T1__Full text Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Model Discovery Learning untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika pada Siswa Kelas VIIIG SMP Negeri 1 Salatiga T1 Full text

PENERAPAN MODEL DISCOVERY LEARNING UNTUK MENINGKATKAN
HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA SISWA KELAS VIII-G
SMP NEGERI 1 SALATIGA

JURNAL

Diajukan untuk Memenuhi Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh:
Ika Kusumarani
202013064

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2017

PENERAPAN MODEL DISCOVERY LEARNING UNTUK MENINGKATKAN
HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA SISWA KELAS VIII-G

SMP NEGERI 1 SALATIGA
Ika Kusumarani1, Erlina Prihatnani2
Program Studi Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Kristen Satya Wacana, Jl. Diponegoro 52-60 Salatiga
1
Mahasiswa Pendidikan Matematika FKIP UKSW, email:202013064@student.uksw.edu
2
Dosen Pendidikan Matematika FKIP UKSW, email:erlina.prihatnani@staff.uksw.edu

ABSTRAK
Permasalahan pencapaian hasil belajar di kelas VIIIG SMP Negeri 1 Salatiga yang belum sesuai
harapan menjadi dasar dilakukannya penelitian tindakan kelas (PTK) ini. Tujuan PTK ini adalah
untuk meningkatkan hasil belajar matematika pada siswa tersebut dengan menerapkan model
Discovery Learning. Discovery Learning merupakan model pembelajaran yang berbasis penemuan
dimana siswa mengkonstruksi pengetahuan yang sedang dipelajari. Penelitian ini dilakukan pada
materi Bangun Ruang Sisi Datar dengan jumlah subjek 26 siswa. Penelitian PTK ini menggunakan
model Kemmis & Mc Taggart yang terdiri dari 2 siklus dengan 4 tahap pada setiap siklusnya, yaitu
perencanaan(plan), tindakan(act), observasi dan refleksi. Metode yang digunakan adalah metode
dokumentasi (untuk mendapatkan data prasiklus), metode observasi (mengukur keterlaksanaan
penerapan Discovery Learning) dan metode tes (mengukur hasil belajar). Keterlaksanaan penerapan

Discovery Learning mencapai 75,23% (masuk kategori baik) pada siklus I dan semakin baik 95,23%
(masuk kategori sangat baik) pada siklus II. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata hasil
belajar pada siklus I sebesar 80,3 dan meningkat pada siklus II menjadi 91,11 (masing-masing siklus
telah mencapai KKM). Persentase ketuntasan klasikal pada siklus I (61,53%) belum mencapai batas
ketuntasan klasikal, dan telah mencapai batas ketuntasan klasikal pada siklus II (84,61%). Oleh
karena itu disimpulkan bahwa penerapan model Discovery Learning dapat meningkatkan hasil belajar
matematika pada siswa kelas VIIIG SMP Negeri 1 Salatiga.

Kata Kunci: model discovery learning, hasil belajar, bangun ruang sisi datar, PTK

PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Tujuan pembelajaran matematika meliputi dua hal, yaitu mempersiapkan siswa agar
sanggup menghadapi perubahan keadaan di dalam kehidupan yang selalu berkembang
melalui latihan bertindak dengan dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur,
efisien, maupun efektif dan mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika serta
pola pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari dan menerapkannya dalam mempelajari
ilmu pengetahuan lainnya (Suherman, dkk. 2003:58). Salah satu indikator tercapai atau
tidaknya tujuan pembelajaran adalah dengan melihat hasil belajar yang dicapai oleh siswa
(Djamarah, 2000:25).

Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar
yang dicapai dalam bentuk angka atau skor setelah diberikan tes (Dimyati dan Mudjiono,

2013:3). Adapun hasil belajar menurut Nasution (2006:36) adalah hasil dari suatu interaksi
tindak belajar mengajar dan biasanya ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan guru, tes
tersebut dapat berupa ulangan harian, tugas-tugas pekerjaan rumah, tes lisan yang dilakukan
selama pembelajaran berlangsung, tes akhir semester, dan sebagainya.
Kenyataannya, belum semua hasil belajar sesuai yang diharapkan. Salah satunya
adalah hasil belajar di SMP Negeri 1 Salatiga khususnya pada kelas VIIIG. Berdasarkan data
daftar nilai dari guru terlihat bahwa dari 26 siswa kelas VIIIG terdapat 57,70% (15 siswa)
yang tidak tuntas dan hanya 42,30% (11 siswa) saja yang dapat mencapai KKM yang telah
ditetapkan yaitu 80. Selain itu, menurut hasil wawancara kepada bapak Edi Waspodo yang
merupakan salah satu guru mata pelajaran matematika kelas VIII SMP Negeri 1 Salatiga
khususnya kelas VIIIG beserta observasi dalam pembelajaran matematika, terlihat bahwa
pada saat proses belajar mengajar guru masih menggunakan model pembelajaran yang masih
berpusat pada guru. Dalam pelaksanakan pembelajaran di kelas, guru langsung memberikan
dan menjelaskan materi, sedangkan siswa duduk dan mendengarkan untuk menerima materi.
Proses pembelajaran matematika yang terjadi di kelas tersebut adalah proses transfer
pengetahuan dari guru ke siswa tanpa adanya upaya guru untuk menggali pengetahuan yang
dimiliki siswa maupun memberi kesempatan siswa untuk mengkonstruksi sendiri materi yang

sedang dipelajari. Hasil dari proses pembelajaran seperti itu kurang optimal. Oleh karena itu
perlu adanya tindak lanjut dari permasalahan yang terjadi dalam pembelajaran matematika di
kelas VIIIG SMPN 1 Salatiga.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah memilih dan menerapkan model
pembelajaran yang hendaknya memperhatikan hakikat belajar, karakteristik siswa dan juga
karakteristik mata pelajaran. Belajar menurut paham konstruktivisme adalah bagaimana siswa
mengkonstruksikan suatu konsep berdasarkan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya dan
peran guru hanya sebagai fasilitator untuk membantu siswa dalam menciptakan iklim belajar
yang kondusif (Heruman, 2013:5). Oleh karena itu, guru perlu merancang pembelajaran yang
dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa terhadap suatu materi (Suleman, 2013). Salah
satu pembelajaran yang mementingkan adanya perolehan konsep adalah model Discovery
Learning.

