blogspot.com/konflik-poso.html?
m=1 (diakses pada 18 November 2012 07:49)
4.
Anonim D. 2009. Penegakan Hukum Konflik Antar Agama Dan Etnis Poso & Sampit.
Museumpolri.
http://museum.polri.go.id/lantai2_gakkum_konflik-poso-sampit.html
(diakses pada 26 Oktober 2012 20:08)
5.
Anonim
E.
2009.
Sejarah
http://saatnyayangmuda.wordpress.com/sejarah-konflik-poso
Konflik
(diakses
Poso.
pada
18
November 2012 07:43)
6.
Anonim F. 2000. Kronologi Kerusuhan Poso.
http://www.mail-archive.com/eskolnet-
[email protected]/msg00918.html (diakses pada 20 November 2012 18:49)
7.
Anonim G. 2012. Pertemuan Tokoh Agama Poso dengan DPRD Berlangsung Tegang.
Metronews.
http://www.metrotvnews.com/read/news/2012/10/29/111853/Pertemuan-
Tokoh-Agama-Poso-dengan-DPRD-Berlangsung-Tegang/ (diakses pada 1 November
2012 18:50)
KONFLIK AGAMA DI POSO
WIJANG ANGGA KURNIAWAN
522012007
FAKULTAS PERTANIAN DAN BISNIS
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2012
LATAR BELAKANG
Indonesia pada tahun 1997 dilanda krisis moneter yang disertai dengan fluktuasi
kondisi ekonomi dan politik yang tidak menentu, telah mengiring indonesia menuju konflik
nasional, baik secara struktural maupun horizontal. semenjak runtuhnya rezim Orde baru
tahun 1998 yang di gantikan oleh oleh B.H habibie yang diharapakan dapat menata sisitem
politik yang demokrasi berkeadilan.
Saat itu, Indonesia sangat rentan dengan perpecahan. Terjadi berbagai gejolak konflik
di berbagai daerah. Salah satunya konflik yang terjadi di Poso yang disinyalir oleh banyak
kalangan adalah konflik bernuansa SARA, yaitu pertikaian antar suku dan pemeluk agama
islam dan kristen.
Peristiwa kerusuhan diawali dengan pertikaian antardua pemuda yang berbeda agama
sehingga belarut dan berhujung dengan terjadinya kerusuhan. Impliksasi-implikasi tentang
kepentingan politik elite Nasional, elite lokal dan miiter juga diduga menyulut terjadinya
konflik horizontal sehingga sulit mencari penyelesaian yang lebih tepat. Bahkan, terkesan
pihak keamanan porli lamban menangani konflik tersebut. Sehigga konflik terjadi belarutlarut yang memakan korban jiwa dan harta.
Secara umum konflik di Poso sudah berlangsung beberapa kali. Peristiwa pertama
terjadi pada akhir tahun 1998, kerusuhan pertama ini denga cepat di atasi pihak keamanan
setempat kemudian di ikuti oleh komitmen kedua belah pihak yang berseteru agar tidak
terulang lagi. Kendati sudah ada kesepakatan Malino, nampaknya tak kunjung usai.
Berbagai aksi teror bom dan letusan senjata api masih terjadi. Kecemasan warga Poso
pun kembali menyeruak, berselang kurang lebih 17 bulan kemudian tepatnya pada 16 april
2000, dalam kerusuhan tersebut terjadilah saling serang antara desa Nasrani dan desa Islam.
Menurut data Polri, kerusuhan tersebu memakan korban 137 orang meninggal, sedangkan
menurut militer 237 orang meninggal, 27 luka-luka, puluhan rumah rusak dan dibakar, 1 bus
dibom, beberapa gereja dirusak, dibakar, dan dibom. (Anonim D, 2009)
Flowchart permasalahan
Salah
paham
Kerusuhan
Konflik
Dendam
Perbedaan
ras, suku,
Pemaksaan
kehendak
Kekuasaan
pentelesai
Dampak
yang
muncul
RUMUSAN MASALAH
1. Apa penyebab konflik berlatar belakang agama yang terjadi di Poso?
2. Apa saja dampak yang muncul akibat kerusuhan di Poso?
3. Solusi apa yang diperlukan untuk memecahkan masalah kerusuhan yang terjadi di
Poso?
