Hubungan Pengetahuan dan Sikap Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat USU Angkatan 2014 Terhadap Kepatuhan Membaca Label Informasi Kedaluwarsa Produk Makanan Tahun 2016

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Perilaku
Perilaku adalah respon atau reaksi manusia, baik bersifat pasif

(pengetahuan, persepsi, dan sikap), maupun bersifat aktif (tindakan yang nyata
atau atau praktis) (Notoatmodjo, 2007)
Lawrence Green (1980) menjelaskan bahwa perilaku ditentukan atau
dibentuk dari 3 faktor :
1. Faktor Predisposisi (predisposing factors) terwujud dalam pengetahuan, sikap,

kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan sebagainya;
2. Faktor-faktor pendukung (enabling factors) terwujud dalam lingkungan fisik

(tersedia atau tidaknya fasilitas dan sarana kesehatan)
3. Faktor pendorong (reinforcing factors) terwujud dalam sikap dan perilaku

petugas kesehatan atau petugas lain yang merupakan kelompok referensi dari

perilaku masyarakat (Notoatmodjo, 2010).
Menurut Ensiklopedia Amerika Skinner (1938) yang dikutip oleh
Notoatmodjo (2012) merumuskan bahwa perilaku adalah respon atau reaksi
seseorang terhadap suatu stimulasi yang ada di lingkungan sekitarnya (rangsangan
dari luar). Oleh karena itu perilaku ini terjadi melalui proses stimulasi terhadap
suatu organism, kemudian organism ini merespon, maka teori Skinner disebut
teori “SOR”atau stimulus organism respon. Skinner membedakan adanya dua
respons.

12

Universitas Sumatera Utara

13

1. Respondent response atau reflexive,yakni respons yang ditimbulkan oleh
rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu. Stimulus semacam ini disebut
eliciting stimulation karena menimbulkan respons-respons yang relative

tetap. Misalnya makanan yang lezat menimbulkan keinginan untuk makan,

cahaya terang menyebabkan mata tertutup, dan sebagainya.
2. Operant response atau instrumental response, yakni respons yang timbul
dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu.
Perangsang ini disebut reinforcing stimulation atau reinforce, karena
memperkuat respon. Misalnya apabila seorang petugas kesehatan
melaksanakan tugasnya dengan baik (respons terhadap uraian tugasnya
atau job skripsi) kemudian memperoleh penghargaan dan atsannya
(stimulus baru), maka petugas kesehatan tersebut akan lebih baik lagi
dalam melaksanakan tugasnya.
Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini maka perilaku dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Perilaku tertutup (covert behavior)
Respon seseorang terhadap suatu stimulus dalam bentuk terselubung atau
tertutup (covert). Respon atau reaksi terhadap stimulus masih terbatas pada
perhatian, persepsi, pengetahuan/kesadaran dan sikap yang terjadi pada orang dan
menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati oleh orang lain.

Universitas Sumatera Utara

14


b. Perilaku terbuka
Respon atau reaksi seseorang terhadap suatu stimulus dalam bentuk
tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam
bentuk tindakan atau praktek yang dapat dengan mudah diamati oleh orang lain.
2.1.1

Domain Perilaku
Meskipun perilaku adalah bentuk respons atau reaksi terhadap stimulus

atau rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan respons
sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang
bersangkutan. Hal ini berarti meskipun stimulusnya sama bagi beberapa orang,
namun respons tiap-tiap orang berbeda. Faktor-faktor yang membedakan respons
terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku. Determinan perilaku
ini dapat dibedakan menjadi dua bagian, yakni :
1. Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan,
yakni bersifat given atau bawaan, misalnya tingkat kecerdasan, tingkat
emosional, jenis kelamin, dan sebagainya.
2. Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan fisik,

sosial, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini sering
merupakan faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang.
Benyamin Bloom (1908) dalam Notoatmodjo (2012) seorang ahli
psikologi pendidikan membagi perilaku manusia itu ke dalam tiga domain, sesuai
dengan tujuan pendidikan. Bloom menyebutkan ranah atau kawasan yakni a)
kognitif (cognitive) , b) afektif (affective), c) psikomotor (psychomotor ).

Universitas Sumatera Utara

15

2.2

Konsep Dasar Pengetahuan

2.2.1

Defenisi Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang


melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui pancaindera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman,
rasa, dan raba. (Notoatmodjo, 2012). Sebagian besar pengetahuan manusia
diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau ranah kognitif merupakan
domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang ( overt
behavior ).

