Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kinerja Pengelola Keuangan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dengan SPIP sebagai Variabel Intervening di Pemerintah Kota Padangsidimpuan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori
2.1.1. Pengertian Kinerja
Kata

kinerja

(performance)

mempunyai

makna

prestasi,

pertunjukan, dan pelaksanaan tugas. Pada landasan teori ini akan
dikemukakan pengertian kinerja dari beberapa orang ahli. Kinerja adalah
hasil-hasil pekerjaan/kegiatan seseorang atau kelompok dalam suatu
organisasi yang dipengaruhi oleh berbagai faktor dalam mencapai tujuan

organisasi pada periode waktu tertentu (Tika,2006:121).
Tika (2006) juga menjelaskan pengertian kinerja dari beberapa ahli
manajemen yang antara lain sebagai berikut.
1) Stoner (1978) mengemukakan bahwa kinerja merupakan fungsi dari
motivasi, kecakapan, dan persepsi peranan.
2) Bernardin

dan

Russel

(1993)

mendefinisikan

kinerja

merupakan

pencatatan semua hasil yang diperoleh dari fungsi pekerjaan/ kegiatan

tertentu dalam kurun waktu tertentu.
3) Handoko mendefinisikan kinerja sebagai proses dimana organisasi
melakukan evaluasi/ penilaian terhadap prestasi kerja pegawai.
4) Prawirosentono (1999) mendefenisikan kinerja sebagai hasil kerja yang
dapat dicapai seseorang/sekelompok orang pada suatu organisasi untuk
mencapai tujuan organisasi pada periode waktu yang ditentukan.

11
Universitas Sumatera Utara

12

Kinerja merupakan prestasi yang diperoleh seseorang dalam
melaksanakan tugasnya. Kemungkinan tercapainya tujuan organisasi
adalah karena upaya para pelaku yang terdapat pada suatu organisasi
(Sutrisno,2010:192). Sutrisno (2010:171) menjelaskan terdapat hubungan
yang erat antara kinerja individu dengan kinerja organisasi. Kinerja
organisasi mungkin baik bila kinerja individu juga baik. Kinerja pegawai
akan baik bila mempunyai keahlian yang tinggi, bersedia bekerja keras,
pemberian gaji sesuai dengan perjanjian, dan mempunyai harapan masa

depan yang lebih baik.
Mangkunegara (2005) mengemukakan sebutan kinerja berasal dari
kata job performance (prestasi kerja) merupakan hasil kerja secara kualitas
dan secara kuantitas yang dicapai seorang pegawai dalam melaksanakan tugas
sesuai tanggungjawab yang diberikan. Kinerja adalah hasil kerja baik secara
kualitas maupun kuantitas yang berarti kinerja tersebut dapat diukur dari
penilaian baik/buruknya hasil kerja pegawai dan melihat hasil kerja pegawai
memenuhi/melebihi dari jumlah target yang diinginkan. Kinerja berhubungan
dengan hasil kerja dan upaya pegawai tersebut mencapainya misalnya dengan
mengikuti pendidikan dan pelatihan, dengan bekerja keras, dan lain sebagainya.
Kinerja berkaitan dengan pencapaian hasil kerja seseorang dalam melaksanakan
tugas dan fungsinya.
Defenisi kinerja berdasarkan Permendagri No. 21 Tahun 2011 Pasal 1 ayat
37 adalah hasil dari kegiatan yang akan atau telah dicapai sehubungan dengan
penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas terukur. Kegiatan sebagai
bagian dari pencapaian sasaran terukur pada suatu program yang dilaksanakan

Universitas Sumatera Utara

13


sesuai kebijakan SKPD terdiri dari sekumpulan tindakan pengerahan sumber daya
baik berupa personil (SDM), barang modal seperti peralatan dan teknologi, dana
atau kombinas dari beberapa jenis sumber daya sebagai input (masukan) untuk
menghasilkan output (keluaran) berupa barang atau jasa dan hasil (outcome) yang
mencerminkan fungsi keluaran dari kegiatan suatu program dan outcome tersebut
akan menghasilkan dampak berupa kesejahteraan rakyat dalam jangka panjang
(Darise, 2009:122).
2.1.2. Variabel-variabel yang Mempengaruhi Kinerja
Perilaku adalah segala tindakan dan sikap individu yang akan terbawa
dalam menjalankan kegiatan dalam suatu organisasi. Bila suatu organisasi
mempunyai sumber daya manusia yang mempunyai tanggung jawab yang tinggi,
moral yang tinggi, hukum yang andal, maka kinerja individu tersebut akan baik
dan implikasinya adalah menghasilkan kinerja organisasi yang baik (Sutrisno,
2010:175). Atribut yang mendasari perilaku individu dalam organisasi adalah
faktor-faktor yang menentukan prestasi kerja individu, kepribadian individu dan
manajemen perbedaan individu.
Teori konvergensi yang dikembangkan oleh Willian Stern berpandangan
bahwa faktor-faktor yang menentukan prestasi kerja individu meliputi faktor
individu dan faktor lingkungan kerja organisasi (Mangkunegara, 2005:3). Suatu

organisasi didirikan karena mempunyai suatu tujuan yang ingin dan harus dicapai.
Setiap organisasi dipengaruhi perilaku organisasi dalam mencapai tujuannya yang
merupakan pencerminan dari perilaku individu dalam suatu organisasi. Kinerja
pegawai dalam suatu organisasi sering dinilai dengan melihat bagaimana ia

Universitas Sumatera Utara

14

melakukan segala sesuatu yang berhubungan dengan suatu pekerjaan, jabatan atau
peranan dalam organisasi.
Winardi

(2004:199)

mengemukakan

bahwa

perilaku


(behaviour)

merupakan segala tindakan yang dilakukan atas dasar hal tertentu dan ditujukan
ke arah sasaran tertentu. Hasil yang diinginkan dari setiap perilaku individu
adalah kinerjanya yang berkaitan dengan tugas-tugas pekerjaan, dan yang perlu
dilaksanakan

guna mencapai sasaran suatu tugas. Winardi (2004:196)

mengungkapkan variabel-variabel yang mempengaruhi perilaku (sikap untuk
bertindak terhadap seseorang atau hal tertentu dengan cara tertentu) dan prestasi
karyawan terbagi atas tiga kelompok yang digambarkan sebagai berikut:
Variabel-variabel
individual
1. Kemampuan dan
keterampilan:
- Mental
- fisik
2. Latar belakang

- Keluarga
- Kelas sosial
- Pengalaman
3. Demografi
- Umur
- Bangsa
- Jenis kelamin

Perilaku individual
(apa yang dilakukan orang)

Variabelvariabel
psikologikal
1. Persepsi
2. Sikap
3. Kepribadian
4. Belajar
5. Motivasi

