Uji Aktivitas Antibakteri Hasil Hidrolisis Enzimatis Minyak Kelapa Murni Terhadap Salmonella typhi dan Salmonella typhimurium Secara In-vitro dan In-vivo

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1Salmonella
Bakteri dibedakan dalam 2 kelompok besar, yaitu bakteri Gram-positif dan
bakteri Gram-negatif. Bakteri Gram-positif dan bakteri Gram-negatif ini dapat
dibedakan dari struktur dinding selnya. Dinding bakteri gram positif banyak
mengandung peptidoglikan, sedangkan dinding bakteri gram negatif banyak
mengandung lipopolisakarida (Pratiwi, 2008). Struktur dinding sel bakteri dapat
dilihat pada Gambar 2.1.

a. Gram
negatif

b. Gram
positif

Gambar 2.1Struktur dinding sel bakteri Gram negatif (a) dan
bakteri Gram positif (b)(Sumber: Kumar,et al., 2005)

10

Universitas Sumatera Utara

Salmonella adalah bakteri Gram-negatif, yang merupakan bakteri anaerob
fakultatif dari famili Enterobacteriaceae, berbentuk batang yang tidak berspora,
memiliki motil dengan flagella peritrikhus (alat gerak, flagella) yang terdapat pada
seluruh permukaan sel bakteri. Hampir seluruh spesies Salmonella mampu
menghasilkanhydrogen

sulfide (H2S)

yang

dapat

dideteksi

dengan

cara


menumbuhkannya pada media yang mengandung ferrous sulfate, misalnya
media Triple Sugar Iron Agar (TSIA) dan Salmonella-Shigella Agar (SS Agar).
Salmonella yang tumbuh akan ditandai dengan adanya warna hitam pada area
pertumbuhannya.Organisme ini memanfaatkan sitrat sebagai sumber karbon
tunggal dan biasanya memfermentasi glukosa tetapi tidak sukrosa atau laktosa
(Merck Millipore; Atlas, 1997; Brooks, dkk., 2007).
Salmonella merupakan salah satu bakteri patogen yang paling sering
dilaporkan sebagai penyebab penyakit yang ditularkan melalui makanan atau
foodborne disease (United States Department of Agriculture, 2011). Bakteri
initelah diketahui sebagai penyebab timbulnya penyakit selama lebih dari 100
tahun yang lalu, pertama kali ditemukan oleh Dr. Daniel E. Salmone dari
babi(Chin, 2000).
Mikroorganisme dapat memasuki saluran pencernaan melalui bahan
makanan atau minuman dan melalui jari tangan yang terkontaminasi
mikroorganisme patogen. Mayoritas mikroorganisme tersebut akan dihancurkan
oleh asam klorida (HCl) dan enzim-enzim di lambung, atau oleh empedu, dan
enzim di usus halus. Mikroorganisme yang bertahan dapat menyebabkan penyakit,
misalnya demam tifoid, disentri amoeba, hepatitis A, dan kolera. Patogen ini

11

Universitas Sumatera Utara

selanjutnya dikeluarkan melalui feses dan dapat ditransmisikan ke inang lainnya
melalui air, makanan, atau jari-jari tangan yang terkontaminasi (Pratiwi, 2008)
Pengklasifikasian Salmonella sangat kompleks, berdasarkan DNA, hasil
hibridisasi DNA genus Salmonella dibagi menjadi 2 spesies yakni Salmonella
enterica dan Salmonella bongori. S.enterica kemudian dibagi lagi menjadi 6
subspesies, yakni enterica, salamae, arizonae,diarizonae, houtenae, dan indica.
Subspesies S.enterica ini juga dibagi lagi ke dalam lebih dari 2500 serovar.
Seluruh salmonella yang patogen menyebabkan suatu spektrum penyakit dalam
berbagai host yang berbeda dan secara signifikan bertanggung jawab terhadap
morbiditas dan mortalitas pada manusia dan hewan digolongkan ke dalam
Salmonella enterica, sedangkan S.bongori dominannya dijumpai pada hewan
berdarah dingin (reptil) (Atlas, 1997; Chin, 2000; Fookes, et al., 2011).
Salmonella umumnya bersifat patogen terhadap manusia dan hewan, juga
mampu menginvasi jaringan di luar usus, menyebabkan demam enterik, dimana
bentuk klinis yang terberat adalah demam tifoid. Salmonella adalah organisme
kompleks yang memproduksi berbagai faktor virulensi, termasuk antigen
permukaan. Faktor-faktor yang berperan pada invasi, yakni endotoksin, sitotoksin,
dan enterotoksin. Peranan masing-masing faktor dalam patogenesis infeksi

Salmonella bervariasi, tergantung serotipe yang menyebabkan infeksi dan sistem
hospesnya, karena Salmonella dapat menimbulkan sindroma yang berbeda pada
hospes yang lain. Namun demikian, banyak serotipe yang memiliki hospes
spesifik. Misalnya, S.typhimurium menyebabkan sindroma yang mirip dengan
demam tifoid pada hospes alamiah mencit, tetapi pada manusia hanya
menimbulkan gastroenteritis yang sembuh spontan. S.typhi terbatas menimbulkan

12
Universitas Sumatera Utara

penyakit pada manusia, sedangkan pada hewan tidak menimbulkan penyakit
(Brooks, dkk., 2007; Nelson, dkk., 1999).
Demam tifoid pada masyarakat dengan standar hidup dan kebersihan yang
rendah, cenderung meningkat dan terjadi secara endemis. Demam tifoid juga
dikenal dengan nama lain yaitu Typhus abdominalis, Typhoid fever, atau Enteric
fever. Demam tifoid adalah penyakit sistemik akut yang mempunyai karakteristik
demam, sakit kepala, dan ketidaknyamanan pada abdomen (Widodo, 2007).
2.1.1 Epidemiologi
Penyakit yang ditimbulkan oleh Salmonella diantaranya demam tifoid,
gastroenteritis sampai dengan septikemia. Tetapi sering pula infeksi pada manusia

tidak menimbulkan gejala klinis, sehingga penderita akan berperan sebagai
carrier.Salmonella merupakan salah satu patogen utama yang ditularkan melalui
makanan (foodborne pathogen), yang menjadi perhatian kesehatan masyarakat di
negera-negara maju dan berkembang (United States Department of Agriculture,
2011; Widodo, 2007).
Salmonellosis

adalahinfeksi

yang

disebabkanolehbakteriSalmonella.

MenurutCenters for Disease Control (CDC) mengestimasi terdapat sekitar 1,4
juta kasus infeksi Salmonella yang ditularkan melalui makanan setiap tahunnya di
Amerika Serikat dan lebih dari400 orangyang mati setiap tahunnyadi Amerika
Serikat. Laporan Pengawasan dari Food Diseases Active Surveillance (FoodNet)
tahun

2007,


Salmonella

diidentifikasisebagaiinfeksi

bakteriyang

paling

umumdilaporkan. Dalam dua dasawarsa terakhir (sejak 1990), foodborne disease
menjadi masalah penting dan terus berkembang dalam kesehatanmasyarakat dan
ekonomi di beberapa negara.Salmonella enteritidis dan Salmonella typhimurium