TUJUAN
1. Mengetahui penyebab konflik agama di poso
2. Mengetahui dampak yang muncul dari terjadinya konflik di Poso
3. Memikirkan solusi yang tepat untuk mengatasi konflik agama di Poso
PEMBAHASAN
1.
Penyebab Konflik Sosial yang Terjadi di Poso
Kerusuhan Poso adalah sebutan bagi serangkaian kerusuhan yang terjadi di Poso,
Sulawesi Tengah yang melibatkan kelompok Muslim dan Kristen. Kerusuhan ini dibagi
menjadi tiga bagian . Kerusuhan Poso I (25-29 Desember 1998), Poso II (17-21 April 2000),
dan Poso III (16 Mei - 15 Juni 2000). Pada 20 Desember 2001 Keputusan Malino
ditandatangani antara kedua belah pihak yang bertikai dan diinisiasi oleh Jusuf Kalla dan
Susilo Bambang Yudhoyono. (Anonim B, 2012)
Konflik sosial yang terjadi di Poso adalah bagian dari konflik individu yang dalam
masyarakat yang secara dinamis tidak dapat dipisahkan dan berikatan satu dengan lain.
Pendapat mengenai akar dari masalah yang bertumpu pada subsistem budaya dalam hal ini
menyangkut soal suku dan agama. Beragamnya suku dan agama di Poso menjadi pematik
seringnya terjadi pertikaian dan kerusuhan yang terjadi di Poso. (Anonim E, 2009)
Selain itu muncul pula anggapan bahwa Drs. Afgar Patanga, adik kandung mantan
Bupati Poso ini dituduh telah menyebarkan selebaran gelap yang mengakibatkan meletuskan
kerusuhan I Poso Desember 1998. Setelah diteliti oleh Laboratorium Kriminal (Labkrim)
Kepolisian Makasar, dipastikan bahwa Afgar Patangan-lah penulisnya. Oleh karena itu Afgar
Patanga telah menjadi terdakwa sehubungan dengan kasus kerusuhan Poso Desember 1998,
dan sedang menunggu vonis dari Pengadilan Negeri Palu tanggal 20 April 2000. Namun
sebelum vonis dijatuhkan, terjadilah kerusuhan kedua di Poso tanggal 17 April 2000.
Kakaknya Arief Patanga yang disinyalir juga sebagai aktor intelektual kerusuhan Poso
bersama kelopmpok Islam tidak menghendaki Afgar Patangan dihukum. Sehingga ada
konflik antara Keluarga Patanga dengan pihak kepolisian yang telah mengungkapkan dan
memberitahukan bahwa Afgar Patanga-lah yang menulis selebaran gelap itu. Tidak heran
tatkala terjadi kerusuhan pada 17 April ada massa yang berteriak "Ganti Kapolres!
(Anonim F, 2000)
Argumen yang mengemuka bahwa adanya unsur suku dan agama yang mendasari
konflik sosial itu adalah sesuai dengan fakta yaitu bahwa asal mula kerusuhan Poso 1 berawal
dari:
a. Pembacokan terhadap Ridwan Ramboni oleh Roy Tuntuh Bisalemba didalam masjid
Pesantren Darussalam pada bulan Ramadhan.
b. Pemusnahan dan pengusiran terhadap suku-suku pendatang seperti Suku Bugis, Jawa,
dan Gorontalo, serta Kaili pada kerusuhan ke III.
c. Pemaksaan agama kristen kepada masyarakat muslim di daerah pedalaman Kabupaten
terutama di daerah Tentena Dusun Salena, Sangira, Toinase, Boe, dan Meko yang
memperkuat dugaan bahwa kerusuhan ini merupakan gerakan Kristenisasi secara
paksa yang mengindikasikan keterlibatan Sinode GKSD Tentena.
d. Peneyerangan terhadap kelompok merah dengan bersandikan simbol-simbol
perjuangan keagamaan Kristiani pada kerusuhan ke III.
e. Pembakaran rumah-rumah penduduk Muslim oleh kelompok merah pada kerusuhan
III. Pada kerusuhan ke I dan II terjadi aksi saling bakar rumah penduduk antara pihak
Kristen dan Islam.
f. Terjadi pembakaran rumah ibadah gereja dan masjid, sarana pendidikan ke dua belah
pihak, pembakaran rumah penduduk asli Poso di Lombogia, Sayo, Kasintuvu.
g. Adanya pengerah anggota pasukan merah yang berasal dari suku Flores, Toraja dan
Manado.
h. Adanya pelatihan militer kristen di Desa Kelei yang berlangsung selama satu setengah
tahun sebelum meledaknya kerusuhan III.
