Analisis Ketersediaan Beras dan Non Beras di Kota Medan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Ketersediaan Pangan

Ketersediaan pangan merupakan ketersediaan pangan secara fisik di suatu daerah
atau wilayah di lihat dari segala sumber, baik itu produksi pangan domestik,
perdagangan pangan dan bantuan pangan. Ketersediaan pangan dapat ditentukan
oleh beberapa hal yaitu produksi pangan di wilayah tersebut serta bantuan pangan
dari pemerintah atau organisasi lainnya (Saputro, 2013).
Menurut DKP (Ilham dan Bonar, 2002) ketersediaan pangan merupakan prasyarat
penting bagi keberlanjutan konsumsi, namun di nilai belum cukup. Untuk itu
diperlukan pemahaman kinerja konsumsi pangan menurut wilayah (kota-desa) dan
pendapatan (tinggi-sedang-rendah). Indikator yang dapat digunakan adalah tingkat
partisipasi dan tingkat konsumsi pangan, keduanya menunjukkan tingkat
aksebilitas fisik dan ekonomi terhadap pangan. Walaupun pangan tersedia pada
suatu wilayah, jika tidak dapat diakses masyarakat maka kinerjanya rendah.
Menurut Sirait (2011) ketersediaan pangan secara makro (tingkat wilayah) dan
mikro (tingkat rumah tangga) sangat dipengaruhi oleh tinggi rendahnya produksi

pangan dan distribusi pangan pada daerah tersebut. Sedangkan pada tingkat mikro
lebih dipengaruhi oleh kemampuan rumah tangga memproduksi pangan serta daya
beli. Dalam aspek ketersediaan bahan pangan pokok dan strategis, beberapa
masalah krusial sebagai berikut:


Laju peningkatan kebutuhan lebih cepat dibandingkan laju peningkatan
produksi sehingga masih terdapat beberapa bahan pangan yang masih perlu

8
Universitas Sumatera Utara

9

pasokkan dari luar seperti kedelai, bawang merah, kacang tanah, gula, sapi dan
susu.


Sistem penyaluran sarana produksi (pupuk) kurang lancar dan pemanfaatan
benih bersertifikat masih rendah.




Belum optimalnya penanganan panen/pasca panen.



Cadangan pangan daerah (provinsi/kabupaten/kota) relatif kecil atau belum
merata di setiap kecamatan.



Masih berlanjutnya alih fungsi lahan sawah beririgasi.



Terbatasnya penyediaan air bagi budidaya pertanian.

Salah satu cara memperoleh gambaran situasi produksi dan ketersediaan pangan
secara lengkap namun sederhana, adalah menggunakan pendekatan Neraca Bahan

Makanan (NBM). NBM di susun untuk memperoleh gambaran atau evaluasi
penyediaan pangan mulai dari produksi, pengadaan (pangan masuk/impor, pangan
keluar/ekspor, stok) dan penggunaan (pakan ternak, bibit, industri) sehingga
tersedia untuk di konsumsi (Sirait, 2011).
Neraca Bahan Makanan menyajikan angka rata-rata jumlah pangan yang tersedia
di tingkat pedagang eceran atau rumah tangga konsumen untuk konsumsi
penduduk per kapita (kg/kapita/tahun atau gr/kapita/hari atau zat gizi
tertentu/kapita/hari).
2.2

Tingkat Konsumsi

Menurut Fauzi (2011) konsumsi pangan adalah jenis dan jumlah pangan yang di
makan oleh seseorang dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu. Konsumsi
pangan dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan individu secara biologik,

Universitas Sumatera Utara

10


psikologik maupun sosial. Menurut Putong (2015), besar kecilnya konsumsi
dipengaruhi beberapa hal diantaranya:
1. Tingkat Pendapatan dan Kekayaan
Perilaku konsumsi secara psikologis memang berhubungan dengan tingkat
pendapatan, artinya bila pendapatan tinggi maka konsumsinya semakin tinggi
(baik dalam jumlah maupun nilai) karena ini berhubungan dengan pemenuhan
kepuasan yang tak terbatas itu. Apabila pendapatan rendah maka konsumsinya
relatif rendah karena berhubungan dengan keinginan bertahan hidup.
2.