13
Universitas Sumatera Utara

adalah 2 serotipe yang paling sering dijumpai di Amerika Serikat (AS) (United
States Department of Agriculture, 2011). Di AS, demam tifoid yang disebabkan
infeksi Salmonella typhi sudah merupakan penyakit yang jarang, hanya dijumpai
300 kasus klinis yang dilaporkan per tahunnya. Insidensi dan mortalitas akibat

demam tifoid ini menurun secara dramatis di AS setelah adanya implementasi luas
cara pengelolahan air dan pengelolahan sistem limbah. Resiko demam tifoid dapat
dikurangi dengan memperhatikan kualitas air, kebersihan makanan, dan vaksinasi,
serta pengobatan yang efektif terhadap infeksi S.typhi juga diperlukan (Lynch, et
al., 2009).
Di Indonesia, demam tifoid merupakan salah satu penyakit endemik.
Penyakit ini termasuk penyakit menular yang tercantum dalam Undang-Undang
nomor 6 Tahun 1962 tentang wabah. Kelompok penyakit menular ini merupakan
penyakit yang mudah menular dan dapat menyerang banyak orang sehingga
menimbulkan wabah (Widodo,2007). Salmonella typhi adalah kuman penyebab
demam tifoid. Penyakit ini sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan
global, termasuk Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara seperti Malaysia dan
Thailand. Angka kesakitan pertahun mencapai 157/100.000 populasi pada daerah
semi rural dan 810/100.000 populasi di daerah urban di Indonesia, dan dilaporkan
adanya kecenderungan untuk meningkat setiap tahun(Chin, 2000; Widodo, 2007).
Demam tifoid yang tersebar di seluruh dunia tidak tergantung pada iklim.
Kebersihan perorangan yang buruk merupakan sumber dari penyakit ini meskipun
lingkungan hidup umumnya adalah baik. Perbaikan sanitasi dan penyediaan
sarana air yang baik dapat mengurangi penyebaran penyakit ini (United States
Department of Agriculture, 2011; Widodo, 2007).


14
Universitas Sumatera Utara

2.1.2 Patogenesis Infeksi Salmonella
Masuknya bakteri Salmonella ke dalam tubuh manusia terjadi melalui
makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian kuman dimusnahkan dalam
lambung, sebagian lolos masuk ke dalam usus dan selanjutnya berkembang biak.
Bila respon imunitas humoral mukosa (IgA) usus kurang baik maka kuman akan
menembus sel-sel epitel (terutama sel-M) dan selanjutnya ke lamina propia. Di
lamina propia kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama
oleh makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan
selanjutnya dibawa ke plague Peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah
bening mesenterika. Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman yang terdapat di
dalam makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakteremia
pertama yang asimtomatik) dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial
tubuh terutama hati dan limpa. Di organ-organ ini kuman meninggalkan sel-sel
fagosit dan kemudian berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan
selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi mengakibatkan bakteremia yang
kedua kalinya dengan disertai tanda–tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik

(Widodo, 2007).
Di hati, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak, dan
bersama cairan empedu diekskresikan secara “intermittent” ke dalam lumen usus.
Sebagian besar dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi ke dalam
sirkulasi setelah menembus usus. Proses yang sama terulang kembali, berhubung
makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif maka saat fagositosis kuman Salmonella
terjadi

pelepasan

beberapa

mediator

inflamasi

yang

selanjutnya


akan

menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik seperti demam, malaise, mialgia,

15
Universitas Sumatera Utara

sakit kepala, sakit perut, instabilitas vascular, gangguan mental, dan koagulasi
(Widodo, 2007).
Di dalam plague peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi
hyperplasia jaringan (S.Typhi intra makrofag menginduksi reaksi hipersensitivitas
tipe lambat, hyperplasia jaringan dan nekrosis organ). Perdarahan saluran cerna
dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah sekitar plague peyeri yang sedang
mengalami nekrosis dan hyperplasia akibat akumulasi sel-sel mononuclear di
dinding usus. Proses patologis jaringan limfoid ini dapat berkembang hingga ke
lapisan otot, serosa usus, dan dapat mengakibatkan perforasi. Endotoksin dapat
menempel di reseptor sel endotel kapiler dengan timbulnya komplikasi seperti
gangguan neuropsikiatrik, kardiovaskular, pernafasan, dan gangguan organ
lainnya (Widodo, 2007).
Salmonella menyebabkan 3 macam penyakit utama pada manusia, tetapi

sering juga ditemukan bentuk campuran, yakni: demam enterik, septikemia, dan
enterokolitis(gastroenteritis) (Brooks, dkk., 2007;Atlas, 1997). Demam Enterik ini
hanya disebabkan oleh beberapa Salmonella, yang terpenting disini adalah
Salmonella typhi (demam tifoid). Salmonella yang lain, Salmonella paratyphi
Adan paratyphi B, juga dapat menyebabkan demam enterik tetapi gejalanya lebih
ringan dan mortalitasnya rendah. Salmonella yang tertelan mencapai usus halus,
masuk ke dalam aliran limfatik dan kemudian masuk ke aliran darah. Organisme
ini dibawa oleh darah ke berbagai organ, termasuk usus. Salmonella
bermultiplikasi di jaringan limfoid usus dan diekskresikan di dalam feses. Setelah
masa inkubasi selama 10-14 hari, timbul demam, malaise, sakit kepala, konstipasi,
bradikardia, dan mialgia. Demam meningkat sampai plateau yang tinggi, dan

16
Universitas Sumatera Utara

terjadi pembesaran limpa serta hati. Meski jarang, pada beberapa kasus terlihat
bintik-bintik merah (rose spots) yang timbul sebentar, biasanya pada kulit
abdomen atau dada. Hitung sel darah putih nomal atau menurun. Pada masa
sebelum antibiotik, komplikasi utama demam enterik adalah perdarahan dan
perforasi usus, dan angka mortalitasnya adalah 10-15%. Terapi dengan antibiotik
menurunkan angka mortalitas hingga kurang dari 1%.Gejala-gejala klinis yang
timbul sangat bervariasi dari ringan sampai berat, dari asimtomatik hingga
gambaran penyakit yang khas disertai komplikasi hingga kematian. Lesi utama
adalah hyperplasia dan nekrosis jaringan limfoid (misal, Peyer’s patch), hepatitis,
nekrosis fokal di hati, serta inflamasi pada kandung empedu, periosteum paru, dan
organ lainnya (Brooks, dkk., 2007; Nelson, dkk., 1999; Widodo, 2007).
Septikemia oleh bakteri Salmonella ditandai dengan demam, menggigil,
anoreksia, dan anemia. Lesi fokal bisa terjadi pada setiap jaringan, misalnya
osteomielitis

sekunder,

pneumonia,

abses

pulmonum,

meningitis,

atau

endokarditis. Jarang terjadi gastroenteritis, dan organisme jarang diisolasi dari
tinja. Keadaan ini umumnya disebabkan oleh Salmonella choleraesuis, tetapi juga
dapat disebabkan oleh serotipe Salmonellaapa pun. Setelah infeksi melalui mulut,
terjadi invasi dini ke aliran darah (dengan kemungkinan lesi fokal di paru, tulang,
meningis, dan lain-lain), tetapi manifestasi di usus sering tidak ada. Biakan darah
positif (Brooks, dkk., 2007; Nelson, dkk., 1999; Widodo, 2007).
Enterokolitis (gastroenteritis) merupakan manifestasi infeksi Salmonella
yang paling sering terjadi. Di AS, Salmonella typhimurium dan Salmonella
enteritidis lebih menonjol, tetapi enterokolitis dapat disebabkan oleh lebih dari
1400 serotipe salmonella. 8 hingga 48 jam setelah tertelannya Salmonella, timbul

