Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Semar untuk Persamaan Hak Kaum LGBT sebagai Pendekatan Konseling Masyarakat T2 752015028 BAB IV

Bab IV
ANALIS DAN KAJIAN PERAN SEMAR TERHADAP PERSAMAAN HAK
LGBT DARI KONSELING MASYARAKAT
IV.1 Peran Semar Dari Perspektif Konseling Masyarakat.
Bentuk Semar juga tidak jelas apakah dia laki-laki atau perempuan. Semar
juga digambarkan sebagai sosok yang samar, keberadaannya ada tidak hanya
secara fisik saja tetapi juga mewujud melalui sifat dan tindakan. Oleh karena itu
dia disebut Ki Badranaya (Badra : Bulan, sinar cahaya terang ; Naya : pimpinan,
tuntunan, wajah) yang memiliki makna membangun dasar bagi para kstaria1 ; dan
Nayantaka (Naya : pimpinan atau wajah ; Taka : pucat (seperti mayat). Dalam
Nayantaka, pucat ini diartikan sebagai sesuatu yang putih. Wajahnya putih
menggambarkan hati dan pikirannya yang bersih, yang tercermin di wajahnya.
Untuk bisa membersihkan hati dan pikiran diperlukan perjuangan lahir dan batin.
Dari kedua nama itu, Semar memiliki arti bahwa selain bertindak sebagai
penasehat ia juga sebagai penghibur saat para ksatria mengalami kesulitan bahkan
menjadi penolong saat para ksatria dalam bahaya.2 Itulah sosok Semar yang selalu
mengawal kebenaran dan hati nurani para Pandawa sebagai representasi tokoh
kebaikan. Dari arti nama Semar yang demikian, maka dapat dilihat kesamaannya
dengan konseling masyarakat dimana fokus atau kompetensi dasarnya adalah
mengenai keadilan sosial dan multikultural. Disana terdapat banyak hal yang
diperhatikan, sebagaimana Semar sebagai penasehat, penolong dan penghibur,

pengawal kebaikan, konseling masyarakat juga melakukan hal-hal demikian
1
2

Prapto Yuwono, Sang Pamomong, (Yogyakarta : Adiwacana, 2012), h. 79
S. Haryanto, Bayang-bayang Adhiluhung, h. 70

93

melalui berbagai tahapan-tahapan yang harus dilakukan. Konseling masyarakat
tidak serta merta hadir membuat segala sesuatunya menjadi baik dalam waktu
yang cepat. Dalam menjalankan fungsingnya, konseling masyarakat perlu
memperhatikan dua kompetensi, juga model mana yang sesuai untuk menghadapi
suatu kasus atau masalah.
Sosok Semar yang dalam dunia pewayangan Jawa melambangkan adanya
sosok pelindung dan pembimbing sejati mewujud dalam hal-hal seperti halnya
jika terjadi konflik dan kekacauan, jika ada pemimpin yang semena-mena dalam
memimpin, maka Semar akan mengarahkan dan membawanya pada hati nurani
yang baik, yakni mbangun kahyangan. Menjadi pembimbing dinampakkan oleh
Semar dalam memberikan nasehat atau petuah yang baik kepada ksatria untuk

dapat menjunjung tinggi keutamaan hidup.3 Membimbing dengan cara
memberikan nasehat dan petuah, disana ada pengajaran yang diberikan oleh
Semar kepada para ksatria agar mereka menuju keutuhan hidup terlebih saat
mereka sedang menghadapi konflik. Seseorang yang mengalami konflik tentunya
memang membutuhkan orang lain untuk mengarahkannya pada suatu pemikiran
yang bijaksana dalam melihat bahkan menyelesaikan konfliknya tersebut. Hal ini
sama halnya dengan adanya suatu upaya dalam memberikan pendidikan dalam
beberapa konteks, yang dapat memperkuat kemampuan seseorang ataupun
masyarakat dalam menangani suatu stres atau masalah.4 Dalam konseling
masyarakat, pendidikan dapat diberikan melalui beberapa bidang sesuai dengan
apa yang dibutuhkan konseli, juga dapat melalui beberapa langkah. Langkah yang

3

Ardian Kresna, Punakawan-Simbol Kerendahan Hati Orang Jawa, h. 59
Judith A. Lewis, Michael D. Lewis, dkk, Community Counseling - A Multicultural-Social
Justice Perspective, h. 15
4

