Hubungan Pengetahuan Tentang Serat Makanan Dengan Konsumsi Serat Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran USU Angkatan 2010 Di Medan Tahun 2011

(1)

HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG SERAT MAKANAN DENGAN KONSUMSI SERAT PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN USU ANGKATAN 2010

DI MEDAN TAHUN 2011

OLEH :

HANDAYAN HUTABARAT 080100156

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(2)

HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG SERAT MAKANAN DENGAN KONSUMSI SERAT PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN USU ANGKATAN 2010

DI MEDAN TAHUN 2011

KARYA TULIS ILMIAH

Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran

OLEH :

HANDAYAN HUTABARAT 080100156

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Hubungan Pengetahuan Tentang Serat Makanan Dengan Konsumsi Serat Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran USU Angkatan 2010

Di Medan Tahun 2011

Nama : HANDAYAN HUTABARAT

NIM : 080100156

Pembimbing Penguji I

( dr. Juliandi Harahap, MA ) (Prof. dr. Harris Hasan, Sp.PD, Sp.JP(K)) NIP: 19700702 199802 1 001 NIP: 19560405 198303 1 004

Penguji II

( dr. Aldi S. Rambe, Sp.S ) NIP: 19660524 199203 1 002

Medan, 5 Januari 2012 Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

(Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, SpPD-KGEH) NIP: 19540220 198011 1 001


(4)

ABSTRAK

Tingkat pengetahuan gizi seseorang dipengaruhi oleh kemampuan intelektualnya. Jika seseorang memiliki tingkat pengetahuan gizi yang tinggi, maka akan memiliki kesadaran gizi yang sempurna terutama dalam memilih jenis makanan yang tepat untuk dikonsumsi guna memenuhi kebutuhannya.

Pengetahuan tentang serat makanan adalah pemahaman yang berkaitan dengan serat makanan, meliputi jenis dan sumber serat makanan, konsumsi serat yang dianjurkan per hari serta manfaat dan kerugian apabila mengkonsumsi serat kurang maupun lebih. Makanan berserat adalah karbohidrat kompleks yang mempunyai banyak peranan penting bagi tubuh.

Penelitian ini bersifat analitik dengan desain cross sectional study. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk untuk mengetahui hubungan pengetahuan tentang serat makanan dengan konsumsi serat pada mahasiswa FK USU angkatan 2010. Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa FK USU angkatan 2010. Sebanyak 97 sampel dipilih dengan metode simple random sampling. Data diambil dengan pengisian kuesioner.

Hasil penelitian dengan uji chi-square menunjukkan ada hubungan antara pengetahuan tentang serat dengan konsumsi serat dengan nilai p<0.001. Pengetahuan tentang serat sebagian besar responden adalah berpengetahuan sedang tentang serat (55.7%). Konsumsi serat sebagian besar responden adalah konsumsi serat kurang (65%). Responden yang memiliki tingkat pengetahuan sedang tentang serat makanan dimana konsumsi seratnya kurang, paling banyak ditemukan dalam penelitian ini (36%). Hal ini secara umum menunjukkan bahwa mahasiswa FK USU angkatan 2010 memiliki pengetahuan sedang tentang serat dimana konsumsi seratnya kurang.

Mahasiswa FK USU 2010 diharapkan secara aktif lebih meningkatkan pengetahuannya tentang serat makanan dan juga lebih memperhatikan konsumsi seratnya agar menjadi konsumsi serat terpenuhi. Departemen Gizi FK USU diharapkan lebih menekankan pengajaran mengenai serat makanan.


(5)

ABSTRACT

The level of nutritional knowledge of someone is influenced by his intellectual ability. If someone has a high level of nutritional knowledge, he will have the perfect nutritional awareness, especially in choosing the right types of food to be consumed to meet his needs.

Knowledge of dietary fiber is an understanding of the dietary fiber, including the type and source of dietary fiber, the recommended fiber intake per days as well as the advantages and disadvantages when consuming less or more fiber. Fibrous food is a complex carbhohidrate that have a lot of important roles to the body.

This research is analytic with a cross sectional design. The objective of this research is to find out the relationship of knowledge on dietary fiber with fiber consumption in college students of FK USU 2010. The population is the college students of FK USU 2010. Ninety seven samples were taken by using simple random sampling method. Data was taken by filling the questionnaire.

The results of research by chi-square test shows there is a relationship between knowledge of fiber with fiber consumption, with p value<0.001. Most of the respondents have a knowledgeable about dietary food (55.7%). Most of the fiber consumption is less fiber consumption (65%). Respondents who have high levels of knowledge about dietary fiber which is fiber consumption is less, most commonly found in this study (36%). This generally indicate that the college students FK USU 2010 have high levels of knowledge about dietary fiber which is fiber consumption is less.

College students of FK USU 2010 are expected to actively further enhance his knowledge of dietary fiber and also pay more attention to the consumption of fiber in order to be fulfilled fiber consumption. Departement of Nutrition FK USU expected to put more emphasis on the teaching of dietary fiber.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karunia-Nya sehingga Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Hubungan Pengetahuan Tentang Serat Makanan Dengan Konsumsi Serat Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2010 di Medan Tahun 2011” ini dapat diselesaikan. Karya tulis ini disusun sebagai tugas

akhir mata kuliah Community Research Program (CRP) dan merupakan salah satu

syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis dengan rendah hati ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, SpPD-KGEH selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak dr. Juliandi Harahap, MA, selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan pengarahan, bimbingan, dan ilmu dalam penelitian ini.

3. Bapak Prof. dr. Harris Hasan, Sp.PD, Sp.JP(K) dan bapak dr. Aldi S. Rambe,

Sp.S, selaku dosen penguji yang telah bersedia menguji, memberikan masukan

dan saran kepada penulis.

4. Seluruh dosen dan staf di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 5. Kedua orang tua penulis, Ir. M. Hutabarat, BE dan St. M. Silaen, S.H., Sp.N

atas segala pengorbanan, kasih sayang, dan doanya yang diberikan kepada penulis.

6. Seluruh mahasiswa FK USU angkatan 2010 yang telah ikut berpartipasi menjadi responden dalam penelitian ini.

7. Seluruh teman penulis angkatan 2008 di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

8. Semua pihak yang baik secara langsung maupun tidak langsung memberikan bantuan dalam penyusunan karya tulis ini.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dan ketidaksempurnaan dalam penyusunan karya tulis ini akibat keterbatasan ilmu dan


(7)

pengalaman penulis. Oleh karena itu, semua saran dan kritik akan menjadi sumbangan yang sangat berarti guna menyempurnakan karya tulis ini.

Akhirnya penulis mengharapkan hasil karya tulis ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, bangsa dan negara Indonesia, serta pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan, Desember 2011

Penulis

Handayan Hutabarat


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PERSETUJUAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 3

1.3.1. Tujuan Umum ... 3

1.3.2. Tujuan Khusus ... 3

1.4. Manfaat Penelitian ... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1. Pengetahuan ... 4

2.2. Serat Makanan (Dietary Fiber) ... 5

2.2.1. Jenis Serat Makanan ... 6

2.2.2. Peran Serat Makanan ... 8

2.2.3. Sumber Serat Makanan ... 14

2.3. Konsumsi Serat ... 15


(9)

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 20

3.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 20

3.2. Definisi Operasional Penelitian ... 20

3.2.1. Pengetahuan tentang Serat Makanan ... 20

3.2.2. Konsumsi Serat ... 21

3.3.3. Hipotesis ... 21

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 22

4.1. Jenis Penelitian ... 22

4.2. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 22

4.2.1. Waktu Penelitian ... 22

4.2.2. Lokasi Penelitian ... 22

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 22

4.3.1. Populasi Penelitian ... 22

4.3.2. Sampel Penelitian ... 22

4.4. Teknik Pengumpulan Data ... 23

4.4.1. Uji Validitas dan Reabilitas ... 24

4.5. Pengolahan dan Analisis Data ... 25

BAB 5 HASIL PENELITIAN & PEMBAHASAN ... 26

5.1. Hasil Penelitian ... 26

5.1.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 26

5.1.2. Karakteristik Responden ... 26

5.1.3. Pengetahuan Responden tentang Serat ... 26

5.1.4. Konsumsi Serat Responden ... 28

5.1.5. Hubungan Pengetahuan Responden tentang Serat dengan Konsumsi Serat Responden ... 29


(10)

5.2. Pembahasan ... 30

5.2.1. Pengetahuan tentang Serat ... 30

5.2.2. Konsumsi Serat ... 32

5.2.3. Hubungan Pengetahuan tentang Serat dengan Konsumsi Serat ... 33

BAB 6 KESIMPULAN & SARAN ... 34

4.1. Kesimpulan ... 34

4.2. Saran ... 34

DAFTAR PUSTAKA ... 36


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

2.1. Kandungan Serat Larut dan Serat Tidak Larut

dalam Beberapa Bahan Makanan (dalam %) ... 15

2.2. Angka Kebutuhan Serat yang Dianjurkan

(Per Orang Per Hari) ... 17

4.1. Hasil Uji Validitas & Reliabilitas Kuesioner ... 25

5.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden

Berdasarkan Jenis Kelamin ... 26

5.2. Distribusi Pengetahuan Responden

tentang Serat Makanan ... 27

5.3. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden

tentang Serat Makanan ... 28

5.4. Distribusi Frekuensi Konsumsi Serat Responden ... 29

5.5. Hubungan Pengetahuan Responden tentang


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Daftar Riwayat Hidup

Lampiran 2. Output Uji Validitas dan Reliabilitas

Lampiran 3. Tabel Data Induk (Master Data) dan Output

Lampiran 4. Kuesioner dan Food Recall 24 jam

Lampiran 5. Lembar Penjelasan (Informed Consent)

Lampiran 6. Persetujuan Setelah Penjelasan


(14)

ABSTRAK

Tingkat pengetahuan gizi seseorang dipengaruhi oleh kemampuan intelektualnya. Jika seseorang memiliki tingkat pengetahuan gizi yang tinggi, maka akan memiliki kesadaran gizi yang sempurna terutama dalam memilih jenis makanan yang tepat untuk dikonsumsi guna memenuhi kebutuhannya.

Pengetahuan tentang serat makanan adalah pemahaman yang berkaitan dengan serat makanan, meliputi jenis dan sumber serat makanan, konsumsi serat yang dianjurkan per hari serta manfaat dan kerugian apabila mengkonsumsi serat kurang maupun lebih. Makanan berserat adalah karbohidrat kompleks yang mempunyai banyak peranan penting bagi tubuh.

