Pertanggungjawaban Pemerintah atas Keterlambatan Penyelesaian Penyediaan Barang dan Jasa di Dalam Perjanjian Borongan Kerja (Studi pada Dinas Pekerjaan Umum Kota Sibolga)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perjanjian pemborong pekerjaan adalah suatu persetujuan, dengan mana
pihak yang satu si pemborong mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu
pekerjaan bagi pihak lain, pihak yang memborongkan dengan menerima suatu
harga tertentu. Pemborong selaku pelaksana pembangunan fisik, bertanggung
jawab untuk menyelesaikan pekerjaan pada tanggal yang telah ditentukan dalam
perjanjian pemborongan. Jika pekerjaan pemborongan terbagi-bagi atas bagianbagian yang berbeda, pemborong juga wajib menyerahkan pekerjaan pada tiaptiap tanggal yang tercantum dalam perjanjian pemborongan tersebut. Selain itu
pemborong juga berkewajiban untuk menyelesaikan pekerjaanya sesuai dengan
uraian tentang pekerjaan yang disertai gambar-gambar dan syarat-syarat yang
harus dipenuhi untuk pelaksanaan pekerjaan pemborongan kerja.1
Keterlambatan dalam pelaksanaan pekerjaan pemborongan atau tidak
dilakukannya pekerjaan sesuai perjanjian, akan mengakibatkan tertundanya
pemanfaatan proyek tersebut oleh pemerintah daerah dan masyarakat atau tidak
dapat dimanfaatkan sama sekali sesuai perencanaan awal. Tanggung jawab
pemborong untuk menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan perencanaan perlu
dikaji lebih lanjut baik dalam perumusan perjanjian maupun pelaksanaan
perjanjian pemborongan.2


1

http://www.landasanteori.com/2015/10/pengertian-perjanjian-pemborongan.html
Dedi Mardiansyah, Tanggung Jawab Kontraktor Terhadap Perjanjianpembangunan
Jalan Ditinjau Dari Aspek Hukum Kontrak (Studi Kasus Di Sumbawa), Jurnal Ilmiah, Universitas
Mataram, 2015
2

11
Universitas Sumatera Utara

Ketentuan mengenai perjanjian pemborongan telah diatur dalam Pasal
1601 b Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, disebutkan bahwa yang dimaksud
dengan pemborongan pekerjaan adalah perjanjian dengan mana pihak yang satu,
si pemborong, mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan bagi
pihak lain, pihak yang memborongkan, dengan menerima suatu harga yang
ditentukan.3
Sebelum ditentukan pemborong mana yang dipilih untuk mengerjakan
proyek-proyek pemerintah, terlebih dahulu haruslah dilakukan prakualifikasi
(proses penilaian kompetensi dan kemampuan usaha serta pemenuhan persyaratan

tertentu lainnya dari penyedia barang/jasa sebelum memasukkan penawaran).
terhadap calon-calon pemborong yang ada. Perbuatan prakualifikasi pemborong
ini dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan dasar perusahaan, baik yang
berbentuk badan hukum maupun yang tidak berbadan hukum dimana mereka
mempunyai usaha pokok berupa pelaksanaan pekerjaan pemborongan, konsultasi
dan pengadaan barang/jasa lainnya.4
Perjanjian pemborongan diatur dalam Pasal 1601 b, Pasal 1604 sampai
dengan Pasal 1616 KUHPerdata dan UU No.18 Tahun 1999 tentang Jasa
Konstruksi. Perjanjian pemborongan dibuat dengan perjanjian standart, yaitu
perjanjian yang dibuat berdasarkan peraturan standart. Adapun peraturan standart
untuk perjanjian pemborongan yaitu: AV.1941 (singkatan dari Algemene
Voorwarden voor de uitvoering bij aanneming van openbare werken in Indonesia)

3

R. Subekti dan Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pradnya
Paramita, Jakarta, 1999, hal 391
4
Munir Fuady, Kontrak Pemborongan Mega Proyek, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung, 1998, hal 170


