Implementasi Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2012 Tentang Sistem Kesehatan Kota di Dinas Kesehatan Kota Medan

BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Indonesia sebagai negara yang menganut paham demokrasi menerapkaan sistem otonomi
daerah, yaitu sistem yang memberikan hak, wewenang, dan kewajiban kepada daerah otonom
untuk mengatur serta mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Oleh sebab itu, Pemerintah daerah
sebagai daerah otonom mempunyai hak, kewenangan dan kewajiban dalam membangun
masyarakat di wilayah administratifnya untuk mencapai kesejahteraan masyarakat.
Salah satu bentuk indikator untuk melihat tingkat kesejahteraan masyarakat adalah
bagaimana pelayanan kesehatan yang diberikan oleh pemerintah dapat dirasakan dengan baik
atau tidak oleh masyarakat. Setelah sekian lama masalah pelayanan kesehatan selalu menjadi
bahan bahasan yang menarik untuk dibahas dan diteliti bersama karena berkaitan langsung
dengan proses hidup masyarakat. Tuntutan-tuntutan oleh masyarakat untuk mendapatkan
pelayananan yang lebih baik menjadi evaluasi tersendiri bagi Pemerintah Pusat maupun Daerah,
karena begitu maraknya masalah-masalah yang terjadi di banyak daerah di Indonesia yang
menunjukan bahwa belum siapnya pemerintah dalam menjalankan pelayanan kesehatan yang
baik kepada masyarakat, contohnya saja masalah ketersediaan farmasi dan alat kesehatan yang
layak dan sesuai dengan kebutuhan penyakit masyarakat, dan kualitas makanan yang baik yang
tersedia di rumah sakit, dan belum lagi masalah-masalah lain seperti, malpraktek yang banyak
terjadi dimasyarakat, yang kurang mampu khususnya, yang tidak mendapatkan perhatian serius

dari tenaga medis, baik dokter maupun perawat, kemudian masalah kurangnya akses kesehatan

Universitas Sumatera Utara

di daerah-daerah terpencil, yang memaksa masyarakat di daerah terpencilharus pergi ke
kelurahan atau kecamatan untuk bisa mendapatkan pelayanan kesehatan di puskesmas, dan
masalah ketidaktepatan sasaran dalam pemberian kesehatan Gratis, dan lain-lain.
Kejadian-kejadian diatas hanyalah sedikit dari sekian banyak lagi masalah yang
seharusnya menjadi perhatian serius pemerintah ataupun pemerintah daerah untuk segera
dicarikan solusi terbaik. Terdapat beberapa hal yang sebenarnyadirasa dapat dilakukan oleh
pemerintah sebagai pemberi kebijakan pelayanan kesehatan bagi masyarakat, yang dapat
dijadikan faktor pendukungdalam melaksanakan kebijakan kesehatan yaitu peningkatan
manajemen pelayanan kepada masyarakat yang berbasis kemasyarakatan, memberikan jaminan
kesehatan terpadu bagi masyarakat desa, dan penyediaan Sumber Daya Manusia (SDM) dalam
hal ini para tenaga medis yang dinilai mampu memberikan segala bentuk tindakkan yang sesuai
kemampuan mereka,

menyediakan sarana dan prasarana yang mampu mendukung, serta

kemudian perbaikan dari sistem yang dirasa kurang menjamin pelayanan kesehatan yang baik

kepada masyarakat.
Dalam pelayanan pemerintah, rasa puas masyarakat terpenuhi bila apa yang diberikan
oleh pemerintah kepada mereka sesuai dengan apa yang mereka harapkan, dengan
memperhatikan kualitas dan kuantitas pelayanan itu di berikan serta biaya yang relatif terjangkau
dan mutu pelayanan yang baik. Jadi, terdapat tiga unsur pokok dari pelayanan itu sendiri.
Pertama, biaya harus relatif lebih rendah, kedua, waktu yang diperlukan, dan terakhir mutu
pelayanan yang diberikan relatif baik.
Pada Konfrensi Tingkat Tinggi Milenium Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tahun
2000, sebanyak 189 negara, termasuk Indonesia sepakat mengadopsi deklarasi milenium yang
kemudian dijabarkan dalam kerangka praktis tujuan pembangunan milenium (MDGs), yang