Penelitian ini bersifat analitik dengan desain cross sectional study. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk untuk mengetahui hubungan pengetahuan tentang serat makanan dengan konsumsi serat pada mahasiswa FK USU angkatan 2010. Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa FK USU angkatan 2010. Sebanyak 97 sampel dipilih dengan metode simple random sampling. Data diambil dengan pengisian kuesioner.

Hasil penelitian dengan uji chi-square menunjukkan ada hubungan antara pengetahuan tentang serat dengan konsumsi serat dengan nilai p<0.001. Pengetahuan tentang serat sebagian besar responden adalah berpengetahuan sedang tentang serat (55.7%). Konsumsi serat sebagian besar responden adalah konsumsi serat kurang (65%). Responden yang memiliki tingkat pengetahuan sedang tentang serat makanan dimana konsumsi seratnya kurang, paling banyak ditemukan dalam penelitian ini (36%). Hal ini secara umum menunjukkan bahwa mahasiswa FK USU angkatan 2010 memiliki pengetahuan sedang tentang serat dimana konsumsi seratnya kurang.

Mahasiswa FK USU 2010 diharapkan secara aktif lebih meningkatkan pengetahuannya tentang serat makanan dan juga lebih memperhatikan konsumsi seratnya agar menjadi konsumsi serat terpenuhi. Departemen Gizi FK USU diharapkan lebih menekankan pengajaran mengenai serat makanan.


(15)

ABSTRACT

The level of nutritional knowledge of someone is influenced by his intellectual ability. If someone has a high level of nutritional knowledge, he will have the perfect nutritional awareness, especially in choosing the right types of food to be consumed to meet his needs.

Knowledge of dietary fiber is an understanding of the dietary fiber, including the type and source of dietary fiber, the recommended fiber intake per days as well as the advantages and disadvantages when consuming less or more fiber. Fibrous food is a complex carbhohidrate that have a lot of important roles to the body.

This research is analytic with a cross sectional design. The objective of this research is to find out the relationship of knowledge on dietary fiber with fiber consumption in college students of FK USU 2010. The population is the college students of FK USU 2010. Ninety seven samples were taken by using simple random sampling method. Data was taken by filling the questionnaire.

The results of research by chi-square test shows there is a relationship between knowledge of fiber with fiber consumption, with p value<0.001. Most of the respondents have a knowledgeable about dietary food (55.7%). Most of the fiber consumption is less fiber consumption (65%). Respondents who have high levels of knowledge about dietary fiber which is fiber consumption is less, most commonly found in this study (36%). This generally indicate that the college students FK USU 2010 have high levels of knowledge about dietary fiber which is fiber consumption is less.

College students of FK USU 2010 are expected to actively further enhance his knowledge of dietary fiber and also pay more attention to the consumption of fiber in order to be fulfilled fiber consumption. Departement of Nutrition FK USU expected to put more emphasis on the teaching of dietary fiber.


(16)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pengetahuan dapat diperoleh melalui pengalaman diri sendiri maupun orang lain. Setiap orang akan mempunyai gizi yang cukup jika makanan yang kita makan mampu menyediakan zat gizi yang cukup diperlukan tubuh. Pengetahuan gizi memegang peranan yang sangat penting di dalam penggunaan dan pemilihan bahan makanan dengan baik, sehingga dapat mencapai keadaan gizi seimbang (Suhardjo, 2000).

Makanan berserat adalah makanan sejenis karbohidrat kompleks yang berupa selulosa dan zat lain, yaitu pektin, gum, lignin, dan mustilago (Irianto, 2004). Serat makanan ini mempunyai peranan penting, seperti merangsang aktivitas saluran usus untuk mengeluarkan feses secara teratur, mampu menyerap banyak air sehingga membantu feses menjadi lebih lunak, membantu pengikatan bahan penyebab kanker (karsinogenik) dan mengeluarkannya dari dalam tubuh,

serta memiliki kalori yang rendah. World Health Organization (WHO)

menganjurkan asupan serat yang baik adalah 25-30 gram per hari (Almatsier, 2004a). Dietary Reference Intake (DRI) serat berdasarkan National Academy of Sciences mengemukakan konsumsi serat yang baik adalah 19-38 gram per hari sesuai dengan umur masing-masing konsumen (Drummond dan Brefere, 2007).

Almatsier (2004) mengemukakan bahwa serat makanan menjadi populer setelah publikasi penelitian Burkit dan Trowell yang menyatakan diet kaya serat akan membantu melindungi tubuh dari berbagai penyakit yang berkembang di negara-negara maju, seperti seperti kanker kolon, diabetes melitus, penyakit divertikulosis, dan jantung koroner (Almatsier, 2004b).

Saat ini, masyarakat Indonesia terutama yang tinggal di perkotaan mengalami pergeseran pola konsumsi pangan. Awalnya, pola konsumsi empat sehat lima sempurna menjadi menu sehari-hari. Namun, seiring dengan kemajuan zaman dan perbaikan sosial ekonomi masyarakat maka terjadi pula perubahan kebiasaan makan yang cenderung kebarat-baratan (western style diet). Makanan


(17)

jadi (processed food) dan makanan siap saji (fast food) telah menjadi kegemaran dan tren di masyarakat (Sulistijani, 2001).

Masyarakat umumnya belum atau kurang menyadari bahwa makanan jadi telah mengalami banyak kehilangan komponen-komponen esensial makanan, khususnya serat. Makanan siap saji juga umumnya mempunyai kandungan lemak dan protein yang tinggi tetapi miskin serat. Bila makanan-makanan tersebut lebih banyak dikonsumsi maka akan terjadi ketidakseimbangan intake zat-zat gizi dan komponen-komponen esensial. Asupan serat yang terlampau rendah dalam waktu lama akan mempengaruhi kesehatan, kegemukan, dan serangan penyakit degeneratif. Persoalan serat makanan memang kalah populer dibandingkan zat gizi lain, seperti karbohirat, lemak, protein, vitamin, dan mineral. Minimnya pengetahuan masyarakat tentang serat dapat dimaklumi, karena penelitian ilmiah tentang zat ini juga masih sangat terbatas (Sumartono, 2002).

Hasil analisis data konsumsi makanan penduduk Indonesia dalam Profil Kesehatan Indonesia tahun 2008, menunjukkan bahwa secara keseluruhan hanya 6.4% penduduk Indonesia yang cukup mengkonsumsi serat. Di Provinsi Sumatera Utara, khususnya Kota Medan, juga hampir sama, hanya 5.5% penduduk yang termasuk dalam kategori cukup mengkonsumsi serat. Hasil tersebut cukup menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk Indonesia memiliki masalah konsumsi serat rendah. Beberapa faktor seperti status ekonomi, pengetahuan tentang makanan berserat, ketersediaan makanan berserat, serta pola dan kebiasaan makan akan mempengaruhi konsumsi serat seseorang.

Remaja adalah golongan kelompok usia yang relatif bebas, termasuk dalam

memilih jenis makanan yang mereka konsumsi. Kecukupan asupan serat makanan pada remaja akan sangat menentukan taraf kesehatan mereka pada masa selanjutnya (Soerjadibroto, 2004). Di sisi lain, perilaku gizi yang salah amat banyak dijumpai pada remaja. Adapun kecenderungan mengikuti pola makan dan gaya hidup modern membuat remaja lebih menyukai makan di luar rumah bersama kelompoknya. Ketidakseimbangan konsumsi makanan disebabkan karena perilaku yang tidak tepat dalam memilih makanan sehari-hari (Soekidjo, 2003).


(18)

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti merasa tertarik untuk meneliti bagaimana hubungan pengetahuan tentang serat makanan dengan konsumsi serat pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2010.

1.2. Rumusan Masalah

Apakah ada hubungan pengetahuan tentang serat makanan dengan konsumsi serat pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2010?

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan pengetahuan tentang serat makanan dengan konsumsi serat pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2010.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui bagaimana pengetahuan tentang serat makanan

pada mahasiswa Fakultas Kedokteran USU Angkatan 2010.

2. Untuk mengetahui bagaimana konsumsi serat pada mahasiswa

Fakultas Kedokteran USU Angkatan 2010.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Hasil penelitian diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan

dalam penerapan ilmu yang diperoleh selama perkuliahan.

2. Hasil penelitian diharapkan dapat membantu mahasiswa untuk

memahami pentingnya peranan serat bagi kesehatan tubuh. 3. Sebagai acuan bagi penelitian selanjutnya yang sejenis.


(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi melalui proses sensoris dari penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, pengecapan, dan perabaan. Namun sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui indera penglihatan (visual) dan pendengaran (audio). Pengetahuan merupakan

domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku terbuka (overt

behaviour). Perilaku yang didasari pengetahuan umumnya bersifat langgeng (Notoadmojo, 2007).

Proses adopsi perilaku, menurut Notoadmojo (2007) yang mengutip pendapat Rogers (1974), sebelum seseorang mengadopsi perilaku, di dalam diri orang tersebut terjadi suatu proses yang berurutan, yakni :

1. Awareness (kesadaran); dimana seseorang menyadari adanya stimulus. 2. Interest (tertarik); dimana seseorang mulai tertarik pada stimulus.

3. Evaluation (menimbang-nimbang); dimana individu menimbang-nimbang tentang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya dan pada proses ini, seseorang sudah memiliki sikap yang lebih baik lagi.

4. Trial (mencoba); dimana seseorang sudah mulai mencoba perilaku baru. 5. Adoption; dimana individu telah berperilaku sesuai dengan pengetahuan,

sikap, dan kesadarannya terhadap stimulus.

Lebih lanjut Rogers (1974) dalam Notoadmojo (2007) juga mengemukakan bahwa adopsi perilaku tidak selalu melewati 5 proses di atas sehingga umumnya perilaku baru tersebut tidak langgeng. Sebaliknya, perilaku yang melalui 5 proses tersebut akan bersifat langgeng.

Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda. Notoatmodjo (2007) membagi pengetahuan dalam enam tingkatan, yaitu :


(20)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, termasuk mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari rangsangan yang telah diterima.

2. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

3. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi sebenarnya.

4. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain.

5. Sintesis (synthesis)

Sintesis berarti kemampuan seseorang untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

6. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi yang didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

Pengetahuan seseorang tentang gizi dapat diperoleh melalui pendidikan formal dan informal. Pendidikan formal merupakan pendidikan yang diselenggarakan sesuai dengan kurikulum yang sudah ditetapkan dan terdapat jenjang kronologis yang ketat untuk tingkatan umur sasaran. Sedangkan pendidikan informal dapat diperoleh dalam waktu dan tempat yang tidak terbatas (Sulistijani, 2001).

