Gambaran Kualitas Tidur Pada Lansia di Desa Basilam Bukit Lembasa, Kecamatan Wampu, Kabupaten Langkat

BAB I
PENDAHULUAN
1.

Latar belakang
Fenomena baru yang muncul di dunia seiring dengan keberhasilan

pembangunan adalah populasi lansia yang meningkat (Araujo &Ceolim,
2010).Peningkatan populasi lansia tersebut merupakan dampak dari adanya
peningkatan usia harapan hidup penduduk. Peningkatan usia harapan hidup terjadi
di negara maju maupun di negara berkembang, termasuk Indonesia (Prayitno,
2002).
Survei Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010, didapatkan data bahwa
jumlah lansia di Indonesia yaitu 23.992.553 jiwa (9,77 persen dari keseluruhan
penduduk). Prediksi jumlah lansia ini akan meningkat menjadi 28.822.879 jiwa
(11,34 persen dari keseluruhan penduduk) pada tahun 2020 (Wahyuningsih,
2011).Data Badan Pusat Statistik menunjukkan jumlah penduduk lanjut usia di
atas 60 tahun di Provinsi Sumatera Utara mengalami peningkatan dari sebesar
554.761 jiwa (4,6%) pada tahun 2005 meningkat menjadi sebesar 765.822 jiwa
(5,9%) pada tahun 2010. Sementara menurut Badan Pusat Statistik Kota Medan
berdasarkan Sensus Penduduk 2010 jumlah penduduk lanjut usia di Kota Medan

mencapai 117.216 orang (5,59%) yang meningkat jumlahnya dari tahun 2005
sebesar 77.837 orang (3,85%) (Mutiara, 2011).
Lansia merupakan kelanjutan dari usia dewasa, terdiri fase prasenium yaitu
lanjut usia yang berusia antara 55-65 tahun, dan fase senium yaitu lanjut usia yang
berusia lebih dari 65 tahun (Nugroho, 2008). Sedangkan menurut Depkes RI
(2003), lanjut usia (lansia) adalah seorang laki-laki atau perempuan yang

1
Universitas Sumatera Utara

berusia60 tahun atau lebih, baik yang secara fisik berkemampuan (potensial)
maupun

2
Universitas Sumatera Utara

2

karena suatu hal sehingga menyebabkan lansia tidak lagi berperan aktif dalam
pembangunan (tidak potensial).

Penuaan adalah suatu proses alamiah yang tidak dapat dihindari, berjalan
secara terus-menerus, dan berkesinambungan. Proses penuan ini akan
menyebabkan perubahan anatomis, fisiologi, dan biokimia pada tubuh, sehingga
akan mempengaruhi fungsi dan kemampuan tubuh secara keseluruhan (Depkes
RI, 2001).
Menjadi tua dapat terlihat dari adanya kemunduran biologis sebagai gejalagejala kemunduran fisik, antara lain kulit mulai mengendur, timbul keriput,
rambut beruban, gigi mulai ompong, pendengaran dan pengelihatan berkurang,
mudah lelah dan kurang lincah, salah satu penurunan kemampuan kongnitif
seperti suka lupa, kemunduran orientasi waktu, ruang, tempat, sertatidak mudah
untuk menerima ide baru (Maryam et.al., 2010).
Proses penuaan yang dialami oleh lansia menyebabkan mereka mengalami
berbagai macam perasaan seperti sedih, cemas, kesepian, dan mudah tersinggung.
Perasaan tersebut merupakan masalah kesehatan jiwa yang terjadi pada lansia.
Masalah kesehatan jiwa yang sering muncul pada lansia meliputi kecemasaan,
depresi, demensia dan insomnia atau gangguan tidur (Maryam et.al., 2010).
Istirahat dan tidur merupakan kebutuhan dasar yang harus dipenuhi oleh
semua orang. Tidur yang normal melibatkan dua fase yaitu gerakan bola mata
cepat atau rapid eye movement(REM) dan tidur dengan gerakan bola mata lambat
atau non–rapid eye movement(NREM). Selama NREM seseorang mengalami 4
tahapan selama siklus tidur. Tahap 1 dan 2 merupakan karakteristik dari tidur


Universitas Sumatera Utara

3

dangkal dan seseorang lebih mudah bangun. Tahap 3 dan 4 merupakan tidur
dalam dan sulit untuk dibangunkan (Potter&Perry, 2005; Martono, 2009).
Kebutuhan tidur pada manusia bergantung pada tingkat perkembangan.
Seorang lanjut usia akan membutuhkan waktu lebih lama untuk memulai tidur dan
memiliki waktu lebih sedikit untuk tidur nyenyak. Seiring dengan penurunan
fungsi tubuh dalam kaitannya dengan fisiologi tidur, jumlah kebutuhan tidur
lansia mengalami penurunan. Semakin tua usia seseorang semakin sedikit jumlah
jam tidur yang dibutuhkan. Menurut Hidayat (2008), jumlah jam tidur yang
dibutuhkan seseorang yang berusia di atas 60 tahun adalah 6-7 jam per hari.
Masalah tidur yang paling sering muncul dialami oleh usia lanjut adalah
sering terjaga pada malam hari, sering kali tidur terbangun pada dini hari, sulit
untuk tertidur, dan rasa lelah yang amat sangat di siang hari (Davidson, Neale, &
Kring, 2004).
Hasil penelitian Khasanah dan Hidayati pada tahun 2012 di Semarang,
menemukan data dari 29 reponden bahwa (29,9%) memiliki kualitas tidur baik

dan 68 responden (70,1%) memiliki kualitas tidur yang buruk. Kristiani (2013)
juga menyatakan bahwa di Unit Pelaksanaan Teknis Pelayanan Sosial Lanjut Usia
dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan, lansia yang mengalami kualitas tidur
buruk dari 64 responden adalah 57,8% responden dan 42,2% responden
mengalami kualitas tidur yang baik dan umumnya mengalami gangguan tidur
ringan sebanyak 82,8%, gangguan tidur sedang 15,6% dan tidak ada gangguan
sebanyak 1,6%.

