Pengaruh Inflasi, Suku Bunga, dan Nilai Tukar Rupiah terhadap Return Saham Perusahaan Perkebunan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Pasar modal adalah tempat atau sarana bertemunya antara
permintaan dan penawaran atas instrumen keuangan jangka panjang,
umumnya lebih dari 1 (satu) tahun (Samsul 2006: 43). Pasar modal
merupakan sarana jual beli atas instrumen keuangan jangka panjang antara
emiten dan investor. Pasar modal di Indonesia terdiri dari pasar perdana dan
pasar sekunder. Pasar perdana adalah tempat atau sarana bagi perusahaan
yang untuk pertama kali menawarkan saham atau obligasi ke masyarakat
umum sedangkan pasar sekunder adalah tempat atau sarana transaksi jual
beli efek antar investor. Investor yang akan melakukan transaksi di pasar
modal memerlukan informasi dalam mengambil keputusan untuk membeli
atau menjual suatu saham.
Dalam mengambil keputusan untuk melakukan suatu investasi
investor perlu memperhatikan dua hal yaitu return dan resiko investasi. Ada
beberapa tipe investor diantaranya tipe investor yang berani mengambil
risiko, yang disebut risk taker, tipe investor yang takut atau enggan
menanggung risiko, yang disebut risk averter dan tipe investor yang takut

tidak dan berani tidak, atau disebut risk moderate. Tipe investor risk averter
akan memilih saham yang memiliki beta saham rendah dan besaran return
dinomorduakan. Sementara tipe investor risk moderate akan memilih saham
yang memiliki perimbangan antara return dan risk, atau antara high risk

1
Universitas Sumatera Utara

high return dan low risk low return. Investor risk taker lebih senang
memilih saham yang memiliki return yang tinggi sekaligus berisiko yang
tinggi. Pada sekuritas-sekuritas yang memiliki return yang sama, para
investor berusaha untuk mencari resiko yang terendah sedangkan untuk
sekuritas yang memiliki resiko yang tinggi, investor cenderung memilih
return yang tinggi. Besarnya nilai return tergantung dari kemampuan
investor untuk menanggung resiko. Semakin besar resiko yang diambil
maka semakin besar pula harapan return yang akan diterima.
Return investasi dapat berupa deviden tunai, capital gain (loss),
kupon, dan bunga (Samsul, 2006: 285). Return saham adalah pendapatan
yang dinyatakan dalam persentase dari modal awal investasi. Pendapatan
investasi dalam saham ini meliputi keuntungan jual beli saham, dimana jika

untung disebut capital gain dan jika rugi disebut capital loss. Disamping
capital gain, investor juga akan menerima deviden tunai setiap tahunnya.
Beberapa faktor yang mempengaruhi return saham secara garis besar adalah
informasi fundamental dan informasi teknikal. Informasi fundamental
diperoleh dari dalam perusahaan meliputi dividen dan tingkat pertumbuhan
penjualan perusahaan, karakteristik keuangan, dan ukuran perusahaan
sedangkan informasi teknikal diperoleh di luar perusahaan seperti politik
dan ekonomi, diantaranya tingkat inflasi, suku bunga, dan nilai tukar rupiah.
Tingkat inflasi di Indonesia dari tahun 2012 sampai tahun 2015 terus
mengalami peningkatan setiap tahunnya. Rata-rata inflasi tahun 2012 adalah
4,28% dan mengalami peningkatan sebesar 2,72% pada tahun 2013 menjadi

2
Universitas Sumatera Utara

7,00%. Meskipun pada tahun 2014 inflasi mengalami penurunan sebesar
0,58% menjadi 6,42% namun penurunan tersebut tidak signifikan jika
dibandingkan dengan kenaikan yang cukup besar di tahun 2013. Sementara
itu pada tahun 2015 rata-rata inflasi menunjukkan angka yang tidak jauh
berbeda dari tahun 2014 yaitu sebesar 6,38%. Peningkatan ini dapat mejadi

gejala menurunnya harga saham di pasar. Samsul (2006: 201) menyatakan
bahwa,
tingkat inflasi dapat berpengaruh positif maupun negatif tergantung
pada derajat inflasi itu sendiri. Jadi dapat disimpulkan bahwa inflasi
yang tinggi akan menjatuhkan harga saham di pasar, sementara
inflasi yang sangat rendah akan berakibat pertumbuhan ekonomi
menjadi sangat lamban, dan pada akhirnya harga saham juga
bergerak dengan lamban.
Harga saham yang turun akan mengakibatkan return saham yang
rendah sebaliknya jika harga saham tinggi akan mengakibatkan return
saham yang tinggi. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Faoriko (2013)
menyimpulkan bahwa inflasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap
return saham. Berbeda dengan penelitian Purnomo dan Widyawati (2013)
yang menyatakan bahwa inflasi secara parsial tidak berpengaruh terhadap
return saham.
Pada tahun 2012 sampai tahun 2015 Bank Indonesia menetapkan BI
rate yang semakin tinggi dari tahun ke tahun. Tahun 2012 rata-rata BI rate
yang ditetapkan oleh Bank Indonesia adalah sebesar 5,77% dan terus
mengalami peningkatan di tahun 2013 menjadi 6,48%. Pada tahun 2014
Bank Indonesia