Tingkat Suku Bunga dan Spekulasi

Bagi masyarakat adakalanya mau mengorbankan konsumsi untuk mendapatkan
perolehan yang lebih besar dari suku bunga yang berlaku dari uang yang di
tabung, sehingga manakala suku bunga tinggi konsumsi masyarakat berkurang
meskipun pendapatannya tetap, akan tetapi manakala suku bunga demikian
rendahnya maka masyarakat akan lebih condong menggunakan uangnya untuk
konsumsi, sehingga hampir tidak ada yang di tabung. Selain suku bunga, tingkat
spekulasi masyarakat juga mempengaruhi tingkat konsumsi, masyarakat bisa saja
mengurangi konsumsinya karena berharap pada hasil yang besar dari uang yang

dikeluarkan untuk main di pasar saham atau obligasi (menunda konsumsi tinggi)
dengan harapan akan bisa melakukan konsumsi yang lebih besar apabila dalam
kegiatan spekulasi mendapatkan hasil sesuai yang diharapkan.

Universitas Sumatera Utara

11

3.

Sikap Berhemat

Di satu sisi untuk memperbesar kapasitas produksi nasional maka konsumsi
haruslah di tingkatkan. Akan tetapi di sisi lain untuk meningkatkan pendapatan
dalam negeri agar investasi dapat berjalan dengan mudah dan relatif murah serta
aman maka tabungan masyarakat perlu di tingkatkan. Akan tetap manakala tingkat
perekonomian sedang mencapai kondisi ideal biasanya masyarakat cenderung
hidup berhemat sehingga akan memperbesar proporsi tabungan daripada proporsi
kosumsi dari pendapatannya.
4.


Budaya, Gaya Hidup

Konsumsi untuk produk-produk yang belum saat ini dibutuhkan dan di beli hanya
demi gengsi, ikut arus membuat tingkat tabungan masyarakat menjadi rendah.
Demikian halnya dengan dampak demonstration effect yang menjadi pola
konsumsi masyarakat yang terlalu konsumtif sehingga akan mengurangi tingkat
tabungan.
5.

Keadaan Perekonomian

Pada saat perekonomian dalam kondisi stabil maka konsumsi masyarakat juga
stabil, akan tetapi manakala perekonomian mengalami krisis biasanya tabungan
masyarakat akan lebih berkurang dan konsumsi akan menjadi lebih tinggi karena
kurangnya kepercayaan pada lembaga perbankan dan semakin mahalnya dan
langkanya barang-barang kebutuhan.
Analisis konsumsi pangan wilayah diarahkan untuk menganalisis situasi konsumsi
pangan dengan mempertimbangkan potensi sumberdaya dan sosial ekonomi


Universitas Sumatera Utara

12

wilayah. Dalam menganalisis konsumsi pangan wilayah yang berbasis
sumberdaya, perlu diperhatikan faktor pendukung utama yang mempengaruhi pola
konsumsi yaitu: ketersediaan, kondisi sosial dan ekonomi, letak geografis wilayah
(desa - kota) serta karakteristik rumah tangga (Sirait, 2011).
2.3

Pangan Beras dan Non beras

Pangan terbagi menjadi dua, yaitu pangan yang berasal dari beras dan yang
berasal dari non beras. Pangan non beras pada penelitian ini adalah pangan yang
mengandung karbohidrat atau pati, antara lain: kelompok non beras padi-padian
(yaitu: jagung dan tepung terigu) dan kelompok umbi-umbian (yaitu: ubi jalar, ubi
kayu, tapioka, sagu dan kentang).

a.


Beras

Salah satu bagian terbesar (60  80 persen) dari susunan pangan penduduk yang
tinggal di negara-negara Asia Tenggara. Merupakan sumber karbohidrat, sumber
tenaga dan sumber protein yang berguna, sebab 6 sampai 8 persen dari semua
padi-padian biasanya terdiri dari protein (Suhardjo, dkk., 1985).

b.