Terlepas dari setuju tidak terhadap pendapat mengenai akar amsalah dari konflik
Poso, secara sibernetik hal ini dapat di jelaskan sebagai berikut : bahwa pada intinya budaya
pada masyarakat Poso mempunyai fungsi untuk mempertahan kan pola atas nilai – nilai
Sintuvu Maroso yang selama ini menjadi anutan masyrakat Poso itu sendiri. adanya
Pembacokan terhadap seorang mahasiswa dari suku Bugis Palopo bernama Ridwan Ramboni
umur 23 tahun oleh Roy Tuntuh Bisalemba seorang Kristen protestan berusia 18 tahun yang
diduga sedang mabuk minuman keras.
Pada tanggal 25 Desember 1998 terjadi perkelahian pribadi antara dua pemuda itu
yang diprovokasi menjadi persoalan agama. Roy memakai parang membacok Akhmad.
Pemuda Kristen tersebut langsung diproses secara hukum oleh kepolisian setempat. Isu yang
beredar bahwa pemuda Kristen tersebut menyerang seorang pemuda Islam di dalam Mesjid.
Padahal perkelahian tersebut terjadi di jalan. (Anonim A, 2012)
Kemudian menimbulkan reaksi balik untuk melakukan tindakan pembalasan terhadap
pelaku pelanggaran nilai – nilai tersebut dengan melakukan pengrusakan dan pelemparan
terhadap lingkungan si pelaku tersebut.
Pada tanggal 27 Desember 1998, penyerangan dilakukan oleh kelompok Muslim terhadap
rumah-rumah orang Kristen. Pada waktu itu belum ada tempat ibadah yang diserang. Di
beberapa tempat ada tulisan-tulisan yang melecehkan agama Kristen. Misalnya Tobat Yesus,
Kristen Babi, Yesus Kuda Cuki, Islam The Best dan sebagainya. Juga beredar selebaran
yang berjudul “Daftar Gerombolan Pengacau Keamanan Kabupaten Poso”. Di dalam selebaran
itu disebut 10 nama pejabat (beragama Kristen) di lingkungan Pemda Poso.
Pelecehan terhadap agama Kristen tersebut membuat massa Kristen marah dan terjadi konflik
massal di kota Poso, antara massa Islam dan massa Kristen; korban berjatuhan dan sampai
saat ini tidak ada data akurat tentang korban yang tewas. (Anonim A, 2012)
Disisi lain bagi masyarakat kristiani hal ini menimbulkan masalah baru mengingat
aksi massa tidak di tujukan terhadap pelaku melainkan pada pengrusakan hotel dan sarana
maksiat serta operasi miras, yang di anggap telah mengganggu kehikmatan masyarakat
Kristiani merayakan natal, karena harapan mereka operasi-operasi tersebut dilaksanakan
setelah hari natal.
Pandangan kedua tehadap akar masalah konflik sosial yang terjadi di Poso adalah
dalam hal ini adanya perkelahian antar pemuda yang di akibatkan oleh minuman keras.
Dimana pemusnahan miras sejumlah 15 truk dengan alat berat yang menimbulkan bau yang
sangat menyengat disaat masyarakat muslim sedang menjalani ibadah puasa.
Pendapat selanjutnya mengatakan bahwa akar masalah dari kerusuhan Poso adalah
justru terletak karena adanya kesenjangan sosial dan kesenjangan pendapatan antara
panduduk asli Poso dan kaum pendatang seperti Bugis, Jawa, Gorontalo, dan Kaili.
