Analisis Ketersediaan Beras dan Non Beras di Kota Medan Chapter III VI

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1

Metode Penentuan Lokasi Penelitian

Metode penentuan daerah penelitian dilakukan secara purposive (sengaja), yaitu
di Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara. Yang menjadi pertimbangan di dalam
penentuan wilayah adalah Kota Medan bukan merupakan sentra produksi
komoditi beras dan non beras (dapat di lihat pada Lampiran 1-5), sehingga
pemenuhannya sangat bergantung pada impor dari daerah penyuplai komoditi
beras dan non beras. Dibutuhkan analisis ketersediaan untuk mengatur persediaan
pangan untuk di konsumsi dalam daerah.
3.2

Metode Pengambilan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder yang berasal dari
Badan Pusat Statistik Kota Medan, Dinas Ketahanan Pangan Kota Medan
(meliputi data: Neraca Bahan Makanan Kota Medan Tahun 2017 dan Pola Pangan

Harapan Kota Medan 2016), dari berbagai buku, jurnal serta internet yang
mendukung penelitian ini. Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah data cross section dengan tahun 2017.
3.3

Metode Pengolahan dan Analisis Data

3.3.1 Untuk Membuktikan Hipotesis 1. Terdapat Tingkat Ketersediaan Beras
dan Non Beras di Kota Medan Sesuai Standart
Dianalisis secara deskripif dengan pendekatan Tabel Neraca Bahan Makan
(NBM) yang diperoleh dari Dinas Ketahanan Pangan untuk melihat bagaimana
ketersediaan beras dan non beras di Kota Medan tergolong tinggi, sedang atau
rendah.

26
Universitas Sumatera Utara

27

Pada penulisan angka pada Tabel NBM mulai kolom (2) sampai dengan kolom

(14), dan kolom (17) adalah dalam bilangan bulat, sedangkan untuk kolom (15),
kolom (16), kolom (18) dan kolom (19) dalam bilangan pecahan dua desimal.
Menurut Utama (2015), neraca bahan makanan (NBM) merupakan Tabel yang
memberikan gambaran tentang situasi ketersediaan pangan untuk di konsumsi
penduduk suatu wilayah (negara/provinsi/kabupaten) dalam kurun waktu tertentu.
NBM memberikan informasi tentang situasi pengadaan/penyediaan pangan, baik
yang berasal dari produksi dalam negeri, impor  ekspor dan stok, serta
penggunaan pangan untuk kebutuhan pakan, bibit, penggunaan untuk industri,
serta informasi ketersediaan pangan untuk di konsumsi.
Ketersediaan

pangan

wilayah

untuk

suatu

komoditas


tertentu

dapat

diformulasikan sebagai berikut:
KTSP = PROD + (IP-XP) + SP
Keterangan:
KTSP

= Ketersediaan pangan untuk di konsumsi manusia (ton/tahun)

PROD

= Produksi pangan domestik (ton/tahun)

IP

= Impor (ton/tahun)


XP

= Ekpor (ton/tahun)

SP

= Stok pangan yang dikeluarkan (ton/tahun)

Setelah ketersediaan pangan untuk di konsumsi manusia diketahui dilakukan
konversi angka untuk di konsumsi manusia dari ton per tahun ke dalam kilo kalori
per kapita per hari dengan cara membagi nilai ketersediaan pangan untuk di

Universitas Sumatera Utara

28

konsumsi manusia dalam ton per tahun dengan hasil perkalian jumlah penduduk
di Kota Medan selama satu tahun (365 hari) lalu dikalikan dengan kandungan
energi pada komoditi tersebut, demikian juga pada protein, sehingga diperoleh
angka ketersediaan aktual. Kemudian angka kecukupan aktual dibandingkan

dengan angka kecukupan gizi (AKG) untuk mengetahui tingkat ketersediaan beras
dan non beras di Kota Medan.
Menurut Bimtek (2016), Widiya Karya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) X
tahun 2015 telah memberi pedoman akan kebutuhan gizi yaitu :
1.

Angka Kecukupan Energi (AKE) rata-rata untuk penduduk Indonesia pada
tingkat konsumsi sebesar 2.150 kalori dan pada tingkat persediaan sebesar
2.400 kalori per kapita per hari.

2.

Angka Kecukupan Protein (AKP) rata-rata untuk penduduk Indonesia pada
tingkat konsumsi sebesar 57 gram pada tingkat ketersediaan 63 gram per
kapita per hari, dengan protein hewani sebesar 15 gram yang terdiri atas 9
gram berasal dari ternak dan 6 gram berasal dari ikan.

Adapun kelompok pangan ideal untuk ketersediaan energi, yaitu: padi-padian
sebesar 50% dan umbi-umbian sebesar 6% dari nilai AKG. Dan untuk
ketersediaan protein, yaitu: padi-padian sebesar 30% dan umbi-umbian 4% dari

dari nilai AKG protein.

Universitas Sumatera Utara

29

3.3.2. Untuk Membuktikan Hipotesis 2. Ada Besar Rasio Ketersediaan Beras
dan Non Beras Dengan Konsumsi dan Tingkat Ketahanan Komoditi
Beras dan Non Beras di Kota Medan adalah Tahan Pangan.
Dianalisis secara deskripif dengan pendekatan rasio antara ketersediaan dan
konsumsi beras dan non beras di Kota Medan, terlebih dahulu harus diketahui
total konsumsi pangannya yang dapat diperoleh dari Dinas Ketahanan Pangan.
Rasio pangan merupakan hasil perbandingan antara ketersediaan dan konsumsi
pangan tersebut dengan rumus:
Rpi =

Keterangan:
Rpi

= Rasio pangan diwilayah-i


KTSp = Ketersediaan pangan untuk di konsumsi manusia (ton/tahun)
KBM = Konsumsi untuk bahan makanan (ton/tahun)
Menurut Winarti (2015) dikatakan ketahanan pangan bila jumlah ketersediaan
pangan lebih besar 1,2 kali dibandingkan dengan jumlah konsumsi pangan:
1.

Tidak tahan pangan (rawan pangan) jika rasio pangan/RP < 0,8.

2.

Tahan pangan tetapi kurang terjamin jika 0,8 < RP < 1,2.

3.

Tahan pangan terjamin jika RP > 1,2.