Menurut Cahyo (2013: 100), model Discovery Learning merupakan salah satu model
pembelajaran dimana guru tidak langsung memberikan hasil akhir atau kesimpulan dari
materi yang disampaikannya melainkan siswa diberi kesempatan mencari dan menemukan
hasil data tersebut, sehingga proses pembelajaran ini yang akan diingat oleh siswa sepanjang
masa dan hasil yang ia dapat tidak mudah dilupakan. Bruner (Schunk, 2012: 372)

mengatakan bahwa Discovery Learning mengacu pada penguasaan pengetahuan untuk

dirinya sendiri dengan cara perumusan dan pengujian hipotesis-hipotesis, bukan sekedar
membaca dan mendengarkan penjelasan dari guru melainkan dengan penalaran induktif.
Keberhasilan model Discovery Learning untuk meningkatkan hasil belajar
matematika sudah dibuktikan dalam beberapa penelitian, diantaranya penelitian Supriyanto
(2014), Sinatra (2012) dan Zunaidi (2015). Supriyanto (2014) menerapkan Discovery
Learning pada siswa kelas VI SD pada materi keliling dan luas lingkaran, Sinatra (2012)

menerapkan Discovery Learning pada siswa kelas X SMK pada materi bentuk pangkat, akar
dan logaritma , sedangkan Zunaidi (2015) menerapkan Discovery Learning pada siswa kelas
IX SMP pada materi bangun ruang sisi lengkung. Ketiga penelitian ini telah membuktikan
bahwa model Discovery Learning dapat meningkatkan hasil belajar matematika.
Adanya teori tentang Discovery Learning dan beberapa hasil penelitian tentang
Discovery Learning menjadi dasar pemilihan model Discovery Learning sebagai salah satu

bentuk upaya mengatasi masalah rendahnya hasil belajar matematika siswa kelas VIIIG SMP
Negeri 1 salatiga. Tujuan dari penelitian ini adalah meningkatkan hasil belajar matematika
siswa kelas VIIIG SMP Negeri 1. Diharapkan penelitian ini dapat memberi kesempatan
kepada siswa untuk dapat mengkonstruksi sendiri pengetahuan yang dipelajari sehingga hal
ini dapat membantu meningkatkan hasil belajar siswa.


KAJIAN TEORI
Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar
yang dicapai dalam bentuk angka atau skor setelah diberikan tes (Dimyati dan Mudjiono,
2013:3). Menurut Nasution (2006:36), hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi
tindak belajar mengajar dan biasanya ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan guru, tes
tersebut dapat berupa ulangan harian, tugas-tugas pekerjaan rumah, tes lisan yang dilakukan
selama pembelajaran berlangsung, tes akhir semester, dan sebagainya. Adapun menurut
Supratiknya (2012:5), hasil belajar adalah objek penilaian kelas berupa kemampuankemampuan baru yang diperoleh murid sesudah mereka mengikuti proses belajar-mengajar
tentang mata pelajaran tertentu dimana pemerolehan kemampuan baru tersebut akan terwujud
dalam perubahan tingkah laku tertentu, seperti dari tidak tahu menjadi tahu tentang selukbeluk gejala tertentu, dari acuh-tak-acuh menjadi menyukai objek atau aktivitas tertentu, serta
dari tidak bisa menjadi cakap melakukan ketrampilan tertentu. Berdasarkan uraian tersebut

maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah hasil suatu interaksi tindak belajar
mengajar yang dicapai dalam bentuk angka atau skor setelah diberikan tes oleh guru.
Model Discovery Learning
Menurut Cahyo (2013: 100) dan Ba’ru (2016), model discovery learning adalah salah
satu cara mengajar yang mengatur pengajaran sedemikian rupa dimana guru tidak langsung
memberikan hasil akhir atau kesimpulan dari materi yang disampaikannya melainkan siswa
memperoleh pengetahuan yang sebelumnya belum diketahuinya, dengan mencari dan

menemukan sendiri hasil data tersebut, sehingga proses pembelajaran ini yang akan diingat
oleh siswa sepanjang masa sehingga hasil yang ia dapat tidak mudah dilupakan. Model
Discovery learning merupakan suatu model pemecahan masalah yang akan bermanfaat bagi

anak didik dalam menghadapi kehidupannya di kemudian hari (Rosarina :2016). Bruner
(Schunk, 2012: 372) mengatakan bahwa Discovery Learning mengacu pada penguasaan
pengetahuan untuk dirinya sendiri dengan cara perumusan dan pengujian hipotesis-hipotesis,
bukan sekedar membaca dan mendengarkan penjelasan dari guru melainkan dengan
penalaran induktif. Penalaran induktif berarti siswa mempelajari contoh-contoh spesifik
dahulu, setelah itu barulah merumuskan aturan-aturan, konsep-konsep dan prinsip-prinsip
umum.
Menurut Kemendikbud (2016), pembelajaran menemukan (Discovery Learning),
adalah pembelajaran untuk

menemukan konsep, makna, dan hubungan kausal melalui

pengorganisasian pembelajaran yang dilakukan oleh peserta didik. Pembelajaran dalam
Discovery Learning memiliki tiga ciri utama yaitu: 1) mengeksplorasi dan memecahkan

masalah untuk menciptakan, menggabungkan dan menggeneralisasi pengetahuan; 2) berpusat

pada peserta didik; 3) kegiatan untuk menggabungkan pengetahuan baru dan pengetahuan
yang sudah ada. Adapun langkah-langkah model Discovery Learning, menurut Syah
(Hosnan, 2014: 289), Richard (Hamdani, 2011: 185), Wahyudi (2015) dan Joko Tri Prasetya
(Illahi, 2012: 87) adalah sebagai berikut.
1.

Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan)

Pada tahap ini siswa dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungan,
kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi agar timbul keinginan untuk
menyelidiki sendiri. Guru mengajukan pertanyaan, menganjurkan membaca buku, dan
aktivitas belajar yang menunjang dalam persiapan memecahkan masalah.
2.

Problem statement (pernyataan/identifikasi masalah)

Dalam hal ini guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi
sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran,

kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban

sementara atas pertanyaan masalah)
3.

Data collection (pengumpulan data)

Pada tahap ini siswa diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection)berbagai
informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan nara
sumber, melakukan uji coba sendiri, dan sebagainya.
4.

Data processing (pengolahan data)

Pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data atau informasi yang telah diperoleh
para peserta didik baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya. Selanjutnya
ditafsirkan, dan semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu
dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada kepercayaan tertentu.
5.

