Determinan Kualitas Pelayanan Anc (Antenatal Care) Oleh Bidan Di Wilayah Kerja Puskesmas Hamparan Perak Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Determinan Kualitas Pelayanan
Determinan atau disebut juga determinisme berasal dari bahasa latin
determinare yang artinya menentukan atau menetapkan batas atau membatasi. Secara
umum, pemikiran ini berpendapat bahwa keadaan hidup dan perilaku manusia
ditentukan oleh faktor-faktor fisik geografis, biologis, psikologis, sosiologis,
ekonomis dan keagamaan yang ada. Determinisme juga berpegangan bahwa perilaku
etis manusia ditentukan oleh lingkungan, adat istiadat, tradisi, norma dan nilai etis
masyarakat. Istilah ini dimasukkan menjadi istilah filsafat oleh William Hamilton
yang menerapkannya pada Thomas Hobbes. Penganut awal pemikiran determinisme
ini adalah demokritos yang percaya bahwa sebab-akibat menjadi penjelasan bagi
semua kejadian (Lorens, 2000).
Kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk,
jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan.
Menurut Kolter, kualitas adalah keseluruhan diri serta sifat suatu produk atau
pelayanan yang berpengaruh terhadap kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan
yang dinyatakan atau tersirat (Syafruddin, 2011).
Menurut Azwar dalam Syafruddin (2011), kualitas pelayanan kesehatan
mengacu pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang disatu pihak
menimbulkan kepuasan pasien. Selain itu, tata cara penyelenggaraannya sesuai
dengan standar dan kode etik profesi yang telah ditentukan. Definisi kualitas jasa di
atas berpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta
ketepatan pemberi layanan untuk mengimbangi harapan pelanggan.
2.1.1. Pengukuran Kualitas Pelayanan
Mengenai pengukuran kualitas, Tjiptono (2005) telah mengembangkan suatu
alat ukur kualitas layanan yang disebut servqual (service quality). Servqual ini
merupakan skala multi item yang terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang dapat
digunakan untuk mengukur persepsi pelanggan atas kualitas layanan meliputi 5
dimensi, yaitu:
1.
Reliability (kehandalan), yaitu kemampuan untuk memberikan pelayanan yang
dijanjikan dengan segera, akurat dan memuaskan.
2.
Responsiveness (daya tanggap), yaitu kemampuan para karyawan untuk
membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap.
3.
Assurance, yaitu kemampuan, kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki
oleh para staf, bebas dari bahaya, risiko dan keragu-raguan.
4.
Empathy, yaitu kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik,
perhatian pribadi, dan memahami kebutuhan pelanggan.
5.
Tangibles, yaitu fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai dan sarana komunikasi.
Hal ini sesuai dengan pendapat Assauri (2003) yang menyatakan bahwa:
dimensi mutu dari suatu jasa atau pelayanan tidak terlepas dari penilaian atas
komponen jasa dari produk yang ditawarkan, dimana diantaranya yang terpenting
adalah sistem penyampaian jasa tersebut (service delivery system). Terdapat lima
dimensi yang penting dari mutu jasa atau pelayanan, yaitu pertama adalah tampilan
berwujud atau tangibles yang berbentuk fasilitas fisik, peralatan, personalia dan
bahan-bahan komunikasi. Kedua adalah sesuatu hal yang dapat dipercaya atau
reliability yaitu kemampuan untuk menyediakan jasa yang dijanjikan secara tepat dan
dapat dipercaya. Ketiga adalah cepat tanggap atau responsiveness, yaitu keinginan
untuk membantu pelanggan dan memberikan jasa yang cepat dan tepat. Keempat
adalah jaminan atau assurance yang berupa pengetahuan dan keramahan karyawan
serta kemampuan untuk memberitahukan secara meyakinkan dan dapat dipercaya.
Kelima adalah rasa yang terdapat pada diri seseorang untuk tidak menggunakan
emosinya, atau empathy, karena sangat kuat menekankan perhatiannya kepada orang
lain yang dapat diberikan perusahaan kepada pelanggan.
Dari pendapat di atas dapat dipahami bahwa kualitas layanan tidak hanya
ditentukan oleh satu faktor seperti kemampuan karyawan ketika menghadapi
pelanggan, akan tetapi lebih penting lagi bagaimana perusahaan dengan segala
sumber daya yang dimilikinya dapat memberikan kepuasan kepada pelanggan.
Selanjutnya kepuasan pelanggan akan muncul apabila sesuatu yang mereka harapkan
dari layanan jasa tertentu terpenuhi. Dengan kata lain, antara harapan dengan layanan
yang mereka rasakan tidak berbeda sama sekali (Tjiptono, 2005).
2.1.2. Faktor yang Memengaruhi Kualitas Pelayanan
Menurut Engeenderhealth dalam Syafruddin (2011) faktor-faktor yang
memengaruhi kualitas pelayanan yaitu :
1.
Adanya komitmen petugas kesehatan (bidan)
2.
Terpenuhinya kebutuhan bidan akan supervisi yang memfasilitasi
3.
Manajemen, informasi, pelatihan dan pengembangan polindes
4.
Terpenuhinya kebutuhan akan bahan, peralatan dan infrastruktur
5.
Terpenuhinya hak ibu hamil untuk memperoleh informasi agar ibu hamil
mendapatkan pelayanan yang diharapkan, diantaranya yaitu :
a. Pelayanan yang aman dan nyaman
b. Pelayanan yang mengutamakan privasi dan menjaga kerahasiaan
c. Pelayanan yang sopan, ramah dan nyaman
d. Dapat mengemukakan pendapat atau masalah secara bebas
e. Hak untuk kelangsungan pelayanan.
Menurut Moenir dalam Purwoastuti (2015), terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi kualitas pelayanan berjalan dengan baik, yaitu:
1.
Kesadaran para pejabat dan petugas yang berkecimpung dalam pelayanan.
2.
Aturan yang menjadi landasan/pedoman kerja pelayanan.
3.
Organisasi yang merupakan alat serta sistem yang memungkinkan berjalannya
mekanisme kegiatan pelayanan.
4.
Keterampilan petugas.
5.
Sarana dalam pelaksanaan tugas pelayanan.
2.1.2.1.