3.4

Defenisi Dan Batasan Operasional


Defenisi dan batasan operasional dalam penelitian ini di buat dengan tujuan untuk
menghindari kekeliruan dan kesalahpahaman atas penafsiran dan pengertian maka
digunakan defenisi dan batasan operasional sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

30

3.4.1 Defenisi
1.

Ketersediaan pangan adalah jumlah pangan keseluruhan yang tersedia untuk
memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri.

2.

Ketersediaan beras adalah jumlah beras yang tersedia untuk dapat di
konsumsi di Kota Medan.


3.

Ketersediaan non beras adalah jumlah non beras yang tersedia untuk dapat di
konsumsi di Kota Medan

4.

Produksi domestik adalah jumlah tanaman pangan yang dihasilkan di Kota
Medan pada periode waktu yang telah ditetapkan dengan satuan ton.

5.

Stok adalah jumlah bahan pangan beras dan non beras yang tersedia di kota
Medan dari tahun yang sebelumnya dengan satuan ton.

6.

Impor adalah jumlah barang yang di kirim dari luar untuk memenuhi
ketersediaan di Kota Medan dengan satuan ton.


7.

Ekspor adalah jumlah barang yang di kirim dari Kota Medan dengan tujuan
untuk meningkatkan devisa kota.

8.

Ketersediaan per kapita adalah sejumlah bahan makanan yang tersedia untuk
di konsumsi

dalam bentuk natural ataupun unsur gizinya oleh tiap

masyarakat Kota Medan dalam kurun waktu satu tahun.
9.

Total konsumsi adalah jumlah keseluruhan pangan beras dan non beras yang
di konsumsi dalam kurun waktu tertentu.

10. Rasio pangan diperoleh dari perbandingan antara ketersediaan beras dan non
beras dengan total konsumsi di Kota Medan.


Universitas Sumatera Utara

31

3.4.2 Batasan Operasional
1.

Data yang digunakan dalam penelitian berupa data sekunder.

2.

Sumber data berasal dari Badan Pusat Statistik Kota Medan dan Dinas
Ketahanan Pangan Kota Medan.

3.

Penelitian dilakukan di Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara pada tahun
Agustus 2016  Maret 2017.

Universitas Sumatera Utara

BAB IV
DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN

4.1 Sejarah Singkat Kota Medan
Kota Medan adalah salah satu wilayah yang terdapat di Provinsi Sumatera Utara,
merupakan kota terbesar di pulau Sumatera Utara dan selaku Ibukota Provinsi
Sumatera Utara. Kota Medan merupakan pintu gerbang wilayah Indonesia bagian
barat dan juga sebagai pintu gerbang bagi para wisatawan untuk menuju objek
wisata Brastagi di daerah dataran tinggi Karo, objek wisata orangutan di Bukit
Lawang dan Danau Toba.

Medan didirikan oleh Guru Patimpus Sembiring Pelawi pada tahun 1590. John
Anderson, orang Eropa yang pertama mengunjungi Deli pada tahun 1833
menemukan sebuh kampung yang bernama Medan. Kampung ini berpenduduk 20
orang dan seorang pemimpin bernama Tuanku Pulau Berayan sudah sejak
beberapa tahun bermukim disana untuk menarik pajak dari sampan-sampan
pengangkut lada yang menuruni sungai. Pada tahun 1886, Medan secara resmi
memperoleh status sebagai kota, dan tahun berikutnya residen Pesisir Timur serta
Sultan Deli pindah ke Medan tahun 1909, Medan menjadi kota yang penting di
luar Jawa, terutama setelah pemerintah kolonial membuka perusahaan perkebunan
secara besar-besaran. Dewan kota yang pertama terdiri dari dua belas anggota
orang Eropa, dua orang Bumiputra dan seorang Tionghoa.
Menurut legendanya, dalam abad ke-15, terjadi peperangan Aru Deli Tua/Puteri
Hijau dengan Aceh (Sultan Ali Muvhajatsjah) 1522 M. Dimulai di Kampung
Medan, lalu terus ke Deli Tua. Peperangan itu terjadi sebanyak dua kali yang padi

32
Universitas Sumatera Utara

33

akhirnya Deli Tua dan Medan tunduk ke Aceh. Kalau menurut legenda, Medan
sudah berumur kurang lebih 500 tahun.

Di akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 terdapat dua gelombang migrasi besar
ke Medan. Gelombang pertama berupa kedatangan orang Tionghoa dan Jawa
sebagai kuli kontrak perkebunan. Tetapi setelah tahun 1880 perusahaan
perkebunan berhenti mendatangkan orang Tionghoa, karena sebahagian besar dari
mereka lari meninggalkan kebun dan sering melakukan kerusuhan. Perusahaan
kemudian sepenuhnya mendatangkan orang Jawasebagai kuli perkebunan. orangorang

Tionghoa

bekas

buruh

perkebunan

kemudian

didorong

untuk

mengembangan sektor perdagangan. Gelombang kedua ialah kedatangan orang
Minangkabau, Mandailing dan Aceh. Mereka datang ke Medan bukan untuk
bekerja sebagai buruh perkebunan, tetapi untuk berdagang menjadi guru dan
ulama.

Ada perbedaan pendapat mengenai hari jadinya Kota Medan, ini terbukti dengan
terjadinya pergantian hari jadi Kota Medan yang pada awalnya bertanggal 1 April
1909 menjadi 1 Juli 1590. Sebelumnya untuk itu dibentuklah panitia khusus hari
jadi Kota Medan untuk meneliti hal tersebut, sehingga nantinya diketahui kapan
sebenarnya Kota Medan terbentuk. Hasil dari seminar hari jadi Kota Medan
tersebut menetapkan hari jadi Kota Medan jatuh pada tanggal 1 Juli 1590. DPRD
Medan juga memberikan saran supaya sidang dewan mencabut dan membatalkan
hari ulang tahun Kota Medan yang selama ini sudah dirayakan pada tiap tanggal 1
April. Untuk masa mendatang perayaan hari ulang tahun Kota Medan supaya