Kelompok Padi-padian Non beras

Yang termasuk dalam kelompok non beras padi-padian, yaitu: jagung pipilan dan
tepung terigu. Tepung terigu berasal dari gandum yang mengandung 9  15
persen protein sedangkan jagung 10  14 persen. Menurut Grianso dan Agus
(2011) biji jagung umumnya digunakan sebagai penghasil tepung jagung atau
disebut juga tepung maizena. Dalam 100 gram jagung terkandung karbohidrat
sebanyak 73,7 gram. Tongkol jagung mengandung 39  47 % selulosa, 26  31
% hemiselulosa, dan 30  60 % lignin.

Universitas Sumatera Utara


13

c.

Kelompok Umbi-umbian

Yang termasuk dalam kelompok umbi-umbian, yaitu: ketela pohon, ubi jalar,
sagu, kentang, dan lain-lain. Menurut Suhardjo, dkk. (1985) pangan tersebut
merupakan sumber energi yang baik, beberapa diantaranya juga merupakan
sumber kalsium, vitamin C dan vitamin A yang berguna. Biasanya pangan
tersebut miskin akan protein dan vitamin B-kompleks.

Sebagai bahan pangan, kentang mengandung kandungan karbohidrat yang tinggi.
Kandungan karbohidrat dalam kentang mencapai 18 % (Grianso dan Agus, 2011).
Singkong di kenal dengan ketela pohon atau ubi kayu, merupakan pohon tahunan
tropika dan sub-tropika. Umbinya di kenal sebagai makanan pokok penghasil
karbohidrat dan daunnya sebagai sayuran. Singkong memiliki panjang umbi
sekitar 50  80 cm dan diameter umbi rata-rata 2  3 cm, tergantung dari jenis
singkong yang ditanam (Prihandana, dkk., 2008).


2.4

Tabel Neraca Bahan Makanan

Menurut Sirait (2011), NBM merupakan gambaran penyediaan pangan secara
utuh untuk baik dari komoditas pangan, ternak, ikan dan perkebunan serta
menguraikan data pangan dari produksi, pengadaan dan penggunaan maka
diperlukan dukungan data yang akurat dan up to date dari instansi lintas subsektor dan sektor wilayah seperti perdagangan, perindustrian, Bulog, kesehatan,
kantor statistik dan perhubungan serta sektor pertaniannya sendiri. Beberapa
persyaratan yang harus dipenuhi dalam penyusunan NBM yaitu (1) data
penduduk; (2) faktor konversi dan estimasi; dan (3) faktor nutrisi dari bahan
makanan. Menurut Dinas Ketahanan Pangan Kota Medan (2017) Neraca bahan

Universitas Sumatera Utara

14

Makanan (NBM) merupakan penyajian data dalam bentuk tabel yang mampu
menggambarkan situasi dan kondisi ketersediaan pangan untuk konsumsi

penduduk di suatu wilayah tertentu.
Neraca Bahan Makanan menyajikan angka rata-rata jumlah pangan yang tersedia
di tingkat pedagang eceran atau rumah tangga konsumen untuk konsumsi
penduduk per kapita (kg/kapita/tahun atau gr/kapita/hari atau zat gizi
tertentu/kapita/hari). Informasi tersebut dicantumkan dalam sembilan belas, yang
diuraikan sebagai berikut:
1.

Kolom 1 (Kelompok/Jenis Bahan Makanan)

Bahan makanan yang dicantumkan dalam kolom ini adalah semua jenis bahan
makanan baik nabati mau pun hewani yang umum tersedia di konsumsi oleh
masyarakat. Bahan makanan tersebut dikelompokkan jenisnya dan diikuti
prosesnya dari produksi sampai dengan dapat dipasarkan atau di konsumsi dalam
bentuk lain yang berbeda sama sekali setelah melalui proses pengolahan. Adapun
pengelompokkan bahan makanan tersebut antara lain: padi-padian, makanan
berpati, gula, buah/biji berminyak, buah-buahan, sayuran, daging, telur, susu,
ikan, minyak dan lemak. Pada penelitian ini bahan makanan yang di teliti hanya
kelompok padi-padian dan makanan berpati.
a.