Kinerja

(hasil yang diinginkan)

Variabel-variabel
keorganisasian
1. Sumber daya
2. Kepemimpinan
3. Imbalan
4. Struktur
5. Desain pekerjaan

Sumber: Winardi (2004:197)
Gambar 2.1. Variabel-variabel yang Mempengaruhi Perilaku dan Prestasi
Karyawan
Ketiga kelompok variabel dapat diuraikan sebagai berikut:
1. variabel individual, meliputi kemampuan dan keterampilan, latar belakang, dan
demografi individu. Kemampuan merupakan sifat yang melekat pada
seseorang untuk melaksanakan suatu pekerjaan mental/fisik. Keterampilan
merupakan kompetensi seseorang berkaitan dengan tugas yang dikerjakan;

Universitas Sumatera Utara


15

2. variabel psikologikal, meliputi persepsi, sikap, kepribadian, belajar, dan
motivasi;
3. variabel keorganisasian, meliputi sumber daya, kepemimpinan, imbalan,
struktur, dan desain pekerjaan.
2.1.3. Penilaian/ Pengukuran Kinerja
Untuk mengetahui kinerja seseorang dalam suatu organisasi tinggi atau
rendah diperlukan penilaian yang baik dari pihak manajemen. Penilaian kinerja
merupakan cara dalam menilai prestasi kerja karyawan/ pegawai seberapa jauh
target pekerjaan dicapai sesuai dengan yang dibebankan. Penilaian kinerja
berpedoman kepada suatu sistem formal dan terstruktur dalam mengukur/menilai
sifat-sifat yang berhubungan dengan pekerjaan, perilaku, hasil dan jumlah
ketidakhadiran. Penilaian kinerja dapat membantu untuk menyusun rencana dan
strategi dan untuk menentukan langkah-langkah yang perlu diambil sehubungan
dengan pencapaian tujuan karir yang ingin dicapai. Pengukuran kinerja adalah
sebagai dasar untuk menilai keberhasilan/kegagalan pelaksanaan kegiatan sesuai
sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dalam rangka mewujudkan visi dan misi.
Sutrisno (2010:179) mengemukakan bahwa kinerja dapat diukur melalui

indikator sebagai berikut.
1. Kualitas kerja (quality), adalah tingkat sejauh mana hasil atau proses
pelaksanaan kegiatan untuk mendekati tujuan yang diharapkan;
2. Kuantitas kerja (quantity), adalah jumlah yang dihasilkan dalam suatu kegiatan
yang dilakukan;
3. Ketepatwaktuan (timeliness), adalah sejauh mana suatu kegiatan dapat
diselesaikan sesuai waktu yang ditetapkan;

Universitas Sumatera Utara

16

4. Efektivitas (cost efectiveness), adalah tingkat sejauh mana sumber daya yang
tersedia digunakan untuk mencapai hasil atau tujuan;
5. Kebutuhan akan pengawas (need for supervisor), adalah tingkat sejauh mana
seseorang dapat melaksanakan pekerjaan tanpa memerlukan pengawasan dari
atasan.
6. Hubungan dengan rekan kerja (interpersonal impact), adalah tingkat sejauh
mana pegawai menjaga harga diri, nama baik, dan kerjasama dengan rekan
kerja.

Hasil penelitian Roslida (2012) menyimpulkan bahwa indikator yang
digunakan untuk menilai kinerja pegawai adalah:
1. kualitas kerja, merujuk pada pekerjaan yang telah sesuai dengan prosedur,
akurasi dan marjin kesalahan, serta kecakapan menjalankan perintah atasan;
2. kuantitas kerja, merujuk pada jumlah produksi atau hasil kerja dengan sistem
pelayanan;
3. ketepatan waktu, merujuk pada ketetapan disiplin dan ketaatan jadwal kerja
sebagaimana yang telah ditugaskan;
4. menggunakan

tenaga sesuai

kemampuan,

merujuk

pada kemampuan

menyelesaikan tugas yang telah diberikan;
5. kemandirian; dan
6. komitmen kerja, merujuk pada kemauan yang kuat untuk pencapaian tujuan
organisasi.
Robbins dan Timothy (2008:313) dalam bukunya tentang Perilaku
Organisasi, menyatakan bahwa kinerja dapat diukur dengan memperhatikan tiga
kriteria yaitu:

Universitas Sumatera Utara

17

1. hasil pekerjaan individual, menilai hasil kerja dengan kriteria seperti kuantitas
yang diproduksi, limbah yang dihasilkan, dan biaya unit produksi;
2. perilaku, kriteria yang menunujukkan kontribusi bagi efektivitas organisasi
termasuk kerja sama dan ketepatan dalam menyerahkan laporan bulanan atau
gaya kepemimpinan yang baik;
3. sikap, kriteria yang menunjukkan kinerja aktual dari pekerjaan itu sendiri
termasuk kepercayaan diri, bisa diandalkan, mempunyai pengalaman yang
baik.
Robbins dan Timothy (2008:316) menyatakan bahwa ada beberapa metode
yang digunakan untuk menilai kinerja, meliputi.
1. Esai tertulis
Metode ini menggunakan naskah yang menggambarkan kekuatan, kekurangan,
kinerja pada masa lampau, potensi, dan saran perbaikan bagi karyawan.
2. Insiden kritis (critical incidents)
Metode ini memfokuskan perhatian penilai pada perilaku yang membedakan
efektif atau tidaknya dalam melakukan pekerjaan.
3. Skala penilaian grafis (graphic rating scales)
Metode ini membuat daftar faktor-faktor kinerja, seperti kuantitas dan kualitas
pekerjaan, tingkat pengetahuan, kerja sama, tingkat kehadiran dan inisiatif.
Penilai lalu mempelajari dan memberikan penilaian pada masing-masing daftar
tersebut dengan skala.
4. Skala penilaian perilaku berjangkar (behaviorally anchored rating scales)
merupakan kombinasi metode insiden kritis dan skala penilaian grafis.
5. Perbandingan yang dipaksakan

