Analisis Makna Syair Al-Hallaj Dalam Kitab "هو هو" ديوان الحلاّج Huwa-Huwa DῙwān Al-Ḥallāj Chapter III IV

BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
ّ ‫"ﻫﻮ ﻫﻮ" ﺩﻳﻮﺍﻥ ﺍﻟﺤ‬/huwa3.1 Analisis Makna Syair Al-Hallaj dalam Kitab ‫ﻼﺝ‬
huwa dīwān al-ḥallaj/ pada ‫ ﺍﻟﻘﺼﻴﺪﺓ ﺍﻷﻭﻟﻰ‬/al-qaṣīdatu al-`ūla/ ‘qasidah 1’
3.1.1 Struktur dan Interpretasi Syair
Qasida 1 (Hallaj, t.t:2)
Bait ke-1 :

‫ﺳﺮي و ﳒﻮاﺋﻲ ﻟﺒّﻴﻚ ﻟﺒّﻴﻚ ﻳﺎ ﻗﺼﺪي و ﻣﻌﻨﺎﺋﻲ‬
ّ ‫ﻟﺒّﻴﻚ ﻟﺒّﻴﻚ ﻳﺎ‬
/labbaika labbaika yā sirrī wa najwā`ī labbaika labbaika yā qaṣdī wa ma’nā`ī/
'Ini aku datang, duhai Rahasiaku, Curahan Hatiku!. Ini aku datang, duhai Tujuan
dan Arah Hidupku!'. (Massignon, 2001:45)
Pembahasan:
Berdasarkan teori Balaghah, pada bait ini dalam penggalan atau bagian
pertama syair (selanjutnya kata penggalan atau bagian disebut dengan syaṭar) ‫ﻟﺒّﻴﻚ‬
‫ﻟﺒّﻴﻚ ﻳﺎ ﺳ ّﺮﻱ ﻭ ﻧﺠﻮﺍﺋﻲ‬/labbaika labbaika yā sirrī wa najwā`ī/terdapat strukturiṭnab
(lafazh yang lebih banyak dari makna) dalambentuk tikrār(pengulangan) pada
kata ‫ﻟﺒّﻴﻚ ﻟﺒّﻴﻚ‬/labbaika labbaika/'aku memenuhi panggilan-Mu' dalam artian 'ini
aku datang', dalam rangka memberitahukan keberadaannya yang telah sampai ke
Baitullah. Hal ini untuk mengetuk jiwa pendengarnya terhadap makna yang

dimaksud. Selain itu pada syaṭar pertama dalam bait ini juga terdapat struktur
iṭnab dalam bentuk yang lain, yaitużikrul-khāṣ ba’dal-’ām (penyebutan lafazh
yang khusus setelah lafazh yang umum).Pada syaṭar tersebut telah disebutkan
keumuman kata 'rahasia' ‫ﺍﻟﺴ ّﺮ‬/as-sirru/itu sendiri, tetapi Al-Hallaj kembali
menyebut kekhususan kata ‫ﺍﻟﻨّﺠﻮﻯ‬/an-najwā/'rahasia, bisikan antara dua orang'
setelahnya.
Begitu pula dengan syaṭar kedua pada bait ini

‫ﻟﺒّﻴﻚ ﻟﺒّﻴﻚ ﻳﺎ ﻗﺼﺪﻱ ﻭ‬

‫ﻣﻌﻨﺎﺋﻲ‬/labbaika labbaika yā qaṣdī wa ma’nā`ī/ kembali terdapat struktur iṭnab
dalam bentuk tikrārpada kata ‫ﻟﺒّﻴﻚ ﻟﺒّﻴﻚ‬/labbaika labbaika/'ini aku datang' dan juga

Universitas Sumatera Utara

terdapat struktur iṭnab dalam bentuk żikrul-’ām ba’dal-khāṣ(penyebutan lafazh
yang umum setelah lafazh yang khusus). Pada syaṭar tersebut Al-Hallaj secara
khusus menyebut kata‫ﻗﺼﺪ‬/qaṣdun/'niat, maksud, tujuan', padahal ia telah tercakup
dalam keumuman kata ‫ﻣﻌﻨﻰ‬/ma’nā/'makna arti, maksud' itu sendiri. Hal tersebut
berfaedah untuk mengingatkan kelebihan sesuatu yang khas itu. Adapun saja’ bait

ke-1 syair ini diakhiri dengan huruf ‫ﻱ‬/yā`/.
Interpretasinya yaitu Al-Hallaj datang untuk berziarah ke Tanah Suci
(Baitullah), hal ini dapat dilihat dari kalimat talbiyah yang diserukannya ‫ﻟﺒّﻴﻚ‬
‫ﻟﺒّﻴﻚ‬/labbaika labbaika/'ini aku datang', dia datang untuk bermunajat kepada Allah
menuangkan kerinduannya yang teramat kepada Sang Pencipta. Pada bait ini
tampak bahwa Allah menjadi satu-satunya tempat atau tujuan dia mencurahkan isi
hatinya.
Bait ke-2:

‫ﻧﺎدﻳﺖ إﻳّﺎك أم ﻧﺎﺟﻴﺖ إﻳّﺎﺋﻲ‬

‫أدﻋﻮك ﺑﻞ أﻧﺖ ﺗﺪﻋﻮﱐ إﻟﻴﻚ ﻓﻬﻞ‬

/ud’ ūka bal anta tad’ūnī ilaika fahal nādaitu iyyāka am nājaita iyyā`ī/
'Aku memanggil-Mu, (ah tidak!), tapi Engkau memanggilku untuk datang kepadaMu!, Lalu bagaimana aku akan berseru, “Hanya Engkaulah!”, sedang Engkau
berbisik padaku, “Inilah Aku”.'
Pembahasan:
Pada bait syair ini dalam syaṭar pertama

‫ﺃﺩﻋﻮﻙ ﺑﻞ ﺃﻧﺖ ﺗﺪﻋﻮﻧﻲ ﺇﻟﻴﻚ‬


(‫)ﻓﻬﻞ‬/ud’ūka bal anta tad’ūnī ilaika (fahal)/ terdapat struktur ijaz(makna yang
banyak dalam kata-kata yang sedikit). Ijaz pada bait ini termasuk ijaz ḥażf (ijaz
dengan cara membuang sebagian kata atau kalimat) yaitu dengan dibuang huruf
nafi-nya, diperkirakan asalkalimatnya adalah ‫ﺃﺩﻋﻮﻙ ﺑﻞ ﻻ ﺃﻧﺖ ﺗﺪﻋﻮﻧﻲ ﺇﻟﻴﻚ ﻓﻬﻞ‬/ud’ūka
ballā anta tad’ūnī ilaika fahal/.
Adapun syaṭar kedua pada bait syair ini

‫ﻧﺎﺩﻳﺖ ﺇﻳّﺎﻙ ﺃﻡ ﻧﺎﺟﻴﺖ ﺇﻳّﺎﺋﻲ‬/nādaitu

iyyāka am nājaita iyyā`ī/ terdapat struktur musawahyakni pengungkapan kalimat
yang maknanya sesuai dengan banyaknya kata-kata. Kemudian saja’ bait ini juga
diakhiri dengan huruf ‫ﻱ‬/yā`/.

