T2 752015009 BAB III
BAB III
Sikap Santri Pondok Pesantren Edi Mancoro
terhadap Pluralisme di Indonesia
3.1. Pendahuluan
Persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia ini harus dijaga dan diperjuangan
oleh seluruh masyarakat Indonesia yang majemuk ini. Untuk itu paham
pluralisme sangat diperlukan dalam menjaga keragaman tersebut. Diantara
banyak golongan masyarakat, menurut penulis, umat Islam yang mayoritas di
Indonesia ini mempunyai peranan yang penting dalam memperjuangkan
pluralisme. Salah satu dalam memperjuangkan dan melanggengkan pluralisme
dan toleransi antar umat adalah dengan cara pendidikan atau edukasi umatnya
masing-masing agama yang ada di Indonesia ini.
Pondok pesantren adalah salah satu cara yang dipakai agama Islam dalam
memberikan pendidikan pada umat Islam, khususnya dalam NU (Nahdlatul
Ulama). Melalui pondok pesantren inilah umat Islam bisa banyak belajar tentang
agama dan juga yang lainnya. Pada bab ini penulis akan menyajikan hasil
peneletian tentang pondok pesantren Edi Mancoro sebagai tempat belajar umat
Islam dan mendidik santrinya agar siap terjun dalam kehidupann bermasyakat,
berbangsa dan bernegara.
3.2. Diskursus Pluralisme Agama di Indonesia
3.2.1. MUI (Majelis Ulama Indonesia) dan Fatwa MUI
Negara merestui pembentukan MUI, yang menghimpun para ulama dan
cendekiawan muslim Indonesia untuk menyatukan gerak dan langkah-langkah
42
umat Islam Indonesia dalam mewujudkan cita-cita bersama. Majelis Ulama
Indonesia berdiri pada tanggal 26 Juli 1975 di Jakarta, sebagai hasil dari
pertemuan atau musyawarah para ulama dan cendekiawan Muslim yang datang
dari berbagai penjuru tanah air. Pertemuan itu antara lain meliputi 26 orang ulama
yang mewakili 26 Propinsi di Indonesia, dihasilkan adalah sebuah kesepakatan
untuk membentuk wadah tempat bermusyawarahnya para ulama dan cendekiawan
Muslim, yang tertuang dalam sebuah “PIAGAM BERDIRINYA MUI”, yang
ditandatangani oleh seluruh peserta musyawarah yang kemudian disebut
Musyawarah Nasional Ulama I. Momentum berdirinya MUI bertepatan ketika
bangsa Indonesia tengah berada pada fase kebangkitan kembali, setelah 30 tahun
merdeka, di mana energi bangsa telah banyak terserap dalam perjuangan politik
kelompok dan kurang peduli terhadap masalah kesejahteraan rohani umat.1
Ulama Indonesia menyadari sepenuhnya bahwa mereka adalah pewaris
tugas-tugas para Nabi (Warasatul Anbiya). Maka mereka terpanggil untuk
berperan aktif dalam membangun masyarakat melalui wadah MUI, seperti yang
pernah dilakukan oleh para ulama pada zaman penjajahan dan perjuangan
kemerdekaan. Di sisi lain umat Islam Indonesia menghadapi tantangan global
yang sangat berat. Kemajuan sains dan teknologi yang dapat menggoyahkan batas
etika dan moral, serta budaya global yang didominasi Barat, serta pendewaan
kebendaan dan pendewaan hawa nafsu yang dapat melunturkan aspek religiusitas
masyarakat serta meremehkan peran agama dalam kehidupan umat manusia.2
1
http://mui.or.id/index.php/2009/05/08/profil-mui/ …… diakses tanggal 28 November
2
Ibid
2016.
43
Selain itu kemajuan dan keragaman umat Islam Indonesia dalam alam
pikiran keagamaan, organisasi sosial dan kecenderungan aliran dan aspirasi
politik, sering mendatangkan kelemahan dan bahkan dapat menjadi sumber
pertentangan di kalangan umat Islam sendiri. Akibatnya umat Islam dapat terjebak
dalam egoisme kelompok yang berlebihan. Oleh karena itu kehadiran MUI, makin
dirasakan kebutuhannya sebagai sebuah organisasi kepemimpinan umat Islam
yang bersifat kolektif dalam rangka mewujudkan silaturrahmi, demi terciptanya
persatuan dan kesatuan serta kebersamaan umat Islam. Dalam perjalanannya,
selama 25 tahun Majelis Ulama Indonesia sebagai wadah musyawarah para ulama
dan cendekiawan muslim berusaha untuk memberikan bimbingan dan tuntunan
kepada umat Islam dalam mewujudkan kehidupan beragama dan bermasyarakat;
memberikan nasihat dan fatwa mengenai masalah keagamaan dan kemasyarakatan
kepada Pemerintah dan masyarakat, meningkatkan kegiatan bagi terwujudnya
ukhwah Islamiyah (persaudaraan diantara umat Islam) dan kerukunan antar-umat
beragama dalam memantapkan persatuan dan kesatuan bangsa serta; menjadi
penghubung antara ulama dan umaro (pemerintah) dan penterjemah timbal balik
antara umat dan pemerintah guna mensukseskan pembangunan nasional;
meningkatkan hubungan serta kerjasama antar organisasi, lembaga Islam dan
cendekiawan muslimin dalam memberikan bimbingan dan tuntunan kepada
masyarakat khususnya umat Islam dengan mengadakan konsultasi dan informasi
secara timbal balik. Dalam pengabdian Majelis Ulama Indonesia telah dirumuskan
lima fungsi dan peran utama MUI yaitu:
Sebagai pewaris tugas-tugas para Nabi (Warasatul Anbiya), melanjutkan
perjuagan para nabi.
44
Sebagai pemberi fatwa (mufti), memberi petunjuk dan arahan masyarakat
dalam menghadapi persoalan hidup
Sebagai pembimbing dan pelayan umat (Riwayat wa khadim al ummah),
memberi teladan kepada umat.
Sebagai gerakan Islah wa al Tajdid (perdamaian dan pembaharuan),
gerakan pembawa perdamaian antar umat Islam.
Sebagai penegak amar ma’ruf dan nahi munkar atau menegakkan
kebenaran dan keadilan.3
Dalam menghadapi
permasalahan hidup
sehari-hari, umat
Islam
mendapatkan permasalahan-permasalahan yang berat, sulit dan tidak ditemukan
secara jelas dalam Al-qur’an dan hadist Nabi. Sehingga mereka memerlukan
sebuah pedoman yang diperlukan untuk mengambil sikap dalam menghadapi
persoalan tersebut, untuk itulah mereka memerlukan sebuah fatwa.
Fatwa adalah sebuah istilah mengenai pendapat atau tafsiran pada suatu
masalah yang berkaitan dengan hukum Islam. Fatwa sendiri dalam bahasa Arab
artinya adalah "nasihat", "petuah", "jawaban" atau "pendapat". Adapun yang
dimaksud adalah sebuah keputusan atau nasihat resmi yang diambil oleh sebuah
lembaga atau perorangan yang diakui otoritasnya, disampaikan oleh seorang
ulama, sebagai tanggapan atau jawaban terhadap pertanyaan yang diajukan oleh
peminta fatwa yang tidak mempunyai keterikatan. Dengan demikian peminta
fatwa tidak harus mengikuti isi atau hukum fatwa yang diberikan kepadanya.
Penggunaannya dalam kehidupan beragama di Indonesia, fatwa dikeluarkan oleh
3
Ibid.
45
Majelis Ulama Indonesia sebagai suatu keputusan tentang persoalan yang terjadi
di Indonesia guna dijadikan pegangan pelaksanaan ibadah umat Islam di
Indonesia.4
MUI mengeluarkan fatwa haram untuk pluralisme beragama. Ini adalah
salinan dari fatwa yang dikeluarkan:5
Keputusan Fatwa Majelis Ulama Indonesia
Nomor : 7/Munas VII/MUI/11/2005
TentangPluralisme, Liberalisme, dan Sekulerisme Agama
Bismillahirrahmanirrahim
Majelis Ulama Indonesia (MUI), dalam Musyawarah Nasional MUI VII
pada 19-22 Jumadil Akhir 1426 H/26-29 Juli 2005 :
Menimbang : ......................
Mengingat : .........................
MEMUTUSKAN
Menetapkan : Fatwa Tentang Pluralisme, Liberalisme, dan Sekulerisme
Agama
Pertama : Ketentuan Umum
Dalam fatwa ini, yang dimaksud dengan,
1. Pluralisme agama adalah suatu paham yang mengajarkan bahwa semua
agama adalah sama dan karenanya kebenaran setiap agama adalah relatif,
oleh sebab itu, setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim bahwa hanya
agamanya saja yang benar sedangkan agama yang lain salah. Pluralisme
agama juga mengajarkan bahwa semua pemeluk agama akan masuk dan
hidup berdampingan di surga.
2. Pluralitas agama adalah sebuah kenyataan bahwa di negara atau daerah
tertentu terdapat berbagai pemeluk agama yang hidup secara berdampingan.
4
Rumadi Ahmad, Fatwa Hubungan Antaragama di Indonesia (jakarta: Gramedia Putaka
Utama, 2016), 11-13.
5
http://www.eramuslim.com/berita/tahukah-anda/fatwa-mui-tentang-pluralismeliberalisme-dan-sekulerisme-agama....diakses tanggal 11 April 2016.
46
Kedua : Ketentuan Hukum
1. Pluralisme, Sekulerisme, dan Liberalisme agama sebagaimana dimaksud
pada bagian pertama adalah paham yang bertentangan dengan ajaran agama
Islam.
2. Umat Islam haram mengikuti paham Pluralisme, Sekulerisme dan
Liberalisme agama.
3. Dalam masalah aqidahdan ibadah, umat Islam wajib bersikap eksklusif,
dalam arti haram mencampuradukkan aqidah dan ibadah umat Islam dengan
aqidah dan ibadah pemeluk agama lain.
4. Bagi masyarakat muslim yang tinggal bersama pemeluk agama lain lain
(pluralitas agama), dalam maslah sosial yang tidak berkaitan dengan aqidah
dan ibadah, umat Islam bersikap inklusif, dalam arti tetap melakukan
pergaulan sosial dengan agama lain sepanjang tidak saling merugikan.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 21 Jumadil Akhir 1426 H/28 Juli 2005 M.
Musyawarah Nasional VIIMajelis Ulama Indonesia
Pimpinan Sidang Komisi C Bidang Fatwa
KH. Ma’ruf Amin
Ketua
Drs. H.Hasanuddin M. Ag
Sekretaris
Itulah fatwa yang dikeluarkan oleh MUI dalam menjawab pergumulan
umat Islam tentang pluralisme. Fatwa ini akan menjadi “panutan” atau acuan
bagi orang Islam di Indonesia dalam menanggapi permasalahan hidupnya,
terutama dalam menghadapi kehidupan beragama dengan agama dan penganut
lainnya.
3.2.2. Pertentangan dan Pembelaan akan Fatwa MUI tentang Pluralisme
Kemunculan fatwa MUI yang mengharamkan pluralisme itu menimbulkan
pertentangan dan pembelaan akan fatwa itu. Berbedaan pendapat akan fatwa MUI
tersebut dari kalangan muslim, membuat mereka seakan-akan terbelah pada
47
kelompok yang liberal dan non liberal. Kaum yang menentang fatwa MUI
tersebut seakan dicap pada poros liberal sedang yang setuju akan fatwa MUI itu
pada poros non liberal. Para penentang fatwa MUI itu diantaranya Ulil Abshar
Abdalla sebagai koordinator Jaringan Islam Liberal, penah menyampaikan kepada
majalah GATRA bahwa fatwa MUI tentang pengharaman pluralisme itu
menimbulkan dampak yan buruk bagi keberagaman Indonesia ini. Beliau
menegaskan bahwa fatwa MUI itu bukanlah hukum yang mengikat umat Islam.
jadi yang percaya boleh mengikutinya, yang tidak percaya boleh menolaknya atau
tidak mengikutinya.6 Ada lagi tokoh Islam diantaranya Syafii Anwar, Direktur
International Centre for Islam and Pluralism, menilai fatwa-fatwa MUI itu adalah
sebuah kemunduran yang luar biasa. “MUI hendaknya tidak menjadi polisi akidah
atau polisi iman bagi umat Islam di Indonesia,” kata Syafii, doctor alumnus
University of Melbourne.7
Sedangkan tokoh yang membela fatwa MUI itu antara lain dari dalam
MUI itu sendiri, dalam menghadapi gempuran yang bertubi-tubi melalui media
massa yang dilakukan terhadap MUI, seorang ketua MUI berujar tenang,
mengutip sebuah hadits Nabi saw: “Di antara umatku akan selalu ada sekelompok
orang yang menegakkan perintah Allah. Orang yang menentang tidak akan
membahayakan mereka.” (HR Ibnu Majah). Artinya disini MUI menempatkan
pada posisi yang menegakkan perintah Allah.8
Tokoh lain yang setuju dengan fatwa haram pluralisme oleh MUI adalah
Dr. Anis Malik Thoha, pakar masalah Pluralisme Agama, yang juga Rois Syuriah
6
GATRA 06 Agustus 2005 diambil dari www.hidayatullah.com...diakses tanggal 13
Januari 2017.
7
Ibid.
8
Ibid.
48
NU Cabang Istimewa Malaysia, dengan tegas menyatakan, bahwa Pluralisme
Agama adalah sebuah agama baru, yang tidak toleran terhadap agama lain. Beliau
melihat bahwa para tokoh yang pro pada pluralisme tidak jujur dalam
mendefinisikan pluralisme itu. Menurut beliau ada unsur manipulasi atau
ketidaktahuan. Syafii Anwar, misalnya, menyatakan, bahwa pluralisme bukanlah
menyamakan semua agama, melainkan lebih pada mutal respect, saling
menghormati. Ulil menyatakan, pluralisme artinya sikap positif dalam
menghadapi perbedaan, yakni sikap ingin belajar dari yang lain yang berbeda.
Selanjutnya menurut beliau kaum pluralis menjunjung toleransi, justru mereka
yang tidak toleran karena menganggap pendapat merekalah yang benar. Dan juga
yang penting adanya pemaksaan budaya barat yang harus diterapkan pada belahan
bumi yang lain. 9
MUI mendefinsikan Pluralisme Agama (PA) sebagai: “Pluralisme agama
adalah suatu paham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah sama dan
karenanya kebenaran setiap agama adalah relatif; oleh sebab itu, setiap pemeluk
agama tidak boleh mengklaim bahwa hanya agamanya saja yang benar sedangkan
agama yang lain salah. Pluralisme juga mengajarkan bahwa semua pemeluk
agama akan masuk dan hidup berdampingan di surga.”
3.3. Pondok Pesantren
Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan tradisional asli
Indonesia, yang munculnya bersamaan dengan misi dakwah Islam di kepulauan
Melayu – Nusantara sekitar abad 13 dan ada pendapat lain sekitar abad 14. Dan
jika kita telusuri perjalanan sejarah pendidikan di Indonesia jauh kemasa lampau,
9
Ibid.