Padi-padian

Padi-padian adalah kelompok komoditas yang terdiri dari padi, jagung, gandum
dan sorgum (cantel)serta produksi turunannya.

Universitas Sumatera Utara

15

b.

Makanan Berpati

Makanan berpati adalah bahan makanan yang mengandung pati yang berasal dari
akar/umbi dan bagian tanaman yang lain. Yang termasuk dalam kelompok
komoditas ini adalah ubi kayu, ubi jalar, dan sagu serta produksi turunannya
seperti gaplek dan tapioka merupakan produksi turunan ubi kayu.
c.

Sayur-sayuran

Kelompok pangan sayuran yang memiliki kandungan karbohidrat yang hampir
sama dengan beras dan makanan berpati ialah kentang beserta produksi
turunannya.
2.

Kolom 2 dan 3 (Produksi)

Produksi adalah jumlah keseluruhan hasil masing-masing bahan makanan yang
dihasilkan dari sektor pertanian (tanaman pangan, peternakan, perikanan dan
perkebunan) yang belum mengalami proses pengolahan. Produksi dibedakan
menjadi dua kategori, yaitu:
a.

Masukan (Input)

Masukan adalah bahan utama yang belum mengalami pengolahan lanjut.
b.

Keluaran (Output)

Keluaran adalah hasil dari pengolahan lanjut bahan utama. Besarnya output sangat
bergantung pada besarnya derajat ekstraksi dan faktor konversi.
Produksi pada tanaman pangan mencakup seluruh hasil panen dan produksi
turunannya diperoleh dengan menggunakan faktor konversi dan tingkat ekstraksi
dari komoditas yang bersangkutan.

Universitas Sumatera Utara

16

3.

Kolom 4 (Perubahan Stok)

Stok adalah sejumlah bahan makanan yang di simpan/dikuasai oleh pemerintah
atau swasta yang dimaksudkan sebagai cadangan dan akan digunakan apabila
sewaktu-waktu diperlukan. Data stok yang digunakan adalah data stok awal dan
akhir tahun.
Perubahan stok adalah selisih antara stok akhir tahun dengan stok awal tahun.
perubahan stok ini hasilnya bisa negatif (-) dan bisa positif (+). Negatif berarti ada
penurunan stok akibat pelepasan stok ke pasar sehingga komoditas yang beredar
di pasar bertambah. Positif

berarti ada peningkatan stok yang berasal dari

komoditas yang beredar di pasar sehingga komoditas yang beredar di pasar
menjadi menurun.
4.

Kolom 5 (Impor)

Impor adalah sejumlah bahan makan baik yang belum mau pun yang sudah
mengalami pengolahan, yang didatangkan atau dimasukkan dari wilayah daerah
adminstratif lain

ke

dalam

wilayah

kota Medandengan

tujuan

untuk

diperdagangkan, diedarkan atau di simpan.
5. Kolom 6 (Penyediaan Daerah sebelum Ekspor)
Penyediaan daerah sebelum ekspor adalah sejumlah bahan makanan yang berasal
dari produk (keluaran) dikurangi perubahan stok di tambah impor.
6.

Kolom 7 (Ekspor)

Ekspor adalah sejumlah bahan makan baik yang belum mau pun yang telah
mengalami pengolahan yang dikeluarkan dari wilayah kota Medan, baik yang

Universitas Sumatera Utara

17

langsung ke luar wilayah Republik Indonesiamau punyang ke luar ke wilayah
administratif lain (perdagangan antar pulau atau antar kabupaten).
7.

Kolom 8 (Penyediaan Daerah)

Penyediaan daerah adalah sejumlah bahan makan yang berasal dari produksi
(keluaran) di tambah impor, dikurangi perubahan stok dan ekspor.
8.

