Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Semar untuk Persamaan Hak Kaum LGBT sebagai Pendekatan Konseling Masyarakat T2 752015028 BAB V

Bab V
PERAN SEMAR SEBAGAI PENDEKATAN KONSELING
MASYARAKAT
V.1

Landasan Filosofis Semar
Masyarakat Jawa mengenal Semar sebagai abdi yang melayani sekaligus

sebagai pamong yang mengusahakan terhindarnya kekacauan dalam suatu tatanan.
Semar, tidak bisa dilihat hanya sekadar dari bentuk fisiknya saja, nilai filosofis
dari keberadaan Semar dapat dilihat dari sikap hidupnya. Dari hal ini maka
kemunculan Semar sebagai pamong pada adegan gara-gara lebih tepat jika
dipahami sebagai sebuah penggambaran untuk menunjukkan kewajiban yang
dimiliki oleh Semar. Kewajiban tersebut antara lain: membantu, membimbing,
meneguhkan dan memberikan harapan kepada para ksatria, untuk menyelesaikan
berbagai permasalahan dalam hidupnya. Nilai filosofis dalam diri semar dapat
dilihat bukan dari fisik melainkan dari sikap hidupnya, akan tetapi tidak dapat
dilupakan bahwa asal usul semar yang lahir dari bagian kulit telur juga dapat
dimaknai sebagai asal mula mengapa semar berperan sebagai pamong yang
melindungi, yang menjaga dan mengkondisikan suatu keadaan agar tidak “pecah”
sehingga dapat menimbulkan kekacauan.

V.2 Nilai-nilai Spiritual Semar
Perbedaan kemunculan Semar dalam lakon-lakon pada pewayangan, tentu
memiliki tujuan khusus dan tersirat makna-makna khusus, yang ingin
disampaikan sesuai dengan lakon yang dimainkan. Dimana hal ini tentu juga
terkait dengan nilai-nilai dan pandangan hidup, yang dimiliki oleh masyarakat
111

Jawa. Penyampaian pesan ini dilakukan oleh dalang dalam adegan gara-gara
dalam sebuah pertunjukan wayang kulit melalui tokoh Semar. Kemunculan Semar
pada saat gara-gara terjadi yaitu adanya kekacauan alam semesta, ternyata
memiliki keterkaitan yang cukup erat, dengan cita-cita dan tujuan hidup, yang
selalu diperjuangkan oleh masyarakat Jawa. Melalui adegan ini, akan terlihat
bagaimana masyarakat Jawa memandang dunia dan kemudian bagaimana mereka
berusaha untuk menjaga keselarasannya/keharmonisan di dalamnya. Tidak hanya
berhenti sampai di situ saja, melalui adegan gara-gara ini kita juga akan diajak
untuk melihat bagaimana keadilan dan kebenaran itu perlu untuk diperjuangkan,
demi terciptanya keharmonisan itu sendiri. Pada dasarnya Semar memang
memiliki peran utama sebagai tokoh yang berpengaruh kepada para satria dengan
berbagai cara yang diperankannya dalam menyikapi ketimpangan yang dilakukan
oleh manusia. Peran tersebut tidak lain adalah perannya sebagai pamong yang

kemudian dikenal dan digambarkan juga sebagai Sang Pengasuh, Sang Penghibur
dan Sang Penolong.