49
akan sampai pada penemuan sejarah, bahwa pondok pesantren adalah salah satu
bentuk peradaban Indonesia yang dibangun sebagai institusi pendidikan
keagamaan yang bercorak tradisional, lebih unik dan “Indigenous Culture” atau
bentuk kebudayaan asli Indonesia.
Keaslian maupun keunikan pondok pesantren tampak dalam perawatan
dan pelestarian tradisi dan ritual keagamaan yang senantiasa dicoba dipertahankan
sebagai upaya melestarikan khasanah Islam warisan ulama abad pertengahan.
Pondok Pesantren pada dasarnya merupakan lembaga pendidikan yang mendalami
dan mengkaji berbagai ajaran dan ilmu pengetahuan agama Islam, dan
kebanyakan di pondok pesantren mengkaji masalah “kitab- kitab kuning”atau
kitab-kitab klasik, akan tetapi di masa sekarang sudah harus dituntut untuk
mengkaji buku-buku modern agar bisa menyesuaikan dengan perkembangan
zaman.
Selanjutnya apabila ditinjau dari segi proses pembudayaan, maka
sekurang-kurangnya
terdapat
dua
alasan
yang
menyebabkan
mengapa
perkembangan agama Islam di Indonesia amat tergantung pada lembaga
pendidikan pondok pesantren. Pertama, karena nilai ajaran agama itu sendiri sah,
bersifat legal dan terbuka bagi setiap orang, serta tersusun dalam naskah tulisan
yang jelas. Kedua. Karena pada masa itu tidak ada lembaga sosial lainnya dalam
penyebaran agama Islam di Indonesia yang lebih efektif dalam melaksanakan
fungsinya.10
Pondok pesantren dahulu adalah salah satu bentuk lembaga pendidikan
dan keagamaan di daerah pedesaan yang belum banyak diketahui. Sedikit sekali
10
Abdul Rahman Shaleh, Pendidikan Agama dan Kegamaan, Visi, Misi dan Aksi
(Jakarta, PT Gemawindu Pancaperkasa, 2000), 222.
50
studi apalagi penelitian lapangan yang telah dilakukan dan atau telah disiarkan.11
Sebagaimana yang disampaikan oleh Dawam Rahardjo tentang dunia pesantren.
Dunia pesantren, dalam gambaran total, memperlihatkan dirinya seperti
sebuah parameter, suatu fakor yang secara tebal mewarnai kehidupan
kelompok masyarakat luas, tetapi dirinya sendiri tak kunjung berubah dan
bagaikan tak tersentuh dinamika perkembangan masyarakat sekelilingnya
– setidak-tidaknya jika orang membayangkan perubahan pada dirinya,
maka perubahan itu hanya dapat dipahami dalam skala panjang. Sudah
tentu tidak ada sesuatu gejala sosial di dunia ini yang selalu tetap dan tidak
berubah. Begitu juga halnya dunia pesantren. Namun gambaran
masyarakat umum adalah bahwa pesantren merupakan suatu pribadi yang
sukar diajak berbicara mengenai perubahan, sulit dipahami pandangan
dunianya dan karena itu orang juga enggan membicarakannya. Kemudian,
orang yang merasa dirinya punya kuasa atau mempunyai pengaruh,
berusaha untuk menggalakkan perhatian umum mengenai lembaga yang
didiamkan dalam “cagar masyarakat” itu. Alhasil, masyarakat umumnya
memandang dunia pesantren hampir-hampir sebagai lambang
keterbelakangan dan ketertutupan.12
Demikianlah, bahwa pondok pesantren yang dahulu menjadi lembaga
pendidikan yang terbelakang, tidak diperhatikan, namun sekarang ini mengalami
perubahan yang cukup besar. Pondok pesantren mulai dipopulerkan oleh banyak
kalangan dan mengalami banyak perkembangan, baik itu jumlah, fisik dan
pemikiran di dalamnya. Sehingga pondok pesantren mengalami perkembangan
yang signifikan dan mendapat perhatian yang besar dari pemerintah. Bahkan juga
dalam hal politik, bagaimana pondok pesantren menjadi tempat kunjungan politik
bagi calon penguasa daerah atau bahkan skala nasional. Pesantren menjadi
kekuatan yang diperhitungkan karena mempunyai basis massa yang banyak dan
loyal pada pemimpinnya atau seorang kyai.
11
Sudjoko Prasodjo dkk, Profil Pesantren: Laporan Hasil Penelitian Pesantren Al-Falak
dan Delapan pesantren Lain di Bogor (Jakarta: Repro International, 1975), 1.
12
Dawam Rahardjo (Editor), Pesantren dan Pembaharuan (Jakarta: LP3ES, 1974), 1.
51
Dalam perkembangannya, pondok pesantren dikenal dengan istilah
pondok pesantren tradisional dan juga pondok pesantren modern. Pondok
pesantren tradisional adalah pondok pesantren yang biasa mengajarkan “kitab
kuning”, sedangkan pondok modern sudah mulai mengemas pendidikannya
dengan lebih modern termasuk sistem asramanya. Gambaran fisik tingkatantingkatan pesantren:
a. Pola I
Pesantren
ini
kyaimempergunakan
masih
masjid
bersifat
atau
sangat
rumahnya
sederhana,
sendiri
untuk
dimana
tempat
mengajar. Dalam pola ini santri hanya datang dari daerah sekitar
pesantren itu sendiri, namun mereka telah mempelajari ilmu agama secara
kuntinyu dan sistematis. Pesantren hanya terdiri dari rumah kyaidan
masjid.
b. Pola II
Dalam pola ini pesantren telah memiliki pondok atau asrama yang
disediakan bagi para santri yang datang dari daerah lain. Sehingga
pesantren terdiri dari rumah kyai, masjid dan pondok.
c. Pola III
Pesantren ini telah memakai sistem klasikal, dimana sntri yang mondok
mendapat pendidikan madrasah. Ada kalanya murid madrasah ini
datang
dari daerah pesantren itu sendiri. Pengajar madrasah biasanya
disebut guru agama atau ustadz. Pada pola ini elemen pesantren bertambah
menjadi rumah kyai, masjid, pondok dan madrasah.
52
d. Pola IV
Disamping ada madrasah, terdapat pula tempat – tempat untuk latihan
ketrampilan, misal : peternakan, kerajinan rakyat, koprasi, sawah,
ladang
dsb. Sehingga dari rumah kyai, masjid, pondok dan madrasah
ditambah dengan adanya tempat ketrampilan.
e. Pola V
Dalam pola ini pesantren merupakan pesantren yang telah berkembang dan
bisa disebut “pesantren modern”. Disamping bangunan - bangunan yang
disebutkan itu, mungkin terdapat pula bangunan - bangunan lain seperti:
perpustakaan, dapur umum, ruang makan, kantor administrasi, toko, rumah
penginapan tamu ( orang tua murid dan tamu umum ), ruang operation
room, tempat olah raga dsb.
Pola-pola yang telah dijelaskan diatas adalah variasi berbagai pesantren
berdasarkan tingkat - tingkat perkembangannya.13
Pondok, masjid, santri, pengajaran kitab – kitab Islam klasik dan kyai
merupakan lima elemen dasar dari tradisi pesantren.14 Ini berarti bahwa
suatu lembaga pengajian yang telah berkembang hingga memiliki kelima
elemen tersebut, akan berubah statusnya menjadi pesantren.
13
Sudjoko Prasodjo dkk, Profil Pesantren: Laporan Hasil Penelitian Pesantren Al-Falak
dan Delapan pesantren Lain di Bogor (Jakarta: Repro International, 1975), 83-84.
14
Dhofier Zamakhsyari, Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup Kyai
(Jakarta: LP3ES, 1994), 44.
53
3.4. Gambaran Umum Pondok Pesantren Edi Mancoro15
3.4.1.
Letak Geografis Pondok pesantren Edi Mancoro
Pondok pesantren Edi Mancoro, terletak di wilayah kabupaten Semarang,
tepatnya di desa Bandungan, Gedangan, kecamatan Tuntang, kabupaten
Semarang. Walaupun dari luar daerah Salatiga, pesantren ini lebih akrab dengan
Salatiga, karena memang secara geografis lebih dekat dengan pusat pemerintahan
kota madya Salatiga. Gedangan ini termasuk wilayah yang cukup potensial secara
ekonomis karena penghasilan warganya disamping bersumber dari pertanian padi,
juga bersumber dari pertanian kering, cukup terkenal sebagai penghasil buahbuahan misalnya salak, duku dan lain-lain.
Pesantren ini berada di wilayah pinggiran kota Salatiga yaitu berada di
sebelah baratnya sekitar 4 kilometer. Keadaannya memang tidak terlalu ramai
tetapi dekat dengan kota Salatiga. Sehingga merupakan tempat strategis untuk
pendidikan termasuk pendidikan keagamaan pesantren. Jarak yang tidak jauh dari
pusat kota Salatiga yang merupakan sentral pendidikan formal, maka banyak
santri yang berminat untuk mendalami ilmu agama di pesantren ini, sebab
kebanyakan santri yang menetap adalah para pelajar di pendidikan formal, baik
dari kalangan mahasiswa ataupun pelajar bahkan banyak juga dari masyarakat
sekitar yang ikut menuntut ilmu di pesantren ini. Kondisi yang demikian sudah
barang tentu mempengaruhi proses belajar di pesantren ini, lebih jelasnya bisa
dilihat dalam pendidikan dan pengajaran pesantren.
15
Wawancara dengan salah satu pengasuh Pondok pesantren Edi Mancoro, 10 Desember
2016.
54
3.4.2.
Sejarah berdirinya pondok pesantren Edi Mancoro
Pondok pesantren Edi Mancoro termasuk pesantren salaf, bila mengacu
pada pendapat Dhofier tentang elemen dasar pesantren salaf.16 Elemen–elemen itu
adalah asrama tempat pemondokan santri, kyai, guru yang mengajar para santri,
kitab kuning sebagai kurikulum pendidikanya. Masjid sebagai sarana pengajian
dan peribadatan santri, disamping santri sendiri sebagai peserta didik. Munculnya
pesantren sendiri tidak terlepas dari kondisi obyektif masyarakat pada waktu itu,
dimana masyarakat setempat pada waktu itu masih alergi dengan beragam
aktifitas religius, sebaliknya mereka sangat akrab dengan kebiasaan-kebiasaan
buruk yang berkembang di masyarakat. Hal inilah yang mendorong tokoh
setempat untuk mendirikan pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan
keagamaan (Tafaqutifi Al Din) sebagai peredam yang bisa mengendalikan
kebiasaan-kebiasaan buruk masyarakat setempat.
Di bawah prakarsa bapak KH. Sholeh tokoh pendatang dari desa Pulutan
telah berhasil mendirikan sebuah masjid yang diberi nama Darussalam dengan
sebuah bangunan kecil sebagai tempat pemondokan bagi para santri yang akan
belajar kepadanya. Masjid ini didirikan di pinggiran desa, seakan terpisah dari
pemukiman warga pada waktu itu, walaupun sekarang sudah menyatu dengan
masyarakat, dan pendidikan yang diselenggaakanya pada saat itu masih
sederhana, belum sampai terbentuk semacam lembaga pendidikan tetapi terkesan
natural. Pendidikan keagamaan yang berpusat di Darussalam dan ditangani oleh
bapak kyai Sholeh hanya berlangsung hinggan tahun 70-an, sebab setelah beliau
16
Zamakhsyari Dhofiier, Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup Kyai
(Jakarta:LP3ES, 1994), 80.
55
meninggal tidak ada keturunanya langsung yang mau meneruskan perjuangannya
dan tidak ada tokoh lokal yang meneruskan misi dan perjuangannya.
Sepeninggal KH Sholeh maka proses pendidikan di Darussalam agak
tersendat, dalam masa kevakuman ini selang beberapa waktu, munculah kyai
Sukemi yang merupakan tokoh lokal yang diminta oleh masyarakat setempat dan
diharapkan mampu untuk meneruskan misi dan perjuangan pendidikan ini, dan
pendidikan pesantren ini dapat berjalan kembali seperti kepemimpinan kyai
Sholeh. Bersamaan itu pula, munculah KH. Mahfudz Ridwan, tokoh dari pulutan
yang merupakan alumni dari beberapa pesantren ternama sekaligus alumni dari
universitas di Baghdad. Beliau pernah berteman akrab dengan Gus Dur ketika
berada di Bagdad. Setelah kyai Sukemi meninggal, maka pendidikan Darussalam
diteruskan oleh KH. Mahfudz Ridwan. Menurut informasi wawancara, KH.
Mahfudz Ridwan inilah memberi warna tersendiri akan berkembangnya Pondok
Pesantren Edi Mancoro:
...Kepemimpinan pak Kyai Mahfudz luar biasa dengan keteladan dan
rasa sosialnya yang sangat tinggi, memberi teladan hidup bagi para
santri. Dari beliaulah pondok ini semakin berkembang dan semakin
dikenal banyak orang. Pertemuan dan pertemanan beliau dengan Gus
Dur juga memberi warna pondok pesantren ini.17
Pada tahun 1984 KH. Mahfudz Ridwan bersama beberapa tokoh lokal
lainnya seperti Matori Abdul Jalil mendirikan yayasan yang bernama Yayasan
Desaku Maju dengan catatan notaris nomor 14/1984. Yayasan ini merupakan
yayasan yang bergerak di bidang sosial yang mengemban misi dan tujuan
membantu pemerintah untuk meningkatkan
17
tingkat kesejahteraan masyarakat
Wawancara pengan pengasuh pondok pesantren, 10 Desember 2016
56
pedesaan dan mengembangkan swadaya serta sumber daya manusia khususnya
masyarakat pedesaan. Yayasan ini cukup familiar bagi warga Salatiga, karena
merupakan satu-satunya yayasan Islam yang bergerak di bidang kemasyarakatan
pada saat itu.
Pada awal tahun 1989 KH. Mahfud Ridwan mendirikan pesantren yang
lebih akrab
disebut Wisma Santri Edi Mancoro sebagai pusat pendidikan
masyarakat khususnya bagi masyarakat setempat sekaligus sebagai basecamp
berbagai kegiatan yayasan, hanya saja lokasinya berbeda dari lokasinya yang
terdahulu. Ini dikarenakan agar terhindar dari anggapan bahwa masjid dimonopoli
oleh pesantren sehingga masyarakat enggan untuk aktif dalam berbagai kegiatan
yang berpusat di masjid.
Sejak saat itu keadaan pesantren terus berkembang. Karena yayasan ini
dikenal sangat luas karena program-programnya yang telah berhasil membuat
perubahan yang sangat signifikan di Salatiga dan kabupaten Semarang khususnya
memecahkan permasalahan antar umat beragama, kemudian karakter pesantren
yang pluralis dan terbuka untuk siapa saja termasuk untuk orang non Islam oleh
karena itu nama pesantren ini sangat terkenal hingga luar negeri hingga banyak
kunjungan dari luar negeri dari berbagai negara hingga saat ini. Pada akhir tahun
2007 nama pondok pesantren Edi Mancoro telah resmi menggantikan nama
Wisma Santri Edi Mancoro karena aktifitas kemasyarakatan yang sudah mulai
melemah dan menjadi pesantren yang normatif tetapi masih tetap menjaga prinsip
pluralisme dan keterbukaan dengan orang non Islam sebagai bentuk terciptanya
konsep Islam adalah rohmatan lil’alamin (mengasihi seluruh alam).