Pengetahuan menurut Blum (1975) dalam Notoatmodjo (2003), adalah
pemberian bukti oleh seseorang melalui proses pengingatan atau pengalaman
suatu informasi, ide, yang sudah diperoleh sebelumnya. Disamping itu
pengetahuan merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek belajar tertentu, penginderaan terjadi melalui
panca indera manusia, yakni indera penglihatan, penginderaan, penciuman, rasa
dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan
telinga. Pengetahuan dapat dikliasifikasikan menjadi enam tingkatan yaitu
pengetahuan, pengertian, penerapan, analisa, sintesa dan evaluasi.
2.2.2

Tingkat Pengetahuan dalam Domain Kognitif
Notoatmodjo mengemukakan yang dicakup dalam domain kognitif


mempunyai enam tingkatan, pengetahuan mempunyai tingkatan sebagai berikut
(Notoatmodjo, 2012) :

Universitas Sumatera Utara

16

1. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
kembali (recall) sesuatu yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari atau
rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat
pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu
tentang apa yang dipelajari antara lain dapat menyebutkan, menguraikan,
mendefenisikan, menyatakan, dan sebagainya.
2. Memahami
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasi materi tersebut
secar benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat

menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya
terhadap objek yang dipelajari. Misalnya dapat menjelaskan mengapa harus
memperhatikan label informasi kedaluwarsa sebelum membeli produk makanan
kemasan.
3. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi atau kondisi real(sebenarnya). Aplikasi di sini dapat
diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode,
prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. Misalnya dapat
menggunakan rumus statistik dalam perhitungan-perhitungan hasil penelitian,

Universitas Sumatera Utara

17

dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah (problem solving
cycle) di dalam pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang diberikan.

4. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu

objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur
organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat
dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat
bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.
5. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi
baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya, dapat menyusun, dapat
merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan, dan sebagainya
terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.
6. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi
atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan
pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria
yang telah ada.

Universitas Sumatera Utara

18


2.3

Konsep Sikap

2.3.1

Pengertian Sikap
Sikap dinyatakan oleh Newcomb dalam Notoatmodjo (2010) adalah

kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif
tertentu. Dalam kata lain, fungsi sikap belum merupakan tindakan (reaksi terbuka)
atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi perilaku (tindakan) atau reaksi
tertutup.
Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2012) . Sikap secara nyata
menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang
dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap
stimulus sosial. Newcom (dikutip dari Notoatmodjo, 2012), salah seorang ahli
psikologi sosial menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan

untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum
merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi
tindakan suatu perilaku.
2.3.2

Unsur (Komponen) Sikap
Menurut Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2010), sikap terdiri dari 3

komponen pokok, yaitu:
1. Kepercayaan(keyakinan) ide, dan konsep terhadap suatu objek.
2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.
3. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave)

Universitas Sumatera Utara

19

Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh
(total attitude ) (Notoatmodjo, 2010). Dalam menentukan sikap yang utuh ini,
pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting

Menurut Yusuf (2006) unsur (komponen) yang membentuk struktur sikap,
yaitu:
a. Komponen kognitif (komponen perceptual), yaitu komponen yang berkaitan
dengan pengetahuan, pandangan keyakinan, yaitu hal-hal yang berhubungan
dengan bagaimana persepsi orang terhadap objek sikap. Merupakan representasi
apa yang dipercayai oleh individu mengenai sesuatu. Seringkali komponen
kognitif disamakan dengan pandangan (opini) apabila menyangkut masalah issu

atau problem controversial.
b. Komponen afektif (komponen emosional), yaitu komponen yang berhubungan
dengan rasa senang atau rasa tidak tenang terhadap objek sikap. Rasa senang
merupakan hal yang positif, sedangkan rasa tidak senang merupakan hal yang
negative. Komponen ini menunjukkan arah sikap, yaitu positif dan negative.
Merupakan perasaan individu terhadap objek sikap dan menyangkut masalah
emosi. Aspek emosional ini biasanya berakar paling dalam sebagai komponen
sikap dan merupakan aspek yang paling bertahan terhadap pengaruh yang
mungkin akan mengubah sikap seseorang. Komponen afeksi disamakan dengan
perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu.
c. Komponen konatif (komponen perilaku, atau action component, yaitu
komponen yang berhubungan dengan kecendurungan bertindak terhadap objek
sikap. Komponen ini menunjukkan intensitas sikap, yaitu menunjukkan besar

Universitas Sumatera Utara

20

kecilnya kecenderungan bertindak atau berperilaku seseorang terhadap objek
sikap. Merupakan aspek kecenderungan berperilaku sesuai dengan sikap yang
dimiliki seseorang. Berisi tendensi untuk bertindak atau bereaksi terhadap sesuatu
dengan cara-cara tertentu dan berkaitan dengan objek yang akan dihadapi.
2.3.3

Kategori Sikap
Adapun beberapa kategori sikap menurut para ahli, diantaranya:

a. Menurut Heri Purwanto (1998), sikap terdiri dari:
1. Sikap positif, kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi,
menghadapkan objek tertentu.
2. Sikap negatif, terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindari,
membenci, tidak menyukai objek tertentu.
b. Menurut Azwar (2007), sikap terdiri dari:
1. Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan
stimulus yang diberikan (objek). Misalnya sikap orang terhadap kesehatan dapat
dilihat dari kesediaan atau kepatuhan dalam membaca label informasi
kedaluwarsa pada produk makanan kemasan sebelum mengkonsumsinya.
2. Merespons (responding)
Memberi jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas
yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk
menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari
pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti bahwa menerima ide tersebut.

