Gambaran Kualitas Tidur Pada Lansia di Desa Basilam Bukit Lembasa, Kecamatan Wampu, Kabupaten Langkat

(1)

Lampiran 1

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Bapak/Ibu di Desa Basilam Bukit Lembasa, Kecamatan Wampu Kabupaten Langkat yang terhormat, Saya selaku mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan akan melakukan penelitian dengan judul: “Gambaran Kualitas Tidur Pada Lansia di Desa Basilam Bukit Lembasa, Kecamatan Wampu Kabupaten Langkat”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kualitas tidur pada lansia di Desa Basilam Bukit Lembasa, kecamatan Wampu Kabupaten Langkat.

Saya mohon kesediaan Bapak/Ibu untuk bersedia menjadi responden dan bersedia berpartisipasi aktif dalam kegiatan penelitian ini untuk diwawancarai tanpa ada tekanan dari pihak lain. Saya menjamin kerahasiaan identitas dan hasil wawancara dari Bapak/Ibu. Untuk itu saya tidak akan mencantumkan nama Bapak/Ibu. Informasi yang Bapak/Ibu berikan akan dipergunakan sebagai wacana dalam mengembangkan keilmuan dan profesi kesehatan khususnya keperawatan gerontik dan tidak akan dipergunakan untuk kepentingan lain.

Sebagai bukti kesediaan Bapak/Ibu menjadi responden dalam penelitian ini, saya mohon kesediaan Bapak/Ibu untuk menandatangani persetujuan yang telah saya sediakan. Partisipasi Bapak/Ibu dalam penelitian ini sangat saya hargai dan atas perhatian serta kerja samanya saya ucapkan terima kasih.

Medan,

Peneliti Responden


(2)

64

Lampiran 2

INSTRUMENT PENELITIAN

Instrument dalam penelitian ini adalah kuesioner data demografi dan Kuesioner kualitas tidur. Kuesioner ini akan digunakan dalam melakukan pengumpulan data melalui wawancara terhadap responden penelitian. Ada dua bagian yang termasuk dalam kuesioner ini yaitu

Bagian I. Kuesioner Data Demografi (KDD) Bagian II. Kuesioner Kualitas Tidur (KKT)


(3)

Kode Responden: Bagian 1. Kuesioner Data Demografi

Petunjuk Pengisian:

1. Beritahukan pada responden untuk memilih jawaban yang sesuai dengan keadaan responden.

2. Berilah tanda ( √ ) pada kolom yang sesuai dengan jawaban responden. a. Umur :

55 – 64 tahun 65 – 70 tahun > 70 tahun b. Jenis kelamin :

laki–laki perempuan


(4)

66

Kuesioner Kualitas Tidur

Bagian ini akan menanyakan tentang kualitas tidur Bapak/ Ibu yang sebenarnya tadi malam.

1. Berapa lama waktu yang Bapak/ Ibu butuhkan untuk tidur di malam hari? a. <5 jam

b. 5-6 jam c. 6-7 jam d. >7 jam

2. Berapa lama waktu yang Bapak/ Ibu butuhkan untuk dapat tertidur di malam hari?

a. >60 menit b. 31-60 menit c. 16-30 menit d. <15 menit

3. Berapa kali Bapak/ Ibu terbangun dari tidur di malam hari? a. >5 kali

b. 3-4 kali c. 1-2 kali d. Tidak ada

4. Bagaimana perasaan Bapak/ Ibu ketika bangun tidur di pagi hari? a. Sangat mengantuk


(5)

c. Sedikit mengantuk d. Segar

5. Seberapa nyenyak tidur Bapak/ Ibu di malam hari? a. Sebentar-bentar terbangun

b. Tidur dan kemudian terbangun c. Tidur tetapi tidak nyenyak d. Tidur sangat nyenyak

6. Apakah Bapak/ ibu merasa puas dengan tidur yang dialami tadi malam? a. Tidak merasa puas

b. Sedikit puas c. Lumayan puas d. Sangat merasa puas

7. Apakah Bapak/ Ibu merasa mengantuk di siang hari? a. Sangat mengantuk

b. Lumayan mengantuk c. Sedikit mengantuk d. Tidak mengantuk


(6)

68


(7)

(8)

70


(9)

(10)

72


(11)

Lampiran 8

TABEL FREKUENSI DEMOGRAFI

Statistics

umur dalam tahun jenis kelamin responden

aN Valid 70 70

Missing 0 0

Umur Dalam Tahun

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 55-64 50 71,4 71,4 71,4

65-70 8 11,4 11,4 82,9

>70 12 17,1 17,1 100,0

Total 70 100,0 100,0

Jenis Kelamin Responden

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid laki-laki 30 42,9 42,9 42,9

perempuan 40 57,1 57,1 100,0


(12)

74

TABEL FREKUENSI PARAMETER TIDUR

Statistics total jam tidur malam waktu memula i tidur frekuensi terbangun malam perasaan segar saat bangun pagi kedalam tidur kualitas tidur subjektif perasan mengatuk di siang hari

Valid 70 70 70 70 70 70 70

Missing

0 0 0 0 0 0 0

Total Jam Tidur Malam

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid <5 jam 12 17,1 17,1 17,1

5-6 jam 13 18,6 18,6 35,7

6-7 jam 38 54,3 54,3 90,0

>7 jam 7 10,0 10,0 100,0

Total 70 100,0 100,0

Waktu Memulai Tidur

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid >60 menit 2 2,9 2,9 2,9

31-60 menit 8 11,4 11,4 14,3

16-30 menit 44 62,9 62,9 77,1

<15 menit 16 22,9 22,9 100,0


(13)

Frekuensi Terbangun Malam

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid >5 kali 2 2,9 2,9 2,9

3-4 kali 9 12,9 12,9 15,7

1-2 kali 46 65,7 65,7 81,4

tidak ada 13 18,6 18,6 100,0

Total 70 100,0 100,0

Perasaan Segar Saat Bangun Pagi

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid sangat mengantuk 1 1,4 1,4 1,4

mengantuk 3 4,3 4,3 5,7

sedikit mengantuk 31 44,3 44,3 50,0

Segar 35 50,0 50,0 100,0

Total 70 100,0 100,0

Kedalaman Tidur

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid sebentar-sebentar

terbangun 4 5,7 5,7 5,7

tidur dan kemudian

terbangun 11 15,7 15,7 21,4

tidur tetapi tidak nyenyak 18 25,7 25,7 47,1

tidur sangat nyenyak 37 52,9 52,9 100,0


(14)

76

Kualitas Tidur Subjektif

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid tidak merasa puas 4 5,7 5,7 5,7

sedikit puas 19 27,1 27,1 32,9

lumayan puas 19 27,1 27,1 60,0

sangat merasa puas 28 40,0 40,0 100,0

Total 70 100,0 100,0

Perasaan Mengantuk di Siang Hari

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid sangat mengantuk 1 1,4 1,4 1,4

lumayan mengantuk 10 14,3 14,3 15,7

sedikit mengantuk 54 77,1 77,1 92,9

tidak mengantuk 5 7,1 7,1 100,0


(15)

TABEL FREKUENSI KUALITAS TIDUR Statistics

total skor kualitas tidur

N Valid 70 70

Missing 0 0

total skor Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 11 1 1.4 1.4 1.4

15 1 1.4 1.4 2.9

16 1 1.4 1.4 4.3

17 4 5.7 5.7 10.0

18 6 8.6 8.6 18.6

19 8 11.4 11.4 30.0

20 9 12.9 12.9 42.9

21 8 11.4 11.4 54.3

22 5 7.1 7.1 61.4

23 5 7.1 7.1 68.6

24 13 18.6 18.6 87.1

25 4 5.7 5.7 92.9

26 3 4.3 4.3 97.1

27 1 1.4 1.4 98.6

28 1 1.4 1.4 100.0


(16)

78

Lampiran 9

TAKSASI DANA PENELITIAN

1. Proposal

Penelurusan literatur dari internet Rp 100.000,- Pencetakan literatur dari internet Rp 50.000,-

Fotokopi literatur dari buku Rp 100.000,-

Pencetakan proposal Rp 30.000,-

Penggandaan dan penjilidan proposal Rp 50.000,- 2. Pengumpulan data

Administrasi surat survei awal Rp 30.000,-

Transportasi Rp 300.000,-

Penggandaan kuesioner dan lembar persetujuan responden Rp 50.000,- 3. Analisa data dan penyusunan laporan

Pencetakan skripsi Rp 60.000,-

Penggandaan dan penjilidian skripsi Rp 100.000,- CD

Jumlah Rp 880.000,-

Rp 10.000,-

Biaya tidak terduga 10%

Total Rp 968.000,-


(17)

Lampiran 10

Kegiatan September Oktober November Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Juli 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Mengajukan judul Menetapkan judul Penyusunan proposal penelitian Menyerahkan proposal penelitian Mengajukan sidang proposal Sidang proposal Revisi proposal Pengumpulan data Pengolahan data dan analisa data

Penyusunan laporan skripsi Pengajuan sidang skripsi Sidang skripsi Revisi Mengumpulkan skripsi


(18)

80


(19)

(20)

82


(21)

Lampiran 14

Daftar Riwayat Hidup Nama : Diana Lestari

Tempat Tanggal Lahir : Balige, 22 September 1993 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Dusun IX Indah Sari, Desa Basilam Bukit Lembasa, Kec. Wampu, Kab. Langkat

Riwayat Pendidikan :

1. SD Negeri 1 Padang Masiang Barus : 1999-2005

2. SMP Negeri 1 Barus : 2005-2008

3. Madrasah Aliyah Negeri Barus : 2008-2011 4. S1 Ilmu Keperawatan USU Medan : 2011- sekarang


(22)

58 DAFTAR PUSTAKA

Adriyani, M. (2008). Hubungan Tingkat Depresi dengan Kejadian Insomnia pada Lansia di Panti Wredha Budhi Darma Yogyakarta. Diambil pada 15 Oktober 2014, dari

Araujo & Ceolim. (2010). Sleep quality of elders living in long-term care institusions. Diambil 12 Oktober 2014, dari

http://www.library.upnvj.ac.id/

Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Ed. Rev. Jakarta: Rineka Cipta.

http://www.scielo.br/

Asmadi. (2006). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC.

Azizah, L. M. (2011). Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Badan Pusat Statistik. (2013). Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035. Jakarta: BPS. Diakses 12 Oktober 2014

Brockopp & Tolsma. (2000). Dasar–Dasar Riset Keperawatan. Jakarta: EGC

Buysse, D. J. et al. (1988). The Pittsburgh Sleep Quality Index: A new instrument for psychiatric practice and research. Psychiatric Research

______________. (1989). Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI). NewYorkUniversity:Galegroup.Diaksespadatanggal 20 Oktober 2014 dari:

Carole, A. (2008). Evaluating Sleep Quality in Older Adults: The Pittsburgh Sleep Quality Index Can Be Used to Detect Sleep Disturbances or Deficits. Diambil pada 28 Oktober 2014, dari

http://consultgerirn.org/

Chayatin, M. & Mubarak, W. (2007). Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: EGC. http://www.nursingcenter.com/

Craven, R.F & Hirnle, C, J. (2000). Fundamental of Nursing: human health ang Function ( 3 rd edition). Philadelphia: Lippincott

Davidson,G.C, Neale,J.M.,&Kring, A.M. (2006). Psikologi Abnormal Edisi ke-9.Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Departemen Kesehatan R.I. (2001).Profil Kesehatan Masyarakat Edisi Tahun 2001. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan R.I


(23)

_____________________. (2003). Pedoman Pelatihan Kader Kelompok Usia Lanjut Bagi Petugas Kesehatan. Depkes: Jakarta.Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Eser, Khorsid, Cinar.(2007). Sleep Quality of Older Adults in Nursing Homes in Turkey: Enhancing the quality of sleep improves quality of life. Journal of Gerontological Nursing.