Kecemburuan sosial penduduk asli cukup beralasan di mana pendapatan mereka sebagai
masyarakat asli malah tertinggal dari para kaum pendatang.
2.
Dampak Dari Konflik Sosial yang Terjadi di Poso
Kerusuhan yang terjadi di Poso menimbulkan dampak sosial yang cukup besar jika di
lihat dari kerugian yang di akibatkan konflik tersebut. Selain kehilangan nyawa dan harta
benda, secara psikologis bendampak besar bagi mereka yang mengalami kerusuhan itu,
Dampak psikologis pun tidak akan hilang dalam waktu singkat.
Pada 16 april 2000, dalam kerusuhan tersebut terjadilah saling serang antara desa
Nasrani dan desa Islam. Menurut data Polri, kerusuhan tersebu memakan korban 137 orang
meninggal, sedangkan menurut militer 237 orang meninggal, 27 luka-luka, puluhan rumah
rusak dan dibakar, 1 bus dibom, beberapa gereja dirusak, dibakar, dan dibom.
Jika dilihat dari keseluruhan, kerusuhan Poso bukan suatu kerusuhan biasa, melainkan
merupakan suatu tragedi kemanusiaan sebagai buah hasil perang sipil. Satu kerusuhan yang
dilancarkan secara sepihak oleh kelompok merah, terhadap penduduk muslim kota Poso dan
minoritas penduduk muslim di pedalaman Kabupaten Poso yang tidak mengerti sama sekali
dengan permasalahan yang muncul di kota Poso.
Dampak kerusuhan Poso dapat dilihat dan dikelompokkan sebagai berikut:
a)
Dampak sosial budaya yang terjadi dimana dianutnya kembali budaya “pengayau” dari
masyarakat pedalaman (suku pa-mona dan suku mori). Dilanggarnya ajaran agama dari
kedua kelompok yang bertikai dalam mencapai tujuan politiknya mengakibatkan
runtuhnya nilai – nilai kesepakatan bersama sintuwu maroso yang menjadi bingkai dalam
hubungan sosial masyarakat Poso yang pluralis.
b)
Segi hukum, dimana terjadi disintegrasi dalam masyarakat Poso ke dalam dua kelompok
yaitu kelompok merah dan kelompok putih. Tidak dapat dipertahankan nilai- nilai
kemanusiaan akibat terjadi kejahatan terhadap manusia seperti pembunuhan,
pemerkosaan dan penganiayaan terhadap anak serta orang tua dan pelecehan seksual.
Runtuhnya stabilitas keamanan, ketertiban, dan kewibawaan hukum di masyarakat
Kabupaten Poso. Munculnya perasaan dendam dari korban-korban kerusuhan terhadap
pelaku.
c)
Dampak politik yang terjadi adalah: Terhentinya roda pemerintahan. Jatuhnya
kewibawaan pemerintah daerah terhadap masyarakat. Hilangnya sikap demokratis dan
penghormatan terhadap perbedaan pendapat masing-masing kelompok kepentingan.
Legalisasi pemaksaan kehendak kelompok kepentingan dalam pencapaian tujuannya.
d) Dampak kerusuhan dari segi ekonomi: Lepas dan hilangnya faktor dan sumber produksi
ekonomi masyarakat, seperti sawah, tanaman kebun, mesin gilingan padi, traktor tangan,
rumah makan, hotel dan lain sebagainya. Eksodus besar-besaran penduduk muslim Poso.
Terhentinya roda perekonomian. Rawan pangan dan munculnya pengangguran dan
kelangkaan kesempatan kerja.
3.
Solusi Dari Konflik di Poso
Sejumlah warga perwakilan masyarakat Kabupaten Poso dan masyarakat bertemu
dengan DPRD Sulawesi Tengah di Gedung DPRD Sulteng di Kota Palu. Alih-alih
menyampaikan keresahan masyarakat akan kondisi keamanan Poso yang belakangan kembali
memanas, suasana pertemuan malah berlansung tegang. Perwakilan masyarakat kecewa dan
memilih walk-out.