57
3.4.3.
Sarana dan Fasilitas Pesantren
Pondok pesantren Edi Mancoro termasuk pesantren yang baru, bila
ditinjau dari usia kelahiranya yaitu pada tahun 1989, sehingga fasilitas dan
prasarananya yang tersediapun masih sederhana dan terbatas, tetapi keterbatasan
ini tidak menghambat proses pendidikan dan pengajaran sebagai nadi dan misi
pesantren. Adapun sarana dan prasarana yang tersedia di pesantren ini antara lain
adalah dua gedung putra putri. Letak gedung putra dan putri letaknya terpisah.
Ada juga dua aula pertemuan putra putri, aula ini digunakan sebagai tempat
berkegiatan bersama santri. Di sebelah barat pondok ada Masjid sebagai tempat
peribadatan yaitu tempat kegiatan ibadah bersama santri, pengasuh dan
masyarakat setempat.
Ada kantor pengurus yaitu tempat segala aktifitas pengurus dalam
mengadministrasi pondok dan pengelolaannya. Selain itu ada usaha pertokoan
koperasi diantaranya adalah mini market, bengkel motor, peternakan sapi,
digunakan sebagai tempat usaha, sekaligus tempat pelatihan para santri dalam
berwirausaha. Sebuah perpustakaan yaitu tempat buku dan pustaka yang
dibutuhkan santri untuk menimba pengetahuan melengkapi juga gedung dan
fasilitas pondok. Selain itu ada gedung pertemuan yang disewakan yaitu
digunakan sebagai gedung yang bisa digunakan atau disewa oleh masyarakat
setempat, misalnya untuk resepsi pernikahan, dan sebagainya.
3.4.4.
Keadaan para Pengasuh Pondok Pesantren atau Ustadz dan Santri
Selain KH. Mahfudz Ridwan para ustadz Pondok Pesanren Edi Mancoro
berasal dari masyarakat sekitar dan alumni yang mempunyai kepedulian terhadap
58
perkembangan pesantren serta para santri sendiri yang telah dianggap mampu
untuk mengajar dan berkompeten pada disiplin ilmu yang telah dikuasai.
Sedangkan para santri berasal dari banyak daerah diantaranya: Demak, Magelang,
Porwodadi, Pekalongan hingga Lampung dan Palembang. Mayoritas mereka
sekolah di IAIN Salatiga dan berbagai sekolah menengah seperti: MAN Salatiga,
MTS NU, SMK Kartika dan lain-lain. Jumlah santri saat ini adalah 189 santri
yang terbagi dalam kategori santri mukim yang artinya tinggal di pesantren dan
santri non mukim (santri ngalong) yang berasal dari masyarakat sekitar yang
datang ketika waktu kajian dilaksanakan.
Adapun tabel santri dan ustadz bisa dilihat dibawah ini:
Tabel 1
Perincian santri pondok pondok pesantren Edi Mancoro
No
Santri mukim
Santri non mukim
1
51
Santri putra
4
Santri putra
2
138
Santri putri
7
Santri putri
Jumlah
189 Santri
11 Santri
Sumber : Kantor pengurus.
Dari tabel terssebut di atas bisa dilihat keberadaan satri yang berjumlah 189 santri,
terdiri dari santri putra 4 orang dan 7 santri putri. Dengan demikian dominasi
santri putri kelihatan di sini.
59
Tabel 2
Santri dan tingkat pendidikan
No
Setingkat SMP
Setingkat SMA
Kuliah
Jumlah
1
1 anak putri
1 anak putri
136 anak putri
138
2
2 anak putra
5 anak putra
44 anak putra
51
3
189
Sumber: Kantor pengurus
Dari tabel tersebut di atas mayoritas dari para santri adalah mahasiswa yang
sedang kuliah di IAIN Salatiga, dengan jumlah 138 santri dan yang lain setingkat
SMP dan SMA.
Tabel 3
Ustadz atau ustadzah pondok pesantren Edi Mancoro 2016/2017
No
Nama
Jenis kelamin
1
M. Hanif, M.Hum
Lk
2
Rosyidah, Lc
Pr
3
K.H. Muh Zuhdi
Lk
4
Slamet Mulyono
Lk
5
K.H. Abdul Manaf
Lk
6
Makhasin
Lk
7
Tanwir
Lk
8
Mulyadi
Lk
9
Ali Nugraha, S.Ag
Lk
60
10
Sumarno, S.Ag
Lk
11
Sofari
Lk
12
Ahmad Adnan, S. Pd.I
Lk
13
Budi Santoso, S. Pd.I
Lk
14
Sukardi, M.Ag
Lk
15
Saechuddin
Lk
16
Imam Subekti
Lk
17
Tajudin Umroni, S.Pd.I
Lk
18
Umi Arifah, S. Pd.I
Pr
19
Taufiq Ashari, S. Pd.I
Lk
20
Habib Yusro, S. Pd
Lk
21
Alfiatu Rohmah
Pr
22
Chusnul Wardati
Pr
23
Siti Mu’asyaroh, S. Pd
Pr
24
AmaliaIsmayanti
Pr
25
Fauziyah Suci Nurani, S. Pd
Pr
26
Putri Rifa Anggraeni
Pr
27
Animatul Afiyah
Pr
28
Munhamiroh
Pr
29
Naila Rajikha
Pr
30
Faiqotul Himmah
Pr
Keterangan: Lk : laki-laki dan Pr : Perempuan
61
Sumber: Kantor pengurus
Dari data di atas kelihatan ada beberapa tingkatan pendidikan yang dimiliki oleh
para Ustad atau pengajar di pondok pesantren Edi Mancoro. Ada dua yang
Master, ada 10 orang yang berpendidikan S1 dan beberapa pengajar masih
mahasiswa senior di kampus IAIN dan pengajar karena pengalaman-pengalaman
yang dipunya. Dari sini memberi warna tersendiri dalam pengajaran di pondok
pesantren.
3.4.5. Pelaksanaan Pendidikan di Pesantren18
3.4.5.1. Kurikulum Pesantren
Sebagai lembaga pendidikan keagamaan, pondok pesantren Edi Mancoro
menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran keagamaan disamping mata kajian
yang bersifat umum. Pesantren ini mempunyai spesifikasi khusus untuk
mendalami ilmu- ilmu agama dengan dititik beratkan pada kemampuan membaca
dan menulis bahasa Arab dengan baik dan benar, maka pelajaran nahwu19,
shorof20dan halaqhoh21 mendapat perhatian prioritas. Disamping itu mata
pelajaran umum, ketrampilan menjadi kegiatan ektra yang terjadwal oleh
pengurus dengan menyesuaikan bakat dan minat santri. Dan juga ada kegiatan
yang bersifat insidentil antara lain : Seni baca Al-Qur’an, bahasa Arab, bahasa
Inggris, mengetik, administrasi baik keuangan maupun manajemen organisasi.
18
Wawancara dengan pengasuh pondok pesantren, 12 Desember 2016
Nahru adalah ilmu yang mempelajari perubahan akhir kata yang mempengaruhinya.
20
Shorof adalah ilmu yang mempelajari tentang perubahan makna yan diinginkan.
21
Halaqhoh kumpulan yang di dalamnya ada kajian
19
62
Tabel 4
Kurikulum pondok pesantren Edi mancoro
No
Pelajaran wajib
Extra kurikuler
1
Bahasa arab
Khitobiyah
2
Nahwu
Dhiba’an
3
Fiqh
Diskusi
4
Tadwid
Bedah buku
5
Hadist
Bedah film
6
Fasholatan
Rebana
7
Tareh nabi
Seni baca Al-Qur’an
8
Tauhid
9
Ahlak
Sumber: Kantor pengurus
Dari tabel di atas kelihatan akan kurikulum yang diajarkan kepada para santri di
pondok pesantren Edi Mancoro tentang pelajaran yang wajib diikuti dan pelajaran
ekstra kurikuler.
3.4.5.2. Sistem Pendidikan
Sistem pendidikan di pesantren ini mengalami banyak perubahan dalam
rangka menuju kesempurnaannya. Sistem pendidikan yang diterapkan adalah
sistem klasikal (bandongan) dimana seorang kyai atau ustadz membacakan dan
63
menjelaskan isi ajaran atau kitab kuning22, sementara santri atau murid
mendengarkan memaknai dan menerima. Santri diwajibkan mengikuti setiap mata
pelajaran yang dikaji sebagaimana tertera dalam jadwal, dengan batas waktu yang
telah ditetapkan untuk menjembatani permasalahan santri baru agar dapat
menyesuaikan diri dengan kelas yang ada, maka dilaksanakan tes penempatan
kelas sehingga diharapkan mereka dapat segera mengikuti pelajaran yang
diselenggarakan. Dalam penyajian mata pelajaran yang berbasis kitab-kitab
kuning digunakan sistem bandongan atau berkelompok, dan ada mata pelajaran
tertentu yang harus disajikan dengan sistem individual (sorogan). Akan tetapi
sistem bandongan lebih dominan dipergunakan. Hal ini dilatar belakangi , bahwa
mayoritas santri
yang belajar adalah mahasiswa dan pelajar tingkat SLTA.
Sehingga kemandirian belajar lebih teruji, disamping itu efektifitas waktu yang
tersedia bagi dewan asatidz atau dewan pengajar.
Adapun mata pelajaran yang menjadi kajian wajib bagi santri adalah :
A. Kelas khos (khusus), kelas awal.
Mata pelajaranya sebagai berikut :
No
Mata pelajaran
Keterangan
1.
Bahasa Arab
Bahasa Arab 1
2.
Fiqh23
Mabadi’ Fiqhiyah 1
3.
Tajwid24
Sifaul Jinan
22
Kitab kuning adalah kitab berwarna kuning tidak berjilid/lembaran-lembaran yang
mempelajari pelajaran klasikal
23
Fiqh adalah ilmu yang mempelajari tentang hukum-hukum Islam yang diambil dengan
dalil-dalil terperinci.
24
Tajwid ialah ilmu yang mempelajari tentang tata cara membaca Al-Qur’an.
64
4.
Fasholatan25
Fasholatan
5.
Akhlaq
Akhlaqul banin 1
6.
Hadist26
Kumpulan hadist
mutafaqun ‘alaih
7.
Tauhid27
Aqidatul awam
8.
Tarikh28
kholasoh 1
Sumber : Kantor pengurus
Dari tabel di atas dijelaskan pada kelas khos (khusus) ini yang diajarkan
ada 8 hal yang berada di sebalah kiri, dan di sebalah kanan lebih kepada
tingkatan yang akan diajarkan.
B. Kelas Awaliyah (awal)
Mata pelajaranya sebagai berkut:
No
25
26
Mata pelajaran
1.
Hadist
Arbain Nawawi
2.
Fiqh
Safinah
3.
Tarikh
Kholasoh 2
4.
Shorof
Amstilatut Tasrifiyah
5.
Nahwu
Jurumiyah
Fasholatan yaitu ilmu yang mempelajari tata cara sholat.
Hadist yaitu segala sesuatu yang disandarkan oleh nabi baik perkataan, perbuatan atau
ketetapan.
27
28
Keterangan
Tauhid yaitu keyakinan keesaan Tuhan.
Tarikh ialah cerita sejarah Rosul.
65
6.
Tajwid
Tuhfatul Atfal
7.
Tauhid
Jauharul Kalamiyah
8.
Akhlaq
Jauharul Kalamiyah
9.
Bahasa arab
Durusul Lughoh 1
Sumber: Kantor pengurus
Dari tabel tersebut kelihatan mata pelajaran yang diajarkan kepada
santri di kelas awal sama dengan pada kelas khusus, namun
tingkatannya yang tidak sama, disesuaikan dengan tingkatan kelas
yang ada.
C. Kelas wustho (pertengahan)
Mata pelajaranya sebagai berikut:
No
Mata pelajaran
Keterangan
1.
Hadist
Mustholahatul Hadist
2.
Fiqh
Fathul Qorib
3.
Shorof
Maqshud
4.
Nahwu
‘Imriti
5.
Tauhid
Kifayatul ‘Awam
6.
Akhlaq
Ta’limul Muta’alim
7.
Bahasa arab
Durusul Lughoh 2
Sumber: Kantor pengurus
66
Dari tabel di atas kelihatan ada beberapa pelajaran yang tidak
diajarkan, namun tingkatan masing-masing pelajaran meningkat
lagi.
D. Kelas ulya (paling tinggi)
Mata pelajaranya sebagai berikut
No
Mata pelajaran
Keterangan
1.
Hadist
Mustholahatul hadits
2.
Fiqh
Fatqul Qorib
3.
Ulumul hadist29
Bulughul Maram
4.
Ushul fiqih30
Mabadiul Awaliyah
5.
Nahwu
Amsilati
6.
Tajwid
Tuhfatul Atfal
7.
Tauhid
Husunul Hamidiyah
8.
Akhlaq
Bidayatul hidayah
9.
Bahasa arab
Qiro’ah roshidah
Sumber: Kantor pengurus
Dari tabel di atas kelihatan ada mata pelajaran yang tidak diajarkan
lagi, namun ada dua mata pelajaran baru dan tentu saja tingkatan
masing-masing pelajaran meningkat lagi.
29
30
Ulumul hadist adalah ilmu yang mempelajari hadist
Ushul fiqih ialah ilmu yang mempelajari dasar-dasar hukum
67
3.4.5.3. Kegiatan Pendidikan Lain di Luar Kurikulum
Selain dari pada kurikulum yang dilakukan secara resmi, para santri ini
mendapatkan pelajara secara tidak langsung, misalnya dari hidup para pengasuh
dan kyaiyang ada. Sebagaimana yang dipahami oleh para santri dalam NU, bahwa
mereka hidup meneladani para ulama (guru) mereka. Ulamalah menjadi panutan
hidup mereka, karena ulama telah mengetahui dan mempuunyai ilmu serta
pengetahuan yang luas sehingga disebut sebagai ulama.
Pondok pesantren Edi Mancoro sering dipakai sebagai tempat berkegiatan
dari berbagai macam agama atau lintas agama. Ada kegiatan diskusi bersama
dengan agama lain yang dijadikan kegiatan tahunan setiap bulan Ramadhan oleh
pondok pesantren Edi mancoro ini. Diskusi itu diikuti oleh tokoh-tokoh lintas
agama dari seputaran Salatiga.
Selain dari pada itu, pondok pesantren Edi Mancoro ini juga dijadikan
kegiatan tahunan yang dilakukan sebagai tempat praktek atau live in dari sekolahsekolah Kristen untuk mengenal Islam. Diantaranya adalah Fakultas Teologi
UKSW. Fakultas teologi pada tahun pertama mereka masuk ke UKSW, selalu
mengadakan kegiatan live in di pondok pesantren Edi Mancoro. Beberapa
kunjungan dan live in juga dilakukan oleh sekolah-sekolah, gereja-gereja ataupun
kegiatan penggiat lintas agama. Diantaranya ada sekolah Katolik seminari dari
Magelang, SMA Loyola dari Semarang. Kunjungan bahkan dari dalam negeri
saja, namun juga berasal dari luar negeri, ada kunjungan pendeta-pendeta Jerman,
kunjungan kegiatan lintas agama dari Norwegia, Uni Emirat Arab, Australia,
Inggris. Dari berbagai kegiatan dan kunjungan live in itu, mereka hidup bersama,
68
melakukan kegiatan bersama-sama. Sehingga mereka bisa saling belajar satu
dengan yang lainnya. Pondok pesantren Edi Mancoro juga dijadikan base camp /
kantor kesekretariatan ke dua dari gerakan forum agamawan muda lintas agama di
Salatiga dengan nama FAMILI, yang diketuai oleh salah satu pengasuh pondok
yaitu M. Hanif, M.Hum.