Komitmen
Komitmen adalah kemampuan dan kemauan untuk menyelaraskan perilaku
pribadi dengan kebutuhan, prioritas dan tujuan organisasi. Hal ini mencakup caracara mengembangkan tujuan atau memenuhi kebutuhan organisasi yang intinya
mendahulukan misi organisasi dari pada kepentingan pribadi (Soekidjan, 2009).
Menurut Meyer dan Allen dalam Soekidjan (2009), komitmen dapat juga berarti
penerimaan yang kuat individu terhadap tujuan dan nilai-nilai organisasi, dan
individu berupaya serta berkarya dan memiliki hasrat yang kuat untuk tetap bertahan
di organisasi tersebut.
Menurut Van Dyne dan Graham dalam Muchlas (2008), faktor-faktor yang
mempengaruhi komitmen organisasi adalah: personal, situasional dan posisi. Personal
mempunyai ciri-ciri kepribadian tertentu yaitu teliti, ektrovert, berpandangan positif
(optimis), cendrung lebih komit. Karakteristik dari personal yang ada yaitu: usia,
masa kerja, pendidikan, jenis kelamin, status perkawinan, dan keterlibatan kerja.
Situasional yang mempunyai ciri-ciri dengan adanya: nilai (value) tempat kerja,
keadilan organisasi, karakteristik pekerjaan, dan dukungan organisasi. Sedangkan
posisional dipengaruhi oleh masa kerja dan tingkat pekerjaan.
2.1.2.2.
Pedoman Kerja
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) menyebutkan bahwa pedoman
adalah kumpulan ketentuan dasar yang memberi arah bagaimana sesuatu harus
dilakukan atau hal (pokok) yang menjadi dasar (pegangan, petunjuk) untuk
menentukan atau melaksanakan sesuatu. Berarti bahwa pedoman kerja adalah hal
yang menjadi dasar untuk melaksanakan kerja.
2.1.2.3.
Sarana dan Prasarana
Sarana adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat dalam mencapai
maksud atau tujuan. Sedangkan prasarana adalah segala sesuatu yang merupakan
penunjang utama terselenggaranya suatu proses (usaha, pembangunan, proyek).
Untuk lebih memudahkan membedakan keduanya. Sarana lebih ditujukan untuk
benda-benda yang bergerak seperti komputer dan mesin-mesin, sedangkan prasarana
lebih ditujukan untuk benda-benda yang tidak bergerak seperti gedung (KBBI, 2010).
Menurut Mufdlilah (2009), pelayanan antenatal care yang berkualitas dapat
mandeteksi terjadinya risiko pada kehamilan yaitu mendapatkan akses perawatan
kehamilan berkualitas yang didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai,
memperoleh kesempatan dalam deteksi secara dini terhadap komplikasi yang
mungkin timbul sehingga kematian maternal dapat dihindari. Kualitas pelayanan
antenatal care diberikan selama masa hamil secara berkala sesuai dengan pedoman
pelayanan antenatal care yang telah ditentukan untuk memelihara serta
meningkatkan kesehatan ibu selama hamil sesuai dengan kebutuhan sehingga dapat
menyelesaikan kehamilan dengan baik dan melahirkan bayi yang sehat.
2.1.2.4.
Supervisi
Supervisi adalah upaya pengarahan dengan cara mendengarkan alasan dan
keluhan tentang masalah dalam pelaksanaan dan memberikan petunjuk serta saransaran
dalam
mengatasi
permasalahan
yang
dihadapi
pelaksana,
sehingga
meningkatkan daya guna dan hasil guna serta kemampuan pelaksanaan dalam
melaksanakan upaya kesehatan puskesmas (Syafrudin, 2009).
2.1.2.5.
Manajemen
Menurut Grant dan Massey dalam Zulvandi (2014), manajemen merupakan
suatu pendekatan yang dinamis dan proaktif dalam menjalankan suatu kegiatan di
organisasi. Dimana dalam manajemen tersebut mencakup kegiatan koordinasi dan
supervisi terhadap staf, sarana dan prasarana dalam mencapai tujuan organisasi.
Manajemen dalam kebidanan merupakan proses pemecahan masalah yang
digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan
berdasarkan teori ilmiah, penemuan-penemuan, keterampilan dalam rangkaian
tahapan logika untuk pengambilan keputusan yang berfokus pada klien.
Menurut Gronroos dalam Syafruddin (2011) kualitas total suatu pelayanan
terdiri atas tiga komponen utama yaitu :
1.
Tehnical quality yaitu komponen yang berkaitan dengan kualitas output
(keluaran) pelayanan yang akan diterima pelanggan. Menurut Parasuraman, etal
technical quality dapat di perinci lagi sebagai berikut :
a. Search quality
yaitu kualitas yang dapat di evaluasi pelanggan sebelum
membeli misalnya harga
b. Experience quality adalah kualitas yang bisa di evaluasi pelanggan setelah
membeli dan mengkonsumsi suatu jasa pelayanan misalnya : ketepatan waktu,
kecepatan pelayanan.
c. Credence quality yaitu kualitas yang sukar di evaluasi pelanggan meskipun
telah mengkonsumsi suatu jasa misalnya kualitas pembedahan.
2.
Fungsional quality yaitu komponen dengan kualitas cara penyampaian suatu jasa
3.
Corporate image yaitu profil, reputasi, citra umum, daya tarik khusus suatu
perusahaan.
Menurut Engeenderhealth dalam Syafruddin (2011) juga mengatakan
rendahnya kualitas pelayanan antenatal di pengaruhi oleh :
1.
Bidan yang belum memiliki komitmen yang tinggi terhadap kualitas pelayanan
ANC
2.
Belum terpenuhinya kebutuhan bidan akan supervisi yang memfasilitasi
(kunjungan rumah)
3.
Lama waktu pemeriksaan antenatal care
4.
Belum terpenuhinya hak-hak ibu hamil untuk memperoleh informasi dan
mendapatkan pelayanan yang diharapkan.
