Pengaruh Inflasi, Suku Bunga, dan Nilai Tukar Rupiah terhadap Return Saham Perusahaan Perkebunan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Tinjauan Teoritis
2.1.1

Pasar Modal
Pasar modal adalah tempat atau sarana bertemunya antara
permintaan dan penawaran atas instrumen keuangan jangka panjang,
umumnya lebih dari 1 (satu) tahun (Samsul, 2006: 43). Pasar modal
memiliki peran penting dalam kegiatan ekonomi di banyak negara,
terutama di negara-negara yang menganut sistem ekonomi pasar,
pasar modal telah menjadi salah satu sumber kemajuan ekonomi,
sebab pasar modal dapat menjadi sumber dana alternatif bagi
perusahaan. Pelaku utama dalam pasar modal adalah:
1. Emiten
2. Investor
3. Underwriter (Penjamin Emisi)
4. Pialang
5. Manajer Investasi

6. Penasehat Investasi
Pasar modal terdiri atas 2 jenis yaitu:
1. Pasar Perdana
Pasar perdana adalah tempat atau sarana bagi perusahaan
yang untuk pertama kali menawarkan saham atau obligasi ke
masyarakat umum. Pasar perdana adalah proses awal dimana

8
Universitas Sumatera Utara

sebuah perusahaan ingin melepas/menjual sahamnya kepada
publik, proses ini biasanya disebut IPO (Initial Public Offering).
2. Pasar Sekunder
Pasar sekunder adalah tempat atau sarana transaksi jual
beli efek antar investor. Proses selanjutnya setelah pasar perdana
melepas IPO adalah pasar sekunder dimana transaksi jual
belinya dilaksanakan melalui Bursa Efek Indonesia. Harga efek
ditentukan berdasarkan kurs efek yang dipengaruhi daya tarik
menarik antara permintaan dan penawaran efek.
2.1.2


Saham
Saham

adalah surat berharga yang diterbitkan oleh

perusahaan yang go public (Widoatmodjo, 2009: 84). Harga saham
ditentukan oleh perkembangan perusahaan penerbitnya. Jika
perusahaan penerbitnya mampu menghasilkan keuntungan yang
tinggi, maka akan memungkinkan perusahaan tersebut menyisihkan
bagian keuntungan itu sebagai dividen dengan jumlah yang tinggi
pula. Pemberian dividen yang tinggi ini akan menarik minat
masyarakat untuk membeli saham tersebut. Akibatnya, permintaan
atas saham tersebut akan meningkat dan pada akhirnya akan
memungkinkan pemegang saham mendapatkan capital gain.
Menurut Hartono (2008: 107) saham terdiri atas dua yaitu:
1. Saham Preferen
Saham preferen mempunyai sifat gabungan (hybrid)
antara obligasi (bond) dan saham biasa. Seperti bond yang
membayarkan bunga atas pinjaman, saham preferen juga


9
Universitas Sumatera Utara

memberikan hasil yang tetap berupa dividen preferen. Seperti
saham biasa, dalam hal likuidasi, klaim pemegang saham
preferen dibawah klaim pemegang obligasi (bond).
Dibandingkan saham biasa, saham preferen
mempunyai
beberapa hak, yaitu hak atas dividen tetap dan hak pembayaran
terlebih dahulu jika terjadi likuidasi. Oleh karena itu, saham
preferen dianggap mempunyai karakteristik ditengah-tengah
antara bond dan saham biasa.
2. Saham Biasa
Jika perusahaan hanya mengeluarkan satu kelas saham
saja, saham ini biasanya dalam bentuk saham biasa (common
stock). Pemegang saham adalah pemilik dari perusahaan yang
mewakilkan kepada manajemen untuk menjalankan operasi
perusahaan. Sebagai pemilik perusahaan, pemegang saham biasa
mempunyai beberapa hak. Beberapa hak yang dimiliki oleh

pemegang saham biasa adalah hak kontrol, hak menerima
pembagian keuntungan, hak preemptive dan hak klaim sisa.
2.1.3