Universitas Sumatera Utara

21

3. Menghargai (valuing)
Menghargai diartikan subjek, atau seseorang memberikan nilai yang
positif terhadap objek atau stimulus, dalam arti membahasnya dengan oranglain
dan bahkan mengajak atau mempengaruhi atau menganjurkan oranglain
merespons.
4. Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan
segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.
2.3.4

Cara Pembentukan atau Perubahan Sikap
Menurut Azwar (2007) sikap dapat dibentuk atau diubah melalui 4 macam

cara, yaitu:
a. Adopsi, kejadian-kejadian dan peristiwa-peristiwa yang terjadi berulang dan

terus-terusan, lama kelamaan secara bertahap ke dalam diri individu dan
mempengaruhi terbentuknya sikap.
b. Diferensiasi, dengan berkembangnya intelegensi, bertambahnya pengalaman,

bertambahnya usia, maka dalam hal-hal yang tadinya dianggap sejenis sekarang
dipandang tersendiri lepas dari jenisnya. Terdapatnya objek tersebut terbentuk
sikap.
c. Intelegensi , tadinya secara bertahap dimulai dengan berbagai pengalaman

yang berhubungan dengan suatu hal tertentu.
d. Trauma, pengalaman yang tiba-tiba, mengejutkan yang meninggalkan kesan
mendalam pada jiwa orang yang bersangkutan. Pengalaman-pengalaman
traumatis dapat juga menyebabkan terbentuknya sikap.

Universitas Sumatera Utara

22

2.4

Label Produk Pangan

2.4.1

Defenisi Label Produk Pangan
Berdasarkan Undang-Undang nomor 7 tahun 1996 tentang pangan, label

pangan adalah setiap keterangan mengenai pangan yang berbentuk gambar,
tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang disertakan pada pangan.
Secara khusus pada UU tersebut Bab IV dicantumkan label dan iklan pangan.
Pasal 30 (2) disebutkan sekurang-kurangnya dalam label memuat : a) nama
produk, b) bahan yang digunakan, c) berat atau isi bersih, d) nama dan alamat
produsen, e) keterangan halal, f) tanggal, bulan, tahun kedaluwarsa. Namun selain
hal tersebut, pemerintah dapat menetapkan keterangan lain yang wajib untuk
dicantumkan di dalam label pangan. Menurut pasal 31 Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1996 tentang pangan menyatakan:
1. Keterangan pada label, sebagaimana dimaksud dalam pasal 30, ditulis atau
dicetak atau ditampilkan secara tegas dan jelas sehingga dapat mudah
dimengerti oleh masyarakat.
2. Keterangan pada label, sebagaimana dimaksud pada ayat (1),ditulis atau
dicetak dengan menggunakan bahasa Indonesia, angka Arab, dan huruf
Latin.
3. Penggunaan istilah asing, sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat
dilakukan sepanjang tidak ada padanannya, atau digunakan untuk
kepentingan perdagangan pangan ke luar negeri.
Setiap pelaku usaha atau produsen dilarang mengganti, melabel kembali,
atau menukar tanggal, bulan, dan tahun kedaluwarsa pangan atau produk yang

Universitas Sumatera Utara

23

diedarkan. Iklan juga ada kaitannya dengan label, karena terkadang terdapat iklan
yang beredar di masyarakat tentang produk pangan memuat keterangan secara
lengkap yang berkaitan dengan label makanan tersebut.
Tujuan pemberian label pada pangan yang dikemas adalah agar
masyarakat yang membeli dan mengkonsumsi pangan memperoleh informasi
yang benar dan jelas tentang setiap produk pangan yang dikemas, baik
menyangkut asal, keamanan, mutu, kandungan gizi, maupun keterangan lain yang
diperlukan sebelum memutuskan akan membeli dan atau mengkonsumsi pangan
tersebut.
Menurut Badan POM (2004), label pangan juga diartikan sebagai
keterangan yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya, yang disertakan
pada pangan, dimasukkan kedalam, ditempelkan pada, dicetak pada atau
merupakan bagian kemasan pangan. Pelabelan ini harus dilakukan sedemikian
rupa, sehingga :
1. Tidak mudah lepas dari kemasannya
2. Tidak mudah luntur atau rusak
3. Terletak pada bagian kemasan yang mudah untuk dilihat dan dibaca
4. Keterangan yang dicantumkan harus benar dan tidak menyesatkan
Label pangan terdiri dari dua bagian, yaitu bagian utama dan bagian
informasi. Bagian utama adalah bagian yang memuat keterangan penting yang
dibutuhkan masyarakat. Bagian ini harus ditempatkan sisi kemasan yang mudah
dilihat, diamati atau dibaca pada umumnya oleh msyarakat. Pada bagian ini

Universitas Sumatera Utara

24

memuat nama dagang/produk, berat bersih atau isi bersih, nama alamat produksi
dan nomor pendaftaran (Badan POM 2004, hal 3-4)