3.4.6. Seputaran Santri Pondok Pesantren
Etimologi kata “santri” tidak mudah untuk dilacak. Sudah ada penelitian
dari peneliti tentang kata “santri” namun tetap masih dapat diperdebatkan tentang
etimologi kata “santri” tersebut. Ada yang mengaitkannya dengan bahasa melayu
“santeri”. Robson meyakini itu diturunkan dari bahasa jawa, dan menyebut kata
sanskerta “sastri” yang maknanya sama dengan kata “sattiri” dalam bahasa
Tamil artinya “terpelajar”.31 Juga ada dugaan kuat istilah “santri” berasal dari kata
“tjantrik” (baca cantrik) yang dalam bahasa jawa kuno menunjuk pada “abdining
pandita kang ngiras dadi moerid” (abdi pendeta Hindu atau Budha yang
sekaligus menjadi muridnya).32
Untuk menjadi santri di pondok pesantren Edi Mancoro tidak persyaratan
khusus. Namun bukan berarti sembarang orang bisa masuk menjadi santri di
pondok. Paling tidak ada keseriusan untuk menimba ilmu di dalam pondok dan
mau mengikuti peraturan-peraturan yang ada. Demikian kata pengurus:
Tidak ada persyaratan khusus untuk menjadi santri, artinya ada batasan yang
sangat berat seperti ujian-ujian dan wawancara. Namun yang jelas kami
ingin melihat mereka yang ingin jadi santri harus setia dan rajin dalam
31
J. Mardimin, Perlawanan Politik Santri: Kajian tentang Pudarnya Kewibawaan dan
Pengaruh Kyai, Perlawanan Politik Santri, serta Dampaknya bagi Perkembangan Partai-partai
Politik Islam di Pekalongan (Salatiga, Satya wacana Press, 2016), 64.
32
Ibid.
69
pengajian dan menimba ilmu di pondok ini. Ujian yang ada untuk
menentukan santri masuk dalam kelasa apa nantinya.33
Meski tidak ada persyaratan yang tertulis, ada persyaratan yang tidak tertulis,
yaitu paling tidak santri memiliki persyaratan sebagai berikut:
-
Memiliki kecerdasan. Maksudnya santri dapat memperoleh ilmu apabila
dapat berpikir dengan baik, bukan keterbelakangan mental/idiot, yang
dapat menghalangi ilmu sampai pada fikiranya;
-
Memiliki sifat haus dengan ilmu. Seorang santri harus selalu merasa
kurang dengan ilmu yang diperoleh sehingga selalu berusaha ingin
mencari jalan dengan memanfaatkan segala sesuatu yang dapat menambah
ilmunya;
-
Memiliki kesabaran dalam menuntut ilmu. Selama menjadi santri harus
bersabar dengan cobaan-cobaan yang pasti hadir silih berganti untuk
menguji keimanan dan mental. Misalnya, menghadapi persahabatan,
mentaati peraturan, menjaga disiplin bersama, tepat waktu dalam mengaji
dan lain-lain. Semua itu memerlukan kesabaran, untuk itulah ajarilah
dirimu untuk memiliki sifat sabar.
-
Memiliki perbekalan. Perbekalan diperlukan untuk kepentingan santri
pribadi ataupun untuk kepentingan lembaga yang mengelola pendidikan.
Karena pada hakekatnya biaya adalah tanggung jawab santri.
Santri dan pesantren merupakan subkultur Islam Indonesia dan menjadi
penjaga keilmuan dan intelektual Islam yang berbasal dari sumber aslinya yaitu
Al-Quran dan Hadits. Santri juga memiliki perilaku, etika dan akhlak yang khas
33
Wawancara dengan pengurus Pondok Pesantren edi Mancoro 12 Desember 2016
70
yang berlandaskan pada 3 nilai dasar yaitu syariah Islam, nilai universal dan etika
lokal. Perilaku santri harus sesuai dengan syariah Islam. Dalam pembacaan Etika
di lingkungan pondok pesantren Edi Mancoro lebih mengedepankan beberapa
bagian diantaranya ada cara berinteraksi dengan kyai, orang tua, Ustadz adalah
memakai bahasa yang santun, berbicara dengan posisi kepala agak menunduk,
menunjukkan rasa hormat pada mereka. Mencium tangan saat bersalaman dan
sebagainya.
Adapun cara berinteraksi dengan teman sebaya pun tidak sembarangan
untuk menunjukkan rasa hormat dan menghargai. Seperti bersikap empati kepada
teman yang memiliki kekurang fisik atau otak dengan tidak menyebutkan
kekurangan tersebut baik dengan niat bercanda atau malah menghina, meminta
maaf apabila melakukan kesalahan, penuh perhatian saat mendengarkan teman
berbicara dengan melihat pada bola mata si pembicara dan tidak mengalihkan
pandangan pada obyek lain, dan sebagainya. Demikian juga jika berbicara dengan
lain jenis, atau antara laki-laki dan perempuan, seperti bersikap santun baik dalam
kata-kata maupun dalam sikap, berbicara seperlunya sesuai tujuan, hindari
bercanda apalagi mengarah ke konotasi negatif, tidak memandang ke anggota
tubuh manapun selain bola mata, dan sebagainya.
Setelah lulus/perspektif masa depannya dari santri ada yang sering
mengatakan masa depan suram dari santri setelah keluar pondok. Namun
pengasuh dan ustadz pondok pesantren Edi Mancoro sudah mengantisipasi itu
dengan memberi ketrampilan atau keahlian khusus pada para santri, sehingga
suatu saat mereka siap terjun ke masyarakat. Ada yang sesuatu yang menarik juga
71
yaitu orang tua yang memasukkan anaknya ke pondok pesantren karena anaknya
nakal di luar sehingga dimasukkan pondok biar bertobat menjadi anak yang baik.
Selain itu ada yang biasanya menjadi santri di pondok pesantren untuk di
kemudian hari bisa mendirikan pondok sendiri dan menjadi seorang kyai, namun
yang utama tujuan pondok pesantren ini menciptakan seorang kyai pendamping
masyarakat. Sebagaimana kata seorang santri:
Kami tidak diciptakan terutama untuk menjadi seorang kyai yang
mendirikan pondok sendiri. Karena itu hal yang sangat sulit, tidak semua
orang bisa melakukan itu. Namun kami disiapkan lebih kepada menjadi kyai
pendamping masyarakat, artinya seorang masyarakat umum yang mengerti
masalah agama dan bisa mendampingi masyarakat nanti dimana kami hidup
nantinya sebagai pengabdian kami pada masyarakat.34
Adapun tata tertib yang ada dalam pondok peantren Edi Mancoro, yang
terdiri dari kewajiban santri dan juga larangan serta ijin yanng boleh diterima
selama melakukan pendidikan di pondok pesantren. Kewajiban itu antara lain
wajib mengikuti semua kajian dan kegiatan sesuai jadwal yang telah ditetapkan,
wajib sholat berjamaah magrib dan subuh, magrib di Masjid dan subuh di aula
atas, wajib setiap hari menjaga kebersihan kamar masing-masing, wajib menjaga
kebersihan lingkungan (piket sesuai jadwal yang telah ditentukan) dan khusus
Ahad wajid Ro’an bersama, wajib berpakaian sopan didalam maupun diluar
pondok, melunasi syahriyah paling lambat tanggal 15 untuk setiap bulan, ziarah
ke makam KH.M.Sholeh pada jumat pagi, dan ke makam K.H.Ridwan pada kamis
sore satu bulan satu kali minggu terakhir, menghormati semua masyarakat pondok
dan luar ponok, hidup bermasyarakat dengan baik, 3S (senyum, salam, sapa),
34
Wawancara dengan seorang santri, 11 Januari 2017
72
wajib menjaga stabilitas dan nama baik Almamater (di dalam maupun di luar
pondok), semua santri wajib mendukung dan mentaati tata tertib.
Sedangkan larangan yang tidak boleh dilakukan dari para santri pondok
pesantren Edi Mancoro antara lain dilarang merusak fasilitas pondok, dilarang
membuat gaduh diatas jam 23.00 WIB, dilarang menggunakan celana pendek di
dalam maupun luar pondok, dilarang mencuci pakaian di kamar mandi maupun di
sumur belakang pondok, dilarang merokok di dalam kamar pelajar. Sedangkan
ijin yang boleh dilakukan oleh para santri selama berada di pondok pesantren
adalah ijin pulang diperkenankan 1 bulan sekali waktunya 3 hari 2 malam.
3.5.
Sikap Santri dan Pluralisme
3.5.1.
Pengertian Sikap
Banyak ahli menjelaskan tentang definisi dari sikap. Diantara banyak ahli
tersebut ada salah satunya bernama Thurstone, yang memberi pengertian sikap itu
adalah sebagai suatu tingkatan efek baik itu positif maupun negatif dalam
berhubungan dengan obyek-obyek psikologi. Efek positif adalah efek senang,
yang dengan demikian menunjukkan sikap setuju atau menerima pada sesuatu
yang perlu disikapi. Sedangkan efek negatif merupakan kebalikannya yaitu sikap
menolak, menentang atau tidak senang.35 Sikap merupakan unsur yang penting
dalam kehidupan bersama atau seseorang. Dengan mengetahui sikap seseorang
atau kelompok masyarakat, makan memberi corak dalam menentukan tingkah
laku seseorang atau kelompok masyarakat itu dalam kehidupan bersama.
35
Abu Ahmadi, Psikologi Belajar (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), 163.
73
Sudijono Sastroadmojo melihat sikap merupakan reaksi terhadap objek
lingkungan sebagai suatu penghayatan terhadap objek tersebut. Sikap belum
berarti sebuah tindakan yang nyata, namun lebih kepada kecenderungan. Dari
sikap tersebut bisa dilihat atau ditentukan perbuatan akan obyek yang dimaksud.36
Sikap seseorang atau pun kelompok bisa berubah, artinya sikap seseorang
atau kelompok itu tidak selamannya selalu tetap atau tidak pernah berubah. Jadi
sikap itu bisa berubah yang dipegaruhi oleh faktor-faktor internal dan juga
eksternal. Faktor internal adalah faktor yang terdapat dalam pribadi manusia itu
sendiri. Faktor ini berupa selecitivity atau daya pilih seseorang untuk menerima
dan mengolah pengaruh-pengaruh yang datang dari luar. Sedangkan faktor
eksternal adalah faktor yang terdapat diluar pribadi manusia. Faktor eksternal ini
berupa interaksi sosial diluar kelompok misalnya : interaksi antara manusia yang
dengan hasil kebudayaan manusia yang sampai padanya melalui alat-alat
komunikasi seperti: surat kabar, radio, televisi, majalah dan lain sebagainya.37
3.5.2. Sikap Santri Pondok Pesantren Edi Mancoro Terhadap Pluralisme di
Indonesia
3.5.2.1. Santri Pondok Pesantren Edi Mancoro dan Pluralisme
Sebagaimana ditulis di atas bahwa pluralisme adalah keniscayaan di
Indonesia ini. Berbagai ragam kemajemukan dan perbedaan ada di Indonesia.
Menurut penulis ini biasa menjadi suatu hal yang positif, artinya membawa
kebaikan jika dikelola dengan baik, namun juga negatif jika hanya penengahkan
perbedaan saja, sehingga rawan terjadinya konflik dan bahkan disintegrasi bangsa.
36
37
Sudjono Sastroatmodjo, Perilaku Politik (Semarang: IKIP, 1995), 4.
Abu Ahmadi, Psikologi Belajar (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), 178.
74
Para santri menyadari bahwa pluralisme di Indonesia ini adalah fitrah
(Tuhan yang telah menakdirkannya), sehingga mau tidak mau harus menerima
perbedaan tersebut. Dengan perbedaan bisa saling mengenal, belajar dan semakin
memperkaya warna kehidupan. Untuk kemajemukan dan perbedaan suku, ratarata para santri bisa menerima perbedaan itu dengan senang hati, selama kita bisa
hidup bersama dalam koridor kesepakatan kehidupan yang baik, kalau dalam
berbangsa dan bernegara maka dasar kehidupan bersama adalah Pancasila dan
UUD 1945. Sebagaimana beberapa pendapat dari santri dalam wawancara:
Perbedaaan itu sesuatu yang memang takdir Tuhan, artinya memang tidak
bisa dipungkiri keberadaan perbedaan itu. Dengan berbeda kita bisa saling
belajar, saling melengkapi. Kita biasanya gampang menerima perbedaan
suku, namun agak berat dalam menerima perbedaan antar agama. 38
Penerimaan akan perbedaan suku itu akan lain ketika menyangkut
perbedaan keyakinan atau agama. Dalam hal pluralisme agama, tidak semua
penduduk Indonesia bisa menerima perbedaan itu. Ada yang jelas-jelas tidak mau
mengenal, bahkan kalau bisa menolak kehadiran perbedaan agama di suatu daerah
tertentu, ada yang menjaga jarak, tetapi juga ada yang akrab dan biasa saja.
Bahkan dalam sebuah keluarga, sudah bisa menerima perbedaan suku, namun
akan berbeda jika berbeda agama atau keyakinannya.
Para santri rata-rata belum mempunyai banyak pengalaman hidup bersama
dengan orang yang mempunyai agama atau keyakinan yang berbeda. Dan juga
ada yang baru hidup bersama dengan lain agama justru ketika dalam pergaulan di
pondok pesantren Edi Mancoro, karena kegiatan pondok tersebut. Dengan saling
mengenal dan pernah hidup bersama, santri akhir bisa menerima pluralisme
38
Wawancara dengan santri 12 Desember 2016.
75
agama yang ada di Indonesia ini, dan bahkan sampai sekarang mereka bisa masih
berhubungan atau berteman dengan orang yang berbeda agama. Sebagaimana
hasil wawancara:
Saya tidak biasa hidup bersama dengan yang berbeda, terutama berbeda
agama, bahkan kata orang tua tidak usah bergaul dengan mereka malah
menimbulkan masalah dan bisa mengganggu imanmu. Namun setelah ada di
pondok ini semua padangan saya berubah, ternyata mengasyikan bergaul
dengan yang berbeda itu, termasuk yang berbeda agama, dan bahkan sampai
saat ini kami masih saling berhubungan/komunikasi.39
3.5.2.2. Santri Pondok Pesantren Edi Mancoro dan Kyai atau Pengasuh
Pondok Pesantren
Para santri pondok pesantren mempunyai hubungan erat dengan para kyai
atau pengasuh mereka. Para kyai atau pengasuh menjadi teladan hidup bagi para
santri. Beliau-beliau menjadi tokoh idola para santri dalam meng
Sikap Santri Pondok Pesantren Edi Mancoro
terhadap Pluralisme di Indonesia
3.1. Pendahuluan
Persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia ini harus dijaga dan diperjuangan
oleh seluruh masyarakat Indonesia yang majemuk ini. Untuk itu paham
pluralisme sangat diperlukan dalam menjaga keragaman tersebut. Diantara
banyak golongan masyarakat, menurut penulis, umat Islam yang mayoritas di
Indonesia ini mempunyai peranan yang penting dalam memperjuangkan
pluralisme. Salah satu dalam memperjuangkan dan melanggengkan pluralisme
dan toleransi antar umat adalah dengan cara pendidikan atau edukasi umatnya
masing-masing agama yang ada di Indonesia ini.