Return Saham
2.1.3.1 Pengertian Return Saham
Menurut Samsul (2006: 291) return saham adalah
“pendapatan yang dinyatakan dalam persentase dari modal
awal investasi”. Pendapatan investasi dalam saham ini
meliputi keuntungan jual beli saham, dimana jika untung
disebut capital gain dan jika rugi disebut capital loss.
Disamping capital gain, investor juga akan menerima
deviden tunai setiap tahunnya.
Gumanti (2011: 54) menyatakan bahwa,
Tingkat pengembalian atau return suatu investasi
diukur sebagai total keuntungan atau kerugian yang
diterima investor selama satu periode tertentu.
Return seringkali dinyatakan dalam perubahan
dalam nilai aset (capital gain atau capital loss)
ditambah sejumlah penerimaan (cash distribution)

yang dapat berupa dividen atau pembayaran bunga

10
Universitas Sumatera Utara

yang diekspresikan dalam persentase atas nilai awal
periode suatu investasi.
2.1.3.2

Jenis Return Saham
Return Saham dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
1. Return Realisasi
Jones (1996: 136) menyatakan bahwa return
realisasi (realized return) adalah “what the term implies,
it is ex post (after the fact) return, or return that was or
could have beenn earned. Realized return has occurred
and can be measured with the proper data”. Jadi Return
realisasi merupakan return yang telah terjadi, dan
penghitungannya menggunakan data historis perusahaan
yang berguna untuk mengukur kinerja perusahaan.

Return ini dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
�� =

�� + (�� − �� )
��

(Jones, 1996: 143)

Keterangan:
TR = Total Return (Total return saham pada periode t).
Dt = The deviden paid during the period (Deviden yang
dibayarkan selama periode t).
PE = Price at the end of period t or sale price (Harga
saham pada periode t).

11
Universitas Sumatera Utara

PB = Purchase price of the asset or price at the
beginning of the period (Harga saham pada awal

periode).
2. Return Ekspektasi
Menurut Jones (1996: 136) Return ekspektasi
adalah “the estimated return from an asset that investors
anticipate (expect) they will earn over some future
period. As an estimated return, it is subject to
uncertainty and may or may not occur”. Jadi return ini
merupakan return yang diharapkan oleh investor di masa
yang akan datang.
2.1.4

Inflasi
2.1.4.1

Pengertian Inflasi
Menurut Putong dan Andjaswati (2008: 133) yang
dimaksud dengan inflasi adalah “proses kenaikan hargaharga umum secara terus menerus”. Kebalikan dari inflasi
adalah deflasi, yaitu penurunan harga secara terus menerus,
akibatnya daya beli masyarakat bertambah besar, sehingga
pada tahap awal barang-barang menjadi langka, akan tetapi

pada tahap berikutnya jumlah barang akan semakin banyak
karena semakin berkurangnya daya beli masyarakat.
Akibat dari inflasi secara umum adalah menurunnya
daya

beli

masyarakat

karena

secara

riil

tingkat

12
Universitas Sumatera Utara


pendapatannya juga menurun. Jadi misalkan besarnya
inflasi pada tahun yang bersangkutan naik sebesar 5%,
sementara pendapatan tetap, maka itu berarti secara riil
pendapatan mengalami penurunan sebesar 5% yang
akibatnya secara relatif akan menurunkan daya beli sebesar
5% juga.
2.1.4.2 Jenis inflasi
Jenis-jenis inflasi adalah:
1. Menurut sifatnya
Berdasarkan sifatnya inflasi dibagi menjadi 4
kategori utama yaitu:
1) Inflasi Merayap/Rendah (Creeping Inflation) yaitu
inflasi yang besarnya kurang dari 10% per tahun.
2) Inflasi Menengah (Galloping Inflation) besarnya
antara 10-30% per tahun. Inflasi ini biasanya ditandai
oleh naiknya harga-harga secara cepat dan relatif
besar.
3) Inflasi Berat (High Inflation), yaitu inflasi yang
besarnya antara 30-100% per tahun.
4) Inflasi Sangat Tinggi (Hyper Inflation), yaitu inflasi

yang ditandai oleh naiknya harga secara drastis
hingga mencapai 4 digit (di atas 100%). Pada kondisi
ini masayarakat tidak ingin lagi menyimpan uang,