Kolom 9-14 (Pemakaian Daerah)

Pemakaian daerah adalah sejumlah bahan makanan yang digunakan di dalam
wilayah kota Medan untuk pakan, bibit/benih, di olah untuk industri makanan dan
bukan makan, yang tercecer dan yang tersediauntuk di makan oleh penduduk.
a.

Pakan

Pakan adalah sejumlah bahan makanan yang langsung diberikan kepada ternak
peliharaan baik ternak besar, ternak kecil, unggas mau pun ikan.
b.

Bibit/benih

Bibit/benih adalah sejumlah bahan utama yang digunakan untuk keperluan
reproduksi.
c.

Di olah untuk Makanan

Di olah untuk makanan adalah sejumlah bahan makanan yang masih mengalami
proses pengolahan lebih lanjut melalui industri makanan dan hasilnya
dimanfaatkan untuk makanan manusia dalam bentuk lain.
d.

Di olah untuk bukan Makanan

Di olah untuk bukan makanan adalah sejumlah bahan makanan yang masih
mengalami proses pengolahan lebih lanjut dan dimanfaatkan untuk kebutuhan

Universitas Sumatera Utara

18

industri bukan bahan makanan manusia, termasuk untuk industri pakan
ternak/ikan.
e.

Tercecer

Tercecer adalah sejumlah bahan makanan yang hilang atau rusak, sehingga tidak
dapat di makan oleh manusia, yang terjadi secara tidak sengaja sejak bahan
makanan tersebut diproduksi hingga tersedia untuk konsumen.
f.

Bahan Makanan

Bahan makanan adalah sejumlah bahan makanan yang tersedia untuk di konsumsi
oleh penduduk suatu daerah, pada tingkat pedagang pengecer dalam suatu kurun
waktu tertentu.
9.

Kolom 15-19 (Ketersediaan per Kapita)

Ketersediaan per kapita adalah sejumlah bahan makanan yang tersedia untuk di
konsumsisetiap penduduk suatu daerah dalam suatu kurun waktu tertentu, baik
dalam bentuk natural mau pun bentuk unsur gizinya. Purnomo dan Adiono (dalam
Simanjuntak, 2006 ) unsur gizi utama tersebut adalah sebagai berikut.
a.

Energi adalah sejumlah kalori hasil pembakaran karbohidrat yang berasal dari
berbagai jenis bahan makanan. Bentuk karbohidrat yang dapat di cerna dalam
bahan pangan umumnya adalah zat pati dan berbagai jenis gula seperti
sukrosa, fruktosa dan laktosa; sedangkan selulosa, pektin dan hemiselulosa
tersedia dalam jumlah yang cukup, tetapi tidak tercerna.

b.

Protein mempunyai kegunaan dalam tubuh amat banyak. Diantaranya adalah
pembongkaran molekul protein untuk mendapatkan energi atau unsur
senyawa seperti nitrogen atau sulfur untuk reaksi metabolisme lainnya.

Universitas Sumatera Utara

19

Protein juga penting untuk keperluan fungsional maupun struktural dan untuk
keperluan tersebut komposisi asam-asam amino pembentuk protein sangat
penting fungsinya. Bahan pangan umumnya terdiri atas dua puluh macam
asam aminonya.
c.

Lemak merupakan pangan yang berenergi tinggi, setiap gramnya memberi
lebih banyak energi daripada karbohidrat atau protein. Lemak juga
merupakan cadangan dalam tubuh, karena kelebihan dalam karbohidat di
ubah menjadi lemak dan di simpan dalam jaringan adiposa.

d.

Vitamin adalah senyawa-senyawa yang tidak dapat di buat oleh tubuh tetapi
diperlukan untuk memelihara aktivitas berbagai proses metabolik atau
integritas berbagai selaput membran. Vitamin di bagi menjadi dua kelompok
berdasarkan kelarutannya yaitu vitamin yang larut dalam lemak dan yang
larut dalam air. Berbagai vitamin dibutuhkan dalam makanan dalam jumlah
yang berbeda tergantung dari jumlah yang dibutuhkan tubuh untuk menyerap
dari makanan dan menyimpan dalam tubuh.

e.