Pondok pesantren adalah salah satu cara yang dipakai agama Islam dalam
memberikan pendidikan pada umat Islam, khususnya dalam NU (Nahdlatul
Ulama). Melalui pondok pesantren inilah umat Islam bisa banyak belajar tentang
agama dan juga yang lainnya. Pada bab ini penulis akan menyajikan hasil
peneletian tentang pondok pesantren Edi Mancoro sebagai tempat belajar umat
Islam dan mendidik santrinya agar siap terjun dalam kehidupann bermasyakat,
berbangsa dan bernegara.
3.2. Diskursus Pluralisme Agama di Indonesia
3.2.1. MUI (Majelis Ulama Indonesia) dan Fatwa MUI
Negara merestui pembentukan MUI, yang menghimpun para ulama dan
cendekiawan muslim Indonesia untuk menyatukan gerak dan langkah-langkah
42
umat Islam Indonesia dalam mewujudkan cita-cita bersama. Majelis Ulama
Indonesia berdiri pada tanggal 26 Juli 1975 di Jakarta, sebagai hasil dari
pertemuan atau musyawarah para ulama dan cendekiawan Muslim yang datang
dari berbagai penjuru tanah air. Pertemuan itu antara lain meliputi 26 orang ulama
yang mewakili 26 Propinsi di Indonesia, dihasilkan adalah sebuah kesepakatan
untuk membentuk wadah tempat bermusyawarahnya para ulama dan cendekiawan
Muslim, yang tertuang dalam sebuah “PIAGAM BERDIRINYA MUI”, yang
ditandatangani oleh seluruh peserta musyawarah yang kemudian disebut
Musyawarah Nasional Ulama I. Momentum berdirinya MUI bertepatan ketika
bangsa Indonesia tengah berada pada fase kebangkitan kembali, setelah 30 tahun
merdeka, di mana energi bangsa telah banyak terserap dalam perjuangan politik
kelompok dan kurang peduli terhadap masalah kesejahteraan rohani umat.1
Ulama Indonesia menyadari sepenuhnya bahwa mereka adalah pewaris
tugas-tugas para Nabi (Warasatul Anbiya). Maka mereka terpanggil untuk
berperan aktif dalam membangun masyarakat melalui wadah MUI, seperti yang
pernah dilakukan oleh para ulama pada zaman penjajahan dan perjuangan
kemerdekaan. Di sisi lain umat Islam Indonesia menghadapi tantangan global
yang sangat berat. Kemajuan sains dan teknologi yang dapat menggoyahkan batas
etika dan moral, serta budaya global yang didominasi Barat, serta pendewaan
kebendaan dan pendewaan hawa nafsu yang dapat melunturkan aspek religiusitas
masyarakat serta meremehkan peran agama dalam kehidupan umat manusia.2
1
http://mui.or.id/index.php/2009/05/08/profil-mui/ …… diakses tanggal 28 November
2
Ibid
2016.
43
Selain itu kemajuan dan keragaman umat Islam Indonesia dalam alam
pikiran keagamaan, organisasi sosial dan kecenderungan aliran dan aspirasi
politik, sering mendatangkan kelemahan dan bahkan dapat menjadi sumber
pertentangan di kalangan umat Islam sendiri. Akibatnya umat Islam dapat terjebak
dalam egoisme kelompok yang berlebihan. Oleh karena itu kehadiran MUI, makin
dirasakan kebutuhannya sebagai sebuah organisasi kepemimpinan umat Islam
yang bersifat kolektif dalam rangka mewujudkan silaturrahmi, demi terciptanya
persatuan dan kesatuan serta kebersamaan umat Islam. Dalam perjalanannya,
selama 25 tahun Majelis Ulama Indonesia sebagai wadah musyawarah para ulama
dan cendekiawan muslim berusaha untuk memberikan bimbingan dan tuntunan
kepada umat Islam dalam mewujudkan kehidupan beragama dan bermasyarakat;
memberikan nasihat dan fatwa mengenai masalah keagamaan dan kemasyarakatan
kepada Pemerintah dan masyarakat, meningkatkan kegiatan bagi terwujudnya
ukhwah Islamiyah (persaudaraan diantara umat Islam) dan kerukunan antar-umat
beragama dalam memantapkan persatuan dan kesatuan bangsa serta; menjadi
penghubung antara ulama dan umaro (pemerintah) dan penterjemah timbal balik
antara umat dan pemerintah guna mensukseskan pembangunan nasional;
meningkatkan hubungan serta kerjasama antar organisasi, lembaga Islam dan
cendekiawan muslimin dalam memberikan bimbingan dan tuntunan kepada
masyarakat khususnya umat Islam dengan mengadakan konsultasi dan informasi
secara timbal balik. Dalam pengabdian Majelis Ulama Indonesia telah dirumuskan
lima fungsi dan peran utama MUI yaitu:
Sebagai pewaris tugas-tugas para Nabi (Warasatul Anbiya), melanjutkan
perjuagan para nabi.
44
Sebagai pemberi fatwa (mufti), memberi petunjuk dan arahan masyarakat
dalam menghadapi persoalan hidup
Sebagai pembimbing dan pelayan umat (Riwayat wa khadim al ummah),
memberi teladan kepada umat.
Sebagai gerakan Islah wa al Tajdid (perdamaian dan pembaharuan),
gerakan pembawa perdamaian antar umat Islam.
Sebagai penegak amar ma’ruf dan nahi munkar atau menegakkan
kebenaran dan keadilan.3
Dalam menghadapi
permasalahan hidup
sehari-hari, umat
Islam
mendapatkan permasalahan-permasalahan yang berat, sulit dan tidak ditemukan
secara jelas dalam Al-qur’an dan hadist Nabi. Sehingga mereka memerlukan
sebuah pedoman yang diperlukan untuk mengambil sikap dalam menghadapi
persoalan tersebut, untuk itulah mereka memerlukan sebuah fatwa.
Fatwa adalah sebuah istilah mengenai pendapat atau tafsiran pada suatu
masalah yang berkaitan dengan hukum Islam. Fatwa sendiri dalam bahasa Arab
artinya adalah "nasihat", "petuah", "jawaban" atau "pendapat". Adapun yang
dimaksud adalah sebuah keputusan atau nasihat resmi yang diambil oleh sebuah
lembaga atau perorangan yang diakui otoritasnya, disampaikan oleh seorang
ulama, sebagai tanggapan atau jawaban terhadap pertanyaan yang diajukan oleh
peminta fatwa yang tidak mempunyai keterikatan. Dengan demikian peminta
fatwa tidak harus mengikuti isi atau hukum fatwa yang diberikan kepadanya.
Penggunaannya dalam kehidupan beragama di Indonesia, fatwa dikeluarkan oleh
3
Ibid.
45
Majelis Ulama Indonesia sebagai suatu keputusan tentang persoalan yang terjadi
di Indonesia guna dijadikan pegangan pelaksanaan ibadah umat Islam di
Indonesia.4
MUI mengeluarkan fatwa haram untuk pluralisme beragama. Ini adalah
salinan dari fatwa yang dikeluarkan:5
Keputusan Fatwa Majelis Ulama Indonesia
Nomor : 7/Munas VII/MUI/11/2005
TentangPluralisme, Liberalisme, dan Sekulerisme Agama
Bismillahirrahmanirrahim
Majelis Ulama Indonesia (MUI), dalam Musyawarah Nasional MUI VII
pada 19-22 Jumadil Akhir 1426 H/26-29 Juli 2005 :
Menimbang : ......................
Mengingat : .........................
MEMUTUSKAN
Menetapkan : Fatwa Tentang Pluralisme, Liberalisme, dan Sekulerisme
Agama
Pertama : Ketentuan Umum
Dalam fatwa ini, yang dimaksud dengan,
1. Pluralisme agama adalah suatu paham yang mengajarkan bahwa semua
agama adalah sama dan karenanya kebenaran setiap agama adalah relatif,
oleh sebab itu, setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim bahwa hanya
agamanya saja yang benar sedangkan agama yang lain salah. Pluralisme
agama juga mengajarkan bahwa semua pemeluk agama akan masuk dan
hidup berdampingan di surga.
2. Pluralitas agama adalah sebuah kenyataan bahwa di negara atau daerah
tertentu terdapat berbagai pemeluk agama yang hidup secara berdampingan.
4
Rumadi Ahmad, Fatwa Hubungan Antaragama di Indonesia (jakarta: Gramedia Putaka
Utama, 2016), 11-13.
5
http://www.eramuslim.com/berita/tahukah-anda/fatwa-mui-tentang-pluralismeliberalisme-dan-sekulerisme-agama....diakses tanggal 11 April 2016.
46
Kedua : Ketentuan Hukum
1. Pluralisme, Sekulerisme, dan Liberalisme agama sebagaimana dimaksud
pada bagian pertama adalah paham yang bertentangan dengan ajaran agama
Islam.
2. Umat Islam haram mengikuti paham Pluralisme, Sekulerisme dan
Liberalisme agama.
3. Dalam masalah aqidahdan ibadah, umat Islam wajib bersikap eksklusif,
dalam arti haram mencampuradukkan aqidah dan ibadah umat Islam dengan
aqidah dan ibadah pemeluk agama lain.
4. Bagi masyarakat muslim yang tinggal bersama pemeluk agama lain lain
(pluralitas agama), dalam maslah sosial yang tidak berkaitan dengan aqidah
dan ibadah, umat Islam bersikap inklusif, dalam arti tetap melakukan
pergaulan sosial dengan agama lain sepanjang tidak saling merugikan.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 21 Jumadil Akhir 1426 H/28 Juli 2005 M.
Musyawarah Nasional VIIMajelis Ulama Indonesia
Pimpinan Sidang Komisi C Bidang Fatwa
KH. Ma’ruf Amin
Ketua
Drs. H.Hasanuddin M. Ag
Sekretaris
Itulah fatwa yang dikeluarkan oleh MUI dalam menjawab pergumulan
umat Islam tentang pluralisme. Fatwa ini akan menjadi “panutan” atau acuan
bagi orang Islam di Indonesia dalam menanggapi permasalahan hidupnya,
terutama dalam menghadapi kehidupan beragama dengan agama dan penganut
lainnya.
3.2.2. Pertentangan dan Pembelaan akan Fatwa MUI tentang Pluralisme
Kemunculan fatwa MUI yang mengharamkan pluralisme itu menimbulkan
pertentangan dan pembelaan akan fatwa itu. Berbedaan pendapat akan fatwa MUI
tersebut dari kalangan muslim, membuat mereka seakan-akan terbelah pada
47
kelompok yang liberal dan non liberal. Kaum yang menentang fatwa MUI
tersebut seakan dicap pada poros liberal sedang yang setuju akan fatwa MUI itu
pada poros non liberal. Para penentang fatwa MUI itu diantaranya Ulil Abshar
Abdalla sebagai koordinator Jaringan Islam Liberal, penah menyampaikan kepada
majalah GATRA bahwa fatwa MUI tentang pengharaman pluralisme itu
menimbulkan dampak yan buruk bagi keberagaman Indonesia ini. Beliau
menegaskan bahwa fatwa MUI itu bukanlah hukum yang mengikat umat Islam.
jadi yang percaya boleh mengikutinya, yang tidak percaya boleh menolaknya atau
tidak mengikutinya.6 Ada lagi tokoh Islam diantaranya Syafii Anwar, Direktur
International Centre for Islam and Pluralism, menilai fatwa-fatwa MUI itu adalah
sebuah kemunduran yang luar biasa. “MUI hendaknya tidak menjadi polisi akidah
atau polisi iman bagi umat Islam di Indonesia,” kata Syafii, doctor alumnus
University of Melbourne.7
Sedangkan tokoh yang membela fatwa MUI itu antara lain dari dalam
MUI itu sendiri, dalam menghadapi gempuran yang bertubi-tubi melalui media
massa yang dilakukan terhadap MUI, seorang ketua MUI berujar tenang,
mengutip sebuah hadits Nabi saw: “Di antara umatku akan selalu ada sekelompok
orang yang menegakkan perintah Allah. Orang yang menentang tidak akan
membahayakan mereka.” (HR Ibnu Majah). Artinya disini MUI menempatkan
pada posisi yang menegakkan perintah Allah.8
Tokoh lain yang setuju dengan fatwa haram pluralisme oleh MUI adalah
Dr. Anis Malik Thoha, pakar masalah Pluralisme Agama, yang juga Rois Syuriah
6
GATRA 06 Agustus 2005 diambil dari www.hidayatullah.com...diakses tanggal 13
Januari 2017.
7
Ibid.
8
Ibid.
48
NU Cabang Istimewa Malaysia, dengan tegas menyatakan, bahwa Pluralisme
Agama adalah sebuah agama baru, yang tidak toleran terhadap agama lain. Beliau
melihat bahwa para tokoh yang pro pada pluralisme tidak jujur dalam
mendefinisikan pluralisme itu. Menurut beliau ada unsur manipulasi atau
ketidaktahuan. Syafii Anwar, misalnya, menyatakan, bahwa pluralisme bukanlah
menyamakan semua agama, melainkan lebih pada mutal respect, saling
menghormati. Ulil menyatakan, pluralisme artinya sikap positif dalam
menghadapi perbedaan, yakni sikap ingin belajar dari yang lain yang berbeda.
Selanjutnya menurut beliau kaum pluralis menjunjung toleransi, justru mereka
yang tidak toleran karena menganggap pendapat merekalah yang benar. Dan juga
yang penting adanya pemaksaan budaya barat yang harus diterapkan pada belahan
bumi yang lain. 9
MUI mendefinsikan Pluralisme Agama (PA) sebagai: “Pluralisme agama
adalah suatu paham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah sama dan
karenanya kebenaran setiap agama adalah relatif; oleh sebab itu, setiap pemeluk
agama tidak boleh mengklaim bahwa hanya agamanya saja yang benar sedangkan
agama yang lain salah. Pluralisme juga mengajarkan bahwa semua pemeluk
agama akan masuk dan hidup berdampingan di surga.”
3.3. Pondok Pesantren
Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan tradisional asli
Indonesia, yang munculnya bersamaan dengan misi dakwah Islam di kepulauan
Melayu – Nusantara sekitar abad 13 dan ada pendapat lain sekitar abad 14. Dan
jika kita telusuri perjalanan sejarah pendidikan di Indonesia jauh kemasa lampau,
9
Ibid.