13
Universitas Sumatera Utara

karena nilainya merosot sangat tajam, sehingga lebih
baik ditukarkan dengan barang.
2. Berdasarkan sebabnya
1) Demand Pull Inflation. Inflasi ini timbul karena
adanya permintaan keseluruhan yang tinggi di satu
pihak, di pihak lain kondisi produksi telah mencapai
kesempatan kerja penuh (full employment), akibatnya
adalah sesuai dengan hukum permintaan, bila
permintaan banyak sementara penawaran tetap maka
harga akan naik. Dan bila hal ini berlangsung secara
terus menerus akan mengakibatkan inflasi yang
berkepanjangan, oleh karena itu untuk mengatasinya
diperlukan adanya pembukaan kapasitas produksi

baru dengan penambahan tenaga kerja baru.
2) Cost Push Inflation. Inflasi ini disebabkan turunnya
produksi karena naiknya biaya produksi. Naiknya
biaya produksi dapat terjadi karena ketidakefisienan
perusahaan, nilai kurs mata uang negara yang
bersangkutan menurun, kenaikan harga bahan baku,
dan lain sebagainya.
3. Berdasarkan asalnya.
1) Inflasi yang berasal dari dalam negeri (Domestic
Inflation) yang timbul karena terjadinya defisit dalam

14
Universitas Sumatera Utara

pembiayaan dan belanja negara yang terlihat pada
anggaran

belanja

negara.

Untuk

mengatasinya

biasanya pemerintah mencetak uang baru.
2) Inflasi yang berasal dari luar negeri. Karena negaranegara menjadi mitra dagang suatu negara mengalami
inflasi yang tinggi, dapatlah diketahui bahwa hargaharga barang dan juga ongkos produksi relatif mahal,
sehingga bila terpaksa negara lain harus mengimpor
barang tersebut maka harga jualnya di dalam negeri
tentu saja bertambah mahal.
2.1.5

Suku Bunga
Bunga adalah pembayaran atas modal yang dipinjam dari
pihak lain. Ia biasanya dinyatakan sebagai persentasi dari modal
yang dipinjam, seperti 10 persen, 12 persen atau 15 persen. Menurut
Tatang (2011: 254) “Suku bunga tidak dapat dipungkiri merupakan
harga dari uang (the price of money)”. Bila uang dianggap sebagai
suatu komoditas seperti halnya barang-barang yang lain, maka suku
bunga ditetapkan oleh besar kecilnya permintaan dan penawaran atas
uang

tersebut.

Para

pelaku

ekonomi

individu,

perusahaan,

pemerintah, dan invesor asing akan mempengaruhi besar kecilnya
permintaan dan penawaran uang.
Yang dimaksud dengan suku bunga secara umum adalah
suku bunga perbankan, misalnya suku bunga deposito. Yang

15
Universitas Sumatera Utara

memiliki otoritas mengubah suku bunga secara umum adalah bank
sentral Bank Indonesia. Biasanya Bank Indonesia akan mengubah
suku bunga BI rate atau SBI (Sertifikat Bank Indonesia) untuk
menanggapi perubahan inflasi. Jika inflasi tinggi atau nilai tukar
rupiah merosot, biasanya Bank Indonesia akan menaikkan BI rate
dan SBI.
Peningkatan suku bunga BI rate atau SBI harus dilakukan BI
agar masyarakat tetap bersedia menabung di bank. Jika angka inflasi
tinggi, lebih tinggi dari suku bunga tabungan atau deposito dan BI
tidak meningkatkan suku bunga BI rate atau SBI, maka bank tidak
akan menaikkan suku bunga tabungan atau depositonya. Jika ini
terjadi, maka masyarakat tidak bersedia menabung sehingga
menyebabkan bank kekurangan dana. Hal ini membahayakan.
Demikian pula ketika nilai tukar rupiah merosot terhadap mata uang
kuat seperti dolar AS, maka BI harus menaikkan suku bunga SBI
agar diikuti oleh industri perbankan. Jika tidak dilakukan, maka
masyarakat akan mencairkan tabungannya untuk ditukarkan dengan
dolar AS. Perubahan suku bunga bank itu akan berdampak pada
instrumen investasi keuanggan lainnya, seperti saham dan obligasi.
Kaum klasik berpandangan bahwa besar kecilnya investasi
adalah tergantung dari besar kecilnya tingkat suku bunga (Putong
dan Andjaswati, 2008: 41). Bila tingkat suku bunga tinggi maka

16
Universitas Sumatera Utara

investasi akan semakin kecil, sebaliknya bila tingkat bunga rendah
maka tingkat investasi akan semakin tinggi.
Di dalam meminjamkan uang pemilik modal bukan saja
harus memperhatikan tingkat bunga yang diterima, tetapi juga
tingkat inflasi. Apabila tingkat inflasi lebih tinggi dibandingkan
tingkat bunga, pemilik modal akan mengalami kerugian dalam
meminjamkan uangnya karena modal ditambah bunganya, nilai
riilnya lebih rendah dari nilai riil modal sebelum dibungakan.
1.1.6