Galea, M. (2008). Subjective sleep quality in the elderly, relationship in society, deppressed mood, sleep elief, quality of life, and hypnosis. Journal of Psychology (Clinical Neuropsychology) School of Psychology, Victoria Unibersity.

Ganong, W. F. (2002). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC. Guyton & Hall. (2007). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC

Hastono, P. S. (2007).Analisis Data Kesehatan. Jakarta: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

Heitkemper, et. al. (1998). Self-report and Polysomonographic Measures of Sleep in Woman with Irritablr Bowel Syndrome. Journal of Nursing Research.

Hidayat, A. A. (2006). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi Konsep dan Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

__________. (2009). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa Data. Jakarta: Salemba Medika.

__________. (2008). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi Konsep dan Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Karota-Bukit, E. (2003). Thesis: Sleep Quality and Factors Interfering with Sleep among Hospitalized Elderly in Medical Units, Medan, Indonesia. Prince of Songkla University

Khasanah dan Hidayati. (2012). Kualitas Tidur Lansia Balai Rehabilitasi Sosial “MANDIRI” Semarang. Diambil pada 27 Oktober 2014, dari

Kozier, B.(2008). Fundamental of Nursing: concepts, process, and practice. New Jersey: Berman Audrey.

http://ejournal-s1.undip.ac.id/

Kristiani, Y. (2013). Gambaran Kualitas Tidur Dan Gangguan Tidur Pada Lansia Di Unit Pelaksana Teknis Pelayanan Sosial Lanjut Usia Dan Anak Balita. Diambil pada 25 Oktober 2014, dari http://repository.usu.ac.id/


(24)

60

Kuntjoro. (2002). Depresi pada Lanjut Usia. Diambil pada 21 oktober 2014, dari

Maas, L. Meridean. (2011). Asuhan Keperawatan Geriatrik: Diagnosis NANDA, Kriteria Hasil NOC, & Intervensi NIC. Jakarta: EGC

http://www.e-psikologi.com

Martono, H. (2009). Geriatri (Ilmu Kesehatan Lanjut Usia). Jakarta: Balai Penerbit FKUI

Maryam,S., dkk. (2010). Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta : Salemba Medika.

Mutiara, E. (2011). Karakteristik dan Kebutuhan Penduduk Lanjut Usia di Kota Medan. Diambil pada 12 Oktober 2014, dari

Notoatmodjo, S. (2010).Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. http://www.bkkbn.go.id/

Nugroho. (2000). Keperawatan Gerontik. Jakarta: EGC.

_______. (2008). Keperawatan Gerontik dan Geriatrik. Edisi dua. Jakarta: EGC Nursalam. (2009). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan:

Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Oliveira, A. (2010).Sleep Quality of Elders Living in Long-Term Care Institutions. Diambil pada 13 Mei 2015, dari

Pangastuti, N. I. (2008). Latihan Renang untuk Lansia [serial online]. Diambil pada 14 Oktober 2014, dari

http://www.scielo.br/

Peters, B. (2009).Sleep Latency.Diambil pada 29 Oktober 2014, dari

http://staff.uny.ac.id/

Potter, P. A & Perry, A.G. (2001). Fundamentals of Nursing (5 th edition). St Louis: Mosby

http://sleepdisorders.about.com/

_____________________. (2005).Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik. Jakarta: EGC.

_____________________. (2010). Fundamental Keperawatan Buku 3 Edisi 7. Jakarta: EGC.

Prayitno, A. (2002). Gangguan pola tidur pada kelompok usia lanjut dan penatalaksanaannya. Jurnal Kedokteran Trisakti, Vol. 21 No. 1. Diambil pada 23 Oktober 2014, dari http://www.univmed.org/


(25)

Rasyad, R. (2009). Tidur Berkualitas Penting untuk Otak. Diambil pada 23 Oktober 2014, dari

Sagala,V. P. (2011). Kualitas Tidur dan Faktor-faktor Gangguan Tidur. Diambil pada 12 Oktober 2014, dari

http://www.dukonbesar.com/

Saryono & Widianti, A.T. (2010). Catatan Kuliah Kebutuhan Dasar Manusia.Yogyakarta: Nuha Medika.

http://repository.usu.ac.id/

Sastroasmoro & Ismael. (2008). Dasar–Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Edisi Ketiga. Jakarta: Sagung Seto.

Schachter, L. (2008). Sample Diagnostic Report. Sleep Services Australia. Diambil pada 27 Oktober 2014, dari

Sekine, Chandola, Martikainen. (2005). Explaining social inequalities in health by sleep: the Japanese civil servants study. Journal of Public Health, Vol. 28

No. 1 pp. 63-70. Diambil pada 20 Oktober 2014,

dari

http://www.tmjtreatment.com.au/

Smyth, C. (2012). The Pittsburgh Sleep Quality Index. The Hartford Institute for Geriatric Nursing. New York University. Diambil pada 22 Oktober 2014, dari

http://jpubhealth.oxfordjournals.org/

Stanley, M. & Beare, P.G. (2006). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Jakarta: EGC http://consultgerirn.org/

Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:Alfabeta.

Tarwoto & Wartonah. (2006). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

Thompson K. E & Franklin C.L. (2010). The Post-traumatic Insomnia Workbook: a step by step program for overcoming sleep problems after trauma. Oakland: New Harbinger Publications.

Tomb, D. A. (2002). Buku Saku Psikiatrik Edisi 6. Jakarta : EGC.

Utama, E. D. (2014). Hubungan Senam Lansia Dengan Kualitas TidurPada Lansia Berdasarkan Skor Pittsburgh Sleep Quality Index Di Panti Sosial Tresna Werdha Budhi Luhur Bantul Yogyakarta.

Wahyuningsih, M. (2011). Ini Dia 5 Provinsi dengan Jumlah Lansia Paling Banyak. Diambil pada 12 Oktober 2014, dari http://health.detik.com/


(26)

31 Lansia di Desa

Basilam Bukit Lembasa,

Langkat

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

1. Kerangka Penelitian

Kerangka konsep penelitian adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep/variabel-variabel yang ingin diamati, melalui penelitian penelitian yang akan dilakukan (Notoatmojo, 2010). Variabel yang di teliti adalah kualitas tidur pada lansia. Adapun aspek kualitas tidur yang diidentifikasi mencakup total jam tidur malam hari, waktu untuk memulai tidur, frekuensi terbangun malam, perasaan segar bangun pagi, kedalaman tidur, kepuasan tidur dan mengantuk di siang hari.

Kerangka konsep dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Gambaran Kualitas Tidur Pada Lansia di Desa Basilam Bukit Lembasa, Langkat. Skema 3.1.Kerangka Penelitian Gambaran Kualitas Tidur Pada Lansia di Desa

Basilam Bukit Lembasa, Langkat.

Kualitas Tidur Lansia 1. Total jam tidur malam hari 2. Waktu untuk memulai tidur 3. Frekuensi terbangun malam 4. Perasaan segar bangun pagi 5. Kedalaman tidur

6. Kepuasan tidur


(27)

2. Definisi Operasional

Tabel 3.1.Defenisi Operasional Gambaran kualitas tidur dan gangguan tidur pada lansia

No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala 1. Kualitas

tidur

Kualitas tidur adalah kondisi tidur klien pada malam hari yang dilaporkan secara

subjektif, meliputi aspek: 1. Total jam tidur

malam hari, yaitu berapa jam lamanya waktu tidur di malam hari. 2. Waktu untuk

memulai tidur, yaitu berapa lama (dalam menit) untuk

memulai tidur setiap malamnya.

3. Frekuensi terbangun malam, yaitu berapa kali terbangun dari tidurnya pada malam hari. 4. Perasaan segar

bangun pagi, yaitu bagaimana perasaan saat bangun di pagi hari.

5. Kedalaman tidur adalah Kuesionery ang di Adopsi dari Sleep Quality Quesioner (SQQ), yangterdiri dari 7 Pertanyaand engan pilihanjawa ban berganda. Skor 7-28. Semakin tinggi skor yang di peroleh, maka semakin baik kualitas tidurnya. Ordinal


(28)

33

Tabel 3.1. ( Lanjutan )

bagaimana keadaan tidur pada malam hari.

6. Kepuasan tidur adalah bagaimana menilai kualitas tidurnya secara keseluruhan. 7. Mengantuk di

siang hari, yaitu bagaimana perasaan mengantuk yang dialami pada saat siang hari.


(29)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN 1. Desain Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain deskriptif yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai status suatu gejala yang ada, yaitu keadaan gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan yang bertujuan untuk membuat penjelasan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu (Arikunto, 2006). Penelitian ini sendiri bertujuan untuk mengidentifikasi kualitas tidur pada lansia di komunitas Desa Basilam Bukit Lembasa, Kecamatan Wampu Kabupaten Langkat. 2.Populasi dan Sampel Penelitian

2.1.Populasi

Populasi adalah sejumlah besar subyek yang mempunyai karakteristik tertentu (Sastroasmoro & Ismael, 2008). Populasi dalam penelitian ini adalah semua lansia di DesaBasilam Bukit Lembasa, kecamatan Wampu Kabupaten Langkat. Data dari kantor Kepala Desa di Desa Basilam Bukit Lembasa, menyatakan bahwa terdapat 230 lansia yang tersebar dalam sembilan dusun di Desa Basilam Bukit Lembasa, kecamatan Wampu Kabupaten Langkat.

2.2. Sampel

Sampel adalah bagian (subset) dari populasi yang dipilih dengan cara tertentu hingga dianggap dapat mewakili populasi (Sastroasmoro & Ismael,


(30)

35

2008). Sampel penelitian ini adalah lansia yang tinggal di DesaBasilam Bukit Lembasa, kecamatan Wampu Kabupaten Langkat berjumlah 70 orang.

Pengambilan sampel penelitian ini secara probability sampling yaitu teknik pengambilan sampel yang memberikan kesempatan yang sama bagi anggota populasi untuk dapat dipilih menjadi sampel. Pendekatan teknik

probability sampling ini dengan cara multistage random

sampling(Notoatmodjo, 2010). Besaran sampel dapat dihitung dengan rumus Slovin :

� = �

1 +�(�2 )

n = 230

1 + 230(0,12 )

n = 69,69 n = 70

Jadi sampel yang didapat adalah 69,69, dibulatkan menjadi 70 orang. Keterangan:

n : besar sampel N : besar populasi

d : tingkat kepercayaan/ketetapan yang diinginkan 90% (0,1)

Proses pengambilan sampel pada penelitian ini akan dilakukan dengan memililih secara random sampel dari dusun di Desa Basilam Bukit Lembasa


(31)

yang digunakan sebagai lokasi penelitian. Kemudian, memilih sampel secara proporsional dari masing-masing dusun dengan menggunakan rumus:

n1 =N1 x n N Keterangan:

n1 N

= jumlah sampel tiap dusun 1

N = jumlah populasi

= jumlah populasi di dusun

n = jumlah sampel

Mengacu pada pertimbangan tersebut, besar sampel di setiap dusun yaitu: Dusun Karya Sakti = 6/230 x 70 = 2

Dusun Karya Husada = 15/230 x 70 = 5 Dusun Lembasa = 20/230 x 70 = 6 Dusun Karya Kencana = 2/230 x 70 = 1 Dusun Karya Citra = 12/230 x 70 = 4 Dusun KP Kilang = 6/230 x 70 = 2 Dusun Bukit Dinding = 54/230 x 70 = 16 Dusun Sumber Rejo = 64/230 x 70 = 19 Dusun Indah Sari = 51/230 x 70 = 15 3. Kriteria Sampel Penelitian


(32)

37

Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu populasi target yang terjangkau yang akan diteliti (Notoatmodjo, 2010). Kriteria inklusi dalam penelitian ini terdiri dari:

1. Responden tinggal di Desa Basilam Bukit Lembasa;

2. Memiliki kesadaran penuh atau tidak mengalami disorientasi waktu, tempat, dan orang;

3. Responden memiliki umur ≥ 55 tahun; 4. Responden yang tidak menderita demensia;

5. Responden yang bersedia menandatangani informed consent. 3.2. Kriteria Ekslusi

Kriteria ekslusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan objek yang tidak memenuhi kriteria inklusi karena berbagai sebab sehingga tidak menjadi responden penelitian (Notoatmodjo, 2010). Kriteria ekslusi penelitian ini, yaitu responden yang nomaden atau berpindah tempat tinggal dari Desa Basilam Bukit Lembasa.

4. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Basilam Bukit Lembasa, kecamatan Wampu Kabupaten Langkat. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga Juni 2015. Adapun alasan peneliti memilih lokasi ini menjadi lokasi penelitian karenamemiliki kriteria sampel penelitian, disamping itu lokasi ini mudah dijangkau


(33)

peneliti dan penelitian tentang gambaran kualitas tidur pada lansia belum pernah dilakukan di Desa Basilam Bukit Lembasa ini.

5. Pertimbangan Etik

Dalam melakukan penelitian, peneliti mengajukan permohonan izin kepada institusi pendidikan Fakultas Keperawatan USU, kemudian mengajukan surat permohonan kepada kepala desa Basilam Bukit Lembasa, Kecamatan Wampu, Kabupaten Langkat untuk mendapatkan persetujuan penelitian. Setelah mendapatkan persetujuan, peneliti memulai penelitian dengan menekankan masalah etik. Lembar persetujuan diberikan dan dijelaskan kepada responden tentang tujuan, manfaat, resiko, dan hak-hak sebagai subjek penelitian. Bila responden bersedia, maka responden dipersilahkan menandatangani lembar persetujuan (informed concent) tersebut. Tetapi bila responden tidak bersedia, maka peneliti tidak memaksa dan menghormati hak-hak responden (self determination), karena responden dianggap kompeten dan mampu mengambil keputusan sendiri (autonomy).

Penelitian ini tidak beresiko bagi individu yang menjadi responden, baik resiko fisik maupun psikologis. Untuk menjaga kerahasiaan identitas responden, peneliti tidak akan mencantumkan nama jelas responden pada lembar penelitian melainkan hanya mencantumkan inisial dari responden (anonymity). Dan kerahasiaan informasi mengenai responden dijamin peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan sebagai hasil penelitian (confidentiality) (Nursalam, 2009).


(34)

39

6. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Kuesioner adalah beberapa pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden (Arikunto, 2006). Kuesioner untuk wawancara (form for questioning) adalah jenis kuesioner yang digunakan untuk mengumpulkan data melalui wawancara. Alat ini digunakan untuk memperoleh jawaban yang akurat dari responden (Notoatmodjo, 2010).

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 2 bagian yaitu: Kuesioner Data Demografi (KDD) dan Kuesioner Kualitas Tidur (KKT).

6.1. Kuesioner Data Demografi (KDD)

Kuesioner Data Demografi yang digunakan untuk mengkaji data demografi pasien meliputi usia dan jenis kelamin.

6.2. Kuesioner Kualitas Tidur (KKT)

Kuesioner Kualitas Tidur yang digunakan adalah untuk mengidentifikasi kualitas tidur lanjut usia berupa pertanyaan terstruktur. Kuesioner Kualitas Tidur (KKT) pada penelitian ini diadopsi dariSleep Quality Questionnaires(SQQ) Karota-Bukit (2003). Kuesioner ini dimodifikasi dari The Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) (Buysse, et al.,1988) dan St.Mary’s Hospital (SMH) SleepQuestionnaires (Ellis et al., 1981). PSQI terdiri dari 7 komponen dengan 21 pernyataan, 3 komponen dimodifikasi untuk penggunaan SQQ yaitu pernyataan no.2, tidur laten (waktu yang dibutuhkan untuk tertidur pada malam hari), pernyataan no.3, total jam tidur dan pernyataan no.7,


(35)

mengantuk di siang hari. Sedangkan St.Mary’s Hospital (SMH) Sleep Questionnaireterdiri dari 14 pernyataan dan 4 pernyataan dimodifikasi untuk penggunaan SQQyaitu frekuensi terbangun malam, perasaan segar bangun pagi, kedalaman tidur, dan kepuasan tidur.

Kuesioner ini merupakan kuesioner yang dapat digunakan untuk mengkaji tentang kualitas tidur populasi lansia baik di rumah (komunitas) maupun di Rumah Sakit. Kuesioner Kualitas Tidur ini terdiri dari 7 pertanyaan tertutup dengan jawaban pilihan berganda (skala bertingkat) dengan skor penilaiannya 1-4 untuk pertanyaan 1-7. Dimana a=1; b=2; c=3; dan d=4. Tujuh (7) pertanyaan tersebut meliputi: total jam tidur malam (Pertanyaan nomor 1), waktu memulai tidur (Pertanyaan nomor 2), frekuensi terbangun malam (Pertanyaan nomor 3), perasaan segar saat bangun pagi (Pertanyaan nomor 4), kedalaman tidur (Pertanyaan nomor 5), kepuasan tidur/kualitas tidur secara subjektif (Pertanyaan nomor 6), dan perasaan mengantuk pada siang hari (Pertanyaan nomor 7).

Dari 7 pertanyaan tersebut, skor dari setiap pertanyaan akan dijumlahkan untuk mendapatkan total skor dengan range 7-28. Semakin tinggi skor yang di peroleh, maka semakin baik pula kualitas tidurnya.

7. Uji Validitas dan Reliabilitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kesahihan suatu instrumen, instrumen yang valid mempunyai validitas yang tinggi dan sebaliknya,


(36)

41

instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan (Arikunto, 2006). Sedangkan Menurut Hungler,et.,al (2001) valid artinya sejauh mana instrumen mampu mengukur apa yang akan diukur, akurat dan tepat.

Alat pengumpulan data atau instrumen yang dapat diterima sesuai standar adalah instrumen yang telah melalui uji validitas (Hidayat, 2009). Uji validitas dapat dilakukan dengan dua cara yaitu content validity (uji validitas isi) dan construct validity/ validitas konstruk (Hungler,et.,al 2001).

Kuesioner Kualitas Tidur (KKT) yang digunakan pada penelitian ini diadopsi dari Sleep Quality Questionnaires(SQQ)yang telah divalidkan oleh 3 ahli Sleep and Medical, Psychological Nursing, & Gerontological Nursingdari Prince of Songkla University, Thailandsehingga peneliti tidak melakukan uji validitas kembali.

Reliabilitas ialah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini berarti menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran tetap konsisten bila dilakukan pengukuran dua kali

atau lebih terhadap gejala yang sama dengan menggunakan alat ukur yang sama (Notoatmodjo, 2010).

Analisa data untuk uji reliabilitas menggunakan komputerisasi dengan uji analisa datanya adalah Cronbach’s Alpha dengan nilai reliabelnya 0.7 sampai 0.9. Kuesioner ini telah dilakukan uji realibilitas oleh parah ahli, didapatkan internal konsistensi Cronbach’s Alpha Coefficient kuesioner kualitas tidur ini adalah 0.89.Maka, kuesioner ini reliabel untuk digunakan dan peneliti tidak melakukan uji reliabilitas kembali.


(37)

8. Teknik Pengumpulan Data

Prosedur awal dalam pengumpulan data pada penelitian ini yaitu dengan peneliti mengajukan permohonan izin pelaksanaan penelitian pada institusi pendidikan Fakultas Ilmu Keperawatan USU. Kemudian rekomendasi dari Fakultas Keperawatan USU diserahkan kepada Kepala Desa di Desa Basilam Bukit Lembasa, Kecamatan Wampu Kabupaten Langkat. Setelah mendapat izin dari pihak Kepala Desa, peneliti melaksanakan pengumpulan data.

Selanjutnya Peneliti menjelaskan kepada calon responden tentang tujuan, manfaat dan prosedur pengisian kuesioner. Calon responden diminta untuk menandatangani informed consentapabila bersedia menjadi responden. Kemudian responden didampingi keluarga diminta untuk mengisi kuesioner data demografi dan kualitas tidur yang telah diberikan oleh peneliti. Selama pengisian kuesioner, peneliti mendampingi responden untuk memberikan kesempatan kepada responden untuk bertanya kepada peneliti bila ada pertanyaan yang sulit dipahami. Jika calon responden bersedia diteliti tetapi tidak mampu untuk membaca sendiri pertanyaan dalam kuesioner, maka pengumpulan data dibantu oleh keluarga dan peneliti dengan menanyakan kepada responden langsung tentang kualitas tidur responden. Setelah peneliti mendapatkan jumlah sampel yang diinginkan dan telah mengisi kuesioner penelitian. Selanjutnya, peneliti mengumpulkan seluruh data penelitian dan melakukan pengolahan dan analisa data untuk ditindaklanjuti.


(38)

43

9. Analisa Data

9.1. Metode Pengolahan Data

Setelah data terkumpul maka data diolah melalui komputerisasi dengan empat tahapan yaitu:

1. Editing

Editing adalah kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan isian kuesioner (Notoatmodjo, 2010). Peneliti telah melakukan pemeriksaan atau pengecekan pada kuesioner untuk memastikan jawaban dari responden dalam kuesioner sudah lengkap, jelas, relevan, dan konsisten (Hastono, 2007).

2. Coding

Coding adalah mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan (Notoatmodjo, 2010). Peneliti memberikan tanda atau kode tertentu pada setiap jawaban responden dalam kuesioner yang bertujuan untuk lebih memudahkan peneliti saat menganalisis data.

3. Entry

Entry adalah proses memasukkan jawaban-jawaban dari masing-masing responden dalam bentuk kode ke dalam program atau software komputer (Notoatmodjo, 2010). Peneliti memasukkan hasil penelitian yang ada di kuesioneryang telah diberi kode tertentu ke dalam program


(39)

yang terdapat di komputer yaitu SPSS (Statistical Product and Service Solution).

4. Cleaning

Cleaningadalah proses pembersihan data (Notoatmodjo, 2010).Cleaningmerupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah di entry apakah ada kesalahan atau tidak (Hastono, 2007).

9.2. Analisis Data

Data yang telah diolah baik secara manual maupun menggunakan bantuan komputer, tidak akan ada maknanya tanpa dianalisis (Notoatmodjo, 2010).Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analisis Deskriptif univariat yaitu suatu prosedur untuk menganalisa data dari satu variabel yang bertujuan untuk mendeskripsikan suatu hasil penelitian (Hungler,et.,al 2001). Pada penelitian ini, analisa data dengan metode statistik univariat digunakan untuk mengidentifikasi gambaran Kualitas Tidur Pada Lansia, dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi Frekuensi dan Persentase.


(40)

45 BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Penelitian

Pada Bab ini akan diuraikan tentang hasil penelitian mengenai Kualitas Tidur Pada Lansia di Desa Basilam Bukit Lembasa, Kecamatan Wampu, Kabupaten Langkat yang diperoleh melalui proses pengumpulan data yang dilakukan sejak bulan Maret hingga awal bulan Mei 2015. Responden pada penelitian ini adalah lansia yang tinggal di Desa Basilam Bukit Lembasa, Kecamatan Wampu, Kabupaten Langkat, dengan jumlah responden 70 orang. Berikut ini dijabarkan deskripsi dan persentase karakteristik responden dan kualitas tidur pada lansia di Desa Basilam Bukit Lembasa, Kecamatan Wampu, Kabupaten Langkat.