49
akan sampai pada penemuan sejarah, bahwa pondok pesantren adalah salah satu
bentuk peradaban Indonesia yang dibangun sebagai institusi pendidikan
keagamaan yang bercorak tradisional, lebih unik dan “Indigenous Culture” atau
bentuk kebudayaan asli Indonesia.
Keaslian maupun keunikan pondok pesantren tampak dalam perawatan
dan pelestarian tradisi dan ritual keagamaan yang senantiasa dicoba dipertahankan
sebagai upaya melestarikan khasanah Islam warisan ulama abad pertengahan.
Pondok Pesantren pada dasarnya merupakan lembaga pendidikan yang mendalami
dan mengkaji berbagai ajaran dan ilmu pengetahuan agama Islam, dan
kebanyakan di pondok pesantren mengkaji masalah “kitab- kitab kuning”atau
kitab-kitab klasik, akan tetapi di masa sekarang sudah harus dituntut untuk
mengkaji buku-buku modern agar bisa menyesuaikan dengan perkembangan
zaman.
Selanjutnya apabila ditinjau dari segi proses pembudayaan, maka
sekurang-kurangnya
terdapat
dua
alasan
yang
menyebabkan
mengapa
perkembangan agama Islam di Indonesia amat tergantung pada lembaga
pendidikan pondok pesantren. Pertama, karena nilai ajaran agama itu sendiri sah,
bersifat legal dan terbuka bagi setiap orang, serta tersusun dalam naskah tulisan
yang jelas. Kedua. Karena pada masa itu tidak ada lembaga sosial lainnya dalam
penyebaran agama Islam di Indonesia yang lebih efektif dalam melaksanakan
fungsinya.10
Pondok pesantren dahulu adalah salah satu bentuk lembaga pendidikan
dan keagamaan di daerah pedesaan yang belum banyak diketahui. Sedikit sekali
10
Abdul Rahman Shaleh, Pendidikan Agama dan Kegamaan, Visi, Misi dan Aksi
(Jakarta, PT Gemawindu Pancaperkasa, 2000), 222.
50
studi apalagi penelitian lapangan yang telah dilakukan dan atau telah disiarkan.11
Sebagaimana yang disampaikan oleh Dawam Rahardjo tentang dunia pesantren.
Dunia pesantren, dalam gambaran total, memperlihatkan dirinya seperti
sebuah parameter, suatu fakor yang secara tebal mewarnai kehidupan
kelompok masyarakat luas, tetapi dirinya sendiri tak kunjung berubah dan
bagaikan tak tersentuh dinamika perkembangan masyarakat sekelilingnya
– setidak-tidaknya jika orang membayangkan perubahan pada dirinya,
maka perubahan itu hanya dapat dipahami dalam skala panjang. Sudah
tentu tidak ada sesuatu gejala sosial di dunia ini yang selalu tetap dan tidak
berubah. Begitu juga halnya dunia pesantren. Namun gambaran
masyarakat umum adalah bahwa pesantren merupakan suatu pribadi yang
sukar diajak berbicara mengenai perubahan, sulit dipahami pandangan
dunianya dan karena itu orang juga enggan membicarakannya. Kemudian,
orang yang merasa dirinya punya kuasa atau mempunyai pengaruh,
berusaha untuk menggalakkan perhatian umum mengenai lembaga yang
didiamkan dalam “cagar masyarakat” itu. Alhasil, masyarakat umumnya
memandang dunia pesantren hampir-hampir sebagai lambang
keterbelakangan dan ketertutupan.12
Demikianlah, bahwa pondok pesantren yang dahulu menjadi lembaga
pendidikan yang terbelakang, tidak diperhatikan, namun sekarang ini mengalami
perubahan yang cukup besar. Pondok pesantren mulai dipopulerkan oleh banyak
kalangan dan mengalami banyak perkembangan, baik itu jumlah, fisik dan
pemikiran di dalamnya. Sehingga pondok pesantren mengalami perkembangan
yang signifikan dan mendapat perhatian yang besar dari pemerintah. Bahkan juga
dalam hal politik, bagaimana pondok pesantren menjadi tempat kunjungan politik
bagi calon penguasa daerah atau bahkan skala nasional. Pesantren menjadi
kekuatan yang diperhitungkan karena mempunyai basis massa yang banyak dan
loyal pada pemimpinnya atau seorang kyai.
11
Sudjoko Prasodjo dkk, Profil Pesantren: Laporan Hasil Penelitian Pesantren Al-Falak
dan Delapan pesantren Lain di Bogor (Jakarta: Repro International, 1975), 1.
12
Dawam Rahardjo (Editor), Pesantren dan Pembaharuan (Jakarta: LP3ES, 1974), 1.
51
Dalam perkembangannya, pondok pesantren dikenal dengan istilah
pondok pesantren tradisional dan juga pondok pesantren modern. Pondok
pesantren tradisional adalah pondok pesantren yang biasa mengajarkan “kitab
kuning”, sedangkan pondok modern sudah mulai mengemas pendidikannya
dengan lebih modern termasuk sistem asramanya. Gambaran fisik tingkatantingkatan pesantren:
a. Pola I
Pesantren
ini
kyaimempergunakan
masih
masjid
bersifat
atau
sangat
rumahnya
sederhana,
sendiri
untuk
dimana
tempat
mengajar. Dalam pola ini santri hanya datang dari daerah sekitar
pesantren itu sendiri, namun mereka telah mempelajari ilmu agama secara
kuntinyu dan sistematis. Pesantren hanya terdiri dari rumah kyaidan
masjid.
b. Pola II
Dalam pola ini pesantren telah memiliki pondok atau asrama yang
disediakan bagi para santri yang datang dari daerah lain. Sehingga
pesantren terdiri dari rumah kyai, masjid dan pondok.
c. Pola III
Pesantren ini telah memakai sistem klasikal, dimana sntri yang mondok
mendapat pendidikan madrasah. Ada kalanya murid madrasah ini
datang
dari daerah pesantren itu sendiri. Pengajar madrasah biasanya
disebut guru agama atau ustadz. Pada pola ini elemen pesantren bertambah
menjadi rumah kyai, masjid, pondok dan madrasah.
52
d. Pola IV
Disamping ada madrasah, terdapat pula tempat – tempat untuk latihan
ketrampilan, misal : peternakan, kerajinan rakyat, koprasi, sawah,
ladang
dsb. Sehingga dari rumah kyai, masjid, pondok dan madrasah
ditambah dengan adanya tempat ketrampilan.
e. Pola V
Dalam pola ini pesantren merupakan pesantren yang telah berkembang dan
bisa disebut “pesantren modern”. Disamping bangunan - bangunan yang
disebutkan itu, mungkin terdapat pula bangunan - bangunan lain seperti:
perpustakaan, dapur umum, ruang makan, kantor administrasi, toko, rumah
penginapan tamu ( orang tua murid dan tamu umum ), ruang operation
room, tempat olah raga dsb.
Pola-pola yang telah dijelaskan diatas adalah variasi berbagai pesantren
berdasarkan tingkat - tingkat perkembangannya.13
Pondok, masjid, santri, pengajaran kitab – kitab Islam klasik dan kyai
merupakan lima elemen dasar dari tradisi pesantren.14 Ini berarti bahwa
suatu lembaga pengajian yang telah berkembang hingga memiliki kelima
elemen tersebut, akan berubah statusnya menjadi pesantren.
13
Sudjoko Prasodjo dkk, Profil Pesantren: Laporan Hasil Penelitian Pesantren Al-Falak
dan Delapan pesantren Lain di Bogor (Jakarta: Repro International, 1975), 83-84.
14
Dhofier Zamakhsyari, Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup Kyai
(Jakarta: LP3ES, 1994), 44.
53
3.4. Gambaran Umum Pondok Pesantren Edi Mancoro15
3.4.1.
Letak Geografis Pondok pesantren Edi Mancoro
Pondok pesantren Edi Mancoro, terletak di wilayah kabupaten Semarang,
tepatnya di desa Bandungan, Gedangan, kecamatan Tuntang, kabupaten
Semarang. Walaupun dari luar daerah Salatiga, pesantren ini lebih akrab dengan
Salatiga, karena memang secara geografis lebih dekat dengan pusat pemerintahan
kota madya Salatiga. Gedangan ini termasuk wilayah yang cukup potensial secara
ekonomis karena penghasilan warganya disamping bersumber dari pertanian padi,
juga bersumber dari pertanian kering, cukup terkenal sebagai penghasil buahbuahan misalnya salak, duku dan lain-lain.
Pesantren ini berada di wilayah pinggiran kota Salatiga yaitu berada di
sebelah baratnya sekitar 4 kilometer. Keadaannya memang tidak terlalu ramai
tetapi dekat dengan kota Salatiga. Sehingga merupakan tempat strategis untuk
pendidikan termasuk pendidikan keagamaan pesantren. Jarak yang tidak jauh dari
pusat kota Salatiga yang merupakan sentral pendidikan formal, maka banyak
santri yang berminat untuk mendalami ilmu agama di pesantren ini, sebab
kebanyakan santri yang menetap adalah para pelajar di pendidikan formal, baik
dari kalangan mahasiswa ataupun pelajar bahkan banyak juga dari masyarakat
sekitar yang ikut menuntut ilmu di pesantren ini. Kondisi yang demikian sudah
barang tentu mempengaruhi proses belajar di pesantren ini, lebih jelasnya bisa
dilihat dalam pendidikan dan pengajaran pesantren.
15
Wawancara dengan salah satu pengasuh Pondok pesantren Edi Mancoro, 10 Desember
2016.
54
3.4.2.
Sejarah berdirinya pondok pesantren Edi Mancoro
Pondok pesantren Edi Mancoro termasuk pesantren salaf, bila mengacu
pada pendapat Dhofier tentang elemen dasar pesantren salaf.16 Elemen–elemen itu
adalah asrama tempat pemondokan santri, kyai, guru yang mengajar para santri,
kitab kuning sebagai kurikulum pendidikanya. Masjid sebagai sarana pengajian
dan peribadatan santri, disamping santri sendiri sebagai peserta didik. Munculnya
pesantren sendiri tidak terlepas dari kondisi obyektif masyarakat pada waktu itu,
dimana masyarakat setempat pada waktu itu masih alergi dengan beragam
aktifitas religius, sebaliknya mereka sangat akrab dengan kebiasaan-kebiasaan
buruk yang berkembang di masyarakat. Hal inilah yang mendorong tokoh
setempat untuk mendirikan pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan
keagamaan (Tafaqutifi Al Din) sebagai peredam yang bisa mengendalikan
kebiasaan-kebiasaan buruk masyarakat setempat.
Di bawah prakarsa bapak KH. Sholeh tokoh pendatang dari desa Pulutan
telah berhasil mendirikan sebuah masjid yang diberi nama Darussalam dengan
sebuah bangunan kecil sebagai tempat pemondokan bagi para santri yang akan
belajar kepadanya. Masjid ini didirikan di pinggiran desa, seakan terpisah dari
pemukiman warga pada waktu itu, walaupun sekarang sudah menyatu dengan
masyarakat, dan pendidikan yang diselenggaakanya pada saat itu masih
sederhana, belum sampai terbentuk semacam lembaga pendidikan tetapi terkesan
natural. Pendidikan keagamaan yang berpusat di Darussalam dan ditangani oleh
bapak kyai Sholeh hanya berlangsung hinggan tahun 70-an, sebab setelah beliau
16
Zamakhsyari Dhofiier, Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup Kyai
(Jakarta:LP3ES, 1994), 80.
55
meninggal tidak ada keturunanya langsung yang mau meneruskan perjuangannya
dan tidak ada tokoh lokal yang meneruskan misi dan perjuangannya.
Sepeninggal KH Sholeh maka proses pendidikan di Darussalam agak
tersendat, dalam masa kevakuman ini selang beberapa waktu, munculah kyai
Sukemi yang merupakan tokoh lokal yang diminta oleh masyarakat setempat dan
diharapkan mampu untuk meneruskan misi dan perjuangan pendidikan ini, dan
pendidikan pesantren ini dapat berjalan kembali seperti kepemimpinan kyai
Sholeh. Bersamaan itu pula, munculah KH. Mahfudz Ridwan, tokoh dari pulutan
yang merupakan alumni dari beberapa pesantren ternama sekaligus alumni dari
universitas di Baghdad. Beliau pernah berteman akrab dengan Gus Dur ketika
berada di Bagdad. Setelah kyai Sukemi meninggal, maka pendidikan Darussalam
diteruskan oleh KH. Mahfudz Ridwan. Menurut informasi wawancara, KH.
Mahfudz Ridwan inilah memberi warna tersendiri akan berkembangnya Pondok
Pesantren Edi Mancoro:
...Kepemimpinan pak Kyai Mahfudz luar biasa dengan keteladan dan
rasa sosialnya yang sangat tinggi, memberi teladan hidup bagi para
santri. Dari beliaulah pondok ini semakin berkembang dan semakin
dikenal banyak orang. Pertemuan dan pertemanan beliau dengan Gus
Dur juga memberi warna pondok pesantren ini.17
Pada tahun 1984 KH. Mahfudz Ridwan bersama beberapa tokoh lokal
lainnya seperti Matori Abdul Jalil mendirikan yayasan yang bernama Yayasan
Desaku Maju dengan catatan notaris nomor 14/1984. Yayasan ini merupakan
yayasan yang bergerak di bidang sosial yang mengemban misi dan tujuan
membantu pemerintah untuk meningkatkan
17
tingkat kesejahteraan masyarakat
Wawancara pengan pengasuh pondok pesantren, 10 Desember 2016
56
pedesaan dan mengembangkan swadaya serta sumber daya manusia khususnya
masyarakat pedesaan. Yayasan ini cukup familiar bagi warga Salatiga, karena
merupakan satu-satunya yayasan Islam yang bergerak di bidang kemasyarakatan
pada saat itu.
Pada awal tahun 1989 KH. Mahfud Ridwan mendirikan pesantren yang
lebih akrab
disebut Wisma Santri Edi Mancoro sebagai pusat pendidikan
masyarakat khususnya bagi masyarakat setempat sekaligus sebagai basecamp
berbagai kegiatan yayasan, hanya saja lokasinya berbeda dari lokasinya yang
terdahulu. Ini dikarenakan agar terhindar dari anggapan bahwa masjid dimonopoli
oleh pesantren sehingga masyarakat enggan untuk aktif dalam berbagai kegiatan
yang berpusat di masjid.
Sejak saat itu keadaan pesantren terus berkembang. Karena yayasan ini
dikenal sangat luas karena program-programnya yang telah berhasil membuat
perubahan yang sangat signifikan di Salatiga dan kabupaten Semarang khususnya
memecahkan permasalahan antar umat beragama, kemudian karakter pesantren
yang pluralis dan terbuka untuk siapa saja termasuk untuk orang non Islam oleh
karena itu nama pesantren ini sangat terkenal hingga luar negeri hingga banyak
kunjungan dari luar negeri dari berbagai negara hingga saat ini. Pada akhir tahun
2007 nama pondok pesantren Edi Mancoro telah resmi menggantikan nama
Wisma Santri Edi Mancoro karena aktifitas kemasyarakatan yang sudah mulai
melemah dan menjadi pesantren yang normatif tetapi masih tetap menjaga prinsip
pluralisme dan keterbukaan dengan orang non Islam sebagai bentuk terciptanya
konsep Islam adalah rohmatan lil’alamin (mengasihi seluruh alam).