Universitas Sumatera Utara

34

dilakukan pada tiap tanggal 1 Juli dengan catatan perayaan besar-besaran
dilakukan sekali dalam 5 tahun.
4.2 Letak Geografis Kota Medan
Kota Medan terletak antara 2°,27’ 2°,47’ Lintang Utara dan 98°,35’ 98°,44’
Bujur Timur dengan ketinggian 2,5  37,5 meter di atas permukaan laut. Kota
Medan terletak di posis pantai Timur Sumatera Utara yang bagian utara
merupakan daerah pesisir. Kota Medan beriklim tropis basah dengan curah hujan
rata-rata 2000  2500 mm per tahun. Kota Medan merupakan salah satu dari 33
Daerah Tingkat II di Sumatera Utara dengan luas daerah sekitar 265,10 km2. Kota
ini merupakan pusat pemerintah Daerah Tingkat I Sumatera Utara. Kemiringan
lahan kota ini sebagian besar di dominasi datar yang berda di bagian utara kota
dan sebagian landai atau agak miring yang berada di bagian selatan kota dengan
ketinggian dan kemiringan rendah menyebabkan pada beberapa daerah sulit untuk
membuang air limpasan hujan dengan cepat, sehingga sering berlangganan
genangan air hujan. Kota Medan merupakan tempat pertemuan dua sungai
penting, yaitu Sungai Babura dan Sungai Deli.

Untuk topografinya, cenderung miring ke utara keadaan cuaca cukup baik
terutamapada bulan Mei yang cerah, suhu mendekat angka 26° Celcius,
sedangkan pada bulan September karena curah hujan di hulu Sungai Deli sering
mengakibatkan genangan air. Secara Administratif, batas wilayah Kota Medan
sebagai berikut.


Sebelah Utara



Sebelah Selatan = Berbatasan dengan Kec. Deli Tua dan Pancur Batu.

= Berbatasan dengan Kabupaten Selat Malaka.

Universitas Sumatera Utara

35



Sebelah Barat

= Berbatasan dengan Kec. Sunggal, Kab. Deli Serdang.



Sebelah Timur

= Berbatasan dengan Kecamatan Percut, Kab. Deli serdang.

Gambar 2. Peta Kota Medan
Kota Medan memiliki luas 26.510 hektar (265,10 km2) atau 3,6% dari
keseluruhan wilayah Sumatera Utara dan juga memiliki 21 kecamatan dengan 158
kelurahan. Penggunaan lahan di Kota Medan jika dipersentasekan sebagai berikut:
pemukiman 36,3%; perkebunan 3,1%; lahan jasa 1,9%; sawah 6,1%; perusahaan
4,2%; kebun campuran 45,4% ndustri 1,5% dan hutan rawa 1,8%.

4.3 Hidrologi dan Klimatologi
Wilayah Kota Medan dilewati oleh sembilan sungai yaitu Sungai Belawan,
Sungai Badera, Sungai Siskambing, Sungai Putih, Sungai Babura, Sunga Deli,
Sungai Sulang-Saling, Sungai Kera dan Sungai Tuntungan.

Universitas Sumatera Utara

36

Kota Medan mempunyai iklim tropis dengan suhu minimum menurut Stasiun
Polonia dan Stasiun Sampali berkisar antara 23,2°C  24,3°C dan suhu
maksimumberkisar antara 30,8°C  33,2°C. Kelembaban udara di wilayah Kota
Medan rata-rata berkisar antar 81 82%. Kecepatan angin rata-rata sebesar 2,3
m/sec, sedangkan rata-ratatotal laju penguapan tiap bulannya 108,2 mm. Hari
hujan di Kota Medan rata-rata per bulan 14 hari dengan rata-rata curah hujan per
bulannya 141 mm.

4.4 Komposisi Penduduk Kota Medan
Penduduk Kota Medan terdiri dari berbagai macam suku atau etnis. Sebelum
kedatangan bangsa asing ke wilayah Medan yang merupakan bagian dari wilayah
Sumatera Timur pada saat itu, penduduk Medan masih dihuni oleh suku-suku asli,
seperti: Melayu, Simalungun, dan Karo. Namun seiring dengan hadir dan
berkembangnya perkebunan tembakau di Sumatera Timur maka demografi
penduduk Medan berubah dengan hadirnya suku-suku pendatang, seperti Jawa,
Batak Toba, Cina dan India. Suku-suku yang ada di Kota Medan ini hidup secara
harmonis dan toleran antara satu suku dengan yang lain.

Komposisi penduduk Kota Medan dapat di lihat berdasarkan suku, jenis kelamin,
agama, mata pencaharian dan pendidikan. Adapun penduduk menurut kecamatan
dan jenis kelamin, dapat di lihat pada Tabel 4.1.

Universitas Sumatera Utara

37

Tabel 4.1 Penduduk Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin Tahun 2015
Kecamatan
Laki-Laki
Perempuan
Jumlah
(1)
(2)
(3)
(4)
1 Medan Tuntungan
42.288
43.325
85.613
2 Medan Johor
65.207
66.805
132.012
3 Medan Amplas
61.176
62.674
123.850
4 Medan Denai
72.147
73.914
146.061
5 Medan Area
48.897
50.095
98.992
6 Medan Kota
36.769
37.670
74.439
7 Medan Maimun
20.086
20.577
40.663
8 Medan Polonia
27.636
28.313
55.949
9 Medan Baru
20.025
20.515
40.540
10 Medan Selayang
52.433
53.717
106.150
11 Medan Sunggal
57.192
58.593
115.785
12 Medan Helvetia
74.448
76.273
150.721
13 Medan Petisah
31.303
32.071
63.374
14 Medan Barat
35.902
36.781
72.683
15 Medan Timur
55.036
56.384
111.420
16 Medan Perjuangan
47.361
48.521
95.882
17 Medan Tembung
67.759
69.419
137.178
18 Medan Deli
89.632
91.828
181.460
19 Medan Labuhan
58.025
59.447
117.472
20 Medan Marelan
80.152
82.115
162.267
21 Medan Belawan
48.468
49.650
98 .113
JUMLAH
1.091.973
1.118.687
2.210.624
Sumber: BPS Kota Medan dalam Angka 2016

Pada Tabel 4.1 jumlah penduduk yang paling tinggi terdapat di Kecamatan Medan
Deli dengan laki-laki sebesar 89.632 orang, perempuan sebesar 91.828 orang dan
total jumlah penduduknya sebesar 178.147 jiwa. Dari Tahun 2012  2015 jumlah
penduduk selalu mengalami peningkatan.