Universitas Sumatera Utara

menempatkan manusia sebagai fokus utama pembangunan, dan memiliki tenggat sampai tahun
2015. Dimana terdapat 5 dari 8 butir didalam MDGs yang berkaitan dengan kesehatan, yaitu
pada butir Pertama, pendapatan populasi dunia minimal $1 sehari, untuk menurunkan angka
kemiskinan. Butir keempat, menurunkan angka kematian anak, sehingga pada tahun 2015 tingkat
kematian anak-anak usia dibawah lima tahun berkurang sampai sampai dua per tiga. Butir
kelima, meningkatkan kesehatan ibu, yaitu tercapainya target berkurangnya dua per tiga rasio
kematian ibu dalam proses melahirkan. Butir keenam, memerangi HIV/AIDS, malaria dan

penyakit menular lainnya. Butir ketujuh, memastikan kelestarian lingkungan hidup, sehingga
pada tahun 2015 dapat tercapai target, yaitu mengintegrasikan prinsip-prinsip pembangunan
yang berkelanjutan dalam kebijakan setiap Negara dan program serta mengurangi hilangnya
sumber daya lingkungan, kemudian diharapkan mengurangi setengah dari jumlah orang yang
tidak

memiliki

akses

air

minum

yang

sehat

http://www.scribd.com/doc/92468584/Millennium-Development-Goals).


(sumber

:

Maka oleh sebab itu

dibutuhkan upaya lebih lanjut dari pemerintah sampai ketataran pemerintah daerah untuk
mencapainya, sehingga dibuatlah Inpres no.3 tahun 2010 tentang program pembangunan yang
berkeadilan, yang mewajibkan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota melaksanakan
percepatan pencapaian MDGs dalam suatu Rencana Aksi Daerah (RAD) (Sumber :
www.kesehatan.kebumenkab.go.id).Didalam UU No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan, telah

mengamanatkan bahwa alokasi anggaran kesehatan nasional seminimalnya adalah 5% dari
APBN, akan tetapi realisasinya pada tahun 2013 Pemerintah hanya menganggarkan 2,1% saja,
malah mengalami penurunan dari 2 tahun sebelumnya yaitu sekisar 2,2% dari APBN, dan
bahkan lebih rendah dari alokasi anggaran kesehatan Negara-negara miskin Afrika, yang ratarata

mengalokasi

anggaran


sekitar

5-15%

(sumber

:

Universitas Sumatera Utara

http://www.kebijakankesehatanindonesia.net/component/content/article/73-berita/2183-alokasianggaran-untuk-kesehatan-ri-kalah-dari-negara-miskin.html).

Jadi

keterlibatan

pemerintah

sebagai penanggung jawabharus mampu membangun kerangka penyelenggaraan pembangunan

kesehatan masyarakat menjadi salah satupr ioritas primer dari

tujuan nasional yang harus

diwujudkan sesuai dengan cita-cita Bangsa Indonesia.
Oleh sebab itu dirasa sangat penting ketika pemerintah, maupun pemerintah daerah
merumuskan suatu kebijakan yang menjadi pedoman bersama dalam memberikan pelayanan
kesehatan kepada masyarakat. Dari sisi kebijakan nasional, Pemerintah juga membuat kebijakan
kesehatan melalui Undang-undang, Peraturan Menteri, dan peraturan-peraturan lainnya, yang
menjadi pedoman dalam pelaksanaan sistem kesehatan di Indonesia. Sementara Pemerintah
Daerah dengan kewenangan desentralisasinya, dapat berkoordinasi dan bekerjasama lintas sektor
di daerahnya dalam rangka menjalankan roda pemerintahan. Oleh karena itu Pemerintah Daerah
memiliki tanggung jawab untuk memberikan pelayanan yang lebih baik lagi kepada masyarakat
di daerahnya, baik itu melalui Peraturan Daerah, Peraturan Kepala Daerah, ataupun peraturanperaturan lainnya.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebagai salah satu contoh daerah otonom membuat
suatu kebijakan, melalui Perda No 4 tahun 2009 tantang Sistem Kesehatan Daerah, dan Pergub
No 187 tahun 2012 tentang pembebasan biaya pelayanan kesehatan, yang memberikan jaminan
pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang kurang mampu secara ekonomi dan tidak memiliki
jaminan kesehatan, maka dibuatlah Kartu Jakarta Sehat (KJS), yangbekerjasama dengan PT
Askes dan beberapa Rumah sakit di Jakarta, yang dirasakan sangat bermanfaat bagi masyarakat