2.2. Serat Makanan (Dietary Fiber)

Secara fisiologis serat makanan didefinisikan sebagai karbohidrat yang resisten terhadap hidrolisis oleh enzim pencernaan manusia (karena itu tidak dapat dicerna) dan lignin. Termasuk didalamnya adalah selulosa, hemiselulosa, pektin,


(21)

lignin, gum, β-glukan, fruktan dan resistant starch. Para ahli mengelompokkan serat makanan sebagai salah satu jenis polisakarida yang lebih lazim disebut karbohidrat kompleks. Karbohidrat ini terbentuk dari beberapa gugusan gula sederhana yang bergabung menjadi satu membentuk rantai kimia panjang. Akibatnya, rantai kimia tersebut sangat sukar dicerna oleh enzim pencernaan (Arisman, 2004).

2.2.1 Jenis Serat Makanan

Perlu diketahui bahwa serat makanan (dietary fiber) berbeda dengan serat kasar (crude fiber). Serat kasar adalah bagian tanaman pangan yang tersisa atau tidak dapat dihidrolisis kembali oleh larutan asam sulfat (H2SO4) atau larutan natrium hidroksida (NaOH) dalam analisis proksimat makanan. Kandungan tersebut belum menunjukkan kandungan serat total dalam makanan. Bila dibandingkan dengan serat makanan, nilai serat kasar lebih kecil sekitar 1/3 – 1/2 dari serat makanan (Sulistijani, 2001).

Berdasarkan kelarutannya dalam air, serat dapat diklasifikasikan menjadi serat larut (hemiselulosa, pektin, gum, psillium, β-glukan, dan musilages) dan serat tidak larut (selulosa, hemiselulosa, dan lignin). Sifat kelarutan ini sangat menentukan pengaruh fisiologis serat pada proses-proses di dalam pencernaan dan metabolisme zat-zat gizi (Arisman, 2004).

a. Hemiselulosa

Hemiselulosa memiliki rantai molekul lebih pendek dibanding selulosa. Hemiselulosa berfungsi memperkuat dinding sel tanaman dan sebagai cadangan makanan bagi tanaman. Hemiselulosa yang mempunyai molekul asam larut di dalam air. Molekul asam tersebut mempengaruhi fermentabilitas bakteri usus terhadap hemiselulosa. Jenis serat ini banyak ditemukan pada serealia, sayur-sayuran, dan buah-buahan. Selama proses penyimpanan dan pengolahan, kandungan hemiselulosa yang terdapat dalam bahan makanan mudah mengalami perubahan tekstur (Arisman, 2004).


(22)

b. Pektin

Pektin terdapat dalam dinding sel primer tanaman dan berfungsi sebagai perekat antara dinding sel tanaman. Pektin mempunyai sifat membentuk gel yang dapat memperngaruhi metabolisme zat gizi. Kandungan pektin pada buah, selain memberikan ketebalan pada kulit juga dapat mempertahankan kadar air buah.

Semakin matang buah maka kandungan pektin dan kemampuan membentuk gel semakin berkurang. Bahan makanan yang mengandung pektin, yakni apel, strawberi, dan jeruk. Pektin dapat diekstraksi dari jeruk atau apel dipakai untuk membentuk jel pada pembuatan jeli dan selai. Pektin juga ditambahkan pada beberapa makanan enteral sebagai sumber serat (Arisman, 2004).

c. Gum

Gum terdapat pada bagian lamela tengah atau di antara dinding sel tanaman. Komposisinya lebih sedikit dibandingkan dengan jenis serat yang lain. Namun, kegunaannya amat penting, yaitu sebagai penutup dan pelindung bagian tanaman yang terluka. Oleh karena memiliki molekul hidrofilik yang berkombinasi dengan air, menyebabkan gum mampu membentuk gel.

Gum sebagai sumber serat ditemukan pada kacang-kacangan, sayuran dan buah-buahan. Selain itu, gum juga dapat digunakan sebagai stabiliser (pengikat) pada bahan tambahan dalam pembuatan makanan, seperti gandum, barley dan tumbuhan polong (Arisman, 2004).

d. Psillium

Psillium dimasukkan ke dalam golongan functional fiber yang didapat dari getah tumbuhan berbiji platago ovata yang bersifat hidrofilik dan dapat membentuk gel (Arisman, 2004).

e. β-glukan

β-glukan sangat baik difermentasi oleh bakteri di dalam usus besar. Ekstraksi β-glukan dipakai sebagai functional fiber karena efeknya yang dapat menurunkan kadar kolesterol serum dan kadar gula darah post prandial. Bahan


(23)

makanan yang banyak mengandung komponen β-glukan adalah oat dan barley, dimana sekitar 70% dari dinding endospermnya terdiri dari jenis serat ini (Arisman, 2004).

f. Musilages

Musilages ditemukan dalam lapisan endosperm biji tanaman. Musilages mampu mengikat air sehingga kadar air dalam biji tanaman tetap bertahan. Selain itu, musilages juga mampu membentuk gel yang mempengaruhi metabolisme dalam tubuh. Serat jenis ini banyak ditemukan pada serealia dan kacang-kacangan (Arisman, 2004).

g. Selulosa

Di dalam tanaman, fungsi selulosa adalah memperkuat dinding sel tanaman. Sedangkan dalam proses pencernaan, selulosa berperan sebagai pengikat air, namun jenis serat ini tidak larut dalam air. Di dalam kolon, selulosa akan mempengaruhi massa feses. Sayur-sayuran dan buah-buahan paling banyak mengandung selulosa dan akan mengalami perubahan tekstur pada proses penyimpanan dan pengolahan. Bahan makanan yang kaya selulosa, contohnya biji-bijian, kacang-kacangan, dan juga sayuran dari keluarga kol dan apel (Arisman, 2004).

h. Lignin

Lignin bersama-sama holoselulosa (merupakan gabungan antara selulosa dan hemiselulosa) berfungsi membentuk jaringan tanaman, terutama memperkuat sel-sel kayu. Ikatan dengan jenis serat lain menyebabkan lignin agak sukar difermentasi oleh bakteri kolon. Serealia dan kacang-kacangan merupakan bahan makanan sumber serat lignin. Selain itu, kandungan lignin yang tinggi juga ditemukan pada wortel, gandum dan buah yang bijinya dapat dimakan seperti buah arbei (Arisman, 2004).


(24)

2.2.2 Peran Serat Makanan

Peranan serat makanan tidak kalah pentingnya dibanding komponen-komponen esensial lainnya. Karena tidak diserap maka zat-zat gizi yang terkandung di dalam serat makanan praktis tidak dapat dimanfaatkan tubuh. Namun, meski zat-zat gizi yang terkandung dalam serat makanan tidak dapat dimanfaatkan secara langsung, bukan berarti serat tidak berguna bagi tubuh. Sebaliknya, justru banyak sekali manfaat yang dapat diperoleh dari serat makanan (Arisman, 2004).

Berdasarkan hasil penelitian epidemiologi yang dilakukan Burkitt dan Trowell tahun 1970-an diperoleh fakta bahwa penyakit degeneratif jarang dijumpai di Afrika dibanding Inggris. Ternyata, pola konsumsi masyarakat Afrika lebih banyak mengkonsumsi makanan berserat dibanding masyarakat Inggris (Arisman, 2004). Beberapa peran penting serat makanan, yaitu:

1. Menjaga kadar air dalam saluran pencernaan

Kadar air yang terjaga dapat membantu memperlunak konsistensi feses, sehingga mudah dikeluarkan dan mampu mengatasi konstipasi (Arisman, 2004).

2. Mengatur berat badan

Konsumsi serat makanan yang seimbang setiap hari mampu mengatur berat badan seseorang. Ini tentu merupakan cara yang efektif dalam mengatasi kegemukan. Kegemukan itu sendiri terjadi akibat pola konsumsi makanan yang umumnya mengandung lemak dan gula yang tinggi, tetapi miskin karbohidrat kompleks (serat).

Diet rendah kalori yang diimbangi dengan makanan tinggi serat merupakan alternatif utama dalam menanggulangi kegemukan. Bahan makanan tinggi serat tersebut seperti sayur-sayuran dan buah-buahan mengandung serat tinggi, terutama jenis serat yang larut air. Serat yang larut air mampu membentuk gel, namun rendah kalori. Hal ini menyebabkan volume makanan dalam lambung menjadi besar (voluminous bulky), sehingga orang tersebut cepat merasa kenyang.


(25)

Fungsi lain dari serat larut air di dalam usus halus adalah mampu mengikat asam empedu. Berkurangnya asam empedu akan memperlambat daya serap usus halus terhadap lemak. Hadirnya serat juga berperan melapisi dan memperlambat penyerapan mukosa usus halus yang akan meningkatkan kekentalan volume makanan dan memperlambat penyerarapan glukosa. Sehingga tubuh dapat terhindar dari kelebihan kalori (Sulistijani, 2001).

3. Mencegah dan menyembuhkan penyakit

Serat makanan dalam diet sangat efektif mencegah berbagai penyakit, seperti gangguan-gangguan pada kolon maupun gangguan-gangguan metabolisme.

a. Sembelit (konstipasi) dan diare

Konstipasi merupakan kesulitan dalam pengeluaran sisa proses pencernaan. Hal ini dapat terjadi karena volume feses terlalu kecil sehingga penderita menjadi jarang buang air besar. Kondisi inilah yang akan memperlama waktu transit atau perjalanan makanan dari mulut sampai dubur.

Gangguan ini dapat dihindari dengan mengkonsumsi makanan berserat tinggi yang tidak larut air. Serat-serat tersebut di dalam kolon mampu berikatan menyerap air. Keadaan ini akan menyebabkan volume feses menjadi besar dan lunak, sehingga saraf rektum akan semakin cepat terangsang sehingga pergerakan feses lebih cepat ke arah saluran pencernaan paling bawah (melakukan defekasi). Dengan demikian waktu transit menjadi lebih pendek.

Sedangkan untuk mencegah diare, sebaiknya secara teratur mengkonsumsi serat larut air. Serat ini mudah membentuk gel sehingga memperlambat waktu transit zat-zat makanan di saluran pencernaan bagian bawah menjadi normal. Ini sangat membantu mengurangi keenceran feses (Astawan, 2008).

b. Divertikulum

Divertikulum adalah terbentuknya kantung atau lekukan yang tidak normal pada kolon yang kadang-kadang disertai peradangan. Penyakit ini dapat


(26)

disebabkan oleh rendahnya konsumsi serat makanan, terutama serat yang tidak larut air. Volume feses menjadi kecil dan keras sehingga tekanan di dalam kolon menjadi lebih tinggi atau kolon berkontraksi secara tidak normal. Apabila keadaan ini sering terjadi dalam waktu yang lama, maka orang tersebut akan menderita divertikulum.