2
Universitas Sumatera Utara

artinya syarat-syarat umum untuk pelaksanaan pemborongan pekerjaan umum di
Indonesia.5
Perjanjian merupakan suatu hubungan hukum yang berarti bahwa yang
bersangkutan haknya dijamin dan dilindungi oleh hukum dan undang-undang.
Sehingga apabila haknya tidak dipenuhi secara sukarela, dia berhak menuntut
melalui pengadilan supaya orang yang bersangkutan dipaksa untuk memenuhi
atau menegakkan haknya.6
Perjanjian pemborongan pekerjaan dibedakan dalam dua macam, yaitu:7
a. Dimana pihak pemborong diwajibkan memberikan bahannya untuk pekerjaan
tersebut
b. Dimana si pemborong hanya akan melakukan pekerjaannya saja.
Pelaksanaan perjanjian merupakan sebuah kegiatan yang dilaksanakan
dalam rangkah mempermudah pencapaian tujuan yang dilakukan secara bersamasama. Perjanjian pun memiliki banyak jenis, yang salah satunya adalah perjanjian
pemborongan.
Pelaksanaan perjanjian pemborongan kerja, juga dilakukan oleh CV.
Roma Uli dengan Dinas Pekerjan Umum Kota Sibolga yaitu dalam bidang paket

pekerjaan konstruksi penimbunan dan pembuatan jalan dari Paving Block serta
pembuatan taman di Kawasan Rusunawa Kelurahan Aek Manis Kecamatan
Sibolga Selatan, Nomor 16/PPK-CK/SP/DPUK/2014. Perjanjian ini berlaku
efektif pada tanggal penandatanganan surat perjanjian oleh para pihak atau
tanggal yang ditetapkan dalam Syarat-Syarat Khusus Kontrak (SSKK). Kontrak

5

HM. Hanafi Darwis, Hubungan Hukum Dalam Perjanjian Pemborongan, Jurnal hukum
Jilid 41 No. 1 Januari 2012
6
I.G.Rai Widjaya, Merancang Suatu Kontrak, Penerbit Megapoin, Jakarta, 2003, hal. 23
7
R Subekti , Op.Cit, hal. 65

3
Universitas Sumatera Utara

pengadaan barang/jasa yang selanjutnya disebut kontrak adalah perjanjian tertulis
antara Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dengan penyedia yang mencakup

Syarat-Syarat Umum Kontrak (SSUK) ini dan Syarat-Syarat Khusus Kontrak
(SSKK) serta dokumen lain yang merupakan bagian dari kontrak.8
Pelaksanaan perjanjian pemborongan pada kenyataannya seringkali
mengalami hambatan-hambatan, diantaranya adalah keterlambatan dalam
pelaksanaan pekerjaan. Apabila penyedia terlambat melaksanakan pekerjaan
sesuai jadwal, maka Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) harus memberikan
peringatan secara tertulis atau dikenakan tentang kontrak kritis. Hal yang sama
juga terjadi dalam perjanjian pelaksanaan penimbunan dan pembuatan jalan dari
Paving Block serta pembuatan taman di Kawasan Rusunawa yang dilakukan CV.
Roma Uli dengan Dinas Pekerjan Umum Kota Sibolga karena dalam perjanjian
penimbunan dan pembuatan jalan dari Paving Block serta pembuatan taman yang
disepakati kedua belah pihak menyatakan bahwasanya apabila terdapat kendala
dalam pelaksanaan penimbunan dan pembuatan jalan dari Paving Block serta
pembuatan taman seperti cuaca atau hal lainnya yang dapat mengakibatkan CV.
Roma Uli membutuhkan perpanjangan waktu dalam menyelesaikan pekerjaannya.
Kontrak yang dinyatakan kritis (keterlambatan penyedia dalam melaksanakan
pekerjaan) apabila dalam periode I (rencana fisik pelaksanaan 0% - 70% dari
kontrak), realisasi fisik pelaksanaan terlambat lebih besar 10% dari rencana,
dalam periode II (rencana fisik pelaksanaan 70%-100% dari kontrak), realisasi


8

Surat Perjanjian Nomor : 16/PPK-CK/SP/DPUK/2014 mengenai pelaksanaan paket
pekerjaan konstruksi : Penimbunan dan pebuatan jalan dari paving block serta pembuatan taman di
kawasan Rusuwasan Kel. Aek Manis Kec. Sibolga Selatan

4
Universitas Sumatera Utara

fisik pelaksanaan terlambat lebih besar 5% dari rencana, rencana fisik pelaksanaan
70%-100% dari rencana dan akan melampui tahun anggaran berjalan.9
Dalam kaitannya dengan kontrak yang dibuat oleh pemerintah, keabsahan
merupakan isu hukum yang sangat penting. Disamping ditentukan oleh
persyaratan pelelangan (tender), keabsahan kontrak juga ditentukan oleh isinya
dan terpenuhinya syarat kewenangan pada pejabat dalam membuat dan
menandatangani kontrak mewakili organ publik atau lembaga pemerintahan.
Demikian juga hal-hal yang menyangkut aspek pelaksanaan kontrak. Proses
pengadaan jasa konstruksi, yang pada prinsipnya dilakukan dengan tender, yang
kemudian diikuti dengan pembuatan dan pelaksanaan kontrak merupakan
rangkaian yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain. Oleh sebab itu,