94


dimaksudkan disini merupakan langkah yang dapat mengacu pada model dalam
konseling masyarakat yaitu strategi terfokus atau strategi berbasis luas.5 Menurut
penulis, Semar memakai strategi yang berbasis luas dalam rangka melakukan
pemberdayaan, pembangunan dan pengembangan suatu kelompok. Jika dalam
menanggapi

masalah

terkait

LGBT,

pemberdayaan,

pembangunan

dan

pengembangan ini dilakukan kepada masyarakat pada umumnya sebab dengan

begitu akan dapat meminimalisir masalah terhadap keberadaan teman-teman
LGBT. Pemberdayaan yang dimaksudkan disini, misalnya saja adalah dengan
melakukan bimbingan untuk menggali potensi yang ada dalam masing-masing
pribadi yang termasuk kelompok LGBT. Potensi yang ada dalam masing-masing
teman LGBT dapat digunakan sebagai cara dalam bertahan hidup (terkait
pekerjaan), sehingga dengan begitu teman LGBT memiliki pekerjaan yang layak
dan tidak lagi menimbulkan masalah disana sini.
Semar dalam kehadirannya pada adegan gara-gara memiliki misi tertentu
untuk membuat suatu keadaan yang damai dan tidak terjadi kekacauan. Keadaan
yang demikian tentu saja tidak hanya tercipta dengan berhentinya suatu kekacauan
dalam satu waktu tertentu saja melainkan harus diciptakan dengan memberikan
pengajaran, nasehat kepada kedua pihak penyebab kekacauan. Jika dilihat dari
kacamata konseling masyarakat, maka terjadinya kekacauan dapat ditinjau dari
berbagai macam faktor, misalnya saja menggunakan model pengembangan
masyarakat dengan strategi berbasis luas. Strategi berbasis luas akan mencari apa
yang menyebabkan terjadinya konflik atau masalah, apakah suatu komunitas yang
berkonflik tersebut memang benar-benar terjadi akibat masalah yang ada. Adanya
5

Judith A. Lewis, Michael D. Lewis, dkk, Community Counseling - A Multicultural-Social

Justice Perspective, h. 14

95

suatu masalah dalam masyarakat belum tentu disebabkan oleh masyarakat itu
sendiri melainkan bisa saja terjadi akibat adanya individu yang bermasalah atau
menjadi sumber pecahnya masalah bagi sebuah komunitas. Masalah yang
bersumber dari individu ini tentu saja juga bisa karena pengaruh beberapa faktor
dalam hidupnya misalnya saja ekonomi, latar belakang keluarga, identitas
seksualnya, kesukuannya. Faktor-faktor ini dapat mempengaruhi satu sama lain,
menjadi serentetan penyebab terjadinya sebuah masalah. Jika dilihat dari
kompetensi yang menjadi fokus konseling masyarakat, maka faktor-faktor ini
merupakan bagian dari sepuluh karakteristik kompetensi multikultural.
Semar, dengan status dan tugasnya sebagai pamong maka dia harus
memiliki cara agar keharmonisan itu selalu ada dan terjaga. Jika terjadi
ketidakharmonisan karena adanya perampasan hak antar sesama manusia maka
sebagai pamong harus tahu bagaimana membuat keadaan itu baik. Manusia itu
harus tahu tentang keberadaannya dan tahu akan kewajibannya jadi tahu akan apa
yang harus dilakukan.6 Konseling masyarakat dengan dua kompetensi
multikultural juga keadilan sosial tentu jika melihat adanya perampasan hak yang

menyebabkan ketidakharmonisan tentuanya adalah sebuah keadaan yang
mengindikasikan suatu ketidakadilan sosial dan berakibat pada suatu krisis pada
seorang individu atau kelompok. Keadaan yang demikian tentunya juga dapat
dilihat dengan kompetensi multikultural, terkait dengan sebab-sebab terjadinya
suatu ketidakadilan sosial. Dalam hal ini tentu peran Semar sebagai pamong
nampak ketika ia mengusahkan suatu keharmonisan. Sebagaimana yang telah
dipaparkan dalang menggambarkan bahwa aspek perlindungan dan bimbingan
6

Wawancara dengan Inf D.7, pada 11 Desember 2016

96

oleh Semar, selalu diharapkan kehadirannya ketika manusia menghadapi berbagai
macam kekacauan dan permasalahan yang pelik. Dalam dunia pewayangan Jawa,
bimbingan untuk menyelesaikan kekacauan/permasalahan yang muncul ini,
dilambangkan dalam adegan gara-gara. Jika dilihat dari perspektif konseling
masyarakat maka disana akan nampak bagaimana peran itu untuk mengatasi
orang-orang yang memiliki masalah yang bisa saja dipengaruhi oleh lingkungan
dan akan dapat mempengaruhi lingkungan. Disana terdapat sebuah transisi

pribadi, orang bergumul dengan luar biasa terhadap adanya tekanan dan
membutuhkan bantuan yang praktis, positif, dan memberdayakan. 7 Begitu juga
Semar dalam kemunculannya pada adegan gara-gara, ia hadir sebagai penolong
mengatasi

kekacauan

yang

ada.