1.1. Deskripsi Karakteristik Responden

Dari penelitian yang telah dilakukan, deskripsi karakteristik demografi lansia yang tinggal di Desa Basilam Bukit Lembasa, Kecamatan Wampu, Kabupaten Langkat didapat dari 70 responden. Mayoritas rata-rata umur responden 55-64 tahun sebanyak 50responden (71,4%), berdasarkan jenis kelamin didapati mayoritas 40 responden (57,1%) perempuan dan minoritas 30 responden (42,9%) laki-laki.


(41)

Tabel5.1. Distribusi Frekuensi dan Persentase Responden Berdasarkan Karakteristik Responden (n=70)

Karakteristik Frekuensi Persentase (%) Umur

1. Lansia dini (55-64 tahun) 50 71,4 2. Lansia (65-70 tahun) 8 11,4 3. Lansia resiko tinggi (>70 tahun) 12 17,1

Jenis Kelamin

Laki-laki 30 42,9 Perempuan 40 57,1

1.2. Deskripsi Kualitas Tidur responden berdasarkan Parameter Tidur

Tabel 5.2. menunjukkan hasil data kualitas tidur responden berdasarkan komponen kualitas tidur, maka didapati mayoritas responden (54,3%) memiliki total jam tidur semalam 6-7 jam, dan minoritas responden (10,0%) memiliki total jam tidur semalam >7 jam. Berdasarkan waktu yang dibutuhkan untuk mulai tertidur, mayoritas responden (62,9%) membutuhkan waktu 16-30 menit untuk dapat memulai tidur, dan hanya sebagian responden (22,9%) membutuhkan waktu <15 menit untuk dapat tertidur dimalam hari. Berdasarkan frekuensi terbangun pada malam hari, mayoritas responden (65,7%) terbangun 1-2 kali dalam semalam, dan sebagian responden (18,6%) tidak memiliki frekuensi terbangun malam sama sekali. Berdasarkan perasaan segar pada waktu bangun pagi, sebagian besar responden (50,0%) merasa segar dan tidak mengantuk saat bangun di pagi hari, dan hanya sebagian kecil


(42)

47

responden (1,4%) merasakan sangat mengantuk saat bangun tidur di pagi hari. Berdasarkan kedalaman tidur, mayoritas responden (52,9%) merasa tidurnya sangat nyenyak, dan minoritas responden (5,7%) merasa sebentar-sebentar terbangun dari tidurnya. Berdasarkan kepuasan tidur, mayoritas responden (40,0%) merasa sangat puas dengan tidurnya, dan minoritas responden (5,7%) tidak merasa puas dengan tidurnya.Berdasarkan perasaan mengantuk pada siang hari, mayoritas responden (77,1%) merasa sedikit mengantuk pada siang hari, dan minoritas responden (1,4%) merasa sangat mengantuk pada siang hari. Distribusi kualitas tidur berdasarkan parameter tidur dapat dilihat pada tabel 5.2.

Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi dan Persentase Kualitas Tidur Berdasarkan Parameter Tidur (n=70)

Parameter Tidur Frekuensi Persentase (%) Total jam tidur malam hari

< 5 jam12 17,1 5-6 jam 13 18,6 >6-7 jam 38 54,3

>7 jam 7 10,0 Waktu untuk memulai tidur

>60 menit 2 2,9 31-60 menit 8 11,4 16-30 menit 44 62,9


(43)

Tabel 5.2. (Lanjutan)

Parameter Tidur Frekuensi Persentase (%) Frekuensi terbangun malam

>5 kali2 2,9 3-4 kali 9 12,9 1-2 kali 46 65,7

Tidak ada 13 18,6 Perasaan segar saat bangun pagi

Sangat mengantuk1 1,4 Mengantuk 3 4,3

Sedikit mengantuk 31 44,3 Segar 35 50,0 Kedalaman Tidur

Sebentar terbangun4 5,7 Tidur dan terbangun 11 15,7 Tidur tetapi tidak nyenyak18 25,7 Tidur sangat nyenyak37 52,9 Kepuasan tidur

Tidak puas 4 5,7 Sedikit puas 19 27,1 Sedang19 27,1

Sangat puas28 40,0 Mengantuk disiang hari

Sangat mengantuk 1 1,4

Lumayan mengantuk 10 14,3 Sedikit mengantuk 54 77,1


(44)

49

2. Pembahasan

2.1. Karakteristik Responden

Karakteristik responden dalam penelitian ini berupa data demografi yaitu: usia dan jenis kelamin. Berdasarkan hasil penelitian di di Desa Basilam Bukit Lembasa, Kecamatan Wampu, Kabupaten Langkat diperoleh data bahwa dari 70 responden didapati bahwa mayoritas responden termasuk dalam kategori lansia dini yaitu 50 orang (71,4 %), kategori lansia yaitu 8 orang (11,4 %), dan kategori lansia resiko tinggi yaitu 12 orang (17,1 %).

Jika ditinjau dari segi kependudukan, jumlah lansia dini dengan usia 55-64 tahunmemiliki jumlah tertinggi daripada dua kategori usia lainnya. Data Badan Pusat Statistik (2013) menunjukkan bahwa pada sensus penduduk tahun 2010 di Sumatera Utara didapatkan data jumlah lansia dengan rentang usia 55–64 tahun sebesar 694 jiwa, usia 65-69 tahun sebesar 202 jiwa dan usia >70 tahun adalah 291 jiwa.

Semakin bertambahnya usia seseorang, maka akan menyebabkan beberapa perubahan pada tubuhnya, salah satunya adalah perubahan pada pola tidur dan istirahat. Hal ini sejalan dengan pernyataan Prayitno (2002), bahwa pertambahan usia berdampak terhadap penurunan dari periode tidur. Perubahan kualitas tidur yang berkaitan dengan usia disebabkan adanya peningkatan waktu yang mengganggu tidur dan pengurangan tidur tahap 3 dan 4 NREM (Galeo, 2008).

Perubahan otak akibat proses penuaan menghasilkan eksitasi dan inhibisi dalam sistem saraf. Bagian korteks otak dapat berperan sebagai inhibitor pada


(45)

sistem terjaga dan fungsi inhibisi ini menurun seiring dengan pertambahan usia. Korteks frontal juga mempengaruhi alat regulasi tidur (Bliwise, 1994, dalam Maas, 2011).

Penurunan kualitas tidur lansia secara normal seiring dengan proses penuaan terfokus pada peningkatan waktu yang mengganggu tidur (efisiensi tidur). Ohayon et al (2004, dalam Galea, 2008) menyatakan bahwa penurunan efisiensi tidur terbukti dari umur 40 tahun. Efisiensi tidur mengalami penurunan sebesar tiga persen setiap dekadenya. Hal tersebut mengindikasikan bahwa usia lansia berkaitan dengan perubahan kualitas tidur, terutama dalam segi jumlah dan waktu yang mengganggu tidur.

2.2. Kualitas Tidur

Kualitas tidur adalah waktu latensi tidur, frekuensi terbangun, lama tidur semalam, kepuasan tidur, kedalaman tidur, rasa lemah/ lelah saat bangun tidur, dan perasaan tidak segar saat bangun di pagi hari (Buysse et al, 2000).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa lamanya waktu tidur mayoritas responden pada malam hari adalah 6-7 jam (54,3%). Kebutuhan dan pola tidur normal pada lansia adalah tidur sekitar 6 jam sehari. Lansia mengalami tidur 6-7 jam sehari karena adanya penurunan fase NREM 1 dan 2, stadium 3 dan 4 aktivitas gelombang delta menurun atau hilang, hal ini membuat tidur lansia menjadi lebih singkat atau berkurang dibandingkan dengan orang dewasa yang rata-rata 8 jam sehari. Lansia yang tidurnya lebih dari 7 jam, hal ini


(46)

51

dimungkinkan lansia mampu beradaptasi dengan perubahan seiring dengan proses penuaan pada dirinya (Potter & Perry, 2005; Carole, 2008, Smyth, 2007).

Waktu yang dibutuhkan mayoritas responden untuk dapat tertidur adalah 16-30 menit (62,9%). Kisaran waktu normal yang dibutuhkan untuk dapat tertidur adalah 10-30 menit (Potter & Perry, 2005). Lansia secara normal membutuhkan waktu untuk jatuh tidur sekitar 10-15 menit. Hasil penelitian ini sesuai dengan kondisi yang normal yaitu waktu yang dibutuhkan untuk mulai tertidur adalah <20 menit (Schachter, 2008). Kebiasaan lansia yang sering dilakukan sebelum memulai tidur, juga dapat mempengaruhi waktulansia untuk mulai tertidur. Faktor yang mempengaruhi kualitas tidur lansia adalah kondisi lingkungan dan kebiasaan sebelum tidur yang tidak sehat seperti: makan dan minum, merokok, mengonsumsi alkohol akan mengganggu tidur seseorang yang bisa berdampak pada meningkatnya latensi tidur pada lansia (Chayatin, 2007; Carole, 2008; Peters,2009).

Mayoritas responden terbangun 1-2 kali (65,7%), sedangkan (12,9%) terbangun 3-4 kali. Lansia dapat mengalami gangguan tidur dikarenakan sering terbangun pada malam hari untuk ke kamar mandi, kondisi lingkungan yang tidak kondusif, misalnya ruangan yang terlalu panas ataupun dingin.

Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Khasanah dan Hidayati (2012), bahwa lansia sering ke kamar mandi pada malam hari karena adanya penurunan fungsi sistem perkemihan. Inkonentinensia pada lansia dikaitkan dengan penurunan otot kandung kemih sebagai akibat dari proses penuaan


(47)

yangmembuat seseorang sering terbangun pada malam hari untuk berkemih sehingga menyulitkan seseorang untuk kembali tidur. Suhu kamar yang panas dan dingin berdampak pada meningkatnya terbangun pada malam hari dan mempengaruhi tidur. Nyeri badan pada lansia dianggap sebagai salah satu gangguantidur yang menyerang saat tidur dalam kondisi terjaga di malamhari. Lansia mengeluhmerasakan nyeri pada malam hari terutama yang mempunyai sakit fisik seperti rematik, asam urat, hipertensi dan lainnya.

Seiring bertambahnya usia, fungsi organ-organ tubuh juga tidak seoptimal ketika masih muda. Hal inilah yang kemudian bisa menyebabkan lansia mudah terserang penyakit. Kondisi tersebut bisa mengganggu baik dalam segi kuantitas maupun kualitas tidur seseorang.

Sedangkan berdasarkan kedalaman tidur responden menunjukkan bahwa mayoritas responden (52,9%) mengatakan tidur dengan sangat nyenyak dan berdasarkan kepuasan tidur, mayoritas responden (40,0%) merasa sangat puas dengan tidurnya.

Sejumlah faktor yang dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas tidur responden yaitu: faktor psikologis dan lingkungan, stress emosional juga menyebabkan seseorang sulit untuk tertidur, sering terbangun selama siklus tidur, atau terlalu banyak tidur, dan lingkungan fisik tempat sesorang tidur berpengaruh penting pada kemampuan untuk tertidur ( Potter & Perry, 2005)..

Vitiello (2006), menyatakan bahwa faktor yang menyebabkan kualitas tidur yang buruk pada lansia yaitu fisiologis, penyakit, psikologis, gangguan tidur


(48)

53

primer, perilaku sosial, dan lingkungan. Kim & Moritz (1982, dalam Maas, 2011), juga menyatakan bahwa faktor yang menyebabkan gangguan pola tidur pada lansia yaitu penambahan usia, penyakit, nyeri, depresi, kecemasan, lingkungan, dan gaya hidup.