2.1.3. Persepsi Kualitas Pelayanan Kesehatan
1. Menurut pasien
Pasien melihat pelayanan kesehatan berkualitas sebagai suatu layanan
kesehatan yang dapat memenuhi kebutuhan yang dirasakan dengan cara yang sopan
dan santun, tepat waktu, tanggap serta mampu menyembuhkan keluhan dan
mencegah berkembangnya penyakit. Pandangan pasien ini sangat penting karena
pasien yang merasa puas akan mematuhi pengobatan dan mau datang berobat
kembali.
2. Menurut pemberi pelayanan
Pemberi layanan kesehatan mengaitkan layanan kesehatan yang bermutu
dengan ketersediaan peralatan, prosedur kerja, kebebasan profesi dalam setiap
melakukan pelayanan kesehatan sesuai dengan teknologi kesehatan (Purwoastuti,
2015).
Menurut Syafrudin (2011), kualitas pelayanan kesehatan dapat di lihat dari
sudut pandang : (1) pasien yang berarti suatu emphaty, respek dan tanggap akan
kebutuhannya, yang mana pelayanan harus sesuai dengan kebutuhan mereka dan
ramah pada waktu berkunjung (2) provider (petugas kesehatan dan manajer) yang
berarti bebas melakukan segala sesuatu secara profesional yang bertujuan untuk
meningkatkan derajat kesehatan pasien sesuai dengan ilmu pengetahuan dan
keterampilan yang maju serta kualitas peralatan yang baik dan memenuhi standar.
2.2.
Antenatal Care ( ANC )
Antenatal care adalah pemeriksaan kehamilan untuk mengoptimalkan
kesehatan mental dan fisik ibu hamil, sehingga mampu menghadapi persalinan, kala
nifas, persiapan pemberiaan ASI dan kembalinya kesehatan reproduksi secara wajar.
Asuhan antenatal care juga merupakan pengawasan sebelum persalinan terutama
ditujukan pada pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim (Pantikawati,
2010).
2.2.1. Tujuan Antenatal Care ( ANC )
Menurut Pantikawati (2010), tujuan utama ANC adalah menurunkan/
mencegah kesakitan dan kematian maternal dan perinatal. Adapun tujuan khususnya
adalah :
1. Memantau kemajuan kehamilan dan untuk memastikan kesehatan ibu dan
tumbuh kembang bayi.
2. Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik dan mental dan sosial ibu
3. Mengenal secara dini adanya ketidaknormalan, komplikasi yang mungkin terjadi
selama hamil termasuk riwayat penyakit secara umum, kebidanan, dan
pembedahan
4. Mempersiapkan kehamilan cukup bulan, melahirkan dengan selamat ibu dan
bayinya dengan trauma seminimal mungkin.
5. Mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan pemberian ASI
eksklusif
6. Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bayi agar
dapat tumbuh kembang secara optimal.
2.2.2. Standar Asuhan Antenatal Care ( ANC )
Menurut Asrinah (2010), terdapat enam standar dalam standar pelayanan
antenatal seperti berikut ini :
1.
Standar 1 : Identifikasi Ibu Hamil
Standar ini bertujuan mengenali dan memotivasi ibu hamil untuk memeriksakan
kehamilannya.
Pernyataan standar : Bidan melakukan kunjungan rumah dan berinteraksi
dengan masyarakat secara berkala untuk memberikan penyuluhan dan memotivasi
ibu, suami dan anggota keluarganya agar mendorong ibu untuk memeriksakan
kehamilannya sejak dini dan secara teratur.
2.
Standar 2 : Pemeriksaan dan Pemantauan Antenatal Care
Pemeriksaan dan pemantauan antenatal care bertujuan memberikan pelayanan
antenatal care berkualitas dan diteliti dalam komplikasi. Bidan memberikan
sedikitnya 4 x pelayanan antenatal. Pemeriksaan meliputi anamnesa dan pemantauan
ibu dan dan janin dengan seksama untuk menilai apakah perkembangan berlangsung
normal. Bidan juga harus mengenal kehamilan risti/kelainan, khususnya anemia,
kurang gizi, hipertensi, PMS/Infeksi HIV ; memberikan pelayanan imunisasi, nasehat
dan penyuluhan kesehatan serta tugas terkait lainnya yang diberikan oleh puskesmas.
Mereka harus mencatat data yang tepat padu setiap kunjungan. Bila ditemukan
kelainan, mereka harus mampu mengambil tindakan yang diperlukan dan merujuknya
untuk tindakan selanjutnya.
3.
Standar 3 : Palpasi Abdominal
Standar palpasi abdominal bertujuan memperkirakan usia, kehamilan,
pemantauan pertumbuhan jenis, penentuan letak, posisi dan bagian bawah janin.
Bidan melakukan pemeriksaan abdomen dengan seksama dan melakukan palpasi
untuk memperkirakan usia kehamilan. Bila umur kehamilan bertambah, memeriksa
posisi, bagian terendah, masuknya kepala janin ke dalam rongga panggul, untuk
mencari kelainan serta melakukan rujukan tepat waktu.
Secara tradisional perkiraan tinggi fundus dilakukan dengan palpasi fundus dan
membandingkannya dengan beberapa patokan antara lain simfisis pubis, umbilikus
atau prosesus sifoideus. Cara tersebut dilakukan dengan tanpa memperhitungkan
ukuran tubuh ibu. Sebaik-baiknya pemeriksaan (perkiraan) tersebut, hasilnya masih
kasar dan dilaporkan hasilnya bervariasi.
Dalam upaya standarisasi perkiraan tinggi fundus, para peneliti saat ini
menyarankan penggunaan pita ukur untuk mengukur tinggi fundus dari tepi atas
simfisis pubis karena memberikan hasil yang lebih akurat dan dapat diandalkan.
Pengukuran tinggi fundus uteri tersebut bila dilakukan pada setiap kunjungan oleh
petugas yang sama, terbukti memiliki nilai prediktif yang baik, terutama untuk
mengidentifikasi adanya gangguan pertumbuhan intrauterin yang berat dan kehamilan
kembar. Walaupun pengukuran tinggi fundus uteri dengan pita ukur masih bervariasi
antar operator, namun variasi ini lebih kecil dibandingkan dengan metoda tradisional
lainnya. Oleh karena itu penelitian mendukung penggunaan pita ukur untuk
memperkirakan tinggi fundus sebagai bagian dari pemeriksaan rutin pada setiap
kunjungan.