Pertolongannya

tidak

hanya

sekadar

memberhentikan konflik namun lebih kepada bagaimana agar tercipta kerukunan.

Semar memberdayakan, dengan caranya melakukan gugatan dan mbangun
kahyangan (Semar Gugat dan Semar Mbangun kahyangan).
Kemunculan Semar dalam adegan gara-gara tidak lain adalah demi tujuan
mengembalikan situasi atau keadaan dalam keadaan yang harmoni, dalam
keadaan yang semestinya yaitu damai. Dengan kata lain, tidak akan ada lagi
diskriminasi, semua bisa saling menghormati, sebab sesungguhnya suatu
harmonitas sosial mensyaratkan adanya jaminan kebebasan individu.8 Hal ini
sejalan dengan salah satu orientasi daripada konseling masyarakat, yakni adannya
suatu keadilan sosial. Keadilan sosial melihat dan memastikan adanya partisipasi
penuh seorang individu dalam kehidupan masyarakat, terutama bagi mereka yang

7

Judith A. Lewis, Michael D. Lewis, dkk, Community Counseling - A Multicultural-Social
Justice Perspective, h. 121
8
Drs. Moh. Roqib, Harmoni Dalam Budaya Jawa,..., h. 21

97


telah terkucilkan berdasarkan ras / etnis, jenis kelamin, usia, cacat fisik atau
mental, pendidikan, orientasi seksual, status sosial ekonomi, atau karakteristik
lain.9 Adanya perlakukan berbeda terhadap LGBT menandakan tidak adanya
suatu keadilan sosial, sebab LGBT saat ini masih dalam kategori tertekan dan
marjinal karena belum diterima oleh masyarakat secara luas.
Berdasarkan peran-peran Semar

yang ada, peran tersebut dapat

direpresentasikan pada jaman sekarang. “Fungsi semar mengarahkan, kalau ada
diskriminasi maka sosok-sosok Semar pada jaman ini harusnya bisa menjadi
penengah supaya semua orang bisa hidup rukun”.10 Pengaruh dari prinsip hidup

rukun dapat ditemukan dalam berbagai macam sikap, pola pikir dan juga pola
relasi yang ada dalam masyarakat Jawa. Prinsip hidup rukun menolak berbagai
macam pertentangan, permusuhan, dan juga kekacauan.11 Berbicara mengenai
pola relasi, relasi akan bisa diciptakan dengan baik apabila setiap orang sebisa
mungkin dapat memahami keunikan masing-masing pribadi. Keunikan masingmasing pribadi ini mencakup banyak hal, jika dari sudut pandang konseling
masyarakat maka pemahaman itu akan terbantu ketika manusia bisa saling belajar
dan memahami sepuluh karakteristik dalam kompetensi multikultural.12

Keberagaman tidak akan menimbulkan pertentangan dan permusuhan sehingga
pola relasi dapat terjalin dengan baik apabila setiap orang bisa menyadari adanya
keberagaman dan keunikan pada masing-masing individu. Bahkan, untuk bisa
membuat pola relasi yang baik, penerimaan akan keberagaman itu saja tidak
9

Judith A. Lewis, Michael D. Lewis, dkk, Community Counseling - A Multicultural-Social
Justice Perspective, h. 12
10
Wawancara dengan Inf D.10, pada 11 Desember 2016
11
Yusak Tridar a to, “Da ai da Perda aia ..., h.155
12
Judith A. Lewis, Michael D. Lewis, dkk, Community Counseling - A Multicultural-Social
Justice Perspective, h. 91-92

98

cukup dilakukan. Adanya sepuluh karakteristik dalam kompentensi multikultural
yang menunjukan adanya berbagai keberagaman itu perlu untuk dimengerti agar

manusia tidak cepat membuat perbedaan pada seorang individu lain yang berbeda
dengan dirinya.
IV.2

Semar Untuk Persamaan Hak LGBT Dari Perspektif Konseling

Masyarakat.
Sesungguhnya dalam setiap lakon wayang kulit, ada ajaran yang selalu
ditekankan yaitu ajaran tentang memayu hayuning serira . Ajaran tersebut
berbicara mengenai jalan hidup manusia dari masa menjadi anak-anak sampai
dewasa bahkan tua.13 Ajaran ini terkandung dalam setiap lakon termasuk juga
dalam lakon si pamong yaitu Semar adalah bagaimana sesungguhnya manusia
menjadi manusia. Sebagai makhluk sosial, manusia memiliki kewajiban tentang
bagaimana menjadi manusia yang menjalankan fungsi dan tugasnya. Hazim Amir
mengatakan bahwa jika terjadi ketidakseimbangan dalam kehidupan maka
penyebabnya tidak lain karena manusia mencampuradukkan tempat dan fungsi.14
Jadi mengingat kembali apa yang dikatakan dalang dan yang penulis paparkan di
bab tiga bahwa manusia memang harus tahu fungsinya masing-masing, harus tahu
kewajibannya sebagai manusia. Disini terlihat bahwa sejatinya manusia memiliki
porsinya masing-masing di tengah kehidupan ini.
Berbicara mengenai LGBT maka disana kembali diingatkan bahwa setiap
manusia adalah insan seksual. Seksualitas masing-masing orang baik menurut
alkitab maupun pengalaman adalah asasi bagi kemanusiaan kita. Dunia sekular
13
14