Universitas Sumatera Utara

Interpretasi pada syaṭar pertama yaitu Al-Hallaj menyeru kepada Allah
SWT, kemudian dia katakan Allah telah menyeru (memerintahkan dirinya untuk
ber-taqarrub kepada Allah). Selanjutnya pada syaṭar kedua bait ini, Al Hallaj
berkata: ketika aku datang kepada-Mu, maka sebenarnya aku mendapat bisikan

dari-Mu bahwa Engkau berkata “inilah Aku”, Aku sangatlah dekat dengan
hamba-Ku yang ingin mendekatkan dirinya. Pada hakikatnya Allah telah datang
terlebih dahulu kepadanya.
Bait ke-3:

‫ﻳﺎ ﻣﻨﻄﻘﻲ و ﻋﺒﺎراﰐ و إﻋﻴﺎﺋﻲ‬

‫ﻳﺎ ﻋﲔ ﻋﲔ وﺟﻮدي ﻳﺎ ﻣﺪى ﳘﻤﻲ‬

/yā ’ainu ’aini wujūdī yā madā himamī yā manṭiqī wa ’ibārātī wa i’yā`ī/
'Duhai Engkau, inti dari keberadaanku, duhai Engkau, serpihan-serpihan hasratku.
Duhai Engkau, sumber kekuatanku, Engkau keutamaanku, yang senantiasa
tersembunyi dalam gumamanku!.'
Pembahasan:
Pada bait syair ini terdapat struktur iṭnab (lafazh yang lebih banyak dari
makna) dalam bentuk tikrār(pengulangan) pada kata ‫ﻋﻴﻦ‬/’ainu/'zat, diri' dalam
artian 'Engkau inti dari keberadaanku, serpihan hasratku, sumber kekuatanku,
keutamaanku, dan yang tersembunyi dalam gumamanku', maksudnya yaitu AlHallaj menyeru kepada sesuatu atau Dzat, yang dalam hal ini adalah Allah SWT.
Kata ‫ﻋﻴﻦ‬/’ainu/ yang berkedudukan sebagai munada’ (yang diseru) diulang
sebagai ta’kid untuk mengukuhkan maknanya di hati pendengar ataupun pembaca,

juga bertujuan untuk menegaskan lafazh-lafazh sesudahnya yang mencakupi kata
tersebut.Saja’ bait ke-3 pada syair ini diakhiri dengan huruf ‫ﻱ‬/yā`/.
Interpretasinya yaitu Tuhan adalah Sumber dari segala sesuatu yang
melekat pada diri-Nya.“Tuhan adalah Yang Inti dari Yang Inti” atau “Hakekat
dari Hakekat adalah Cinta”, kata Hallaj. Pada bait ini kembali ditegaskan bahwa
Tuhan yang disebut dengan kata ‫ﻋﻴﻦ‬/’ainu/ –mutaraddid (berulang) sebanyak 2
kali– adalah Inti dari segalanya, yaitu Inti dari ‫ﻭﺟﻮﺩﻱ‬/wujūdī/ 'keberadaanku', Inti
dari ‫ﻣﺪﻯ ﻫﻤﻤﻲ‬/madā himamī/'serpihan-serpihan hasratku', ‫ﻣﻨﻄﻘﻲ‬/manṭiqī/'sumber
kekuatanku', ‫ﻋﺒﺎﺭﺍﺗﻲ‬/’ibārātī/'keutamaanku', dan ‫ﺇﻋﻴﺎﺋﻲ‬/i’yā`ī/ 'gumamanku'.

Universitas Sumatera Utara

Bait ke-4:

‫ﻳﺎ ﲨﻠﱵ و ﺗﺒﺎﻋﻴﻀﻲ و أﺟﺰاﺋﻲ‬

‫ﻛﻞ ﻛﻠّﻲ ﻳﺎ ﲰﻌﻲ و ﻳﺎ ﺑﺼﺮي‬
ّ ‫ﻳﺎ‬

/yā kulla kullī yā sam’ī wa yā baṣarī yā jumlatī wa tabā’īḍī wa ajzā`ī/

'Duhai totalitas dari seluruh totalitasku, Engkaulah pendengaranku dan
penglihatanku. Duhai totalitas, persatuan dan serpihanku.'
Pembahasan:
Pada bait syair ini dalam syaṭar pertama kembali terdapat struktur iṭnab
(lafazh yang lebih banyak dari makna) dalam bentuk tikrār(pengulangan) yakni
pada

kata‫ﻛ ّﻞ‬/kullu/'seluruh'

diri,kemudian lafazh

dalam

rangka

memuji

dan

membanggakan


‫ﻳﺎ ﺳﻤﻌﻲ ﻭ ﻳﺎ ﺑﺼﺮﻱ‬/yā sam’ī wa yā baṣarī/'Engkaulah

pendengaran-ku dan penglihatanku', dan ‫ﻳﺎ ﺟﻤﻠﺘﻲ ﻭ ﺗﺒﺎﻋﻴﻀﻲ ﻭ ﺃﺟﺰﺍﺋﻲ‬/yā jumlatī wa
tabā’īḍī wa ajzā`ī/'Duhai totalitas, persatuan dan serpihanku', pada syaṭar pertama
dan kedua ini sama halnya seperti pada bait sebelumnya, yaitu merupakan
penjelasan dari kata ّ‫ﻛﻞ‬/kullu/'seluruh' yang berkedudukan sebagaimunada’.
Adapun saja’ pada bait ke-4 ini juga diakhiri dengan huruf ‫ﻱ‬/yā`/.
Interpretasi pada bait ini yaitu Hallaj mengatakan bahwa segala sesuatu
dalam dirinya mewakili (representative)apa yang diberikan oleh Tuhan. Tuhan
yang memberikan penglihatan dan pendengaran.Hallaj juga menyeru kepada
Tuhan bahwa hanya Allah-lah yang mampu menyatukan dan memisahkan segala
sesuatu di dunia ini.