Jakarta yang kurang mampu dan menunjukan fokus pemerintah provinsi DKI Jakarta terhadap
kesehatan masyarakatnya. Sedangkan di daerah provinsi Sumatera Utara, masalah kesehatan

Universitas Sumatera Utara

sepertinya belumlah mendapat perhatian yang serius dari aparat pemerintah daerah, hal tersebut
dapat terlihat banyaknya keluhan-keluhan masyarakat mengenai masalah kesehatan, baik dari
sisi pelayanan, aparatur, ataupun dari sistemnya. Contohnya saja bisa kita lihat pada daerah
Padang Lawas Utara, berita mengenai ketidakseriusan pemerintah daerah dalam memberikan
pelayanan kesehatan kepada masyarakat masih jauh dari harapan, dimana penelantaran pasien
masih menjadi hal yang lumrah terjadi (sumber : http://analisadaily.com/news/read/puskesmasgunung-tua-telantarkan-pasien-miskin/32888/2014/05/26), dan masyarakat penerima BPJS yang
mengeluh mengenai pelayanan di Rumah Sakit Umum Daerah di daerah Sidikalang (sumber :
http://analisadaily.com/news/read/pemegang-bpjs-keluhkan-pelayanan-rsusidikalang/32003/2014/05/23). Walaupun dari Kota Medan sendiri sebagai salah satu
kabupaten/kota Sumatera Utara memiliki Peraturan Daerah yang telah mengatur implementasi
Kesehatan di daerah tersebut, tetap saja masih ada masalah dalam pelayanan kesehatan (sumber
:

http://www.dnaberita.com/berita-38586-dinkes-medan-belum-mampu-atasi-permasalahan-

kesehatan--.html)

. Bila dikaitkan dengan Peraturan Daerah Kota Medan tentang Sistem Kesehatan, maka
adalah suatu hal yang penting dan wajib bagi Pemerintah Kota Medan untuk memberikan
pelayanan yang baik kepada masyarakat, akan tetapi fakta dilapangan menunjukan bahwa hal
tersebut tidak berjalan sesuai dengan apa yang disusun oleh Pemerintah Daerah dan dinilai masih
kurang efektif oleh masyarakat Kota Medan (sumber : http://www.harianorbit.com/pelayanankesehatan-di-medan-utara-sangat-buruk/). Banyak cara yang dapat dilakukan Pemerintah
Daerah untuk mensiasati agar bagaimana kebijakan pemerintah tersebut dapat sampai menyentuh
lapisan masyarakat, salah satunya adalah melalui koordinasi dan kerjasama lintas sektor di

Universitas Sumatera Utara

lingkungan Pemerintah Kota Medan,hal sama yang dilakukan Pemprov DKI dalam menerapkan
Kartu Jakarta Sehat.

Universitas Sumatera Utara

1.2 Rumusan Masalah
Bertitik tolak dari latar belakang penelitian, maka dapat dirumuskan masalah dalam
bentuk pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut :
1) Bagaimana implementasi kebijakan pemerintah daerah tentang Sistem Kesehatan di Kota
Medan melalui koordinasi dan kerja sama lintas sektor?

2) Apa saja Faktor-faktor pendukung dan penghambat pengimplementasian Peraturan
Daerah tersebut di Kota Medan?
1.3 Tujuan Penelitian
Setiap penelitian yang dilakukan tentu mempunyai sasaran yang hendak dicapai atau apa
yang menjadi tujuan penelitian tentunya jelas diketahui sebelumnya. Adapun yang menjadi
tujuan penelitian ini adalah
1) Untuk mengetahui bagaimana implementasi Peraturan Daerah nomor 4 Tahun 2012
tentang Sistem Kesehatan di Kota Medan dalam koordinasi dan kerja sama lintas
sektor.
2) Untuk mengetahui faktor-faktor pendukung dan penghambat pengimplementasian
Perda Nomor 4 Tahun 2012 tersebut di Kota Medan.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian yang diharapkan adalah:
1.

Sebagai kontribusi bagi dunia pendidikan, khususnya dalam hal pengembangan ilmu
pengetahuan.

2.


Penelitian ini bermanfaat bagi penulis untuk melatih dan mengembangkan kerangka
berpikir ilmiah dan menuliskannya dalam bentuk karya ilmiah.