17
Universitas Sumatera Utara

mual, sakit kepala, muntah, dan, diare hebat dengan beberapa leukosit di dalam
feses. Sering timbul demam ringan, tetapi biasanya sembuh spontan (self limited)
dalam 2-3 hari. Terdapat lesi inflamasi pada usus halus dan usus besar. Bakterimia
jarang terjadi (2-4 %) kecuali pada pasien yang mengalami imunodefisiensi.
Biakan darah biasanya negatif, tetapi biakan feses biasanya positif untuk
Salmonella dan dapat positif selama beberapa minggu setelah penyakit sembuh
secara klinis. Pada kebanyakan kasus, penderita tidak memerlukan perhatian
medis, dan gejala-gejala ini sering disebut sebagai stomach flu. Pada kasus yang
berat biasanya terjadi pada bayi dan orang tua, memerlukan perhatian terhadap
kemungkinan terjadinya dehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit(Brooks, dkk.,
2007; Nelson, dkk., 1999; Widodo, 2007).
2.1.3 Etiologi
Etiologi atau penyebab demam tifoid adalah infeksi yang disebabkan oleh
bakteri Salmonella typhi, Salmonella paratyphi A dan paratyphi B. Epidemik
tifoid ini disebabkan oleh penularan dari pembawa (carrier).Salmonella
beradaptasi dengan manusia demikian uniknya, dan karier manusia merupakan
satu-satunya sumber dari organisme ini. Sumber penularan penyakit demam tifoid
adalah penderita karier yang baru sembuh dari sakit (convalescent carriers) yang
mengekskresikan mikroorganisme ini untuk waktu yang pendek, atau penderita
karier kronik (chronic carriers) yang dapat mengeluarkan mikroorganisme ini
lebih dari 1 tahun (Brooks, dkk., 2007; Widodo, 2007).
Salmonella masuk ke tubuh manusia bersama bahan makanan atau
minuman yang tercemar. Cara penyebarannya melalui muntahan, urin, kotoran
dari penderita yang kemudian secara pasif terbawa oleh lalat, kecoa, atau tikus.

18
Universitas Sumatera Utara

Hewan tersebut mengkontaminasi makanan, minuman, sayuran, maupun buahbuahan segar. Dosis infektif rata-rata untuk menimbulkan infeksi klinis atau
subklinis pada manusia adalah 105-108Salmonella (mungkin cukup dengan 103
organisme

Salmonella

Typhi).

Beberapa

faktor

hospes

(pejamu)

yang

menimbulkan resistensi terhadap infeksi Salmonella adalah keasaman lambung,
flora mikroba normal usus, dan kekebalan usus setempat (Brooks, dkk,
2007;United States Department of Agriculture, 2011).
Pada penderita yang tergolong karier, bakteri Salmonella dapat terus ada di
kotoran dan urin sampai bertahun-tahun. S.typhi hanya berhospes di dalam tubuh
manusia. Oleh karena itu, demam tifoid sering ditemui di tempat yang sanitasinya
rendah (Brooks, dkk., 2007; United States Department of Agriculture, 2011).
2.1.4 Diagnosis
Penegakan diagnosis sedini mungkin sangat bermanfaat agar bisa
diberikan terapi yang tepat dan meminimalkan komplikasi. Pengetahuan
gambaran klinis penyakit ini sangat penting untuk membantu mendeteksi secara
dini. Walaupun pada kasus tertentu dibutuhkan pemeriksaan tambahan untuk
membantu menegakkan diagnosis (Widodo, 2007).
2.1.5 Manifestasi Klinis
Masa inkubasi demam tifoid berlangsung antara 10-14 hari. Gejala-gejala
klinis yang timbul sangat bervariasi dari ringan sampai berat, dari asimtomatik
hingga gambaran penyakit yang khas disertai komplikasi hingga kematian
(Widodo, 2007).
Pada minggu pertama gejala klinis penyakit ini ditemukan keluhan dan
gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya yaitu demam, nyeri

19
Universitas Sumatera Utara

kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan
tidak enak di perut, batuk, dan epistaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya
didapatkan suhu badan meningkat. Sifat demam adalah meningkat perlahan-lahan
dan terutama pada sore hingga malam hari. Dalam minggu kedua gejala-gejala
menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardia relatif (bradikardia relatif adalah
peningkatan suhu 1oC tidak diikuti peningkatan denyut nadi 8 kali per menit),
lidah yang berselaput (kotor di tengah, tepi, dan ujung merah serta tremor),
hepatomegali, splenomegali, meteroismus, gangguan mental berupa somnolen,
stupor, koma, delirium, atau psikosis (Widodo, 2007).
2.1.6 Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium seperti pemeriksaan rutin, uji Widal, dan kultur
darah. Pada pemeriksaan rutin, saat pemeriksaan darah perifer lengkap sering
ditemukan leucopenia, dapat pula terjadi kadar leukosit normal atau leukositosis.
Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder. Selain itu
dapat pula dijumpai anemia ringan dan trombositopenia. Pada pemeriksaan hitung
jenis leukosit dapat terjadi anemosinofilia maupun limfopenia. Laju endap darah
pada demam tifoid dapat meningkat. Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase
(SGOT) dan Serum Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT) seringkali
meningkat, tetapi akan kembali menjadi normal setelah sembuh. Kenaikan SGOT
dan SGPT tidak memerlukan penanganan khusus (Widodo, 2007).
Uji Widal dilakukan untuk deteksi antibodi terhadap kuman Salmonella
typhi. Pada uji Widal terjadi suatu reaksi aglutinasi antara antigen kuman
Salmonella typhi dengan antibodi yang disebut agglutinin. Antigen yang
digunakan pada uji Widal adalah suspense Salmonella yang sudah dimatikan dan

20
Universitas Sumatera Utara

diolah di laboratorium. Maksud uji Widal adalah untuk menentukan adanya
agglutinin dalam serum penderita tersangka demam tifoid yaitu: Aglutinin O (dari
tubuh kuman), Aglutinin H (flagella kuman), Aglutinin Vi (simpai kuman). Pada
ketiga agglutinin tersebut hanya agglutinin O dan H yang digunakan untuk
diagnosis demam tifoid. Semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan
terinfeksi kuman ini (Widodo, 2007).
Hasil kultur/biakan darah yang positif memastikan demam tifoid, akan
tetapi hasil negatif belum tentu tidak terkena demam tifoid, karena mungkin
disebabkan beberapa hal sebagai berikut: telah mendapat terapi antibiotik, volume
darah yang kurang (diperlukan kurang lebih 5 cc darah), riwayat vaksinasi, saat
pengambilan darah setelah minggu pertama, pada saat agglutinin semakin
meningkat (Widodo, 2007).
2.1.7 Penatalaksanaan Demam Tifoid
Demam enterik dan bakteremia dengan lesi fokal memerlukan terapi
antimikroba, sedangkan sebagian besar kasus enterokolitis tidak memerlukan
terapi tersebut. Terapi antimikroba terhadap enteritis Salmonella pada neonatus
sangat penting. Pada enterokolitis, gejala klinis dan ekskresi Salmonella dapat
menjadi lebih lama oleh terapi antimikroba. Penggantian cairan dan elektrolit
sangat penting pada diare berat (Widodo, 2007).
Terapi antimikroba untuk infeksi Salmonella yang invasif adalah dengan
menggunakan ampisillin, trimetoprim-sulfametoksazol, atau sefalosporin generasi
ketiga. Resistensi terhadap banyak obat yang ditransmisikan secara genetik oleh
plasmid berbagai bakteri enterik merupakan masalah pada pada infeksi

21
Universitas Sumatera Utara

Salmonella. Uji sensitivitas merupakan pemeriksaan penunjang yang penting
untuk memilih antibiotik yang sesuai (Widodo, 2007).
Pada sebagian besar carrier, organisme menetap di kandung empedu
(terutama jika terdapat batu empedu) dan di saluran empedu. Beberapa carrier
kronik dapat diobati hanya dengan menggunakan ampisilin, tetapi pada
kebanyakan kasus kolesistektomi harus dikombinasikandengan terapi obat
(Brooks,dkk., 2007).
Tata laksana demam tifoid, yaitu (Chin, 2000; Widodo, 2007):
a. Istirahat dan perawatan
Tirah baring dan perawatan professional bertujuan untuk mencegah
komplikasi dan mempercepat penyembuhan. Tirah baring dengan perawatan
sepenuhnya di tempat seperti makan, minum, mandi, buang air kecil, dan
buang air besar akan membantu dan mempercepat masa penyembuhan.
Dalam perawatan perlu sekali dijaga kebersihan tempat tidur, pakaian, dan
perlengkapan yang dipakai. Posisi pasien perlu diawasi untuk mencegah
dekubitus dan pneumonia ortostatik serta hygiene perorangan tetap perlu
diperhatikan dan dijaga.
b. Diet dan terapi penunjang
Diet merupakan hal yang cukup penting dalam proses penyembuhan penyakit
demam tifoid, karena makanan yang kurang akan menurunkan keadaan
umum dan gizi penderita akan semakin turun dan proses penyembuhan akan
menjadi lama. Dulunya penderita demam tifoid diberi diet bubur saring,
kemudian ditingkatkan menjadi bubur kasar dan akhirnya diberikan nasi,
perubahan diet tersebut disesuaikan dengan tingkat kesembuhan pasien.