Bait ke-5:

‫اﻟﻜﻞ ﻣﻠﺘﺒﺲ و ﻛﻞ ﻛﻠّﻚ ﻣﻠﺒﻮس ﲟﻌﻨﺎﺋﻲ‬
ّ ‫ﻛﻞ‬
ّ ‫ﻛﻞ ﻛﻠّﻲ و‬
ّ ‫ﻳﺎ‬

/yā kulla kullī wa kulla al-kulli multabisu wa kulla kullika malbūsu bima’nā`ī/
'Duhai totalitas dari seluruh totalitasku, tapi totalitas, adalah sebuah misteri. Dan
inilah totalitas dari totalitasMu, aku kabur dengan apa yang hendakkuungkapkan!.'
Pembahasan:
Pada bait syair ini terdapat struktur iṭnab (lafazh yang lebih banyak dari
makna) dalam bentuk tikrār(pengulangan) yakni pada kata‫ﻛ ّﻞ‬/kullun/'seluruh,

Universitas Sumatera Utara

semua' dalam artian 'seluruh totalitas'. Berdasarkan teori balaghah yang
dikemukakan oleh Al-Hasyimi (1994:305), tikrar pada bait ini termasuk dalam
poin ke-8 ‫ﺍﻟﺘﻠ ّﺬﺫ ﺑﺬﻛﺮﻩ‬/at-talażżaża biżikrihi/'merasa lezat dengan menyebut suatu
lafazh', karena penyair menganggap lafazh tersebut mudah diingat dan ringan
untuk diucapkan sehingga penyebutannya diulang sebanyak dua kali atau lebih.
Pada bait ke-5 ini Al-Hallaj mengulang kata ‫ﻛ ّﻞ‬/kullun/ sebanyak 6 kali. Hal ini
menjadi keistimewaan dalam Balaghah, terutama menjadi keistimewaan dari syair
Al-Hallaj.
Kemudian pada bait syair ini juga terdapat struktur iṭnab (lafazh yang
lebih banyak dari makna) dalam bentuk yang lain, al-īḍāḥ ba’dal-ibhām(lafaz
yang jelas maknanya setelah menyebutkan lafaz yang maknanya tidak jelas) yaitu

terdapat

pada

kata‫ﻣﻠﺘﺒﺲ‬/multabisu/

pada

syaṭar

(bagian)

pertama

dan

kata‫ﻣﻠﺒﻮﺱ‬/malbūsu/ pada syaṭar keduanya. Adapun makna dua kata tersebut
secara leksikal yakni

‫ ﻏﺎﻣﺾ‬،‫ ﻏﻴﺮ ﻭﺍﺿﻴﺢ‬:‫ﻣﻠﺘﺒﺲ‬/multabisu: gairu wāḍīḥ,


gāmiḍun/'tidak jelas (samar/kabur), misteri', sedangkan

‫ ﺍﺧﺘﻠﻂ ﺑﻐﻴﺮﻩ ﺣﺘﻰ ﻻ‬:‫ﻣﻠﺒﻮﺱ‬

‫ﻳﻌﺮﻑ ﺣﻘﻴﻘﺘﻪ‬/malbūsu: ikhtalaṭa bigairihi ḥattā lā ya’rifu ḥaqīqatahu/'bercampur
dengan yang lainnya hingga tidak mengetahui hakekatnya'.Hal ini berfaedah
untuk mempertegas makna dan perhatian pendengar atau pembaca syair
tersebut.Saja’ pada bait ke-5 ini diakhiri dengan huruf ‫ﻱ‬/yā`/.
Interpretasi pada bait ini yaitu terlihat paham Hulul Hallajin yang harus
dipahami sebagai ‘kesatuan totalitas intensional’ (yang disengaja) dari Cinta atau
keinginan dan kemampuan dari subyek, yang dalam hal ini bisa disebut “AKU”
berbuat atas Kehendak Ilahi. (Massignon, 2001:22)

Bait ke-6:

‫ﻳﺎ ﻣﻦ ﺑﻪ ﻋﻠﻘﺖ روﺣﻲ ﻓﻘﺪ ﺗﻠﻔﺖ وﺟﺪا ﻓﺼﺮت رﻫﻴﻨﺎ ﲢﺖ أﻫﻮاﺋﻲ‬
/yā man bihi ’aluqat rūḥi faqad talifat wujdān faṣarata rahīnā taḥta ahwā`ī/
'Duhai Engkau, tempatku bergantung, diriku tenggelam dalam ektase, dan Engkau
datang menjadi penebus atas duka nestapaku!.'


Universitas Sumatera Utara

Pembahasan:
Pada bait syair ini terdapat struktur iṭnab (lafazh yang lebih banyak dari
makna) dalam bentuk iḥtirās (penjagaan), yaitu pada lafazh ‫ﻭﺟﺪﺍ‬/wujdān/yang
diartikan 'dalam ekstase', secara leksikal ً‫ ﻭﺟﺪ ﺑﺸﺨﺺ ﺃﻱ ﺃﺣﺒﻪ ﺣﺒﺎ ً ﺷﺪﻳﺪﺍ‬:‫ﻭﺟﺪﺍ‬/wujdān:
wujida bisyakhṣin ayyu aḥabbahu ḥubban syadīdan/'bertemu dengan seseorang
yang sangat dicintainya'. Apabila tidak ditambahkan lafazh ‫ﻭﺟﺪﺍ‬/wujdān/ tersebut,
pembaca atau pendengar akan beranggapan bahwa si penyair menyebut tenggelam
dalam arti tenggelam di air. Makna yang demikian tidak sesuai dengan maksud
dari penyair, sehingga ditambahkannya lafazh ‫ﻭﺟﺪﺍ‬/wujdān/ tersebut untuk
menghindari kesalahpahaman pendengar atau pembaca.Saja’ pada bait ke-6 ini
diakhiri juga dengan huruf ‫ﻱ‬/yā`/.
Interpretasi pada bait ini yaitu Hallaj berseru bahwa Allah adalah tempat
hamba-Nya bergantung, tempat memohon segala sesuatu, sehingga dalam
kesyahduan munajatnya membuat dia “tenggelam”, yakni berada di luar
kesadaran diri. Menurut (Bakhtiar, 2008:142) para sufi yang “tenggelam” dalam
samudera Yang Maha Esa, berkenalan dan diperkenalkan dengan misteri-misteri
namun tidak sadar akan perubahan-perubahan dunia ini. Mereka adalah orangorang yang memiliki visi terhadap Yang Dicintai di mana di dunia sensible ini
tidak ada yang menyamai-Nya.Dalam kegalauan yang dihadapi Hallaj seraya
memohon, Tuhan datang menghapus semua duka dan nestapanya.

Bait ke-7:

‫ﻃﻮﻋﺎ و ﻳﺴﻌﺪﱐ ﺑﺎﻟﻨﻮح أﻋﺪاﺋﻲ‬
ً ‫أﺑﻜﻲ ﻋﻠﻰ ﺷﺠﲏ ﻣﻦ ﻓﺮﻗﱵ وﻃﲏ‬
/abkī ’alā syijnī min firqatī waṭanī ṭau’ān wa yusa’idunī bi an-nauḥi a’dā`ī/
'Aku menangisi hukumanku yang tidak ditampung oleh tanah kelahiranku melalui
kepatuhan, dan musuh-musuhku mengantarkan rintihanku.'
Pembahasan:
Pada bait syair ini terdapat struktur musawah(pengungkapan kalimat yang
maknanya sesuai dengan banyaknya kata-kata). Antara syaṭar pertama dan kedua

Universitas Sumatera Utara

menggunakan sajak tam yaitu empat rangkai kata pada syaṭar pertama dan empat
rangkai kata pada syaṭar kedua.Adapun saja’ pada bait ke-7 ini diakhiri dengan
huruf ‫ﻱ‬/yā`/.
Interpretasi pada bait ini yaitu dalam pengasingan dirinya Al-Hallaj
merintihkan hukumannya yang tidak diterima oleh tanah kelahirannya sendiri.
Pada saat itu juga dia bersedih karena musuh-musuhnya telah berhasil melihatnya
dipenjara.