Hazim Amir, M.A, Nilai-nilai Etis Dalam Wayang, h. 66
Hazim Amir, M.A, Nilai-nilai Etis Dalam Wayang, h. 68

99

mengatakan bahwa seks adalah hal yang esensial bagi perwujudan diri manusia
dan misalnya saja jika meminta orang-orang homoseksual menghentikan praktik
homoseksualnya itu sama artinya dengan mendorong mereka ke arah neurosis,
keputusasaan, dan bahkan bunuh diri.15 Apalagi dalam hal berkaitan dengan
orientasi seksual yang masuk dalam LGBT tidak terjadi begitu saja dalam diri
seseorang, hal itu muncul dan digumulkan seiring dalam perkembangan diri
mereka.16 Adanya hal untuk cenderung meminta dan berharap bahwa teman
LGBT sebisa mungkin tidak mengikuti keinginannya untuk menjadi dirinya
sendiri ini penulis temukan dalam penelitian.17 Konseling masyarakat memiliki
kerangka yang mencakup strategis praktis dalam ikut campur tangan terhadap
klien untuk mencegah timbulnya permasalahan menyangkut keputusasaan dan
pikiran untuk bunuh diri ini.18 Selain itu, terkait permasalahan LGBT ini, dari
perspektif konseling masyarakat maka setiap individu dengan perbedaan identitas
seksual menjadi bagian dari keberagaman individu yang tidak boleh diabaikan.
Oleh karenanya menanggapi keberadaan LGBT tidak hanya sebatas penerimaan
saja melainkan juga memberikan pendidikan, memberikan konsultasi.19 Dalam hal
ini, penulis menambahkan bahwa berbicara tentang beragamnya orientasi seksual
yang ada, ini bukanlah hal yang dapat dipaksakan juga bukan merupakan hal yang
dibuat-buat. Keberagaman orientasi seksual adalah sebuah realitas yang unik. Jika

15

John Stot, Isu- Isu Global Menantang Kepemimpinan Kristiani, Cetakan-IV, (Jakarta :
Yayasan Komunikasi Bina Kasih,2005), h. 430
16
Judith A. Lewis, Michael D. Lewis, dkk, Community Counseling - A Multicultural-Social
Justice Perspective, h. 322
17
Wawancara dengan Inf B.3 pada 11 Desember 2016
18
Judith A. Lewis, Michael D. Lewis, dkk, Community Counseling - A Multicultural-Social
Justice Perspective, h. 93
19
Judith A. Lewis, Michael D. Lewis, dkk, Community Counseling - A Multicultural-Social
Justice Perspective, h. 56-57

100

begitu maka kehadiran atau keberadaan kaum LGBT akan dapat dilihat sebagai
hal yang normal dan umum.
Peran Semar sebagai pamong adalah untuk mengarahkan bahwa manusia
harus memiliki watak yang luhur, watak yang welas asih dan watak yang gotong
royong serta mengutamakan kepentingan orang banyak. Ketika manusia dapat
mewujudkan ketiga watak tersebut maka berarti manusia memiliki watak satria
utama.20 Manusia diharapkan untuk memiliki watak satria utama sebab Semar
yang melambangkan Terang Ilahi selalu manunggal dengan manusia. Untuk dapat
mencapai diri sebagai manusia berwatak satria utama tersubut, ada tiga pedoman
yang diberikan oleh leluhur yang dalam wayang digambarkan dalam anak-anak
Semar.21 Ketiga pedoman atau petunjuk tersebut adalah Nala Gareng (memiliki
hati emas : murni, jujur dan benar), Nala Petruk (memiliki hati yang memberi
kasih terhadap sesama), Nala Bagong (hati yang hidup dan optimis).22 Dalam
perspektif seperti ini, maka keberadaan LGBT juga seyogyanya tidak dilihat
sebagai keanehan atau melihatnya secara negatif, sebab jika terjadi stigma negatif
pada LGBT maka hal tersebut dapat mempengaruhi proses perkembangan
kepribadian mereka.23 Memiliki hati kasih sebagaimana pedoman luhur sesuai
dengan watak Semar yang dapat dilihat dalam ketiga anak Semar dapat manusia
wujudkan dengan tetap tidak membuat perbedaan ketika hidup berdampingan
dengan mereka yang termasuk dalam kelompok LGBT. Hidup optimis juga dapat