Berdasarkan perasaan segar bangun pagi dan mengantuk pada siang hari bahwa mayoritas responden 50,0% merasa segar pada waktu bangun tidur dan 77,1% responden merasakan sedikit mengantuk pada siang hari. Siklus tidur-bangun mempengaruhi dan mengatur fungsi fisiologis dan respon perilaku. Jika siklus tidur-bangun seseorang terganggu, maka fungsi fisiologis tubuh lainnya juga dapat terganggu atau berubah. Secara normal orang yang tidur cukup akan merasakan segar setelah terbangun dari tidurnya, karena tidur sebagai penyimpanan energi untuk digunakan pada hari berikutnya (Potter & Perry, 2005).

Kualitas tidur lansiayang baik dikarenakan mereka memiliki kemampuan untuk tetap tidur dan kondisi lansia yang masih relative baik dalam hal psikologis maupun biologis (Asmadi, 2008).Tidur dikatakan berkualitas baik apabila siklus NREM dan REM terjadi berselang-seling empat sampai enam kali (Rasyad, 2009). Hidayat (2006, dalam Sagala, 2011)juga menyatakan bahwa kualitas tidur seseorang dikatakan baik apabila tidak menunjukkan tanda kekurangan tidur dan tidak mengalami masalah tidur.

Lansia merasa mengantuk di siang hari karena kurang aktivitas pada siang hari dan tidak adanya aktivitas yang rutin. Hal ini menyebabkan lansia sering


(49)

tidur pada siang hari karena tidak ada aktivitas yang harus dikerjakan. Hal ini di dukung penelitian yang di lakukan oleh Oliveira yang menyatakan bahwa lansia yang mengalami tidur siang yang panjang disebabkan karena kurang adanya aktivitas di siang hari dan tidak adannya stimulus kegiatan yang rutinitas (Oliveira,2011).


(50)

55 BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan

Dari penelitian yang dilakukan pada bulan Maret hingga awal bulan Mei 2015 terhadap 70 orang lansia yang berada di di Desa Basilam Bukit Lembasa, Kecamatan Wampu, Kabupaten Langkat, diperoleh data bahwamayoritas responden (54,3%)mempunyai total jam tidur semalam 6-7 jam, (62,9%) responden membutuhkan waktu 16-30 menit untuk memulai tidur, (65,7%) responden terbangun 1-2 kali dalam semalam, (50,0%) responden merasa segar dan tidak mengantuk saat bangun di pagi hari, (52,9%) responden merasa tidurnya sangat nyenyak, (40,0%) responden merasa sangat puas dengan tidurnya, dan (77,1%) responden merasa sedikit mengantuk pada siang hari.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas tidur lansia, diantaranya adalah faktor psikologis dan lingkungan, sering terbangun pada malam hari untuk ke kamar mandi, kondisi lingkungan yang tidak kondusif, misalnya ruangan yang terlalu panas ataupun dingin, riwayat penyakit, dan gaya hidup seseorang. Semakin tinggi skor kualitas tidur seseorang, maka semakin baik pula kualitas tidurnya.


(51)

2. Saran

2.1.Bagi Praktek Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu perawat dalam melakukan asuhan keperawatan secara tepat, agar lansia dapat mempertahankan kualitas tidur terbaiknya.

2.2.Bagi Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan informasi kesehatan khususnya tentang kualitas tidur yang biasa dialami oleh lansia dan

dapat dijadikan bahan referensi khususnya bagi bidang keperawatan komunitas. Instansi pendidikan juga sebaiknya dapat mengembangkan keilmuannya secara mendalam terkait dengan intervensi terhadap kualitas tidur lansia yang buruk sehingga dapat menurunkan kejadian depresi maupun cemas yang pada akhirnya dapat menurunkan nilai kualitas tidur yang buruk pada lansia.

2.3.Bagi Penelitian Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan bisa dikembangkan lagi dengan mencari lebih spesifik lagi faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadi kualitas tidur lansia yang buruk di lingkungan komunitas sehingga bisa melakukan penatalaksanaan untuk meningkatkan kualitas tidur pada lansia dan melakukan pengkajian lebih mendalam lagi terkait data demografi pada lansia yang berhubungan dengan kualitas tidur yang buruk pada lansia.


(52)

57

2.4. BagiPelayanan Kesehatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi pelayanan kesehatan untuk memberikan promosi kesehatan tentang kualitas tidur dan bagaimana cara mendapatkan kualitas tidur yang baik khususnya pada lansia.


(53)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep Lansia

1.1.Pengertian Lansia

Lansia adalah bagian dari proses tumbuh kembang. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia, yang dimaksud lansia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas (Azizah, 2011).

Surini dan Utomo (2003, dalam Azizah, 2011), menyatakan bahwa lansia bukanlah suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang akan dijalani semua individu, ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres lingkungan. 1.2. Batasan Lansia

WHO (1999, dalam Azizah, 2011) menggolongkan lansia berdasarkan usia kronologis atau biologis menjadi empat kelompok, yaitu usia pertengahan (middle age) antara usia 45 sampai 59 tahun, lanjut usia (elderly) berusia antara 60 sampai 74 tahun, lanjut usia tua (old) berusia antara 75 sampai 90 tahun, dan usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun. Nugroho (2000) juga menyatakan bahwa lansiaadalah orang atau individu yang telah berumur 65 tahun ke atas.

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia juga menyatakan bahwa lansia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas (Azizah, 2011). Depkes RI (2003, dalam Pangastuti, 2008),


(54)

8

menggolongkan lansia dalam tiga kategori, yaitu: lansia dini (55-64 tahun), lansia (65-70 tahun), dan lansia resiko tinggi (lebih dari 70 tahun).

1.3.Tugas Perkembangan Lansia

Duvall (1977, dalam Azizah, 2011) menyatakan bahwa lansia memiliki tugas perkembangan khusus yang terdiri dari tujuh kategori, yaitu:

a. menyesuaikan terhadap penurunan kekuatan fisik dan kesehatan; b. menyesuaikan terhadap masa pensiun dan penurunan pendapatan; c. menyesuaikan terhadap kematian pasangan;

d. menerima diri sendiri sebagai individu lansia; e. mempertahankan kepuasan pengaturan hidup;

f. mendefinisikan ulang hubungan dengan anak yang dewasa; g. menentukan cara untuk mempertahankan kualitas hidup.

Dengan mengetahui tugas perkembangannya, lansia diharapkan mampu menyesuaikan diri dengan menurunnya kekuatan dan kesehatan secara bertahap, (Azizah, 2011).

1.4. Proses Menua

Menua (aging) adalah proses alamiah yang biasanya disertai perubahan kemunduran fungsi dan kemampuan sistem yang ada di dalam tubuh sehingga terjadi penyakit degeneratif. Proses menua adalah proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri (Nugroho, 2000).

Penuaan adalah proses normal dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat terjadi pada semua orang pada saat mereka mencapai usia


(55)

tahap perkembangan kronologis tertentu. Penuaan merupakan fenomena yang kompleks dan multidimensional yang dapat diobservasi di dalam satu sel dan berkembang sampai pada keseluruhan sistem (Stanley & Beare, 2006).

Proses penuaan merupakan akumulasi secara progresif dari berbagai perubahan fisiologi organ tubuh yang berlangsung seiring berlalunya waktu. Proses penuaan akan meningkatkan kemungkinan terserang penyakit bahkan kematian (Azizah, 2011).

1.5. Perubahan-Perubahan yang Terjadi pada Lansia 1.5.1.Perubahan Fisik

Perubahan fisik pada lansia mencakup perubahan pada sel, sistem indra, sistem muskuloskeletal, sistem kardiovaskuler dan respirasi, pencernaan dan metabolisme, perkemihan, sistem saraf, dan sistem reproduksi (Azizah, 2011; Nugroho, 2000; Stanley & Beare, 2006).

Sel-sel pada tubuh lansia akan mengalami perubahan dari keadaan awal. Ukuran sel pada lansia menjadi lebih besar namun jumlahnya semakin sedikit. Jumlah sel otak juga akan mengalami penurunan. Mekanisme perbaikan sel juga akan terganggu (Nugroho, 2000).

Perubahan penglihatan yang terjadi pada kelompok lanjut usia erat kaitannya dengan adanya kehilangan kemampuan akomodatif mata. Kerusakan kemampuan akomodasi terjadi karena otot-otot


(56)

10

siliaris menjadi lebih lemah dan lensa kristalin mengalami sklerosis (Stanley &Beare, 2006). Kondisi ini dapat diatasi dengan penggunaan kacamata dan sistem penerangan yang baik (Azizah, 2011).

Ukuran pupil menurun (miosis pupil) dengan penuaan karena sfinkter pupil mengalami sklerosis. Miosis pupil ini dapat mempersempit lapang pandang dan mempengaruhi penglihatan perifer pada tingkat tertentu. Peningkatan kekeruhan lensa dengan perubahan warna menjadi menguning juga terjadi pada sistem penglihatan lansia. Hal ini berdampak pada penglihatan yang kabur, sensitivitas terhadap cahaya, penurunan penglihatan pada malam hari, dan kesukaran dengan persepsi kedalaman (Stanley & Beare, 2006).

Perubahan pendengaran pada lansia erat kaitannya dengan presbiakusis (gangguan pendengaran). Hal ini berkaitan dengan hilangnya kemampuan pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap nada-nada tinggi, suara yang tidak jelas, dan kata-kata yang sulit di mengerti (Azizah, 2011).

Otoskopdengan pemeriksaan histologi, mikrobiologi, biokimia serta radiologi dapat dilakukanuntuk memeriksa adanya gangguan pendengaran pada lansia (Stanley & Beare, 2006).

Perubahan pada sistem integumen juga terjadi pada lansia. Kulit lansia mengalami atrofi, kendur, tidak elastis, kering dan berkerut.Perubahan yang terjadi pada kulit lansia lebih banyak


(57)

dipengaruhi oleh faktor lingkungan, yaitu: angin dan sinar ultraviolet (Azizah, 2011).

Perubahan sistem muskuloskeletal pada lansia terjadi pada jaringan penghubung, kartilago, tulang, otot, maupun sendi. Kolagen sebagai pendukung utama pada kulit, tendon, tulang, kartilago, dan jaringan pengikat mengalami perubahan menjadi bentangan yang tidak teratur. Perubahan pada kolagen tersebut menimbulkan dampak berupa nyeri, penurunan kemampuan untuk meningkatkan kekuatan otot, dan hambatan dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Perubahan yang terjadi pada jaringan kartilago mengakibatkan sendi mengalami peradangan, kekakuan, nyeri, keterbatasan gerak, dan terganggunya aktivitas sehari-hari (Azizah, 2011).

Kepadatan tulang pada lansia mengalami pengurangan. Tulang akan kehilangan cairan dan makin rapuh (Nugroho, 2000). Hal ini mengakibatkan osteoporosis pada lansia. Nyeri, deformitas, dan fraktur merupakan komplikasi lanjut dari osteoporosis. Latihan fisik dapat diberikan sebagai cara untuk mencegah adanya osteoporosis pada lansia (Azizah, 2011).

Perubahan juga terjadipada otot dan sendi lansia. Persendian membesar dan menjadi pendek (Nugroho, 2000) Sendi kehilangan fleksibilitas sehingga terjadi penurunan luas dan gerak sendi (Azizah, 2011). Aliran darah ke otot berkurang sejalan dengan proses menua (Nugroho, 2000). Perubahan morfologis pada otot seperti adanya


(58)

12

jaringan lemak pada otot, perubahan struktur, penurunan jumlah dan ukuran serabut otot akan mengakibatkan penurunan kemampuan fungsional otot (Azizah, 2011).

Sistem kardiovaskuler mengalami perubahan dimana arteri menjadi kehilangan elastisitasnya (Azizah, 2011). Efektifitas pembuluh darah perifer dalam oksigenasi juga mengalami penurunan (Nugroho, 2000).