2.5

Makanan Kedaluwarsa

2.5.1

Pengertian Kedaluwarsa
Kedaluwarsa mempunyai arti sebagai sudah lewat ataupun habisnya

jangka waktu sebagaimana yang telah ditetapkan dan apabila dikonsumsi, maka
makanan tersebut dapat membahayakan bagi kesehatan yang mengkonsumsinya
(KBBI, 2007). Dengan demikian, kedaluwarsa adalah penjualan barang ataupun
peredaran produk kemasan dan makanan yang sudah tidak layak dijual kepada
konsumen. Hal ini disebabkan karena produk tersebut telah kedaluwarsa sehingga
dapat mengganggu kesehatan dan apabila dikonsumsi dalam jangka waktu yang
cukup lama dapat menyebabkan kanker (Nasution, 2011)
Dengan adanya peredaran produk kedaluwarsa di tengah-tengah
masyarakat selaku konsumen dari produk-produk yang sudah kedaluwarsa
tersebut,

maka

pemerintah

haruslah

memberikan

perlindungan

kepada

masyarakat. Bentuk perlindungan konsumen yang diberikan adalah dengan
mengeluarkan undang-undang, peraturan pemerintah, atau penerbitan standar
mutu barang.
2.5.2

Label Tanggal Kedaluwarsa
Tanggal kedaluwarsa adalah batas akhir suatu pangan dijamin mutunya

sepanjang penyimpangan mengikuti petunjuk yang diberikan produsen. Sebelum
penulisan tanggal, bulan, dan tahun kedaluwarsa harus dicantumkan kalimat

Universitas Sumatera Utara

25

peringatan “baik digunakan sebelum”, sesuai dengan jenis dan daya tahan pangan
yang bersangkutan (Badan POM ,2004)
Penulisan tanggal kedaluwarsa ini dilakukan oleh produsen atau pabrik
yang memproduksi pangan tersebut. cara pencantuman tanggal kedaluwarsa dan
peringatannya adalah sebagai berikut:
a. Tanggal kedaluwarsa dinyatakan dalam tanggal, bulan dan tahun untuk
pangan yang daya simpannya sampai 3 bulan.
b. Untuk yang lebih dari 3 bulan dinyatakan dalam bulan dan tahun.
c. Tanggal kedaluwarsa dapat dicantumkan pada tutup botol, bagian bawah
kaleng, bagian atas dos, dan tempat lain ynag sesuai, jelas dan mudah
terbaca, serta tidak mudah rusak atau dihapus.
d. Tanggal kedaluwarsa dapat juga dicantumkan terpisah dari peringatan asal,
peringatan diikuti dengan petunjuk tempat pencantuman tanggal
kedaluwarsa, misalnya, “baik digunakan sebelum tanggal, lihat bagian
bawah kaleng”.
e. Jika tanggal kedaluwarsa sangat tergantung dari cara penyimpanan,
petunjuk cara penyimpanan dari pangan harus ditulis pada label, sedapat
mungkin berdekatan dengan tanggal kedaluwarsa (Badan POM ,2004).
Pangan yang tidak perlu mencantumkan tanggal kedaluwarsa namun harus
mencantumkan tanggal pembuatan dan atau pengemasan antara lain:
a. Sayur dan buah segar
b. Minuman beralkohol jenis anggur
c. Minuman yang mengandung alkohol lebih dari 10 %

Universitas Sumatera Utara

26

d. Vinegar atau cuka
e. Roti dan kue yang mempunyai masa simpan kurang atau sama dengan 24
jam
f. Bahan tambahan pangan yang mempunyai masa simpan lebih dari 18
bulan (Badan POM ,2004).
Nomor pendaftaran adalah tanda dan nomor yang diberikan oleh Badan
POM RI yang merupakan persetujuan keamanan pangan berdasarkan penilaian
keamanan, mutu, gizi serta label pangan dalam rangka peredaran pangan. Untuk
pangan yang diproduksi dalam negeri diberi tanda MD dan untuk pangan impor
diberi tanda ML (Badan POM ,2004).
2.5.3

Produk yang disebut Kedaluwarsa
Tanggal kedaluwarsa merupakan batas jaminan produsen ataupun pelaku

usaha terhadap produk yang diproduksinya. Sebelum mencapai tanggal yang telah
ditetapkan tersebut kualitas atas produk tersebut dapat dijamin oleh produsen atau
pelaku usaha sepanjang kemasannya belum terbuka dan penyimpanannya sesuai
dengan seharusnya (Nasution, 2011).
Apabila kemasannya terbuka ataupun penyimpanannya tidak sesuai maka
hal ini akan memungkinkan berkembangnya bakteri ataupun kuman-kuman yang
dapat mencemari makanan tersebut sehingga dapat merusak dan memberikan
akibat yang tidak baik terhadap mutu dari makanan tersebut. Dan apabila
makanan tersebut memasuki batas tanggal penggunaannya maka makanan
tersebut sudah tidak layak untuk dikonsumsi karena didalam makanan tersebut

Universitas Sumatera Utara

27

sudah tercemar oleh bakteri ataupun kuman sehingga kualitas mutu dari produk
tersebut tidak lagi dijamin oleh produsen ataupun pelaku usaha (Nasution, 2011).
Penentuan batas kedaluwarsa dapat dilakukan dengan menggunakan
metode-metode

tertentu.