Universitas Sumatera Utara

18

Perbandingan yang dipaksakan adalah mengevaluasi kinerja seseorang
terhadap kinerja orang lain/orang banyak biasanya dengan melakukan
pemeringkatan kelompok dan pemeringkatan individu.
Kinerja merupakan hasil secara kualitas dan kuantitas yang dicapai
seseorang dalam melakukan tugas sesuai tanggungjawab yang telah diberikan
kepadanya (Mangkunegara, 2002:67). Kinerja dapat diukur dengan indikator
sebagai berikut.
1. Hasil

meliputi

quality,

adalah

tingkat

sejauh

mana

proses/hasil

penyelenggaraan kegiatan mendekati tujuan yang diharapkan; dan quantity,
adalah jumlah yang dihasilkan misalnya jumlah rupiah, jumlah unit, jumlah
siklus kegiatan yang diselesaikan.
2. Pengorbanan meliputi timeliness, adalah tingkat penyelesaian pekerjaan sesuai
target waktu dengan memperhatikan koordinasi keluaran serta waktu yang
tersedia untuk kegiatan lainnya; dan cost effectiveness, yaitu tingkat sejauh
mana penerapan SDM, keuangan, teknologi, dan material telah dimaksimalkan
dalam mencapai hasil tertinggi atau pengurangan keterampilan dari setiap unit
pengguna sumber daya.
3. Kepribadian meliputi need for supervisor, adalah tingkat sejauh mana seorang
pekerja dapat melaksanakan fungsi pekerjaan tanpa memerlukan pengawasan
supervisor demi mencegah tindakan yang kurang diinginkan; dan interpersonal
impact, merupakan tingkat sejauh mana pegawai menjaga harga diri, nama
baik, dan kerja sama antara rekan kerja dan bawahan.
Tolok ukur kinerja berdasarkan Permendagri No. 13 Tahun 2006 adalah
ukuran prestasi kerja yang akan dicapai dengan membuat pertimbangan atas

Universitas Sumatera Utara

19

faktor kualitas, kuantitas, efisiensi, dan efektifitas pelaksanaan dari setiap program
dan kegiatan. Peningkatan kualitas kehidupan masyarakat dapat diwujudkan
melalui prestasi kerja dalam pencapaian standar pelayanan minimal dengan
peraturan perundang-undangan. Dikatakan efektif bila hasil program tercapai
dengan target yang telah ditentukan, yaitu dengan cara membandingkan keluaran
dengan hasil. Sementara dikatakan efisien bila tercapainya keluaran maksimum
dengan masukan tertentu (penggunaan masukan terendah untuk mencapai
keluaran tertentu).
2.1.4. Kinerja Pengelola Keuangan Daerah
Pengelolaan Keuangan Daerah sesuai PP No. 58 Tahun 2005 pasal 1 ayat
6 adalah keseluruhan kegiatan pejabat pengelola keuangan daerah sesuai
kedudukan dan kewenangannya yang meliputi perencanaan, pelaksanaan,
penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan
daerah. Defenisi ini juga tertuang pada Permendagri No. 21 Tahun 2011 tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah bab I pasal 1 ayat 8. Pengelolaan dan
pertanggungjawaban keuangan daerah dilakukan secara tertib, efisien, efektif,
ekonomis, transparan, taat pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan
bertanggung jawab dengan memperhatikan azas keadilan, azas kepatutan, dan
azas manfaat untuk masyarakat.
Pengelolaan keuangan daerah terdiri dari kekuasaan pengelolaan keuangan
daerah, azas umum dan struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD), penyusunan rancangan APBD, penetapan APBD, pelaksanaan APBD,
perubahan APBD, pengelolaan kas, penatausahaan keuangan daerah, akuntansi
keuangan daerah, pertanggungjawaban pelaksanaan APBD, pembinaan dan

Universitas Sumatera Utara

20

pengawasan pengelolaan keuangan daerah, kerugian daerah, dan pengelolaan
keuangan Badan Layanan Umum Daerah (Darise, 2009). Pengelolaaan keuangan
daerah dimulai dengan perencanaan/penyusunan APBD yang disusun sesuai
dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan kemampuan pendapatan
daerah. Pedoman penyusunan APBD adalah Rencana Kerja Pemerintah Daerah
(RKPD) yang ditujukan untuk mewujudkan pelayanan untuk masyarakat agar
tercapai tujuan bernegara. Fungsi APBD adalah otorisasi, perencanaan,
pengawasan, alokasi, distribusi, dan stabilisasi. Pemerintah daerah dan DPRD
setiap tahun membahas dan menyetujui APBD, perubahan APBD, dan
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kemudian ditetapkan dengan peraturan
daerah. Struktur APBD adalah satu kesatuan yang terdiri dari pendapatan daerah,
belanja daerah dan pembiayaan daerah.
Pihak yang terlibat dalam pengelolaan keuangan berdasarkan Permendagri
No. 21 Tahun 2011 bab II adalah sebagai berikut.
1. Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Daerah merupakan kepala daerah
yang berwenang dalam penyelenggaraan keseluruhan pengelolaan keuangan
daerah.
2. Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD) yaitu kepala Satuan Kerja
Pengelola Keuangan Daerah (SKPKD) yang bertugas dalam pelaksanaan
pengelolaan APBD dan bertindak sebagai bendahara umum daerah.
3. Bendahara Umum Daerah (BUD) yaitu PPKD yang bertindak dalam kapasitas
sebagai BUD.
4. Pengguna Anggaran (PA) adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan
anggaran dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi SKPD yang dipimpinnya.

Universitas Sumatera Utara

21

5. Pengguna Barang adalah pejabat yang berwenang atas penggunaan barang
milik daerah.
6. Kuasa BUD adalah pejabat yang diberi kuasa melaksanakan sebagian tugas
BUD.
7. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) adalah pejabat yang diberi kuasa
melaksanakan sebagian kewenangan PA dalam pelaksanaan sebagian tugas dan
fungsi SKPD.
8. Pejabat Penatausahaan Keuangan SKPD (PPK-SKPD) yaitu pejabat yang
melaksanakan fungsi tata usaha keuangan di SKPD.
9. Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) yaitu pejabat pada unit kerja SKPD
yang melaksanakan satu/beberapa kegiatan suatu program sesuai dengan
bidang tugasnya.
10.

Bendahara Penerimaan yaitu pejabat fungsional yang bertugas menerima,

menyimpan,

menyetorkan,

menatausahakan,

dan

membuat

pertanggungjawaban atas uang pendapatan di daerah dalam rangka pelaksanaan
APBD pada SKPD.
11.