Nilai Tukar Rupiah
Bagi investor yang melakukan investasi di berbagai negara
dengan berbagai mata uang, perubahan nilai tukar mata uang akan
menjadi faktor penyebab real return lebih kecil daripada expected
return. Perubahan nilai tukar

dapat disebabkan oleh perubahan

permintaan terhadap mata uang suatu negara dalam perdagangan
internasional

dan

mata

uang

sebagai

komoditas

yang

diperjualbelikan. Dalam hal ini berlaku hukum permintaan dan
penawaran. Jika permintaan terhadap US$ tinggi, maka nilai
tukarnya terhadap mata uang negara yang membutuhkan akan naik.
Return yang diperoleh dari investasi saham di bursa asing dapat
tergerus habis oleh kerugian akibat perubahan nilai tukar mata uang
negara investor dengan negara di mana investasi dilakukan.
Bagi perusahaan yang berorientasi ekspor, depresiasi
terhadap

nilai

mata

uang

memberikan

pengaruh

yang

17
Universitas Sumatera Utara

menguntungkan bagi perusahaan. Hal ini dikarenakan kemampuan
bersaing harga pokoknya di pasar internasional meningkat.
Peningkatan ini selanjutnya akan memperbesar peluang perusahaan
untuk menghasilkan laba dan meningkatkan kemampuan dalam
memberikan

dividen.

Kemampuan

menghasilkan

laba

dan

membagikan dividen akan menarik minat investor sehingga harga
saham naik. Kenaikan harga saham akan meningkatkan return yang
diperoleh oleh investor.
Nilai tukar merupakan perbandingan harga suatu mata uang
dengan mata uang lain. Menurut Mandala dan Prathama (2004: 72)
“Pergerakan

nilai

tukar

mencerminkan

perubahan

tingkat

kelangkaan. Suatu mata uang dikatakan semakin mahal bila nilai
tukarnya semakin menguat, begitu juga sebaliknya. Hal ini
mengindikasikan mata uang tersebut semakin langka”. Misalnya bila
dikatakan 1 US$ = Rp 10.000, maka untuk mendapatkan satu dollar
US kita harus menukarkannya dengan 10.000 unit rupiah. Jika 1 US$
= Rp 7.000, maka dikatakan bahwa nilai tukar US$ melemah atau
nilai tukar rupiah menguat, karena untuk mendapatkan 1 unit US$
jumlah rupiah yang dibutuhkan semakin sedikit.
Menurut

Mandala dan Prathama (2004: 74)

ada dua

mekanisme penentuan nilai tukar, yaitu
1. Mekanisme Pasar. Jika nilai tukar mata uang suatu negara
ditetapkan berdasarkan mekanisme pasar, maka negara
tersebut dikatakan menganut sistem nilai tukar (kurs)
mengambang (floating exchange rate). Dalam sistem ini,

18
Universitas Sumatera Utara

harga mata uang ditentukan berdasarkan mekanisme pasar
(interaksi permintaan dan penawaran).
2. Mekanisme Penetapan Pemerintah. Jika nilai tukar mata
uang suatu negara ditetapkan oleh pemerintah, maka
negara tersebut menganut nilai tukar (kurs) tetap (fixed
exchange rate). Kelebihan dari sistem ini adalah adanya
kepastian nilai tukar yang dapat meningkatkan ekspektasi.
Tetapi kelemahannya adalah kurs yang berlaku tidak
selalu menggambarkan tingkat kelangkaan sebenarnya.
Tetapi ada juga negara yang membiarkan nilai tukar mata
uangnya berdasarkan mekanisme pasar, yang jika
pergerakan nilai tukar mata uangnya melampaui batas,
pemerintah melakukan intervensi. Negara yang menempuh
cara demikian dikatakan menganut sistem nilai tukar
mengambang terkendali (managed floating exchange
rate).

2.2

Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini adalah:
1. Suyanto (2007) melakukan penelitian dengan judul Analisis Pengaruh
Nilai Tukar Uang, Suku Bunga dan Inflasi terhadap Return Saham
Sektor Properti yang Tercatat di Bursa Efek Jakarta Tahun 2001–2005.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif. Populasi dari
penelitian adalah seluruh perusahaan yang go public disektor properti
yang terdaftar di BEJ (Bursa Efek Jakarta) selama periode penelitian
(2001–2005). Pemilihan sampel menggunakan metode purposive
sampling, dengan jumlah 21 perusahaan selama periode Januari tahun
2001 s/d Desember 2005. Berdasarkan hasil analisis disimpulkan bahwa
nilai tukar uang berpengaruh negatif terhadap return saham, suku bunga
berpengaruh negatif terhadap return saham, dan inflasi berpengaruh
positif terhadap return saham.