4.
Standar 4 : Pengelolaan Anemia pada Kehamilan
Standar ini bertujuan menemukan anemia pada kehamilan secara dini dan
melakukan tindakan lanjut yang memadai untuk mengatasi anemia sebelum
persalinan berlangsung. Bidan melakukan tindakan pencegahan, penemuan,
penanganan atau rujukan semua kasus anemia pada kehamilan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
Pemeriksaan hemoglobin (HB) secara rutin selama kehamilan merupakan
kegiatan yang umumnya dilakukan untuk mendeteksi anemia. Namun ada
kecendurungan bahwa kegiatan ini tidak dilaksanakan secara optimal selama masa
kehamilan. Perubahan normal ini di kenal sebagai hemodilusi dan biasanya mencapai
titik terendah pada kehamilan minggu ke-30. Oleh karena itu pemeriksaan HB
dianjurkan untuk dilakukan pada awal kehamilan dan diulang kembali pada minggu
ke- 30 untuk mendapat gambaran akurat tentang status HB.
5.
Standar 5 : Pengelolaan Dini Hipertensi pada Kehamilan
Standar ini bertujuan mengenali dan menemukan secara dini hipertensi pada
kehamilan dan melakukan tindakan diperlukan. Bidan menemukan secara dini setiap
kenaikan tekanan darah pada kehamilan dan mengenali tanda serta gejala
preeklampsia lainnya, serta mengambil tindakan yang tepat dan merujuknya.
6.
Standar 6 : Persiapan Persalinan
Standar persiapan persalinan dengan tujuan untuk memastikan bahwa
persalinan direncanakan dalam lingkungan yang aman dan memadai dengan
pertolongan bidan terampil. Bidan memberikan saran yang tepat kepada ibu hamil,
suami/keluarganya pada trimester III memastikan bahwa persiapan persalinan bersih,
aman dan suatu suasana yang menyenangkan akan direncanakan dengan baik, di
samping persiapan transportasi dan biaya untuk merujuk, bila tiba-tiba terjadi
keadaan gawat darurat. Bidan mengusahakan untuk melakukan kunjungan ke setiap
rumah ibu hamil untuk hal ini.
2.2.3. Standar Minimal Kunjungan Antenatal Care
Jadwal dalam melakukan pemeriksaan antenatal care sebanyak 12 – 13 kali
selama kehamilan. Di negara berkembang pemeriksaan antenatal care dilakukan
sebanyak 4 kali sudah cukup sebagai kasus tercatat.
1.
Pemeriksaan pertama dilaksanakan segera setelah diketahui terlambat haidnya
satu bulan.
2.
Pemeriksaan ulang setiap dua minggu sampai umur kehamilan delapan bulan.
3.
Pemeriksaan ulang setiap minggu sesudah umur kehamilan delapan bulan sampai
terjadinya persalinan.
4.
Kunjungan antenatal care sebaiknya dilakukan 4 kali selama kehamilan yaitu
trimester pertama 1 kali (sebelum 14 minggu), trimester kedua 1 kali (antara
minggu 14-28) dan trimester ketiga 2 kali (antara minggu 28-36 dan sesudah
minggu ke 36).
Kunjungan antenatal care (ANC) sebaiknya dilakukan 4 kali selama kehamilan,
yaitu:
1. Satu kali pada trimester pertama, yaitu :
a. Membina hubungan saling percaya antara bidan dan ibu sehingga suatu mata
rantai penyelamatan jiwa telah terbina jika diperlukan.
b. Mendeteksi masalah yang dapat diobati sebelum menjadi bersifat mengancam
jiwa.
c. Mencegah masalah, seperti tetanus neonatorum, anemia defisiensi zat besi,
penggunaan praktek tradisional yang merugikan.
d. Memulai persiapan persalinan dan kesiapan untuk menghadapi komplikasi.
e. Mendorong perilaku yang sehat (nutrisi, latihan, kebersihan, istirahat dan
sebagainya).
2. Satu kali pada trimester kedua ( sebelum minggu ke 28 ), yaitu :
a. Sama seperti kunjungan pada trimester pertama.
b. Perlu kewaspadaan khusus mengenai pre eklampsia, pantauan tekanan darah,
periksa protein urine dan gejala yang lainnya.
3. Dua kali pada trimester ketiga, yaitu :
a. Sama seperti kunjungan sebelumnya.
b. Perlu adanya palpasi abdomen untuk mendeteksi adanya kehamilan ganda.
c. Deteksi kelainan letak atau kondisi lain yang memerlukan kelahiran di rumah
sakit (Pantikawati, 2010).
2.2.4. Standar Antenatal Care yang di Programkan
Menurut Arifin, standar pelayanan ANC meliputi standar 14 T, sehingga ibu
hamil yang datang memperoleh pelayanan komprehensif dengan harapan antenatal
care dengan standar 14T dapat sebagai daya ungkit pelayanan kehamilan dan di
harapkan ikut andil dalam menurunkan angka kematian ibu.
Berdasarkan kebijakan program pemerintah pelayanan ANC minimal 5T
meningkat menjadi 7T, sedangkan untuk daerah gondok dan endemis malaria menjadi
14T yaitu :
1. 5T meliputi :
a. Ukur tinggi badan (TB) dan berat badan (BB)
b. Ukur tekanan darah (TD)
c. Ukur tinggi fundus uteri (TFU)
d. Imunisasi tetanus toxoid (TT)
e. Tablet zat besi (FE) minimal 90 tablet selama kehamilan
2. 7T meliputi :
f. Tes PMS / VDRL (veneral dease research laboratory)
g. Temu wicara / konseling
3. 14T meliputi :
h. Pemeriksaan hemoglobin (HB)
i. Pemeriksaan protein urin
j. Pemeriksaan reduksi urine
k. Perawatan payudara
l. Pemeliharaan tingkat kebugaran
m. Terapi yodium
n. Pemeriksaan malaria (Pantikawati, 2010).
Langkah-langkah dalam perawatan kehamilan/ANC yaitu :
1.