Bendahara Pengeluaran yaitu pejabat fungsional yang menerima,

menyimpan,

membayarkan,

menatausahakan,

dan

membuat

pertanggungjawaban atas uang sesuai keperluan belanja daerah dalam rangka
pelaksanaan APBD di SKPD.
Kepala SKPD dikatakan sebagai pejabat PA apabila mempunyai
kewenangan mengelola anggaran yang terdapat dalam Dokumen Pelaksanaan
Anggaran (DPA) SKPD. Pejabat PA kemungkinan eselon I, II, III, dan IV.
Pejabat PA eselon I hanya terdapat pada pemerintah daerah propinsi dalam hal ini

Universitas Sumatera Utara

22

sekretaris daerah sebagai PA dari SKPD sekretariat daerah propinsi. Sekretaris
daerah kabupaten/ kota, kepala badan dan dinas propinsi, kabupaten/ kota adalah
sebagai PA pada SKPD yang dipimpinnya (eselon II). Kepala kantor di propinsi,
kabupaten/ kota dan camat adalah PA pada SKPD yang dipimpinnya (eselon III).
Lurah sebagai eselon IV adalah PA pada SKPD kelurahan. Akan tetapi apabila
anggaran yang dikelola kelurahan masih relatif kecil maka dalam rangka efisiensi
pengelolaan keuangan maka anggaran kelurahan masih dapat digabung pada
SKPD kecamatan. Adapun konsekuensi dari penetapan pengguna anggaran adalah
adanya kewajiban untuk membuat laporan keuangan (Darise, 2009). Gambaran
struktur mengenai organisasi pengelolaan keuangan pada SKPD dapat dilihat
sebagai berikut:
KEPALA SKPD PENGGUNA
ANGGARAN

BENDAHARA

PEJABAT
PENATAUSAHAAN
KEUANGAN
KARO/KABAG
SUBDIN/ KABID
KUASA PENGGUNA
ANGGARAN
Eselon III,
IV, staf
PPTK

Eselon III,
IV, staf
PPTK

KARO/KABAG
SUBDIN/ KABID
KUASA PENGGUNA
ANGGARAN
Eselon III,
IV, staf
PPTK

Eselon III,
IV, staf
PPTK

KARO/KABAG
SUBDIN/ KABID
KUASA PENGGUNA
ANGGARAN
Eselon III,
IV, staf
PPTK

Eselon III,
IV, staf
PPTK

KARO/KABAG
SUBDIN/ KABID
KUASA PENGGUNA
ANGGARAN
Eselon III,
IV, staf
PPTK

Eselon III,
IV, staf
PPTK

Sumber: Darise (2009:22)
Gambar 2.2. Struktur Organisasi Pengelola Anggaran pada SKPD
Pejabat pengguna anggaran/barang dapat melimpahkan sebagian kewenangannya
kepada kepala unit kerja selaku KPA dalam melaksanakan tugas, sehingga KPA

Universitas Sumatera Utara

23

bertanggungjawab atas pelaksanaan tugasnya kepada PA/barang. Kepala SKPD
melaksanakan tugas sebagai PA dibantu oleh pejabat KPA, PPTK, PPK, dan
bendahara penerimaan serta bendahara pengeluaran (Darise, 2009:22).
Adanya reformasi di bidang pengelolaan keuangan daerah mewajibkan
masing-masing pihak yang terlibat dalam pengelolaan keuangan mempunyai
tanggung jawab untuk menyelenggarakan penatausahaan sesuai peraturan
perundang-undangan dan melaksanakan program kegiatan sesuai tugas pokok dan
fungsinya (Darise,2009). Pengelolaan keuangan akan berjalan dengan baik apabila
didukung oleh kinerja pengelola keuangan yang berkompeten di bidangnya.
Hasil penelitian Ratih (2012) menyimpulkan bahwa kinerja pengelola
keuangan daerah adalah prestasi kerja atau perfomance pegawai dalam melakukan
pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya, khususnya dalam pengelolaan
keuangan daerah berdasarkan aturan perundang-undangan yang berlaku dan
sesuai tujuan program/kegiatan yang telah ditetapkan. Dengan demikian kinerja
pengelola keuangan adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai
seorang pegawai pengelola keuangan dalam pelaksanaan tugas dan fungsi sesuai
dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
2.1.5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Pengelola Keuangan
Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pengelola keuangan daerah
dalam penelitian ini adalah pemahaman SAPD, kompetensi, sarana pendukung,
dan motivasi. Penelitian ini menggunakan budaya organisasi sebagai variabel
moderating.
2.1.5.1. Pemahaman SAPD
Mulyadi (2001:3) mengungkapkan sistem akuntansi adalah organisasi
formulir, catatan dan laporan yang dikoordinasi dengan baik untuk menyediakan

Universitas Sumatera Utara

24

informasi keuangan yang dibutuhkan oleh manajemen untuk memudahkan
pengelolaan perusahaan/organisasi. Sistem akuntansi merupakan salah satu
informasi diantara berbagai sistem informasi yang digunakan pihak manajemen
dalam mengelola perusahaan. Komponen sistem akuntansi terdiri dari enam blok
yang membentuk struktur bangunan sistem informasi yang saling berkaitan yaitu
masukan, model, keluaran, teknologi, basis data, dan pengendalian (Mulyadi,
2001:11).
Pengertian SAPD berdasarkan Permendagri Nomor 21 Tahun 2011 adalah
serangkaian prosedur terdiri dari proses pengumpulan data, pencatatan,
pengikhtisaran, dan pelaporan keuangan dalam rangka pertanggungjawaban
pelaksanaan APBD yang dapat dilakukan secara manual atau menggunakan
aplikasi komputer. Sistem Akuntansi Keuangan Daerah adalah sistem yang dibuat
untuk mendokumentasikan, mengadministrasikan, dan mengolah data keuangan
daerah dan data terkait lainnya yang dijadikan sebagai bahan pengambilan
keputusan

dalam

rangka

perencanaan,

pelaksanaan

dan

pelaporan

pertanggungjawaban, dan sebagai informasi yang akan disajikan kepada
masyarakat (Bastian,2006 dalam Sari, dkk, 2013).
SAPD adalah sistem terpadu yang menggabungkan prosedur manual
dengan

elektronis

transaksi-transaksi

dalam

pengambilan

keuangan,

aset,

data,

utang,

pembukuan

dan

ekuitas

dan pelaporan
seluruh

entitas

Pemerintah Daerah. Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010 Pasal 6
menjelaskan hal-hal sebagai berikut:
1.

pemerintah menyusun Sistem Akuntansi Pemerintahan yang mengacu pada
Standar Akuntansi Pemerintah (SAP);

Universitas Sumatera Utara

25

2.

Sistem Akuntansi Pemerintahan pada pemerintah daerah diatur dalam
Peraturan Gubernur/Bupati/Walikota;

3.

pedoman umum Sistem Akuntansi Pemerintahan diatur dalam Peraturan
Menteri Keuangan setelah melakukan koordinasi dengan Mendagri.
Tujuan Sistem Akuntansi Pemerintah adalah:

1.

pencatatan, pemrosesan dan pelaporan transaksi keuangan yang konsisten
berdasarkan standar dan praktek akuntansi yang diterima secara umum;

2.

untuk menyediakan informasi yang akurat dan tepat waktu tentang anggaran
dan kegiatan keuangan pemerintah, baik secara nasional maupun secara
instansi dapat dijadikan sebagai dasar penilaian kinerja untuk tujuan
menentukan ketaatan pada otorisasi anggaran dan untuk tujuan akuntabilitas;

3.

untuk menyediakan informasi yang dapat dipercaya mengenai posisi
keuangan suatu instansi dan pemerintah secara keseluruhan;

4.

untuk menyediakan informasi keuangan yang berguna untuk tujuan
perencanaan, pengelolaan, dan pengendalian kegiatan dan keuangan
pemerintah secara efisien.
Penyusunan SAPD yang dijalankan harus mengacu pada Standar

Akuntansi Pemerintah (SAP) berbasis akrual yang dituangkan dalam lampiran
Peraturan Menteri Keuangan No. 238/PMK.05/2011 mengenai Pedoman Umum
Sistem Akuntansi Pemerintahan.