20

S. Haryanto, Bayang-bayang Adhiluhung, h. 74
S. Haryanto, Bayang-bayang Adhiluhung, h. 75
22
S. Haryanto, Bayang-bayang Adhiluhung, h. 76
23
Judith A. Lewis, Michael D. Lewis, dkk, Community Counseling - A Multicultural-Social
Justice Perspective, h. 322
21

101

diwujudkan dengan tidak melihat sebuah perbedaan dalam hal orientasi seksual
ini sebagai sesuatu yang negatif.
Pribadi Semar menunjukkan suatu pengertian mendalam tentang apa yang
sebenarnya bernilai pada diri manusia. Nilai ini menyangkut sesuatu yang tidak
kelihatan, bukan suatu pembawaan lahiriah, bukan tentang penguasaan tata krama,
melainkan tentang sikap batin manusia.24 Untuk itu Semar berkewajiban untuk
menjalankan fungsi pengontrol, pengawas, dan pembimbing.25 Berbicara tentang
nilai dan sikap batin yang halus dalam diri manusia ini, maka hal yang dapat
diusahakan adalah dengan memahami bahwa manusia itu unik. Manusia unik itu
memiliki perbedaan sebagaimana sepuluh karakteristik RESPECTFULL26 dalam
kompetensi multikultural yang memang harus dipahami untuk dapat memiliki
sikap saling menerima dan menghormati serta dapat memahami orang lain. Jika
ada perbedaan maka sebisa mungkin bersikap dan bertindak tidak dengan
melakukan hal yang menimbulkan suatu kekacauan, tidak dengan kebencian.
Fungsi Semar yang seperti ini terutama untuk mengarahkan manusia tentang sikap
batin tadi, tentunya sebuah sikap batin yang menuju hati nurani yang baik atau
akhlak yang baik. Penulis melihat bahwa salah satu kompetensi dalam konseling
masyarakat yaitu multikultural memiliki potensi mengarahkan manusia untuk
memiliki sikap batin yang bernilai baik melalui pemahaman yang perlu dilakukan
manusia lewat sepuluh karakteristik RESPECTFULL. Memahami orang lain
dengan sepuluh karakteristik ini bukanlah hal yang mudah sebab pada dasarnya
manusia dengan sangat cepat menilai orang lain hanya berdasarkan apa yang
24

S. Haryanto, Bayang-bayang Adhiluhung, h. 85
Ardian Kresna, Punakawan-Simbol Kerendahan Hati Orang Jawa, h. 50-51
26
Judith A. Lewis, Michael D. Lewis, dkk, Community Counseling - A Multicultural-Social
Justice Perspective, h. 53
25

102

terlihat langsung di depan matanya saja tanpa melihat banyak sisi lain dari orang
tersebut.
Semar merupakan aspirasi dari perjuangan manusia yang terdiri dari aspek
rohaniah dan aspek jasmaniah.27 Tindakan Semar yang tercermin dalam lakonlakonnya di pewayangan menunjukkan bahwa ia tidak hanya menggambarkan
aspek spiritual melainkan juga aspek duniawi. Bahkan perannya terlihat menonjol
dalam hal keadilan dan kebenaran bagi manusia. Penokohan Semar melahirkan
sekian problema bagi kisah perjuangan manusia baik secara lahir maupun batin.28
Melihat fungsi Semar yang demikian maka persoalan LGBT juga sebuah
persoalan menyangkut keadilan, keadilan untuk dapat diterima dan diperlakukan
seperti manusia pada umumnya. Untuk menerima mereka diperlukan proses yang
tidak cepat maka diharapkan dalam proses itu tidak muncul suatu sikap yang
menilai dengan negatif tanpa melihat latar belakang mereka. Dengan mengacu
pada ha tersebut maka beberapa hal yang menjadi bagian dari sepuluh
karakteristik kompetensi multikultural29 dalam konseling masyarakat perlu
diperhatikan dalam permasalahan ini. Maka dari sepuluh karakteristik komptensi
multikultural yang dapat digunakan untuk mengkaji masalah LGBT adalah
tentang identitas seksual seseorang, latar belakang keluarga, lingkungan tempat
tinggal, tahapan perkembangannya, kedewasaan psikologisnya, budayanya.
Dalam melihat permasalahan terkait LGBT ini maka gambaran Semar
sebagai Pamong adalah menjadi seorang tokoh yang harus menjaga tatanan, tidak

27

S. Haryanto, Bayang-bayang Adhiluhung, h. 87
S. Haryanto, Bayang-bayang Adhiluhung, h. 88
29
Judith A. Lewis, Michael D. Lewis, dkk, Community Counseling - A Multicultural-Social
Justice Perspective, h. 11
28