Timbang berat badan dan tinggi badan
Tinggi badan diperiksa sekali pada saat ibu hamil datang pertama kali
kunjungan, dilakukan untuk mendeteksi tinggi badan ibu yang berguna untuk
mengkategorikan adanya risiko apabila hasil pengukuran
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Determinan Kualitas Pelayanan
Determinan atau disebut juga determinisme berasal dari bahasa latin
determinare yang artinya menentukan atau menetapkan batas atau membatasi. Secara
umum, pemikiran ini berpendapat bahwa keadaan hidup dan perilaku manusia
ditentukan oleh faktor-faktor fisik geografis, biologis, psikologis, sosiologis,
ekonomis dan keagamaan yang ada. Determinisme juga berpegangan bahwa perilaku
etis manusia ditentukan oleh lingkungan, adat istiadat, tradisi, norma dan nilai etis
masyarakat. Istilah ini dimasukkan menjadi istilah filsafat oleh William Hamilton
yang menerapkannya pada Thomas Hobbes. Penganut awal pemikiran determinisme
ini adalah demokritos yang percaya bahwa sebab-akibat menjadi penjelasan bagi
semua kejadian (Lorens, 2000).
Kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk,
jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan.
Menurut Kolter, kualitas adalah keseluruhan diri serta sifat suatu produk atau
pelayanan yang berpengaruh terhadap kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan
yang dinyatakan atau tersirat (Syafruddin, 2011).
Menurut Azwar dalam Syafruddin (2011), kualitas pelayanan kesehatan
mengacu pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang disatu pihak
menimbulkan kepuasan pasien. Selain itu, tata cara penyelenggaraannya sesuai
dengan standar dan kode etik profesi yang telah ditentukan. Definisi kualitas jasa di
atas berpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta
ketepatan pemberi layanan untuk mengimbangi harapan pelanggan.
2.1.1. Pengukuran Kualitas Pelayanan
Mengenai pengukuran kualitas, Tjiptono (2005) telah mengembangkan suatu
alat ukur kualitas layanan yang disebut servqual (service quality). Servqual ini
merupakan skala multi item yang terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang dapat
digunakan untuk mengukur persepsi pelanggan atas kualitas layanan meliputi 5
dimensi, yaitu:
1.
Reliability (kehandalan), yaitu kemampuan untuk memberikan pelayanan yang
dijanjikan dengan segera, akurat dan memuaskan.
2.
Responsiveness (daya tanggap), yaitu kemampuan para karyawan untuk
membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap.
3.
Assurance, yaitu kemampuan, kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki
oleh para staf, bebas dari bahaya, risiko dan keragu-raguan.
4.
Empathy, yaitu kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik,
perhatian pribadi, dan memahami kebutuhan pelanggan.
5.
Tangibles, yaitu fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai dan sarana komunikasi.
Hal ini sesuai dengan pendapat Assauri (2003) yang menyatakan bahwa:
dimensi mutu dari suatu jasa atau pelayanan tidak terlepas dari penilaian atas
komponen jasa dari produk yang ditawarkan, dimana diantaranya yang terpenting
adalah sistem penyampaian jasa tersebut (service delivery system). Terdapat lima
dimensi yang penting dari mutu jasa atau pelayanan, yaitu pertama adalah tampilan
berwujud atau tangibles yang berbentuk fasilitas fisik, peralatan, personalia dan
bahan-bahan komunikasi. Kedua adalah sesuatu hal yang dapat dipercaya atau
reliability yaitu kemampuan untuk menyediakan jasa yang dijanjikan secara tepat dan
dapat dipercaya. Ketiga adalah cepat tanggap atau responsiveness, yaitu keinginan
untuk membantu pelanggan dan memberikan jasa yang cepat dan tepat. Keempat
adalah jaminan atau assurance yang berupa pengetahuan dan keramahan karyawan
serta kemampuan untuk memberitahukan secara meyakinkan dan dapat dipercaya.
Kelima adalah rasa yang terdapat pada diri seseorang untuk tidak menggunakan
emosinya, atau empathy, karena sangat kuat menekankan perhatiannya kepada orang
lain yang dapat diberikan perusahaan kepada pelanggan.
Dari pendapat di atas dapat dipahami bahwa kualitas layanan tidak hanya
ditentukan oleh satu faktor seperti kemampuan karyawan ketika menghadapi
pelanggan, akan tetapi lebih penting lagi bagaimana perusahaan dengan segala
sumber daya yang dimilikinya dapat memberikan kepuasan kepada pelanggan.
Selanjutnya kepuasan pelanggan akan muncul apabila sesuatu yang mereka harapkan
dari layanan jasa tertentu terpenuhi. Dengan kata lain, antara harapan dengan layanan
yang mereka rasakan tidak berbeda sama sekali (Tjiptono, 2005).
2.1.2. Faktor yang Memengaruhi Kualitas Pelayanan
Menurut Engeenderhealth dalam Syafruddin (2011) faktor-faktor yang
memengaruhi kualitas pelayanan yaitu :
1.
Adanya komitmen petugas kesehatan (bidan)
2.
Terpenuhinya kebutuhan bidan akan supervisi yang memfasilitasi
3.
Manajemen, informasi, pelatihan dan pengembangan polindes
4.
Terpenuhinya kebutuhan akan bahan, peralatan dan infrastruktur
5.
Terpenuhinya hak ibu hamil untuk memperoleh informasi agar ibu hamil
mendapatkan pelayanan yang diharapkan, diantaranya yaitu :
a. Pelayanan yang aman dan nyaman
b. Pelayanan yang mengutamakan privasi dan menjaga kerahasiaan
c. Pelayanan yang sopan, ramah dan nyaman
d. Dapat mengemukakan pendapat atau masalah secara bebas
e. Hak untuk kelangsungan pelayanan.
Menurut Moenir dalam Purwoastuti (2015), terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi kualitas pelayanan berjalan dengan baik, yaitu:
1.
Kesadaran para pejabat dan petugas yang berkecimpung dalam pelayanan.
2.
Aturan yang menjadi landasan/pedoman kerja pelayanan.
3.
Organisasi yang merupakan alat serta sistem yang memungkinkan berjalannya
mekanisme kegiatan pelayanan.
4.
Keterampilan petugas.
5.
Sarana dalam pelaksanaan tugas pelayanan.
2.1.2.1.