Penentuan batas

kedaluwarsa

dilakukan

untuk

menentukan umur simpan (shelf life) produk. Penentuan umur simpan didasarkan
pada faktor-faktor mempengaruhi umur simpan produk pangan. Faktor-faktor
tersebut

misalnya

adalah keadaan ilmiah (sifat

makanan), mekanisme

berlangsungnya perubahan (misalnya kepekaan terhadap air dan oksigen), serta
kemungkinan terjadinya perubahan kimia (internal dan eksternal) (Jhon dan
Wiwik, 2007 dikutip dari Nasution,2011).
Menurut Midian Sirait yang disampaikan oleh Wisnu Katim 1985 (dikutip
dari Nasution,2011),dalam perdagangan, jangka waktu kedaluwarsa memiliki
beberapa istilah. Istilah- istilah yang sering digunakan adalah:
a) “Baik digunakan sebelum” (best before), memiliki makna bahwa suatu produk
pangan sebaiknya dikonsumsi sebelum tanggal yang tercantum, karena tanggal
tersebut merupakan batas optimal produsen dapat menjamin kelayakan produk
untuk dikonsumsi. Kalimat “baik digunakan sebelum” umumnya dicantumkan
pada produk yang memiliki umur simpan tinggi, seperti produk-produk
konfreksioneri (permen, coklat, minuman beralkohol).
b) “Gunakan sebelum”(use by atu expiry date), memiliki makna bahwa produk
pangan harus dikonsumsi maksimal pada tanggal yang tercantum. Tanggal
yang tercantum merupakan batas maksimum produsen dapat menjamin, bahwa
produk tersebut belum rusak dan masih layak untuk dikonsumsi. Setelah lewat

Universitas Sumatera Utara

28

tanggal tersebut , diduga kualitas produk sudah tidak dapat diterima oleh
konsumen. Kalimat “gunakan sebelum” umumnya dicantumkan pada produkproduk yang mudah rusak dan umur simpannya pendek, seperti produkproduk susu (susu segar dan susu cair), daging serta sayur-sayuran.
c) “Batas sebelum penarikan” (pull date), kalimat tersebut menandakan tanggal
terakhir yang dianjurkan bagi konsumen untuk membeli produk tersebut
sehingga masih mempunyai jangka waktu untuk mengkonsumsinya tanpa
adanya kerusakan pada produk tersebut.
d) “Tanggal dikemas” (pack date), merupakan informasi yang berupa tanggal
pada saat produk dikemas, baik pengemasan oleh produsen maupun oleh
pengecer. Contoh produk yang diberikan penyantuman “ pack time” adalah
minyak sayur curah atau buah potong dalam kemasan yang dijual di
supermarket.
e) “Tanggal masuk toko” (sell by date), merupakan tanggal informasi yang
berupa tanggal pada saat produk memasuki gudang penyimpanan di toko atau
tempat penjualan.
f) “Tanggal pemajangan” (display date) merupakan informasi yang berupa
tanggal pada saat produk mulai dipajang di rak-rak atau display ditoko atau
tempat penjualan.
Teknik penyantuman batas kedaluwarsa dengan menggunakan kalimat
pack date, sell by date, dan display date diatas pada umumnya dilakukan pada

produk-produk yang umur simpannya telah diketahui konsumen secara luas.
Teknik ini memaksa konsumen untuk lebih aktif dalam mengetahui umur simpan

Universitas Sumatera Utara

29

produk hingga batas aman dikonsumsi. Teknik penyantuman batas kedaluwarsa
tersebut umum dilakukan di negara-negara maju karena tingkat pemahaman dan
kepedulian mereka sangat tinggi terhadap keamanan pangan. Akan tetapi, teknikteknik penyantuman batas kedaluwarsa tersebut masih kurang popular diterapkan
di Indonesia.
2.5.4

Keracunan Makanan
Keracunan merupakan suatu keadaan dimana masuknya substansi tertentu

melalui jalur masuk tertentu yang dapat menyebabkan terjadinya suatu
reaksi/gejala klinis tertentu pada tubuh. Keracunan makanan juga merupakan
salah satu jenis dari keracunan. Keracunan ini memiliki cara masuk melalui mulut
/ alat pencernaan dengan jalan termakan. Keracunan ini biasanya disebabkan oleh
bahan-bahan beracun yang mencemari bahan makanan baik sengaja maupun tidak
sengaja (Adiwisastra, 1985, dalam Zahra 2009).
Makanan yang telah kedaluwarsa merupakan salah satu penyebab utama
keracunan makanan. Selain membuat konsumen pusing, mual, diare, sesak napas,
dan kematian akibat keracunan, mengkonsumsi makanan yang sudah kedaluwarsa
dalam waktu yang lama dapat menyebabkan terjadinya kanker (Astawan, 1999
dalam Zahra 2009).
Gejala-gejala dari keracunan tersebut dapat digolongkan menjadi beberapa
golongan gejala keracunan yaitu :
a. Keracunan ringan, yaitu apabila gejala keracunan hanya terasa perut mulas,
melilit dan rasa ingin buang air tetapi yang keluar hanya angin maka keadaan