Mineral terbagi menjadi dua kelompok yaitu mineral mayor dan mineral
minor. Kelompok mineral minor dalam tubuh hanyaterdapat sampai batas
mikrogram per gram jaringan tubuh. Yang termasuk ke dalam mineral mayor
adalah: Ca, P, S, K, Na, Cl dan Mg; sedangkan mineral minor adalah: Fe, Mn,
Cu, I, An, Co, Mo, Se, Cr, Sn, Ni, F, Si dan V.

f.

Untuk mengetahui nilai gizi masing-masing jenis bahan makanan tersebut,
maka angka ketersediaan pangan untuk konsumsi/kapita/hari harus dikalikan

Universitas Sumatera Utara

20

dengan kandungan kalori, protein dan lemak per satuan berat masing-masing
jenis bahan makan.
2.5 Landasan Teori
2.5.1 Konsumsi
Menurut Mankiw (dalam Rinanda, 2011) konsumsi adalah pembelanjaan atas
barang-barang dan jasa-jasa yang dilakukan oleh rumah tangga dengan tujuan
untuk memenuhi kebutuhan. Barang-barang yang diproduksi digunakan oleh
masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya dinamakan barang konsumsi.
Menurut Prasetyo (dalam Ummah, 2014) perilaku masyarakat membelanjakan
sebagian dari pendapatan untuk membeli sesuatu disebut pengeluaran konsumsi.
Konsumsi merupakan fungsi dari pendapatan siap pakai (disposable income).
Dengan kata lain, fungsi konsumsi menunjukkan hubungan antara tingkat
pengeluaran konsumsi dengan tingkat pendapatan siap dibelanjakan.
Fungsi konsumsi menurut Keynes memiliki tiga asumsi. Pertama, bahwa
kecenderungan mengonsumsi marjinal (marginal propersity to consume) yaitu
jumlah yang di konsumsi dari setiap dolar tambahan adalah antara nol dan satu.
Asumsi ini menjelaskan pada saat pendapatan seseorang semakin tinggi maka
semakin tinggi pula konsumsi dan tabungannya.
Kedua adalah rasio konsumsi terhadap pendapatan yang disebut kecenderungan
mengonsumsi rata-rata (average propensity to consume) turun ketika pendapatan
naik. Menurut Keynes, proporsi tabungan orang kaya lebih besar daripada orang
miskin. Jika diurutkan dari orang sangat miskin sampai kaya akan terlihat proporsi
tabungan terhadap pendapatan semakin meningkat. Terakhir, pendapatan

Universitas Sumatera Utara

21

merupakan determinan konsumsi yang penting dan tingkat bunga tidak memiliki
peran penting (Sigit, 2012).
2.5.2 Produksi
Produksi merupakan proses mempergunakan unsur-unsur produksi dengan
maksud menciptakan faedah untuk memenuhi kebutuhan manusia. Kebutuhan
manusia ada dua: barang dan jasa. Barang: alat penemuan kebutuhan manusia
yang tampak. Jasa: alat penemuan kebutuhan manusia yang tidak tampak tapi
dapat

dirasa.

Barang

ekonomi:

barang-barang

yang

diperoleh

dengan

mengorbankan sesuatu. Teori produksi menyebutkan bahwa kepuasaan produsen
diperoleh dari memaksimumkan keuntungan produksi (maksimation of profit).
Fungsi produksi merupakan hubungan kuantitatif antara masukan dan produksi.
Masukkan seperti pupuk, tanah, tenaga kerja, modal dan iklim yang
mempengaruhi besar keclnya produksi yang diperoleh,. Tidak semua masukan
yang dipakain di analisis, hal ini tergantung penting tidaknya pengaruh masukan
itu terhadap produksi. Jika bentuk fungsi produksi diketahui, maka informasi
harga dan biaya yang dikorbankan dapat dimanfaatkan untuk menentukan
kombinasi masukan yang baik (Nicholson, 1991).