diperlukan instrument hukum yang mengatur mengenai kontrak kerja konstruksi.
Dalam kaitannya dengan kontrak yang dibuat oleh pemerintah, keabsahan
merupakan isu hukum yang sangat penting. Disamping ditentukan oleh
persyaratan pelelangan (tender), keabsahan kontrak juga ditentukan oleh isinya
dan terpenuhinya syarat kewenangan pada pejabat dalam membuat dan
menandatangani kontrak mewakili organ publik atau lembaga pemerintahan.
Demikian juga hal-hal yang menyangkut aspek pelaksanaan kontrak. Proses
pengadaan jasa konstruksi, yang pada prinsipnya dilakukan dengan tender, yang
kemudian diikuti dengan pembuatan dan pelaksanaan kontrak merupakan
rangkaian yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain. Oleh sebab itu,
diperlukan instrument hukum yang mengatur mengenai kontrak kerja konstruksi
dan ahli dibidangnya termasuk proses pemilihan pihak penyedia jasanya, bahkan

9

Ibid

5
Universitas Sumatera Utara


hubungan antara pengguna jasa dengan penyedia jasa juga merupakan masalahmasalah yang sering terjadi dalam pelaksanaan kontrak konstruksi. Saat ini di
Indonesia banyak dijumpai adanya dugaan penyimpangan dalam pengadaan
barang dan jasa atau proyek-proyek konstruksi oleh pemerintah. Hal inilah yang
banyak mengakibatkan kerugian terhadap Keuangan Negara. Selain itu, hal ini
juga akan berpengaruh terhadap kualitas hasil kerja konstruksi serta peran jasa
konstruksi dalam mendukung terciptanya tujuan pembangunan nasional.10
Menurut pasal 1601 b KUH Perdata (kitab Undang-undang Hukum
Perdata), perjanjian pemborongan adalah perjanjian dengan mana pihak satu, (si
pemborong), mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan bagi
pihak yang lain, (pihak yang memborongkan), dengan menerima suatu harga yang
ditentukan. Jadi dalam perjanjian pemborongan hanya ada dua pihak yang terikat
dalam perjanjian pemborongan yaitu: pihak kesatu disebut pihak yang
memborongkan atau prinsipal, (bouwheer, Kepala Kantor, satuan Kerja,
Pemimpin Proyek); dan pihak kedua disebut pemborong atau Rekanan,
Kontraktor.11
Dalam

pelaksanaan

jasa


pemborongan

terhadap

proyek-proyek

pemerintah, harus diketahui kemampuan dasar pemborong atau penyedia jasa
sesuai dengan spesialisasinya. Kegiatan menilai kemampuan dasar pemborong,
sesuai dengan pekerjaan yang menjadi spesialisasinya tersebut dinamakan
klasifikasi.12 Oleh karena itu dalam praktek pada umumnya, pelaksanaan
perjanjian jasa pemborongan dilakukan berdasarkan prinsip persaingan sehat

10

Y. Sogar Simamora., Hukum Kontrak ;Kontrak Pengadaan Barang jan Jasa
Pemerintah di Indonesia, Penerbit Laksbang Justitia, Surabaya, 2013. hal 5
11
FX. Djumialdji, Perjanjian Pemborongan, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta, 1995, hal 3
12

Ibid, hal 38.

6
Universitas Sumatera Utara

melalui pemilihan penyedia jasa dengan pelelangan umum atau terbatas. Selain itu
dalam pelaksanaan perjanjian jasa pemborongan, tidak tertutup kemungkinan
adanya keterlambatan, kelalaian dari salah satu pihak (wanprestasi), baik secara
sengaja maupun karena keadaan memaksa (force majeur/overmacht).13
Dengan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk membuat karya tulis
dalam bentuk skripsi dengan judul “Pertanggungjawaban pemerintah atas
keterlambatan penyelesaian penyediaan barang dan jasa di dalam perjanjian
borongan kerja (studi pada Dinas Pekerjaan Umum Kota Sibolga.”

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah akibat hukum keterlambatan penyelesaian penyediaan
barang dan jasa di dalam perjanjian borongan kerja?
2. Bagaimanakah faktor yang menyebabkan keterlambatan penyediaan

barang dan jasa di dalam perjanjian borongan kerja?
3. Bagaimanakah pertanggungjawaban pemerintah dan pemborong atas
keterlambatan penyelesaian penyediaan barang dan jasa di dalam
perjanjian pemborongan kerja?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Tujuan melaksanakan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui akibat hukum keterlambatan penyelesaian penyediaan
barang dan jasa di dalam perjanjian borongan kerja.