Dalam kasus ini asupan serat tidak larur air menjadi sangat diperlukan agar volume feses besar, lunak, dan mudah dikeluarkan. Dengan demikian, tekanan dalam kolon menjadi berkurang, yang berarti serangan penyakit ini pun dapat dihindari (Astawan, 2008).

c. Wasir (hemorrhoid)

Wasir adalah pembengkakkan pada pembuluh darah anus. Penyakit ini terjadi karena feses terlalu keras sehingga tekanan pada kolon semakin besar. Tekanan tersebut mengakibatkan pembengkakkan pada anus yang diikuti oleh rasa nyeri dan pendarahan. Agar feses tetap lunak dan bervolume besar, sebaiknya konsumsi serat makanan terutama yang tidak larut air lebih ditingkatkan sehingga wasir pun dapat dihindari (Sulistijani, 2001).

d. Karies gigi

Karies gigi adalah kerusakan pada tulang gigi akibat aktivitas mikroorganisme terhadap zat-zat makanan seperti karbohidrat jenis monosakarida (glukosa, sukrosa, dan fruktosa). Sebaliknya konsumsi karbohidrat kompleks, seperti serat makanan dapat menjaga kesehatan gigi dan gusi. Makanan berserat perlu dikunyah lebih lama. Gerakan mengunyah dapat merangsang pengeluaran air liur (saliva) lebih banyak. Di dalam air liur terkandung zat-zat, seperti substansi antibakteri, senyawa glikoprotein, kalsium, dan flourida yang sangat berguna untuk melindungi gigi. Dalam hal ini air liur akan membasuh gigi dari zat-zat makanan yang menempel dan menetralkan zat-zat asam sehingga terhindar dari proses demineralisasi atau kerusakan gigi (Sulistijani, 2001).


(27)

e. Jantung koroner

Salah satu penyebab jantung koroner adalah kebiasaan memakan makanan yang berlemak tinggi terutama lemak jenuh. Agar lemak mudah masuk dalam peredaran darah dan diserap tubuh, maka lemak harus diubah oleh enzim lipase menjadi gliserol. Sebagian sisa lemak akan disimpan di hati dan dimetabolisme menjadi kolesterol pembentuk asam empedu yang berfungsi sebagai pencerna lemak. Semakin banyak konsumsi lemak, berarti semakin meningkat pula kadar kolesterol dalam darah.

Penumpukan kolesterol tersebut dapat menyebabkan terjadi arteriosklerosis

yang mengakibatkan penyumbatan pembuluh darah sehingga dapat menyebabkan serangan jantung koroner. Selain mengurangi konsumsi makanan berlemak jenuh tinggi, peningkatan konsumsi makanan berserat setiap hari ternyata mampu menurunkan kadar kolesterol dalam darah, yang berarti pula menurunkan risiko serangan penyakit mematikan ini.

Serat makanan yang efektif menurunkan kolesterol adalah serat yang larut air. Jenis serat ini mudah difermentasikan oleh bakteri kolon (Lactobacillus) menjadi asam lemak rantai pendek (short-chain fatty acid) dan gas (flatus). Asam lemak rantai pendek tersebut mampu mengikat asam empedu di dalam usus. Berkurangnya asam empedu akan memperlambat proses penyerapan lemak. Akibatnya kadar kolesterol darah akan turun. Selanjutnya, kelebihan asam empedu pada proses pencernaan akan dibuang bersama dengan feses. Untuk memudahkan pengeluaran feses, maka diperlukan bantuan konsumsi serat tidak larut air (Arisman, 2004).

f. Kanker kolon

Penyakit ini menyerang kantong usus buntu (appendix) atau usus sigmoid yang terletak di dekat usus. Salah satu pemicu timbulnya kanker kolon adalah kurangnya konsumsi serat makanan dan terlalu tingginya konsumsi makanan berlemak. Asupan lemak yang tinggi akan meningkatkan produksi asam empedu, dapat diubah menjadi asam deoksikolat dan asam litokolat yang bersifat karsinogenik. Akibat konsumsi serat makanan yang kurang,


(28)

maka mukosa kolon mudah dilekati oleh senyawa-senyawa yang bersifat karsinogenik tersebut. Bila peristiwa ini berlangsung lama, risiko menderita kanker kolon akan semakin tinggi.

Konsumsi serat yang seimbang dan teratur setiap hari ternyata mampu menangkal serangan kanker kolon. Serat makanan akan difermentasikan oleh bakteri kolon menjadi asam lemak rantai pendek. Terbentuknya asam lemak rantai pendek akan mengikat asam empedu yang bersifat karsinogenik. Selanjutnya, asam empedu tersebut akan dibuang bersamaan dengan feses. Selain sebagai anti kanker, serat makanan tidak larut air juga berperan sebagai penyerap air yang baik. Volume feses menjadi besar dan lunak. Volume dan konsistensi feses seperti ini akan menimbulkan gerakan peristaltik usus yang merangsang feses cepat keluar, sehingga semakin memperpendek waktu transit. Di sisi lain, asam empedu yang bersifat karsinogenik cepat terbuang (Arisman, 2004).

g. Kencing manis (diabetes mellitus)

Penyakit ini terjadi karena hormon insulin yang diproduksi oleh pankreas tidak memadai lagi jumlahnya untuk proses metabolisme karbohidrat secara normal. Akibatnya, sebagian besar glukosa yang dikonsumsi tidak dapat diubah menjadi glikogen sehingga gula darah menjadi meningkat dan bertambah tinggi (hiperglikemia).

Hasil penelitian epidemiologi, menunjukkan adanya kaitan antara konsumsi serat makanan dengan penyakit diabetes mellitus. Prevalensi penyakit ini lebih rendah dan jarang terjadi pada negara yang masyarakatnya punya kebiasaan makan makanan berserat tinggi.

Di dalam usus halus serat akan memperlambat penyerapan glukosa dan meningkatkan kekentalan isi usus yang secara tidak langsung dapat menurunkan kecepatan difusi permukaan mukosa usus halus. Akibat kondisi tersebut, kadar gula darah mengalami penurunan secara perlahan, sehingga kebutuhan akan insulin juga berkurang. Dari hasil penelitian diketahui


(29)

bahwa terjadi penurunan jumlah insulin pada tubuh penderita sampai 12.5% per hari (Sulistijani, 2001).

h. Batu empedu (cholelithiasis)

Penyakit batu empedu terjadi akibat kantong empedu mengalami

supersaturasi. Artinya, cairan empedu yang tersimpan dalam kantung empedu, seperti asam empedu, kolesterol, dan asam lemak yang diproduksi oleh sel hati berubah menjadi terlalu pekat. Kondisi ini mendorong terbentuknya batu empedu. Untuk mencegahnya, konsumsi serat makanan ditingkatkan dan konsumsi makanan berlemak dikurangi.

Melalui konsumsi serat makanan larut air, diharapkan asam empedu dan kolesterol akan diikat oleh serat makanan tersebut dan selanjutnya dikeluarkan bersama feses. Dengan demikian, asam-asam empedu dan kolesterol tersebut tidak terserap kembali oleh usus halus, juga tidak masuk dalam aliran darah menuju ke hati (tidak mengalami resirkulasi enterohepatik). Keuntungan lain mengkonsumsi serat makanan tidak larut air adalah dapat meningkatkan waktu transit, menurunkan laju aliran asam-asam empedu ke usus halus dan secara tidak langsung dapat mengurangi

frekuensi resirkulasi enterohepatik, tidak membentuk gas, serta

memudahkan buang air besar. Proses itu membuat cairan empedu menjadi berkurang kepekatannya. Di sisi lain berarti terbentuknya batu empedu dapat dicegah (Sulistijani, 2001).

2.2.3 Sumber Serat Makanan

Serat makanan (fiber) terdapat di dalam bahan makanan nabati, seperti sayuran dan buah-buahan, merupakan bagian tumbuhan (dinding sel, daun, kulit buah, selaput biji-bijian, dan lain-lain) yang memiliki struktur berupa karbohidrat kompleks. Serat makanan dapat diperoleh dari berbagai sumber makanan, seperti: 1. Serealia

Serealia adalah bahan pangan dari tanaman yang termasuk famili rumput-rumputan (Gramineae), diantaranya padi (Oryza sativa L.), gandum (Triticum


(30)

sp.), jagung (Zea mays), dan sorgum (Sorghum vulgare L.). Serealia memiliki dua jenis serat, yakni serat larut air dan serat tidak larut air. Kandungan serat tidak larut air, yakni selulosa dan hemiselulosa terdapat pada kulit luar biji dan endospermanya. Sedangkan serat larut air, yakni musilages dan gum terdapat pada endospermanya. Serealia yang mengandung serat, yakni oat, gandum, jagung, beras, dan beras merah (Sediaoetama, 2008a).

2. Kacang-kacangan

Bahan nabati dari golongan kacang-kacangan yang biasa dikonsumsi meliputi kacang kedelai, kacang tanah, kacang merah, kacang tolo, serta kacang hijau (Sulistijani, 2001).

3. Sayuran

Sayuran merupakan bagian tanaman yang dapat dikonsumsi dalam keadaan mentah maupun matang. Bahan nabati ini sangat dibutuhkan dan harus dikonsumsi setiap hari sesuai dengan jumlah dan komposisi yang seimbang. Selain itu, sayuran bermanfaat bagi kesehatan tubuh karena kaya akan kandungan vitamin, mineral dan serat. Beberapa contoh sayuran, antara lain bayam, kangkung, daun pepaya, brokoli, tomat, paprika, bawang putih, bawang merah, asparagus dan jamur (Sulistijani, 2001).

4. Buah-buahan

Buah-buahan sangat dianjurkan untuk dikonsumsi setiap hari. Selain dikonsumsi dalam bentuk segar, buah-buahan juga dapat diolah dalam bentuk jus atau dihidangkan bersama dengan sayuran. Buah-buahan sebaiknya dikonsumsi pada saat perut sedang kosong. Tujuannya adalah agar penyerapan zat-zat tersebut tidak terhambat oleh kehadiran makanan lain, juga untuk menghindari fermentasi di dalam kolon. Beberapa contoh buah-buahan yang mengandung serat, antara lain apel, pir, jeruk, lemon, strawberi, mangga, anggur, pepaya, dan pisang (Sediaoetama, 2008b).