Akuntansi berbasis akrual mengakui dan

mencatat transaksi keuangan pada saat terjadi atau pada saat perolehan. Basis
akrual dilakukan untuk pengakuan atas pendapatan-Laporan Operasional, beban,
aset, kewajiban, dan ekuitas. (Erlina dan Rasdianto, 2013). Oleh sebab itu metode
pencatatan dalam sistem akuntansi berbasis akrual yang digunakan untuk

Universitas Sumatera Utara

26

mencatat transaksi penerimaan dan pengeluaran kas akan berpengaruh langsung
terhadap laporan operasional.
Para pengelola keuangan daerah harus memiliki pemahaman memadai
tentang SAPD dalam implementasi pengelolaan keuangan daerah agar dapat
menyajikan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) yang handal. Sistem
akuntansi mengolah input (masukan) menjadi output (keluaran) (Erlina dan
Rasdianto, 2013:5). Input sistem akuntansi daerah adalah bukti-bukti transaksi
dalam bentuk dokumen atau formulir seperti Surat Perintah Pencairan Dana
Langsung (SP2D-LS), Surat Pertanggungjawaban (SPJ) dan BKU. Output-nya
adalah laporan keuangan. SAPD (Keuangan Daerah) digambarkan sebagai
berikut:
SISTEM AKUNTANSI KEUANGAN DAERAH
Dokumen

SP2D-LS dan
SPJ + BKU

Pencatatan dan
Penggolongan

Catatan

Laporan

Peringkasan

Buku
Besar

Buku
Jurnal

• Bukti Pengeluaran Kas
• Bukti Memorial

• Buku Jurnal
Penerimaan Kas
• Buku Jurnal
Pengeluaran Kas
• Buku Jurnal Umum

Laporan
Keuanga
n

Kertas
Kerja

Buku
Pembant
u
• Bukti Penerimaan Kas

Pelaporan

Kumpulan Rekening
(Ringkasan dan Rincian

• Laporan Realisasi
Anggaran (LRA)
• Laporan Perubahan SAL
• Neraca
• Laporan Operasional (LO)
• Laporan Arus Kas (LAK)
• Laporan Perubahan
Ekuitas (LPE)

• Catatan atas Laporan
Keuangan (CaLK)

Kebijakan Akuntansi

Sumber: Erlina dan Rasdianto (2013:6)
Gambar 2.3. Sistem Akuntansi Keuangan Daerah

Universitas Sumatera Utara

27

Permendagri No. 21 Tahun 2011 memberikan ketentuan bahwa setiap
pemerintah daerah wajib menerapkan sistem akuntansi keuangan daerah minimal
sebagai berikut.
a.

Prosedur akuntansi penerimaan kas, meliputi serangkaian proses meliputi
pencatatan, pengikhtisaran, dan pelaporan keuangan yang berkaitan dengan
penerimaan kas dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.

b.

Prosedur akuntansi pengeluaran kas, meliputi serangkaian proses meliputi
pencatatan, pengikhtisaran, dan pelaporan keuangan berkaitan dengan
pengeluaran kas dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.

c.

Prosedur akuntansi aset tetap/ barang milik daerah, meliputi pencatatan dan
pelaporan akuntansi atas perolehan, pemeliharaan, perubahan klasifikasi,
rehabilitasi dan penyusutan atas aset tetap yang dikuasai/ digunakan SKPD.

d.

Prosedur akuntansi selain kas, meliputi serangkaian proses meliputi
pencatatan, pengikhtisaran, dan pelaporan keuangan yang menyangkut semua
transaksi atau kejadian selain kas yang dapat dilakukan selain kas.
Apriyanti (2012) dalam penelitiannya di SKPD Kota Bengkulu menyatakan

bahwa pemahaman sistem akuntansi pemerintahan mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap kinerja pengelola keuangan.
2.1.5.2. Kompetensi
Pengertian kompetensi secara umum adalah kemahiran yang dimiliki
seseorang dalam menyelesaikan suatu pekerjaan dan mempunyai implikasi
terhadap prestasi kerja (Hutapea dan Thoha, 2008). Kompetensi adalah
pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang dikuasai dan telah melekat pada
diri seseorang yang dapat membuat seseorang mampu melakukan perilaku-

Universitas Sumatera Utara

28

perilaku kognitif, afektif dan psikomotorik dengan baik (Enceng, 2008 dalam
Safwan,dkk,

2014).

Kompetensi

dapat

memperdalam

dan

memperluas

kemampuan kerja. Seseorang yang sering melakukan pekerjaan yang sama akan
semakin lancar dan terampil dalam menyelesaikan suatu pekerjaan. Pengalaman
kerja seseorang yang semakin luas, membuat seseorang semakin terampil
melakukan pekerjaan dan mempunyai pola berpikir, sikap bertindak yang semakin
sempurna untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Abriyani, 2004 dalam
Safwan, dkk, 2013).
Salah satu dasar pertimbangan untuk menghunjuk pegawai dalam
pengelolaan keuangan berdasarkan Permendagri No. 13 Tahun 2006 adalah dari
segi kompetensi. Kompetensi terutama menekankan pada penerapan dari
keterampilan, pengetahuan dan sikap sesuai standar kinerja yang ditetapkan.
Defenisi kompetensi berdasarkan Surat Keputusan yang dikeluarkan oleh
Kepala Badan Kepegawaian Negara No. 46A Tahun 2003 Tanggal 21 Nopember
2003 adalah kemampuan dan karakteristik dari seorang Pegawai Negeri Sipil
(PNS) berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap perilaku yang diperlukan agar
dapat melaksanakan tugas jabatannya secara profesional, efektif, dan efisien.
Dalam pengelolaan keuangan daerah yang baik, SKPD harus memiliki
SDM yang berkompeten, yang didukung dengan latar belakang pendidikan yang
sesuai, sering mengikuti pendidikan dan pelatihan serta mempunyai pengalaman
di bagian keuangan. Hal tersebut diperlukan untuk menerapkan sistem akuntansi
yang ada. SDM yang berkompeten tersebut akan mampu memahami sistem
akuntansi yang diterapkan dengan baik. SDM pemerintah daerah yang gagal
memahami dan menerapkan logika akuntansi akan berdampak pada kekeliruan