19
Universitas Sumatera Utara

2. Nasir dan Mirza (2010) melakukan penelitian dengan judul Pengaruh
Nilai Kurs, Inflasi, Suku Bunga Deposito dan Volume Perdagangan
Saham Terhadap Return Saham pada Perusahaan Perbankan yang
Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh nilai kurs, inflasi, suku bunga deposito, dan
volume perdagangan saham terhadap return saham pada perusahaan
perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2006-2008.
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan metode purposive sampling, sehingga dari 28 perusahaan
perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode
penelitian, hanya ada 20 perusahaan yang memenuhi syarat untuk
dijadikan sampel. Teknik analisis data yang digunakan adalah Regresi
Linear Berganda. Hasil penelitian menunjukkan nilai kurs tidak
berpengaruh signifikan terhadap return saham pada perusahaan
perbankan sedangkan tingkat inflasi, suku bunga deposito dan trading
volume activity berpengaruh signifikan terhadap return saham pada
perusahaan perbankan.
3. Yaya dan Shittu (2010) melakukan penelitian dengan judul On the
impact of inflation and exchange rate on conditional stock market
volatility: a re-assessment. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
dampak dari inflasi dan

nilai tukar pada volatilitas pasar saham

bersyarat. Teknik analisis data yang digunakan adalah nonlinear
spesifikasi model QGARCH. Hasil penelitian menunjukkan adanya

20
Universitas Sumatera Utara

hubungan yang signifikan dari inflasi dan nilai tukar pada volatilitas
pasar saham bersyarat.
4. Faoriko (2013) melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Inflasi,
Suku Bunga dan Nilai Tukar Rupiah, Terhadap Return Saham di Bursa
Efek Indonesia. Penelitian ini merupakan jenis penelitian asosiatif
dengan hubungan kausal dimana terdapat variabel bebas dan terikat.
Sampel dalam penelitian ini adalah perusahaan Manufaktur yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2008-2010. Pemilihan
sampel menggunakan metode purposive sampling, dengan jumlah 140
(seratus empat puluh) perusahaan selama periode 2008-2010. Teknik
analisis data menggunakan analisis regresi linier sederhana dan analisis
regresi berganda. Berdasarkan hasil analisis statistik dapat disimpulkan
bahwa Inflasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap return saham,
suku bunga berpengaruh negatif dan signifikan terhadap return saham,
nilai tukar rupiah tidak berpengaruh negatif dan signifikan terhadap
return saham, dan inflasi, suku bunga dan nilai tukar rupiah secara
simultan berpengaruh signifikan terhadap return saham.
5. Purnomo dan Widyawati (2013) melakukan penelitian dengan judul
Pengaruh Nilai Tukar, Suku Bunga, dan Inflasi terhadap Return Saham
pada Perusahaan Properti di Bursa Efek Indonesia. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pengaruh nilai tukar uang, suku bunga, dan
inflasi baik secara simultan maupun parsial terhadap return saham pada
perusahaan properti yang tercatat di Bursa Efek Indonesia. Sampel

21
Universitas Sumatera Utara

dalam penelitian ini adalah 6 perusahaan properti di Bursa Efek
Indonesia tahun 2009 sampai 2012. Teknik analisis yang digunakan
analisis regresi linear berganda yang diuji dengan uji F dan uji t.
Berdasarkan hasil uji F diketahui bahwa nilai tukar, suku bunga, dan
inflasi secara simultan berpengaruh terhadap return saham. Berdasarkan
hasil uji t diketahui bahwa suku bunga secara parsial berpengaruh
terhadap return saham, sedangkan nilai tukar dan inflasi secara parsial
tidak berpengaruh terhadap return saham. Dari hasil uji t juga dapat
diketahui bahwa pengaruh dominan terhadap return saham ditunjukkan
oleh variabel suku bunga.
6. Mahilo dan Parengkuan (2015) melakukan penelitian dengan judul
Dampak Risiko Suku Bunga, Inflasi, dan Kurs Terhadap Return Saham
Perusahaan Makanan dan Minuman yang Go Public di Bursa Efek
Indonesia. Penelitian bertujuan untuk mengetahui dampak risiko suku
bunga, inflasi, dan kurs terhadap return saham perusahaan makanan dan
minuman yang go public di Bursa Efek Indonesia periode penelitian
2010-2014. Jenis penelitian adalah penelitian asosiatif dengan
menggunakan teknik Regresi Linear Berganda. Teknik pemilihan
sampel adalah purposive sampling dan diperoleh 17 perusahaan sebagai
sampel penelitian. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa risiko suku
bunga, inflasi, dan kurs tidak berpengaruh signifikan terhadap return
saham.
Secara singkat penelitian terdahulu dapat dilihat pada tabel berikut:

22
Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
No. Nama Peneliti
Judul Penelitian
(Tahun)
1. Suyanto
Analisis
Pengaruh
Nilai Tukar Uang,
(2007)
Suku
Bunga
dan
Inflasi
terhadap
Return Saham Sektor
Properti yang Tercatat
di Bursa Efek Jakarta
Tahun 2001–2005.

2.

Nasir
dan Pengaruh Nilai Kurs,
Mirza (2010)
Inflasi, Suku Bunga
Deposito dan Volume
Perdagangan Saham
Terhadap
Return
Saham
pada
Perusahaan Perbankan
yang Terdaftar di
Bursa Efek Indonesia.

3.

Yaya
dan On the impact of
Shittu (2010)
inflation
and
exchange rate on
conditional
stock
market volatility: a reassessment.

4.

Faoriko (2013) Pengaruh
Inflasi,
Suku Bunga dan Nilai
Tukar
Rupiah,
Terhadap
Return
Saham di Bursa Efek
Indonesia.

Hasil Penelitian
Nilai
tukar
uang
berpengaruh
negatif
terhadap return saham,
suku bunga berpengaruh
negatif terhadap return
saham,
dan
inflasi
berpengaruh
positif
terhadap return saham.

Nilai
kurs
tidak
berpengaruh
signifikan
terhadap return saham
pada
perusahaan
perbankan
sedangkan
tingkat inflasi, suku bunga
deposito
dan
trading
volume
activity
berpengaruh
signifikan
terhadap return saham
pada
perusahaan
perbankan.
Hasil
penelitian
menunjukkan
adanya
hubungan yang signifikan
dari inflasi dan nilai tukar
pada volatilitas pasar
saham bersyarat.
Inflasi berpengaruh negatif
dan signifikan terhadap
return saham, suku bunga
berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap return
saham, nilai tukar rupiah
tidak berpengaruh negatif
dan signifikan terhadap
return saham, dan inflasi,
suku bunga dan nilai tukar
rupiah secara simultan
berpengaruh
signifikan

23
Universitas Sumatera Utara

2.3

5.

Purnomo dan Pengaruh Nilai Tukar,
Widyawati
Suku Bunga, dan
(2013)
Inflasi
terhadap
Return Saham pada
Perusahaan Properti di
Bursa Efek Indonesia.

6.

Mahilo
dan Dampak Risiko Suku
Parengkuan
Bunga, Inflasi, dan
(2015)
Kurs Terhadap Return
Saham
Perusahaan
Makanan
dan
Minuman yang Go
Public di Bursa Efek
Indonesia.

terhadap return saham.
Berdasarkan hasil uji t
diketahui bahwa nilai
tukar secara parsial tidak
berpengaruh
terhadap
return
saham,
inflasi
secara
parsial
tidak
berpengaruh
terhadap
return saham, suku bunga
secara parsial berpengaruh
dominan terhadap return
saham. Berdasarkan hasil
uji F diketahui bahwa nilai
tukar, suku bunga, dan
inflasi secara simultan
berpengaruh
terhadap
return saham.
Risiko suku bunga, inflasi,
dan kurs secara parsial
tidak
berpengaruh
signifikan terhadap return
saham.

Kerangka Konseptual
Hubungan antara variabel independen dan variabel dependen dapat
dilihat pada gambar kerangka konseptual dibawah ini:

24
Universitas Sumatera Utara

Inflasi
(X1)

(H1)

Suku Bunga
(X2)

(H2)

Nilai Tukar
Rupiah (X3)

Return Saham
(Y)

(H3)

(H4)
Gambar 2.1
Kerangka Konseptual
Keterangan:
X1 : Inflasi
X2 : Suku Bunga
X3 : Nilai Tukar Rupiah
Y : Return Saham
H1 : Pengaruh Inflasi terhadap Return Saham
H2 : Pengaruh Suku Bunga terhadap Return Saham
H3 : Pengaruh Nilai Tukar Rupiah terhadap Return Saham
H4 : Pengaruh Inflasi, Suku Bunga dan Nilai Tukar Rupiah terhadap Return
Saham