(31)

Tabel 2.1. Kandungan Serat Larut dan Serat Tidak Larut dalam Beberapa Bahan Pangan (dalam %)

Kandungan Serat Larut dan Serat Tidak Larut (%)

Pangan Serat Larut Serat Tidak Larut

Oat 14.0 13.8

Jagung 1.8 1.5

Ubi Rambat 1.1 1.5

Asparagus 0.5 1.1

Ketimun 0.4 0.5

Apel 0.9 1.1

Jeruk 0.6 1.4

Pisang 0.8 1.0

Sumber : Pangan dan Gizi untuk Kesehatan (Khomsan, 2002).

2.3. Konsumsi Serat

Konsumsi serat makanan adalah jumlah asupan dan jenis bahan pangan sumber serat yang dikonsumsi per hari (Sulistijani, 2001). Walaupun konsumsi serat makanan berpengaruh positif bagi tubuh dan sangat dianjurkan, namun harus memperhatikan nilai kecukupannya bagi tubuh. Sebab, mengkonsumsi serat makanan secara berlebihan akan berdampak negatif bagi tubuh. Tubuh akan mengalami defisiensi mineral dan perut menjadi kembung. Kondisi ini terjadi akibat menumpuknya serat di dalam kolon sehingga menyebabkan fermentasi serat di dalam kolon. Fermentasi ini lalu memicu timbulnya gas, seperti gas metan, hidrogen, dan karbondioksida di dalam sekum dan kolon yang terbentuk dari kerja enzim-enzim bakteri yang memetabolisme serat. Jumlah gas yang dihasilkan tergantung dari serat makanan yang dikonsumsi dan flora bakterial (Isselbacher, 2000).

Kelebihan volume serat juga dapat mengurangi absorpsi mineral, seng, besi dan kalsium. Meskipun ada bakteri di dalam usus besar yang berangsur-angsur akan beradaptasi dengan adanya asupan serat makanan. Namun, asupan serat yang terlalu tinggi tetap tidak dapat menghilangkan rasa kembung di dalam perut.


(32)

Lebih jauh Wirakusumah (1993) dalam Sulistijani (2001) menambahkan bahwa konsumsi serat makanan yang terlalu banyak dapat menghalangi absorpsi vitamin B12, A, D, E, dan K, oleh karena adanya pektin. Terhalangnya absorpsi vitamin sering dijumpai pada para vegetarian. Asam fitat di dalam lambung para vegetarian ini mampu mengikat serat. Defisiensi vitamin-vitamin itu sendiri bermula dari serat makanan yang larut air mengikat dan menyingkirkan asam empedu yang berfungsi mencerna lemak di dalam tubuh (Sulistijani, 2001).

Agar jumlah serat yang dikonsumsi tidak kurang maupun berlebih, maka dianjurkan mengkonsumsi makanan yang mengandung serat tinggi secara bervariasi, seperti kacang-kacangan, biji-bijian, sayuran, dan buah-buahan. Konsumsi serat sebaiknya tidak dipenuhi dari suplemen serat. Jika tidak sangat diperlukan, konsumsi suplemen serat makanan tidak perlu dilakukan. Namun apabila seseorang tidak suka mengkonsumsi sayuran maupun buah-buahan, maka usahakan menggunakan suplementasi serat, baik dalam bentuk tablet fiber, bubuk

psyllium, atau agar-agar sehingga kebutuhan seratnya dapat terpenuhi (Arisman, 2004).

Dalam hal anjuran konsumsi, belum ada Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang pasti untuk konsumsi serat makanan. Namun, untuk diet 2000 kalori pada orang dewasa, paling sedikit 1000 sampai 2000 kalori harus berasal dari karbohidrat kompleks. Diet serat yang dianjurkan adalah 25 sampai 30 gram per hari untuk orang dewasa dan 10 sampai 15 gram untuk anak-anak cukup untuk pemeliharaan tanpa efek negatif terhadap kesehatan (Baliwati et al, 2004).

Data Biro Pusat Statistik tahun 1990 menunjukkan bahwa komposisi konsumsi energi makanan rata-rata sehari orang Indonesia 9.6% berasal dari protein, 20.6% dari lemak dan 68.6% dari karbohidrat. Konsumsi energi rata-rata di Indonesia pada tahun 1996 adalah 73.3% berasal dari makanan pokok, 5.8% dari pangan hewani, 3.0% dari kacang-kacangan, 5.4% dari gula, 11.98% dari minyak dan lemak, dan 2.2% dari sayur dan buah-buahan. WHO (1990) menganjurkan rata-rata konsumsi energi makanan sehari adalah 10-15% berasal dari protein, 15-30% dari lemak, dan 55-75% dari karbohidrat (Baliwati et al, 2004).


(33)

Sedangkan dari hasil analisis data konsumsi makanan penduduk Indonesia dalam Profil Kesehatan Indonesia tahun 2008, menunjukkan bahwa secara keseluruhan hanya 6.4% penduduk Indonesia yang cukup mengkonsumsi serat. Di Provinsi Sumatera Utara, khususnya Kota Medan, juga hampir sama, hanya 5.5% penduduk yang termasuk dalam kategori cukup mengkonsumsi serat. Hasil tersebut cukup menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk Indonesia memiliki masalah konsumsi serat rendah. Beberapa faktor seperti status ekonomi, pengetahuan tentang makanan berserat, ketersediaan makanan berserat, serta pola dan kebiasaan makan akan mempengaruhi konsumsi serat seseorang.

Tabel 2.2. Angka Kebutuhan Serat yang Dianjurkan (Per Orang Per Hari)

Golongan Umur Serat (gram)

Laki-laki

19-21 tahun 38 gram

Perempuan

19-21 tahun 25 gram

Sumber : National Academy Sciences (2007)

2.4. Remaja

Remaja didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa kanak-kanak ke dewasa. Batasan usia remaja menurut WHO (2007) adalah 12 sampai 24 tahun. Namun, jika pada usia remaja seseorang sudah menikah, maka orang tersebut tergolong dalam dewasa dan bukan lagi remaja. Sebaliknya, jika usia seseorang sudah bukan lagi remaja tetapi masih tergantung pada orang tuanya (tidak mandiri), maka orang tersebut tetap dimasukkan ke dalam kelompok remaja (Effendi, 2005).

Lebih lanjut Effendi (2005) mengatakan, remaja merupakan tahapan seseorang dimana seseorang itu berada di antara fase anak dan dewasa yang


(34)

ditandai dengan perubahan fisik, perilaku, kognitif, biologis, dan emosi. Terdapat 3 proses yang terjadi dalam remaja, yaitu:

1. Proses biologis (biological processes)

Proses ini mencakup perubahan-perubahan dalam hakikat fisik individu. Gen yang diwariskan dari orang tua, perkembangan otak, pertambahan tinggi dan berat badan, keterampilan motorik, dan perubahan hormonal pada pubertas, semuanya merefleksikan peran proses biologis dalam perkembangan remaja. 2. Proses kognitif (cognitive processes)

Proses ini meliputi perubahan dalam pikiran, inteligensi, dan bahasa individu. Menghafal puisi, memecahkan masalah matematika, dan membayangkan seperti apa rasanya bila menjadi bintang film, mencerminkan peran proses kognitif dalam perkembangan remaja.

3. Proses sosial-emosional (socioemotional processes)

Proses ini meliputi perubahan dalam hubungan individu dengan manusia lain, dalam emosi, dalam kepribadian, dan dalam peran dari konteks sosial dalam perkembangan. Membantah orang tua, serangan agresif terhadap teman sebaya, perkembangan sikap asertif, kebahagiaan remaja dalam peristiwa tertentu, serta orientasi peran gender dalam masyarakat merefleksikan peran proses sosial-emosional dalam perkembangan remaja.

Untuk mendeskripsikan remaja dari waktu ke waktu memang berubah sesuai perkembangan jaman. Ditinjau dari segi pubertas, 100 tahun terakhir usia remaja putri mendapatkan haid pertama semakin berkurang dari 17.5 tahun menjadi 12 tahun, demikian pula remaja pria. Kebanyakan orang menggolongkan remaja dari usia 12 sampai 24 tahun dan beberapa literatur yang menyebutkan 15 sampai 24 tahun. Hal yang terpenting adalah seseorang mengalami perubahan pesat dalam hidupnya di berbagai aspek (Effendi, 2005).

Kebiasaan makan pada remaja dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti faktor sosial ekonomi keluarga, pengetahuan tentang gizi, ketersediaan pangan di tingkat rumah tangga dan informasi tentang pangan dan gizi. Yang termasuk dalam sosial ekonomi keluarga, yakni pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, pendapatan orang tua, besarnya uang saku yang didapat dan lokasi tempat tinggal.


(35)

Faktor-faktor tersebut akan mempengaruhi konsumsi serat pada remaja. Sehingga dapat disimpulkan ada dua faktor yang mempengaruhi konsumsi serat remaja berdasarkan kebiasaan makannya, yakni faktor secara langsung maupun tidak langsung. Faktor yang secara langsung mempengaruhi adalah kebiasaan makan dari remaja, sedangkan faktor yang secara tidak langsung mempengaruhi adalah karakteristik sosial ekonomi keluarga dan pengetahuan gizi pada remaja (Madajinah, 2004).


(36)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah :

Variabel Independen Variabel Dependen

3.1. Kerangka Konsep Penelitian Hubungan Pengetahuan tentang Serat Makanan dengan Konsumsi Serat

3.2. Definisi Operasional Penelitian

3.2.1. Pengetahuan tentang Serat Makanan

Pengetahuan tentang serat makanan adalah pengetahuan yang dimiliki oleh remaja umur 19-21 tahun tentang defenisi, jenis, peran, dan sumber serat makanan. Pengetahuan dinilai melalui jawaban responden atas pertanyaan dalam kuesioner. Cara pengukurannya dengan menghadapkan seorang responden pada sebuah kuesioner yang terdiri dari 15 pertanyaan dengan pilihan jawaban dan diberi skor, yaitu :

 Tidak tahu = 0

 Salah = 1

 Benar = 2

Semua skor dijumlahkan sehingga pengetahuan dapat dikategorikan sebagai berikut (Khomsan, 2000):

 Jumlah nilai responden kurang dari 60% dari total skor = Rendah

 Jumlah nilai responden di antara 60-80% dari total skor = Sedang

Pengetahuan tentang

Serat Makanan


(37)

 Jumlah nilai responden lebih besar dari 80% dari total skor = Tinggi Skala pengukuran : ordinal.

3.2.2. Konsumsi Serat

Konsumsi serat adalah jumlah asupan dan jenis bahan pangan sumber serat yang dikonsumsi per hari oleh responden yang diketahui melalui food recall

24 jam, selanjutnya diterjemahkan dalam bentuk konsumsi serat. Cara pengukuran diketahui melalui food recall 24 jam, selanjutnya dibandingkan dengan tabel

Dietary Reference Intake (DRI) serat berdasarkan National Academy of Sciences.