Universitas Sumatera Utara

29

laporan keuangan dan ketidaksesuaian laporan keuangan dengan standar akuntansi
yang telah ditetapkan pemerintah (Warisno, 2009). Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa pentingnya untuk menempatkan SDM yang potensial dan
bertanggungjawab, dan memiliki kompetensi yang memadai secara teknis dan
administrasi dalam urusan pengelolaan keuangan daerah. Apriyanti (2012) dalam
penelitiannya di SKPD Kota Bengkulu menyatakan bahwa kompetensi
mempunyai pengaruh signifikan terhadap kinerja pengelola keuangan.
2.1.5.3. Sarana Pendukung
Pengertian SAPD yang tertuang dalam Permendagri No. 21 Tahun 2011
menyebutkan bahwa pertanggungjawaban keuangan daerah dapat dilakukan
secara manual atau menggunakan aplikasi komputer. Penjelasan PP No. 56 Tahun
2005 tentang Sistem Informasi Keuangan juga menyebutkan bahwa dalam
menyampaikan informasi keuangan daerah dilakukan melalui dokumen tertulis
atau media lainnya (alat penyimpan informasi non kertas berupa disket atau
Compact Disc Read Only Memori (CD-ROM). Berdasarkan hal tersebut, maka
diperlukan sarana untuk mendukung kelancaran pelaksanaan kegiatan dalam
SKPD.
Azhar (2008) menjelaskan bahwa perangkat pendukung menurut Kenneth
dan Jane (2005) terdiri dari perangkat keras dan perangkat lunak. Perangkat keras
adalah perlengkapan fisik yang digunakan untuk aktivitas mulai dari input, proses,
sampai dengan output dalam sebuah sistem akuntansi. Perangkat keras ini terdiri
dari komputer yang ditujukan untuk memproses, sebagai perangkat penyimpanan,
dan sebagai perangkat untuk menghasilkan output serta sebagai media fisik untuk
menghubungkan semua unit tersebut, sedangkan perangkat lunak adalah

Universitas Sumatera Utara

30

sekumpulan rincian instruksi pra program yang ditujukan untuk mengendalikan
dan mengkoordinasi perangkat keras dari komponen dalam sebuah sistem
informasi.
Sarana pendukung adalah ketersediaan perangkat pendukung yang akan
membantu kinerja pengelola keuangan daerah dalam penyusunan laporan
keuangan serta yang berkaitan dengan kebutuhan SKPD. Perangkat pendukung
adalah alat untuk mendukung terlaksananya kegiatan atau pekerjaan seperti
komputer, software, dan lain-lain. Jadi, untuk kelancaran pelaksanaan tugas,
pengelola keuangan harus mahir dalam menggunakan perangkat pendukung
seperti komputer dan software. Bahairi (2011) menyimpulkan bahwa sarana
pendukung berpengaruh signifikan terhadap kinerja pengelola keuangan.
2.1.5.4. Motivasi
Istilah motivasi, berasal dari perkataan bahasa Latin yaitu: “movere”
artinya “menggerakkan”. Winardi (2001:6) menjelaskan bahwa motivasi adalah
suatu kekuatan potensial dalam diri seseorang yang dapat dikembangkan baik oleh
dirinya sendiri maupun oleh sesuatu di luar dirinya berupa imbalan moneter dan
non moneter yang dapat mempengaruhi hasil kinerjanya pada kondisi tertentu.
Motivasi merupakan salah satu determinan penting bagi kinerja individual yang
merupakan sesuatu yang menyebabkan seseorang melakukan tindakan. Seorang
pimpinan perlu melakukan pendekatan psikologikal dan pemahaman perilaku
terhadap bawahannya untuk membina bawahannya dalam pencapaian tujuan
organisasi. Komponen-komponen dasar motivasi adalah: 1) kebutuhan, keinginan
atau ekspektasi; 2) perilaku; 3) tujuan; 4) umpan balik (feedback). Memotivasi

Universitas Sumatera Utara

31

sulit dilakukan karena pemimpin sulit untuk mengetahui kebutuhan dan keinginan
yang diperlukan bawahan dari hasil pekerjaan itu.
Mangkunegara (2005:18) menjelaskan bahwa motivasi adalah kondisi
yang menggerakkan diri individu untuk fokus mencapai tujuan organisasi.
Motivasi muncul dari dalam diri sendiri (internal motivation) dan dari luar diri
(external motivation). Motivasi kerja terjadi pada situasi dan lingkungan kerja
suatu organisasi atau lembaga. Daya pendorong yang memotivasi semangat kerja
seseorang cenderung tergantung pada harapan yang dimiliki. Harapan yang dapat
menjadi kenyataan cenderung meningkatkan semangat kerjanya seseorang dan
sebaliknya.
Berdasarkan uraian di atas, maka disimpulkan motivasi kerja meliputi
beberapa komponen yaitu.
1. Kebutuhan, yaitu hal yang terjadi bila seseorang individu merasa tidak ada
keseimbangan antara apa yang dimiliki dengan yang diharapkan.
2. Dorongan, yaitu kekuatan mental untuk melakukan perbuatan atau kegiatan
tertentu.
3. Tujuan, yaitu hal yang ingin dicapai oleh individu. Seseorang yang memiliki
tujuan yang diinginkan dalam melakukan suatu pekerjaan akan bekerja dengan
antusias dan penuh semangat.
Motivasi mempunyai hubungan yang erat dengan minat karena motivasi
merupakan dorongan bagi seseorang untuk mencapai sesuatu yang diinginkan dan
sesuatu yang menjadi minatnya. Motivasi adalah sebagai pendukung suatu
perbuatan yang membuat seseorang mempunyai kesiapan untuk melakukan
serangkaian kegiatan. Besarnya motivasi terhadap diri individu mampu

Universitas Sumatera Utara

32

membangkitkan keinginan dan semangat dalam bertingkah laku atau melakukan
suatu pekerjaan.
Unsur-unsur penggerak motivasi antara lain sebagai berikut.
1.

Kinerja, yaitu bila seseorang memiliki keinginan mempunyai kinerja sebagai
suatu kebutuhan dapat mendorongnya mencapai sasaran;

2.

Penghargaan, yaitu penghargaan, pengakuan atas kinerja yang telah dicapai
seseorang akan menjadi perangsang yang kuat;

3.

Tantangan, yaitu adanya tantangan yang dihadapi menjadi perangsang kuat
bagi manusia untuk mengatasinya;

4.

Tanggung jawab, yaitu dengan adanya rasa ikut memiliki dapat menimbulkan
motivasi untuk turut merasa bertanggung jawab;

5.

Pengembangan, yaitu pengembangan kemampuan seseorang dari penguasaan
kerja atau kesempatan untuk maju dapat menjadi perangsang kuat bagi tenaga
kerja untuk bekerja lebih giat dan lebih bersemangat;

6.