13

Munir Fuady, Op. Cit, hal 183

7
Universitas Sumatera Utara

2. Untuk mengetahui faktor yang menyebabkan keterlambatan penyediaan
barang dan jasa di dalam perjanjian borongan kerja.
3. Untuk mengetahui pertanggungjawaban pemerintah dan pemborong atas
keterlambatan penyelesaian penyediaan barang dan jasa di dalam
perjanjian pemborongan kerja.
Adapun manfaat Penulisan skripsi yang akan penulis lakukan adalah:
1. Secara Teoritis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran atau
paparan serta sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu hukum
khususnya dalam lingkup bidang hukum perdata yang berkaitan
mengenai perjanjian jasa pemborongan.
b. Diharapkan dapat mengerti dan memahami serta menambah wawasan
tentang

pelaksanaan

perjanjian

jasa

pemborongan

berdasarkan

ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
2. Secara Praktis
Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi para pihak yang
bergerak dalam kegiatan jasa pemborongan khususnya dalam bidang jasa
konstruksi, antara lain bagi penyedia jasa dan pemilik proyek sebagai
pengguna jasa konstruksi dalam rangka penyusunan perjanjian jasa
pemborongan serta bagi pemerintah dalam rangka penyempurnaan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur jasa pemborongan
khususnya dalam bidang jasa konstruksi.

8
Universitas Sumatera Utara

D. Keaslian Penulisan
Untuk mengetahui keaslian penulisan, sebelum melakukan penulisan
skripsi berjudul Pertanggungjawaban pemerintah atas keterlambatan penyelesaian
penyediaan barang dan jasa di dalam perjanjian borongan kerja (studi pada Dinas
Pekerjaan Umum Kota Sibolga. Pada dasarnya belum pernah dilakukan oleh
peneliti sebelumnya, meskipun ada beberapa penelitian terdahulu yang memiliki
keterkaitan dengan judul penelitian ini. Adapun penelitian terdahulu yang pernah
dilakukan tersebut sebagai berikut:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Emma P Sijabat, Tahun 2014, Mahasiswa
Fakultas Hukum Departemen Hukum Keperdataan Universitas Sumatera
Utara dengan judul “Tinjauan Yuridis Tentang Kontrak Konstruksi Antara
Disperindag Kab. Asahan dengan PT. Menara Kharisma Internusa Medan
(Study Pada Proyek Pembangunan Pasar Kartini Kisaran)”.
Pokok masalah dari penelitian adalah:
a. Bagaimana proses pemilihan Pihak Penyedia Jasa Konstruksi dalam
Perjanjian antara Disperindag Kab. Asahan dengan PT. Menara Kharisma
Internusa di tinjau dari peraturan yang berlaku?
b. Bagaimana pengaturan tentang tanggung jawab para pihak dalam
perjanjian konstruksi?
c. Faktor penghambat dalam pelaksanaan kontrak dan upaya-upaya
penyelesaiannya?
2. Penelitian yang dilakukan oleh Nurhayati, Tahun 2012, Mahasiswa Fakultas
Hukum Hukum Ekonomi Universitas Sumatera Utara dengan judul
“Wanprestasi Dalam Perjanjian Pemborongan Kerja Milik Pemerintah Antara

9
Universitas Sumatera Utara

CV. Dina Utama Dengan Dinas Penataan Ruang Dan Permukiman Provinsi
Sumatera Utara”.
Pokok masalah dari penelitian adalah:
a. Bagaimanakah pelaksanaan perjanjian pekerjaan pemborongan milik
pemerintah antara CV. Dina Utama dengan Dinas Penataan Ruang Dan
Permukiman Provinsi Sumatera Utara dalam pembangunan saluran
drainase di Kabupaten Deli Serdang?
b. Bagaimanakah wanprestasi dalam pelaksanaan pemborongan pekerjaan
milik Pemerintah yang dilaksanakan oleh CV. Dina Utama?
c. Bagaimanakah

upaya

penyelesaian

sengketa

wanprestasi

dalam

perjanjian pemborongan pekerjaan milik Pemerintah Provinsi Sumatera
Utara?
Pada dasarnya penelitian terdahulu yang dilakukan oleh peneliti tersebut di
atas tidak sama dengan penelitian ini, baik dari segi judul maupun pokok
permasalahan yang dibahas. Oleh karena itu secara akademik penelitian ini dapat
dipertanggungjawabkan keasliannya.