Universitas Sumatera Utara

30

ini termasuk pada tahap keracunan yang ringan. Selama tubuh dalam keadaan
normal, maka akan berangsur sembuh dan tidak akan membahayakan.
b. Keracunan sedang, yaitu apabila gejala keracunannya adalah penderita
merasakan sakit perut yang disertai diare, dan terkadang pusing dan muntah,
maka keadaan yang seperti ini tergolong keracunan sedang.
c. Keracunan berat, yaitu apabila gejala keracunannya adalah penderita
merasakan nyeri perut yang hebat disertai diare yang tidak tertahankan,
muntah, sakit kepala, atau timbul bintik-bintik merah di wajah dan kulit,
bahkan sampai kulit terasa terbakar keadaan seperti inilah yang termasuk
dalam keracunan berat.
Maraknya keracunan makanan sangat terkait dengan proses produksi,
penyimpanan dan distribusi, serta penggunaan bahan baku yang tidak layak
konsumsi. Pemilihan bahan baku yang baik merupakan salah satu kunci untuk
menghindari kasus keracunan (Astawan, 1999 dalam Zahara,2009)
Namun betapa canggihnya proses produksi, tidak akan mampu menutupi
buruknya kualitas bahan baku. Hal ini membutuhkan perhatian dari konsumen
untuk memperhatikan batas kedaluwarsa yang tercantum pada label kemasannya.
Sehingga sedapat mungkin konsumen harus memilih produk pangan yang masih
jauh dari batas kedaluwarsa, terutama untuk produk yang kemungkinan akan
mengalami penyimpanan sebelum digunakan. Selain itu konsumen juga
senantiasa harus mencermati ciri-ciri fisik produk atau kemasannya (Astawan,
1999 dalam Zahara,2009)

Universitas Sumatera Utara

31

Namun begitu, di Indonesia kejadian keracunan masih cukup tinggi.
Menurut Sibuea, kasus keracunan setiap tahunnya cenderung meningkat. Sekadar
contoh, periode 1992/1997 ditemukan 230 kasus dengan 10.375 orang penderita
dan korban jiwa. Umumnya keracunan ini disebabkan adanya bakteri pathogen
dalam makanan. Sebanyak 3 % dari kejadian ini juga disebabkan oleh makanan
kemasan yang diproduksi industri pangan. Meski kontribusi ini rendah namun
tidak bisa dianggap enteng karena konsumsi masyarakat yang luas (Sibuea,2004).
Dari hal ini maka dibutuhkan kesadaran masyarakat yang tinggi dalam
meningkatnya kejadian keracunan yang ada. Konsumen diharapkan lebih
memperhatikan pada makanan yang akan dikonsumsi baik untuk individu maupun
keluarga.

2.6

Konsep Kepatuhan

2.6.1

Pengertian Kepatuhan
Kepatuhan berasal dari kata dasar patuh, yang berarti displin dan taat.

Menurut Sacket dalam Niven (2000) kepatuhan adalah sejauh mana perilaku
pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh profesional kesehatan.
Kepatuhan petugas kesehatan (perawat) adalah sejauh mana perilaku seorang
perawat sesuai dengan ketentuan yang telah diberikan pimpinan perawat ataupun
pihak rumah sakit (Niven,2002).
Menurut Kelman (1985), perubahan sikap dan perilaku individu dimulai
dengan tahap kepatuhan, identifikasi, kemudian baru menjadi internalisasi. Mulamula individu mematuhi anjuran/instruksi tanpa kerelaan untuk melakukan

Universitas Sumatera Utara

32

tindakan tersebut dan sering kali kerena ingin menghindari sanksi jika tidak
dipatuhi atau ingin memperoleh imbalan yang dijanjikan. Tahapan seperti ini
disebut sebagai tahap kepatuhan. Biasanya perubahan yang terjadi pada tahap ini
sifatnya sementara, artinya bahwa tindakan itu dilakukan selama masih ada
pengawasan petugas.
2.6.2

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan
Menurut Niven (2002) faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat

kepatuhan adalah:
1. Pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Tingginya pendidikan seorang perawat
dapat meningkatkan kepatuhan dalam melaksanakan kewajibannya, sepanjang
bahwa pendidikan tersebut merupakan pendidikan yang aktif.
2. Modifikasi Faktor Lingkungan dan Sosial
Hal ini berarti membangun dukungan sosial dari pimpinan rumah sakit,
kepala perawat, perawat itu sendiri dan teman-teman sejawat. Lingkungan
berpengaruh besar pada asuhan keperawatan yang telah ditetapkan. Lingkungan
yang harmonis dan positif akan membawa dampak yang positif pula pada kinerja
perawat, kebalikannya lingkungan negatif akan membawa dampak buruk pada
proses pemberian pelayanan asuhan keperawatan.