112

113

V.3 Bagan : Konseling Semar Sebagai Pendekatan Dalam Konseling Masyarakat

Komponen
teori

Landasan filosofi
konseling Semar

Nilai spiritual
konseling Semar

Sang
Pengasuh


Semar

Isi
Teori

Sang Pamong

Masalah LGBT

Tujuan
konseling Semar

Sasaran pencapaian
konseling Semar

Mengajarkan ketulusan,
kebenaran, keadilan

Masalah perlakuan

tidak menyenangkan

Perbaikan relasi

Kedamaian

Mengingatkan untuk
mempertahankan ketulusan,
kebenaran, keadilan

Masalah penolakan
LGBT

Hidup
berdampingan

Kerukunan

Memberikan keberanian
memperjuangkan kebaikaan,

kebenaran, keadilan

Masalah diskriminasi

Kesadaran akan
adanya
perbedaan

Kepedulian

Memberikan penguatan
untuk berjuang dan
menghadapi tantangan

Masalah tekanan
hidup dan pekerjaan

Berani
menghadapi
tantangan


Mengingatkan akan adanya
harapan

Masalah dukungan
lingkungan

Hidup saling
mendukung

Pengharapan

Memfasilitasi apa yang
menjadi harapan

Masalah
pengembangan diri

Integritas diri


Peningkatan
kualitas hidup

Sang
Penghibur

Sang
Penolong

Sasaran
teori

Teknik pendekatan konseling
Semar

Persamaan Hak
&
Keadilan Sosial

Tanggung jawab


Bagan di atas disusun berdasarkan teori konseling masyarakat yang
digunakan untuk mengkaji hasil penelitian mengenai LGBT dan permasalahan
yang dihadapinya di tengah kehidupan sehari-hari. Dimana kajian tersebut
dilakukan dengan terlebih dahulu melihat LGBT dari perspektif Semar. Dalam
pengkajian LGBT dari perspektif Semar, ditemukan mengenai bagaimana sikap
dan tindakan Semar jika terjadi suatu kekacauan di tengah kehidupan. Semar
dikenal dan dihayati sebagai pamong yang membimbingan, menasehati,
mengarahkan pada kehidupan yang damai. Dengan perannya sebagai pamong
maka disana ditemukan bahwa Semar memiliki fungsi untuk mengendalikan suatu
kekacauan serta memberdayakan komunitas yang terlibat dalam suatu kekacauan
tersebut. Kemudian hal yang demikian dikaji dari perspektif konseling masyarakat
dan

ditemukan

bahwa

dalam


pribadi

Semar

terdapat

fungsi

untuk

memberdayakan, seperti halnya konseling masyarakat. Fungsi memberdayakan ini
terdapat pada peran Semar sebagai pamong yang dikenali pula dalam perwujudan
peran itu antara lain sebagai Sang Pengasuh, Penghibur, Sang Penolong.
Kemudian dalam desain pendekatan ini nilai dan filosofis semar tersebut
melahirkan enam teknik pendekatan dalam konseling Semar. Enam teknik
pendekatan ini bersumber dari ketiga perang Semar sebagai Sang Pengasuh, Sang
Penghibur dan Sang Penolong, dimana masing-masing peran tersebut memiliki
dua fungsi. Teknik pendekatan dari konseling Semar ini dapat diterapkan dalam
penanganan baik terhadap individu-invidu yang menjadi bagian dari masyarakat
heteroseksual, pada masyarakat secara umum, maupun pada individu LGBT serta

kepada kelompok-kelompok LGBT yang ada.

114

Teknik pendekatan konseling yang berasal dari Semar sebagai pamong
(Sang Pengasuh, Sang Penghibur, Sang Penolong) digunakan untuk menanggapi
enam masalah LGBT yang muncul dari hasil penelitian. Enam masalah tersebut
antara lain masalah perlakuan tidak menyenangkan, masalah penolakan LGBT,
masalah diskriminasi, masalah tekanan hidup dan pekerjaan, masalah dukungan
lingkungan, dan masalah pengembangan diri. Ke-enam masalah tersebut saling
memiliki keterkaitan satu sama lain atau dalam satu pokok besar masalah yang
sama. Masalah yang memiliki keterkaitan tersebut penulis deskripsikan sebagai
berikut :
1. Masalah perlakuan tidak menyenangkan dan masalah penolakan LGBT
Perlakuan tidak menyenangkan ini muncul karena LGBT merasa
dipandang negatif dengan orang di sekitarnya, misalnya saja masih ada yang
memanggil dengan jeng, dikatakan kemayu (sok cantik), apabila keluar di malam
hari dinilai untuk bekerja sebagai “pekerja malam”. Selain itu, perlakuan tidak
menyenangkan juga terjadi karena masyarakat menganggap bahwa mereka yang
suka dengan sesama jenis adalah orang yang aneh dan tidak normal terlebih dapat

menular dan mempengaruhi pemikiran anak-anak. Hal-hal demikian merupakan
contoh perlakuan tidak menyenangkan yang memang tidak secara langsung
terdengar oleh LGBT akan tetapi kemungkinan akan bisa menjadi perlakuan tidak
menyenangkan yang membuat sakit hati atau tersinggung LGBT, sebab
masyarakat juga berpendapat bahwa sebisa mungkin mereka yang LGBT ini tidak
berada di lingkungan tempat tinggal mereka. Dari beberapa hal seperti ini maka
disana mendindikasikan adanya ketertolakan LBGT oleh yang heteroseksual.