Keterlibatan, yaitu rasa ikut terlibat atas suatu proses pengambilan keputusan
sebagai masukan untuk manajemen perusahaan menjadi perangsang yang
cukup kuat untuk tenaga kerja;

7.

Kesempatan, yaitu kesempatan untuk maju pada jenjang karir yang terbuka
mulai dari tingkat bawah sampai dengan tingkat manajemen atas menjadi
perangsang yang cukup kuat bagi tenaga kerja (Sastrohadiwiryo, 2003 dalam
Reginaldi, 2014).
Mangkunegara (2005:18) menjelaskan bahwa adanya motivasi yang tinggi

dari individu akan meningkatkan prestasi kerja dan sebaliknya. Winardi
(2001:116) mengungkapkan bahwa motivasi dapat mempengaruhi kinerja dan

Universitas Sumatera Utara

33

kepuasan individual. Kinerja dideterminasi oleh sifat-sifat individual, upaya kerja
dan bantuan keorganisasian. Motivasi individual secara langsung mendeterminasi
upaya kerja, dan seorang pimpinan harus mamu menciptakan kerangka kerja yang
secara positif bereaksi terhadap kebutuhan-kebutuhan dan tujuan individual
misalnya berupa imbalan. Apabila individu mengharapkan imbalan intrinsik maka
akan berpengaruh positif terhadap kinerja. Kepuasan kerja timbul karena imbalan
intrinsik dan ekstrinsik yang dialokasi secara adil maka akan memunculkan
adanya motivasi.
Motivasi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi hasil kerja/
prestasi dari seorang pegawai dalam perusahaan (Tika, 2006:121). Pemerintah
mengharapkan para pegawai yang mampu, cakap, dan terampil, terutama giat
bekerja dan mempunyai tekad dalam mencapai hasil kerja yang optimal. Dalam
kaitannya dengan PNS, Permendagri No. 13 Tahun 2006 menyatakan bahwa
pemerintah daerah dapat memberikan tambahan penghasilan kepada PNS sesuai
pertimbangan yang obyektif dengan memperhatikan segi kemampuan keuangan
daerah dan mendapat persetujuan dari DPRD sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan. Tambahan penghasilan diberikan untuk mewujudkan
peningkatan kesejahteraan pegawai menurut beban kerja/tempat bertugas/kondisi
kerja/kelangkaan profesi/prestasi kerja. Tambahan penghasilan menurut prestasi
kerja diberikan kepada PNS yang dinilai mempunyai prestasi kerja dalam
melaksanakan tugasnya. Kriteria pemberian tambahan penghasilan kepada PNS
ditetapkan dengan peraturan kepala daerah. Hasil penelitian Sahminan (2006)
menyimpulkan motivasi mempunyai pengaruh signifikan terhadap kinerja. Bahairi

Universitas Sumatera Utara

34

(2011) juga menyimpulkan bahwa motivasi mempunyai pengaruh dalam
peningkatan kinerja.
2.1.5.5. Budaya Organisasi
Budaya organisasi ialah perangkat sistem nilai, keyakinan, asumsi-asumsi,
atau norma yang sudah lama berlaku, disepakati, diikuti oleh para anggota suatu
organisasi yang dijadikan sebagai alat strategis/ pedoman perilaku dalam
mengambil keputusan yang berkaitan dengan apa yang harus dilakukan dan
bagaimana melaksanakannya (Sutrisno, 2010:2). Secara tidak sadar, setiap
pegawai yang bekerja dalam suatu organisasi mempelajari budaya yang ada di
dalam organisasinya, apalagi bila pegawai masih baru ditempatkan maka ia
berusaha untuk mempelajari hal-hal yang menjadi larangan yang harus dihindari
dan kewajiban yang harus dijalankan dalam suatu organisasi.
Budaya organisasi yang dikelola dengan benar dapat mendorong pegawai
untuk mempunyai perilaku yang positif, dedikatif, dan produktif. Nilai-nilai
budaya organisasi tidak berwujud tetapi merupakan kekuatan yang mendorong
perilaku dalam menghasilkan efektivitas kerja sehingga dapat dikatakan bahwa
budaya yang kuat sangat berpengaruh terhadap perilaku dan efektivitas kinerja
dalam pencapaian tujuan suatu organisasi sebaliknya budaya organisasi yang
lemah atau negatif akan menghambat pencapaian tujuan organisasi. Faktor nilainilai dan keyakinan dasar tersebut berperan penting dalam membentuk etika,
sikap, perilaku pegawai, dan membentuk cara pandang mereka terhadap masalah
internal dan eksternal yang dihadapi dalam kehidupan berorganisasi (Sutrisno,
2010:21).

Universitas Sumatera Utara

35

Hasil penelitian Sardjito dan Muttaher (2007) menyimpulkan budaya
organisasi berpengaruh terhadap perilaku, cara kerja, dan motivasi para manajer
dan bawahannya untuk mencapai kinerja organisasi yang berarti bahwa budaya
organisasi mempunyai pengaruh terhadap peningkatan kinerja.
Budaya organisasi berkaitan erat dengan pemberdayaan pegawai dalam
suatu organisasi. Budaya organisasi yang semakin kuat dapat membuat dorongan
para karyawan semakin besar untuk maju bersama dalam perusahaan.
Berdasarkan hal tersebut, hal pengenalan, hal penciptaan, dan hal pengembangan
budaya organisasi dalam suatu organisasi mutlak diperlukan untuk membangun
perusahaan yang efektif dan efisien sesuai misi dan visi yang hendak dicapai
dalam suatu organisasi. Menurut pendekatan perilaku, Robert G. Owens
menjelaskan pengertian budaya organisasi sebagai suatu sistem pembagian nilai
dan kepercayaan yang mempunyai interaksi dalam suatu organisasi, struktur
organisasi, dan sistem kontrol yang menghasilkan norma perilaku (Tika,2006:3).
Tika (2006:3) juga menjelaskan bahwa unsur-unsur yang terdapat dalam budaya
organisasi terdiri dari: ilmu pengetahuan; kepercayaan; seni; moral; hukum; adat
istiadat; perilaku/kebiasaan (norma) masyarakat; sistem nilai; asumsi-asumsi
dasar; pembelajaran/ pewarisan; dan masalah adaptasi eksternal dan integrasi
internal serta cara mengatasinya.
Sutrisno (2010:186) mengungkapkan bahwa budaya organisasi dapat
meningkatkan kinerja dalam organisasi. Kombinasi nilai dan keyakinan,
kebijakan, dan praktik manajemen akan menunjukkan keberhasilan organisasi
yang terlihat dalam budaya organisasi yang memiliki sifat keterlibatan,