Universitas Sumatera Utara

33

3. Perubahan Model Prosedur
Program pelaksanaan prosedur asuhan keperawatan dapat dibuat
sesederhana mungkin dan perawat terlihat aktif dalam mengaplikasikan prosedur
tersebut. Keteraturan perawat melakukan asuhan keperawatan sesuai standar
prosedur dipengaruhi oleh kebiasaan perawat menerapkan sesuai dengan
ketentuan yang ada.
4. Meningkatkan Interaksi Profesional Kesehatan
Meningkatkan interaksi professional kesehatan antara sesama perawat
(khususnya antara kepala ruangan dengan perawat pelaksana) adalah suatu hal
penting untuk memberikan umpan balik pada perawat. Suatu penjelasan tentang
prosedur tetap dan bagaimana cara menerapkannya dapat meningkatkan
kepatuhan. Semakin baik pelayanan yang diberikan tenaga kesehatan, maka
semakin mempercepat proses pemyembuhan penyakit klien.
5. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu, dari pengalaman dan penelitian
terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2007).
Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang adalah
pendidikan, pekerjaan dan usia.
Menurut Notoatmodjo (2012) tingkat pengetahuan manusia dibagi menjadi
6 tingkatan. Pertama yaitu tahu (know), diartikan sebagai pengingat suatu materi
yang telah dipelajari sebelum terhadap sesuatu spesifik dari seluruh yang

Universitas Sumatera Utara

34

dipelajari sebelum terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh yang dipelajari atau
rangsangan yang telah diterima.
Setelah tahu, kemudian seseorang akan memahami ( compherension).
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan dengan
menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dari terhadap objek yang
dipelajari.
Selanjutnya apa yang telah dipahami akan diaplikasikan ( Aplication).
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi lain. Kemudian materi atau objek yang telah diaplikasikan
selanjutnya diartikan untuk dijabarkan ke dalam komponen-komponen, tetapi
dalam struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain( analysis).
Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari pengalaman kata kerja, dapat
menjabarkan, membedakan, mensyahkan dan mengelompokkan.
Materi-materi objek telah dianalisis, digabungkan untuk menyusun
formulasi-formulasi yang ada (synthesis). Kemudian dinilai berdasarkan suatu
kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang ada ( evaluasi).
6. Sikap (attitude)
Sikap merupakan aksi respon seseorang yang masih tertutup. Menurut
Notoatmodjo (2007), sikap manusia terhadap suatu rangsangan adalah perasaan
setuju ataupun perasaan tidak setuju terhadap rangsangan tersebut.
Selain itu Allport (1935 dalam Notoatmodjo, 2010) menjelaskan bahwa
sikap mempunyai 3 (tiga) komponen pokok yaitu: kepercayaan (keyakinan) yang
merupakan ide dan konsep terhadap suatu objek, kehidupan emosional atau

Universitas Sumatera Utara

35

evaluasi emosional terhadap suatu objek dan kecenderungan untuk bertindak.
Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total
attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan

dan emosi memegang peranan penting.
Seperti halnya dengan pengetahuan, Notoatmodjo (2007) menyebutkan
bahwa sikap terdiri dari berbagai tingkatan. Pertama adalah subjek mau dan
memperhatikan stimulus yang diberikan objek ( receiving). Selanjutnya subjek
akan menunjukkan sikap menghargai (valuating) yaitu dengan mengajak orang
lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah, lalu bertanggung
jawab atas segala sesuatu yang dipilihnya dengan segala resiko ( responsible).
Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap secara psikologi ada dua yaitu:
faktor instrinsik dan faktor ekstrinsik. Yang termasuk faktor instrinsik diantaranya
intelegensi, bakat, minat, dan kepribadian, sedangkan yang termasuk didalam
ekstrinsik antara lain yang datang dari lingkungan individu sendiri. Maka sikap
seseorang terhadap rangsangan sangat tergantung pada berbagai situasi dan
kondisi lingkungan dimana orang itu berada. Dan sikap juga terukir melalui
pengalaman seseorang, dengan motivasi yang ada pada dirinya. Sikap merupakan
reaksi yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu rangsangan
(Notoatmodjo, 2007).
7. Usia
Usia adalah umur yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat akan
berulang tahun. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan
seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan,

Universitas Sumatera Utara

36

masyarakat yang lebih dewasa akan lebih percaya daripada orang yang belum
cukup tinggi tingkat kedewasaannya. Hal ini akibat dari pengalaman dan
kematangan jiwanya. Semakin dewasa seseorang, maka cara berpikir semakin
matang dan teratur melakukan suatu tindakan (Notoatmodjo, 2007).
2.6.3

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketidakpatuhan
Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan dapat digolongkan

menjadi empat bagian menurut Niven (2002) antara lain:
1. Pemahaman tentang instruksi
Tak seorang pun dapat mematuhi instruksi jika ia salah paham tentang
instruksi yang diberikan padanya.
2. Kualitas interaksi
Kualitas interaksi antara professional kesehatan dan pasien merupakan
bagian yang penting dalam menentukan derajat kepatuhan.
3. Isolasi sosial dan keluarga
Keluarga dapat menjadi faktor yang sangat berpengaruh dalam
menentukan keyakinan dan nilai kesehatan serta juga nilai kesehatan individu
dapat menentukan program pengobatan yang dapat mereka terima.
4. Keyakinan, sikap dan kepribadian
Becker et al (1979) dalam Niven (2002) telah membuat suatu usulan
bahwa model keyakinan kesehatan berguna untuk memperkirakan adanya
ketidakpatuhan.