(Tabel 2.2.). Setelah itu, konsumsi responden dikategorikan sebagai berikut : 1. Konsumsi serat kurang (bila tingkat kecukupan <38 gram untuk laki-laki dan

<25 gram untuk perempuan)

2. Konsumsi serat terpenuhi (bila tingkat kecukupan ≥38 gram untuk laki-laki dan ≥25 gram untuk perempuan)

Skala pengukuran : ordinal.

3.3. Hipotesis

H0 : Tidak ada hubungan pengetahuan tentang serat makanan dengan konsumsi serat pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2010.

Ha : Ada hubungan pengetahuan tentang serat makanan dengan konsumsi serat pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2010.


(38)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian yang bersifat analitik dengan desain

cross sectional study untuk mengetahui hubungan pengetahuan tentang serat makanan dengan konsumsi serat pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2010.

4.2. Waktu dan Lokasi Penelitian 4.2.1. Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan mulai bulan Agustus sampai dengan bulan Oktober tahun 2011.

4.2.2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan di lingkungan Fakultas Kedokteran USU.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1. Populasi Penelitian

Populasi penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran USU Angkatan 2010 yang berjumlah 413 orang. Pemilihan populasi berdasarkan keterpaparan populasi tersebut dengan pengetahuan tentang gizi dan disesuaikan dengan batasan umur yang ditentukan oleh peneliti sendiri.

4.3.2. Sampel Penelitian

Dari populasi tersebut akan dipilih sampel dengan metode simple random sampling. Dalam Sastroasmoro (2010), rumus yang digunakan adalah :

�= �α 2 �2

Keterangan:

n : Besar sampel

Zα : Tingkat kepercayaan


(39)

Q : 1 – P

d : Tingkat ketepatan absolut yang dikehendaki

Berdasarkan rumus di atas, dengan tingkat kepercayaan yang dikehendaki sebesar 95% (Zα = 1,96), estimasi proporsi sebesar 50%, dan tingkat ketepatan absolut yang dikehendaki 10%, didapatkan besar sampel adalah 97 orang.

n

=

1,96

2 0,5 10,5

0,1 2

=

97

Sampel yang diambil secara proporsional, kemudian dipilih secara acak yaitu dengan melakukan undian menurut absensi pada masing-masing kelas, kemudian disusun berdasarkan kelasnya.

4.4. Teknik Pengumpulan Data

Metode pengambilan data adalah dengan menggunakan angket yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang sesuai dan relevan terhadap masalah penelitian. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Kuesioner sebagai alat bantu dalam pengumpulan data, terdiri dari pertanyaan - pertanyaan tertutup untuk mengumpulkan data karakteristik dan pengetahuan responden penelitian. Kuesioner terdiri dari beberapa kelompok pertanyaan yang meliputi :

1. Identitas Responden

Data yang diambil berupa inisial nama, jenis kelamin dan umur.

2. Pengetahuan tentang serat makanan

Dinilai dalam bentuk pertanyaan mengenai pengetahuan responden. 3. Konsumsi serat

Dinilai dengan food recall 24 jam oleh responden. Data yang digunakan terdiri dari :

1. Data Primer

Data primer diperoleh melalui kuesioner yang berisikan daftar pertanyaan yang disusun sesuai dengan masalah penelitian. Data ini langsung diperoleh saat penelitian berlangsung seperti : identitas responden, pengetahuan, dan

food recall 24 jam.


(40)

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber kedua sesudah sumber data primer. Data sekunder dalam penelitian ini mencakup data gambaran umum dari bagian administrasi FK USU untuk jumlah mahasiswa dan buku-buku referensi.

4.4.1. Uji Validitas dan Realibitas

Sebelum melakukan analisa, harus diuji dulu apakah pertanyaan-pertanyaan pada kuesioner ini reliable dan valid. Uji validitas digunakan untuk

mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dinyatakan valid apabila pertanyaan atau penyataan pada kuesioner mampu mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Reliabilitas adalah tingkat keandalan kuesioner yang merupakan indikator dari variabel. Kuesioner yang

reliable adalah kuesioner yang apabila dicobakan secara berulang-ulang kepada

kelompok yang sama akan menghasilkan data yang sama.

Uji validitas dan reliabilitas telah dilakukan pada kuesioner yang

digunakan dalam penelitian ini, yang telah disusun sebelumnya dengan

menggunakan perangkat lunak SPSS 17.0 for windows (Statistical Product and Service Solution). Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan di dalam kuesioner ini telah merepresentasikan pengetahuan mahasiswa tentang serat makanan.

Setelah melalui tahap uji validitas dan reliabilitas, peneliti membagikan kuesioner kepada responden yang telah diminta informed consent-nya terlebih dahulu secara tertulis.


(41)

Tabel 4.1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner

Variabel Nomor

Pertanyaan

Total

Pearson Correlation

Status Alpha Status

Pengetahuan 1 0.762 Valid 0.872 Reliabel

2 0.739 Valid Reliabel

3 0.785 Valid Reliabel

4 0.393 Valid Reliabel

5 0.739 Valid Reliabel

6 0.449 Valid Reliabel

7 0.449 Valid Reliabel

8 0.699 Valid Reliabel

9 0.735 Valid Reliabel

10 0.686 Valid Reliabel

11 0.426 Valid Reliabel

12 0.594 Valid Reliabel

13 0.395 Valid Reliabel

14 0.391 Valid Reliabel

15 0.739 Valid Reliabel

4.5. Pengolahan dan Analisa Data

Identitas responden akan ditabulasi sederhana dengan jenis kelamin dan umur. Pengetahuan tentang serat makanan dan konsumsi makanan ditabulasi frekuensi berdasarkan kategori yang telah disusun sebelumnya. Pengetahuan tentang serat makanan ditabulasi sederhana dengan kuesioner yang telah tersedia. Kemudian, dilakukan tabulasi silang antara pengetahuan tentang serat makanan dan konsumsi serat dengan menggunakan perhitungan statistik uji Chi Square. Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan komputer program SPSS 17.0 for windows (Statistical Product and Service Solution). Hasil pengolahan data dalam penelitian ini disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi.


(42)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di dalam lingkungan Universitas Sumatera Utara, yaitu di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Fakultas Kedokteran terletak di Jl. dr. Mansyur No. 5 Medan, Kelurahan Padang Bulan, Kecamatan Medan Baru. Fakultas ini berbatasan dengan Fakultas Psikologi di sebelah kiri dan dengan Fakultas Kesehatan Masyarakat di bagian belakangnya.

5.1.2. Karakteristik Responden

Jumlah responden pada penelitian ini adalah sebanyak 97 orang.

Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Jumlah (orang) Persentase (%)

Laki-laki 38 39.2

Perempuan 59 60.8

Jumlah 97 100.0

Pada penelitian ini, sebagian besar responden adalah perempuan, yaitu berjumlah 59 (60.8%) orang dan responden yang berjenis kelamin laki-laki berjumlah 38 (39.2%) orang.

5.1.3. Pengetahuan tentang Serat Responden

Hasil pengumpulan data primer responden melalui kuesioner, yang terdiri dari 15 pertanyaan mengenai defenisi, metabolisme, jenis, sumber, dan fungsi serat makanan serta kerugian jika mengkonsumsi terlalu banyak serat makanan.


(43)

Tabel 5.2. Distribusi Pengetahuan Responden tentang Serat Makanan

No Pengetahuan Benar Salah Tidak

Tahu

n % n % n %

1. Defenisi serat makanan 43 43 32 32 25 25

2. Perbedaan serat makanan dengan serat

lain

75 77 15 16 7 7

3. Metabolisme serat makanan 71 73 17 18 9 9

4. Klasifikasi serat makanan 75 78 12 12 10 10

5. Penyerapan serat di dalam tubuh 35 35 58 58 7 7

6. Buah-buahan sebagai sumber serat

yang potensial

69 71 9 9 19 20

7. Kacang-kacangan mengandung serat

yang tinggi

48 49 21 22 28 29

8. Bayam dapat mengatasi sulit buang air

besar

88 91 4 4 5 5

9. Sayuran dapat mengatasi wasir 88 91 3 3 6 6

10. Suplemen serat lebih baik dibandingkan sayuran

61 63 8 8 28 29

11. Konsumsi serat terlalu banyak sebabkan perut kembung

22 23 45 45 31 32

12. Konsumsi serat dapat cegah obesitas 46 47 11 11 40 42

13. Konsumsi serat menjaga kesehatan gigi dan gusi

53 55 13 13 31 32

14. Agar-agar dapat menjadi alternatif pengganti serat makanan

77 79 10 11 10 10

15. Serat makanan dikatakan baik bila nikmat di lidah

71 73 14 14 12 13

Dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam kuesioner, responden paling sedikit menjawab benar mengenai “konsumsi serat yang terlalu banyak


(44)

dapat sebabkan perut menjadi kembung”, berjumlah 22 (23%) orang. Pada pilihan jawaban salah, responden paling banyak menjawab salah mengenai “penyerapan serat di dalam tubuh”, berjumlah 58 (58%) orang. Responden menjawab tidak tahu paling banyak terdapat pada pertanyaan mengenai “pencegahan obesitas dengan konsumsi serat”, berjumlah 40 (42%) orang.

Nilai setiap pertanyaan kemudian dijumlahkan, sehingga didapat total skornya. Total skor tersebut kemudian dikategorikan menjadi 3 kategori pengetahuan, yaitu berpengetahuan tinggi, sedang, dan rendah.

Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden tentang Serat Makanan

Kategori Pengetahuan tentang Serat Jumlah (orang) Persentase (%)

Tinggi 34 35

Sedang 54 55.7

Rendah 9 9.3

Jumlah 97 100.0

Kategori tingkat pengetahuan tentang serat makanan yang paling banyak adalah tingkat pengetahuan sedang sebanyak 54 (55.7%) orang. Sedangkan tingkat pengetahuan tentang serat makanan yang paling sedikit adalah tingkat pengetahuan rendah berjumlah 9 (9.3%) orang, selebihnya adalah tingkat pengetahuan tinggi tentang serat makanan sebanyak 34 (35%) orang.

5.1.4. Konsumsi Serat Responden

Kebutuhan serat makanan antara laki-laki dan perempuan berbeda, oleh karena itu tentunya jumlah konsumsi serat antara responden laki-laki dan perempuan berbeda pula. Konsumsi serat responden didapat melalui food recall

24 jam, yang terlampir bersama dengan kuesioner pengetahuan tentang serat makanan, dimana responden menuliskan apa saja yang responden konsumsi dalam satu hari sebelumnya. Penilaian kategori konsumsi serat dibagi menjadi 2, yaitu konsumsi serat terpenuhi dan konsumsi serat kurang. Konsumsi serat laki-laki


(45)

dikatakan terpenuhi jika ≥ 38 gram, sedangkan dikatakan konsumsi serat kurang apabila < 38 gram. Untuk responden perempuan, konsumsi serat dikatakan terpenuhi jika ≥ 25 gram dan dikatakan konsumsi serat kurang jika < 25 gram.

Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi Konsumsi Serat Responden

Kategori Konsumsi Serat Jumlah (orang) Persentase (%)

Laki-laki Terpenuhi 15 39.5

Kurang 23 60.5

Jumlah 38 100.0

Perempuan Terpenuhi 29 49.2

Kurang 30 50.8

Jumlah 59 100.0

Pada responden laki-laki diperoleh hasil konsumsi serat kurang adalah yang paling banyak, yaitu sebanyak 23 (60.5%) orang, sedangkan konsumsi serat terpenuhi pada responden laki-laki sebanyak 15 (39.5%) orang, dengan rata-rata konsumsi serat pada responden laki-laki adalah 36 gram.

Pada responden perempuan, konsumsi serat terpenuhi sebanyak 30 (50.8%) orang, sedangkan konsumsi serat kurang berjumlah 29 (49.2%) orang, dengan rata-rata konsumsi serat pada responden perempuan adalah 24 gram.

5.1.5. Hubungan Pengetahuan Responden tentang Serat dengan Konsumsi Serat Responden

Hasil penilaian kategori pengetahuan tentang serat responden ditabulasi silang dengan kategori konsumsi serat responden. Kategori pengetahuan tentang serat yang terbagi menjadi 3 kategori, yaitu berpengetahuan tinggi, sedang, atau rendah tentang serat, ditabulasi dengan konsumsi serat yang terdiri dari 2 kategori, yakni konsumsi serat terpenuhi dan konsumsi serat kurang. Dari hasil tabulasi silang tersebut maka dapat dilihat bagaimana hubungan antara pengetahuan tentang serat responden dengan konsumsi seratnya.


(46)

Tabel 5.5. Hubungan Pengetahuan Responden tentang Serat Makanan dengan Konsumsi Serat Responden

Kategori Konsumsi Serat Total

Terpenuhi Kurang

Kategori Pengetahuan tentang Serat

Makanan

Tinggi Jumlah (orang) 31 6 37

Persentase (%) 31.9 6.1 38

Sedang Jumlah (orang) 8 35 43

Persentase (%) 8.2 36 44.2

Rendah Jumlah (orang) 5 12 17

Persentase (%) 5.5 12.3 17.8

Total Jumlah (orang) 44 53 97

Persentase (%) 45.6 54.4 100.0

p < 0.001

Hasil tabulasi silang di atas menyatakan responden yang memiliki “tingkat pengetahuan sedang tentang serat makanan dimana konsumsi seratnya kurang” merupakan yang paling banyak ditemukan, yaitu sebanyak 35 (36%) orang. Sedangkan yang paling sedikit ditemukan adalah responden yang memiliki “tingkat pengetahuan rendah tentang serat makanan dimana konsumsi seratnya tinggi” sebanyak 5 (5.5%) orang.

Berdasarkan hasil analisis statistik dalam penelitian ini, nilai p yang diperoleh adalah p < 0.001 yang menyatakan adanya hubungan pengetahuan tentang serat dengan konsumsi serat pada mahasiswa FK USU angkatan 2010.

5.2. Pembahasan

5.2.1. Pengetahuan tentang Serat

Tingkat pengetahuan gizi seseorang dipengaruhi oleh kemampuan intelektualnya (Winkle, 1984). Jika seseorang memiliki tingkat pengetahuan gizi yang lengkap, maka akan memiliki kesadaran gizi yang sempurna terutama dalam memilih jenis makanan yang tepat untuk dikonsumsi guna memenuhi kebutuhannya (Roedjito, 1989).


(47)

Pengetahuan tentang serat makanan adalah pemahaman yang berkaitan dengan serat makanan, meliputi jenis dan sumber serat makanan, konsumsi serat yang dianjurkan per hari serta manfaat dan kerugian apabila mengkonsumsi serat kurang maupun lebih.

Dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam kuesioner, responden paling sedikit menjawab benar mengenai “konsumsi serat yang terlalu banyak dapat sebabkan perut menjadi kembung”, yakni berjumlah 22 (23%) orang. Hal ini menyatakan sebagian besar responden belum memiliki pengetahuan mengenai kerugian yang bisa didapat apabila mengkonsumsi serat yang terlalu banyak. Berdasarkan hasil penelitian Isselbacher (2000), asupan serat yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya penumpukan serat pada kolon, yang kemudian akan menyebabkan terjadinya fermentasi yang memicu timbulnya gas. Itulah yang nantinya menyebabkan perut menjadi kembung.

Pada pilihan jawaban salah, responden paling banyak menjawab salah mengenai “penyerapan serat di dalam tubuh”, yang berjumlah 58 (58%) orang. Ini menyatakan kurangnya pengetahuan responden mengenai apakah serat makanan yang kita makan dapat diserap dan disimpan oleh tubuh atau tidak. Menurut Arisman (2004), serat makanan tidak dapat diserap oleh tubuh oleh karena serat makanan adalah karbohidrat kompleks, yang mana karbohidrat ini terbentuk dari beberapa gugusan gula sederhana yang bergabung menjadi satu membentuk rantai kimia panjang. Akibatnya, rantai kimia inilah serat makanan tidak dapat dicerna oleh enzim pencernaan dalam tubuh.

Responden yang menjawab tidak tahu paling banyak terdapat pada

pertanyaan mengenai “pencegahan obesitas dengan konsumsi serat”, yang

berjumlah 40 (42%) orang. Ini menyatakan banyak responden yang belum mengetahui bahwa salah satu fungsi serat makanan adalah untuk mencegah terjadinya obesitas. Menurut Sulistijani (2001), konsumsi serat makanan yang seimbang setiap hari mampu mengatur berat badan seseorang. Ini tentu merupakan cara yang efektif dalam mengatasi kegemukan. Bahan makanan tinggi serat tersebut seperti sayur-sayuran dan buah-buahan mengandung serat tinggi, terutama jenis serat yang larut air. Serat yang larut air mampu membentuk gel,


(48)

namun rendah kalori. Hal ini menyebabkan volume makanan dalam lambung menjadi besar, sehingga orang tersebut cepat merasa kenyang.

Penilaian frekuensi tingkat pengetahuan tentang serat makanan menyatakan sebagian besar responden memiliki pengetahuan sedang tentang serat makanan. Hal ini mungkin terjadi karena kurangnya perhatian responden tentang betapa pentingnya serat makanan dalam kehidupan sehari-hari, di samping gaya hidup sekarang ini yang lebih menyukai makanan jadi atau makanan cepat saji yang tentunya tidak memiliki kandungan serat makanan yang diperlukan oleh tubuh (Tabel 5.2.).

Tingkat pengetahuan seseorang tentang serat makanan akan memiliki hubungan yang erat dengan konsumsi serat seseorang tersebut. Menurut Notoadmojo (2007), pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku terbuka (overt behaviour) dan perilaku yang didasari oleh pengetahuan umumnya bersifat langgeng.

5.2.2. Konsumsi Serat

Kebutuhan serat makanan antara laki-laki dan perempuan berbeda, dimana konsumsi serat makanan pada laki-laki lebih banyak dibandingkan pada wanita. Menurut National Academy Sciences (2007), konsumsi serat remaja laki-laki berusia 19-21 tahun dikatakan terpenuhi apabila ≥ 38 gram per hari dan dikatakan konsumsi serat kurang apabila < 38 gram per hari. Untuk remaja perempuan berusia 19-21 tahun, konsumsi serat dikatakan terpenuhi apabila ≥ 25 gram per hari dan dikatakan konsumsi serat kurang jika < 25 gram per hari. Pada penelitian ini, lebih dari setengah dari seluruh responden memiliki konsumsi serat kurang (Tabel 5.3.).

Pada responden laki-laki tampak jelas perbedaan antara konsumsi serat yang terpenuhi dan yang kurang, dimana konsumsi serat terpenuhi sebanyak 15 orang dan konsumsi serat kurang sebanyak 23 orang. Sedangkan pada responden perempuan tidak begitu tampak jelas perbedaan antara konsumsi serat yang terpenuhi dan yang kurang. Walaupun begitu, konsumsi serat kurang lebih banyak daripada terpenuhi, yaitu sebanyak 30 orang dan yang konsumsi serat kurang


(49)

sebanyak 29 orang. Hal ini terjadi karena dalam kehidupan sehari-hari, wanita lebih memperhatikan dan menjaga pola makannya dibandingkan pada laki-laki.

5.2.3. Hubungan Pengetahuan tentang Serat dengan Konsumsi Serat

Pengetahuan akan mempengaruhi sikap dan kemudian terwujud dalam bentuk tindakan. Melalui pengetahuan yang baik diharapkan dapat terbentuk sikap yang baik dan diwujudkan dalam bentuk tindakan yang baik. Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan akan suatu objek atau stimulus memegang peranan penting dalam penentuan sikap. Sikap merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku, dan melalui sikap maka tindakan akan terwujud.

Hasil analisis statistik didapatkan nilai p < 0.001 yang menyatakan adanya hubungan pengetahuan tentang serat dengan konsumsi serat pada mahasiswa FK USU angkatan 2010. Hal tersebut dapat dengan jelas terlihat pada hasil tabulasi silang (Tabel 5.4.), dimana responden yang memiliki pengetahuan tinggi tentang serat memiliki konsumsi serat terpenuhi lebih banyak daripada konsumsi serat kurang. Sama halnya juga dengan responden yang memiliki pengetahuan sedang maupun rendah tentang serat, dimana responden lebih banyak memiliki konsumsi serat kurang daripada konsumsi serat terpenuhi.


(50)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan mengenai hubungan pengetahuan tentang serat dengan konsumsi serat pada mahasiswa Fakultas Kedokteran USU angkatan 2010 di Medan tahun 2011, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Hasil analisis statistik penelitian diperoleh nilai p < 0.001 yang mana dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan tentang serat dengan konsumsi serat pada mahasiswa FK USU angkatan 2010.

2. Sebagian besar (55.7%) mahasiswa FK USU angkatan 2010 memiliki

pengetahuan sedang tentang serat.

3. Sebagian besar (65%) mahasiswa FK USU angkatan 2010 memiliki

konsumsi serat kurang.