E. Tinjauan Kepustakaan
1. Pengertian Perjanjian
Disni istilah “perjanjian” tanpa adanya penjelasan lebih lanjut menunjuk
pada perjanjian obligator, yaitu perjanjian yang menimbulkan perikatan. Sejak
permulaan abad ke-18 dikenal pula perjanjian-perjanjian lainnya yang bukan
semata-mata perjanjian yang menimbulkan perikatan, melainkan merupakan
perjanjian-perjanjian yang sifat dan akibat hukumnya di bidang-bidang hukum
keluarga, hukum kebendaan dan hukum pembuktian.

10
Universitas Sumatera Utara

Perjanjian adalah suatu perbuatan/tindakan hukum yang terbentuk dengan
tercapainya kata sepakat yang merupakan pernyataan kehendak bebas dari dua
orang (pihak) atau lebih, dimana tercapainya sepakat tersebut tergantung dari
pihak yang menimbulkan akibat hukum untuk kepentingan pihak yang satu dan
atas beban pihak yang lain atau timbal balik dengan mengindahkan ketentuan
perundang-undangan.14
Pasal 1313 BW memberikan rumusan tentang “kontrak atau perjanjian
adalah “suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau
lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih,” subekti
memberikan definisi “perjanjian” adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji
pada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan
sesuatu hal. Sedangkan Tirtodiningrat memberikan definisi perjanjian adalah
suatu perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat diantara dua orang atau lebih
untuk menimbulkan akibat-akibat hukum yang dapat dipaksakan oleh undangundang.15
Kontrak atau perjanjian ini merupakan suatu peristiwa hukum dimana
seorang berjanji kepada orang lain atau dua orang saling berjanji untuk melakukan
atau tidak melakukan sesuatu.16Perikatan atau perjanjian adalah hubungan hukum
antara dua pihak di dalam lapangan harta kekayaan, dimana pihak yang satu

14

Herlien Budiono, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang
Kenotariatan, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2011, hal 3
15
Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian ; Asas Proporsionalitas dalam Kontrak
Komersial, Edisi 2, Cetakan 2, Penerbit Prenada Media Group, Jakarta, 2011, hal 15-16
16
Ahmadi Miru, Hukum dan Kotrak Perancangan Kontrak, Cetakan ke-4, Penerbit PT.
RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2011, hal 2

11
Universitas Sumatera Utara

(kreditur) berhak atas prestasi dan pihak yang lain (debitur) berkewajiban
memenuhi prestasi itu.17
Menurut ketentuan Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,
„Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.” Jika diperhatikan,
rumusan yang diberikan dalam Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
tersebut ternyata menegaskan kembali bahwa perjanjian mengakibatkan seseorang
mengikatkan dirinya kepada orang lain. Ini berarti dari suatu perjanjian lahirlah
kewajiban atau prestasi dari suatu atau lebih orang (pihak) kepada satu atau lebih
orang (pihak) lainnya yang berhak atas prestasi tersebut yang merupakan
perikatan yang harus dipenuhi oleh orang atau subjek hukum tersebut.
2. Perjanjian Borongan Kerja

Di dalam KUH Perdata perjanjian pemborongan disebut dengan istilah
pemborongan pekerjaan. Menurut pasal 1601 b KUH Perdata, pemborongan
pekerjaan adalah persetujuan dengan mana pihak yang satu, si pemborong,
mengikatkan diri untuk menyelesaikan suatu pekerjaan bagi pihak yang lain,
pihak yang memborongkan, dengan menerima suatu harga yang telah ditentukan.
Definisi perjanjian pemborongan yang diatur dalam KUH Perdata menurut para
sarjana adalah kurang tepat. Karena menganggap bahwa perjanjian pemborongan
adalah perjanjian sepihak, sebab si pemborong hanya memiliki kawajiban saja
sedangkan yang memborongkan mempunyai hak saja. Sebenarnya perjanjian
pemborongan adalah perjanjian timbal balik yaitu antara pemborong dengan mana
yang memborongkan yang masing-masing mempunyai hak dan kewajiban.
17

H. Riduan Syahrani, Seluk Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, Penerbit PT. Alumni,
Bandung, 2004, hal 196