57
3.4.3.
Sarana dan Fasilitas Pesantren
Pondok pesantren Edi Mancoro termasuk pesantren yang baru, bila
ditinjau dari usia kelahiranya yaitu pada tahun 1989, sehingga fasilitas dan
prasarananya yang tersediapun masih sederhana dan terbatas, tetapi keterbatasan
ini tidak menghambat proses pendidikan dan pengajaran sebagai nadi dan misi
pesantren. Adapun sarana dan prasarana yang tersedia di pesantren ini antara lain
adalah dua gedung putra putri. Letak gedung putra dan putri letaknya terpisah.
Ada juga dua aula pertemuan putra putri, aula ini digunakan sebagai tempat
berkegiatan bersama santri. Di sebelah barat pondok ada Masjid sebagai tempat
peribadatan yaitu tempat kegiatan ibadah bersama santri, pengasuh dan
masyarakat setempat.
Ada kantor pengurus yaitu tempat segala aktifitas pengurus dalam
mengadministrasi pondok dan pengelolaannya. Selain itu ada usaha pertokoan
koperasi diantaranya adalah mini market, bengkel motor, peternakan sapi,
digunakan sebagai tempat usaha, sekaligus tempat pelatihan para santri dalam
berwirausaha. Sebuah perpustakaan yaitu tempat buku dan pustaka yang
dibutuhkan santri untuk menimba pengetahuan melengkapi juga gedung dan
fasilitas pondok. Selain itu ada gedung pertemuan yang disewakan yaitu
digunakan sebagai gedung yang bisa digunakan atau disewa oleh masyarakat
setempat, misalnya untuk resepsi pernikahan, dan sebagainya.
3.4.4.
Keadaan para Pengasuh Pondok Pesantren atau Ustadz dan Santri
Selain KH. Mahfudz Ridwan para ustadz Pondok Pesanren Edi Mancoro
berasal dari masyarakat sekitar dan alumni yang mempunyai kepedulian terhadap
58
perkembangan pesantren serta para santri sendiri yang telah dianggap mampu
untuk mengajar dan berkompeten pada disiplin ilmu yang telah dikuasai.
Sedangkan para santri berasal dari banyak daerah diantaranya: Demak, Magelang,
Porwodadi, Pekalongan hingga Lampung dan Palembang. Mayoritas mereka
sekolah di IAIN Salatiga dan berbagai sekolah menengah seperti: MAN Salatiga,
MTS NU, SMK Kartika dan lain-lain. Jumlah santri saat ini adalah 189 santri
yang terbagi dalam kategori santri mukim yang artinya tinggal di pesantren dan
santri non mukim (santri ngalong) yang berasal dari masyarakat sekitar yang
datang ketika waktu kajian dilaksanakan.
Adapun tabel santri dan ustadz bisa dilihat dibawah ini:
Tabel 1
Perincian santri pondok pondok pesantren Edi Mancoro
No
Santri mukim
Santri non mukim
1
51
Santri putra
4
Santri putra
2
138
Santri putri
7
Santri putri
Jumlah
189 Santri
11 Santri
Sumber : Kantor pengurus.
Dari tabel terssebut di atas bisa dilihat keberadaan satri yang berjumlah 189 santri,
terdiri dari santri putra 4 orang dan 7 santri putri. Dengan demikian dominasi
santri putri kelihatan di sini.
59
Tabel 2
Santri dan tingkat pendidikan
No
Setingkat SMP
Setingkat SMA
Kuliah
Jumlah
1
1 anak putri
1 anak putri
136 anak putri
138
2
2 anak putra
5 anak putra
44 anak putra
51
3
189
Sumber: Kantor pengurus
Dari tabel tersebut di atas mayoritas dari para santri adalah mahasiswa yang
sedang kuliah di IAIN Salatiga, dengan jumlah 138 santri dan yang lain setingkat
SMP dan SMA.
Tabel 3
Ustadz atau ustadzah pondok pesantren Edi Mancoro 2016/2017
No
Nama
Jenis kelamin
1
M. Hanif, M.Hum
Lk
2
Rosyidah, Lc
Pr
3
K.H. Muh Zuhdi
Lk
4
Slamet Mulyono
Lk
5
K.H. Abdul Manaf
Lk
6
Makhasin
Lk
7
Tanwir
Lk
8
Mulyadi
Lk
9
Ali Nugraha, S.Ag
Lk
60
10
Sumarno, S.Ag
Lk
11
Sofari
Lk
12
Ahmad Adnan, S. Pd.I
Lk
13
Budi Santoso, S. Pd.I
Lk
14
Sukardi, M.Ag
Lk
15
Saechuddin
Lk
16
Imam Subekti
Lk
17
Tajudin Umroni, S.Pd.I
Lk
18
Umi Arifah, S. Pd.I
Pr
19
Taufiq Ashari, S. Pd.I
Lk
20
Habib Yusro, S. Pd
Lk
21
Alfiatu Rohmah
Pr
22
Chusnul Wardati
Pr
23
Siti Mu’asyaroh, S. Pd
Pr
24
AmaliaIsmayanti
Pr
25
Fauziyah Suci Nurani, S. Pd
Pr
26
Putri Rifa Anggraeni
Pr
27
Animatul Afiyah
Pr
28
Munhamiroh
Pr
29
Naila Rajikha
Pr
30
Faiqotul Himmah
Pr
Keterangan: Lk : laki-laki dan Pr : Perempuan
61
Sumber: Kantor pengurus
Dari data di atas kelihatan ada beberapa tingkatan pendidikan yang dimiliki oleh
para Ustad atau pengajar di pondok pesantren Edi Mancoro. Ada dua yang
Master, ada 10 orang yang berpendidikan S1 dan beberapa pengajar masih
mahasiswa senior di kampus IAIN dan pengajar karena pengalaman-pengalaman
yang dipunya. Dari sini memberi warna tersendiri dalam pengajaran di pondok
pesantren.
3.4.5. Pelaksanaan Pendidikan di Pesantren18
3.4.5.1. Kurikulum Pesantren
Sebagai lembaga pendidikan keagamaan, pondok pesantren Edi Mancoro
menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran keagamaan disamping mata kajian
yang bersifat umum. Pesantren ini mempunyai spesifikasi khusus untuk
mendalami ilmu- ilmu agama dengan dititik beratkan pada kemampuan membaca
dan menulis bahasa Arab dengan baik dan benar, maka pelajaran nahwu19,
shorof20dan halaqhoh21 mendapat perhatian prioritas. Disamping itu mata
pelajaran umum, ketrampilan menjadi kegiatan ektra yang terjadwal oleh
pengurus dengan menyesuaikan bakat dan minat santri. Dan juga ada kegiatan
yang bersifat insidentil antara lain : Seni baca Al-Qur’an, bahasa Arab, bahasa
Inggris, mengetik, administrasi baik keuangan maupun manajemen organisasi.
18
Wawancara dengan pengasuh pondok pesantren, 12 Desember 2016
Nahru adalah ilmu yang mempelajari perubahan akhir kata yang mempengaruhinya.
20
Shorof adalah ilmu yang mempelajari tentang perubahan makna yan diinginkan.
21
Halaqhoh kumpulan yang di dalamnya ada kajian
19
62
Tabel 4
Kurikulum pondok pesantren Edi mancoro
No
Pelajaran wajib
Extra kurikuler
1
Bahasa arab
Khitobiyah
2
Nahwu
Dhiba’an
3
Fiqh
Diskusi
4
Tadwid
Bedah buku
5
Hadist
Bedah film
6
Fasholatan
Rebana
7
Tareh nabi
Seni baca Al-Qur’an
8
Tauhid
9
Ahlak
Sumber: Kantor pengurus
Dari tabel di atas kelihatan akan kurikulum yang diajarkan kepada para santri di
pondok pesantren Edi Mancoro tentang pelajaran yang wajib diikuti dan pelajaran
ekstra kurikuler.
3.4.5.2. Sistem Pendidikan
Sistem pendidikan di pesantren ini mengalami banyak perubahan dalam
rangka menuju kesempurnaannya. Sistem pendidikan yang diterapkan adalah
sistem klasikal (bandongan) dimana seorang kyai atau ustadz membacakan dan
63
menjelaskan isi ajaran atau kitab kuning22, sementara santri atau murid
mendengarkan memaknai dan menerima. Santri diwajibkan mengikuti setiap mata
pelajaran yang dikaji sebagaimana tertera dalam jadwal, dengan batas waktu yang
telah ditetapkan untuk menjembatani permasalahan santri baru agar dapat
menyesuaikan diri dengan kelas yang ada, maka dilaksanakan tes penempatan
kelas sehingga diharapkan mereka dapat segera mengikuti pelajaran yang
diselenggarakan. Dalam penyajian mata pelajaran yang berbasis kitab-kitab
kuning digunakan sistem bandongan atau berkelompok, dan ada mata pelajaran
tertentu yang harus disajikan dengan sistem individual (sorogan). Akan tetapi
sistem bandongan lebih dominan dipergunakan. Hal ini dilatar belakangi , bahwa
mayoritas santri
yang belajar adalah mahasiswa dan pelajar tingkat SLTA.
Sehingga kemandirian belajar lebih teruji, disamping itu efektifitas waktu yang
tersedia bagi dewan asatidz atau dewan pengajar.
Adapun mata pelajaran yang menjadi kajian wajib bagi santri adalah :
A. Kelas khos (khusus), kelas awal.
Mata pelajaranya sebagai berikut :
No
Mata pelajaran
Keterangan
1.
Bahasa Arab
Bahasa Arab 1
2.
Fiqh23
Mabadi’ Fiqhiyah 1
3.
Tajwid24
Sifaul Jinan
22
Kitab kuning adalah kitab berwarna kuning tidak berjilid/lembaran-lembaran yang
mempelajari pelajaran klasikal
23
Fiqh adalah ilmu yang mempelajari tentang hukum-hukum Islam yang diambil dengan
dalil-dalil terperinci.
24
Tajwid ialah ilmu yang mempelajari tentang tata cara membaca Al-Qur’an.
64
4.
Fasholatan25
Fasholatan
5.
Akhlaq
Akhlaqul banin 1
6.
Hadist26
Kumpulan hadist
mutafaqun ‘alaih
7.
Tauhid27
Aqidatul awam
8.
Tarikh28
kholasoh 1
Sumber : Kantor pengurus
Dari tabel di atas dijelaskan pada kelas khos (khusus) ini yang diajarkan
ada 8 hal yang berada di sebalah kiri, dan di sebalah kanan lebih kepada
tingkatan yang akan diajarkan.
B. Kelas Awaliyah (awal)
Mata pelajaranya sebagai berkut:
No
25
26
Mata pelajaran
1.
Hadist
Arbain Nawawi
2.
Fiqh
Safinah
3.
Tarikh
Kholasoh 2
4.
Shorof
Amstilatut Tasrifiyah
5.
Nahwu
Jurumiyah
Fasholatan yaitu ilmu yang mempelajari tata cara sholat.
Hadist yaitu segala sesuatu yang disandarkan oleh nabi baik perkataan, perbuatan atau
ketetapan.
27
28
Keterangan
Tauhid yaitu keyakinan keesaan Tuhan.
Tarikh ialah cerita sejarah Rosul.
65
6.
Tajwid
Tuhfatul Atfal
7.
Tauhid
Jauharul Kalamiyah
8.
Akhlaq
Jauharul Kalamiyah
9.
Bahasa arab
Durusul Lughoh 1
Sumber: Kantor pengurus
Dari tabel tersebut kelihatan mata pelajaran yang diajarkan kepada
santri di kelas awal sama dengan pada kelas khusus, namun
tingkatannya yang tidak sama, disesuaikan dengan tingkatan kelas
yang ada.
C. Kelas wustho (pertengahan)
Mata pelajaranya sebagai berikut:
No
Mata pelajaran
Keterangan
1.
Hadist
Mustholahatul Hadist
2.
Fiqh
Fathul Qorib
3.
Shorof
Maqshud
4.
Nahwu
‘Imriti
5.
Tauhid
Kifayatul ‘Awam
6.
Akhlaq
Ta’limul Muta’alim
7.
Bahasa arab
Durusul Lughoh 2
Sumber: Kantor pengurus
66
Dari tabel di atas kelihatan ada beberapa pelajaran yang tidak
diajarkan, namun tingkatan masing-masing pelajaran meningkat
lagi.
D. Kelas ulya (paling tinggi)
Mata pelajaranya sebagai berikut
No
Mata pelajaran
Keterangan
1.
Hadist
Mustholahatul hadits
2.
Fiqh
Fatqul Qorib
3.
Ulumul hadist29
Bulughul Maram
4.
Ushul fiqih30
Mabadiul Awaliyah
5.
Nahwu
Amsilati
6.
Tajwid
Tuhfatul Atfal
7.
Tauhid
Husunul Hamidiyah
8.
Akhlaq
Bidayatul hidayah
9.
Bahasa arab
Qiro’ah roshidah
Sumber: Kantor pengurus
Dari tabel di atas kelihatan ada mata pelajaran yang tidak diajarkan
lagi, namun ada dua mata pelajaran baru dan tentu saja tingkatan
masing-masing pelajaran meningkat lagi.
29
30
Ulumul hadist adalah ilmu yang mempelajari hadist
Ushul fiqih ialah ilmu yang mempelajari dasar-dasar hukum
67
3.4.5.3. Kegiatan Pendidikan Lain di Luar Kurikulum
Selain dari pada kurikulum yang dilakukan secara resmi, para santri ini
mendapatkan pelajara secara tidak langsung, misalnya dari hidup para pengasuh
dan kyaiyang ada. Sebagaimana yang dipahami oleh para santri dalam NU, bahwa
mereka hidup meneladani para ulama (guru) mereka. Ulamalah menjadi panutan
hidup mereka, karena ulama telah mengetahui dan mempuunyai ilmu serta
pengetahuan yang luas sehingga disebut sebagai ulama.
Pondok pesantren Edi Mancoro sering dipakai sebagai tempat berkegiatan
dari berbagai macam agama atau lintas agama. Ada kegiatan diskusi bersama
dengan agama lain yang dijadikan kegiatan tahunan setiap bulan Ramadhan oleh
pondok pesantren Edi mancoro ini. Diskusi itu diikuti oleh tokoh-tokoh lintas
agama dari seputaran Salatiga.
Selain dari pada itu, pondok pesantren Edi Mancoro ini juga dijadikan
kegiatan tahunan yang dilakukan sebagai tempat praktek atau live in dari sekolahsekolah Kristen untuk mengenal Islam. Diantaranya adalah Fakultas Teologi
UKSW. Fakultas teologi pada tahun pertama mereka masuk ke UKSW, selalu
mengadakan kegiatan live in di pondok pesantren Edi Mancoro. Beberapa
kunjungan dan live in juga dilakukan oleh sekolah-sekolah, gereja-gereja ataupun
kegiatan penggiat lintas agama. Diantaranya ada sekolah Katolik seminari dari
Magelang, SMA Loyola dari Semarang. Kunjungan bahkan dari dalam negeri
saja, namun juga berasal dari luar negeri, ada kunjungan pendeta-pendeta Jerman,
kunjungan kegiatan lintas agama dari Norwegia, Uni Emirat Arab, Australia,
Inggris. Dari berbagai kegiatan dan kunjungan live in itu, mereka hidup bersama,
68
melakukan kegiatan bersama-sama. Sehingga mereka bisa saling belajar satu
dengan yang lainnya. Pondok pesantren Edi Mancoro juga dijadikan base camp /
kantor kesekretariatan ke dua dari gerakan forum agamawan muda lintas agama di
Salatiga dengan nama FAMILI, yang diketuai oleh salah satu pengasuh pondok
yaitu M. Hanif, M.Hum.