2.4

Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah pernyataan sementara yang diperkirakan akan
didukung oleh data empiris dalam penelitian. Hipotesis diperoleh dari teori

25
Universitas Sumatera Utara

yang menjadi dasar pembentukan model konseptual penelitian (Indrawati,
2015:94). Adapun hipotesis dari penelitian ini adalah:
1. Pengaruh Inflasi terhadap Return Saham
Inflasi adalah proses kenaikan harga-harga umum secara terus
menerus. Inflasi tentu saja akan mempengaruhi kenaikan biaya produksi
pada suatu perusahaan. Biaya produksi yang tinggi tentu saja akan
membuat harga jual barang naik, sehingga akan menurunkan jumlah
penjualan yang akan berdampak buruk terhadap kinerja perusahaan
yang tercermin dengan turunnya return saham perusahaan tersebut.
Beberapa akibat lain yang timbul dari inflasi yang tidak terkendali
adalah kemerosotan pendapatan rill yang diterima oleh masyarakat,
berkurangnya jumlah tabungan domestik yang merupakan sumber dana
investasi bagi masyarakat negara-negara berkembang, turunnya gairah
pengusaha dalam berinvestasi, timbulnya kemerosotan nilai uang.
Faoriko (2013) meneliti tentang pengaruh inflasi terhadp return
saham di Bursa Efek Indonesia. Berdasarkan hasil penelitiannya
disimpulkan bahwa inflasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap
return saham. Penelitian yang dilakukan oleh Purnomo dan Widyawati
(2013) tentang pengaruh Inflasi terhadap Return Saham pada
Perusahaan Properti di Bursa Efek Indonesia dan hasil penelitian
menemukan bahwa inflasi secara parsial tidak berpengaruh terhadap
return saham properti. Hal ini disebabkan karena inflasi yang terjadi
sepanjang tahun 2010-2012 masih dapat mendorong perekonomian

26
Universitas Sumatera Utara

lebih baik, yaitu meningkatkan pendapatan nasional dan membuat
orang bergairah untuk bekerja, menabung, dan mengadakan investasi.
Hasil penelitian

Suyanto (2007) juga menunjukkan bahwa inflasi

berpengaruh positif terhadap return saham Sektor Properti yang tercatat
di Bursa Efek Jakarta Tahun 2001–2005.
Nasir dan Mirza (2010) melakukan penelitian tentang pengaruh
Inflasi terhadap Return Saham pada Perusahaan Perbankan yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Hasilnya menunjukkan bahwa inflasi
berpengaruh signifikan terhadap return saham pada perusahaan
perbankan. Berdasarkan penjelasan tersebut hipotesis yang diajukan
adalah:
H1 : Inflasi berpengaruh terhadap Return Saham pada
perusahaan perkebunan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
tahun 2012-2015.
2. Pengaruh Suku Bunga terhadap Return Saham
Kaum klasik berpandangan bahwa besar kecilnya investasi
adalah tergantung dari besar kecilnya tingkat suku bunga (Putong dan
Andjaswati, 2008: 41). Bila tingkat suku bunga tinggi maka investasi
akan semakin kecil, sebaliknya bila tingkat bunga rendah maka tingkat
investasi akan semakin tinggi. Suku bunga yang tinggi akan mendorong
orang-orang

untuk

menanamkan

dananya

di

bank

daripada

menginvestasikannya pada sektor produksi atau sektor industri yang

27
Universitas Sumatera Utara

risikonya jauh lebih besar jika dibandingkan dengan menanamkan uang
di bank terutama dalam bentuk deposito.
Suyanto (2007) meneliti tentang pengaruh Suku Bunga terhadap
Return Saham Sektor Properti yang tercatat di Bursa Efek Jakarta tahun
2001–2005. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa suku bunga
berpengaruh negatif terhadap return saham. Hasil penelitian Nasir dan
Mirza (2010) menunjukkan bahwa suku bunga berpengaruh signifikan
terhadap return saham pada perusahaan perbankan.