103

ada kekacauan dan meniadakan ketidakadilan. Oleh karena itu penulis akan
menjabarkan bagaimana mengenai peran Semar sebagai pamong tersebut, yang
sesungguhnya dalam mitologi Jawa, Semar melambangkan roh Suci yang
memiliki tugas untuk mengasuh manusia agar manusia tetap mengingat dan
memandang Tuhan dalam keadaan suka maupun duka. Roh suci ini, di dalam
dunia diceritakan tinggal di sebuah tempat bernama karangkadempel. Karang
sendiri memiliki arti tanah yang berada di sekitar rumah dan dijaga kebersihan
serta keasliannya. Sedangkan untuk kata kadempel berasal dari dempel yang berari
teguh sehingga jika untuk kadempel berarti keteguhan. Dari sini, maka makna
secara harafiah dari karangkadempel adalah tanah keteguhan. Oleh karena itu, jika
dikatakan bahwa Semar tinggal di karangkadempel maka memiliki arti bahwa
Roh Suci tinggal di hati manusia yang memiliki keteguhan untuk berbakti kepada
Tuhan.30
Semar yang dimaknai sebagai Pamong yang secara mitologi adalah Roh
Suci tersebut dimaknai juga sebagai Sang Pengasuh, Sang Penghibur, Sang
Penolong. Semar sebagai Sang Pengasuh melakukan dua peran yaitu pertama
mengajarkan kepada manusia untuk memahami ketulusan, kebenaran, keadilan
dan

kedua

adalah

memberikan

peringatakan

kepada

manusia

agar

mempertahankan tentang ketulusan, keadilan dan kebenaran tersebut. Oleh karena
itu, Semar Sang roh suci yang bertindak sebagai Sang Pengasuh ini sangat
ditunggu kehadirannya dalam adegan gara-gara sebab disana ia berperan untuk
menuntun ksatria dalam memenangkan pertarungan. Disana ada muatan bahwa
Roh Suci sebagai pengasuh menuntun para ksatria untuk menegakkan kebenaran
30

Prapto Yuwono, Sang Pamomong, (Yogyakarta : Adiwacana, 2012), h. 81

104

dan keadilan demi memelihara keselarasan hubungan manusia dengan manusia,
juga manusia dengan alam sekitar.31 Pertarungan yang dimenangkan oleh ksatria
melalui bimbingan Semar bukan sekadar pertarungan akan peperangan melainkan
merupakan sebuah pertarungan menegakkan kebenaran dan keadilan demi
memelihara keselarasan hubungan. Ini sesuai juga dengan peran Semar yang tidak
bisa dilepaskan dari anak-anaknya, dalam bagian ini Nala Gareng. Nala Gareng
disini adalah sosok memiliki hati emas : murni, jujur dan benar). Keselarasan
hubungan yang diupayakan ini tidak lain adalah demi tercapainya kehidupan yang
harmonis sesuai dengan falsafah hidup orang Jawa. Hal demikian ini sejalan
dengan lakon Semar dalam cerita Semar mbangun kahyangan, dimana dalam
cerita ini Semar mengajak manusia untuk membangun akhlak dan hati yang baik,
menciptakan kahyangan yang bukan merujuk pada tempat akan tetapi lebih
dimaksudkan untuk suatu keadaan yang baik, yang tentram, yang damai.
Kemudian sebagai Sang Penghibur, Semar atau Roh Suci dimaknai hadir
dan memberikan penghiburan ketika hidup manusia berada dalam kesulitan dan
kesedihan. Sang Penghibur ditunggu kehadirannya sebab ketika manusia
mengalami kesedihan dan kesulitan maka bisa saja manusia tidak memiliki
harapan dan muncul keputusasaan.32 Dalam hal ini maka ada dua tugas yang
diperlihatkan dalam perannya sebagai Sang Penghibur yaitu pertama memberikan
keberanian

saat

menghadapi

kesulitan-kesulitan

dalam

memperjuangkan

kebaikan, kebenaran, keadilan. Sedangkan tugas kedua yang diperlihatkan oleh
Sang Penghibur adalah memberikan keteguhan dalam menghadapi kesulitan dan
kesengsaraan dalam hidup. Keteguhan ini mengacu pada keteguhan agar tidak
31
32