Verifikasi (pembuktian)


Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar
atau tidaknya hipotesis yang telah ditetapkan dengan temuan alternatif, dihubungkan
dengan data processing.
6.

Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi)

Pada tahap ini dilakukan proses penarikan sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan
prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan
memperhatikan hasil verifikasi.
Takdir (2012: 70-71), mengemukakan bahwa Model Disecovery Learning memiliki
kelebihan-kelebihan diantaranya sebagai berikut.
1) Dalam penyampaian bahan, digunakan kegiatan dan pengalaman langsung yang akan
lebih menarik perhatian anak didik dan memungkinkan pembentukan konsep-konsep
abstrak yang mempunyai makna.
2) Lebih realistis dan mempunyai makna, sebab para anak didik dapat bekerja langsung
dengan contoh-contoh nyata.
3) Discovery merupakan suatu model pemecahan masalah yang akan memberikan peluang

para anak didik untuk belajar lebih intens dalam memecahkan masalah sehingga dapat

berguna dalam menghadapi kehidupan dikemudian hari.
4) Dengan sejumlah transfer secara langsung, maka kegiatan Discovery Learning akan
lebih mudah diserap oleh anak didik dalam memahami kondisi tertentu yang berkenaan
dengan aktivitas pembelajaran.
5) Discovery Learning banyak memberikan kesempatan bagi para anak didik untuk terlibat
langsung dalam kegiatan belajar.

Selain memiliki kelebihan-kelebihan, ternyata model Discovery Learning juga
memiliki kekurangan-kekurangan. Berikut Kekurangan dari model pembelajaran Discovery
Learning menurut Takdir (2012: 72-73).

1) Belajar mengajar menggunakan Discovery Learning membutuhkan waktu yang lebih
lama.
2) Bagi anak didik yang berusia muda, kemampuan berpikir rasional mereka masih terbatas.
3) Kesukaran dalam menggunakan faktor subjektifitas ini menimbulkan kesukaran dalam
memahami suatu persoalan yang berkenaan dengan pengajaran Discoery Learning.
4) Faktor kebudayaan dan kebiasaan,

METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan
Kelas (PTK). Dalam penelitian ini peneliti berkolaborasi dengan guru kelas dalam
mengidentifikasi permasalahan. Penelitian Tindakan Kelas yang digunakan dalam penelitian
ini adalah model spiral Kemmis & Mc Taggart yang terdiri dari beberapa siklus. Setiap siklus
terdiri dari 4 komponen yaitu perencanaan (plan), pelaksanaan (act), observasi dan refleksi.
Siklus ini akan terus berjalan dengan tahap berurutan sampai mencapai tujuan yang
diinginkan, sesuai dengan indikator kinerja. Adapun indikator keberhasilan dari penelitian ini
adalah sebagai berikut.
1.

Rata-rata nilai hasil belajar siswa mencapai KKM yang ditetapkan yaitu 80;

2.

Persentase siswa yang masuk kategori tuntas mencapai 75%;

3.

Terjadi peningkatan rata-rata kelas setelah pemberian tindakan;

Penelitian ini dikatakan berhasil jika dapat mencapai ketiga indikator tersebut.
Subjek penelitian dalam penelitian tindakan kelas ini adalah siswa kelas VIIIG SMP
Negeri 1 Salatiga yang terdiri dari 26 siswa (13 siswa laki-laki dan 13 siswa perempuan).
Data dalam penelitian tindakan kelas berupa data kualitatif dan kuantitatif. Metode
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode dokumentasi,
observasi, dan tes.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Prasiklus
Data daftar nilai ulangan matematika dari guru menunjukkan bahwa siswa yang
mencapai KKM hanya mencapai 42,30%. Rekapitulasi hasil belajar matematika siswa pada
prasiklus dapat dilihat pada Tabel 1. Berdasarkan data tersebut, maka dilakukan wawancara

dengan guru dan juga observasi dalam pembelajaran matematika di kelas sebagai upaya
untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat menjadi penyebab rendahnya hasil belajar
matematika tersebut.
Tabel 1
Hasil Belajar Matematika Siswa pada Prasiklus
Jumlah
Siswa

Nilai Tertinggi

Nilai Terendah

Nilai Ratarata Kelas

26

94

44

71,92

Siswa yang Tuntas
Jumlah
11

Persentase
42,30%

Siswa yang Belum
Tuntas
Jumlah Persentase
15
57,70%

Proses pembelajaran matematika di kelas VIIIG SMP Negeri 1 Salatiga menggunakan
model pembelajaran yang berpusat pada guru dengan menggunakan metode ceramah.
Dimana guru berperan sebagai sumber informasi dan siswa sebagai penerima informasi.
Dalam pembelajaran guru memberikan contoh soal yang hampir mirip pengerjaannya dengan
latihan soal yang akan diberikan sehingga tidak ada kesempatan siswa untuk mencari strategi
sendiri dalam memecahkan soal.
B. Siklus I
1.

Perencanaan
Perencaanaan tindakan yang dilakukan pada siklus I adalah berdiskusi dengan guru

untuk menentukan materi dan waktu pelaksanaan tindakan, dilanjutkan perancangan skenario
pembelajaran dengan memperhatikan model Discovery Learning, penyusunan RPP sesuai
standar proses kurikulum 2013, penyusunan lembar observasi untuk kegiatan guru dan
lembar observasi siswa. Peneliti juga menyiapkan alat peraga berupa bangun ruang kubus,
balok, prisma dan limas, dan membuat lembar kerja siswa (LK) yang digunakan dalam
pembelajaran sesuai dengan skenario yang ada serta instrumen penilaian yang digunakan
untuk mengukur hasil belajar pada siklus I. Adapun peneliti melakukan validasi instrumen
dengan bantuan pakar yaitu 2 guru matematika SMP Negeri 1 Salatiga (Bapak Edi Waspodo,
S.Pd dan Bapak Nur Rozi, S.Pd) serta satu dosen dari pendidikan matematika (Prof.
Sutriyono).
2.

Tahap Pelaksanaan dan Observasi Siklus I
Siklus I dilaksanakan selama 3 kali pertemuan (5 jam pelajaran) yang dilakukan pada

tanggal 13, 17, 18 bulan Maret tahun 2017. Tujuan pertemuan pertama yaitu siswa dapat
menentukan luas permukaan kubus dan balok. Pertemuan kedua bertujuan agar siswa dapat
menentukan luas permukaan prisma, sedangkan pertemuan terakhir bertujuan agar siswa
dapat menentukan luas permukaan limas. Kegiatan pembelajan pada siklus I dapat dilihat
pada Tabel 2.