Bait ke-8:

‫أدﻧﻮ ﻓﻴﺒﻌﺪﱐ ﺧﻮف ﻓﻴﻘﻠﻘﲏ ﺷﻮق ﲤ ّﻜﻦ ﰲ ﻣﻜﻨﻮن أﺣﺸﺎﺋﻲ‬
/adnū fayuba’idunī khaufun fayuqliqunī syauqun tamakkana fī maknūni aḥsyā`ī/
'Duhai Kekasih (mendekatlah padaku), menepis ketakutan, maka aku menggigil
karena kerinduan yang menghujam dalam lubuk hati.'
Pembahasan:
Pada bait syair ini terdapat struktur iṭnab (lafazh yang lebih banyak dari
makna) dalam bentuk tażyīl(mengiringi suatu kalimat dengan kalimat lain yang
mencakup maknanya secara keseluruhan yang dimaksudkan sebagai taukid),
karena kalimat pada bait ini tidak memiliki makna yang mandiri sehingga
maknanya tidak dapat dipahami tanpa lebih dulu memahami kalimat sebelumnya.
Tażyīl yang demikian disebut gairu jārin majrā al-miṡl (tidak dapat berlaku
sebagai contoh), maksudnya yaitu syaṭar pertama tidak dapat terpisah dengan
syaṭar kedua.Saja’ pada bait ke-8 ini juga diakhiri dengan huruf ‫ﻱ‬/yā`/.
Interpretasi pada bait ini yaitu Al-Hallaj berseru kepada Tuhan untuk
menepis ketakutannya, dan dia tetap merindukan Tuhannya dengan zikir-zikirnya
yang senantiasa membuatnya dekat dengan Allah.
Bait ke-9:

‫ﻣﻞ ﻣﻦ ﺳﻘﻤﻲ أﻃﺒّﺎﺋﻲ‬
ّ ‫ﻣﻮﻻي ﻗﺪ‬

‫ﺣﺐ ﻛﻠﻔﺖ ﺑﻪ‬
ّ ‫ﻓﻜﻴﻒ أﺻﻨﻊ ﰲ‬

Universitas Sumatera Utara

/fakaifa aṣna’u fī ḥubbin kaliftu bihi maulāya qad malla min suqmī aṭibbā`ī/
'Duhai Kekasih, apa yang harus ku lakukan, saat penyakit yang diberikan
Tuhanku telah menjemukan dokter-dokter yang mengobatiku.'
Pembahasan:
Pada bait syair ini terdapat struktur musawah(pengungkapan kalimat yang
maknanya sesuai dengan banyaknya kata-kata). Antara syaṭar pertama dan kedua
seimbang, yakni menggunakan sajak tam yaitu empat rangkai kata pada syaṭar
pertama dan empat rangkai kata pada syaṭar kedua.Adapun saja’ pada bait ke-9
ini diakhiri dengan huruf ‫ﻱ‬/yā`/.
Interpretasi pada bait ini yaitu Al-Hallaj mengadu kepada Kekasihnya
(Allah) yang sudah mendatangkan penyakit padanya dan dokter tidak dapat
menyembuhkannya.

Bait ke-10:

‫ﻳﺎ ﻗﻮم ﻫﻞ ﻳﺘﺪاوى اﻟﺪاء ﺑﺎﻟﺪاﺋﻲ‬

‫ﻗﺎﻟﻮا ﺗﺪاو ﺑﻪ ﻣﻨﻪ ﻓﻘﻠﺖ ﳍﻢ‬

/qālū tadāwa bihi minhu faqultu lahum yā qaumi hal yatadāwā ad-dā`u bi addā`ī/'Mengajak mereka berkata,“sembuhkanlah dirimu melalui Dia”, tapi aku
berkata, bagaimana menyembuhkan penyakit dengan penyakit?'
Pembahasan:
Pada bait syair ini terdapat struktur iṭnab (lafazh yang lebih banyak dari
makna) dalam bentuk tikrār(pengulangan) yakni pada kata ‫ﺗﺪﺍﻭ‬/tadāwa/dalam
syaṭar pertama dan kata ‫ ﻳﺘﺪﺍﻭﻯ‬/yatadāwā/pada syaṭar kedua. Kemudian terdapat
kata yang sama‫ﺍﻟﺪﺍء‬/ad-dā`u/dan ‫ﺍﻟﺪﺍﺋﻲ‬/ad-dā`ī/pada syaṭar kedua, tujuannya yaitu
untuk mengukuhkan (ta’kid) makna di hati pendengar atau pembaca. Pada bait ini
antara syaṭar pertama dan syaṭar kedua tidak dapat dianalisis secara terpisah.
Selain itu, saja’ pada bait ke-10 ini juga diakhiri dengan huruf ‫ﻱ‬/yā`/.
Interpretasi pada bait ini yaitu Al-Hallaj pasrah terhadap apa saja yang
menimpa dirinya, karena dia yakin segala sesuatu yang terjadi pada dirinya semua
adalah ketentuan Allah.

Universitas Sumatera Utara

Bait ke-11:

‫ﺣﱯ ﳌﻮﻻي أﺿﻨﺎﱐ و أﺳﻘﻤﲏ ﻓﻜﻴﻒ أﺷﻜﻮ إﱃ ﻣﻮﻻي ﻣﻮﻻﺋﻲ‬
ّ
/ḥubbī limaulāya aḍnānī wa asqamanī fakaifa asykū ilā maulāya maulā`ī/ 'Karena
cintaku pada-Mu tlah mengikisku dan membakarku, Bagaimana aku ‘kan
mengadu pada Raja di Rajaku?'.
Pembahasan:
Pada bait syair ini terdapat struktur iṭnab (lafazh yang lebih banyak dari
makna) dalam bentuk tikrār(pengulangan) yakni pada kata ‫ ﻣﻮﻻﻱ‬/maulāya/dalam
syaṭar pertama, juga kata ‫ﻣﻮﻻﻱ‬/maulāya/ dan ‫ﻣﻮﻻﺋﻲ‬/maulā`ī/pada syaṭar
kedua.Kata ini diulang sebanyak 3 kali untuk menegaskan dan memantapkan
maknanya di hati pendengar atau pembacanya, dalam rangka memuji Tuhan Yang
Maha Esa (Allah SWT).Saja’ pada bait ke-11 ini diakhiri dengan huruf ‫ﻱ‬/yā`/.
Interpretasi pada bait ini yaitu Al-Hallaj mengungkapkan cintanya yang
begitu besar terhadap Allah, sehingga dia tidak dapat mengungkapkan lagi keluh
kesahnya kepada Allah dengan kata apapun.
Bait ke-12:

‫ﻓﻤﺎ ﻳﱰﺟﻢ ﻋﻨﻪ ﻏﲑ اﳝﺎﺋﻲ‬

‫اﱐ ﻷرﻣﻘﻪ و اﻟﻘﻠﺐ ﻳﻌﺮﻓﻪ‬
ّ

/innī la`armiquhu wa al-qalbu ya’rifuhu famā yutarjamu ’anhu gairu īmā`ī/
'Sepintas aku merasakannya, dan jiwaku mengenal-Nya, tapi tak satupun yang
mampu mengungkapkannya hanya dalam sekejap mata'.
Pembahasan:
Pada bait syair ini terdapat struktur iṭnab (lafazh yang lebih banyak dari makna)
dalam bentuk tażyīl(mengiringi suatu kalimat dengan kalimat lain yang mencakup
maknanya). Tażyīl pada bait ini merupakan gairu jārin majrā al-miṡl(tidak dapat
berlaku sebagai contoh), karena bukan kalimat yang maknanya mandiri, sehingga
maknanya tidak dapat dipahami tanpa lebih dulu memahami kalimat sebelumnya.
Tujuannya adalah untuk memperkaya penjelasan kalimat yang sebelumnya.Saja’
pada bait ke-12 ini juga diakhiri dengan huruf ‫ﻱ‬/yā`/.

Universitas Sumatera Utara

Interpretasi pada bait ini yaitu Al-Hallaj merasakan kecintaanya kepada
Allah karena jiwanya mengenal keberadaan Allah. Hal itu diimplikasikannya
dalam zikir panjangnya.

Bait ke-13:

‫ﻓﺈﱐ اﺻﻞ ﺑﻠﻮاﺋﻲ‬
ّ ‫ﻣﲏ‬
ّ ‫ﻋﻠﻲ‬
ّ ‫ﻳﺎ وﻳﺢ روﺣﻲ ﻣﻦ روﺣﻲ ﻓﻮا أﺳﻔﻲ‬
/yā waiḥa rūḥi min rūḥi fawā asafī ’alayya minnī fa`innī aṣlu balwā`ī/'Ah,
kemalangan jiwaku karena diriku sendiri...!, Sayang! (maka aku sangat menyesal),
akulah justru yang menjadi penyebab kemalanganku!'.
Pembahasan:
Pada bait syair ini terdapat struktur iṭnab (lafazh yang lebih banyak dari
makna) dalam bentuk tikrār(pengulangan) yakni pada kata ‫ﺃﺳﻔﻲ‬/asafī/'duka cita,
kesedihan

yang

mendalam'

dalam

syaṭar

pertama

dan

kata

‫ﺑﻠﻮﺍﺋﻲ‬/balwā`ī/'kesedihan, kesusahan, ujian, cobaan dan musibah' pada syaṭar
kedua, kata tersebut memiliki makna yang hampir serupa meskipun lafazhnya
berbeda. Kemudian terdapat juga bentuk tikrār pada kata ‫ﺭﻭﺣﻲ‬/rūḥi/'jiwaku' dan
‫ﺭﻭﺣﻲ‬/rūḥi/'jiwaku' dalam syaṭar pertama, serta pengulangan pada ‫ﺍﻟﻴﺎء ﻧﺴﺒﺔ‬
(kepunyaan) terdapat pada kata ‫ﻋﻠ ّﻲ‬/alayya/,‫ﻣﻨّﻲ‬/minnī/,dan ‫ﻓﺈﻧّﻲ‬/fa`innī/, yang
menunjukkan kata ganti diri dari Al-Hallaj. Tikrārdalam bait ini menunjukkan
penyesalan dan kesedihan (taḥassur). Adapun saja’ pada bait ke-12 ini diakhiri
dengan huruf ‫ﻱ‬/yā`/.
Interpretasi syair pada bait ini yaitu Al-Hallaj mengeluh bahwa kemalangan
atau nasib buruk yang sedang menimpanya yakni karena dirinya sendiri, dan dia
sangat menyesal (menyayangkan) hal yang telah terjadi kepadanya.
Bait ke-14:

‫ﻛﺄﻧّﲏ ﻏﺮق ﺗﺒﺪو أﻧﺎﻣﻠﻪ ﺗﻐ ﱡﻮﺛًﺎ و ﻫﻮ ﰲ ﲝﺮ ﻣﻦ اﳌﺎء‬

/ka`annanī gariqun tabdū anāmiluhu tagawwuṡan wa huwa fī baḥrin min al-mā`i/
'Layaknya tubuh yang tenggelam, dan hanya jari-jarinya yang menggapai penuh
harap, meminta pertolongan sedangkan Dia berada di tengah samudera lepas'.

Universitas Sumatera Utara

Pembahasan:
Pada bait syair ini terdapat struktur iṭnab (lafazh yang lebih banyak dari
makna) dalam bentuk i’tirāḍ (memasukkan anak kalimat ke tengah-tengah suatu
kalimat atau antara dua kata yang berkaitan).Lafazh yang menunjukkan adanya
i’tirāḍ yaitu ‫ﺗﻐﻮﺛًﺎ‬
‫ﺃﻧﺎﻣﻠﻪ ﱡ‬/anāmiluhu tagawwuṡan/'hanya jari-jari yang menggapai
penuh harap meminta pertolongan', lafazh ini terletak setelah isim inna dan
khabar-nya, dengan maksud untuk memberitahukan bahwa ada jari-jari yang
menggapai dan meminta pertolongan ketika tenggelam. Kedua kata dalam
rangkaian bait syair ini bersambung dan saling menguatkan. Saja’ bait ke-14 pada
syair ini juga diakhiri dengan huruf ‫ﻱ‬/yā`/.
Interpretasi syair pada bait ini adalah Hallaj mengumpamakan dirinya
“tenggelam” di tengah samudera lepas, dan dia menggapaikan tangannya
mengharapkan pertolongan, ternyata Tuhan juga ada di samudera lepas itu.
Interpretasi ini mendekati Firman Allah yang berbunyi: ‫ﻭﻟ ﺍﻟﻤﺸﺮﻕ ﻭ ﺍﻟﻤﻐﺮﺏ ﻓﺎﻳﻨﻤﺎ‬

ّ ‫ﺗﻮﻟﻮﺍ ﻓﺜ ّﻢ ﻭﺟﻪ ﷲ‬/wa lillāhi al-masyriqu wa al-magribu fa ainamā
‫ﺍﻥ ﷲ ﻭﺍﺳﻊ ﻋﻠﻴﻢ‬
tuwallū faṡamma wajhu allāhi inna allāha wāsi’un ’alīmun/'Dan milik Allah-lah
timur dan barat. Kemanapun kamu menghadap di sanalah wajah Allah.Sungguh,
Allah Mahaluas, Maha Mengetahui'. (QS.Al-Baqarah:115). Kemana saja manusia
(berpaling) atau menghadap, manusia akan berjumpa dengan Tuhan. Demikianlah
dekatnya manusia kepada Tuhan. (Nasution, 1983:60)