Pada sistem respirasi, terjadi perubahan pada otot, kartilago, dan sendi toraks yang mengakibatkan gerakan pernapasan menjadi terganggu dan mengurangi kemampuan peregangan toraks (Azizah, 2011). Kekuatan otot pernapasan akan menurun seiring dengan bertambahnya usia. Otot pernapasan mengalami kelemahan akibat atrofi (Nugroho, 2000).

Perubahan yang terjadi pada sistem pencernaan, yaitu sensitivitas lapar menurun, asam lambung menurun, peristaltik melemah, serta ukuran hati yang mengecil. Kehilangan gigi juga seringkali terjadi pada lansia (Azizah, 2011). Hal ini disebabkan karena periodontal disease ataupun kesehatan gigi maupun gizi yang buruk pada lansia (Nugroho, 2000).

Dalam sistem perkemihan, terjadi perubahan yang signifikan meliputi: kemunduran dalam laju filtrasi, ekskresi, dan reabsorbsi oleh ginjal. Hal ini akan memberikan efek dalam pemberian obat pada lansia.


(59)

Inkontinensia urin juga meningkat pada lansia (Ebersole and Hess, 2001, dalam Azizah, 2011). Aliran darah ke ginjal menurun sampai 50%. Fungsi tubulus berkurang dan berat jenis urin menurun (Nugroho, 2000).

Surini & Utomo (2003, dalam Azizah, 2011) mengemukakan bahwa lansia mengalami penurunan kemampuan dalam beraktivitas. Penuaan menyebabkan penurunan persepsi sensori dan respon motorik pada susunan saraf pusat serta penurunan eseptor proprioseptif. Hal ini terjadi karena susunan saraf pusat pada lansia mengalami perubahan morfologis dan biokimia.

Perubahan sistem reproduksi lansia ditandai dengan mengecilnya ovari dan uterus. Payudara pada lansia wanita juga mengalami atrofi. Selaput lendir vagina menurun, permukaan menjadi halus, sekresi menjadi berkurang, dan sifat reaksinya menjadi alkali. Testis pada lansia pria masih dapat memproduksi spermatozoa, meskipun terjadi penurunan secara berangsur-angsur (Watson, 2003, dalam Azizah, 2011).

1.5.2. Perubahan Kognitif

Lansia mengalami penurunan daya ingat, yang merupakan salah satu fungsi kognitif. Ingatan jangka panjang kurang mengalami perubahan, sedangkan ingatan jangka pendek memburuk. Lansia akan kesulitan mengungkapkan kembali cerita atau kejadian yang tidak begitu menarik perhatiannya (Azizah, 2011).


(60)

14

Nugroho (2000) mengungkapkan bahwa faktor yang mempengaruhi perubahan kognitif pada lansia, yaitu: perubahan fisik, kesehatan umum, tingkat pendidikan, keturunan, dan lingkungan. 1.5.3.Perubahan Spiritual

Agama atau kepercayaan makin berintegrasi dalam kehidupan lansia (Maslow, 1976, dalam Azizah, 2011). Nugroho (2000) menyatakan bahwa lansia makin teratur dalam menjalankan rutinitas kegiatan keagamaannya sehari-hari. Lansia juga cenderung tidak terlalu takut terhadap konsep dan realitas kematian (Azizah, 2011). 1.5.4.Perubahan Psikososial

Perubahan psikososial yang dialami oleh lansia, yaitu masa pensiun, perubahan aspek kepribadian, dan perubahan dalam peran sosial di masyarakat. Pensiun adalah tahap kehidupan yang dicirikan oleh adanya transisi dan perubahan peran yang menyebabkan stres psikososial. Hilangnya kontak sosial dari area pekerjaan membuat lansia pensiunan merasakan kekosongan. Menurut Budi Darmojo dan Martono (2004, dalam Azizah, 2011), lansia yang memasuki masa pensiun akan mengalami berbagai kehilangan, yaitu: kehilangan finansial, kehilangan status, kehilangan teman, dan kehilangan kegiatan.

Lansia mengalami penurunan fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi, pemahaman, pengertian, perhatian yang menyebabkan reaksi dan perilaku


(61)

lansiamenjadi semakin lambat. Fungsi psikomotor meliputi hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak, yang mengakibatkan lansia menjadi kurang cekatan. Adanya penurunan kedua fungsi tersebut membuat lansia mengalami perubahan kepribadian (Azizah, 2011).

Perubahan dalam peran sosial di masyarakat dapat terjadi akibat adanya gangguan fungsional maupun kecacatan pada lansia. Hal ini dapat menimbulkan perasaan keterasingan pada lansia. Respon yang ditunjukkan oleh lansia, yaitu: perilaku regresi (Stanley & Beare, 2006).

1.5.5. Penurunan Fungsi dan Potensi Seksual

Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lansia seringkali berhubungan dengan berbagai gangguan fisik. Menurut Kuntjoro (2002), faktor psikologis yang menyertai lansia berkaitan dengan seksualitas, yaitu: rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan seksual pada lansia. Sikap keluarga dan masyarakat juga kurang menunjang serta diperkuat oleh tradisi dan budaya (Azizah, 2011).

1.5.6. Perubahan Pola Tidur dan Istirahat

Perubahan otak akibat proses penuaan menghasilkan eksitasi dan inhibisi dalam sistem saraf. Bagian korteks otak dapat berperan sebagai inhibitor pada sistem terjaga dan fungsi inhibisi ini menurun


(62)

16

seiring dengan pertambahan usia. Korteks frontal juga mempengaruhi alat regulasi tidur (Bliwise, 1994, dalam Maas, 2011).

Penurunan aliran darah dan perubahan dalam mekanisme neurotransmiter dan sinapsis memainkan peran penting dalam perubahan tidur dan terjaga yang dikaitkan dengan faktor pertambahan usia. Faktor ekstrinsik, seperti pensiun, juga dapat menyebabkan perubahan yang tiba-tiba pada kebutuhan untuk beraktivitas dan kebutuhan energi sehari-hari serta mengarah pada perubahan pada kebutuhan tidur.

Gallo (1998, dalam Azizah, 2011) dan Kozier (2008). Gallo (1998, dalam Azizah, 2011) menyatakan bahwa pensiun adalah tahap kehidupan yang dicirikan oleh adanya transisi dan perubahan peran yang menyebabkan stres psikososial. Kozier (2008) menyatakan bahwa faktor stres psikologis dapat mempengaruhi tidur individu.

Keadaan sosial dan psikologis yang terkait dengan faktor kehilangan dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya depresi pada lansia, yang kemudian dapat mempengaruhi pola tidur-terjaga lansia. Pola tidur dapat dipengaruhi oleh lingkungan, bukan seluruhnya akibat proses penuaan (Garcia & Drucker-Colin, 1999, dalam Maas, 2011).

2. Konsep Tidur


(63)

Tidur adalah suatu keadaan yang berulang-ulang, perubahan status kesadaran yang terjadi selama periode tertentu (Potter & Perry, 2005). Tidur adalah suatu keadaan bawah sadar saat individu dapat dibangunkan dengan pemberian rangsangan (Guyton & Hall, 2007).

Tidur adalah keadaan perilaku ritmik dan siklik yang terjadi dalam lima tahap (Stanley & Beare, 2006). Tidur adalah keadaan saat terjadinya proses pemulihan bagi tubuh dan otak serta sangat penting terhadap pencapaian kesehatan yang optimal (Maas, 2011).

Tidur terjadi secara alamiah, dengan fungsi fisiologis dan psikologis yang melekat merupakan suatu proses perbaikan tubuh. Secara fisiologis, jika seseorang tidak mendapatkan tidur yang cukup untuk mempertahankan kesehatan tubuh, dapat terjadi efek-efek sepertipelupa, konfusi, dan disorientasi. Secara psikologis, tidur memungkinkan seseorang utnuk mengalami perasaan sejahtera serta energi psikis dan kewaspadaan untuk menyelesaikan tugas-tugas (Tomb, 2002).

2.2. Fisiologi Tidur

Tidur adalah irama biologis yang kompleks (Kozier, 2008). Tidur adalah proses fisiologis yang bersiklus dan bergantian dengan periode yang lebih lama dari keterjagaan (Potter & Perry, 2005). Tidur ditandai dengan aktivitas fisik yang minimal, perubahan proses fisiologis tubuh, dan penurunan respon terhadap rangsangan eksternal (Kozier, 2008).

Siklus tidur-terjaga mempengaruhi dan mengatur fungsi fisiologis dan respon perilaku. Individu mengalami irama siklus sebagai bagian dari


(64)

18

kehidupan mereka setiap hari. Irama yang paling dikenal adalah irama diurnal atau irama sirkadian, yang merupakan siklus 24 jam (siang dan malam) (Potter &Perry, 2005). Irama sirkadian mempengaruhi pola fungsi biologis utama dan fungsi perilaku. Fluktuasi dan perkiraan suhu tubuh, denyut jantung, tekanan darah, sekresi hormon, kemampuan sensorik, dan suasana hati tergantung pada pemeliharaan siklus sirkadian 24 jam. Irama sirkadian dipengaruhi oleh cahaya dansuhu, selain faktor eksternal seperti aktivitas sosial dan rutinitas pekerjaan.

Perubahan dalam suhu tubuh juga berhubungan dengan pola tidur individu, termasuk lansia (Saryono & Widianti, 2010). Individu akan bangun ketika mencapai suhu tubuh tertinggi dan akan tertidur ketika mencapai suhu tubuh terendah (Kozier, 2008).

Tidur melibatkan suatu urutan keadaan fisiologis yang dipertahankan oleh integrasi tinggi aktivitas sistem saraf pusat yang berhubungan dengan perubahan dalam sistem saraf perifer, endokrin, kardiovaskuler, pernapasan, dan muskular (Robinson, 1993 dalam Potter & Perry, 2005). Tiap rangkaian diidentifikasi dengan respon fisik tertentu dan pola aktivitas otak. Peralatan seperti elektroensefalogram (EEG), yang mengukur aktivitas listrik dalam korteks serebral, elektromiogram (EMG), yang mengukur tonus otot dan elektrookulogram (EOG) yang mengukur gerakan mata, memberikan informasi struktur aspek fisiologis tidur (Potter & Perry, 2005).

Kontrol dan pengaturan tidur tergantung pada hubungan antara dua mekanisme serebral yang mengaktivasi secara intermitten dan menekan


(65)

pusat otak tertinggi untuk mengontrol tidur dan terjaga. Sebuah mekanisme menyebabkan terjaga dan yang lain menyebabkan tertidur (Potter & Perry, 2005).

Sistem aktivasi retikular (SAR) berlokasi pada batang otak teratas. SAR dipercayai terdiri atas sel khusus yang mempertahankan kewaspadaan dan terjaga. SAR menerima stimulus sensori visual, auditori, nyeri, dan taktil. Aktivitas korteks serebral (misal proses emosi atau pikiran) juga menstimulasi SAR (Potter & Perry, 2005). Keadaan terjaga atau siaga yang berkepanjangan sering dihubungkan dengan gangguan proses berpikir yang progresif dan terkadang dapat menyebabkan aktivitas perilaku yang abnormal (Guyton & Hall, 2007).

Tidur dapat dihasilkan dari pengeluaran serotonin dari sel tertentu dalam sistem tidur Raphe pada pons dan otak depan bagian tengah. Zat agonis serotonin berguna untuk menekan tidur dan antagonis serotonin meningkatkan tidur gelombang-lambat pada manusia. Seseorang tetap tertidur atau terbangun tergantung pada keseimbangan impuls yang diterima dari pusat yang lebih tinggi, reseptor sensori perifer dan sistem limbik. Ketika seseorang mencoba untuk tidur mereka akan menutup mata dan berada pada posisi relaks. Jika stimulus ke SAR menurun maka aktivasi SAR juga akan menurun. Pada beberapa bagian lain, BSR mengambil alih dan menyebabkan seseorang tidur (Ganong, 2002).