Komitmen
Komitmen adalah kemampuan dan kemauan untuk menyelaraskan perilaku
pribadi dengan kebutuhan, prioritas dan tujuan organisasi. Hal ini mencakup caracara mengembangkan tujuan atau memenuhi kebutuhan organisasi yang intinya
mendahulukan misi organisasi dari pada kepentingan pribadi (Soekidjan, 2009).
Menurut Meyer dan Allen dalam Soekidjan (2009), komitmen dapat juga berarti
penerimaan yang kuat individu terhadap tujuan dan nilai-nilai organisasi, dan
individu berupaya serta berkarya dan memiliki hasrat yang kuat untuk tetap bertahan
di organisasi tersebut.
Menurut Van Dyne dan Graham dalam Muchlas (2008), faktor-faktor yang
mempengaruhi komitmen organisasi adalah: personal, situasional dan posisi. Personal
mempunyai ciri-ciri kepribadian tertentu yaitu teliti, ektrovert, berpandangan positif
(optimis), cendrung lebih komit. Karakteristik dari personal yang ada yaitu: usia,
masa kerja, pendidikan, jenis kelamin, status perkawinan, dan keterlibatan kerja.
Situasional yang mempunyai ciri-ciri dengan adanya: nilai (value) tempat kerja,
keadilan organisasi, karakteristik pekerjaan, dan dukungan organisasi. Sedangkan
posisional dipengaruhi oleh masa kerja dan tingkat pekerjaan.
2.1.2.2.
Pedoman Kerja
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) menyebutkan bahwa pedoman
adalah kumpulan ketentuan dasar yang memberi arah bagaimana sesuatu harus
dilakukan atau hal (pokok) yang menjadi dasar (pegangan, petunjuk) untuk
menentukan atau melaksanakan sesuatu. Berarti bahwa pedoman kerja adalah hal
yang menjadi dasar untuk melaksanakan kerja.
2.1.2.3.
Sarana dan Prasarana
Sarana adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat dalam mencapai
maksud atau tujuan. Sedangkan prasarana adalah segala sesuatu yang merupakan
penunjang utama terselenggaranya suatu proses (usaha, pembangunan, proyek).
Untuk lebih memudahkan membedakan keduanya. Sarana lebih ditujukan untuk
benda-benda yang bergerak seperti komputer dan mesin-mesin, sedangkan prasarana
lebih ditujukan untuk benda-benda yang tidak bergerak seperti gedung (KBBI, 2010).
Menurut Mufdlilah (2009), pelayanan antenatal care yang berkualitas dapat
mandeteksi terjadinya risiko pada kehamilan yaitu mendapatkan akses perawatan
kehamilan berkualitas yang didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai,
memperoleh kesempatan dalam deteksi secara dini terhadap komplikasi yang
mungkin timbul sehingga kematian maternal dapat dihindari. Kualitas pelayanan
antenatal care diberikan selama masa hamil secara berkala sesuai dengan pedoman
pelayanan antenatal care yang telah ditentukan untuk memelihara serta
meningkatkan kesehatan ibu selama hamil sesuai dengan kebutuhan sehingga dapat
menyelesaikan kehamilan dengan baik dan melahirkan bayi yang sehat.
2.1.2.4.
Supervisi
Supervisi adalah upaya pengarahan dengan cara mendengarkan alasan dan
keluhan tentang masalah dalam pelaksanaan dan memberikan petunjuk serta saransaran
dalam
mengatasi
permasalahan
yang
dihadapi
pelaksana,
sehingga
meningkatkan daya guna dan hasil guna serta kemampuan pelaksanaan dalam
melaksanakan upaya kesehatan puskesmas (Syafrudin, 2009).
2.1.2.5.
Manajemen
Menurut Grant dan Massey dalam Zulvandi (2014), manajemen merupakan
suatu pendekatan yang dinamis dan proaktif dalam menjalankan suatu kegiatan di
organisasi. Dimana dalam manajemen tersebut mencakup kegiatan koordinasi dan
supervisi terhadap staf, sarana dan prasarana dalam mencapai tujuan organisasi.
Manajemen dalam kebidanan merupakan proses pemecahan masalah yang
digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan
berdasarkan teori ilmiah, penemuan-penemuan, keterampilan dalam rangkaian
tahapan logika untuk pengambilan keputusan yang berfokus pada klien.
Menurut Gronroos dalam Syafruddin (2011) kualitas total suatu pelayanan
terdiri atas tiga komponen utama yaitu :
1.
Tehnical quality yaitu komponen yang berkaitan dengan kualitas output
(keluaran) pelayanan yang akan diterima pelanggan. Menurut Parasuraman, etal
technical quality dapat di perinci lagi sebagai berikut :
a. Search quality
yaitu kualitas yang dapat di evaluasi pelanggan sebelum
membeli misalnya harga
b. Experience quality adalah kualitas yang bisa di evaluasi pelanggan setelah
membeli dan mengkonsumsi suatu jasa pelayanan misalnya : ketepatan waktu,
kecepatan pelayanan.
c. Credence quality yaitu kualitas yang sukar di evaluasi pelanggan meskipun
telah mengkonsumsi suatu jasa misalnya kualitas pembedahan.
2.
Fungsional quality yaitu komponen dengan kualitas cara penyampaian suatu jasa
3.
Corporate image yaitu profil, reputasi, citra umum, daya tarik khusus suatu
perusahaan.
Menurut Engeenderhealth dalam Syafruddin (2011) juga mengatakan
rendahnya kualitas pelayanan antenatal di pengaruhi oleh :
1.
Bidan yang belum memiliki komitmen yang tinggi terhadap kualitas pelayanan
ANC
2.
Belum terpenuhinya kebutuhan bidan akan supervisi yang memfasilitasi
(kunjungan rumah)
3.
Lama waktu pemeriksaan antenatal care
4.
Belum terpenuhinya hak-hak ibu hamil untuk memperoleh informasi dan
mendapatkan pelayanan yang diharapkan.
2.1.3. Persepsi Kualitas Pelayanan Kesehatan
1. Menurut pasien
Pasien melihat pelayanan kesehatan berkualitas sebagai suatu layanan
kesehatan yang dapat memenuhi kebutuhan yang dirasakan dengan cara yang sopan
dan santun, tepat waktu, tanggap serta mampu menyembuhkan keluhan dan
mencegah berkembangnya penyakit. Pandangan pasien ini sangat penting karena
pasien yang merasa puas akan mematuhi pengobatan dan mau datang berobat
kembali.