Bait ke-15:

ٍ ‫وﻟﻴﺲ ﻳﻌﻠﻢ ﻣﺎ ﻻﻗﻴﺖ ﻣﻦ‬
‫ﻣﲏ ﰲ ﺳﻮﻳﺪاﺋﻲ‬
‫اﺣﺪ إﻻ اﻟﺬي ﱠ‬
ّ ‫ﺣﻞ‬

/wa laisa ya’lamu mā lāqaitu min aḥadin illā al-lażī ḥalla minnī fī suwaidā`ī/
'Tak seorangpun yang tahu apa yang menimpaku, kecuali Dia yang melebur pada
diriku, di dalam jiwaku'.
Pembahasan:
Pada bait syair ini terdapat struktur iṭnab (lafazh yang lebih banyak dari
makna) dalam bentuk tażyīl(mengiringi suatu kalimat dengan kalimat lain yang

Universitas Sumatera Utara

mencakup

maknanya).

Hal

ini

dimaksudkan

untuk

mempertegas

maknanya.Sesungguhnya makna bait syair tersebut telah selesai pada syaṭar
pertama

‫ﻭﻟﻴﺲ ﻳﻌﻠﻢ ﻣﺎ ﻻﻗﻴﺖ ﻣﻦ ﺍﺣ ٍﺪ‬/wa laisa ya’lamu mā lāqaitu min aḥadin/'Tak

seorangpun yang tahu apa yang menimpaku', namun diulas kembali pada syaṭar
kedua dengan sebuah pengecualian

‫ﺇﻻ ﺍﻟﺬﻱ ﺣ ﱠﻞ ﻣﻨّﻲ ﻓﻲ ﺳﻮﻳﺪﺍﺋﻲ‬/illā al-lażī ḥalla

minnī fī suwaidā`ī/ 'kecuali Dia yang melebur dalam jiwaku'.Tażyīl pada bait ini
merupakan jenis gairu jārin majrā al-miṡl(tidak dapat berlaku sebagai contoh),
karena bukan kalimat yang maknanya mandiri, sehingga maknanya tidak dapat
dipahami tanpa lebih dulu memahami kalimat sebelumnya, tujuannya untuk
memperkaya maksud kata sebelumnya.Saja’ pada bait ke-15 syair ini diakhiri
dengan huruf ‫ﻱ‬/yā`/.
Interpretasi bait syairnya yaitu Hallaj sedang berkeluh kesah bahwa tiada
seorang pun yang mengetahui nasib yang sedang menimpanya, tapi disisi lain
Hallaj menegaskan bahwa ada Tuhan yang Maha Mengetahui segala sesuatu
selain dirinya dan tentang dirinya. Hal ini mendekati dengan Firman Allah SWT:
‫ﻋﺎﻟﻢ ﺍﻟﻐﻴﺐ ﻭﺍﻟﺸﻬﺎﺩﺓ ﺍﻟﻜﺒﻴﺮ ﺍﻟﻤﺘﻌﺎﻝ‬/’ālimu al-gaibi wa asy-syahādati al-kabīru almuta’āli/'(Allah) Yang Mengetahui semua yang gaib dan yang nyata; Yang Maha
Besar, Maha Tinggi'. (QS. Ar-Ra’d:9). Pada bait ini juga Hallaj mengatakan
Tuhan “melebur” dalam dirinya, disini sangat tampak sekali falsafat ajaran
tasawufnya yakni hulul (Tuhan mengambil tempat dalam tubuh manusia tertentu,
sehingga sifat Ketuhanan [Lahut] menjelma ke dalam diri Insan [Nasut]).

Bait ke-16:

ٍ ‫ذاك اﻟﻌﻠﻴﻢ ﲟﺎ ﻻﻗﻴﺖ ﻣﻦ‬
‫دﻧﻒ و ﰲ ﻣﺸﻴﺌﺘﻪ ﻣﻮﰐ و إﺣﻴﺎﺋﻲ‬

/żāka al-’alīmu bimā lāqaitu min danafin wa fī masyī`atihi mautī wa iḥyā`ī/
'Begitulah Dia (seorang Alim) berkata, betapa malang nasib yang menimpaku, dan
atas kehendak-Nya aku mati atau hidup kembali!'.
Pembahasan:
Pada bait syair ini terdapat struktur iṭnab (lafazh yang lebih banyak dari
makna) dalam bentuk tażyīl(mengiringi suatu kalimat dengan kalimat lain yang

Universitas Sumatera Utara

mencakup maknanya). Tażyīl pada bait ini termasuk jenis jārin majrā almiṡl(berlaku sebagai contoh), sebab kalimat yang ditambahkan itu maknanya
mandiri, tidak terikat dengan pemahaman terhadap kalimat sebelumnya.
Maksudnya yaitu lafazh pada syaṭar kedua

‫ﻭ ﻓﻲ ﻣﺸﻴﺌﺘﻪ ﻣﻮﺗﻲ ﻭ ﺇﺣﻴﺎﺋﻲ‬/wa fī

masyī`atihi mautī waiḥyā`ī/'dan atas kehendakNya aku mati atau hidup kembali!'
dapat berdiri sendiri tanpa harus memahami lafazh pada syaṭar pertama ‫ﺫﺍﻙ ﺍﻟﻌﻠﻴﻢ ﺑﻤﺎ‬
‫ﺩﻧﻒ‬
‫ﻻﻗﻴﺖ ﻣﻦ‬/żāka al-’alīmu bimā lāqaitu min danafin/'Dia yang berkata, betapa
ٍ
malang nasib yang menimpaku'. Adapun saja’ bait ke-16 pada syair ini diakhiri
dengan huruf ‫ﻱ‬/yā`/.
Interpretasi syaṭar pertama pada bait ini yaitu Al-Hallaj meratapi nasib
malang yang sedang menimpanya, seolah-olah Tuhan berkata dalam diri-Nya.
Sedangkan pada syaṭar kedua Hallaj mengatakan bahwa hanya dengan kehendak
Tuhan-lah dia mati atau dihidupkan kembali.Semua yang terjadi pada dirinya
adalah kehendak Allah.
Interpretasi ini sangat mendekati dengan Firman Allah SWT yang
berbunyi:

ّ
‫ﺍﻥ ﷲ ﻟﻪ ﻣﻠﻚ ﺍﻟﺴﻤﺎﻭﺍﺕ ﻭﺍﻷﺭﺽ ﻳﺤﻲ ﻭﻳﻤﻴﺖ‬.../inna
allāha lahū mulku as-

samāwāti wa al-arḍi yuḥyī wa yumītu…/'sesungguhnya Allah memiliki kekuasaan
langit dan bumi. Dia menghidupkan dan mematikan…'(QS. At-Taubah:116), ‫ﻛﻴﻒ‬
.‫ ﺛﻢ ﻳﻤﻴﺘﻜﻢ ﺛﻢ ﻳﺤﻴﻴﻜﻢ ﺛﻢ ﺍﻟﻴﻪ ﺗﺮﺟﻌﻮﻥ‬،‫ﺗﻜﻔﺮﻭﻥ ﺑﺎ ﻟ ﻭ ﻛﻨﺘﻢ ﺍﻣﻮﺍﺗﺎ ﻓﺎﺣﻴﺎﻛﻢ‬/kaifa takfurūna bi allāhi
wa kuntum amwātan fa`aḥyākum, ṡumma yumītukum ṡumma yuḥyīkum ṡumma
ilaihi turja’ūn/'bagaimana kamu ingkar kepada Allah, padahal kamu (tadinya)
mati, lalu Dia menghidupkan kamu, kemudian Dia mematikan kamu lalu Dia
menghidupkan kamu kembali. Kemudian kepada-Nyalah kamu dikembalikan'.
(QS. Al-Baqarah:28), dan

ّ
.‫ﺍﻥ ﺭﺑّﻚ ﻓﻌّﺎﻝ ﻟﻤﺎ ﻳﺮﻳﺪ‬...
/… inna rabbaka fa’ālun limā

yurīdu/'…Sungguh, Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang Dia kehendaki'.
(QS. Hud:107)

Bait ke-17:

‫ﻳﺎ ﻏﺎﻳﺔ اﻟﺴﺆل و اﳌﺄﻣﻮل ﻳﺎ ﺳﻜﲏ ﻳﺎ ﻋﻴﺶ روﺣﻲ ﻳﺎ دﻳﲏ و دﻧﻴﺎﺋﻲ‬

Universitas Sumatera Utara

/yā gāyatu as-su`ali wa al-ma`mūli yā sakanī yā ’īsyu rūḥī yā dīnī wa dunyā`ī/
'Duhai Engkau, muara do’a dan harapanku, duhai Tuan Rumahku. Duhai Engkau
semangat hidupku, duhai Rahasia keyakinanku, dan aku menjadi bagian di
dalamnya'.
Pembahasan:
Pada bait syair ini terdapat struktur ijaz dalam bentuk ijaz qashar (dengan
cara menggunakan ungkapan yang pendek, namun mengandung banyak makna,
tanpa di sertai pembuangan beberapa kata/kalimat). Kata-kata

‫ﻏﺎﻳﺔ ﺍﻟﺴﺆﻝ ﻭ‬

‫ﺍﻟﻤﺄﻣﻮﻟﻴﺎ‬/yā gāyatu as-su`ali wa al-ma`mūli/'duhai Engkau, muara do’a dan
harapanku',

‫ﻳﺎ ﺳﻜﻨﻲ‬/yā sakanī/'duhai Tuan rumahku', ‫ﻳﺎ ﻋﻴﺶ ﺭﻭﺣﻲ‬/yā ’īsyu

rūḥī/'duhai Engkau semangat hidupku',dan‫ﻳﺎ ﺩﻳﻨﻲ ﻭ ﺩﻧﻴﺎﺋﻲ‬/yā dīnī wa dunyā`ī/'duhai
rahasia keyakinanku, dan aku menjadi bagian di dalamnya'merupakan kata yang
mengandung banyak makna. Saja’ bait ke-17 pada syair ini diakhiri dengan huruf
‫ﻱ‬/yā`/.
Interpretasinya yaitu Hallaj berseru kepada Tuhan yang menjadi tempat
atau tujuan makhlukNya dalam meminta, memohon (berdo’a), Tuhan menjadi
satu-satunya tempat berharap, tempat kita berpulang, dan juga adalah Rahasia
keyakinan, yang didasari kepercayaan yang kuat dengan tidak dicampuri keraguan
sedikitpun. Lafazh pada bait ke-17 syair ini diakhiri dengan huruf ‫ﻱ‬/yā`/.
Bait ke-18:

‫ ﻳﺎ ﲰﻌﻲ و ﻳﺎ ﺑﺼﺮي ﱂ ذا اﻟﻠﺠﺎﺟﺔ ﰲ ﺑﻌﺪي و إﻗﺼﺎﺋﻲ‬-‫ﻓﺪﻳﺘﻚ‬-‫ﻗﻞ ﱄ‬
/qul lī fadaituka yā sam’ī wa yā baṣarī lima żā al-lajājati fī bu’dī wa iqṣā`ī/
'Katakan padaku, “Aku telah menebusmu”, duhai Engkau pendengaranku!.
DuhaiEngkaupenglihatanku!,sampaihabismasapengasinganku..., o, betapa lama!'.
Pembahasan:
Pada bait syair ini terdapat struktur iṭnab(lafazh yang lebih banyak dari
makna) di dua tempat, pertama dalam bentuk iḥtirās(penjagaan) pada syaṭar
pertama dengan lafazh ‫ﻓﺪﻳﺘﻚ‬/fadaituka/dalam artian 'aku telah menebusmu', lafazh
tersebut ditambahkan untuk menghindarkan kesalahpahaman dalam memahami

Universitas Sumatera Utara

kalimat. Kedua dalam bentuk tikrār (pengulangan) pada lafazh ‫ﻳﺎ ﺳﻤﻌﻲ ﻭ ﻳﺎ ﺑﺼﺮﻱ‬yā
sam’ī wa yā baṣarī/'duhai Engkau pendengaranku, duhaiEngkaupenglihatan- ku',
lafazh tersebut merupakan pengulangan dari bait ke-4 pada syaṭar pertama dalam
syair al-Hallaj ini yang kegunaannya adalah untuk ta’kid (mengukuhkan) makna.
Saja’ bait ke-18 pada syair ini diakhiri dengan huruf ‫ﻱ‬/yā`/.
Interpretasi pada bait ini yaitu Hallaj masih berdialog dengan Tuhan dalam
munajatnya, dia merasa terpenjara sehingga meminta kepada Tuhan untuk
“menebusnya”, terlihat Hallaj penuh dengan kegalauan batin yang tengah
dihadapinya pada saat itu, hingga membuatnya lelah dan ingin mengakhiri
semuanya. Dia tidak ingin lebih lama lagi merasakan pengasingan yang
membuatnya merasa jauh dari-Nya.
Bait ke-19 :