115

Jika melihat permasalahan seperti ini, maka teknik pendekatan konseling
Semar sebagai Sang pengasuh memiliki dua peran yang dapat dilakukan yaitu
mengenai pengajaran atau didikan kepada manusia dengan tujuan supaya manusia
mengerti akan apa itu ketulusan, kebenaran dan keadilan. Ketulusan dimaksudkan
untuk dapat menerima setiap orang di sekitarnya dengan baik, tidak ada kepurapuraan, tidak berpandangan negatif. Dari hal menyangkut ketulusan ini maka
disana akan melahirkan suatu sikap yang dapat membedakan antara sikap
kebenaran dan kejahatan, sikap keadilan dan ketidakdilan atau kesewenangwenangan. Teknik ini dapat difokuskan dengan strategi berbasis luas sebagaimana
ada dalam konseling masyarakat, dimana hal yang dapat dilakukan adalah dengan
memberikan pengarahan kepada masyarakat tentang bagaimana bersikap kepada
LGBT supaya tidak ada relasi yang tidak baik diantara LGBT dan heteroseksual.
Kemudian dari sana diharapkan relasi yang semula tidak baik karena adanya
pandangan-pandangan negatif dapat dipulihkan kembali sehingga tidak lagi ada
perlakuan berbeda diantara heteroseksual dan LGBT, yang berarti disana tidak ada
lagi diskriminasi.
Apabila masih ada penolakan kaum LGBT oleh masyarakat heteroseksual
maka seorang konselor masyarakat harus memiliki strategi untuk kembali
mengingatkan mengenai sikap hidup yang semestinya dimiliki oleh setiap orang.
Sikap hidup tersebut tidak lain adalah adanya ketulusan hati, mengetahui
bagaimana hal yang mengandung kebenaran dan kejahatan, mengetahui
bagaimana sikap yang adil dan yang mengandung kesewenangan. Sikap hidup
yang demikian dapat menjadi bekal di dalam masyarakat, baik LGBT maupun
heterokseksual untuk dapat hidup berdampingan sehingga menciptakan. Dengan

116

setiap orang dapat hidup secara berdampingan antara satu sama lain maka akan
tercipta sebuah kerukunan di tengan kehidupan, dalam bertetangga dan sebagai
makhluk sosial di tengah masyarakat.
Perlakuan tidak menyenangkan dan penolakan terhadap LGBT bisa
membuka peluang untuk teman-teman LGBT mengalami sebuah krisis dalam
hidupnya. Terkait peluang krisis ini penulis tangkap dari masalah-masalah yang
mereka ceritakan, bahwa mendapati diri mereka berbeda dengan orang pada
umumnya saja sudah menjadi krisis tersendiri bagi mereka. Dari sini, apabila
ditambah dengan adanya suatu bentuk-bentuk tertentu terkait dengan perlakuan
orang lain yang tidak menyenangkan pada mereka maka akan dapat menjadikan
teman-teman LGBT ini mengalami sebuah krisis tersendiri. Untuk itu, dalam hal
ini Semar sebagai Sang Pengasuh dapat melakukan konseling dengan teknik
pendekatan konseling Semar yang sudah tertulis dalam paragraf sebelumnya juga
dalam bagan konseling Semar. Selain itu, dalam menangani jika terjadi krisis
maka langkah-langkah dalam konseling masyarakat untuk sebuah krisis dapat
diterapkan.
2. Masalah diskriminasi, tekanan hidup dan pekerjaan
Penulis menemukan dalam penelitian terkait dengan perjuangan kaum
LGBT yang diantaranya adalah terkait dengan hak mereka, dimana masalah ini
berbicara mengenai tekanan-tekanan yang mereka alami. Masalah yang mereka
alami menyangkut penerimaan akan keberadaan mereka dalam lingkup keluarga,
teman, dan masyarakat pada umumnya. Tekanan-tekanan tersebut berupa tekanan
untuk menikah, untuk tidak berekspresi sesuai dengan jenis kelamin mereka.