22
Universitas Sumatera Utara

Pemberian bubur saring tersebut ditujukan untuk menghindari komplikasi
perdarahan saluran cerna atau perforasi usus. Hal ini disebabkan ada pendapat
bahwa usus harus diistirahatkan. Beberapa peneliti menunjukkan bahwa
pemberian makan padat dini yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa
(menghindari sementara sayuran yang berserat) dapat diberikan dengan aman
dengan pasien demam tifoid.
c. Pemberian antimikroba
Berikut ini tabel standar interpretasi diameter zona hambatan antibiotika
dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Standar interpretasi diameter zona hambatan antibiotika
Agen
Antimikroba

Disk
Potency

Diameter zona hambat (mm) dan equivalent MIC
breakpoint (μg/mL)
Susceptible
Inermediate
Resistant
≥ 17 mm
14-16 mm
≤ 13 mm
(≤ 8 μg/mL)
(16 μg/mL)
(≥ 32 μg/mL)

Ampisilin

10 μg

Kloramfenikol

30 μg

≥ 18 mm
(≤ 8 μg/mL)

13-17 mm
(16 μg/mL)

≤ 12 mm
(≥ 32 μg/mL)

Trimethoprimsulfamethoxazol
(Cotrimoxazol)

1,25 /
23,75 μg

≥ 16 mm
(≤ 2/38 μg/mL)

11-15 mm
(4/76 μg/mL)

≤ 10 mm
(≥ 8-152 μg/mL)

Asam nalidixat

30 μg

≥ 19 mm
(≤ 8 μg/mL)

14-18 mm
(16 μg/mL)

≤ 13 mm
(≥ 32 μg/mL)

Siprofloxaxin

5 μg

≥ 21 mm
(≤ 1 μg/mL)

16-20 mm
(2 μg/mL)

≤ 15 mm
(≥ 4 μg/mL)

(Sumber: Bopp, 2003)
Obat-obat antimikroba yang sering digunakan untuk mengobati demam tifoid
adalah sebagai berikut: kloramfenikol, tiamfenikol, kotrimoksazol, ampisillin
dan amoksisilin, sefalosporin generasi ketiga, golongan fluorokuinolon,
kombinasi obat antimikroba, kortikosteroid. Sekarang ini sering ditemukan
srain yang resisten terhadap kloramfenikol dan terhadap antibiotika lain yang
umum digunakan untuk demam tifoid.

23
Universitas Sumatera Utara

2.1.8 Komplikasi
Sebagai suatu penyakit sistemik maka hampir semua organ utama tubuh
dapat diserang dan berbagai komplikasi serius dapat terjadi. Beberapa komplikasi
yang dapat terjadi pada demam tifoid, seperti: komplikasi intestinal meliputi:
perdarahan usus, perforasi usus, ileus paralitik, pankreatitis; dan komplikasi
ekstra-intestinal meliputi: komplikasi kardiovaskular (gangguan sirkulasi perifer,
miokarditis,

tromboflebitis),

komplikasi

darah

(anemia

hemolitik,

trombositopenia, Koagulasi Intravaskular Diseminata, thrombosis), komplikasi
paru (pneumonia, empiema, pleuritis), komplikasi hepatobilier (hepatitis,
kolesistitis), komplikasi ginjal (glomerulonefritis, pielonefritis, perinefritis),
komplikasi tulang (osteomielitis, periostitis, spondilitis, arthritis), komplikasi
neuropsikiatrik/tifoid toksik (Widodo, 2007).
2.1.9 Prognosis
Prognosis demam tifoid tergantung dari umur, keadaan umum, derajat
kekebalan tubuh, jumlah Salmonella dan cepat atau tepatnya pengobatan. Banyak
penderita yang tidak dapat dirawat di rumah sakit dapat merupakan sumber
penularan yang potensial bagi orang lain. Apalagi penderita sering datang
terlambat berobat ke fasilitas kesehatan. Rata-rata mereka baru datang berobat
setelah demam 3-5 hari (69%). Bahkan ada yang baru datang setelah demam 20
hari. Makin lama tenggang waktu antara mulai sakit hingga datang berobat akan
memungkinkan penyebaran kuman penyebab demam tifoid ke sekitarnya menjadi
lebih besar (Nelson, et al., 1999).
2.1.10 Pencegahan
Pencegahan demam tifoid sangat diperlukan karena akan berdampak
cukup besar terhadap penurunan kesakitan dan kematian akibat demam tifoid,
24
Universitas Sumatera Utara

menurunkan anggaran pengobatan pribadi maupun Negara, mendatangkan devisa
Negara yang berasal dari wisatawan mancanegara karena telah hilangnya predikat
Negara endemik, hiperendemik sehingga wisatawan tidak takut lagi terserang
tifoid saat berada di daerah kunjungan wisata (Widodo, 2007).
Tindakan preventif sebagai upaya pencegahan penularan dan peledakan
kasus luar biasa (KLB) demam tifoid mencakup banyak aspek, mulai dari segi
kuman Salmonella typhi sebagai agen penyakit dan faktor hospes serta faktor
lingkungan (Widodo, 2007).
Secara garis besar ada 3 strategi pokok untuk memutuskan transmisi tifoid,
yaitu: identifikasi dan eradikasi Salmonella typhi baik pada kasus demam tifoid
maupun karier tifoid, pencegahan transmisi langsung dari pasien yang terinfeksi
S.typhi akut maupun karier, proteksi pada orang yang beresiko terinfeksi (Widodo,
2007).
2.2 Trigliserida dan Asam Lemak
Trigliserida adalah komponen pembentuk minyak dan lemak. Trigliserida
bersifat hidrofobik, tidak larut dan tidak tersatukan dengan air, memiliki berat
jenis lebih rendah dibandingkan air. Pada suhu kamar normal dapat berada dalam
bentuk padat atau cair. Apabila padat maka disebut lemak, sedangkan apabila cair
disebut minyak. Trigliserida adalah senyawa kimia yang terbentuk dari satu
molekul gliserol dan tiga molekul asam lemak, sehingga disebut juga
triasilgliserol (TAG), Struktur kimia trigliserida dapat dilihat pada Gambar
2.2(Boyer, 1986; Silalahi 2002; McKee dan McKee, 2003).

25
Universitas Sumatera Utara

H2COH

HOC—R1

HCOH

+

HOC—R2

H2C—OC—R1


HC—OC—R2

H2COH

HOC—R3

H2C—OC—R3

Gliserol

Asam Lemak

Trigliserida

H
H

C

H

C

H

C

α
β
α’

O

C

O

C

O

C

O
(CH2)12
O
(CH2)14
O
(CH2)12

+

H2O

CH3

(α ) miristat atau posisi sn-1

CH3

(β ) palmitat atau posisi sn-2

CH3

(α’) miristat atau posisi sn-3

H

1,3 dimiristoil, 2 palmitoil gliserol
Gambar 2.2 Struktur kimia lemak (triasilgliserol)
O
Keterangan: R – C – disebut dengan gugus asil, yang mengikat molekul gliserol
dengan 3 asam lemak. Contoh: palmitat, stearat, oleat disebut
trigliserida maka struktur kimia tersebut dinamakan palmitoil/
stearoil/oleoil; sn:stereospesific numbering(Sumber: Aehle, 2004)
Gliserol adalah senyawa yang memiliki tiga gugus hidroksil, atau –OH,
yang dapat bergabung dengan tiga asam lemak sehingga membentuk trigliserida.
Asam lemak yang sama atau yang berbeda dapat bergabung dengan ketiga gugus
hidroksil sehingga menghasilkan berbagai macam senyawa kimia. Monogliserida
adalah senyawa yang memiliki satu gugus asam lemak dan dua gugus hidroksil.
Digliserida adalah senyawa yang memiliki dua gugus asam lemak dan satu gugus
hidroksil. Monogliserida, digliserida dan trigliserida digolongkan sebagai
senyawa ester yaitu senyawa yang terbentuk dari reaksi antara asam dan alkohol
yang melepaskan air (H2O) (Silalahi, 2002).