2. Menurut pemberi pelayanan
Pemberi layanan kesehatan mengaitkan layanan kesehatan yang bermutu
dengan ketersediaan peralatan, prosedur kerja, kebebasan profesi dalam setiap
melakukan pelayanan kesehatan sesuai dengan teknologi kesehatan (Purwoastuti,
2015).
Menurut Syafrudin (2011), kualitas pelayanan kesehatan dapat di lihat dari
sudut pandang : (1) pasien yang berarti suatu emphaty, respek dan tanggap akan
kebutuhannya, yang mana pelayanan harus sesuai dengan kebutuhan mereka dan
ramah pada waktu berkunjung (2) provider (petugas kesehatan dan manajer) yang
berarti bebas melakukan segala sesuatu secara profesional yang bertujuan untuk
meningkatkan derajat kesehatan pasien sesuai dengan ilmu pengetahuan dan
keterampilan yang maju serta kualitas peralatan yang baik dan memenuhi standar.
2.2.
Antenatal Care ( ANC )
Antenatal care adalah pemeriksaan kehamilan untuk mengoptimalkan
kesehatan mental dan fisik ibu hamil, sehingga mampu menghadapi persalinan, kala
nifas, persiapan pemberiaan ASI dan kembalinya kesehatan reproduksi secara wajar.
Asuhan antenatal care juga merupakan pengawasan sebelum persalinan terutama
ditujukan pada pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim (Pantikawati,
2010).
2.2.1. Tujuan Antenatal Care ( ANC )
Menurut Pantikawati (2010), tujuan utama ANC adalah menurunkan/
mencegah kesakitan dan kematian maternal dan perinatal. Adapun tujuan khususnya
adalah :
1. Memantau kemajuan kehamilan dan untuk memastikan kesehatan ibu dan
tumbuh kembang bayi.
2. Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik dan mental dan sosial ibu
3. Mengenal secara dini adanya ketidaknormalan, komplikasi yang mungkin terjadi
selama hamil termasuk riwayat penyakit secara umum, kebidanan, dan
pembedahan
4. Mempersiapkan kehamilan cukup bulan, melahirkan dengan selamat ibu dan
bayinya dengan trauma seminimal mungkin.
5. Mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan pemberian ASI
eksklusif
6. Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bayi agar
dapat tumbuh kembang secara optimal.
2.2.2. Standar Asuhan Antenatal Care ( ANC )
Menurut Asrinah (2010), terdapat enam standar dalam standar pelayanan
antenatal seperti berikut ini :
1.
Standar 1 : Identifikasi Ibu Hamil
Standar ini bertujuan mengenali dan memotivasi ibu hamil untuk memeriksakan
kehamilannya.
Pernyataan standar : Bidan melakukan kunjungan rumah dan berinteraksi
dengan masyarakat secara berkala untuk memberikan penyuluhan dan memotivasi
ibu, suami dan anggota keluarganya agar mendorong ibu untuk memeriksakan
kehamilannya sejak dini dan secara teratur.
2.
Standar 2 : Pemeriksaan dan Pemantauan Antenatal Care
Pemeriksaan dan pemantauan antenatal care bertujuan memberikan pelayanan
antenatal care berkualitas dan diteliti dalam komplikasi. Bidan memberikan
sedikitnya 4 x pelayanan antenatal. Pemeriksaan meliputi anamnesa dan pemantauan
ibu dan dan janin dengan seksama untuk menilai apakah perkembangan berlangsung
normal. Bidan juga harus mengenal kehamilan risti/kelainan, khususnya anemia,
kurang gizi, hipertensi, PMS/Infeksi HIV ; memberikan pelayanan imunisasi, nasehat
dan penyuluhan kesehatan serta tugas terkait lainnya yang diberikan oleh puskesmas.
Mereka harus mencatat data yang tepat padu setiap kunjungan. Bila ditemukan
kelainan, mereka harus mampu mengambil tindakan yang diperlukan dan merujuknya
untuk tindakan selanjutnya.
3.
Standar 3 : Palpasi Abdominal
Standar palpasi abdominal bertujuan memperkirakan usia, kehamilan,
pemantauan pertumbuhan jenis, penentuan letak, posisi dan bagian bawah janin.
Bidan melakukan pemeriksaan abdomen dengan seksama dan melakukan palpasi
untuk memperkirakan usia kehamilan. Bila umur kehamilan bertambah, memeriksa
posisi, bagian terendah, masuknya kepala janin ke dalam rongga panggul, untuk
mencari kelainan serta melakukan rujukan tepat waktu.
Secara tradisional perkiraan tinggi fundus dilakukan dengan palpasi fundus dan
membandingkannya dengan beberapa patokan antara lain simfisis pubis, umbilikus
atau prosesus sifoideus. Cara tersebut dilakukan dengan tanpa memperhitungkan
ukuran tubuh ibu. Sebaik-baiknya pemeriksaan (perkiraan) tersebut, hasilnya masih
kasar dan dilaporkan hasilnya bervariasi.
Dalam upaya standarisasi perkiraan tinggi fundus, para peneliti saat ini
menyarankan penggunaan pita ukur untuk mengukur tinggi fundus dari tepi atas
simfisis pubis karena memberikan hasil yang lebih akurat dan dapat diandalkan.
Pengukuran tinggi fundus uteri tersebut bila dilakukan pada setiap kunjungan oleh
petugas yang sama, terbukti memiliki nilai prediktif yang baik, terutama untuk
mengidentifikasi adanya gangguan pertumbuhan intrauterin yang berat dan kehamilan
kembar. Walaupun pengukuran tinggi fundus uteri dengan pita ukur masih bervariasi
antar operator, namun variasi ini lebih kecil dibandingkan dengan metoda tradisional
lainnya. Oleh karena itu penelitian mendukung penggunaan pita ukur untuk
memperkirakan tinggi fundus sebagai bagian dari pemeriksaan rutin pada setiap
kunjungan.
4.