Universitas Sumatera Utara

37

2.6.4

Faktor Penentu Derajat Ketidakpatuhan
Neil Niven (2002), juga mengungkapkan derajat ketidakpatuhan itu

ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu:
1. Kompleksitas prosedur pengobatan.
2. Derajat perubahan gaya hidup yang dibutuhkan.
3. Lamanya waktu dimana pasien harus mematuhi program tersebut.
4. Apakah penyakit tersebut benar-benar menyakitkan.
5. Apakah pengobatan itu berpotensi menyelamatkan hidup.
6. Keparahan penyakit yang dipersepsikan sendiri oleh pasien bukan petugas
kesehatan.
2.6.5

Strategi Untuk Meningkatkan Kepatuhan
Menurut Smet (1994) berbagai strategi telah dicoba untuk meningkatkan

kepatuhan adalah:
1. Dukungan professional kesehatan
Dukungan professional kesehatan sangat diperlukan untuk meningkatkan
kepatuhan, contoh yang paling sederhana dalam hal dukungan tersebut adalah
dengan adanya teknik komunikasi. Komunikasi memegang peranan penting
karena komunikasi yang baik diberikan oleh professional kesehatan baik
dokter/perawat dapat menanamkan ketaatan bagi pasien.
2. Dukungan sosial
Dukungan sosial yang dimaksud adalah keluarga. Para professional
kesehatan yang dapat meyakinkan keluarga pasien untuk menunjang peningkatan
kesehatan pasien makan ketidakpatuhan dapat dikurangi.

Universitas Sumatera Utara

38

3. Perilaku sehat
Modifikasi perilaku sehat sangat diperlukan. Misalnya kepatuhan
konsemen dalam membaca label kedaluwarsa makanan terlebih dahulu sebelum
membeli makanan tersebut.
4. Pemberian informasi
Pemberian informasi yang jelas tentang pentingnya perilaku membaca
label informasi kedaluwarsa produk makanan serta bahaya-bahaya akibat
mengkonsumsi makanan kedaluwarsa dapat meningkatkan kepatuhan dalam
membaca label informasi kedaluwarsa sebelum membeli makanan.

Universitas Sumatera Utara

39

2.7

Kerangka Teori
Adapun kerangka teori dalam penelitian ini adalah :

Faktor-faktor yang mempengaruhi
kepatuhan:
1. Pendidikan
2. Faktor Lingkungan dan Sosial

Tingkat Kepatuhan
a. Patuh

3. Pengetahuan

b. Tidak patuh

4. Sikap
5. Umur
6. Jenis Kelamin

Gambar 2.1 Kerangka Teori Kepatuhan
2.8

Kerangka Konsep
Dari kerangka teori diatas maka yang menjadi kerangka konsep penelitian ini

adalah :
Variabel Independen





Pengetahuan
Sikap
Jenis kelamin

Variabel Dependen

Kepatuhan Membaca
Label Informasi
Kedaluwarsa Produk
Makanan

Dorongan teman

a. Patuh
b. Tidak patuh

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

Universitas Sumatera Utara

40

Keterangan :
Variabel Independen yang meliputi pengetahuan, sikap, umur, jenis kelamin, dan
dukungan teman dapat mempengaruhi variabel dependen yang meliputi kepatuhan
membaca label informasi kedaluwarsa produk makanan.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Hubungan Pengetahuan Tentang Serat Makanan Dengan Konsumsi Serat Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran USU Angkatan 2010 Di Medan Tahun 2011

2 52 76

Gambaran Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Mahasiswa Fakultas Kedokteran USU Angkatan 2008 Terhadap Makanan yang Mengandung Natrium

4 58 63

Pengetahuan, persepsi, sikap, dan perilaku membaca label informasi gizi pada mahasiswa

12 36 70

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN UDINUS DENGAN PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL TAHUN 2014.

0 6 10

HUBUNGAN PENGETAHUAN DIET DAN PERILAKU MEMBACA INFORMASI NILAI GIZI PRODUK MAKANAN KEMASAN TERHADAP KEPATUHAN DIET PASIEN Hubungan Pengetahuan Diet Dan Perilaku Membaca Informasi Nilai Gizi Produk Makanan Kemasan Terhadap Kepatuhan Diet Pasien Penyakit J

0 2 18

Hubungan Pengetahuan dan Sikap Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat USU Angkatan 2014 Terhadap Kepatuhan Membaca Label Informasi Kedaluwarsa Produk Makanan Tahun 2016

0 0 15

Hubungan Pengetahuan dan Sikap Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat USU Angkatan 2014 Terhadap Kepatuhan Membaca Label Informasi Kedaluwarsa Produk Makanan Tahun 2016

0 0 2

Hubungan Pengetahuan dan Sikap Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat USU Angkatan 2014 Terhadap Kepatuhan Membaca Label Informasi Kedaluwarsa Produk Makanan Tahun 2016

0 0 11

Hubungan Pengetahuan dan Sikap Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat USU Angkatan 2014 Terhadap Kepatuhan Membaca Label Informasi Kedaluwarsa Produk Makanan Tahun 2016

1 1 3

Hubungan Pengetahuan dan Sikap Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat USU Angkatan 2014 Terhadap Kepatuhan Membaca Label Informasi Kedaluwarsa Produk Makanan Tahun 2016

0 0 24