26
Universitas Sumatera Utara

Asam lemak diperoleh dari hasil hidrolisis lemak. Asam lemak
digolongkan menjadi tiga yaitu berdasarkan panjang rantai asam lemak, tingkat
kejenuhan, dan bentuk isomer geometrisnya. Berdasarkan panjang rantai asam
lemak dibagi atas; asam lemak rantai pendek (short chain fatty acids, SCFA)
mempunyai atom karbon lebih rendah dari 8, asam lemak rantai sedang
mempunyai atom karbon 8 sampai 12 (medium chain fatty acids, MCFA) dan
asam lemak rantai panjang mempunyai atom karbon 14 atau lebih (long chain
fatty acids, LCFA). Semakin panjang rantai C yang dimiliki asam lemak, maka
titik lelehnya akan semakin tinggi (Silalahi, 2000; Silalahi dan Tampubolon,
2002).
Sumber dari SCFA adalah susu sapi dan lemak mentega. Sehubungan
dengan kelarutan alaminya di dalam air, ukuran molekul dan panjang rantai C
yang pendek, asam lemak ini akan lebih mudah diserap di dalam saluran
pencernaan daripada asam lemak yang lain. Selain itu, bila terikat pada posisi sn-3
dari trigliserida, akan terhidrolisis secara menyeluruh di dalam lumen dan usus
halus, tergantung pada posisi dan panjang rantai spesifik dari enzim lipase
pankreas (Syah, 2005).
MCFA lebih banyak diangkut melalui vena porta menuju hati, karena
ukurannya yang lebih kecil dan tingkat kelarutan yang lebih tinggi dari asam
lemak rantai panjang. LCFA diserap dan dimetabolisme lebih lambat
dibandingkan MCFA dan SCFA. LCFA tidak dapat diserap atau diangkut dalam
darah, karena peningkatan karakter hidrofobiknya dibandingkan SCFA dan
MCFA (Syah, 2005).

27
Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan tingkat kejenuhan asam lemak dibagi atas; asam lemak jenuh
(Saturated

Fatty

Acid,

SFA)

karena

tidak

mempunyai

ikatan

rangkapdiantaraatom-atomkarbonpenyusunnya, asam lemak tak jenuh tunggal
(Mono Unsaturated Fatty Acid,MUFA) hanya memiliki satu ikatan rangkap dan
asam lemak tak jenuh jamak (Poly Unsaturated Fatty Acid,PUFA) memiliki lebih
dari satu ikatan rangkap di antara atom-atom karbon penyusunnya. Semakin
banyak ikatan rangkap yang dimiliki asam lemak, maka semakin rendah titik
lelehnya (Silalahi, 2000; Silalahi dan Tampubolon, 2002).
Berdasarkan bentuk isomer geometrisnya asam lemak dibagi atas asam
lemak tak jenuh bentuk cis dan trans. Pada isomer geometris, rantai karbon
melengkung ke arah tertentu pada setiap ikatan rangkap. Bagian rantai karbon
akan saling mendekat atau saling menjauh. Jika saling mendekat disebut isomer
cis (berarti berdampingan), dan apabila saling menjauh disebut trans (berarti
berseberangan). Asam lemak alami biasanya dalam bentuk cis. Isomer trans
biasanya terbentuk selama reaksi kimia seperti hidrogenasi atau oksidasi. Titik
leleh dari asam lemak tak jenuh bentuk trans lebih tinggi dibanding asam lemak
tak jenuh bentuk cis karena orientasi antar molekul dengan bentuk cis yang
membengkok tidak sempurna sedangkan asam lemak tak jenuh trans lurus sama
seperti bentuk asam lemak jenuh (Silalahi, 2000; Silalahi dan Tampubolon, 2002).
Asam lemak trans berdampak buruk bagi kesehatan. Apabila kita
mengkonsumsi asam lemak trans, maka asam lemak ini akan masuk kedalam selsel tubuh kita, yang mengakibatkan membran sel dan struktur seluler lainnya
menjadi rusak bentuknya dan tidak dapat berfungsi dengan mestinya
(Darmoyuwono, 2006).

28
Universitas Sumatera Utara

2.3 Hidrolisis Trigliserida
Hidrolisis minyak atau lemak menghasilkan asam lemak bebas dan
gliserol. Reaksi hidrolisis dapat terjadi karena terdapatnya sejumlah air dalam
minyak, atau mereaksikannya dengan KOH atau NaOH (lebih dikenal dengan
proses penyabunan). Proses penyabunan ini banyak digunakan dalam industri
untuk menghasilkan gliserol (Ketaren, 2005). Adapun persamaan reaksi untuk
hidrolisis trigliserida dapat dilihat pada Gambar 2.3.
O

A

R'COO- Na+

OH

OCR'

O

+

"RCO

3 NaOH

+

HO

R''COO- Na+

O

R'''COO- Na+

OH

OCR'''

O

B

OH

OCR'
O

O

+

"RCO

2 H2O

R'COOH

lipase
"RCO

+

O

R'''COOH
OH

OCR'''

Gambar2.3 Persamaan reaksi hidrolisis
trigliserida
Keterangan:
A. Menggunakan NaOH (penyabunan),
B. Menggunakan enzim Lipase (enzimatik) (Sumber: Ketaren, 2005)
Proses hidrolisis juga digunakan dalam penentuan komposisi trigliserida,
hasil hidrolisis kemudian diubah menjadi bentuk metil ester dan selanjutnya

29
Universitas Sumatera Utara

dianalisis dengan kromatografi gas (Boyer, 1986). Hidrolisis minyak dan lemak
dalam tubuh terjadi secara enzimatik, yaitu dengan bantuan enzim lipase. Enzim
lipase ini terdapat pada mulut disebut lingual lipase, pada lambung disebut gastric
lipase yang stabil dan aktif pada pH yang rendah, dan pada usus halus disebut
pancreatic lipase. Ketiga enzim tersebut akan menghidrolisis trigliserida pada
posisi sn-1 dan sn-3, trigliserida dengan asam lemak rantai pendek dan sedang
akan langsung diserap ke sirkulasi darah di lambung yang selanjutnya diangkut ke
hati untuk dimetabolisme, sedangkan asam lemak rantai panjang akan membentuk
lemak kembali dan diserap melalui epitelium usus halus dan masuk ke sirkulasi
darah, untuk selanjutnya dibawa ke jantung dan jaringan tubuh lainnya sebelum
diangkut ke hati untuk dimetabolisme. Pada saat berada di sirkulasi darah, lemak
yang tidak teroksidasi menjadi energi akan mempengaruhi profil lipid darah, dapat
mengendap pada dinding pembuluh darah dan menyebabkan terjadinya
aterosklerosis (Roskoski, 1996; Silalahi, 2002). Enzim lipase sangat penting
dalam metabolisme lemak dalam tubuh. Proses pemecahan lemak (fat splitting)
melepaskan asam lemak dari struktur triasilgliserol yang dapat terjadi dengan
enzim lipase spesifik pada posisi sn tertentu (Aehle, 2004).
Reaksi hidrolisis dengan menggunakan enzim lipase lebih efisien dan
mudah dikontrol karena enzim lipase spesifik pada posisi sn tertentu sehingga
dapat mengubah produk lemak dan distribusi asam lemak yang kita inginkan.
Apabila dibandingkan dengan penggunaan zat kimia, akan menghasilkan produk
lemak dengan distribusi asam lemak yang acak (Aehle, 2004).
Hidrolisis trigliserida secara enzimatik dengan lipase yang spesifik pada
posisi sn-1,3 adalah dengan menghidrolisis trigliserida pada posisi sn-1,3