Standar 4 : Pengelolaan Anemia pada Kehamilan
Standar ini bertujuan menemukan anemia pada kehamilan secara dini dan
melakukan tindakan lanjut yang memadai untuk mengatasi anemia sebelum
persalinan berlangsung. Bidan melakukan tindakan pencegahan, penemuan,
penanganan atau rujukan semua kasus anemia pada kehamilan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
Pemeriksaan hemoglobin (HB) secara rutin selama kehamilan merupakan
kegiatan yang umumnya dilakukan untuk mendeteksi anemia. Namun ada
kecendurungan bahwa kegiatan ini tidak dilaksanakan secara optimal selama masa
kehamilan. Perubahan normal ini di kenal sebagai hemodilusi dan biasanya mencapai
titik terendah pada kehamilan minggu ke-30. Oleh karena itu pemeriksaan HB
dianjurkan untuk dilakukan pada awal kehamilan dan diulang kembali pada minggu
ke- 30 untuk mendapat gambaran akurat tentang status HB.
5.
Standar 5 : Pengelolaan Dini Hipertensi pada Kehamilan
Standar ini bertujuan mengenali dan menemukan secara dini hipertensi pada
kehamilan dan melakukan tindakan diperlukan. Bidan menemukan secara dini setiap
kenaikan tekanan darah pada kehamilan dan mengenali tanda serta gejala
preeklampsia lainnya, serta mengambil tindakan yang tepat dan merujuknya.
6.
Standar 6 : Persiapan Persalinan
Standar persiapan persalinan dengan tujuan untuk memastikan bahwa
persalinan direncanakan dalam lingkungan yang aman dan memadai dengan
pertolongan bidan terampil. Bidan memberikan saran yang tepat kepada ibu hamil,
suami/keluarganya pada trimester III memastikan bahwa persiapan persalinan bersih,
aman dan suatu suasana yang menyenangkan akan direncanakan dengan baik, di
samping persiapan transportasi dan biaya untuk merujuk, bila tiba-tiba terjadi
keadaan gawat darurat. Bidan mengusahakan untuk melakukan kunjungan ke setiap
rumah ibu hamil untuk hal ini.
2.2.3. Standar Minimal Kunjungan Antenatal Care
Jadwal dalam melakukan pemeriksaan antenatal care sebanyak 12 – 13 kali
selama kehamilan. Di negara berkembang pemeriksaan antenatal care dilakukan
sebanyak 4 kali sudah cukup sebagai kasus tercatat.
1.
Pemeriksaan pertama dilaksanakan segera setelah diketahui terlambat haidnya
satu bulan.
2.
Pemeriksaan ulang setiap dua minggu sampai umur kehamilan delapan bulan.
3.
Pemeriksaan ulang setiap minggu sesudah umur kehamilan delapan bulan sampai
terjadinya persalinan.
4.
Kunjungan antenatal care sebaiknya dilakukan 4 kali selama kehamilan yaitu
trimester pertama 1 kali (sebelum 14 minggu), trimester kedua 1 kali (antara
minggu 14-28) dan trimester ketiga 2 kali (antara minggu 28-36 dan sesudah
minggu ke 36).
Kunjungan antenatal care (ANC) sebaiknya dilakukan 4 kali selama kehamilan,
yaitu:
1. Satu kali pada trimester pertama, yaitu :
a. Membina hubungan saling percaya antara bidan dan ibu sehingga suatu mata
rantai penyelamatan jiwa telah terbina jika diperlukan.
b. Mendeteksi masalah yang dapat diobati sebelum menjadi bersifat mengancam
jiwa.
c. Mencegah masalah, seperti tetanus neonatorum, anemia defisiensi zat besi,
penggunaan praktek tradisional yang merugikan.
d. Memulai persiapan persalinan dan kesiapan untuk menghadapi komplikasi.
e. Mendorong perilaku yang sehat (nutrisi, latihan, kebersihan, istirahat dan
sebagainya).
2. Satu kali pada trimester kedua ( sebelum minggu ke 28 ), yaitu :
a. Sama seperti kunjungan pada trimester pertama.
b. Perlu kewaspadaan khusus mengenai pre eklampsia, pantauan tekanan darah,
periksa protein urine dan gejala yang lainnya.
3. Dua kali pada trimester ketiga, yaitu :
a. Sama seperti kunjungan sebelumnya.
b. Perlu adanya palpasi abdomen untuk mendeteksi adanya kehamilan ganda.
c. Deteksi kelainan letak atau kondisi lain yang memerlukan kelahiran di rumah
sakit (Pantikawati, 2010).
2.2.4. Standar Antenatal Care yang di Programkan
Menurut Arifin, standar pelayanan ANC meliputi standar 14 T, sehingga ibu
hamil yang datang memperoleh pelayanan komprehensif dengan harapan antenatal
care dengan standar 14T dapat sebagai daya ungkit pelayanan kehamilan dan di
harapkan ikut andil dalam menurunkan angka kematian ibu.
Berdasarkan kebijakan program pemerintah pelayanan ANC minimal 5T
meningkat menjadi 7T, sedangkan untuk daerah gondok dan endemis malaria menjadi
14T yaitu :
1. 5T meliputi :
a. Ukur tinggi badan (TB) dan berat badan (BB)
b. Ukur tekanan darah (TD)
c. Ukur tinggi fundus uteri (TFU)
d. Imunisasi tetanus toxoid (TT)
e. Tablet zat besi (FE) minimal 90 tablet selama kehamilan
2. 7T meliputi :
f. Tes PMS / VDRL (veneral dease research laboratory)
g. Temu wicara / konseling
3. 14T meliputi :
h. Pemeriksaan hemoglobin (HB)
i. Pemeriksaan protein urin
j. Pemeriksaan reduksi urine
k. Perawatan payudara
l. Pemeliharaan tingkat kebugaran
m. Terapi yodium
n. Pemeriksaan malaria (Pantikawati, 2010).
Langkah-langkah dalam perawatan kehamilan/ANC yaitu :
1.
Timbang berat badan dan tinggi badan
Tinggi badan diperiksa sekali pada saat ibu hamil datang pertama kali
kunjungan, dilakukan untuk mendeteksi tinggi badan ibu yang berguna untuk
mengkategorikan adanya risiko apabila hasil pengukuran