Hal ini

menunjukkan bahwa suku bunga mempengaruhi seseorang dalam
berinvestasi. Berbeda dengan hasil penelitian Mahilo, Parengkuan
(2015) yang meneliti Dampak Risiko Suku Bunga terhadap Return
Saham Perusahaan Makanan dan Minuman yang Go Public di Bursa
Efek Indonesia. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa Risiko suku
bunga secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap return
saham. Berdasarkan penjelasan tersebut hipotesis yang diajukan adalah:
H2 : Suku Bunga berpengaruh terhadap Return Saham
perusahaan perkebunan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
tahun 2012-2015.
3. Pengaruh Nilai Tukar terhadap Return Saham
Bagi investor yang melakukan investasi di berbagai negara
dengan berbagai mata uang, perubahan nilai tukar mata uang akan
menjadi faktor penyebab real return lebih kecil daripada expected
return. Perubahan nilai tukar

dapat disebabkan oleh perubahan

28
Universitas Sumatera Utara

permintaan terhadap mata uang suatu negara dalam perdagangan
internasional dan mata uang sebagai komoditas yang diperjualbelikan.
Bagi perusahaan yang berorientasi ekspor, depresiasi terhadap nilai
mata

uang

memberikan

pengaruh

yang

menguntungkan

bagi

perusahaan. Hal ini dikarenakan kemampuan bersaing harga pokoknya
di pasar internasional meningkat.
Penelitian Purnomo dan

Widyawati (2013) menunjukkan

bahwa berdasarkan hasil uji t diketahui bahwa nilai tukar secara parsial
tidak berpengaruh terhadap return saham perusahaan Properti di Bursa
Efek Indonesia. Tidak adanya pengaruh nilai tukar terhadap return
saham ini lebih disebabkan karena perusahaan properti tidak terlalu
bergantung pada produk-produk atau bahan dari luar negeri, sebaliknya
selalu mengembangkan produk dalam negeri. Sehingga adanya
fluktuasi nilai tukar tidak berdampak signifikan terhadap return saham.
Faoriko (2013) juga menemukan hal

yang sama yaitu nilai tukar

rupiah tidak berpengaruh negatif dan signifikan terhadap return saham
perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia.
Penelitian Suyanto (2007) menemukan hal yang berbeda.
Penelitiannya menemukan bahwa nilai tukar uang berpengaruh negatif
terhadap return saham sektor Properti yang tercatat di Bursa Efek
Jakarta Tahun 2001–2005. Return saham sensitif terhadap nilai tukar
dengan arah negatif yang menunjukkan perubahan return saham akan

29
Universitas Sumatera Utara

meningkat jika nilai tukar uang menurun. Berdasarkan penjelasan di
atas hipotesis yang diajukan adalah:
H3 : Nilai Tukar Rupiah berpengaruh terhadap Return
Saham perusahaan perkebunan yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia tahun 2012-2015.
4. Pengaruh Inflasi, Suku Bunga, dan Nilai Tukar secara simultan terhadap
Return Saham
Return Saham merupakan cerminan untuk melihat kondisi
perusahaan. Return Saham dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor.
Faktor-faktor tersebut dapat berasal dari internal perusahaan dan juga
dari eksternal perusahaan. Salah satu faktor dari eksternal adalah faktor
makro ekonomi diantaranya berupa Inflasi, Suku Bunga dan Nilai
Tukar Rupiah. Secara parsial Inflasi, Suku Bunga dan Nilai Tukar
Rupiah diduga saling berhubungan dan berpengaruh pada Return
Saham. Selain itu secara simultan Inflasi, Suku Bunga dan Nilai Tukar
Rupiah diduga saling berhubungan dan berpengaruh terhadap Return
Saham.
Purnomo dan Widyawati (2013) meneliti tentang pengaruh Nilai
Tukar, Suku Bunga, dan Inflasi terhadap Return Saham pada
Perusahaan Properti di Bursa Efek Indonesia. Berdasarkan uji F
diketahui bahwa nilai tukar, suku bunga, dan inflasi secara simultan
berpengaruh terhadap return saham. Adanya pengaruh simultan ini
menunjukkan bahwa faktor-faktor makro ekonomi secara bersama-sama

30
Universitas Sumatera Utara

turut mempengaruhi besarnya return saham. Hasil penelitian Faoriko
(2013) juga menunjukkan hasil yang sama dimana inflasi, suku bunga
dan nilai tukar rupiah secara simultan berpengaruh signifikan terhadap
return saham sektor Manufaktur di Bursa Efek Indonesia. Berdasarkan
penjelasan di atas hipotesis yang diajukan adalah:
H4 : Inflasi, Suku Bunga, dan Nilai Tukar Rupiah
berpengaruh secara simultan terhadap Return Saham pada
perusahaan perkebunan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
tahun 2012-2015.

31
Universitas Sumatera Utara