4.5 Gambaran Umum Kota Medan
Administrasi pemerintah Kota Medan yang dipimpin oleh seorang walikota. Pada
saat ini terdiri atas 21 kecamatan dengan 151 kelurahan yang terbagi dalam 2.001
lingkungan (dapat di lihat pada Tabel 4.2). Penataan ruang yang sesuai harus
mengemukakan pengaruh lingkungan alam dengan tata letak kota.

Universitas Sumatera Utara

38

Tahun 4.2 Luas Wilayah Kota Medan Menurut Kecamatan dan Banyaknya
Kelurahan dan Lingkungan Kecamatan di Kota Medan Tahun
2015
Kecamatan

Luas Area
(Km2)

(1)
(2)
1
Medan Tuntungan
20,68
2
Medan Johor
14,58
3
Medan Amplas
11,19
4
Medan Denai
9,05
5
Medan Area
5,52
6
Medan Kota
5,27
7
Medan Maimun
2,98
8
Medan Polonia
9,01
9
Medan Baru
5,84
10
Medan Selayang
12,81
11
Medan Sunggal
15,44
12
Medan Helvetia
13,16
13
Medan Petisah
6,82
14
Medan Barat
5,33
15
Medan Timur
7,76
16
Medan Perjuangan
4,09
17
Medan Tembung
7,99
18
Medan Deli
20,84
19
Medan Labuhan
36,67
20
Medan Marelan
23,82
21
Medan Belawan
26,25
JUMLAH
265,10
Sumber: BPS Kota Medan dalam Angka 2016

Kelurahan

Lingkungan

(3)
9
6
7
6
12
12
6
5
6
6
6
7
7
6
11
9
7
6
6
5
6
151

(4)
75
81
77
82
172
146
66
46
64
63
88
88
69
98
128
128
95
105
99
88
143
2.001

Pada Tabel 4.2 wilayah yang paling luas adalah kecamatan Medan Labuhan
dengan luas area sebesar 36,67 km2 dan enam kelurahan, kelurahan yang paling
banyak terdapat di kecamatan Medan Area dan Medan Kota dengan dua belas
kelurahan.

Pembangunan kependudukan dilakukan dengan melestarikan SDA dan fungsi
lingkungan hidup sehingga mobilitas dan persebaran penduduk optimal. Mobilitas
dan persebaran penduduk optimal, berdasarkan pada keseimbangan antara jumlah
penduduk dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan.

Universitas Sumatera Utara

39

Tabel 4.3 Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan Tahun 2015
Kecamatan
Penduduk
Rumah
Kepadatan
(Jiwa)
Tangga
Penduduk Per Km2
(1)
(3)
Medan Tuntungan
84.613
19.848
Medan Johor
132.012
29.951
Medan Amplas
123.850
27.742
Medan Denai
146.061
32.506
Medan Area
98.992
22.373
Medan Kota
74.439
17.679
Medan Maimun
40.663
9.479
Medan Polonia
55.949
12.586
Medan Baru
40.540
11.066
Medan Selayang
106.150
27.684
Medan Sunggal
115.785
27.136
Medan Helvetia
150.721
33.245
Medan Petisah
63.374
15.700
Medan Barat
72.683
17.014
Medan Timur
111.420
26.100
Medan Perjuangan
95.882
23.176
Medan Tembung
137.178
31.033
Medan Deli
181.460
40.410
Medan Labuhan
117.472
25.862
Medan Marelan
162.267
34.730
Medan Belawan
98.113
21.885
JUMLAH
2.210.624
507.205
Sumber: BPS Kota Medan dalam Angka 2016
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21

(4)
4.140
9.054
11.068
16.139
17.933
14.125
13.645
6.210
6.942
8.286
7.499
11.453
9.292
13.637
14.358
23.443
17.169
8.707
3.203
6.812
3.738
8.339,00

Pada Tabel 4.3 jumlah penduduk yang paling tinggi terdapat di Kecamatan Medan
Deli sebesar 181.460 jiwa, dengan kepadatan penduduk per km2 sebanyak 8.707.
Dapat di lihat pertambahan penduduk dari tahun 2014 ke 2015 sebesar 19.484
jiwa dengan kepadatan penduduk per km2 meningkat sebesar 73,67. Pada tahun
2015 penduduk Kota Medan mencapai 2.210.624 jiwa. Dibandingkan hasil
proyeksi penduduk 2014, terjadi pertambahan penduduk sebesar 19.484 jiwa
(0,89%).

Universitas Sumatera Utara

40

4.6 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Medan
Selama sepuluh tahun terakhir, banyak perubahan yang terjadi pada tatanan global
dan lokal yang sangat berpengaruh terhadap perekonomian nasional yang berefek
pada mekanisme pencatatan statistik nasional.

Melalui penghitungan PDRB dengan tahun dasar 2010, diketahui laju
pertumbuhan ekonomi Kota Medan pada tahun 2015 mengalami perlambatan bila
dibandingkan dengan tahun sebelumnya (dapat di lihat pada Tabel 4.4). Pada
tahun ini pertumbuhan ekonomi Kota Medan sebesar 5,74%; sedangkan tahun
2014 mencapai 6,05%. Hal ini disebabkan mayoritas lapangan usaha mengalami
perlambatan pertumbuhan, yakni sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan
melambat 5,01; sektor pertambangan dan penggalian menurun sebesar 4,40;
sektor industri pengolahan melambat 1,37; sektor pengadaan listrik dan gas
menurun sebesar 7,13; konstruksi melambat 8,09; perdagangan besar dan eceran,
reparasi mobil dan sepeda motor melambat 5,53; penyediaan akomodasi dan
makan dan minum melambat 8,36; real estate melambat 7,51; jasa perusahaan
melambat 4,94; administrasi pemerintah, pertahanan dan jaminan sosial wajib
melambat 2,83; jasa kesehatan dan kegiatan sosial melambat 9,95; jasa lainnya
melambat 6,97.