Suasana tegang mulai terlihat saat pendeta Reynaldi Damanik menginterupsi Wakil
Ketua DPRD Sulteng. Pendeta kecewa dan kesal lantaran pihak DPRD tidak memberikan
ketegasan soal kewenangan DPRD untuk memanggil Kapolda Sulteng dan Danrem 132
Tadulako serta Gubernur Sulteng.Tak mendapatkan respon soal pemanggilan pimpinan
keamanan dan gubernur Sulteng, pendeta Damanik memilih walk-out dan diikuti seluruh
perwakilan masyarakat Poso lainnya. Otomatis pertemuan pun terhenti. Pendeta Damanik dan
perwakilan masyarakat lainnya yang tergabung dalam Utusan Masyarakat Peduli Poso
sedianya menyampaikan aspirasi masyarakat kepada anggota Dewan. Masyarakat
mengeluhkan atas aksi kekerasan yang terjadi tiga bulan terakhir, hingga menimbulkan
korban jiwa di warga sipil dan pihak aparat keamanan. Kondisi ini membuat masyarakat
khawatir, dan resah dalam melakukan aktivitas kesehariannya. (Anonim G, 2012)
Selain itu, pernyataan petinggi Polri di Sulteng yang menyebut sejumlah nama yang
menjadi target operasi, justru menambah resah warga Poso. Tak terkecuali soal keterlibatan
personel TNI Angkatan Darat dalam operasi di wilyah Poso.Perwakilan masyarakat Poso itu
berniat menyampaikan beberapa langkah konkret untuk menyelesaikan atau meredam
kekerasan di Poso. Satu di antaranya mengingatkan aparat keamanan agar bertindak
proporsional dengan mengedepankan upaya dialogis sebelum langkah-langkah penegakan
hukum. Mereka juga meminta Kapolda Sulteng Brigjen Pol Dewa Parsana untuk
mengevaluasi kinerja personel di lapangan, terutama keberadaan polisi masyarakat dalam
penanggulangan keamanan di wilayahnya. Masyarakat juga meminta Bupati Poso Piet
Inkiriwang
untuk
menjelaskan
situasi
dan
kondisi
yang
terjadi
saat
ini.(Hafid
Laturadja/DSY) Tetapi nyatanya itu semua tidak cukup, kita mahasiswa, para pengusaha,
tokoh agama, ekonom, budayawan, masyarakat, Polri dan semua yang terlibat harus
dikumpulkan bersama untuk menangani konflik yang terjadi di Poso dengan melakukan
tindakan nyata agar masyarakat setempat tidak hanya terfokus pada masalah politik. Tetapi
pengusaha, ekonom, budayawan, anggota masyarakat, mahasiswa harus bersatu membangun
secara paralel. Seluruh kalangan itu harus bekerja sama agar kerusuhan di Poso segera
berakhir, termasuk antara ulama dengan umaro juga harus bersatu. “Mereka harus
bersanding, bukannya bertandin,”.
Tindakan represif yang dilakukan oleh aparat tidak menyalahi aturan, meskipun upaya
penegakan hukum telah menimbulkan korban jiwa dari warga sipil serta anggota Polri ,
karena memang kejadian itu sulit dihindari. kerusuhan yang menimpa di Poso merupakan
rekayasa dan berasal dari luar Poso yakni dari pihak asing. Ia mengingatkan, kelompok sipil
bersenjata yang berada di tengah-tengah masyarakat Poso perlu mendapat perlakukan khusus,
karena dalam keadaan seperti ini, masyarakat akan menjadi tameng bagi mereka.
Jika diamati secara jujur, apa yang sedang dialami di Poso tidak saja aneh tapi juga tak masuk
di akal sehat. Sebab, semua orang tahu bahwa soal penggunaan senjata bagi warga sipil
bukankah aturannya cukup ketat. Artinya tidak sembarang orang bisa membawa atau
memiliki senjata apalagi yang mematikan. Anehnya, kenapa justru warga sipil khususnya di
Poso begitu bebas memiliki senjata? Untuk memecahkan sebuah permasalahan seperti yang
sedang terjadi di Poso sebenarnya tidaklah terlalu sulit bila semua pihak mau berikrar secara
serius dan tulus. Artinya, semua kepentingan sepihak dan sepotong-potong yang
menghimpitnya selain kepentingan bersama harus dihilangkan terlebih dahulu. Pencegahan
sedini mungkin tindakan provokasi dan intimidasi diantara masyarakat harus diutamakan.