117

Tekanan yang mereka alami tidak hanya datang dari keluarga dan teman mereka
terkait dengan pernikahan saja melainkan juga tekanan menyangkut pekerjaan
yang mereka lakukan. Dalam penelitian ini, pekerjaan yang mendapatkan tekanan
adalah sebagai pengamen. Dengan profesi mereka sebagai pengamen, mereka
mengalami ketidakbebasan sebab mereka seringkali mengalami razia dengan
alasan mereka mengganggu ketertiban. Dengan kenyataan-kenyataan ini maka
teknik pendekatan dapat hadir dengan memberikan keberanian kepada LGBT
untuk berani memperjuangkan haknya. Perjuangan hak atas orientasi seksual yang
mereka miliki ini merupakan sebuah perjuangan yang tidak mudah sebab
masyarakata sudah terlanjur berpandangan bahwa yang normal adalah mereka
yang heteroseksual. Justru disini tugas dari konseling masyarakat dengan
pendekatan Semar sebagai Sang Penghibur, memberikan alasan mengapa mereka
yang LGBT juga perlu menuntut haknya untuk diterima dan diakui. LGBT perlu
diakui dan diterima keberadaannya sebab pada dasarnya mereka yang berorientasi
seksual selain heteroseksual ini bukan merupakan penyakit, bukan budaya yang
dibawa atau dicontoh dari budaya barat sebab menurut sejarah di Indonesia juga
ditemukan budaya seksual selain heteroseksual. Dimana hal ini telah penulis
paparkan dalam bab dua pada bagian sejarah LGBT di Indonesia, sehingga dari
sini masyarakat memiliki kesadaran akan adanya perbedaan pada masing-masing
individu. Dari kesadaran akan hal tersebut maka pencapaian yang diharapkan pada
proses konseling ini adalah adanya penerimaan akan perbedaan dan keunikan
tersebut. Perbedaan dan keunikan ini juga merupakan karakteristik yang perlu
diperhatikan dalam konseling masyarakat dengan kompetensi multikultural.

118

Terlebih lagi dengan memberikan dukungan akan perjuangan ini maka disana juga
ada komptensi keadilan sosial yang diperhatikan dan diupayakan untuk dilakukan.
Terkhusus untuk LGBT yang berjuang atas adanya diskriminasi, teknik
pendekatan konseling dapat dilakukan untuk memberikan penguatan dalam setiap
perjuangan yang mereka lakukan dan tentunya perjuangan itu juga tidak lepas dari
tantangan sebab perjuangan itu sendiri merupakan tantangan dalam hidup. Teknik
pendekatan ini juga dapat dikolaborasikan dengan langkah dalam kompetensi
keadilan sosial dalam konseling masyarakat untuk menghadapi trauma. Disinilah
tugas konselor, membuat mereka yakin bahwa setiap tantangan dapat dihadapi
dan memiliki jalan keluar atau penyelesaian.Untuk masyarakat, maka teknik ini
dapat digunakan dengan cara memberi bimbingan kepada mereka bahwa LGBT
ini semestinya tidak ditolak, perlu didukung dan jika tidak bisa memberikan
bantuan-bantuan maka paling tidak masyarakat yang heteroseksual tidak menjadi
penambah masalah bagi mereka. Dari keadaan dan teknik pendekatan konseling
yang diupayakan ini maka sasaran pencapaian yang harus didapatkan adalah
adanya suatu kehidupan yang saling mendukung satu sama lain.
3. Masalah dukungan lingkungan dan pengembangan diri
Ketika seseorang mengalami masalah, maka disana ada kemungkinan jika
masalahnya tidak teratasi dengan baik maka akan ada rasa kecewa, putus asa,
kehilangan harapan. Semua hal itu tentunya memerlukan dukungan dari pihakpihak tertentu. Dalam masalah LGBT, masalah-masalah yang muncul seperti yang
sudah terpaparkan sebelumnya yaitu terkait dengan adanya tekanan-tekanan
seperti tekanan menikah, hidup berdampingan dengan yang lain, tekanan dalam