Sektor yang mengalami peningkatan adalah sektor pengadaan air, pengelolaan
sampah, limbah dan daur ulang sebesar 8,01; sektor transportasi dan pergudangan
sebesar 2,68; sektor informasi dan komunikasi sebesar 9,51; sektor jasa keuangan
dan asuransi sebesar 5,57; jasa pendidikan sebesar 8,54. Jika di lihat kontribusi
masing-masing lapangan usaha pada tahun 2015 masih sangat dominan berasal

Universitas Sumatera Utara

41

dari jasa kesehatan dan kegiatan sosial sebesar 9,95 diikuti sektor informasi dan
komunikasi, jasa pendidikan, penyediaan akomodasi, makan minum dan
konstruksi.
Tabel 4.4 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Medan Tahun
2012  2015
No. Sektor/Lapangan
Tahun
Usaha
2012
2013
2014
2015
1
2
3

4
5
6

7
8

9

10

PDRB
(ADHB)
(Miliyar, Rp)
PDRB
(ADHK)
(Miliyar, Rp)
Laju
Pertumbuhan
PDRB
(ADHB)
(Miliyar, Rp)
Indeks
Harga
Explisit PDRB (%)
Laju Implisit PDRB
(%)
Indeks
Perkembangan
PDRB (ADHK) (%)
PDRB per Kapita
(ADHB) (Jutaan, Rp)
PDRB per Kapita
(ADHK)
(Jutaan,
Rp)
Laju
Pertumbuhan
PDRB per Kapita
(ADHB) (%)
Laju
Pertumbuhan
PDRB per Kapita
(ADHK) (%)

117.487,21

131.604,64

147.683,86

164.628,27

105.162,00

110.795,42

117.528,08

124.277,48

7,66

5,36

6,08

5,74

111,72

118,78

125,66

132,47

4,87

6,32

5,79

5,43

133,73

140,89

149,37

157,93

55,23

61,24

67,40

74,47

49,43

51,55

53,64

56,22

11,65

10,88

10,07

10,49

6,47

4,29

4,04

4,81

Sumber: BPS Kota Medan dalam Angka 2016

Universitas Sumatera Utara

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Uji Hipotesis 1. Terdapat Tingkat Ketersediaan Beras dan Non
Beras di Kota Medan Sesuai Standart
Ketersediaan pangan bertujuan untuk mengetahui pengadaan pangan dalam suatu
wilayah yang diperoleh dari hasil penjumlahan antara

produksi sendiri, sisa

pangan tahun lalu (cadangan/stok), impor dan ekpor, dalam menjamin kebutuhan
masyarakat. Di mana data tersebut dapat diperoleh dari Neraca bahan Makanan
(NBM). Adapun produksi, cadangan impor dan total ketersediaan beras dan non
beras di Kota Medan dapat di lihat pada Tabel 5.1.
Tabel 5.1 Produksi, Cadangan, Impor dan Total Ketersediaan Beras dan
Non Beras Kota Medan Tahun 2016
Total
Jenis Bahan
Produksi
Cadangan
Impor
Ketersediaan
Makanan
(ton)
(ton)
(ton)
(ton)
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
BERAS
11.553
11.338
573.264
596.155
NON BERAS:
101.289
22.878
193.155
317.322
Jagung

2.693

760

-

0

21.844

101.433

3.453
123.277

88.579

209

49.657

138.445

Ubi Jalar

793

29

22.333

23.155

Ubi Kayu

2.121

0

2.231

4.352

162

1

0

163

6.510

13

1.662

8.185

431

22

8

461

0

0

15.831

15.831

112.842

34.216

766.419

913.477

Gandum
Tepung Gandum

Ubi Kayu Gaplek
Tapioka
Sagu
Kentang
JUMLAH

Sumber: Dinas Ketahanan Pangan Kota Medan, 2017

42
Universitas Sumatera Utara

43

Tingginya ketersediaan suatu komoditi di suatu wilayah dipengaruhi oleh tingkat
konsumsinya. Seperti ketersediaan beras dan gandum dengan produk turunannya
(tepung terigu) tergolong tinggi dikarenakan masyarakat Kota Medan paling
banyak mengonsumsi keduanya dibandingkan komoditi non beras lainnya. Beras
merupakan komoditi utama karbohidrat yang banyak di konsumsi dan paling di
kenal masyarakat Kota Medan. Adanya anggapan bahwa belum makan jika tidak
makan nasi merupakan salah satu penyebab tinggi konsumsi beras. Dan juga pola
pikir masyarakat mengenai tingginya derajat sosial seseorang di masyarakat jika
mengonsumsi beras dan roti di banding keluarga yang mengonsumsi umbiumbian sebagai konsumsi sehari-hari.
Ketersediaan beras dan non beras di Kota Medan dari tertinggi ke terendah,
antara lain:

beras sebesar 596.155 ton, tepung terigu

sebesar 138.445 ton,

gandum sebesar 123.277 ton, ubi jalar sebesar 23.155 ton, kentang sebesar 15.831
ton, tapioka sebesar 8.185 ton, ubi kayu sebesar 4.352 ton, jagung sebesar 3.453
ton, sagu sebesar 461 ton dan ubi kayu gaplek sebesar 163 ton (di lihat Tabel 5.1).
Standart kecukupan gizi di Indonesia pada umumnya masih menggunakan
standart makro, yaitu kecukupan kalori (energi) dan kecukupan protein.
Sedangkan standart kecukupan gizi secara mikro seperti kecukupan vitamin dan
mineral belum banyak diterapkan di Indonesia. Kecukupan energi dipengaruhi
oleh beberapa faktor yaitu: umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, status fisiologis,
kegiatan efek termik, iklim dan apatasi. Untuk kecucukpan protein dipengaruhi
oleh faktor-faktor : umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, status fisiologis, kualitas
protein, tingkat konsumsi energi dan adaptasi (Muchtadi,1989).