3.4.6. Seputaran Santri Pondok Pesantren
Etimologi kata “santri” tidak mudah untuk dilacak. Sudah ada penelitian
dari peneliti tentang kata “santri” namun tetap masih dapat diperdebatkan tentang
etimologi kata “santri” tersebut. Ada yang mengaitkannya dengan bahasa melayu
“santeri”. Robson meyakini itu diturunkan dari bahasa jawa, dan menyebut kata
sanskerta “sastri” yang maknanya sama dengan kata “sattiri” dalam bahasa
Tamil artinya “terpelajar”.31 Juga ada dugaan kuat istilah “santri” berasal dari kata
“tjantrik” (baca cantrik) yang dalam bahasa jawa kuno menunjuk pada “abdining
pandita kang ngiras dadi moerid” (abdi pendeta Hindu atau Budha yang
sekaligus menjadi muridnya).32
Untuk menjadi santri di pondok pesantren Edi Mancoro tidak persyaratan
khusus. Namun bukan berarti sembarang orang bisa masuk menjadi santri di
pondok. Paling tidak ada keseriusan untuk menimba ilmu di dalam pondok dan
mau mengikuti peraturan-peraturan yang ada. Demikian kata pengurus:
Tidak ada persyaratan khusus untuk menjadi santri, artinya ada batasan yang
sangat berat seperti ujian-ujian dan wawancara. Namun yang jelas kami
ingin melihat mereka yang ingin jadi santri harus setia dan rajin dalam
31
J. Mardimin, Perlawanan Politik Santri: Kajian tentang Pudarnya Kewibawaan dan
Pengaruh Kyai, Perlawanan Politik Santri, serta Dampaknya bagi Perkembangan Partai-partai
Politik Islam di Pekalongan (Salatiga, Satya wacana Press, 2016), 64.
32
Ibid.
69
pengajian dan menimba ilmu di pondok ini. Ujian yang ada untuk
menentukan santri masuk dalam kelasa apa nantinya.33
Meski tidak ada persyaratan yang tertulis, ada persyaratan yang tidak tertulis,
yaitu paling tidak santri memiliki persyaratan sebagai berikut:
-
Memiliki kecerdasan. Maksudnya santri dapat memperoleh ilmu apabila
dapat berpikir dengan baik, bukan keterbelakangan mental/idiot, yang
dapat menghalangi ilmu sampai pada fikiranya;
-
Memiliki sifat haus dengan ilmu. Seorang santri harus selalu merasa
kurang dengan ilmu yang diperoleh sehingga selalu berusaha ingin
mencari jalan dengan memanfaatkan segala sesuatu yang dapat menambah
ilmunya;
-
Memiliki kesabaran dalam menuntut ilmu. Selama menjadi santri harus
bersabar dengan cobaan-cobaan yang pasti hadir silih berganti untuk
menguji keimanan dan mental. Misalnya, menghadapi persahabatan,
mentaati peraturan, menjaga disiplin bersama, tepat waktu dalam mengaji
dan lain-lain. Semua itu memerlukan kesabaran, untuk itulah ajarilah
dirimu untuk memiliki sifat sabar.
-
Memiliki perbekalan. Perbekalan diperlukan untuk kepentingan santri
pribadi ataupun untuk kepentingan lembaga yang mengelola pendidikan.
Karena pada hakekatnya biaya adalah tanggung jawab santri.
Santri dan pesantren merupakan subkultur Islam Indonesia dan menjadi
penjaga keilmuan dan intelektual Islam yang berbasal dari sumber aslinya yaitu
Al-Quran dan Hadits. Santri juga memiliki perilaku, etika dan akhlak yang khas
33
Wawancara dengan pengurus Pondok Pesantren edi Mancoro 12 Desember 2016
70
yang berlandaskan pada 3 nilai dasar yaitu syariah Islam, nilai universal dan etika
lokal. Perilaku santri harus sesuai dengan syariah Islam. Dalam pembacaan Etika
di lingkungan pondok pesantren Edi Mancoro lebih mengedepankan beberapa
bagian diantaranya ada cara berinteraksi dengan kyai, orang tua, Ustadz adalah
memakai bahasa yang santun, berbicara dengan posisi kepala agak menunduk,
menunjukkan rasa hormat pada mereka. Mencium tangan saat bersalaman dan
sebagainya.
Adapun cara berinteraksi dengan teman sebaya pun tidak sembarangan
untuk menunjukkan rasa hormat dan menghargai. Seperti bersikap empati kepada
teman yang memiliki kekurang fisik atau otak dengan tidak menyebutkan
kekurangan tersebut baik dengan niat bercanda atau malah menghina, meminta
maaf apabila melakukan kesalahan, penuh perhatian saat mendengarkan teman
berbicara dengan melihat pada bola mata si pembicara dan tidak mengalihkan
pandangan pada obyek lain, dan sebagainya. Demikian juga jika berbicara dengan
lain jenis, atau antara laki-laki dan perempuan, seperti bersikap santun baik dalam
kata-kata maupun dalam sikap, berbicara seperlunya sesuai tujuan, hindari
bercanda apalagi mengarah ke konotasi negatif, tidak memandang ke anggota
tubuh manapun selain bola mata, dan sebagainya.
Setelah lulus/perspektif masa depannya dari santri ada yang sering
mengatakan masa depan suram dari santri setelah keluar pondok. Namun
pengasuh dan ustadz pondok pesantren Edi Mancoro sudah mengantisipasi itu
dengan memberi ketrampilan atau keahlian khusus pada para santri, sehingga
suatu saat mereka siap terjun ke masyarakat. Ada yang sesuatu yang menarik juga
71
yaitu orang tua yang memasukkan anaknya ke pondok pesantren karena anaknya
nakal di luar sehingga dimasukkan pondok biar bertobat menjadi anak yang baik.
Selain itu ada yang biasanya menjadi santri di pondok pesantren untuk di
kemudian hari bisa mendirikan pondok sendiri dan menjadi seorang kyai, namun
yang utama tujuan pondok pesantren ini menciptakan seorang kyai pendamping
masyarakat. Sebagaimana kata seorang santri:
Kami tidak diciptakan terutama untuk menjadi seorang kyai yang
mendirikan pondok sendiri. Karena itu hal yang sangat sulit, tidak semua
orang bisa melakukan itu. Namun kami disiapkan lebih kepada menjadi kyai
pendamping masyarakat, artinya seorang masyarakat umum yang mengerti
masalah agama dan bisa mendampingi masyarakat nanti dimana kami hidup
nantinya sebagai pengabdian kami pada masyarakat.34
Adapun tata tertib yang ada dalam pondok peantren Edi Mancoro, yang
terdiri dari kewajiban santri dan juga larangan serta ijin yanng boleh diterima
selama melakukan pendidikan di pondok pesantren. Kewajiban itu antara lain
wajib mengikuti semua kajian dan kegiatan sesuai jadwal yang telah ditetapkan,
wajib sholat berjamaah magrib dan subuh, magrib di Masjid dan subuh di aula
atas, wajib setiap hari menjaga kebersihan kamar masing-masing, wajib menjaga
kebersihan lingkungan (piket sesuai jadwal yang telah ditentukan) dan khusus
Ahad wajid Ro’an bersama, wajib berpakaian sopan didalam maupun diluar
pondok, melunasi syahriyah paling lambat tanggal 15 untuk setiap bulan, ziarah
ke makam KH.M.Sholeh pada jumat pagi, dan ke makam K.H.Ridwan pada kamis
sore satu bulan satu kali minggu terakhir, menghormati semua masyarakat pondok
dan luar ponok, hidup bermasyarakat dengan baik, 3S (senyum, salam, sapa),
34
Wawancara dengan seorang santri, 11 Januari 2017
72
wajib menjaga stabilitas dan nama baik Almamater (di dalam maupun di luar
pondok), semua santri wajib mendukung dan mentaati tata tertib.
Sedangkan larangan yang tidak boleh dilakukan dari para santri pondok
pesantren Edi Mancoro antara lain dilarang merusak fasilitas pondok, dilarang
membuat gaduh diatas jam 23.00 WIB, dilarang menggunakan celana pendek di
dalam maupun luar pondok, dilarang mencuci pakaian di kamar mandi maupun di
sumur belakang pondok, dilarang merokok di dalam kamar pelajar. Sedangkan
ijin yang boleh dilakukan oleh para santri selama berada di pondok pesantren
adalah ijin pulang diperkenankan 1 bulan sekali waktunya 3 hari 2 malam.
3.5.
Sikap Santri dan Pluralisme
3.5.1.
Pengertian Sikap
Banyak ahli menjelaskan tentang definisi dari sikap. Diantara banyak ahli
tersebut ada salah satunya bernama Thurstone, yang memberi pengertian sikap itu
adalah sebagai suatu tingkatan efek baik itu positif maupun negatif dalam
berhubungan dengan obyek-obyek psikologi. Efek positif adalah efek senang,
yang dengan demikian menunjukkan sikap setuju atau menerima pada sesuatu
yang perlu disikapi. Sedangkan efek negatif merupakan kebalikannya yaitu sikap
menolak, menentang atau tidak senang.35 Sikap merupakan unsur yang penting
dalam kehidupan bersama atau seseorang. Dengan mengetahui sikap seseorang
atau kelompok masyarakat, makan memberi corak dalam menentukan tingkah
laku seseorang atau kelompok masyarakat itu dalam kehidupan bersama.
35
Abu Ahmadi, Psikologi Belajar (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), 163.
73
Sudijono Sastroadmojo melihat sikap merupakan reaksi terhadap objek
lingkungan sebagai suatu penghayatan terhadap objek tersebut. Sikap belum
berarti sebuah tindakan yang nyata, namun lebih kepada kecenderungan. Dari
sikap tersebut bisa dilihat atau ditentukan perbuatan akan obyek yang dimaksud.36
Sikap seseorang atau pun kelompok bisa berubah, artinya sikap seseorang
atau kelompok itu tidak selamannya selalu tetap atau tidak pernah berubah. Jadi
sikap itu bisa berubah yang dipegaruhi oleh faktor-faktor internal dan juga
eksternal. Faktor internal adalah faktor yang terdapat dalam pribadi manusia itu
sendiri. Faktor ini berupa selecitivity atau daya pilih seseorang untuk menerima
dan mengolah pengaruh-pengaruh yang datang dari luar. Sedangkan faktor
eksternal adalah faktor yang terdapat diluar pribadi manusia. Faktor eksternal ini
berupa interaksi sosial diluar kelompok misalnya : interaksi antara manusia yang
dengan hasil kebudayaan manusia yang sampai padanya melalui alat-alat
komunikasi seperti: surat kabar, radio, televisi, majalah dan lain sebagainya.37
3.5.2. Sikap Santri Pondok Pesantren Edi Mancoro Terhadap Pluralisme di
Indonesia
3.5.2.1. Santri Pondok Pesantren Edi Mancoro dan Pluralisme
Sebagaimana ditulis di atas bahwa pluralisme adalah keniscayaan di
Indonesia ini. Berbagai ragam kemajemukan dan perbedaan ada di Indonesia.
Menurut penulis ini biasa menjadi suatu hal yang positif, artinya membawa
kebaikan jika dikelola dengan baik, namun juga negatif jika hanya penengahkan
perbedaan saja, sehingga rawan terjadinya konflik dan bahkan disintegrasi bangsa.
36
37
Sudjono Sastroatmodjo, Perilaku Politik (Semarang: IKIP, 1995), 4.
Abu Ahmadi, Psikologi Belajar (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), 178.
74
Para santri menyadari bahwa pluralisme di Indonesia ini adalah fitrah
(Tuhan yang telah menakdirkannya), sehingga mau tidak mau harus menerima
perbedaan tersebut. Dengan perbedaan bisa saling mengenal, belajar dan semakin
memperkaya warna kehidupan. Untuk kemajemukan dan perbedaan suku, ratarata para santri bisa menerima perbedaan itu dengan senang hati, selama kita bisa
hidup bersama dalam koridor kesepakatan kehidupan yang baik, kalau dalam
berbangsa dan bernegara maka dasar kehidupan bersama adalah Pancasila dan
UUD 1945. Sebagaimana beberapa pendapat dari santri dalam wawancara:
Perbedaaan itu sesuatu yang memang takdir Tuhan, artinya memang tidak
bisa dipungkiri keberadaan perbedaan itu. Dengan berbeda kita bisa saling
belajar, saling melengkapi. Kita biasanya gampang menerima perbedaan
suku, namun agak berat dalam menerima perbedaan antar agama. 38
Penerimaan akan perbedaan suku itu akan lain ketika menyangkut
perbedaan keyakinan atau agama. Dalam hal pluralisme agama, tidak semua
penduduk Indonesia bisa menerima perbedaan itu. Ada yang jelas-jelas tidak mau
mengenal, bahkan kalau bisa menolak kehadiran perbedaan agama di suatu daerah
tertentu, ada yang menjaga jarak, tetapi juga ada yang akrab dan biasa saja.
Bahkan dalam sebuah keluarga, sudah bisa menerima perbedaan suku, namun
akan berbeda jika berbeda agama atau keyakinannya.
Para santri rata-rata belum mempunyai banyak pengalaman hidup bersama
dengan orang yang mempunyai agama atau keyakinan yang berbeda. Dan juga
ada yang baru hidup bersama dengan lain agama justru ketika dalam pergaulan di
pondok pesantren Edi Mancoro, karena kegiatan pondok tersebut. Dengan saling
mengenal dan pernah hidup bersama, santri akhir bisa menerima pluralisme
38
Wawancara dengan santri 12 Desember 2016.
75
agama yang ada di Indonesia ini, dan bahkan sampai sekarang mereka bisa masih
berhubungan atau berteman dengan orang yang berbeda agama. Sebagaimana
hasil wawancara:
Saya tidak biasa hidup bersama dengan yang berbeda, terutama berbeda
agama, bahkan kata orang tua tidak usah bergaul dengan mereka malah
menimbulkan masalah dan bisa mengganggu imanmu. Namun setelah ada di
pondok ini semua padangan saya berubah, ternyata mengasyikan bergaul
dengan yang berbeda itu, termasuk yang berbeda agama, dan bahkan sampai
saat ini kami masih saling berhubungan/komunikasi.39
3.5.2.2. Santri Pondok Pesantren Edi Mancoro dan Kyai atau Pengasuh
Pondok Pesantren
Para santri pondok pesantren mempunyai hubungan erat dengan para kyai
atau pengasuh mereka. Para kyai atau pengasuh menjadi teladan hidup bagi para
santri. Beliau-beliau menjadi tokoh idola para santri dalam meng