12
Universitas Sumatera Utara

Perjanjian pemborongan pekerjaan adalah perjanjian dimana pihak yang
satu, si pemborong mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan
bagi pihak yang memborongkan dengan menerima suatu harga yang ditentukan.18
Dilihat dari obyeknya, perjanjian pemborongan bangunan mirip dengan
perjanjian lain yaitu perjanjian kerja dan perjanjian melakukan jasa, yaitu
samasama menyebutkan bahwa pihak yang satu menyetujui untuk melaksanakan
pekerjaan pihak lain dengan pembayaran tertentu. Perbedaannya satu dengan yang
lainnya ialah bahwa pada perjanjian kerja terdapat hubungan kedinasan atau
kekuasaan antara buruh dengan majikan. Pada pemborongan bangunan dan
perjanjian melakukan jasa tidak ada hubungan semacam itu, melainkan
melaksanakan pekerjaan yang tugasnya secara mandiri.19
4. Penyediaan Barang dan Jasa
Pemerintah dituntut untuk memajukan kesejahteraan umum yang
berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dalam penyelenggaraan
kehidupan bernegara. Mewujudkan hal tersebut maka pemerintah berkewajiban
menyediakan kebutuhan rakyat dalam berbagai bentuk berupa barang, jasa
maupun pembangunan infrastruktur, kewajiban yang harus dipenuhi oleh
pemerintah inilah menyebabkan meningkatnya jumlah penyedia barang/jasa
dengan berbagai macam keahlian.20
Pada konsep penyediaan barang/jasa, posisi lemah selalu dipegang oleh
pihak penyedia jasa konstruksi dibandingkan dengan pengguna jasa konstruksi.
Pengguna jasa selalu menempati posisi yang lebih tinggi daripada penyedia jasa.
18

R. Subekti, Aneka Perjanjian, Alumni Bandung, 1985, hal 57
Sri Soedewi Masjchun Sofwan. Hukum Bangunan, Perjanjian Pemborongan
Bangunan, Liberty Yogyakarta. 1982. hal 52
20
Amiruddin, Korupsi dalam Pengadaan Barang dan Jasa, Penerbuit Genta Publishing,
Yogyakarta, 2010, hal 48
19

13
Universitas Sumatera Utara

Konsep ini sudah terjadi dari masa kemasa. Ketidakseimbangan antara jumlah
pekerjaan konstruksi/proyek dengan jumlah penyedia jasa dalam hal keterbatasan
pekerjaan sudah sering terjadi yang mengakibatkan proses tawar-menawar
menjadi sangat lemah. Pengguna jasa pun akan menjadi leluasa memilih penyedia
jasa yang dianggapnya lebih menguntungkan. Selain itu untuk mendapatkan suatu
proyek, sejumlah badan usaha saling berkompetisi melalui suatu proses pemilihan
penyedia barang/jasa yang cukup panjang dan rumit, dan pada akhirnya hanya
menguntungkan satu penyedia barang/jasa (Nazarkhan Y.,2003).21
5. Keterlambatan Penyelesaian pekerjaan
Salah satu yang menarik dalam Perpres Nomor 4 Tahun 2015
tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010
tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah adalah terkait dengan adanya
ketentuan mengenai keterlambatan yang dapat melewati tahun anggaran. Dalam
pasal 93 telah ditambahkan ketentuan mengenai keterlambatan ini, yakni pada
ayat

(1a)

yang

berbunyi

“Pemberian

kesempatan

kepada

Penyedia

Barang/Jasa menyelesaikan pekerjaan sampai dengan 50 (lima puluh) hari
kalender, sejak masa berakhirnya pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a.1. dan huruf a.2., dapat melampaui Tahun Anggaran“.
Hal ini belum pernah diatur secara tegas baik pada Keppres Nomor 80 Tahun
2003 berikut perubahannya sampai dengan dikeluarkannya Perpres Nomor 70
Tahun 2012 tentang perubahan ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun
2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

21

Nazarkhan, Y. Mengenal Kontrak Konstruksi di Indonesia, PT Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta, 2003, hal 76

14
Universitas Sumatera Utara

Hal ini tentu saja menjawab berbagai masalah yang selalu muncul disaat
pelaksanaan pekerjaan memasuki akhir tahun anggaran dan kondisi pekerjaan
diperkirakan belum dapat selesai disisa waktu kontrak normal, sedangkan masa
pelaksanaan kontrak normal berada dipenghujung tahun anggaran. Untuk kondisi
seperti ini sebaiknya kita dapat merujuk pada apa yang pernah terjadi di tahun
2012, dimana banyak sekali masalah yang timbul mengenai keterlambatan
pelaksanaan penyelesaian pekerjaan pada proyek pemerintah. Dan dalam kondisi
ini, sering para anggota pokja atau staf yang menjadi panitia pengadaan
barang/jasa atau pejabat pengadaan barang/jasa di suatu SKPD menjadi sorotan
utama yang berdampak menjadi rasa ketidaknyamanan bagi setiap pihak yang
bertugas sebagai panitia/pejabat pengadaan barang/jasa. Seharusnya dalam
kondisi ini kita harus lebih bisa mencermati permasalahan yang ada.
Masalah pengadaan umumnya tidak melanggar masalah prinsip-prinsip
pengadaan yang berimbas tidak adanya kerugian negara yang ditimbulkan. Hal ini
berbeda dengan pengadaan bermasalah yang cenderung melanggar ketentuan dan
prinsip pengadaan dan pada akhirnya berpotensi menimbulkan kerugian negara.
Kembali ke masalah utama yang akan kita bahas saat ini adalah mengenai
keterlambatan dan dampak yang ditimbulkan dengan adanya pasal 93 ayat (1a)
Perpres Nomor 4 Tahun 2015. Pada pasal 93 tersebut seolah-olah menjadi hak
penyedia dalam memasuki masa keterlambatan penyelesaian pekerjaan, padahal
sesungguhnya pada pasal tersebut adalah fasilitas pemberian kesempatan kepada
penyedia yang melalui proses penilaian secara profesional oleh PPK selaku
pemilik pekerjaan. Keputusan pemberian kesempatan sebagaimana diatur dalam
pasal 93 Perpres Nomor 54 tahun 2010 sebagaimana diubah terakhir dengan