30
Universitas Sumatera Utara

sehingga menghasilkan produk 2-monogliserida dan asam lemak bebas. Hidrolisat
kemudian dipisahkan dengan larutan non polar yang terikat pada asam lemak
bebas, ataupun disentrifugasi pada kecepatan dan waktu tertentu. 2-monogliserida
dapat diisolasi dari reaksi campuran menggunakan kromatografi kolom lapis tipis
atau silika gel. Komposisi asam lemak dari 2-monogliserol ditentukan dengan
saponifikasi, esterifikasi, dan kromatografi gas dari metil ester asam lemak
(Satiawihardja, 2001; Silalahi, dkk., 1999; Silalahi, 2002).Klasifikasi enzim lipase
berdasarkan spesifikasinya dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Klasifikasi enzim lipase berdasarkan spesifikasinya
Klasifikasi
enzim lipase
Spesifik pada
substrat

Regiospesifik

Spesifikasi

Sumber

Monoasilgliserol
Mono- dan
Diasilgliserol
Triasilgliserol
Posisi sn-1,3

Jaringan lemak pada tikus
Penicillium camembertii

Nonspesifik

Posisi sn-2
-

Asil spesifik
pada lemak

Asam lemak rantai
pendek

Stereospesifik

asam lemak jenuh cis-9
Asam lemak jenuh
rantai panjang
Posisi sn-1
Posisi sn-3

Lipase Komersil

Penicillium sp.
Pankreas babi
Mucor miehei
Aspergillus niger
Thermomyces lanuginose
Rhizomucor meihei
Candida antartica A
Penicillium expansum
Aspergillus sp.
Pseudomonas cepacia
Penicillium roqueforti
Lambung bayi
Getah Carica papaya
Geotrichum candidum
Botrystis cinerea

Lipase AP6®
Lipozym TL IM®
Palatase M®
Novozym 435®

Humicola lanugunose
Pseudomonas aeruginose
Fusarium solani cutinase
Lambung kelinci

Sumber : Aehle (2004); Villeneuvedan Foglia (1997)
2.4 Penentuan Bilangan Asam

31
Universitas Sumatera Utara

Asam lemak bebas merupakan salah satu standar mutu VCO dinyatakan
sebagai persen asam lemak. Berdasarkan Badan Standarisasi Nasional 7381:2008,
asam lemak bebas (dihitung sebagai asam laurat) maksimum adalah 0,2%. Prinsip
kerja penentuan asam lemak bebas adalah pelarutan contoh minyak/lemak dalam
pelarut organik tertentu (alkohol 96% netral) dilanjutkan dengan titrasi
menggunakan basa NaOH atau KOH.
Bilangan asam adalah ukuran dari jumlah asam lemak bebas yang
terkandung dalam minyak, serta kadar asam dihitung berdasarkan berat molekul
dari asam lemak atau campuran asam lemak. Bilangan asam dinyatakan sebagai
jumlah miligram KOH yang digunakan untuk menetralkan asam lemak bebas
yang terdapat dalam 1 gram minyak atau lemak (Ketaren, 2005).
Rumus Penentuan Bilangan Asam
Bilangan Asam =

Keterangan:
A
N
G
BM KOH

×

×

K

= jumlah ml KOH untuk titrasi
= normalitas larutan KOH
= bobot minyak (gram)
= 56,1

Rumus Pembakuan KOH (Normalitas KOH):
Miligrek K. Biftalat = Miligrek KOH

mg K. Biftalat
= V × N KOH
BE
N KOH =

Keterangan:

mg K Biftalat
BE × V

BE K.Biftalat = Bobot Ekuivalen = BM = 204
V =Volume titrasi KOH
32
Universitas Sumatera Utara

N = Normalitas

Normalitas rata-rata:
̅=
N

N +N +N

Deviasi % = |

̅
Ni − N

̅
N

%

2.5 Minyak Kelapa Murni
Minyak kelapa virgin atau secara umum sering disebut minyak kelapa
murni (Virgin Coconut Oil, VCO) merupakan produk yang diperoleh dari
pengolahan daging buah kelapa (Cocos nucifera) yang tua dan segar (Badan
Standarisasi Nasional, 2008; Bawalan, 2006). Kelapa (Cocos nucifera) adalah satu
jenis tumbuhan dari suku aren-arenan atau Arecaceae dan merupakan anggota
tunggal dalam genus Cocos. Tumbuhan ini dimanfaatkan hampir semua
bagiannya oleh manusia sehingga dianggap sebagai tumbuhan serba guna,
khususnya bagi masyarakat pesisir (Anonim, 2012). Kelapa sebagai salah satu
kekayaan hayati Indonesia telah berabad-abad dimanfaatkan oleh masyarakat
untuk memenuhi berbagai kebutuhan, baik sebagai sumber makanan, obat-obatan,
industri dan lain-lain. Dari daun sampai akar kelapa memiliki manfaat dan nilai
sosial dan ekonomi masing-masing. Kelapa memainkan peran penting dalam
budaya dan kehidupan masyarakat Indonesia, termasuk peran dalam aspek
kesehatan. Dalam fungsinya yang berkaitan dengan kesehatan, buah kelapa
semakin meningkat perannya dalam upaya peningkatan kesehatan (Wibowo,
2005).

33
Universitas Sumatera Utara

Buah kelapa berbentuk bulat lonjong dengan ukuran bervariasi, tergantung
pada keadaan tanah, iklim, dan varietasnya. Warna luar kelapa juga bervariasi,
mulai dari kuning sampai hijau muda, dan setelah masak berubah menjadi cokelat.
Adapun struktur buah kelapa terdiri dari sabut (35%), daging buah (28%), air
kelapa (15%), tempurung (12%), serta beberapa bagian lainnya. Hampir semua
bagian kelapa tersebut bisa dimanfaatkan, tetapi daging buah merupakan bagian
yang paling banyak dimanfaatkan untuk bahan makanan dan bahan baku industri
(Setiaji dan Surip, 2006).
Daging buah kelapa berwarna putih dengan ketebalan cukup bervariasi,
tergantung umur dan varietas buah kelapa. Umumnya semakin tua buah kelapa
akan memiliki daging buah yang semakin tebal. Daging buah inilah yang
digunakan untuk pembuatan VCO. VCO hanya dapat diperoleh dari daging buah
kelapa segar. Berbeda dari minyak kelapa biasa yang terbuat dari kopra, VCO
terbuat dari kelapa tua yang baru dipetik (Setiaji dan Surip, 2006; Syah, 2005).
Kelapa secara alami tumbuh di pantai dan pohonnya dapat mencapai
ketinggian 30 m. Tumbuhan ini berasal dari pesisir Samudera Hindia, namun kini
telah tersebar di seluruh daerah tropika. Tumbuhan ini dapat tumbuh hingga
ketinggian 1000 m dari permukaan laut, namun akan mengalami perlambatan
pertumbuhan (Anonim, 2012).
Sistematika tumbuhan kelapa sebagai berikut (Warisno, 2003):
Kingdom

: Plantae (tumbuh-tumbuhan)

Divisi

: Spermatophyta (tumbuhan berbiji)

Subdivisi

: Angiospermae (berbiji tertutup)