Menurut Soekartawi (1990), dari fungsi produksi dapat di lihat hubungan teknis
antara faktor produksi dengan produksinya, serta suatu gambaran dari semua
metode produksi yang efisien. Secara matematis, fungsi produksi dapat
dinyatakan sebagai berikut:
Y = f (X1, X2, X3, …, Xn)
Dimana: Y = Jumlah produksi; dan X1 – Xn = Faktor-faktor produksi

Universitas Sumatera Utara

22

2.6 Penelitian Terdahulu
N
o

Nama
Peneliti

1

Puji
Adelina
(2013)

2

Diah
Winiarti
(2015)

Judul
Penelitia
n
Analisis
Rasio dan
Ketersedi
aan
Konsumsi
Pangan di
Kota
Medan.

Perumusan
Masalah

Variabel
Pengamatan

Metode
Analisis

Kesimpulan

1.
Baga
imana
tingkat
ketersediaan
pangan
strategis di
Kota
Medan?
2.
Baga
imana
tingkat
konsumsi
pangan
strategis di
Kota
Medan?
3.
Baga
imana rasio
ketersediaan
dengan
konsumsi
dan tingkat
ketahanan
pangan
strategis di
Kota
Medan?

1.
Total
ketersediaan
pangan
strategis dan
ketersediaan
per kapita.
2.
Total
konsumsi
pangan
strategis dan
konsumsi per
kapita
per
hari
3.
Kom
oditas
pangan
strategis,
antara lain:
beras,
jagung, cabai
merah,
daging ayam,
daging sapi,
telur ayam,
minyak
goreng, gula
pasir
dan
bawang
merah.

Metode
Deskriptif
.

Analisis
1.
Baga
Rasio
imana
Ketersedi tingkat
aan dan ketersediaan
Konsumsi pangan
Pangan
strategis di
Strategis
Kota
di Kota Medan?
2.
Baga
Medan.
imana
tingkat
konsumsi
pangan
strategis di
Kota

1.
Kete
rsediaan dan
konsumsi
pangan
di
Kota Medan
dengan
empat
komoditas
pangan
strategs
di
Kota Medan.
2.
Emp
at komoditas
strategis,
antara lain:

Metode
deskriptif.

1.
Ketersedi
aan energi aktual
lebih tinggi 12%
dari
nilai
standartnya.
Ketersediaan
protein
aktual
lebih kecil 24%
dari nilai standart
seharusnya.
2.
Angka
konsumsi energi
aktual
lebih
tinggi 19% dari
angka konsumsi
energi
sesuai
standartnya.
Angka konsumsi
protein
lebih
rendah 20% dari
angka konsumsi
protein
sesuai
standartnya.
3.
Rasio
tertinggi ada pada
komoditas jagung
dengan
rasio
1,1236 dan rasio
pangan terkecil
pada komoditas
gula pasir yaitu
sebesar 1,0099.
1.
Tahun
2013 untuk beras
257.235
ton,
daging sapi 9.845
ton, cabai merah
10.355 ton, dan
bawang
merah
8.166 ton.
2.
Tahun
2013 untuk beras
229.792
ton,
daging sapi 1.490
ton, cabai merah
9.729 ton, dan
bawang
merah

Universitas Sumatera Utara

23

Medan?
3.
Baga
imana rasio
ketersediaan
dengan
konsumsi
dan tingkat
ketahanan
pangan
strategis di
Kota
Medan?

2.6

beras,
bawang
merah, cabe
merah
dan
daging sapi.
3.
Popu
lasi
dalam
penelitian ini
adalah petani
yang
melakukan
konversi
lahan
dan
yang
mengkonsum
s
pangan
strategis.

7.464 ton.
3.
Tahun
2013
tahan
pangan bergeser
pada daging sapi.
Pola
konsumsi
masyarakat
dengan total ratarata pengeluaran
konsumsi pangan
strategis
yaitu
sebesar
Rp.
336.612/RT/Bula
n.

Kerangka Pemikiran

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang ada, maka di susun suatu
kerangka pemikiran sebagai berikut:

Kota Medan merupakan salah satu kabupaaten/ kota di Provinsi Sumatera Utara
yang dicanangkan ketahanan pangannya karenaa pertumbuhan penduduk yang
terus meningkat dan salah satu faktor produksi, yaitu lahan yang semakin langka.