Prapto Yuwono, Sang Pamomong, h. 82
Prapto Yuwono, Sang Pamomong, h. 84

105

menyimpang dari apa yang hendak diperjuangkan.33 Sebagaimana cerita Semar
mbangun kahyangan yang merupakan cerita serupa dan berkaitan dengan cerita
Semar gugat, disana terdapat sebuah kisah dimana Semar menggugat penguasa
atas

adanya

kejanggalan

dan

ketidakwajaran

yang

berdampak

pada

ketidaktentraman masyarakat. Dalam hal ini Semar menggungat, kemudian
mengajak semua manusia untuk menuju suatu keadaan yang baik. Penggugatan
Semar kepada penguasa ini dapat dimaknai pula sebagai suatu bentuk perjuangan
menyuarakan kebenaran, kebaikan dan keadilan sebagaimana yang dilakukan oleh
Semar sebagai Sang Penghibur. Semar sebagai Pamong dalam peranya menjadi
Sang Penghibur ini terdukung pula dengan pedoman hidup yang dicontohkan oleh
anaknya yaitu Nala Petruk demi tujuan supaya manusia menjadi ksatria utama.
Nala Petruk memiliki suatu pedoman yakni memiliki hati memberi kasih terhadap
sesama.
Sebagai Sang Penolong, ada dua peran yang dilakukan disana. Peran
pertama adalah mengingatkan manusia bahwa ada kekuasaan adikodrati yang

dapat menolong manusia sehingga disana manusia memiliki pengharapan ketika
mengalami kesulitan. Selanjutnya peran yang kedua adalah Roh Suci atau Semar
sebagai Sang Penolong membantu menyampaikan apa yang menjadi doa manusia
kepada Tuhan.34 Peran Semar sebagai penolong ini sejalan dengan lakon Semar
dalam Semar mbarang jantur. Dalam lakon tersebut, Semar bertindak sebagai
pengamat. Kemudian jika ada suatu kejanggalan tertentu maka Semar akan
mengusahakan agar keadaan tersebut menjadi wajar dan semestinya. Sebagai
contoh kisah Semar mbarang jantur adalah kisah dimana Semar memberikan
33
34

Prapto Yuwono, Sang Pamomong, h. 85
Prapto Yuwono, Sang Pamomong, h. 88

106

pelajaran kepada Arjuna yang pernah tidak dapat menahan nafsunyaa. Disana
Semar melihat bahwa Arjuna sebagai pemimpin tidak bisa memberikan contoh
yang baik sehingga Semar kemudian memberikan pelajaran kepada Arjuna
sebagai sebuah peringatan. Keserakahan dan sifat Arjuna yang tidak dapat
menahan nafsu tersebut merupakan penggambaran bahwa ada kekawatiran Arjuna
sebagai pemimpin yang tidak percaya akan kuasa yang adikodrati. Maka disinilah
tugas Semar dalam lakon Semar mbarang Jantur yaitu bertindak sebagai pengamat
dan pemerhati.35 Oleh karena itu, Semar mbarang jantur dan Semar sebagai
penolong sejatinya memperlihatkan tugas dan fungsi Semar sebagai seorang
pengamat, pemerhati, pengingat juga memfasilitasi manusia dalam melihat,
mengusahakan dan mewujudkan harapan. Disini ada keoptimisan dalam hidup
dan dalam menghadapi suatu masalah. hal ini sesuai dan terdukung pula dengan
anak Semar yaitu Nala Bagong, yang memiliki arti hati yang hidup dan optimis.
Ketiga gambaran akan Semar sebagai Sang Pengasuh, Sang Penghibur,
Sang Penolong di atas merupakan gambaran nyata dari peran Semar sebagai
Pamong. Gambaran nyata Semar sebagai pamong yang terjabarkan dalam ketiga
peran tersebut dapat digunakan sebagai pendekatan dalam menanggapi dan
mendampingi keberadaan LGBT dengan segala permasalahannya, sebab dalam
perkembangannya LGBT juga mengalami kesulitan dan kebingungan akan
identitasya. Kesulitan dan kegelisahan tersebut dapat menimbulkan kegelisahan,
depresi,muncul keinginan bunuh diri, gagal dalam hal akademis ,pelecehan fisik,

35

John Tondowidjoyo, CM, Enneagram dalam Wayang Purwa, (Jakarta : PT Gramedia,
2013), h.117-118

107

seksual, verbal, pelacuran.36 Ketiga gambaran itu menunjukkan secara nyata
gambaran peran dan tugas Semar dalam rangka menjadi seorang pengasih,
penasehat, penolong, pembimbing, pemelihara kebenaran, meneguhkan dan
memberikan harapan. Dimana peran dan tugas tersebut dapat dipakai untuk
menolong LGBT dalam menghadapi permasalahan seputar penerimaan akan
keberadaan mereka yang terkait juga kesempatan kerja, hidup berdampingan,
berelasi.
IV.3