Terutama, perlunya kewaspadaan terhadap gerak-gerik seseorang atau sekelompok orang
yang berusaha bermain api dalam sekam. Barulah kemudian upaya penegakkan hukum harus
benar-benar dilaksanakan. Harapan kita masyarakat Poso akan kembali dapat hidup dengan
tenang, damai dan sejahtera tanpa adanya kerusuhan lagi. (Anonim C, 2009)
KESIMPULAN
1. Konflik yang terjadi di Poso berawal dari konflik individu yang dalam masyarakat
yang secara dinamis tidak dapat dipisahkan dan bertalian satu sama lain. Pendapat
mengenai akar dari masalah yang bertumpu pada subsistem budaya dalam hal ini
menyangkut soal suku dan agama. Belum lagi tentang kurang adanya keadilan dimana
sebagian masyarakat yang merasa di diskriminasi, ada juga masalah politik dimana
penguasaan struktur pemerintahan oleh satu pihak dalam arti tidak ada keseimbangan
jabatan dalam pemerintahan. Serta masalah tentang adanya kesenjangan sosial dan
kesenjangan pendapatan antara panduduk asli Poso dan kaum pendatang seperti
penduduk dari suku Bugis, Jawa, Gorontalo, dan Kaili.
2. Konflik sosial yang terjadi di Poso ini sangat berdampak pada masyarakat khususnya
masyarakat Poso itu sendiri, Mulai dari segi Sosial Budaya, Hukum, Politik, Ekonomi
dan Agama selain kehilangan nyawa dan harta benda. Secara psikologis juga
bendampak besar bagi mereka yang mengalami kerusuhan itu.
3. Tindakan yang harus kita lakukan adalah melakukan kerja sama mulai dari kalangan
pengusaha hingga tingkat mahasiswa yang harus ikut berperan menangani konflik
yang terjadi di Poso dengan melakukan tindakan nyata agar masyarakat setempat
tidak hanya terfokus pada masalah politik dan hanya bergantung pada aparat
keamanan saja, tetapi para pengusaha, ekonom, budayawan, anggota masyarakat dan
mahasiswa harus bersatu membangun secara pendirian dan karakter masyarakat Poso
secara paralel.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Anonim A. 2012. Data Dan Analisa Tentang Pihak-Pihak Ynag Diduga Pelaku
Kerusuhan Poso. Scribd Inc.
http://id.scribd.com/doc/7053926/Data-Analisa-Yang-
Diduga-Terlibat-Kerusuhan-Poso-Desember-1998-Dan-April-2000
(diakses pada 10
November 2012 18:47)
2.
Anonim
B.
2012.
Kerusuhan
Poso.
Wikipedia.
http://id.wikipedia.org/wiki/Kerusuhan_Poso (diakses pada 10 November 2012 18:24)
3.
Anonim C. 2009. Konflik Poso. http://konflikposo.blogspot.com/konflik-poso.html?
m=1 (diakses pada 18 November 2012 07:49)
4.
Anonim D. 2009. Penegakan Hukum Konflik Antar Agama Dan Etnis Poso & Sampit.
Museumpolri.
http://museum.polri.go.id/lantai2_gakkum_konflik-poso-sampit.html
(diakses pada 26 Oktober 2012 20:08)
5.
Anonim
E.
2009.
Sejarah
http://saatnyayangmuda.wordpress.com/sejarah-konflik-poso
Konflik
(diakses
Poso.
pada
18
November 2012 07:43)
6.
Anonim F. 2000. Kronologi Kerusuhan Poso.
http://www.mail-archive.com/eskolnet-
[email protected]/msg00918.html (diakses pada 20 November 2012 18:49)
7.
Anonim G. 2012. Pertemuan Tokoh Agama Poso dengan DPRD Berlangsung Tegang.
Metronews.
http://www.metrotvnews.com/read/news/2012/10/29/111853/Pertemuan-
Tokoh-Agama-Poso-dengan-DPRD-Berlangsung-Tegang/ (diakses pada 1 November
2012 18:50)