Universitas Sumatera Utara

44

Tabel 5.2 Ketersediaan Per Kapita Beras dan Non Beras Kota Medan Tahun
2016
Jenis Bahan
Makanan
(1)
BERAS

Ketersediaan Per Kapita
kg/thn
(2)
140,43

gr/hari
(3)
384,73

Kalori/hari
(4)
1.397

Protein/hari
(5)
34,24

NON BERAS :
40,63
61,8
131
Jagung
1,89
4,63
8
Gandum
Tepung Gandum
28,17
28,17
94
Ubi Jalar
5,32
14,59
18
Ubi Kayu
1,35
3,70
5
Ubi Kayu Gaplek
0,05
0,14
0
Tapioka
0,07
0,20
1
Sagu
0,04
0,11
0
Kentang
3,74
10,26
5
JUMLAH
181,06
446,53
1.528
Sumber: Dinas Ketahanan Pangan Kota Medan, 2017

3,11
0,19
2,54
0,17
0,03
0,00
0,00
0,00
0,18
37,35

Pada Tabel 5.2 ketersediaan kalori beras dan non beras di Kota Medan tahun 2016
jika diurutkan dari yang tertinggi ke terendah, maka beras menempati posisi
pertama sebesar 1.397 kkal/kap/hari; tepung gandum sebesar 94 kkal/kap/hari;
ubi jalar sebesar 18 kkal/kap/hari; jagung sebesar 8 kkal/kap/hari; kentang dan
ubi kayu masing-masing sebesar 5 kkal/kap/hari; tapioka sebesar 1 kkal/kap/hari;
gandum, ubi kayu gaplek dan sagu masing-masing sebesar 0 kkal/kap/hari.
Sedangkan ketersediaan protein beras dan non beras dengan urutan pertama
ditempati oleh beras sebesar 5,39 gr/kap/hari; tepung gandum sebesar 0,28
gr/kap/hari; jagung sbesar 0,08 gr/kap/hari; ubi jalar sebesar 0,05 gr/kap/hari;
kentang sebesar 0,02 gr/kap/hari; ubi kayu sebesar 0,01 gr/kap/hari;gandum, ubi
kayu gaplek, tapioka dan sagu masing-masing sebesar 0 gr/kap/hari.

Universitas Sumatera Utara

45

Untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat dan meningkatkan kuantitas serta
kualitas konsumsi pangan, diperlukan target pencapaian angka ketersediaaan per
kapita per tahun sesuai dengan angka kecukupan gizinya. Berdasarkan Widiya
Karya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) X tahun 2015, rata-rata angka
kecukupan gizi (AKG) di tingkat ketersediaan adalah sebesar 2.400 kkal/kap/hari
untuk energi dan 63 gram/kap/hari untuk protein. Dimana persentase per
kelompok pangan idealnya untuk ketersediaan energi, yaitu: padi-padian sebesar
50% dan umbi-umbian sebesar 6% dari nilai AKG energi. Dan untuk ketersediaan
protein, yaitu: padi-padian sebesar 30% dan umbi-umbian 4% dari nilai AKG
protein (Bimtek, 2016).
Nilai AKG untuk semua zat gizi kecuali energi ditetapkan selalu lebih tinggi
daripada kecukupan rata-rata sehingga dapat di jamin, bahwa kecukupan hampir
seluruh penduduk terpenuhi. Oleh karena itu asupan dibawah nilai AKG tidak
selalu berarti tidak cukup, tetapi makin jauh di bawah nilai tersebut risiko untuk
memperoleh asupan tidak cukup meningkat. Khusus untuk energi, nilai
kecukupannya ditaksir setara dengan nilai pakainya sebab asupan energi yang
kurang maupun lebih dari nilai pakainya akan memberikan dampak pada
terganggunya kesehatan.
Tabel 5.3 Rasio Ketersediaan Aktual Beras dengan Ketersediaan AKG Kota
Medan Tahun 2016
No.
Kecukupan
Angka
Angka
Rasio
Ket
Ketersediaan Ketersediaan
Aktual
AKG
1 Energi (kkal/kap/hari)
1.397
1.128
269
Surplus
2 Protein (gr/kap/hari)
34,24
17,01
17
Surplus
Sumber: Data sekuder di olah

Universitas Sumatera Utara

46

Pada Tabel 5.3 angka ketersediaan energi aktual beras Kota Medan tahun 2016
sebesar 1.397 kkal/kap/hari. Angka ini sebesar 123,84% dari angka ketersediaan
energi yang sesuai dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan oleh
pemerintah. Kondisi ini disebut sebagai surplus ketersediaan energi. Dapat
diketahui pula angka ketersediaan protein aktual beras sebesar 34,24 gr/kap/hari.
Hal ini menunjukkan bahwa tingkat ketersediaan protein aktual beras di Kota
Medan sebesar 201,293% dari nilai standart seharusnya. Kondisi ini disebut
sebagai surplus ketersediaan protein.
Kondisi surplus energi dapat terjadi pada komoditi beras dikarenakan ketersediaan
beras di masyarakat yang lebih dari dibutuhkan. Dan surplus protein terjadi karena
masyarakat dalam pemenuhan proteinnya belum mampu memenuhi lewat pangan
hewani (yang merupakan salah satu sumber protein) sehingga masyarakat dengan
pendapatan yang rendah memenuhi konsumsi protein lewat beras.
Tabel 5.4 Rasio Ketersediaan Aktual Non Beras dengan Ketersediaan AKG
Kota Medan Tahun 2016
No.
Kecukupan
Angka
Angka
Rasio
Ket
Ketersediaan Ketersediaan
Aktual
AKG
1 Energi (kkal/kap/hari)
131
216
85
Minus
2 Protein (gr/kap/hari)
3,11
4,41
1,3
Minus
Sumber: Data sekuder di olah
Pada Tabel 5.4 angka ketersediaan energi aktual non beras Kota Medan tahun
2016 sebesar 131 kkal/kap/hari. Angka ini sebesar 60,65% dari angka
ketersediaan energi yang sesuai dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang
dianjurkan oleh pemerintah. Kondisi ini disebut sebagai minus ketersediaan
energi. Dapat diketahui pula angka ketersediaan protein aktual beras sebesar 3,11
gram/kap/hari. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat ketersediaan protein aktual