Tabel 2
Kegiatan Pembelajaran Siklus I
Sintaks
Discovery
Learning
1. Stimulation
2.

3.

5.

6.

7.

Kegiatan Pembelajaran
Pertemuan I

Pertemuan II

Pertemuan III

1. Guru memperlihatkan bangun 1. Guru memperlihatkan bangun 1. Guru memperlihatkan bangun
ruang kubus dan balok
ruang prisma
ruang limas.
Problem
2. Guru bertanya:
2. Guru bertanya:
2. Guru bertanya:
satement
a. Manakah
yang
a. Manakah yang merupakan
a. Manakah yang merupakan
merupakan
permukaan
permukaan dari prisma?
permukaan dari limas?
b. Bagaimana cara menentukan
b. Bagaimana
cara
dari kubus dan balok
luas permukaan prisma?
menentukan
luas
b. Apa itu luas permukaan?
permukaan limas?
c. Bagaimana
cara
menentukan
luas
permukaan dari kubus
dan balok?
Data
3. Guru membagikan kubus dan 3. Guru menggali lebih dalam lagi 3. Guru menggali lebih dalam lagi
Collection
balok dengan jaring-jaring
pemahaman mereka tentang
pemahaman mereka tentang
berbeda.
prisma guna mendapatkan data
limas guna mendapatkan data
4. Guru membagikan LK yang
yang
dibutuhkan
dalam
yang
dibutuhkan
dalam
dilengkapi petunjuk untuk
menentukan
rumus
luas
menentukan
rumus
luas
merumuskan luas permukaan
permukaan
prisma
dengan
permukaan
limas
dengan
kubus dan balok
mengajukan pertanyaan sbb:
mengajukan pertanyaan sbb:
a. manakah yang merupakan
a. manakah yang merupakan
alas prisma?
alas limas?
b. Manakah yang merupakan
b. Manakah yang merupakan
tutup prisma?
sisi tegak limas?
c. Kenapa ini merupakan alas
c. Manakah tinggi limas?
dan tutup prissma?
d. Manakah yang merupakan
d. Manakah yang merupakan
tinggi sisi tegak limas?
tinggi dari prisma?
e. Apakah tinggi limas dan
e. Manakah yang termasuk sisi
tinggi sisi tegak limas
tegak?
sama?
f. Apa itu sisi tegak prisma?
f. Bagaimana cara mencari
tinggi sisi tegak limas
apabila diketahui panjang
alas dan tinggi limasnya?
Data
5. Siswa mengerjakan LK.
4. Siswa bersama guru mulai 4. Siswa bersama guru mulai
Prosesing
mengolah data yang mereka
mengolah data yang mereka
temukan pada tahap sebelumnya
temukan
pada
tahap
sebelumnya
Verifikasi
6. Beberapa
perwakilan 5. Dua siswa diminta maju kedepan 5. Dua siswa diminta maju
kelompok menyajikan secara
kelas dan mencoba menghitung
kedepan kelas dan mencoba
tertulis dan lisan hasil temuan
luas permukaan alat peraga
menghitung luas permukaan
mereka kedepan kelas
berbentuk prisma.
alat peraga berbentuk limas.
Generaliza- 7. Guru menuliskan kesimpulan 6. Guru menuliskan kesimpulan 6. Guru menuliskan kesimpulan
tion,
dari keseluruhan presentasi
dari keseluruhan pembelajaran di
dari keseluruhan pembelajaran
dan tanya jawab di papan
papan tulis
di papan tulis
tulis

Pelaksanaan pembelajaran dengan model Discovery Learning peneliti sebagai guru
diobservasi oleh bapak Edi Waspodo, S.Pd. selaku guru kelas VIIIG SMP Negeri 1 Salatiga.
Dilaksanakan penilaian yang terdiri dari 6 aspek, yaitu aspek penguasaan materi ajar,
kesesuaian dengan kurikulum 2013, kesesuaian dengan RPP, penerapan Discovery Learning,
penguasaan kelas dan karakteristik guru. Hasil pengisian lembar observasi guru pada siklus I
dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3
Hasil Lembar Observasi Guru pada Siklus I
Aspek
Penguasaan Materi Ajar
Kesesuaian dengan Kurikulum 2013
Kesesuaian dengan RPP
Penerapan Discovery Learning
Penguasaan Kelas
Karakteristik Guru

Persentase
80%
84%
92,3%
75,23%
82,6%
80%

Kategori
Baik
Sangat Baik
Sangat Baik
Baik
Sangat Baik
Baik

Tabel 3 menunjukkan bahwa semua aspek observasi guru pada siklus I tidak ada satu
pun yang masuk dalam kategori kurang baik. Meski sudah dalam kategori baik namun
persentase ketercapaian terkecil adalah aspek penerapan Discovery learning (75,23%) hal ini
dikarenakan pembelajaran siklus I yang telah berlangsung khususnya pada pertemuan kedua
dan ketiga, hampir semua tahapan penemuan masih dibantu oleh guru. Sehingga belum
memberi kesempatan penuh kepada siswa untuk menemukan sendiri.
Pengamatan terhadap siswa pada saat kegiatan pembelajaran dilakukan dengan mengisi
lembar observasi siswa. Hasil pengisian lembar observasi siswa pada siklus I dapat dilihat
pada Tabel 4.
Tabel 4
Hasil Lembar Observasi Siswa pada Siklus I
Aspek

Kategori
Kurang Baik
Baik
Sangat Baik
Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase

Kedisiplinan (Kedatangan dan Pengumpulan
Tugas)

5

19,23%

11

42,30%

10

38,46%

Keaktifan (Interaktif dalam tanya jawab dan
Berperan dalam diskusi kelompok)

4

15,38%

8

30,76%

14

53,84%

Antusiasme/Minat (Mau bertanya dengan
teman sekelompoknya dan Membantu teman
yang bertanya)

6

8

30,76%

14

53,84%

23,07%

Tabel 4 memperlihatkan bahwa terdapat 5 siswa yang tergolong kurang baik dalam
aspek kedisiplinan, ini dikarenan kelima siswa tersebut pada saat mengumpulkan tugas selalu
menunda-nunda pengumpulannya. Pada aspek keaktifan terdapat 4 siswa yang tergolong
kurang baik dikarenakan pada waktu diskusi kelompok keempat siswa tersebut tidak ikut
berdiskusi dengan kelompoknya malah asyik ngobrol dan bermain sendiri. Selanjutnya pada
aspek antusiasme/minat terdapat 6 siswa yang tergolong kurang baik, hal ini dikarenakan
pada waktu ada presentasi kelompok lain, keenam siswa ini tidak memperhatikan malah
ngobrol dan asyik bermain sendiri.
3.