15
Universitas Sumatera Utara

Perpres Nomor 4 Tahun 2015 tergantung pada pada hasil penilaian PPK atas
permohonan penyedia untuk dapat menyelesaikan pekerjaan dimasa waktu di luar
masa kontrak normal. Namun apabila dalam penilaian tersebut, PPK berkeyakinan
bahwa penyedia akan dapat menyelesaikan pekerjaan dalam rentang waktu 50 hari
sesuai dengan pasal 120 Perpres Nomor 54 Tahun 2012 sebagaimana diubah
terakhir dengan Perpres Nomor 4 Tahun 2015, maka penyedia dikenakan denda
keterlambatan 1/1000 per hari untuk keterlambatan yang disebabkan atas
kesalahan penyedia.22

F. Metode Penelitian
Penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan ilmu
pengetahuan maupun teknologi. Oleh karena penelitian merupakan suatu sarana
(ilmiah) bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka metodologi
penelitian yang diterapkan harus senantiasa disesuaikan dengan ilmu pengetahuan
yang menjadi induknya.23Inti dari metodologi dalam setiap penelitian hukum
adalah menguraikan tentang tata cara bagaimana suatu penelitian hukum itu harus
dilakukan.24
Penulisan skripsi ini didasari oleh suatu penelitian yang diadakan dengan
metodologi penelitian tertentu untuk menemukan atau merumuskan, menganalisa
dan memecahkan permasalahan dengan benar. Dalam penelitian hukum ini
penulis akan menggunakan cara-cara atau metode-metode tertentu sebagai
berikut:
22

https://masrubianto.info/2015/05/22/keterlambatan-penyelesaian-pekerjaan/.html,
diakses tangal 27 Maret 2016
23

Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Penerbit Rajawali,
Jakarta, 1985. hal 1
24

Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Memahami Prinsip Keterbukaan dalam Hukum
Perdata, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2008, hal 248-249

16
Universitas Sumatera Utara

1. Jenis Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini digunakan metode penelitian hukum normatif
yang bersifat deskriptif. Normatif maksudnya penelitian hukum ini dilakukan
dengan menggunakan dan mengelolah data sekunder. Adapun sifat dari
penulisan skripsi ini adalah deskriptif yaitu menggambarkan secara sistematis
dan jelas dimana penulis akan melakukan penelitian termasuk survey ke
lapangan untuk memperoleh data yang dibutuhkan dalam penulisan ini.
Dipilihnya metode penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran atau
uraian secara rinci, sistematis dan menyeluruh serta menganalisanya mengenai
pelaksanaan kontrak konstruksi menurut peraturan perundang-undangan.
2. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah data
sekunder yaitu data yang bersumber dari penelitian kepustakaan yang
diperoleh dari:
a. Bahan hukum primer, yaitu semua dokumen peraturan yang mengikat
danditetapkan oleh pihak-pihak yang berwenang yakni berupa UndangUndang, Peraturan Pemerintah, dan lain-lain.
b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan dari buku hukum yang member
penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti hasil penelitian dan
pendapat

dari

pakar

hukum.

Termasuk

juga

semua

dokumen

yangmerupakan informasi atau merupakan kajian berbagai media seperti
koran, majalah, artikel-artikel yang dimuat di berbagai website di
internet.