119

hal pekerjaan tentu mereka membutuhkan dukungan. Dukungan tersebut dapat
dilakukan dengan berbagai cara diantaranya menemani saat mereka sedang
terpuruk dan membutuhkan teman berbagi, dukungan dengan memberikan suatu
pengaharapan ketika mereka nampak sedang mengalami keputusasaan dan
kehilangan harapan. Dukungan ini tidak hanya diberikan pada saat dimana
seseorang sedang dalam masa benar-benar jatuh dan bermasalah saja, dukungan
dapat diberikan secara berkelanjutan. Suatu dukungan tidak hanya berhenti ketika
masalah yang dialami selesai melainkan dapat terus menerus diberikan bahkan
paska masalah selesai. Hal ini bertujuan untuk mempersiapkan orang yang
bermasalah mengalami kedewasaan psikologis sehingga memiliki kesiapan yang
berbeda dari sebelumnya untuk menghadapi masalah yang terjadi di depannya.
Dalam dukungan yang terus menerus diberikan kepada orang yang
mengalami masalah maka memungkinkan juga bahwa mereka yang didukung
tersebut juga memerlukan bantuan. Melihat masalah yang dialami oleh kaum
LGBT di Blitar, maka dukungan dan bantuan sama-sama menjadi hal yang
mereka perlukan. Dukungan diperlukan karena adanya tekanan dan permasalah
yang mereka hadapi terkait dengan penerimaan dan perlakuan yang tidak baik.
Kemudian terkait dengan harapan mereka, maka bantuan perlu diberikan guna
memfasilitasi keinginan mereka dapat terpenuhi. Memberikan bantuan merupakan
hal yang berbeda dengan memberikan dukungan. Memberikan bantuan cenderung
bersifat memberikan sebuah tindakan secara konkret, misalnya saja terkait dengan
adanya penertiban oleh petugas kepada para waria yang mengamen. Disana
konselor dapat mendampingi mereka, mendengarkan apa yang menjadi harapan
dan keinginan mereka. Dalam penelitian ini, mereka yang mengamen kurang

120

memiliki keterampilan sebab mereka mengamen dengan sementara sedang dalam
proses belajar untuk bekerja di salon. Dari sini dapat dilihat bahwa sebenarnya
mereka membutuhkan bantuan untuk bisa memiliki keterampilan, atau jika
mereka sendiri merasa tidak membutuhkan bantuan maka sebagai seorang
penolong hal yang bisa dilakukan adalah mengupayakan bantuan sebagai upaya
memberikan solusi untuk keluar dari pekerjaan mengamen yang mengundang
masalah itu. Dengan begitu maka tujuan atau sasaran pencapaian dari teknik
pendekatan dengan memberikan harapan dan memberikan bantuan atas apa yang
menjadi harapan dari seorang klien dapat terwujud yaitu untuk peningkatan
kualitas hidup.

121

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Persamaan Hak Penganut Agama dan Kepercayaan di Indonesia T2 322014002 BAB V

0 0 4

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Semar untuk Persamaan Hak Kaum LGBT sebagai Pendekatan Konseling Masyarakat

0 2 12

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Semar untuk Persamaan Hak Kaum LGBT sebagai Pendekatan Konseling Masyarakat

0 0 11

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Semar untuk Persamaan Hak Kaum LGBT sebagai Pendekatan Konseling Masyarakat T2 752015028 BAB VI

0 0 3

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Semar untuk Persamaan Hak Kaum LGBT sebagai Pendekatan Konseling Masyarakat T2 752015028 BAB IV

0 0 18

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Semar untuk Persamaan Hak Kaum LGBT sebagai Pendekatan Konseling Masyarakat T2 752015028 BAB II

0 0 53

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Semar untuk Persamaan Hak Kaum LGBT sebagai Pendekatan Konseling Masyarakat T2 752015028 BAB I

0 0 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Ino Fo Makati Nyinga sebagai Konseling Social Justice T2 752015006 BAB V

0 0 8

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Ain Ni Ain sebagai Pendekatan Konseling Perdamaian Berbasis Budaya T2 752015029 BAB VI

0 0 3

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Ain Ni Ain sebagai Pendekatan Konseling Perdamaian Berbasis Budaya T2 752015029 BAB V

0 0 10