Refleksi
Nilai tertinggi yang dicapai pada siklus I adalah 100, sedangkan nilai terendahnya

adalah 60. Nilai rata-rata kelas 80,3 yang menunjukkan telah mengalami peningkatan dari
prasiklus dan telah mencapai KKM yang ditetapkan yaitu 80. Siswa yang tuntas sebanyak

62% (16 siswa) sehingga belum mencapai batas minimal ketuntasan klasikal (75%). Masih
terdapat 10 siswa yang belum tuntas dikarenakan siswa kurang memahami soal cerita yang
diberikan dan siswa masih kurang teliti dalam meghitung sehingga mereka tidak menemukan
pilihan jawaban yang benar, selain itu faktor perkiraan waktu yang tidak sesuai membuat
mereka kekurangan waktu dalam mengerjakan tes. Hasil belajar matematika siswa pada
siklus I dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5
Hasil Belajar Matematika Siswa pada Siklus I
Jumlah
Siswa
26

Nilai
Tertinggi
100

Nilai
Terendah
60

Nilai Ratarata Kelas
80,3

Siswa yang Tuntas
Jumlah
16

Persentase
62%

Siswa yang Belum
Tuntas
Jumlah
Persentase
10
38%

Perbandingan hasil belajar matematika siswa pada prasiklus dan siklus I dapat dilihat
pada Gambar 1, sedangkan perubahan hasil belajar matematika siswa pada prasiklus dan
siklus I dapat dilihat pada Diagram 1.

120
100
80
60
40
20
0

Grafik Hasil Belajar Matematika Siswa pada
Prasiklus dan Siklus I

Diagram Perubahan Hasil Belajar
Matematika Siswa pada Prasiklus
dan siklus 1

Penurunan
Tetap
23%
4%
1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011121314151617181920212223242526

Peningkatan

73%

No absen siswa
Pra Siklus
Siklus I

Gambar 1 :Perbandingan Hasil Belajar Matematika Siswa pada
Prasiklus dan Siklus I

Diagram 1 : perubahan hasil belajar
matematika siswa pada prasiklus dan
Siklus I

Diagram 1 menunjukkan bahwa siswa yang mengalami peningkatan hasil belajar
matematika pada siklus I sebanyak 73%, walaupun ada juga sebanyak 23% siswa mengalami
penurunan dikarenakan pada waktu tes mereka kekurangan waktu dalam mengerjakan.
Walaupun demikian, hasil tersebut menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar
matematika pada siswa dibandingkan pada saat prasiklus. Berdasarkan analisis terhadap data
hasil belajar matematika siswa pada siklus I, disimpulkan bahwa masih perlu diadakan siklus
II guna memenuhi syarat minimal klasikal yang dapat dilihat dari ketercapaian klasikal siswa
yang tuntas mencapai 75%.

Berdasarkan hasil pengamatan baik terhadap pelaksanan pembelajaran oleh guru
maupun aktivitas siswa dalam mengikuti proses pembelajaran dan berdasarkan analisis hasil
belajar matematika siswa, maka diperoleh beberapa kelebihan siklus I, diantaranya
pelaksanaan siklus I sudah terlaksana sesuai rencana dan siswa sudah mulai bisa
mengkonstruk sendiri materi yang dipelajari dengan berbantuan LK sehingga beberapa siswa
mengalami peningkatan pada hasil belajarnya.
Kekurangan yang ditemukan pada siklus I diantaranya adalah keterampilan guru dalam
hal mengatur jalannya diskusi dan presentasi masih kurang, hal ini terlihat pada saat diskusi
kelompok masih ada beberapa siswa yang malah asyik mengobrol dan bermain sendiri serta
pada waktu presentasi kelompok hanya dua siswa saja yang aktif mempresentasikan hasil
diskusi mereka, anggota lainnya hanya diam dan sekedar ikut maju ke depan kelas. Selain itu
pada pertemuan kedua dan ketiga tahapan penemuan masih dibantu oleh guru sehingga belum
memberi kesempatan penuh kepada siswa untuk menemukan sendiri.

C. Siklus II
1.

Perencanaan
Perencanaan tindakan siklus II tidak jauh berbeda dengan perencanaan pada siklus I.

Adapun perbedaannya adalah menyusun strategi untuk mengatasi permasalahan pada siklus I,
yaitu mengatur jalannya diskusi dan presentasi serta proses penemuan dilakukan dengan
diskusi kelompok semua agar memberikan kesempatan penuh kepada siswa untuk
menemukan sendiri. Strategi yang digunakan dalam mengatur jalannya diskusi adalah
mewajibkan pembagian tugas kepada setiap anggota kelompok untuk presentasi. Misal
menentukan siapa yang bertugas mempresentasikan soal materi, dan siapa yang akan
membantu untuk menggunakan alat peraga.
2.

Pelaksanaan dan Observasi Siklus II
Siklus II dilaksanakan sebanyak 3 kali pertemuan (6 jam pelajaran) dilakukan pada

tanggal 22, 23 bulan Maret 2017 dan tanggal 7 bulan April tahun 2017. Tujuan pertemuan
pertama yaitu siswa dapat menentukan volume kubus dan balok. Pertemuan kedua bertujuan
agar siswa dapat menentukan volume prisma, sedangkan pertemuan terakhir bertujuan agar
siswa dapat menentukan volume limas. Kegiatan pembelajaran pada siklus II dapat dilihat
pada Tabel 6.