Kelas

: Monocotyledonae

Bangsa

: Palmales

Suku

: Palmae
34
Universitas Sumatera Utara

Marga

: Cocos

Spesies

: Cocos nucifera L.
Bagian dari buah seperti inti kelapa dan air kelapa ini memiliki sejumlah

manfaat dalam pengobatan seperti antibakteri, antijamur, antivirus, antiparasit,
antidermatophytic, antioksidan, hipoglikemik, imunostimulan, dan hepatoprotektif
(DebMandal dan Mandal, 2011). VCO mengandung asam lemak rantai sedang
(medium chain fatty acid, MCFA) terutama asam laurat. Kandungan MCFA dan
kadar asam laurat dipengaruhi oleh varietas kelapa, tinggi tempat tumbuh, dan
teknologi proses pembuatan VCO (Sari, 2009).
Proses pembuatan VCO dapat dilakukan melalui beberapa cara, yaitu: (i)
metode kering, dibedakan lagi menjadi tiga, wet milling route, desiccated route,
dan grated coconut route, (ii) metode tekanan rendah, (iii) metode tradisional,
yaitu ekstraksi langsung dari santan kelapa, (iv) metode fermentasi, dan (v)
metode sentrifugasi (Bawalan, 2006). Proses produksi VCO yang tidak
menggunakan pemanasan yang tinggi menghasilkan MCFA yang tinggi dan dapat
mempertahankan keberadaan vitamin E dan enzim-enzim yang terkandung dalan
daging buah kelapa. VCO yang dibuat dari kelapa segar berwarna putih murni
ketika minyaknya dipadatkan dan jernih seperti air ketika dicairkan (Syah, 2005).
Sifat-sifat kimia dan fisika dari VCO antara lain tidak berwarna, kristal
seperti jarum, sedikit berbau asam ditambah aroma karamel. Tidak larut dalam air,
tetapi larut dalam alkohol (1:1). Berat jenis 0,8883 pada suhu 20oC, titik cair 2025oC dan tiitik didihnya 225oC. Kandungan trigliserida yaitu LaLaLa, LaLaM,
CLaLa, LaMM, dan CCLa (La, laurat; C, kaprat; M, miristat). Kandungan asam
lemak bebas yaitu berkisar antara 0,15-0,25% (Marina, et al., 2009). Berikut ini

35
Universitas Sumatera Utara

standar mutu minyak kelapa murni dan komposisi asam lemak dalam VCO dapat
dilihat pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Standar mutu minyak kelapa virgin
No
Jenis
Satuan
1. Keadaan:
1. Bau
2. Rasa
3. Warna
2.

Air dan senyawa menguap

3.

Bilangan penyabunan

4.

Bilangan iod

5.

Asam lemak bebas(dihitung
sebagai asam laurat)

6.

Asam lemak:
6.1 Asam kaproat (C6:0)
6.2 Asam kaprilat (C8:0)
6.4 Asam kaprat (C10 :0)
6.5 Asam laurat (C12:0)
6.6 Asam miristat (C14:0)
6.7 Asam palmitat (C16:0)
6.8 Asam stearat (C18)
6.9 Asam oleat (C18:1)
6.10 Asam linoleat (C18:2)
6.11 Asam linolenat
(C18:3)-(C24:1)

Persyaratan
Khas kelapa segar, tidak
tengik normal, khas
minyak kelapa tidak
bewarna hingga pucat

%

Maks 0,2

mgKOH/g minyak

250,07 - 260,67

g iod/100 gram

4,1-11,0

%

Maks 0,2

%
%
%
%
%
%
%
%
%
%

D - 0,7
4,6 - 10,0
5,0 - 8,0
45,1 - 53,2
16,8 - 21
7,5 - 10,2
2,0 - 4,0
5,0 - 10,0
1,0 - 2,5
ND - 0,2

7.

Cemaran mikroba
7.1 Angka lempeng total
Koloni/ml
Maks 10
Keterangan: ND (No Detection)
(Sumber: Badan Standardisasi Nasional, 2008; Darmoyuwono, 2006; APCC
Standard For Virgin Coconut Oil).
2.6 Aktivitas Antibakteri Minyak Kelapa Murni
Manfaat luar biasa minyak kelapa murni (Virgin Coconut Oil, VCO)
terhadap kesehatan dikarenakan VCO memiliki: (i) asam lemak jenuh, dimana
ikatan tunggalnya mencegah oksidasi dan hidrogenasi, yang mana produk
akhirnya berupa radikal bebas dan lemak trans yang merugikan kesehatan (ii)asam

36
Universitas Sumatera Utara

lemak rantai sedang (Medium Chain Fatty Acid - MCFA) yang langsung
dikonversi menjadi energi dalam hati, yang jugameningkatkan laju metabolisme
yang menghasilkan konversi yang lebih baik dari makanan menjadi energi
danthermogenesis yang merangsang pemecahan lemak yang tersimpan menjadi
energi, yang berujung pada penurunan berat badan, (iii) bersifat antimikroba dari
kandungan asam lauratnya (C-12, 48-52%) danMCFA lain yang membunuh
bakteri patogen, jamur, virus, protozoa dan parasit; dan(iv) antioksidan dalam
bentuk vitamin E, senyawa fenolik dan pitosterol yangmencegah oksidasi dari
terjadi, sehingga tidak ada bahaya radikal bebas terbentuk(Enig,1996).
VCO mengandung empat jenis MCFA, yaitu asam laurat (C-12, 48-53%),
asam kaprat (C-10, 7%), asam kaprilat (C-8, 8%), dan asam kaproat (C-6, 0,5%).
Di dalam tubuh, diubah menjadi monogliserida, yaitu monolaurin, monocaprin,
monocaprylin, dan monocaproin, yang mampu membunuh mikroorganisme
patogen termasuk bakteri, jamur dan ragi, virus dan protozoa. Monogliserida ini
juga memberikan kekebalan terhadap tubuh. Asam laurat berada dalam air susu
ibu untuk memberikan kekebalan terhadap bayi selama enam bulan pertama
kehidupan ketika imunitas belum dikembangkan. Kekuatan antibakteri MCFA
dimanfaatkan secara alami oleh tubuh kita sendiri yaitu ditemukan dalam air susu
ibu untuk melindungi dan memberi nutrisi pada bayinya (Enig,1996).
Kebanyakan bakteri dan virus terbungkus dalam lapisan lipid (lemak).
Asam lemak yang membentuk membran luar atau kulit bersama dengan
Deoxyribonucleic Acid (DNA) organisme dan bahan lainnya. Asam-asam lemak
yang membentuk membran ini hampir berbentuk cairan sehingga memberikan
tingkat mobilitas dan fleksibilitas membran yang luar biasa. Kemampuan unik ini

37
Universitas Sumatera Utara

memungkinkan organisme untuk bergerak, membungkuk, dan masuk melalui pori
terkecil (Enig, 1996).
Pertumbuhan virus dan bakteri yang mempunyai lapisan lipid mudah
dihentikan

oleh

MCFA,

yang

terutama

merusak

organisme

dengan

caramengganggu membran lipid mereka. Asam lemak rantai sedang mirip dengan
membran mikroorganisme, bahkan molekul MCFA jauh lebih kecil karena itu
mampu melemahkan membran. Membran ini kemudian menjadi hancur dan
terbuka, menumpahkan isi dan membunuh organisme. Kemudian sel darah putih
dengan cepat membersihkan dan membuang puing-puing sel organisme yang
rusak dan mati tersebut. MCFA membunuh organisme penyerang tanpa
menimbulkan bahaya pada jaringan tubuh (Enig, 1996).
VCO telah dibuktikan dapat menghambat pertumbuhan berbagai bakteri
patogen diantaranya Listeria monocytogene, Staphylococcus sp maupun
Helicobacter sp. Aktivitas antibakteri MCFA terbaik adalah dalam bentuk asam
lemak bebas dan monogliserida. Untuk memperoleh monogliserida dari
trigliserida yang terkandung dalam VCO adalah dengan melakukan hidrolisis
menggunakan enzim yang spesifik bekerja hanya untuk menghidrolisis secara
parsial yaitu menghidrolisis trigliserida pada posisi sn-1 dan 3. Enzim yang
spesifik bekerja pada posisi sn-1 dan 3 adalah ensim lipase yang berasal dari
pankreas, Aspergillus niger dam Mucor meihei (Silalahi, 2002). Dari semua asam
lemak jenuh, asam laurat memiliki aktivitas antimikroba lebih baik dibandingkan
dengan asam kaprilat (C8:0), asam kaprat (C10:0), dan asam miristat (C14:0)
(Kabara, et al., 1972; Enig, 1996).
2.7 Kemampuan Antibakteri Asam Laurat dan Monolaurin

38
Universitas Sumatera Utara

Asam lemak dan monogliseridamenghasilkan efek membunuh atau
menonaktifkan bakteri dengan caramelisiskan atau merusak lapisanmembran
plasma

lipid.