Universitas Sumatera Utara

3.

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi kalangan mahasiswa pada khususnya sebagai
bahan referensi yang tertarik dalam bidang kajian ini.

4.

Hasil Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemerintah guna penyusunan
dan penyempurnaan pembangunan terkhusus di sektor kesehatan.

1.5 Kerangka Teori
Singarimbun (1997:37) menyebutkan bahwa teori adalah serangkaian asumsi, konsep,
defenisi, dan proposisi untuk mengembangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan
cara merumuskan hubungan antara konsep. Kerangka teori merupakan landasan teori yang
berguna sebagai pendukung pemecahan masalah. Untuk itu perlu disusun suatu kerangka teori

yang memuat pokok-pokok pikiran, menggambarkan dari sudut mana masalah penelitian akan
diteliti.
1.5.1 Kebijakan Publik
a. Pengertian Kebijakan Publik
Kebijakan publik menurut Thomas Dye dalam buku Subarsono adalah apapun pilihan
pemerintah untuk melakukan ataupun tidak melakukan. Definisi kebijakan publik dari Dye
tersebut mengandung makna bahwa kebijakan publik tersebut dibuat oleh badan pemerintah
bukan organisasi swasta dan kebijakan publik menyangkut pilihan yang harus dilakukan atau
tidak dilakukan oleh badan pemerintah (Subarsono, 2009:2)
James E. Anderson mendefinisikan kebijakan public sebagai kebijakan yang ditetapkan
oleh badan – badan dan aparat pemerintah. Dalam hal ini, kebijakan public dipahami sebagai
pilihan kebijakan yang dibuat pejabat atau badan pemerintah dalam bidang tertentu, misalnya
pendidikan, pertanian, dan lain sebagainya.

Universitas Sumatera Utara

Dalam pandangan David Easton ketika pemerintah membuat kebijakan public, ketika itu
pula pemerintah mengalokasikan nilai – nilai kepada masyarakat, karena setiap kebijakan
mengandung seperangkat nilai di dalamnya.
Harrold Laswell dan Abraham Kaplan berpendapat bahwa kebijakan public hendaknya
berisi tujuan, nilai – nilai, dan praktika – praktika social yang ada dalam masyarakat. Ini berarti
kebijakan public tidak boleh bertentangan dengan nilai – nilai dan praktik – praktik social yang
ada dalam masyarakat. Ketika kebijakan public berisi nilai – nilai yang bertentangan dengan nilai
– nilai yang hidup dalam masyarakat, maka kebijakan public tersebut akan mendapat resistensi
ketika diimplementasikan. Sebaliknya, suatu kebijakan public harus mampu mengakomodasi
nilai – nilai dan praktika – praktika yang hidup dan berkembang dalam masyarakat.
b.

Proses – proses Kebijakan Publik
Adapun proses pembuatan kebijakan public menurut Anderson (Subarsono, 2009:12)

yaitu:
a. Formulasi masalah (Problem Formulation) / Agenda Setting
Apa masalahnya? Apa yang membuat hal tersebut menjadi masalah kebijakan? Bagaimana
masalah tersebut dapat masuk dalam agenda pemerintah? Proses ini juga berkaitan dengan
cara suatu masalah bias mendapat perhatian pemerintah.
b. Formulasi kebijakan (Formulation)
Bagaimana mengembangkan pilihan – pilihan atau alternative – alternative untuk
memecahkan masalah tersebut? Siapa saja yang berartisipasi dalam formulasi kebijakan? Hal
ini berkaitan dengan proses perumusan pilihan – pilihan kebijakan oleh pemerintah
c. Penentuan Kebijakan (Adoption)