Ketahanan pangan terdiri dari tiga sub sistem, antara lain: ketersediaan pangan,
akses pangan dan konsumsi sedangkan status gizi merupakan outcome dari
ketahanan pangan. Ketahanan pangan masyarakat adalah kondisi dimana seluruh
anggota masyarakat mendapatkan pangan yang aman, seimbang, bergizi dan
beragam secara berkelanjutan melalui kemandirian pangan.

Suatu wilayah di lihat ketahanan pangannya dari perbandingan ketersediaaan dan
konsumsi pangan di suatu wilayah. Hasil perbandingannya dapat menjadi
landasan atau tambahan informasi dalam membuat kebijakan ketersediaan dan
konsumsi pangan yang strategis di Kota Medan. Ketersediaan menggambarkan

Universitas Sumatera Utara

24

jumlah stok pangan di suatu wilayah. Indikator yang berpengaruh terhadap
ketersediaan, antara lain: produksi domestik, stok, impor dan ekspor.
Instrumen yang digunakan adalah Neraca Bahan Makanan yang berguna untuk
mengestimasi deficit atau surplusnya ketersediaan suatu bahan makanan di suatu
wilayah dan dapat memperkirakan konsumsi pangan secara keseluruhan
berdasarkan prespektif ketersediaan bahan makanan, namun NBM tidak dapat
menggambarkan situasi ketersediaan pangan pada kondisi musim tertentu.
Untuk mengetahui tingkat ketersediaan beras dan non beras di Kota Medan ,
ketersediaan per kapita dibandingkan berdasarkan Widiya Karya Nasional Pangan
dan Gizi (WNPG) X tahun 2015, rata-rata angka kecukupan gizi (AKG) di tingkat
ketersediaan adalah sebesar 2.400 kkal/kap/hari untuk energi dan 63
gram/kap/hari untuk protein. Dimana persentase per kelompok pangan idealnya
untuk ketersediaan energi, yaitu: padi-padian sebesar 50% dan umbi-umbian
sebesar 6% dari nilai AKG energi. Dan untuk ketersediaan protein, yaitu: padipadian sebesar 30% dan umbi-umbian 4% dari nilai AKG protein.
Tingkat konsumsi adalah jumlah makanan yang di konsumsi selama setahun.
Sebagai salah satu indikator yang dapat menggambarkan status gizi di suatu
wilayah dan jumlah pangan yang sampai ke masyarakat. Dapat diindentifikasi
dengan mengkonversi penggunaan pangan yang digunakan untuk bahan makanan
ke dalam kalori yang menyatakan energi dan gram yang menyatakan protein.
Diilustrasikan pada Gambar 1.

Universitas Sumatera Utara

25

Total
Konsumsi

Ketersediaan
Pangan

Ketersediaan
Beras

Ketersediaan
Non beras

Stok

Produk

Impor

Ketersediaan Per Kapita
Berdasarkan WNPG X Tahun
2015:
1. Ketersediaan energi = 2.400
kkal/kap/hari.
2. Ketersediaan protein = 63
gr/kap/hari.

Ekspor

Rasio

Kriteria uji:
1. RP < 0,8; rawan
pangan.
2. 0,8 < RP < 1,2;
tahan pangan namun
rentan.
3. RP > 1,2; tahan
pangan.

: Menyatakan hasil
: Menyatakan hubungan
: Menyatakan perbandingan

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran Analisis Ketersediaan Beras dan
Non Beras di Kota Medan
2.7

Hipotesis Penelitian

Sesuai dengan identifikasi masalah dan berdasarkan tujuan penelitian, maka
hipotesis dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.

Terdapat tingkat ketersediaan beras dan non beras di Kota Medan sesuai
standart.

2.

Ada besar rasio ketersediaan beras dan non beras dengan konsumsi dan
tingkat ketahanan komoditi beras dan non beras di Kota Medan adalah tahan
pangan

Universitas Sumatera Utara