Universitas Sumatera Utara

47

beras di Kota medan sebesar 70,52% dari nilai standart seharusnya. Kondisi ini
disebut sebagai minus ketersediaan protein.
Angka ketersediaan energi aktualnya non beras rendah dikarenakan ketersediaan
komoditi penghasil energi di Kota Medan tidak sama rata dibandingkan dengan
komoditi beras yang tinggi. Sedangkan angka ketersediaan protein aktual
komoditi non beras di Kota Medan dinyatakan dalam keadaan minus dikarenakan
rendahnya jumlah ketersediaan dari komoditas pangan yang memiliki kandungan
protein yang tinggi. Pangan dengan sumber protein tinggi terbagi menjadi dua,
yaitu: pangan nabati (meliputi: kelompok kacang-kacangan) dan pangan hewani
(meliputi: telur, susu, ikan, daging, dll).
Ketersediaan non beras dinyatakaan rendah karena konsumsi yang monoton
mengakibatkan jumlah produksi yang tidak merata antara beras dengan non beras
di Kota Medan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Hipotesis 1 terdapat tingkat
ketersediaan beras dan non beras di Kota Medan sesuai standart tidak dapat di
terima.
Yang sesuai dengan penelitian Diah Winiarti (2015) dengan judul penelitian
Analisis Rasio Ketersediaan dan Konsumsi Pangan strategis di Kota Medan,
dimana ketersediaan beras sesuai standart. Didapat bahwa pada tahun 2009
ketersediaan beras sebesar 306.587 ton/tahun, dengan ketersediaan per kapita
0,396 Kg/hari atau 396,013 gram/hari. Untuk tahun 2011 dengan ketersediaan
beras 321.870 ton/tahun, dengan ketersediaan beras per kapita 0,416 Kg/hari atau
416,506 gram/harinya. Dan untuk tahun 2013 dengan ketersediaan beras yaitu

Universitas Sumatera Utara

48

sebesar 257.235 ton/tahun, dengan ketersediaan per kapita yaitu 0,330 Kg/hari
atau 330,015 Gram/hari.
5.2 Hasil Uji Hipotesis 2. Ada Besar Rasio Ketersediaan Beras dan Non
Beras Dengan Konsumsi dan Tingkat Ketahanan Komoditi Beras dan
Non Beras di Kota Medan adalah Tahan Pangan.
Rasio antara ketersediaan dengan konsumsi perlu diketahui untuk menyusun
kebijakan-kebijakan dalam menjaga ketahanan pangan. Hasil yang diperoleh
dapat mengetahui bagaimana tingkat ketahanan pangan Kota Medan tahun 2016.
Ada dua aspek penting dalam rasio pangan yaitu ketersediaan dan konsumsi.
Menurut Husodo (dalam Adelina, 2012) total konsumsi penduduk Kota Medan
dapat diketahui dengan mengalikan konsumsi pangan per orang dengan jumlah
penduduk.
Manusia mempunyai keinginan yang kuat dalam memenuhi setiap kebutuhannya,
terutama dalam mengonsumsi makanan untuk memenuhi nutrisi dalam tubuh dan
sebaiknya ketersediaan beras dan non beras harus melebihi konsumsinya untuk
mencukupi kebutuhan dan menghindari resiko rentan atau rawan pangan.
Konsumsi beras dan non beras di Kota Medan tahun 2016 dapat diurutkan dari
yang terbesar, yaitu: beras sebesar 224.702,78 ton; tepung gandum sebesar
22.698,26; kentang sebesar 10.146,57 ton; jagung sebesar 7.641,25 ton; dan ubi
kayu sebesar 5.386,45 ton; ubi jalar sebesar 3.256,93 ton; sagu sebesar 1.252,66
ton; tapioka 729,98 ton; ubi kayu gaplek sebesar 171,94 ton; gandum 0 ton (lihat
pada Tabel 5.5).
Kondisi ini menjelaskan bahwa masyarakat masih sangat bergantung pada beras
dalam konsumsi sehari-hari, walaupun begitu banyak alternatif pangan

Universitas Sumatera Utara

49

karbohidrat selain beras. Penyebab beras masih mendominasi konsumsi utama,
antara lain: paling banyak diproduksi, dukungan pemerintah dalam pemenuhan
konsumsi beras seperti pengadaan program RASKIN, kurangnya kesadaran
masyarakat terhadap pangan alternatif selain beras dan kurangnya keragaman
olahan suatu pangan alternatif.
Tabel 5.5 Total Konsumsi dan Konsumsi Per Kapita Beras dan Non Beras
Kota Medan Tahun 2016
Jenis Bahan
Total
Kosumsi Per Kapita
Makanan
Konsumsi
kg/thn gr/hari Kalori/h Protein/
(ton)
ari
hari
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
BERAS
224.702,78
2.187,09
89,69
245,74
958,39
NON BERAS :

51.284,04

414,92

20,47

540,31

165,90

Jagung

7.641,25

3,05

8,35

34,24

10,86

0

0

-

0,00

0,00

Tepung Gandum

22.698,26

9,06

24,82

223,38

24,82

Ubi Jalar

3.256,93

1,3

3,45

4,49

1,38

Ubi Kayu

5.386,45

2,15

5,89

5,89

1,77

Ubi Kayu Gaplek

171,94

0,07

68,63

102,95

48,04

Tapioka

729,98

0,29

291,37

145,69

87,41

Sagu

1.252,66

0,5

1,32

0,40

0,26

Kentang

10.146,57

4,05

11,09

23,29

2,22

JUMLAH

275.986,82

110,16

660,66

2.729,39

1.124,29

Gandum

Sumber: Dinas Ketahanan Pangan Kota Medan, 2017

Adapun total Keseluruhan konsumsi beras dan non beras di Kota Medan sebesar
275.986,82 ton dengan jumlah konsumsi per kapita sebesar 110,16 kg/kap/tahun

dan 660,66 gr/kap/hari.

Universitas Sumatera Utara

50

Konsumsi pangan dipengaruhi oleh dua hal, yaitu pendapatan dan kebiasaan. Jika
pendapatan masyarakat meningkat maka konsumsi pangannya akan lebih baik
seperti peralihan konsumsi beras biasa ke konsumsi beras organik yang harganya
lebih tinggi, ataupun beralih ke konsumsi aneka ragam olahan tepung terigu,
seperti roti, mie, kue, dan lain-lain. Dan kebiasaan terjadi karena faktor turuntemurun.
Tingkat ketahanan pangan terbagi menjadi tiga, yaitu: rawan pangan, tahan
pangan namun rentan dan tahan pangan. Pertama, tahan pangan kondisi di mana
ketersediaan > 120% dari jumlah konsumsi pangan. Kondisi ini digambarkan
dengan keamanan pangan yang tidak terguncang walau sedang kritis, seperti gagal
panen. Kedua, tahan pangan namun rentan di mana ketersediaan 80  120% dari
jumlah konsumsi pangan. Keadaan ini kurang aman di mana jika terjadi
pengurangan stok dan juga gagal panen terjadi dapat mengguncang ketahanan
pangan. Ketiga, rawan pangan di mana ketersediaan < 80% dari jumlah konsumsi
pangan. Di mana kondisi ini sangat berbahaya jika terjadinya gagal panen maka
daerah akan mengalami dampak yang buruk seperti: kekurangan jumlah pangan
yang beredar di pasar, harga yang melonjak tinggi, kekurangan gizi, dan lain-lain.