(66)

20

Tidur terbagi dalam dua fase, yaitu:nonrapid eye movement (NREM) dan eye movement (REM). Tidur dimulai dari status NREM yang terbagi dalam empat tahap. Kualitas tidur dari tahap 1 sampai tahap 4 bertambah dalam (Potter & Perry, 2005).

Tahap 1 NREM merupakan periode transisi menuju saatnya tidur, saat individu dapat dengan mudah terbangun (Maas, 2011). Pada tahap ini terjadi pengurangan aktivitas fisiologis, seperti pengurangan tanda-tanda vital dan metabolisme (Saryono & Widianti, 2010).Pada tahap ini ditandai dengan seseorang merasa kabur dan rileks, seluruh otot menjadi lemas, kelopak mata menutup mata, kedua bola mata bergerak ke kiri dan ke kanan, kecepatan jantung dan voluntasi gelombang-gelombang alfa. Seseorang yang tidur pada tahap I ini dapat dibangunkan dengan mudah (Asmadi, 2008).

Tahap 2 NREM dianggap sebagai periode tidur ringan dengan fase relaksasi yang sangat besar (Maas, 2011). Tahap ini disebut sebagai tahap tidur bersuara. Fungsi tubuh dalam tahap ini menjadi lambat (Saryono & Widianti, 2010). Tahap 2 ini ditandai dengan kedua bola mata berhenti bergerak, suhu tubuh menurun, tonus otot perlahan-lahan berkurang, serta kecepatan jantung dan pernapasan turun dengan jelas. Pada EEG timbul gelombang beta yang berfrekuensi 14-18 siklus/detik. Gelombang-gelombang ini disebut dengan Gelombang-gelombang tidur. Tahap II ini berlangsung sekitar 10-15 menit (Asmadi, 2008)


(67)

Tahap 3 NREM merupakan fase pertama tidur dalam.Pada tahap ini, keadaan fisik lemah lunglai karena tonus otot lenyap secara menyeluruh. Kecepatan jantung, pernapasan, dan proses tubuh berlanjut mengalami penurunan akibat dominasi sistem saraf parasimpatik. Pada EEG memperlihatkan perubahan gelombang beta menjadi sirklus/detik. Seseorang yang tidur pada tahap III ini sulit untuk dibangunkan (Asmadi, 2008).Tahap ini berakhir dalam 15-30 menit (Saryono & Widianti, 2010).

Tahap 4 NREM merupakan periode tidur paling dalam. Tahap ini merupakan tahap terbesar terjadinya pemulihan. Tanda-tanda vital menurun secara bermakna. Pada tahap ini terjadi tidur sambil berjalan dan enuresis. Tahap 3 dan 4 NREM seringkali disebut sebagai “tidur gelombanglambat” karena pada fase ini gelombang lambat ditunjukkan dalam aktivitas elektroenselografi (EEG) (Saryono & Widianti, 2010; Maas, 2011).Pada EEG, tampak hanya terlihat gelombang delta yang lambat dengan frekuensi 1-2 siklus/detk. Pada tahap ini dapat terjadi mimpi (Asmadi, 2008).

Keempat tahap dari fase tidur NREM diikuti oleh fase tidur REM. Tingkat terdalam relaksasi tubuh terjadi selama fase tidur REM, tetapi aktivitas EEG serupa dengan pola yang terlihat selama terjaga. Selama fase tidur REM, frekuensi pernapasan, denyut jantung, dan tekanan darah menjadi sangat bervariasi, tidak teratur, dan meningkat secara berkala (Maas, 2011). Sekresi lambung juga mengalami peningkatan. Pada tahap ini, individu akan mengalami mimpi. Tahap ini berakhir dalam 90 menit (Saryono & Widianti, 2010).


(68)

22

2.4.Siklus Tidur

Kedas, Lux, & Amodes (1989, dalam Maas, 2011) menyatakan bahwa siklus tidur yang umum terjadi terdiri atas tahap 1 NREM, diikuti oleh tahap 2, 3, dan 4 NREM dengan kemungkinan kembali lagi ke tahap sebelumnya, yaitu tahap 3 dan 2 NREM, sebelum dimulainya tahap REM. Fase NREM terjadi pada sekitar 75% sampai 80% dari waktu tidur total. Tidur REM terjadi selama 20% sampai 25% waktu tidur dalam. Tahap REM dimulai kurang lebih 60 menit dalam siklus tidur, dan umumnya empat sampai enam siklus tidur NREM sampai siklus tidur REM terjadi setiap malam (Carskadon & Dement, 1994 dalam Maas, 2011).

Tahap tidur

NREM NREM NREM NREM

Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3 Tahap 4

Tidur REM

NREM NREM Tahap 2 Tahap 3

Gambar 2.1 Tahapan siklus tidur lansia (Potter & Perry, 2010) 2.5 Fungsi Tidur

Oswald (1984, dalam Potter & Perry, 2005), menyatakan bahwa tidur dipercaya bermanfaat dalam pemulihan fisiologis dan psikologis individu. Tidur nyenyak bermanfaat dalam memelihara fungsi jantung. Selama tidur


(69)

tahap 4 NREM, tubuh melepaskan hormon pertumbuhan untuk memperbaiki sel-sel otak.

Teori lain menambahkan bahwa tubuh menyimpan energi selama tidur. Otot skelet berelaksasi secara progresif. Penurunan laju metabolik basal lebih jauh menyimpan persediaan energi tubuh (Anch, 1988 dalam Potter & Perry, 2005).

Tidur REM penting untuk pemulihan kognitif. Tidur REM dihubungkan dengan perubahan dalam aliran darah serebral, peningkatan aktivitas kortikal, peningkatan konsumsi oksigen, dan pelepasan epinefrin. Hal ini dapat membantu penyimpanan memori dan pembelajaran. Tidur REM yang kurang dapat mengarah pada perasaan bingung dan curiga (Potter & Perry, 2005).

3. Kualitas Tidur

3.1. Pengertian Kualitas Tidur

Kualitas tidur merupakan konstruksi klinis yang penting. Hal ini dikarenakan keluhan akan kualitas tidur umum terjadi di masyarakat dan kualitas tidur yang buruk merupakan gejala penting dari adanya gangguan tidur dan penyakit lainnya (Buysse et al, 1988). Potter & Perry (2005), juga menambahkan pentingnya kualitas tidur terbaik dalam upaya peningkatan kesehatan dan pemulihan individu yang sakit.

Kualitas tidur adalah waktu latensi tidur, frekuensi terbangun, lama tidur semalam, kepuasan tidur, kedalaman tidur, rasa lemah/ lelah saat


(70)

24

bangun tidur, dan perasaan tidak segar saat bangun di pagi hari (Buysse et al, 2000).

Kualitas tidur adalah karakteristik subjektif dan seringkali ditentukan oleh perasaan energik atau tidak setelah bangun tidur (Kozier, 2008). Kualitas tidur adalah kepuasan terhadap tidur, sehingga orang tersebut tidak memperlihatkan perasaan lelah, mudahterangsang dan gelisah, lesu dan apatis, kehitaman di sekitar mata, kelopak mata bengkak, konjungtiva merah, perhatian terpecah, sakit kepala dan sering menguap atau mengantuk (Hidayat, 2006, dalam Sagala, 2011).

Ertekin& Dogan (1999, dalam Eser et al, 2007) menyatakan bahwa kualitas tidur mencakup lamanya waktu yang dibutuhkan untuk tertidur, frekuensi bangun dalam tidur malam, kedalaman tidur, dan restfulness. Thompson & Franklin (2010) menyatakan bahwa kualitas tidur berbeda dengan kuantitas tidur. Kuantitas tidur adalah lama waktu tidur berdasarkan jumlah jam tidur sedangkan kualitas tidur mencerminkan keadaan tidur yang restoratif dan dapat menyegarkan tubuh keesokan harinya. Sekine at al (2005) juga menambahkan bahwa kualitas tidur yang buruk berbeda dengan kuantitas tidur yang buruk. Kuantitas tidur yang buruk mencakup durasi tidur pendek sedangkan kualitas tidur yang buruk mencakup kesulitan untuk tidur, seringkali terbangun di malam atau dini hari.

Tidur dikatakan berkualitas baik apabila siklus NREM dan REM terjadi berselang-seling empat sampai enam kali (Rasyad, 2009). Hidayat (2006, dalam Sagala, 2011) menyatakan bahwa kualitas tidur seseorang


(71)

dikatakan baik apabila tidak menunjukkan tanda kekurangan tidur dan tidak mengalami masalah tidur. Kualitas tidur lansia yang baik dikarenakan mereka memiliki kemampuan untuk tetap tidur dan kondisi lansia yang masih relative baik dalam hal psikologis maupun biologis (Asmadi, 2008).

Tanda kekurangan tidur dapat dibagi menjadi tanda fisik dan tanda psikologis. Tanda fisik kekurangan tidur meliputi ekspresi wajah (area gelap di sekitar mata, bengkak di kelopak mata, konjungtiva berwarna kemerahan, dan mata cekung), kantuk yang berlebihan ditandai dengan seringkali menguap, tidak mampu untuk berkonsentrasi, dan adanya tanda-tanda keletihan seperti penglihatan kabur, mual, dan pusing. Tanda psikologis dari kekurangan tidur meliputi menarik diri, apatis dan respon menurun, bingung, daya ingat berkurang, halusinasi, ilusi penglihatan atau pendengaran, dan kemampuan memberikan pertimbangan atau keputusan menurun (Hidayat, 2006 dalam Sagala, 2011).

3.2.Pengkajian Kualitas Tidur

Kualitas tidur dapat diketahui dengan melakukan pengkajian yang meliputi data subjektif dan objektif (Croven &Hirnle, 2000).

Data subjektif merupakan kriteria yang sangat penting untuk menentukan kualitas tidur seseorang melalui pernyataan subjektif mengenai kualitas tidur yang dialaminya. Pernyataan subjektif ini sangat bervariasi, pada individu (Potter & Perry, 2001). Dalam pernyataan subjektif, individu biasanya melaporkan perngalaman tidur yang dialami berkaitan dengan total waktu tidur, lamanya waktu yang dibutuhkan untuk tertidur, frekuensi


(72)

26

seringnya terbangun pada malam hari dan waktu bangun di pagi hari (Croven &Hirnle, 2000).

Data objektif dapat dilihat dari pemeriksaan fisik dan diagnostik (Tarwoto & Watonah, 2003). Pemeriksaan fisik dapat diobservasi dari penampilan wajah seperti adanya lingkaran hitam disekitar mata, mata sayu dan konjungtiva merah. Dapat juga dilihat dari perilaku dan tingkat energi individu seperti perilaku irritable, kurang perhatian respon lambat, sering menguap, menarik diri, dan bingung, postur tubuh tidak stabil, tangan tremor dan kurang koordinasi. Pemeriksaan diagnostik dapat dilakukan dengan merekam proses tidur dengan alat-alat seperti EEG (electroencephalogram) untuk melihat aktivitas listrik otak, EMG (electromyogram) untuk pengukuran tonus otot, dan EOG (electroculogram) untuk melihat pergerakan mata (Potter & Perry, 2001).

Walaupun pengukuran kualitas tidur dengan perekaman proses tidur dengan EEG, EMG, EOG dalam hal ini data objektif memberikan hasil yang valid namun dengan pengukuran kualitas tidur menggunakan data subjektif sangat dibutuhkan dalam mengkaji kualitas tidur (Heikemper, Charman, Shaver, Lentz, Jarrett, 1998). Penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Vitiello et al (2004, dalam Galea, 2008) yang meneliti antara korelasi antara hasil yang didapatkan beberapa partisipan yang diukur kualitas tidurnya secara subjektif dengan menggunakan Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) dan secara objektif dengan menggunakan polysomnography memiliki hubungan yang sangat signifikan meliputi variabel jumlah waktu


(73)

tidur, waktu yang dihabiskan di tempat tidur, latensi tidur, dan efisiensi tidur. Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Cohen (1997, dalam Karota-Bukit, 2003) juga melaporkan korelasi antara pengukuran tidur dengan data objektif yang dilakukan oleh teman sekamar dan laporan pribadi mencapai angkar 0,84 yang mengindikasikan bahwa korelasi yang sangat kuat.