Aktivitas

antibakteriterkait

dengan

monolaurin

yangdapat

melarutkan lipid dan fosfolipid dari pembungkus bakteri, menyebabkan
disintegrasi membran bakteri. Monolaurin juga dapat mengganggu proses
tranduksi sinyal bakteri, dan efek lain antimikroba terhadap virus adalah karena
gangguan asam laurat pada proses perakitan dan pematangan virus (Lieberman, et
al., 2006). Rumus Struktur asam laurat dan monolaurin dapat dilihat pada Gambar
2.4.

O
C
OH
Asam Laurat

Monolaurin

Gambar 2.4 Rumus Struktur asam laurat dan monolaurin (Aehle, 2004)
Penelitian yang menunjukkan efek antivirus monolaurin yaitu dengan
menyelimuti Ribonucleic Acid (RNA) dan Deoxyribonucleic Acid (DNA) virus.
Studi ini dilakukan dengan prototipe virus yang dipilih atau diakui strain wakil
dari virus manusia. Amplop dari virus ini adalah membran lipid, dan adanya
membran lipid pada virus membuat mereka sangat rentan terhadap asam laurat
monolaurin dan turunannya.MCFA mengganggu membran lipid dari virus.
Penelitian telah menunjukkan bahwa virus tidak aktif terhadap air susu ibu dan
susu sapi oleh karena adanya asam lemak dan monogliserida, dan juga oleh asam

39
Universitas Sumatera Utara

lemak endogen dan monogliserida rantai panjang yang sesuai. Berikut
mikroorganisme yang dihambat oleh asam laurat dapat dilihat pada Tabel 2.4.

Tabel 2.4 Mikroorganisme yang dihambat oleh asam laurat
Mikroorganisme lipid-coated yang dihambat oleh asam laurat
Virus Lipid Coated
Visna virus
Cytomegalovirus
Epstein-barr virus
Influenza virus
Leukemia virus
Pneumono virus
Hepatitis C virus
Bakteri Lipid Coated
Listeria monocytogenes
Helicobacter pylori
Hemophilus influenzae
Staphylococcus aureus
Streptococcus agalactiae
Groups A, B, F, & G streptococci
Organisme gram-positif
Organisme gram-negatif (jika mendapat perlakuan dengan agen pengkhelat)
(Sumber: Kabara,et al., 1972)
Asam lemak dan turunannya yang bersifat antimikroba tidak beracun
untuk manusia, bahkan diproduksi secara in vivo dalam tubuh ketika terdapat diet
yang mengandung kadar MCFAyang memadai, seperti asam laurat.Menurut
penelitian, asam laurat adalah salah satu asam lemak yang terbaik, dan
monogliseridanya bahkan lebih efektif dibandingkan dengan asam lemaknya
(Kabara,et al., 1972).
Untuk dapat hidup maka membran lipid virus atau bakteri bergantung pada
lipid inang (host) untuk membentuk konstituen lipid mereka. Keragaman asam
lemak dalam makanan individu serta variabilitasnyamenyebabkan variabilitas
asam lemak dalam membran lipid virus/bakteri dan juga menjelaskan variabilitas

40
Universitas Sumatera Utara

ekspresi glikoprotein, yang membuat pengembangan vaksin lebih sulit(Kabara,et
al., 1972).
Monolaurin tidak memiliki efek buruk pada bakteri flora usus yang
diinginkan, melainkan hanya pada potensial terhadap mikroorganisme patogen
(Isaacs dan Thomar, 1991).Bakteri patogen yang dapat diatasi oleh monolaurin
termasuk

Listeria

monocytogenes,

Staphylococcus

aureus,

Streptococcus

agalactiae, Streptokokus Grup A, F & G, organisme gram positif, dan beberapa
gram negatif organisme jika mendapat perlakuan awal dengan pembentuk
khelat(Kabara,et al., 1972).Penghambatan pertumbuhan Staphylococcus aureus
ditunjukkan dengan 150 mg monolaurin perliter.Monolaurin5000kali lebih kuat
menghambat Listeria monocytogenes dibandingkan etanol. Helicobacter pylori
dengan cepat diinaktivasi oleh MCFA, monogliserida dan asam laurat, dan hampir
tidak ada bakteri atau organisme yang resisten terhadap efek bakterisida
antimikrobaalami ini(Petschow,et al., 1996).
Sejumlah jamur, ragi, dan protozoa juga diinaktivasi atau dibunuh oleh
laurat asam atau monolaurin. Jamur termasuk beberapa jenis kurap. Ragi yang
dilaporkan adalah Candida albicans. Protozoa parasit Giardia lamblia dihambat
oleh asam lemak bebas dan monogliserida dari susu manusia terhidrolisis.
Penelitian juga dilakukan terhadap virus Severe acute respiratory syndrome
(SARS), karena penduduk Filipina yang sebagian besar mengkonsumsi minyak
kelapa relatif tidak terpengaruh oleh

Dokumen yang terkait

Uji Aktivitas Antibakteri Hasil Hidrolisis Enzimatis Minyak Kelapa Murni Terhadap Salmonella typhi dan Salmonella typhimurium Secara In-vitro dan In-vivo

0 0 18

Uji Aktivitas Antibakteri Hasil Hidrolisis Enzimatis Minyak Kelapa Murni Terhadap Salmonella typhi dan Salmonella typhimurium Secara In-vitro dan In-vivo

0 0 2

Uji Aktivitas Antibakteri Hasil Hidrolisis Enzimatis Minyak Kelapa Murni Terhadap Salmonella typhi dan Salmonella typhimurium Secara In-vitro dan In-vivo

0 0 9

Uji Aktivitas Antibakteri Hasil Hidrolisis Enzimatis Minyak Kelapa Murni Terhadap Salmonella typhi dan Salmonella typhimurium Secara In-vitro dan In-vivo

0 1 6

Uji Aktivitas Antibakteri Hasil Hidrolisis Enzimatis Minyak Kelapa Murni Terhadap Salmonella typhi dan Salmonella typhimurium Secara In-vitro dan In-vivo

0 0 50

Uji Aktivitas Antibakteri Kitosan, Hasil Hidrolisis Minyak Kelapa Murni dan Kombinasinya Terhadap Salmonella thypi dan Lactobacillus plantarum

0 1 14

Uji Aktivitas Antibakteri Kitosan, Hasil Hidrolisis Minyak Kelapa Murni dan Kombinasinya Terhadap Salmonella thypi dan Lactobacillus plantarum

0 0 2

Uji Aktivitas Antibakteri Kitosan, Hasil Hidrolisis Minyak Kelapa Murni dan Kombinasinya Terhadap Salmonella thypi dan Lactobacillus plantarum

0 0 5

Uji Aktivitas Antibakteri Kitosan, Hasil Hidrolisis Minyak Kelapa Murni dan Kombinasinya Terhadap Salmonella thypi dan Lactobacillus plantarum

0 0 21

Uji Aktivitas Antibakteri Kitosan, Hasil Hidrolisis Minyak Kelapa Murni dan Kombinasinya Terhadap Salmonella thypi dan Lactobacillus plantarum

0 0 4