Universitas Sumatera Utara

4

Keluhan tersebut sejalan dengan berbagai perubahan fisiologis yang terjadi
secara normal ketika orang memasuki usia tua. Orang lanjut usia memiliki jumlah
jam tidur yang agak singkat atau sama dengan orang dewasa yang berusia lebih
muda, namun waktu tidur mereka lebih sering terputus secara spontan. Kualitas
tidur yang mereka butuhkan lebih lama untuk dapat kembali tertidur setelah
terbangun. Dapat disimpulkan bahwa orang lanjut usia secara umum memiliki
waktu tidur lebih sedikit dalam kaitan dengan total waktu yang mereka habiskan
di tempat tidur pada malam hari, mereka cenderung mengantikan kekurangan

waktu tidur tersebut dengan tidur siang (Davidson, Neale, & Kring, 2004).
Kualitas tidur adalah ukuran dimana seseorang mendapatkan kemudahan
untuk memulai tidur, mampu mempertahankan tidur, dan merasa rileks setelah
bangun dari tidur. Kualitas tidur adalah kemampuan setiap orang untuk
mempertahankan keadaan tidur dan untuk mendapatkan tahap tidur REM dan
NREM yang sesuai (Khasanah, 2012).
Sebagian besar lansia mempunyai risiko tinggi mengalami gangguan tidur
akibat berbagaifaktor. Luce dan Segal mengungkapkan faktor usia merupakan
faktor terpenting yang berpengaruh terhadap kualitas tidur. Dikatakan bahwa
keluhan terhadap kualitas tidur seiring dengan bertambahnya usia. Pada usia di
atas 55 tahun terjadi proses penuaan secara alamiah yang menimbulkan masalah
fisik, mental, sosial, ekonomi, dan psikologis. Orang lanjut usia yang sehat sering
mengalami perubahan pada pola tidurnya yaitu memerlukan waktu yang lama
untuk dapat tidur. Mereka menyadari lebih sering terbangun dan hanya sedikit

Universitas Sumatera Utara

5

waktu yang dapat digunakan untuk tahap tidur dalam sehingga mereka tidak puas

terhadap kualitas tidurnya (Nugroho, 2000).
Beberapa dampak yang terjadi jika lansia mengalami gangguan tidur yaitu
gangguan pada fisologis, gangguan psikologis, gangguan pada fisik atau somatis,
gangguan sosial, dan kematian. Akibat dari gangguan tidur akan memicu
terjadinya kasus-kasus penyakit fisiologis, dapat menganggu konsentrasi, mudah
marah,

kehilangan

motivasi

hidup,

mudah

depresi,

terjadi

kelelahan,


memperparah hipertensi, pengelihatan menjadi kabur, kurang menikmati
hubungan sosial dengan keluarga dan lingkungan sekitar (Susilo & Wulandari,
2011).
Berdasarkan fenomena dan uraian masalah di atas maka peneliti tertarik
meneliti gambaran kualitas tidur pada lansia di Desa Basilam Bukit Lembasa,
Langkat dengan alasan karena lokasi penelitian memberikan kemudahan bagi
peneliti baik berupa kemudahan administrasi maupun fasilitas, mudah dijangkau
oleh peneliti, kriteria responden sesuai dengan kriteria peneliti, dan belum ada
penelitian keperawatan yang berkaitan dengan gambaran kualitas tidur di desa
tersebut.
Data awal yang diperoleh dari hasil wawancara beberapa lansia yang ada di
Desa Basilam Bukit Lembasa, menunjukkan bahwa lansia sering mengalami
gangguan pemenuhan tidur berupa kesulitan untuk memulai tidur, sering
terbangun dan kesulitan untuk tidur kembali, dan menghabiskan waktu di siang
hari untuk tidur, karena seringnya terbangun pada malam hari.

Universitas Sumatera Utara

6


2.

Perumusan Masalah
Bagaimana kualitas tidur lansia di komunitas Desa Basilam Bukit Lembasa,

kecamatan Wampu Kabupaten Langkat?
3.

Tujuan Penelitian
Mengidentifikasi kualitas tidur lansia di komunitas Desa Basilam Bukit

Lembasa, kecamatan Wampu Kabupaten Langkat.
4.

Manfaat Penelitian
4.1. Bagi praktek keperawatan
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai informasi kesehatan dalam
meningkatkan peran serta keperawatan di keperawatan gerontik dalam
meningkatkan kualitas tidur pada lansia.

4.2.Bagi pendidikan keperawatan
Hasil penelitian ini bermanfaat sebagai referensi tentang kualitas tidur
pada lansia.
4.3.Bagi penelitian keperawatan
Hasil penelitian sebagai data dasar bagi penelitian keperawatan
selanjutnya yang ingin melakukan penelitian keperawatan dalam
ruang lingkup yang sama, khususnya untuk populasi lansia di Medan.

Universitas Sumatera Utara