Universitas Sumatera Utara

51

Tabel 5.6 Rasio Antara Ketersediaan dengan Konsumsi Beras dan Non Beras
Kota Medan Tahun 2016
Jenis Komoditas
Total
Total
Rasio
Tingkat
Ketersediaan
Konsumsi
Ketahanan
(ton)
(ton)
BERAS
596.155
224.702,78
2,65
Tahan Pangan
NON BERAS :
317.322
Tahan Pangan
51.284,04
25,47
Jagung

3.453

7.641,25

0,45

Rawan Pangan

Gandum

123.277

0

0,00

Rawan Pangan

Tepung Gandum

138.445

22.698,26

6,10

Tahan Pangan

Ubi Jalar

23.155

3.256,93

7,11

Tahan Pangan

Ubi Kayu

4.352

5.386,45

0,81

163

0

0,00

Tahan Pangan
(Rentan)
Rawan Pangan

8.185

901,92

9,08

Tahan Pangan

461

1.252,66

0,37

Rawan Pangan

15.831

10.146,57

1,56

Tahan Pangan

Ubi Kayu Gaplek
Tapioka
Sagu
Kentang

Sumber: Data Sekunder di Olah

Pada Tabel 5.6 komoditi beras dan non beras di Kota Medan tahun 2016 termasuk
dalam kategori tahan pangan, dimana beras dengan rasio sebesar 2,65 dan tingkat
ketahanan adalah tahan pangan dan komoditi non beras dengan rasio sebesar
25,47 dan tingkat ketahanan adalah tahan pangan.

Gandum yang merupakan salah satu komoditi non beras tergolongan rentan
pangan dikarenakan ketersediaan gandum yang diperoleh dari impor. Tidak
seperti padi yang di konsumsi menjadi beras, gandum di olah terlebih dahulu
menjadi tepung gandum (terigu). Dapat disimpulkan bahwa tepung gandum lebih
banyak di konsumsi dibandingkan gandum di Kota Medan.

Universitas Sumatera Utara

52

Jumlah produksi berbanding lurus dengan konsumsi untuk menghindari
kelangkaan/kelebihan produksi. Kelangkaan terjadi karena kelebihan produksi
yang dapat di lihat pada komoditi ubi jalar, ubi kayu gaplek dan tapioka.
Sedangkan kelangkaan terjadi dikarenakan kelebihan konsumsi, kondisi ini sangat
jarang terjadi seperti yang dapat di lihat pada komoditi jagung, ubi kayu dan sagu
(lihat Tabel 5.6).

Sehingga dapat disimpulkan bahwa Hipotesis 2 Ada besar rasio ketersediaan
beras dan non beras dengan konsumsi dan tingkat ketahanan komoditi beras dan
non beras di Kota Medan adalah tahan pangan dapat di terima.

Kota Medan dalam mengurangi ketergantungan konsumsi beras dapat melalui
peningkatan konsumsi tapioka dan ubi jalar serta produk turunannya, dikarenakan
rasio pangannya lebih tinggi dibandingkan komoditas padi (beras). Upaya yang
perlu dilakukan adalah peranan aktif pemerintah dan masyarakat dalam mencapai
ketahanan pangan, seperti: penyuluhan yang aktif baik melalui media atau nonmedia dalam pengenalan diversifikasi pangan, membuat aneka ragam olahan
pangan non beras yang paling banyak diproduksi daerah setempat, seperti produk
olahan yang berbahan dasar jagung muda yang dapat di konsumsi dan terakhir
bukti nyata dari masyarakat dalam mengonsumsi pangan non beras serta
olahannya.

Universitas Sumatera Utara

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan, maka dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1.

Tingkat ketersediaan beras sudah sesuai standart sedangkan non beras di
Kota Medan tahun 2016 belum sesuai standart, dimana angka ketersediaan
energi aktual untuk beras sebesar 1.397 kkal/kap/hari dan non beras sebesar
131 kkal/kap/hari. Sedangkan angka ketersediaan protein aktual untuk beras
sebesar 34,24 gr/kap/hari dan non beras sebesar 3,11 gr/kap/hari.

2.

Ada besar rasio ketersediaaan beras dengan konsumsi sebesar 2,65 dan
tingkat ketahanan adalah tahan pangan komoditi beras sedangkan besar rasio
ketersediaaan non beras dengan konsumsi sebesar 25,47 dan tingkat
ketahanan adalah tahan pangan.

6.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian, maka disampaikan saran-saran sebagai
berikut:
6.2.1 Bagi Pemerintah
Dalam peningkatan ketersediaan dan konsumsi non beras di Kota Medan
pemerintah perlu menerapkan teknologi terpadu untuk menciptakan keragaman
olahan produk pangan terutama komoditi ubi jalar yang merupakan komoditi
dengan rasio terbesar dibandingkan beras. Dalam meningkatkan ketersediaan non
beras dan mengurangi ketergantungan beras di Kota Medan, pemerintah juga
dapat melakukan penyuluhan pangan sumber kalori baik melalui media atau dari

53
Universitas Sumatera Utara

54

mulut ke mulut agar terjadinya keseimbangan ketersediaan pangan beras dan non
beras di Kota Medan dapat meningkat.

6.2.2 Bagi Masyarakat
Masyarakat dapat mulai mencoba atau berperan aktif dalam meningkatkan
ketersediaan non beras dan mengurangi ketergantungan beras.

6.2.3 Bagi Peneliti Selanjutnya
Peneliti selanjutnya dapat menkaji dari berbagai sudut pandang yang terlewatkan
oleh peneliti sebelumnya dan lebih mendalam lagi sehingga analisis ketersediaan
beras dan non beras untuk Kota Medan dapat lebih spesifik dan lebih detail.

Universitas Sumatera Utara