Universitas Sumatera Utara

36

konsistensi, adaptabilitas, dan penghayatan misi. Indikator dari sifat-sifat budaya
organisasi dapat dijelaskan sebagai berikut.
1) Keterlibatan, merupakan sifat berpartisipasi untuk menciptakan rasa tanggung
jawab dalam organisasi mencakup pemberdayaan para pegawai dengan
membentuk rasa memiliki dan tanggung jawab pada organisasi, orientasi tim,
dan pengembangan kemampuan/ keterampilan.
2) Konsistensi, merupakan sistem kepercayaan nilai, dan simbol yang dihayati
dan dipahami para pegawai yang membentuk tindakan atau perilaku
terkoordinasi yang mencakup nilai-nilai inti dari para pegawai, kesepakatan
mengenai masalah kritis dan koordinasi/ integrasi pegawai antar unit kerja
dalam organisasi.
3) Adaptabilitas, merupakan kemampuan untuk tanggap akan lingkungan
eksternal agar organisasi bisa berkembang.
4) Penghayatan misi, merupakan kemampuan untuk memahami arah jangka
panjang yang bermanfaat bagi organisasi yang mencakup arah dan intensi
strategis yang jelas, tujuan dan sasaran yang jelas, pemahaman visi/pandangan
bersama dalam organisasi.
Ndraha (2005:209) mengungkapkan budaya organisasi merupakan
program ide-ide dasar atau program mental yang digunakan untuk meningkatkan
efisiensi kerja dalam pencapaian tujuan organisasi yang dapat dibentuk dengan
hal-hal sebagai berikut.
1) Pendirian tentang kerja (basic assumption dan basic belief), merupakan
anggapan/ kepercayaan dasar atas suatu pekerjaan misalnya kerja dianggap

Universitas Sumatera Utara

37

sebagai sebuah tanggungjawab, tugas, kewajiban, harga diri, aktualisasi diri,
hukuman, gengsi, dan lain-lain.
2) Sikap terhadap kerja dan lingkungan kerja, merupakan sikap seseorang yang
timbul dari dalam (informasi dan pengetahuannya tentang kerja dan
kesadaran akan kepentingan tertentu) dan dari luar. Sikap juga terlihat dalam
tingkat hubungan yang serasi, selaras, seimbang, dan kesinambungan antara
kerja pegawai dengan lingkungannya.
3) Perilaku pada saat bekerja, merupakan perilaku yang terbentuk dari sikap
terhadap pekerjaan dalam organisasi.
4) Cara dan alat yang digunakan untuk bekerja, merupakan cara untuk
membangun lingkungan kerja yang nyaman dengan menggunakan alat
(teknologi) agar bisa bekerja secara efektif, efisien dan produktif.
Ndraha (2005) mengemukakan apabila pegawai mempunyai pendirian
tentang kerja adalah sesuatu yang positif, maka akan menciptakan sikap positif
terhadap pekerjaan, perilaku yang baik (aktif bekerja), dan apabila didukung
dengan lingkungan yang nyaman serta alat yang mencukupi maka akan
meningkatkan kinerja.
2.2. Reviu Penelitian Terdahulu
Penelitian tentang kinerja pengelola keuangan telah dilakukan sebelumnya
di daerah lain. Bahairi (2011) meneliti tentang “Faktor - faktor Yang
Mempengaruhi Kinerja PPK-SKPD (Studi di Pemerintah Propinsi Kepulauan
Bangka Belitung)”. Kuesioner diberikan pada responden pada penelitian ini yaitu
Pejabat Penatausahaan Keuangan SKPD. Metode statistik untuk menguji hipotesis
menggunakan analisis regresi linear berganda. Hasil penelitian menyatakan bahwa

Universitas Sumatera Utara

38

sarana pendukung dan motivasi berpengaruh signikan terhadap kinerja PPKSKPD

baik secara simultan maupun parsial. Sahminan (2006) melakukan

penelitian tentang “Analisis Pengaruh Kemampuan dan Motivasi terhadap Kinerja
Pengelola Keuangan Daerah Pemerintah Kabupaten Belitung”. Sahminan (2006)
menyimpulkan bahwa motivasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja.
Penelitian Apriyanti (2012) tentang “Pengaruh Kompetensi, Pemahaman
Sistem Akuntansi dan Pemahaman Pengelolaan Keuangan terhadap Kinerja
Pengelola Keuangan SKPD (Studi empiris pada Kota Bengkulu)”. Penelitian ini
menggunakan responden yaitu pengelola keuangan SKPD di lingkungan
Pemerintah Kota Bengkulu dengan membagikan kuesioner.

Metode statistik

untuk menguji hipotesis menggunakan analisis regresi linear berganda. Analisis
data menggunakan program SPSS 16.0. Hasil penelitian menyatakan kompetensi,
pemahaman sistem akuntansi berpengaruh signifikan terhadap kinerja pengelola
keuangan SKPD. Sardjito dan Muthaher (2007) yang meneliti tentang “Pengaruh
Partisipasi Penyusunan Anggaran Terhadap Kinerja Aparat Pemerintah Daerah:
Budaya Organisasi dan Komitmen Organisasi sebagai Variabel Moderating pada
Pemerintah Daerah Sorong” menyatakan kinerja dapat ditingkatkan apabila
didukung dengan adanya budaya organisasi yang baik. Ringkasan dari beberapa
penelitian terdahulu disajikan pada lampiran 1.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Dengan Motivasi Kerja Sebagai Variabel Moderating di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Asahan

3 65 110

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KINERJA SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH DENGAN TRANSPARANSI LAPORAN KEUANGAN SEBAGAI VARIABEL INTERVENING (Studi pada Satuan Kerja Perangkat Daerah di Kabupaten Sleman)

1 21 152

Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kinerja Pengelola Keuangan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dengan SPIP sebagai Variabel Intervening di Pemerintah Kota Padangsidimpuan

0 0 16

Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kinerja Pengelola Keuangan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dengan SPIP sebagai Variabel Intervening di Pemerintah Kota Padangsidimpuan

0 0 2

Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kinerja Pengelola Keuangan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dengan SPIP sebagai Variabel Intervening di Pemerintah Kota Padangsidimpuan

0 1 10

Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kinerja Pengelola Keuangan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dengan SPIP sebagai Variabel Intervening di Pemerintah Kota Padangsidimpuan

0 0 4

Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kinerja Pengelola Keuangan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dengan SPIP sebagai Variabel Intervening di Pemerintah Kota Padangsidimpuan

0 0 27

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Manajerial Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dengan Motivasi Kerja Sebagai Variabel Moderating pada Pemerintah Daerah Kabupaten Karo

0 0 16

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Samosir dengan Pengawasan Inspektorat sebagai Variabel Moderating

0 0 16

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH (SKPD) DENGAN MOTIVASI KERJA SEBAGAI VARIABEL MODERATING DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN ASAHAN TESIS

0 0 15