‫ﻓﺎﻟﻘﻠﺐ ﻳﺮﻋﺎك ﰲ اﻷﺑﻌﺎد و اﻟﻨﺎﺋﻲ‬

‫ﻋﻴﲏ ﳏﺘﺠﺒًﺎ‬
‫إن ﻛﻨﺖ ﺑﺎﻟﻐﻴﺐ ﻋﻦ ﱠ‬

/in kunta bi al-gaibi ’an ’ainī muḥtajiban fa al-qalbu yar’āka fī al-ab’ādi wa annā`ī/'Meskipun Kau bersembunyi dari dua mataku, jiwaku terjaga dalam nafas-Mu
dari kejauhan'.
Pembahasan:
Pada bait ini terdapat struktur iṭnab (lafazh yang lebih banyak dari makna)
dalam bentuk tażyīl(mengiringi suatu kalimat dengan kalimat lain yang mencakup
maknanya), karena kalimat pada bait ini tidak memiliki makna yang mandiri
sehingga maknanya tidak dapat dipahami tanpa lebih dulu memahami kalimat
sebelumnya. Tażyīl yang demikian disebut gairu jārin majrā al-miṡl(tidak dapat
berlaku sebagai contoh), tujuannya untuk menguatkan syaṭar pertama pada bait
syair ‫ﺇﻥ ﻛﻨﺖ ﺑﺎﻟﻐﻴﺐ ﻋﻦ ﻋﻴﻨ ﱠﻲ ﻣﺤﺘﺠﺒًﺎ‬/in kunta bi al-gaibi ’an ’ainī muḥtajiban/ dengan
kalimat pada syaṭar kedua ‫ﻓﺎﻟﻘﻠﺐ ﻳﺮﻋﺎﻙ ﻓﻲ ﺍﻷﺑﻌﺎﺩ ﻭ ﺍﻟﻨﺎﺋﻲ‬/fa al-qalbu yar’āka fī alab’ādi wa an-nā`ī/dari bait syair ini. Saja’ bait ke-19 pada syair ini juga diakhiri
dengan huruf ‫ﻱ‬/yā`/.

Universitas Sumatera Utara

Interpretasinya yaitu meskipun Tuhan, Zat yang Maha Kuasa ini tidak
terlihat, sesungguhnya Dia sangat dekat dengan hamba-Nya.Tuhan berada di
dalam hati hamba-hamba-Nya yang beriman. Interpretasi ini sangat mendekati
dengan Firman Allah SWT: (۱۸٦

:‫ )ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ‬... ‫ﻭ ﺇﺫﺍ ﺳﺎﻟﻚ ﻋﺒﺎﺩﻱ ﻋﻨّﻲ ﻓﺈﻧّﻲ ﻗﺮﻳﺐ‬/wa iżā

sa`alaka’ibādī ’annī fa`innī qarībun…/'dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya
kepadamu (Muhammad) tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat. (QS. AlBaqarah:186), kemudian (٦۱

ّ ... /…inna rabbī qarībun
:‫ﺍﻥ ﺭﺑّﻲ ﻗﺮﻳﺐ ّﻣﺠﻴﺐ )ﻫﻮﺩ‬

mujībun/'sesungguhnya Tuhanku sangat dekat (rahmat-Nya) dan memperkenankan (doa hamba-Nya)'. (QS. Hud:61). Syair pada bait ini juga dapat
diinterpretasikan seperti ibarat kata “jauh dimata tetapi dekat di hati”.

Universitas Sumatera Utara

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah peneliti kemukakan pada
bab sebelumnya, maka peneliti mengambil beberapa kesimpulan, yaitu sebagai
berikut:
1. Terdapat 3 jenis struktur dalam menganalisis syair Al-Hallaj tersebut, yakni:
Ijaz, Itnab dan Musawah.
Bait syair berstruktur Ījaz terbagi dua, yakni:
-ījāz ḥażf : terdapat pada syair bait ke-2 syaṭar pertama;
-ījāz qaṣar : terdapat pada syair bait ke-17 ;
Bait syair berstruktur Iṭnab, yakni dalam bentuk:
-Żikrul-khāṣ ba’dal-’ām

:

-Żikrul-’am ba’dal-khāṣ
-Al-īḍāḥ ba’dal-ibhām
-Tikrār

:
:
:

terdapat pada syair bait ke-1 syaṭar
pertama;
terdapat pada syair bait ke-1 syaṭar kedua;
terdapat pada syair bait ke-5;
terdapat pada syair bait ke-1 syaṭar pertama dan
kedua, bait ke-3, bait ke-4 syaṭar pertama, bait
ke-5, bait ke-10, bait ke-11, bait ke-13, dan bait
ke-18 syaṭar pertama;
terdapat pada syair bait ke-14;

- I’tirāḍ
:
-Tażyīl
jārinmajrā al-miṡl : terdapat pada syair bait ke-16;
gairu jārin majrā al-miṡl : terdapat pada syair bait ke-8, bait ke-12, bait ke15, dan bait ke-19;
- Iḥtirās
: terdapat pada syair bait ke-6 dan bait ke18 syaṭar pertama;
Bait syair berstruktur Musawah :
Terdapat pada syair bait ke-2 syaṭar kedua, bait ke-7 dan bait ke-9 .
Dari ketiga bentuk struktur syair dalam kajian Ilmu Ma’ani yaitu pada Ijaz,

Itnab dan Musawah, didapati bahwa struktur syair pada ‫ ﺍﻟﻘﺼﻴﺪﺓ ﺍﻷﻭﻟﻰ‬/al-qaṣīdatu
al-`ūla/'qasida pertama' didominasi oleh struktur Itnab dengan jumlah 19 bentuk,
sedangkan struktur Ijaz 2, dan struktur Musawah 3.

Universitas Sumatera Utara

2. Al-Hallaj merupakan sosok yang dinilai sangat kontroversial oleh kalangan
fuqaha’, politisi dan kalangan Islam formal ketika itu. Disisi lain beliau adalah
sosok yang sangat berpengaruh dalam peradaban Islam, sekaligus menjadi
watak misterius dalam sejarah Tasawuf;
3. Isi syair berisi munajat kerinduan Al-Hallaj terhadap sang Khaliq (Allah
SWT), yang mengajarkan kepada manusia bahwa Tuhan begitu dekat dengan
hamba-Nya;
4. Keseluruhan dari bait syair ini diakhiri dengan huruf ‫ﻱ‬/yā/, maka sajak pada
syair ini dapatlah disebut saja’ ‫ﺍﻟﻴﺎء‬/al-yā`/.
4.2 Saran
Diharapkan para pembaca dan peminat kajian sastra Arab dapat
menjadikan kajian ini sebagai acuan dalam pembahasan tentang syair Arab
berikutnya. Peneliti juga berharap kepada para peneliti selanjutnya; khususnya
mahasiswa Program Studi Sastra Arab agar dapat menganalisis secara lengkap
bagian lain syair dari diwan al-Hallaj dengan menggunakan Teori lain selain teori
Balaghah.
Diharapkan kepada para peneliti selanjutnya dari jurusan Bahasa dan
Sastra Arab, untuk lebih kreatif dalam memilih topik pembahasan skripsi agar
skripsi di jurusan Bahasa Arab FIB USU lebih variatif guna memperkaya
khazanah keilmuan, dalam bidang Bahasa dan Sastra Arab.

Universitas Sumatera Utara