17
Universitas Sumatera Utara

c. Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk, maupun
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus
hukum.
3. Teknik Pengumpulan data
Teknik pengumpulan data dalam penulisan skripsi ini dilakukan dengan cara :
a. Penelitian Kepustakaan (Library Research) yaitu meneliti sumber
sumberbacaan yang berhubungan dengan permasalahan dalam skripsi ini,
sepertibuku-buku hukum, majalah hukum, artikelartikel, peraturan
perundang-undangan,putusan pengadilan, pendapat sarjana dan bahanbahan lainnya.
b. Penelitian Lapangan (Field Research) yaitu penelitian yang dilakukan
pada dalam bentuk studi dilapangan. Penulis melakukan studi terhadap
permasalahan yang dihadapi para pihak dalam pelaksanaan kontrak
konstruksi, untuk melengkapi bahan yang diperoleh dalam penelitian
kepustakaan diatas.
4. Analisis data
Metode yang digunakan untuk menganalisis data adalah analisis
kualitatif, yaitu data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis dan
selanjutnya dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang
akandibahas dan hasilnya tersebut dituangkan dalam bentuk skripsi.

G. Sistematika Penulisan
Skripsi ini diuraikan dalam 5 bab, dan tiap-tiap bab berbagi atas beberapa
sub-sub bab, untuk mempermudah dalam memaparkan materi dari skripsi ini yang
dapat digambarkan sebagai berikut :

18
Universitas Sumatera Utara

Bab I Pendahuluan merupakan gambaran umum yang berisi tentang Latar
Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Keaslian
Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penulisan, Sistematika Penulisan.
Bab II tinjauan umum mengenai perjanjian pemborongan. Berisikan
tentang

Pengertian

Perjajian

Pemborongan,

Bentuk-bentuk

Perjanjian

Pemborongan, Macam-macam dan Jenis Pemborongan, Hak dan Kewajiban Para
Pihak dalam Perjanjian Pemborongan, Wanprestasi dan Akibat Hukumnya.
Bab III penyediaan barang dan jasa di dalam perjanjian borongan kerja.
Berisikan tentang Perjanjian Pemborongan Menurut Keputusan Presiden
Nomor80 Tahun 2003 Jo Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012, Para Pihak
yang Terkait di dalam Perjanjian Pemborongan pada Pemerintah Dinas Pekerjaan
Umum Kota Sibolga, dan Berakhirnya Perjanjian Pemborongan.
Bab IV tanggungjawab pemerintah terhadap perjanjian pemborongan
kerja. Bab ini berisi tentang Akibat Keterlambatan penyelesaian penyediaan
barang dan jasa di dalam perjanjian borongan kerja, Faktor yang menyebabkan
keterlambatan penyediaan barang dan jasa di dalam perjanjian borongan kerja dan
Pertanggungjawaban pemerintah dan pemborong atas keterlambatan penyelesaian
penyediaan barang dan jasa di dalam perjanjian borongan kerja.
Bab V Kesimpulan dan Saran merupakan bab penutup dari seluruh
rangkaian bab-bab sebelumnya, yang berisikan kesimpulan yang dibuat
berdasarkan uraian skripsi ini, yang dilengkapi dengan saran-saran.

19
Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Pertanggungjawaban Pemerintah atas Keterlambatan Penyelesaian Penyediaan Barang dan Jasa di Dalam Perjanjian Borongan Kerja (Studi pada Dinas Pekerjaan Umum Kota Sibolga)

2 20 117

Pertanggungjawaban Pemerintah atas Keterlambatan Penyelesaian Penyediaan Barang dan Jasa di Dalam Perjanjian Borongan Kerja (Studi pada Dinas Pekerjaan Umum Kota Sibolga)

0 0 7

Pertanggungjawaban Pemerintah atas Keterlambatan Penyelesaian Penyediaan Barang dan Jasa di Dalam Perjanjian Borongan Kerja (Studi pada Dinas Pekerjaan Umum Kota Sibolga)

0 0 1

Pertanggungjawaban Pemerintah atas Keterlambatan Penyelesaian Penyediaan Barang dan Jasa di Dalam Perjanjian Borongan Kerja (Studi pada Dinas Pekerjaan Umum Kota Sibolga)

0 0 25

Pertanggungjawaban Pemerintah atas Keterlambatan Penyelesaian Penyediaan Barang dan Jasa di Dalam Perjanjian Borongan Kerja (Studi pada Dinas Pekerjaan Umum Kota Sibolga)

0 1 3

Pertanggungjawaban Pemerintah atas Keterlambatan Penyelesaian Penyediaan Barang dan Jasa di Dalam Perjanjian Borongan Kerja (Studi pada Dinas Pekerjaan Umum Kota Sibolga)

0 0 9

Implementasi E-Procurement dalam Pengadaan Barang Jasa Pemerintah di Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan

0 1 11

Implementasi E-Procurement dalam Pengadaan Barang Jasa Pemerintah di Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan

0 0 1

Implementasi E-Procurement dalam Pengadaan Barang Jasa Pemerintah di Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan

0 1 7

Implementasi E-Procurement dalam Pengadaan Barang Jasa Pemerintah di Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan

0 0 19