4. Sebagian besar (36%) mahasiswa FK USU angkatan 2010 memiliki tingkat

pengetahuan sedang tentang serat makanan dimana konsumsi seratnya kurang.

6.2. Saran

1. Mahasiswa FK USU 2010 diharapkan secara aktif lebih meningkatkan

pengetahuannya tentang serat makanan melalui buku-buku, media cetak, dan media elektronik.

2. Mahasiswa FK USU 2010 diharapkan juga agar lebih memperhatikan

konsumsi seratnya agar menjadi konsumsi serat terpenuhi.

3. Departemen Gizi FK USU diharapkan lebih menekankan pengajaran

mengenai serat makanan, yakni defenisi serat, proses penyerapan dan metabolisme serat di dalam tubuh, jenis-jenis serat makanan, bahan-bahan makanan yang menjadi sumber serat potensial, fungsi serat makanan, kerugian jika mengkonsumsi serat terlalu banyak, serta kebutuhan konsumsi serat yang dianjurkan per orang per hari. Hal ini dimaksudkan agar


(51)

pengetahuan tentang serat masyarakat kita, khususnya para mahasiswa, menjadi berpengetahuan tinggi tentang serat.


(52)

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S., 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 44-46.

Almatsier, S., 2004. Penuntun Diet. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 69-72.

Arisman, 2004. Gizi dalam Daur Kehidupan. Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Astawan, M. dan Kasih, A.L., 2008. Khasiat Warna-Warni Makanan. Jakarta: PT

Gramedia Pustaka Utama, 220-221.

Baliwati, Y.F. dan Retnaningsih, 2004. Kebutuhan Gizi. Dalam: Baliwati, Y.F., Khomsan A. dan Dwiriani C.M., Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta: Penebar Swadaya, 64-68.

Budiarto, E., 2002. Biostatistika Untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat.

Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007. Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rajawali Pers, 14-19.

Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, 2009. Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2008. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2008. Sekretaris Jenderal Departemen Kesehatan Republik Indonesia.


(53)

Drummond, K., dan Brefere, L., 2007. Nutrition for Food Service and Culinary Professionals. 6th ed. USA: John Wiley and Sons, Inc.

Effendi, F., dan Makhfudli, 2005. Keperawatan Kesehatan Komunitas. Jakarta: Elex Media Komputindo, 220-221.

Institute of Medicine of The National Academies. Dietary Reference Intake for Energy, Carbohidrate, Fiber, Fat, Fatty Acids, Cholesterol, Protein and Amino Acids. Washington DC: The National Academies Press. Available from:

http://ods.od.nih.gov/health_information/Dietary_Reference_Intake.aspx. [Accessed 10 April 2011].

Irianto, K. dan Waluyo, K., 2004. Gizi dan Pola Hidup Sehat. Bandung: Yrama Widya, 46-48.

Isselbacher, K.J., dkk, 2000. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 3rd ed. Singapore: Mac Graw Hill, 512-515.

Khomsan, A., 2002. Pangan dan Gizi Untuk Kesehatan. Edisi 1. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 59-61.

Madanijah, S., 2004. Pendidikan Gizi. Dalam: Baliwati, Y.F., Khomsan A. dan

Dwiriani C.M., Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta: Penebar Swadaya,

115-118.

National Institutes of Health. Nutrient Reccomendations: Dietary Reference Intake (DRI). USA: Office of Dietary Supplements. Available from: http://www.iom.edu/Global/NewsAnnouncements/~/media/DRI_tables_macr onutrients/pages.aspx. [Accessed 30 April 2011].


(54)

Notoatmodjo, S., 2007. Promosi Kesehatan & Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta, 139-142.

Roedjito, D., dkk, 1989. Sosio Budaya Gizi. Departemen Pendidikan Tinggi dan Kebudayaan. Direktorat Perguruan Tinggi Institut Pertanian Bogor. Bogor: PAU IPB.

Rusilanti, dan Kusharto, C.M., 2007. Sehat dengan Makanan Berserat. Jakarta: Agromedia Pustaka.

Sastroasmoro, S. dan Ismael, S., 2008. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Edisi 3. Jakarta: Sagung Seto.

Sediaoetama, A.D., 2008. Ilmu Gizi Untuk Mahasiswa dan Profesi. Jakarta: Dian Rakyat, 17-20.

Sediaoetama, A.D., 2008. Ilmu Gizi Untuk Mahasiswa dan Profesi. Jakarta: Dian Rakyat, 245-253.

Siagian, A., 2010. Pangan dan Zat Gizi. Dalam: Astikawati, R., Epidemiologi Gizi. Jakarta: Erlangga, 12-19.

Sulistijani, D.A., 2001. Sehat dengan Menu Berserat. Jakarta: Trubus Agriwidya.

Supariasa, I.D., Bakri, B., Fajar, I., 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Tjay, T.H. dan Rahardja, K., 2007. Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan dan


(55)

Wahyuni, A.S., 2007. Statistika Kedokteran Disertai Aplikasi dengan SPSS.

Jakarta : Bamboedoea Communication.

Winkle, W.S., 1984. Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.


(56)

LAMPIRAN 1

Daftar Riwayat Hidup

Nama : Handayan Hutabarat

Tempat / Tanggal Lahir : Medan / 23 Juni 1990

Agama : Kristen Protestan

Alamat : Jl. Sei Mencirim No.42C Medan

Riwayat Pendidikan :

1. Taman Kanak-Kanak Fajar Medan (1995-1996)

2. Sekolah Dasar Santo Antonius III Medan (1996-2002)

3. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Santo Thomas 1 Medan (2002-2004)

4. Sekolah Menengah Umum 1 Medan (2004-2007)

Riwayat Organisasi :

1. Panitia Pekan Olahraga & Seni FK USU 2010; Anggota Seksi Administrasi & Kesekretariatan

2. Panitia Perayaan Natal FK USU 2010; Koordinator Seksi Dekorasi


(1)

FOOD RECALL 24 JAM

Tulislah menu makanan yang Anda konsumsi 1 HARI SEBELUM hari ini. Waktu

Makan

Menu Jenis Bahan Pangan Urt

Pagi

Selingan

Siang


(2)

Malam

Keterangan : Urt (Ukuran Rumah Tangga) Contoh : 1 piring, 1 gelas, 1 sdm.


(3)

LAMPIRAN 5

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

TAHUN 2011

Perihal : Informed Consent

Dengan hormat,

Saya Handayan Hutabarat, mahasiswa yang sedang menjalani pendidikan dokter di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Saya sedang mengadakan penelitian dengan judul “Hubungan Pengetahuan tentang Serat Makanan dengan Konsumsi Serat pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran USU Angkatan 2010 di Medan Tahun 2011”.

Saat ini, masyarakat Indonesia terutama yang tinggal di perkotaan mengalami pergeseran pola konsumsi pangan. Awalnya, pola konsumsi empat sehat lima sempurna menjadi menu sehari-hari. Namun, seiring dengan kemajuan zaman dan perbaikan sosial ekonomi masyarakat maka terjadi pula perubahan kebiasaan makan yang cenderung kebarat-baratan (western style diet). Makanan jadi (processed food) dan makanan siap saji (fast food) telah menjadi kegemaran dan tren di masyarakat. Masyarakat umumnya belum atau kurang menyadari bahwa makanan jadi telah mengalami banyak kehilangan komponen-komponen esensial makanan, khususnya serat. Bila makanan-makanan tersebut lebih banyak dikonsumsi maka akan terjadi ketidakseimbangan intake zat-zat gizi dan komponen-komponen esensial. Asupan serat yang terlampau rendah dalam waktu lama akan mempengaruhi kesehatan, kegemukan, dan serangan penyakit degeneratif. Hasil analisis data konsumsi makanan penduduk Indonesia dalam Profil Kesehatan Indonesia tahun 2008, menunjukkan bahwa secara keseluruhan


(4)

penduduk yang termasuk dalam kategori cukup mengkonsumsi serat. Hasil tersebut cukup menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk Indonesia memiliki masalah konsumsi serat rendah. Beberapa faktor seperti status ekonomi, pengetahuan tentang makanan berserat, ketersediaan makanan berserat, serta pola dan kebiasaan makan akan mempengaruhi konsumsi serat seseorang. Perilaku gizi yang salah amat banyak dijumpai pada remaja. Adapun kecenderungan mengikuti pola makan dan gaya hidup modern membuat remaja lebih menyukai makan di luar rumah bersama kelompoknya. Ketidakseimbangan konsumsi makanan disebabkan karena perilaku yang tidak tepat dalam memilih makanan sehari-hari.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara pengetahuan tentang serat makanan dengan konsumsi serat pada remaja. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah dapat membantu mahasiswa FK USU Angkatan 2010 untuk memahami pentingnya peranan serat bagi kesehatan tubuh.

Saya akan melakukan wawancara dengan bantuan kuesioner yang berisi 15 pertanyaan mengenai pengetahuan tentang serat dan food recall 24 jam. Wawancara ini akan dilakukan sekitar 10 menit. Partisipasi Saudara/i bersifat sukarela dan tanpa paksaan. Saya mohon kesediaan Saudara/i untuk mengisi kuesioner di bawah ini dengan jawaban yang paling benar adalah jawaban yang menurut Saudara/i yang paling jujur sesuai dengan pengetahuan Saudara/i. Oleh karena itu, saudara diminta untuk memberikan jawaban apa adanya. Tidak ada kerugian apapun yang akan diperoleh oleh Saudara/i sebagai partisipan.

Identitas pribadi Saudara/i sebagai partisipan akan dirahasiakan dan informasi yang diberikan hanya akan digunakan untuk penelitian ini. Untuk penelitian ini, Saudara/i tidak akan dikenakan biaya apapun. Bila terdapat hal yang kurang dimengerti, Saudara/i dapat langsung menanyakan kepada Saya sebagai peneliti.


(5)

Demikian informasi ini Saya sampaikan. Atas bantuan dan kesedian Saudara/i menjadi partisipan dalam penelitian ini, Saya sampaikan terima kasih.

Medan, 2011 Peneliti,


(6)

LAMPIRAN 6

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

TAHUN 2011

PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN

Saya telah mendapatkan informasi yang jelas tentang tujuan, prosedur, dan pemanfaatan penelitian yang dilakukan oleh Handayan Hutabarat, mahasiswa Fakultas Kedokteran USU Angkatan 2008, oleh karena itu dengan rasa penuh kesadaran dan keikhlasan saya bersedia berpartisipasi untuk mengisi angket ini. Demikian pernyataan ini saya buat untuk dapat dipergunakan seperlunya. Nama : ...

Jenis Kelamin : Laki-Laki / Perempuan

Umur : ...

Telepon / Hp : ...

Peneliti, Responden,