Tabel 6
Kegiatan Pembelajaran Siklus II
Sintaks
Discovery
Learning
1. Stimulation

3. Problem
satement

3. Data
Collection

6. Data
Prosesing
7. Verifikasi

8. Generalization,

Kegiatan Pembelajaran
Pertemuan I

Pertemuan II

Pertemuan III

1. Guru
memperlihatkan 1. Guru memperlihatkan bangun
bangun ruang kubus dan
ruang balok yang tersusun dari
balok serta kubus satuan.
dua buah prisma.
2. Guru seolah-olah memotong
balok tersebut menjadi dua
bagian sama besar yang
menghasilkan dua buah prisma
segitiga.
2. Guru bertanya:
3. Guru bertanya:
a. Apa yang dimaksud
a. Bangun
apakah
yang
dengan volume?
terbentuk dari perpotongan
b. Bagaimana
cara
balok tersebut?
menentukan
volume
b. Bagaimana
hubungan
dari kubus dan balok?
volume balok dan volume
bangun yang diperoleh?
c. Bagaimana
prosedur
memperoleh
volume
bangun yang diperoleh jika
bermula
dari
volume
balok?
4. Guru membagikan kubus 4. Guru membagikan LK yang
dan balok beserta kubusdilengkapi petunjuk untuk
kubus kecil sebagai kubus
merumuskan volume prisma
satuan
kepada
setiap
kepada setiap kelompok.
kelompok.
5. Guru membagikan LK
yang dilengkapi petunjuk
untuk merumuskan volume
kubus dan balok
6. Siswa mengerjakan LK.
5. Siswa mengerjakan LK.

1. Guru memperlihatkan bangun
ruang limas.
2. Guru membagikan bangun
ruang kubus dan limas kepada
setiap kelompok

3. Guru bertanya:
a. Cermati apakah luas alas
limas dan kubus sama
b. Apakah tinggi limas dan
panjang rusuk kubus
sama?
Kalau
tidak,
berapakah tinggi limas?
c. Bagaimana
prosedur
memperoleh
volume
limas?

4. Guru membagikan LK yang
dilengkapi petunjuk untuk
merumuskan volume limas.

5. Siswa mengerjakan LK.

7. Beberapa
perwakilan 6. Beberapa perwakilan kelompok 6. Beberapa
perwakilan
kelompok
menyajikan
menyajikan secara tertulis dan
kelompok menyajikan secara
secara tertulis dan lisan
lisan hasil temuan mereka
tertulis dan lisan hasil temuan
hasil
temuan
mereka
kedepan kelas
mereka kedepan kelas
kedepan kelas
8. Guru
menuliskan 7. Guru menuliskan kesimpulan 7. Guru menuliskan kesimpulan
kesimpulan
dari
dari keseluruhan pembelajaran
dari keseluruhan pembelajaran
keseluruhan presentasi dan
di papan tulis
di papan tulis
tanya jawab di papan tulis

Seperti halnya siklus I, pada siklus II juga dilakukan observasi terhadap peneliti sebagai
guru. Rekapitulasi hasil lembar observasi guru tersebut dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7
Hasil Lembar Observasi Guru pada Siklus II
Aspek
Penguasaan Materi Ajar
Kesesuaian dengan Kurikulum 2013
Kesesuaian dengan RPP
Penerapan Discovery Learning
Penguasaan Kelas
Karakteristik Guru

Persentase
84%
86,6%
100%
95%
86%
90%

Kategori
Sangat Baik
Sangat Baik
Sangat Baik
Sangat Baik
Sangat Baik
Sangat Baik

Tabel 7 menunjukkan bahwa sama seperti siklus I, semua aspek observasi guru pada
siklus II tidak ada satu pun yang masuk dalam kategori kurang baik. Namun demikian, jika

pada siklus I penerapan disecovery Learning mendapatkan nilai persentase terendah, pada
siklus II penerapan Discovery Learning meningkat dan masuk kategori sangat baik. Hal ini
dikarenakan dalam siklus II proses penemuan tidak didominasi oleh guru lagi namun siswa
melakukan penemuan sendiri, dan guru hanya sekedar memfasilitasi dengan LK yang
didalamnya terdapat langkah-langkah yang bisa dilakukan dalam proses penemuan.
Pengamatan terhadap siswa pada saat kegiatan pembelajaran dilakukan dengan mengisi
lembar observasi siswa. Hasil pengisian lembar observasi siswa pada siklus II dapat dilihat
pada Tabel 8.
Tabel 8
Hasil Lembar Observasi Siswa pada Siklus II
Aspek

Kategori
Kurang Baik
Baik
Sangat Baik
Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase

Kedisiplinan (Kedatangan dan Pengumpulan
Tugas)

2

7,69%

5

19,23%

19

73,07%

Keaktifan (Interaktif dalam tanya jawab dan
Berperan dalam diskusi kelompok)

2

7,69%

4

15,38%

20

76,92%

Antusiasme/Minat (Menunjukkan sikap fokus
pada pembelajaran, Menunjukkan ekspresi
senang dan semangat dalam mengikuti
pembelajaran)

2

7,69%

4

15,38%

20

76,92%

Tabel 8 menunjukkan bahwa pada siklus II siswa yang masuk kategori sangat baik
lebih dari 50% (untuk semua aspek). Namun masih terdapat 2 siswa masuk kategori kurang
baik dalam aspek kedisiplinan, hal ini dikarenan kedua siswa tersebut pada saat
mengumpulkan tugas masih selalu menunda-nunda pengumpulannya. Pada aspek keaktifan
terdapat 2 siswa yang tergolong kurang baik dikarenakan siswa tersebut masih suka
mengobrol dengan temannya pada saat diskusi kelompok berlangsung. Selanjutnya pada
aspek antusiasme/minat terdapat 2 siswa yang tergolong kurang baik, hal ini dikarenakan
pada waktu ada presentasi kelompok lain, kedua siswa ini tidak memperhatikan malah asyik
mengobrol dengan temannya.
3.

Refleksi
Nilai tertinggi yang dicapai pada siklus II adalah 100, sedangkan nilai terendahnya

adalah 60. Nilai rata-rata kelas 91,11 yang menunjukkan telah mengalami peningkatan
dibanding saat siklus I dan telah mencapai KKM yang ditetapkan yaitu 80. Masih terdapat 4
siswa yang belum tuntas, kesulitan yang dialami keempat siswa tersebut pada siklus II adalah
kurang dapat memahami soal cerita yang diberikan dan masih kurang teliti dalam
menghitung. Siswa yang tuntas sebanyak 85% (22 siswa) sehingga dari ketercapaian klasikal
siswa yang tuntas sudah mencapai 75%. Hasil belajar matematika siswa pada siklus II dapat
dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9
Hasil Belajar Matematika Siswa pada Siklus II
Jumlah
Siswa
26

Nilai
Tertinggi

Nilai
Terendah

Nilai Ratarata Kelas

60

91,11

100

Siswa yang Belum
Tuntas
Jumlah Persentase Jumlah Persentase
22
85%
4
15%
Siswa yang Tuntas

Perbandingan hasil belajar matematika siswa pada siklus I dan siklus II dapat dilihat
pada Gambar 2, sedangkan perubahan hasil belajar matematika siswa pada siklus I dan siklus
II dapat dilihat pada Diagram 2.