menetapkan BI rate yang semakin tinggi dari tahun

sebelumnya. Tahun 2014 BI rate mengalami peningkatan sebesar 1,06%

3
Universitas Sumatera Utara

dari tahun 2013 menjadi 7,54%. Sementara tahun

2015 BI rate yang

ditetapkan oleh Bank Indonesia memiliki rata-rata yang hampir sama dari
tahun

sebelumnya yaitu sebesar 7,52%. Naiknya suku bunga akan

mendorong investor untuk menjual saham dan kemudian menabung hasil
penjualan itu di dalam bank. Samsul (2006: 201) menyatakan bahwa
“penjualan saham secara besar-besaran akan menjatuhkan harga saham di

pasar dan berakibat turunnya return saham itu sendiri”. Penurunan tingkat
bunga pinjaman atau bunga deposito akan menaikkan harga saham di pasar
dan laba bersih per saham sehingga return saham juga

meningkat.

Penurunan bunga deposito akan mendorong investor mengalihkan
investasinya dari perbankan ke pasar modal. Hal ini didukung oleh
penelitian Purnomo dan Widyawati (2013) yang menyatakan bahwa suku
bunga berpengaruh terhadap return saham. Namun penelitian dari Mahilo
dan Parengkuan (2015) mengungkapkan bahwa risiko suku bunga tidak
berpengaruh signifikan terhadap return saham.
Perubahan satu variabel makro ekonomi memiliki dampak yang
berbeda terhadap setiap jenis saham, yaitu suatu saham dapat terkena
dampak positif sedangkan saham yang lainnya terkena dampak negatif.
Menurut data dari Bank Indonesia nilai mata uang rupiah dari tahun ke
tahun semakin melemah terhadap mata uang asing termasuk US$. Data
menunjukkan bahwa dari tahun 2012 sampai 2015 kurs US$ terus
mengalami


kenaikan. Pada tahun 2012 rata-rata kurs jual US$ adalah

sebesar Rp 9.466, namun pada

tahun 2013 kurs jual mengalami

4
Universitas Sumatera Utara

peningkatan sebesar Rp 1.150 menjadi Rp 10.616. Pada tahun 2014 nilai
rupiah terus merosot sebesar Rp 1.328 dari tahun sebelumnya menjadi Rp
11.944. Tahun 2015 kurs UD$ mengalami kenaikan yang cukup besar dari
tahun sebelumnya. Tahun 2015 rata-rata kurs US$ berada pada angka Rp
13.525 atau naik sebesar Rp 1.581 dari tahun sebelumnya. Kenaikan kurs
US$ yang tajam terhadap rupiah akan berdampak negatif terhadap emiten
yang memiliki utang dalam dolar sementara produk emiten tersebut dijual
secara lokal. Sementara itu, emiten yang berorientasi ekspor akan menerima
dampak positif dari kenaikan kurs US$ tersebut. Hal ini berarti harga saham
emiten yang terkena dampak negatif akan mengalami penurunan di Bursa
Efek sehingga mengakibatkan turunnya return yang akan didapatkan

investor sedangkan harga saham emiten yang terkena dampak positif akan
mengalami kenaikan harga saham dan mengakibatkan return saham yang
akan diterima investor juga meningkat. Menurut penelitian Suyanto (2007)
nilai tukar uang berpengaruh negatif terhadap return saham. Hal tersebut
dibuktikan dengan hasil penelitian yang menunjukkan tingkat signifikansi
0,001 (< 0,05). Return saham sensitif terhadap nilai tukar dengan arah
negatif yang menunjukkan perubahan return saham akan meningkat jika
nilai tukar uang menurun. Berbeda dengan penelitian tersebut, menurut hasil
penelitian Mahilo dan Parengkuan (2015) risiko kurs tidak berpengaruh
signifikan terhadap return saham.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk mengangkat
permasalahan tersebut untuk dilakukannya penelitian dengan judul

5
Universitas Sumatera Utara

“Pengaruh Inflasi, Suku Bunga dan Nilai Tukar Rupiah terhadap Return
Saham Perusahaan Perkebunan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia”.

1.2


Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijabarkan di atas,
maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah
bagaimana pengaruh inflasi, suku bunga, dan nilai tukar rupiah terhadap
return saham secara parsial dan simultan pada perusahaan perkebunan yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2012-2015?

1.3

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitan ini adalah untuk mengetahui pengaruh inflasi,
suku bunga, dan nilai tukar rupiah terhadap return saham secara parsial dan
simultan pada perusahaan perkebunan yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia (BEI) tahun 2012-2015.

1.4

Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai

berikut:
1. Bagi peneliti diharapkan mampu meningkatkan pengetahuan dan
pemahaman tentang “Pengaruh Inflasi, Suku Bunga dan Nilai Tukar
Rupiah Terhadap Return Saham Perusahaan Perkebunan yang terdaftar
di Bursa Efek Indonesia.

6
Universitas Sumatera Utara

2. Bagi investor dan calon investor diharapkan dapat membantu dalam
mengambil

keputusan

untuk

menanamkan

modal


dalam

suatu

perusahaan.
3. Bagi peneliti mendatang diharapkan penelitian ini

dapat menjadi

referensi khususnya bagi yang ingin meneliti tentang return saham
maupun variabel-variabel yang mempengaruhinya.

7
Universitas Sumatera Utara