Rangkuman
Peran Semar dari perspektif konseling masyarakat
Semar tidak bisa hanya dipahami dari segi fisiknya saja melainkan harus

dipahami dengan melihat nilai filosofis dalam dirinya, melalui sikap dan
tindakannya. Kehadiran Semar tidak hanya menyimbolkan perannya sebagai abdi
tapi lebih pada perannya sebagai pamong yang akan membawa pada laku
keutamaan dalam kehidupan, menjadi ksatria dan manusia yang memiliki sikap
batin baik. Kehadiran Semar dalam membimbing, menasehati, sampai
meniadakan kekacauan sebagaimana kemunculannya dalam adegan gara-gara
tentu saja ini memiliki arti bahwa Semar mengkondisikan sebuah keadaan yang
tidak hanya menyangkut seorang individu saja melainkan juga komunitas. Semar
sebagai seorang pamong tentunya tidak hanya hadir dalam situasi kekacauan saja,
Semar juga hadir dalam keseharian para ksatria untuk menjadi penasehat,
pembimbing dan pelindung. Dari apa yang dilakukan Semar, berdasarkan
perannya sebagai pamong ini, maka dalam diri Semar ada nilai pastoral yang
36

Judith A. Lewis, Michael D. Lewis, dkk, Community Counseling - A Multicultural-Social
Justice Perspective, h. 322

108

dilakukan. Proses pastoral yang mana di dalam hal ini ditunjukkan pada proses
konseling, yaitu dengan adanya bimbingan, nasehat, bahkan penghiburan kepada
para ksatria. Semar memberdayakan ksatria-ksatria untuk merepresentasikan nilai
keutuhan hidup, melawan ketidakadilan dan meniadakan kekacauan. Semar dalam
hal ini melakukan konseling masyarakat, dimana dalam hal ini masyarakat yang
dimaksudkan adalah kelompok para ksatria, mereka yang terlibat dalam
kekacauan pada saat gara-gara.


Persamaan hak LGBT dalam perspektif Semar dari kajian konseling
masyarakat
Dari sudut pandang konseling masyarakat, maka permasalahan LGBT

dapat dikaji terutama dengan adanya pertimbangan-pertimbangan dan perhatian
khusus dalam konseling masyarakat yang antara lain juga menyangkut orientasi
seksual, mengatasi orang terpinggirkan dan yang mengalami krisis. Hal ini juga
didukung dengan peran semar yang menginginkan adanya hati yang damai, tidak
ada kekacauan, menuntun pada hal-hal baik, misalnya saja mbangun kahyangan.
Semua dapat dilakukan oleh Semar oleh sebab perannya sebagai pamong. Dalam
hal ini terutama bisa digali dari peran-peran Semar pada setiap lakonnya dalam
dunia pewayangan. Peran itu misalnya saja seperti dalam Semar Mbarang jantur,
Semar Nggugat dan Semar mbangun kahyangan, yang dijelaskan dalam bab tiga
dan dalam bagian bab empat ini. Ketiga lakon Semar tersebut, juga lakon-lakon
Semar lainnya adalah untuk terciptanya suatu keadilan dan keharmonisan
terutama yang digambarkan secara khas dengan kemunculannya dalam adegan
gara-gara. Kemunculan Semar sebagai sang pamong pada adegan gara-gara

tersebut juga dikenal dalam tiga gambaran terhadap sang pamong yaitu sebagai
109

sang pengasuh, sang penghibur, dan sang penolong. Selain itu teladan dan ajaran
dari Semar juga terdukung dengan keberadaan anaknya yaitu Bagong, Gareng,
dan Petruk.

110

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Persamaan Hak Penganut Agama dan Kepercayaan di Indonesia T2 322014002 BAB IV

0 0 58

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Semar untuk Persamaan Hak Kaum LGBT sebagai Pendekatan Konseling Masyarakat

0 2 12

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Semar untuk Persamaan Hak Kaum LGBT sebagai Pendekatan Konseling Masyarakat

0 0 11

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Semar untuk Persamaan Hak Kaum LGBT sebagai Pendekatan Konseling Masyarakat T2 752015028 BAB VI

0 0 3

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Semar untuk Persamaan Hak Kaum LGBT sebagai Pendekatan Konseling Masyarakat T2 752015028 BAB V

0 0 11

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Semar untuk Persamaan Hak Kaum LGBT sebagai Pendekatan Konseling Masyarakat T2 752015028 BAB II

0 0 53

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Semar untuk Persamaan Hak Kaum LGBT sebagai Pendekatan Konseling Masyarakat T2 752015028 BAB I

0 0 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Ino Fo Makati Nyinga sebagai Konseling Social Justice T2 752015006 BAB IV

0 0 31

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Ain Ni Ain sebagai Pendekatan Konseling Perdamaian Berbasis Budaya T2 752015029 BAB VI

0 0 3

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Ain Ni Ain sebagai Pendekatan Konseling Perdamaian Berbasis Budaya T2 752015029 BAB IV

0 0 32