120

Grafik Hasil belajar Matematika Siswa pada
Siklus I dan Siklus II

100

Diagram Perubahan hasil
Belajar Matematika Siswa
pada Siklus I dan Siklus II

80
Penurunan

8%

60

Tetap

40

Peningkatan

20
65%

0

27%

1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011121314151617181920212223242526
No absen siswa
Siklus I

siklus II

Gambar 2: Grafik Hasil belajar Matematika Siswa pada Siklus
I dan Siklus II

Diagram 2: Perubahan hasil Belajar
Matematika Siswa pada Siklus I dan
Siklus II

Diagram 2 menunjukkan bahwa siswa yang mengalami penurunan hasil belajar
matematika pada siklus II sebanyak 8% (2 siswa). Hal tersebut dikarenakan kedua siswa
tersebut kurang teliti dalam membaca soal yang diberikan, misalkan pada soal diminta
volumenya berubah menjadi liter tetapi jawaban yang dipilih masih dalam bentuk

.

Berdasarkan hasil analisis terhadap data hasil belajar matematika siswa pada siklus II,
disimpulkan bahwa tidak perlu diadakan siklus selanjutnya. Hal tersebut dikarenakan semua
indikator keberhasilan telah tercapai dan telah terbukti bahwa penggunaan model Discovery
Learning mampu meningkatkan hasil belajar matematika pada siswa kelas VIIIG SMP

Negeri 1 Salatiga.
Berdasarkan hasil pengamatan baik terhadap pelaksanan pembelajaran oleh guru
ataupun aktivitas siswa dalam mengikuti proses pembelajaran dan berdasarkan analisis hasil
belajar matematika siswa, maka diperoleh beberapa kelebihan siklus II yaitu dalam berdiskusi
siswa sudah berdiskusi dengan baik, pembagian tugas sudah merata. Pada presentasi, siswa
sudah tidak hanya maju saja dan diam, namun sudah terorganisasi tentang siapa yang

mengkomunikasikan dan siapa yang memperagakan. Kekurangan yang ditemukan pada
siklus II ini adalah pada pertemuan pertama masih terdapat siswa yang harus dinasehati
terlebih dahulu agar mau bekerja bersama kelompok yang telah ditentukan.
4.

Deskripsi Antar Siklus
Penelitian tindakan kelas ini terdiri dari tiga tahapan pelaksanaan yaitu tahap prasiklus,

siklus I dan siklus II. Ketiga tahapan tersebut merupakan suatu rangkaian kegiatan yang
saling berkaitan satu sama lain, artinya pelaksanaan siklus I merupakan perbaikan dari hasil
belajar prasiklus. Hal ini dikarenakan pada siklus I dalam proses pembelajaran yang
berlangsung siswa tidak hanya menerima begitu saja materi yang disampaikan oleh guru
tetapi siswa melakukan suatu kegiatan dalam mempelajari materi, sehingga memungkinkan
pemikiran siswa untuk dapat membentuk konsep-konsep abstrak yang mempunyai makna.
Adapun pelaksanaan siklus II merupakan pemantapan dan perbaikan dari kekurangan yang
dialami pada siklus I, misalnya pada siklus I serta pemantapan dari kegiatan pada siklus I.
Berdasarkan Tabel 3 dan 7 terlihat bahwa keterlaksanaan penerapan model Discovery Learning
mencapai 75,23% (masuk kategori baik) pada siklus I dan semakin baik 95,23% (masuk kategori
sangat baik) pada siklus II.

Selain itu para siswapun setiap siklusnya mengalami perubahan yang lebih baik dalam
semua aspek, berdasarkan Tabel 4 dan 8 terlihat bahwa pada siklus I aspek kedisiplinan
terdapat 5 siswa yang tergolong kurang baik, namun pada siklus II hanya 2 siswa saja yang
tergolong kurang baik. Aspek keaktifan pada siklus I terdapat 4 siswa yang tergolong kurang
baik, namun pada siklus II hanya 2 siswa saja yang tergolong kurang baik. Aspek minat pada
siklus I terdapat 6 siswa yang tergolong kurang baik, namun pada siklus II hanya 2 siswa saja
yang tergolong kurang baik.
Perbandingan hasil belajar matematika antar siklus setiap siswa dapat dilihat pada pada

Nilai

Gambar 3, sedangkan hasil rekapitulasi data tersebut dapat dilihat pada Tabel 10.

120
100
80
60
40
20
0

Grafik Perbandingan Hasil Belajar Matematika Antar Siklus
Setiap Siswa

KKM

1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011121314151617181920212223242526
No absen siswa
Pra Siklus
Siklus I
siklus II

Gambar 3: Perbandingan Hasil Belajar antar Siklus

Tabel 10
Hasil Belajar Matematika antar Siklus
Siklus

Jumlah
Siswa

Pra
I
II

26
26
26

Nilai
Tertinggi
94
100
100

Nilai
Terendah
44
60
60

Nilai
Ratarata
Kelas
71,92
80,3
91,1

Siswa yang Tuntas
Jumlah Persentase
11
16
22

42,30%
61,53%
84,61%

Siswa yang Belum
Tuntas
Jumlah

Persentase

15
10
4

57,70%
38,46%
15,38%

Berdasarkan Tabel 10 terlihat bahwa nilai tertinggi pada siklus I dan II dapat mencapai
100. Adapun nilai terendah masih sama di setiap siklusnya, nilai rata-rata kelas yang dicapai
dan telah mencapai KKM di setiap siklusnya. Persentase ketuntasan juga semakin meningkat
dan baru mencapai nilai yang diinginkan pada siklus II.
Berdasarkan data hasil belajar yang diperoleh pada siklus I dan II, maka penelitian ini
menemukan data bahwa penerapan model Discovery Learning dapat meningkatkan hasil
belajar semua kategori siswa, baik siswa berkemampuan tinggi, sedang maupun rendah.
Model ini dapat meningkatkan hasil belajar 55,5% siswa berkemampuan tinggi, 66,6% siswa
berkemampuan sedang dan 100% siswa berkemampuan rendah. Hal ini dapat disimpulkan
karena pada masing-masing kategori lebih dari 50% siswa yang hasil belajarnya meningkat.

PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa
penerapan model Discovery Learning dapat meningkatkan hasil belajar matematika pada
siswa kelas VIIIG SMP Negeri 1 Salatiga. Hal tersebut dapat dilihat dari rata-rata hasil
belajar siswa pada siklus I sebesar 80,3 dan meningkat pada siklus II menjadi 91,1 (masingmasing siklus telah mencapai KKM). Persentase ketuntasan klasikal pada siklus I sebesar
61,53% belum mencapai batas ketuntasan klasikal, namun telah dicapai pada siklus II dimana
persentase ketuntasan klasikal sebesar 84,61%. Hal ini menunjukkan bahwa ketiga indikator
keberhasilan telah tercapai pada akhir siklus II.
Saran
Berdasarkan hasil simpulan tersebut maka disarankan bagi guru untuk dapat memahami
karakteristik dan sintaks model Discovery Learning serta menerapkannya pada mata
pelajaran matematika materi bangun ruang ataupun pada materi selanjutnya. Bagi siswa,
disarankan untuk dapat secara aktif mengkonstruksi sendiri pengetahuan yang dipelajari.
Adapun bagi peneliti lainnya, hasi penelitin ini dapat dijadikan dasar untuk penelitian

selanjutnya. Misalnya menerapkan model Discovery Learning pada siswa-siswa yang
mengalami permasalahan yang sama baik dalam materi bangun ruang ataupun materi lainnya.

DAFTAR PUSTAKA
Budiyono. 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan. Surakarta: Sebelas Maret University
Press
Ba’ru, Yusem. 2016. Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran terhadap Hasil Belajar
Matematika Ditinjau dari Minat Siswa Kelas VII SMP Negeri di Kota Rantepao.
Jurnal Daya Matematis, Volume 4 No. 1 halaman 83-89. diakses melalui:
http://ojs.unm.ac.id/ pada tanggal 30 April 2017 pukul 08.40 WIB
Cahyo, N Agus. 2013. Panduan Aplikasi Teori-Teori Belajar Mengajar Teraktual dan
Terpopuler . Jogjakarta: DIVA press
Dimyati dan Mujiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Djamarah. 2012. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: Rineka Cipta.
Hamdani. 2011. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Pustaka Setia.
Heruman. 2013. Model Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar . Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Hosnan. 2014. Pendekatan Saintifik Dan Kontekstual Dalam Pembelajaran Abad 21 . Bogor:
Ghalia Indonesia.
Ibrahim, Muslimin. 2012. Pembelajaran kooperatif. Surabaya: Unesa.
Illahi, Mohammad Takdir. 2012. Pembelajaran Discovery Strategy & Mental Vocational
Skill. Jogjakarta: DIVA Press.
Kemendikbud. 2013. Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum 2013. Jakarta: Kemendikbud.
Kunandar. 2011. Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas Sebagai Pengembangan Profesi
Guru. Jakarta: Rajawali Pers.
Mertler, Craig A. 2014. Penelitian Tindakan kelas. Jakarta: Permata Puri Media.
Nasution. 2006. Metode Penelitian Naturalistik dan Kualitatif. Bandung: Tarsito.
Rizal, Suleman. 2013. Upaya Meningkatkan Pemahaman Konsep Penjumlahan di SDN 3
Tapa Kabupaten Bone Bolang. Diakses melalui:http://ung.ac.id/ pada tanggal 8
Agustus 2016 pukul 06.22 WIB
Rosarina, Gina. 2016. Penerapan Model Discovery Learning untuk Meningkatkan Hasil
belajar Siswa pada Materi Perubahan Wujud. Jurnal Pena Ilmiah, Volume 1, No.1,
halaman 371-380. Diakses melalui : http://ejournal.upi.edu/ pada tanggal 30 April
2016 pukul 08.50 WIB
Ruseffendi, E. T. 2006.Pengantar kepada Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam
Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung:Tarsito
Sinatra, Yanuar. 2012. Peningkatan Hasil Belajar Matematika Melalui Metode Discovery
Learning. diakses melalui: http://jurnal.stt.web.id/ pada tanggal 6 Juni 2016 pukul
21.34 WIB
Schunk, Dale H. 2012. Teori-Teori Pembelajaran: Perspektif Pendidikan. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Sudjana, Nana. 1990. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar . Bandung:
RemajaRosdakarya Offset.
Sudjana, Nana. 2004. Dasar – Dasar Proses Belajar Mengajar . Bandung: Sinar Baru
Algesindo.
Sugiyono. 2013. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta
Suherman, E. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: Universitas
Pendidikan Indonesia

Suparno, Paul. 2004. Filsafat Konstruktifisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius.
Supriyanto, Bambang. 2014. Penerapan Discovery Learning untuk Meningkatkan Hasil
Belajar Siswa Kelas VI B Mata Pelajaran Matematika Pokok Bahasan Keliling dan
Luas Lingkaran di SDN Tanggul Wetan 02 Kecamatan Tanggul Kabupaten Jember.
Pancaran, Vol 3, No 2, hal 165-174. Diakses melalui:http://jurnal.unej.ac.id/ pada
tanggal 9 juni 2016 pukul 10.20 WIB
Wahjudi, Eko. 2015. Penerapan Model Discovery Learning dalam Pembelajaran IPA Sebagai
Upaya untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas IX-I di SMP Negeri 1
Kalianget. Jurnal Lensa, Volume 5 jilid 1, halaman 1-15. Diakses melalui:
http://artikel.dikti.go.id/ pada tanggal 30 April pukul 09.16 WIB.
Wahyudi dan Inawati. 2012. Pemecahan Masalah Matematika. Salatiga: Widya Sari Press
Zunaedi, Ahmad. 2015. Penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning untuk
Meningkatkan Hasil belajar Matematika Materi Bangun ruang Sisi Lengkung pada
siswa Kelas IX-E SMPN Ngusikan Tahun Pelajaran 2014-2015. Vol 1, No 1,
halaman
1-9. Diakses melalui: http://www.majalahsuarapendidikan.net/ pada
tanggal 10 April 2017 pukul 08.02 WIB

Dokumen yang terkait

Studi Kualitas Air Sungai Konto Kabupaten Malang Berdasarkan Keanekaragaman Makroinvertebrata Sebagai Sumber Belajar Biologi

23 176 28

AN ANALYSIS OF GRAMMATICAL ERRORS IN WRITING DESCRIPTIVE PARAGRAPH MADE BY THE SECOND YEAR STUDENTS OF SMP MUHAMMADIYAH 06 DAU MALANG

44 306 18

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

SENSUALITAS DALAM FILM HOROR DI INDONESIA(Analisis Isi pada Film Tali Pocong Perawan karya Arie Azis)

33 290 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22