Sehubungan dengan hal di atas, pengukuran kualitas tidur dengan menggunakan alat-alat EEG,EMG,EOG merupakan pengukuran kualitas tidur yang standar, namun tidak memungkinkan untuk dilakukan pada penelitian ini, karena alat yang tidak tersedia, sehingga pengukuran kualitas tidur dengan menggunakan data subjektif dalam penelitian ini asalah dengan menggunakan kuesioner SQQ (Sleep Quality Questionnaires) Karota-Bukit, 2003.

SQQ adalah kuesioner yang dimodifikasi dari The Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) (Buysse, et al.,1988) dan St.Mary’s Hospital (SMH) Sleep Questionnaire (Ellis et al., 1981). PSQI terdiri dari 7 komponen dengan 21 pernyataan, 3 komponen dimodifikasi untuk penggunaan SQQ yaitu pernyataan no.2, tidur laten (waktu yang dibutuhkan untuk tertidur pada malam hari), pernyataan no.3, total jam tidur dan pernyataan no.7, mengantuk di siang hari. Sedangkan St.Mary’s Hospital (SMH) Sleep Questionnaireterdiri dari 14 pernyataan dan 4 pernyataan dimodifikasi untuk penggunaan SQQyaitu frekuensi terbangun malam, perasaan segar bangun pagi, kedalaman tidur, dan kepuasan tidur.


(74)

28

Pola tidur berdasarkan tingkat perkembangan usianya, lansia memiliki tidur sekitar 6 jam sehari, 20-25% Tidur REM, tidur tahap IV nyata berkurang kadang-kadang tidak ada. Mungkin mengalami insomnia dan sering terbangun sewaktu tidur malam hari (Asmadi, 2008).

Pertambahan usia berdampak terhadap penurunan dari periode tidur (Prayitno, 2002). Perubahan kualitas tidur yang berkaitan dengan usia disebabkan adanya peningkatan waktu yang mengganggu tidur dan pengurangan tidur tahap 3 dan 4 NREM (Galeo, 2008). Ohayon et al (2004, dalam Galea, 2008) menyatakan bahwa penurunan efisiensi tidur terbukti dari umur 40 tahun.Efisiensi tidur mengalami penurunan sebesar tiga persen setiap dekadenya

Webb (1989, dalam Maas, 2011) menyatakan bahwa penundaan waktu tertidur terjadi pada satu dari tiga lansia perempuan dan satu dari lima lansia laki-laki.

Lansia mengalami tidur 6-7 jam sehari karena adanya penurunan fase NREM 1 dan 2, stadium 3 dan 4 aktivitas gelombang delta menurun atau hilang, hal ini membuat tidur lansia menjadi lebih singkat atau berkurang dibandingkan dengan orang dewasa yang rata-rata 8 jam sehari. Lansia yang tidurnya lebih dari 7 jam, hal ini dimungkinkan lansia mampu beradaptasi dengan perubahan seiring dengan proses penuaan pada dirinya (Potter & Perry, 2005; Carole, 2008, Smyth, 2007).


(75)

Kisaran waktu normal yang dibutuhkan untuk dapat tertidur adalah 10-30 menit (Potter & Perry, 2005). Waktu yang dibutuhkan untuk mulai tertidur adalah <20 menit (Schachter, 2008).

Beberapa individu melakukan latihan relaksasi untuk membantu mereka agar dapat tidur dan instruksi untuk membantu mereka mengembangkan kebiasaan tidur yang baik diantaranya: bangun pada jam yang sama pada setiap hari, menghindari berbagai aktivitas menjelang tidur yang tidak sejalan dengan tidur itu sendiri (Davidson & Kring, 2006).

Beberapa lansia mengalami penurunan kualitas tidur yang dipicu oleh gangguan dengan gejala sering terjaga pada malam hari, sering kali terbangun pada dini hari, dan sulit untuk tertidur. Gangguan tidur pada lansia terdiri dari gangguan tidur insomnia primer, hipersomnia, narkolepsi, dan gangguan tidur apnea (Davidson & Kring, 2006).

Shneerson (2000, dalam Potter & Perry 2001) menyebutkan pada lansia juga mengalami perubahan irama sirkadian yang mempengaruhi denyut nadi, suhu tubuh, volume urin yang disekresikan dan eksresi dari potassium urin. Perubahan fisiologis ini sering mengakibatkan perubahan irama tidur pada lansia.

Beberapa lansia juga mengkonsumsi berbagai obat untuk mengontrol dan mengobati penyakit kronik dan efek gabungan beberapa obat bisa sangat menganggu tidur (Potter & Perry, 2010). Penggunaan obat tidur mengubah pola tidur dan menurunkan kewaspadaan di siang hari, yang kemudian menjadi masalah bagi individu. Obat yang diresepkan untuk tidur


(1)

PRAKATA

Segala puji dan syukur peneliti panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas berkah, rahmat, dan karunia Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Gambaran Kualitas Tidur Pada Lansia di Desa Basilam Bukit Lembasa, Kecamatan Wampu, Kabupaten Langkat”.

Ucapan terima kasih peneliti sampaikan kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan bimbingan dan dukungan dalam proses penyelesaian skripsi ini, sebagai berikut:

1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Erniyati S.Kp., MNS selaku Pembantu Dekan 1, IbuEviKarota Bukit, S.Kp., MNS selakuPembantuDekan 2, Bapak Ikhsanudin Ahmad Nasution S.Kep., MNS selaku Pembantu Dekan 3 Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Iwan Rusdi, S.Kp., MNSselaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktu, pikiran, dan tenaga dalam memberi masukan-masukan yang bermanfaat bagi skripsi ini dan juga memberi motivasi, dukungan, dan semangat kepada saya selama proses penyelesaian skripsi ini.

4. Ibu Mahnum Lailan Nasution S.Kep, Ns., M.Kep selaku dosen penguji I yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan saran demi kelancaran skripsi ini.

5. Ibu Evi Karota Bukit, S.Kp., MNS selaku dosen penguji II yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan saran demi kelancaran skripsi ini.

6. Ibu Nur Asiah, S.Kep, Ns., M.Biomed selaku dosen Pembimbing Akademik, seluruh dosen, dan pegawai Fakultas Keperawatan USU yang telah memberikan bimbingan selama proses perkuliahan. Semoga Allah membalas ilmu yang telah kalian berikan dengan keberkahan.


(2)

7. Pihak Kepala Desa Basilam Bukit Lembasa, Kecamatan Wampu Kabupaten Langkat, khusunya Bapak Sunigrat selaku Kepala Desa, yang telah membantu peneliti melakukan penelitian.

8. Orangtua saya Ayahanda Nawin dan ibunda saya Sumini, saudara-saudara saya Eko Prasetya, Ari Ramayanti Rahayu, Arif Prabowo, dan Fiqri Wahyudi yang saya cintai dan sayangi. Terima kasih atas doa, dukungan, dan semangat yang senantiasa kalian berikan sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini.

9. Terima kasih banyak kepada Beasiswa Bidikmisi telah senantiasa memberikan dukungan secara materi untuk biaya pendidikan kepada peneliti.

10. Sahabat-sahabat yang saya sayangi. Terima kasih atas dukungan, doa, dan semangat yang kalian berikan. Teman-teman seperjuangan dan seluruh stambuk 2011 semoga kitasemua akan meraih kesuksesan.

11. Saudari-saudari tercinta di pondokan Al-Hurriyah. Terima kasih banyak atas cinta, doa dan dukungan yang selalu kalian berikan.

12. Seluruh responden yang telah bersedia menjadi responden dalam penelitian ini

Akhir kata penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang keperawatan dan bagi pihak-pihak yang membutuhkan. Penulis sangat mengharapkan saran yang bersifat membangun untuk perbaikan yang lebih baik di masa yang akan datang.

Medan, Juli 2015 Penulis


(3)

DAFTAR ISI

halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

PRAKATA ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR SKEMA ... viii

ABSTRAK ... ix

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1. Latar belakang ... 1

2. Perumusan masalah ... 6

3. Tujuan penelitian ... 6

4. Manfaat penelitian ... 6

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

1. Konsep lansia ... 7

1.1. Pengertian lansia ... 7

1.2. Batasan lansia ... 8

1.3. Tugas perkembangan lansia ... 8

1.4. Proses menua ... 8

1.5. Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia ... 9

1.5.1. Perubahan fisik ... 9

1.5.2. Perubahan kognitif ... 13

1.5.3. Perubahan spiritual ... 14

1.5.4. Perubahan psikososial ... 14

1.5.5. Penurunan fungsi dan potensi seksual ... 15

1.5.6. Perubahan pola tidur dan istirahat ... 15

2. Konsep tidur ... 16

2.1. Pengertian tidur ... 16

2.2. Fisiologi tidur ... 17

2.3. Tahapan tidur ... 19

2.4. Siklus tidur ... 21

2.5. Fungsi tidur ... 22

3. Kualitas tidur ... 23

3.1. Pengertian kualitas tidur ... 23

3.2. Pengkajian kualitas tidur ... 25

3.3. Kualitas tidur lansia ... 27

BAB 3. KERANGKA PENELITIAN ... 31

1. Kerangka penelitian ... 31

2. Definisi operasional ... 32

BAB 4. METODOLOGI PENELITIAN ... 34


(4)

3. Kriteria sampel penelitian ... 36

3.1. Kritetia inklusi ... 36

3.2. Kriteria ekslusi ... 37

4. Lokasi dan waktu penelitian ... 37

5. Pertimbangan etik ... 38

6. Instrumen penelitian ... 38

6.1. Kuesioner data demografi (KKD) ... 39

6.2. Kuesioner kualitas tidur (KKT) ... 39

7. Uji validitas dan reliabilitas ... 40

8. Teknik pengumpulan data ... 42

9. Analisa data ... 439.1 .Metode pengumpulan data ... 44

9.2. Analisis data ... 44

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 45

1. Hasil penelitian ... 45

1.1. Karakteristik responden ... 45

1.2. Kualitas tidur responden berdasarkan parameter tidur ... 46

2. Pembahasan ... 49

2.1. Karakteristik responden ... 49

2.2. Kualitas tidur ... 50

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 55

1. Kesimpulan ... 55

2. Saran ... 56

DAFTAR PUSTAKA ... 58

LAMPIRAN ... 62

1. Lembar persetujuan menjadi subjek penelitian ... 63

2. Instrumen penelitian ... 64

3. Etical clearance ... 68

4. Surat izin pengambilan data ... 69

5. Surat izin pengambilan data dari kepala desa ... 70

6. Surat izin menggunakan instrumen ... 71

7. Surat persetujuan penggunaan instrumen... 72

8. Hasil penelitian... 73

9. Taksasi dana penelitian ... 78

10. Jadwal penelitian ... 79

11. Lembar bukti bimbingan ... 80

12. Surat terjemahan abstrak ... 81

13. Surat selesai penelitian ... 82


(5)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1.Definisi Operasional ... 32

Tabel5.1.Distribusi Frekuensi dan Persentase berdasarkan

Karakteristik Responden ... 46

Tabel 5.2.Distribusi Frekuensi dan Persentase berdasarkan Parameter


(6)

DAFTAR SKEMA

Skema 2.1 Tahapan siklus tidur lansia ... 22 Skema 3.1 Kerangka konsep ... 31