Universitas Sumatera Utara

Bagaimana Alternatif ditetapkan? Persyaratan atau criteria seperti apa yang harus dipenuhi?
Siapa yang akan melaksanakan kebijakan? Bagaimana proses atau strategi untuk
melaksanakan kebijakan? Apa isi dari kebijakan yang telah ditetapkan? Hal ini berkaitan
dengan proses ketika pemerintah memilih untuk melakukan suatu tindakan atau tidak
melakukan suatu tindakan
d. Implementasi (Implementation)
Siapa yang terlibat dalam implementasi kebijakan? Apa yang mereka kerjakan? Hal ini
berkaitan dengan proses untuk melaksanakan kebijakan supaya mencapai hasil
e. Evaluasi (evaluation)
Bagaimana tingkat keberhasilan atau dampak kebijak diukur? Siapa yang mengevaluasi
kebijakan? Apa konsekuensi dari adanya evaluasi kebijakan? Adakah tuntutan untuk
melakukan perubahan atau pembatalan? Hal ini berkaitan dengan proses memonitoir atau
menilai hasil atau kinerja kebijakan.
1.5.2 Implementasi
Dalam kamus Webster (Wahab, 1997:64) pengertian implementasi dirumuskan secara
pendek, dimana “to implement" (mengimplementasikan) berarti “to provide means for carrying
out; to give practical effect to” (menyajikan alat bantu untuk melaksanakan; menimbulkan
dampak/berakibat sesuatu).Menurut Van Meter dan Van Horn (Agustino, 2006: 139)
mendefinisikan implementasi kebijakan sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh
individu-individu atau pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang
diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan.
Masih berkaitan dengan konsep implementasi, Mazmanian dan Sabatier mengatakan bahwa
mengkaji masalah implementasi kebijakan berarti berusaha memahami apa yang senyatanya

Universitas Sumatera Utara

terjadi sesudah program dinyatakan diberlakukan atau dirumuskan, yakni peristiwa-peristiwa dan
kegiatan-kegiatan yang terjadi setelah proses pengesahan kebijakan, baik yang menyangkut
usaha-usaha mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan dampak nyata pada
masyarakat atau pada kejadian-kejadian tertentu. (Fadillah Putra, 2003:84)
Begitupula Lineberry (Fadillah Putra, 2003:81) juga menyatakan bahwa proses
implementasi setidak-tidaknya memiliki empat elemen-elemen sebagai berikut:
1.Pembentukan unit organisasi baru dan staf pelaksana.
2. Penjabaran tujuan ke dalam berbagai aturan pelaksana ( Standard Operating Procedures/ SOP).
3. Koordinasi berbagai sumber dan pengeluaran kepada kelompok sasaran; pembagian tugas di
dalam dan di antara dinas-dinas/ badan pelaksana.
4.Pengalokasian sumber-sumber untuk mencapai tujuan.
Dari pendapat beberapa ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa implementasi
kebijakan dimaksudkan untuk memahami apa yang terjadi setelah suatu program dirumuskan,
serta apa dampak yang timbul dari program kebijakan itu. Di samping itu, implementasi
kebijakan tidak hanya terkait dengan persoalan administratif, melainkan juga mengkaji faktorfaktor lingkungan yang berpengaruh terhadap proses implementasi kebijakan tersebut.
1.5.3Implementasi Kebijakan
Kebijakan yang telah direkomendasikan untuk dipilih oleh pembuat kebijakan (policy
makers) bukanlah jaminan bahwa kebijakan tersebut pasti berhasil dalam implementasinya. Ada
banyak variable yang memepengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan baik yang bersifat
individual maupun kelompok atau institusi. Implementasi dari suatu program melibatkan upaya –
upaya policy makers untuk mempengaruhi birokrat pelaksana agar bersedia memberikan
pelayanan dan mengatur perilaku kelompok sasaran.

Universitas Sumatera Utara

Adapun dalam mengimplemetasikan suatu kebijakan dikenal beberapa model sebagai
berikut:
A. Teori Merilee S. Grindle (1980) (Subarsono, 2009:93)
Keberhasilan implementasi menurut merilee S. Grindle (1980) dipengaruhi dua variable
besar, yakni:
1. variable isi kebijakan (content of policy) mencakup:
a. sejauh mana kepentingan kelompok sasaran atau target groups termuat dalam isi
kebijakan
b. jenis manfaat yang diterima oleh target group
c. sejauh mana perubahan yang diinginkan dari suatu kebijakan
d. apakah letak suatu program sudah tepat
e. apakah suatu kebijakan telah menyebutkan implementornya dengan rinci
f. apakah suatu program didukung oleh sumber daya yang memadai
2. variable lingkungan kebijakan mencakup:
a. seberapa besar kekuasaan, kepentingan, dan strategi yang dimiliki oleh para actor
yang terlibat dalam implementsi kebijakan
b. karakteristik institusi dan rezim yang sedang berkuasa
c. tingkat kepatuhan dan responsivitas kelompok sasaran

Universitas Sumatera Utara

Gambar 1.1. Model Implementasi Grindle
Melaksanakan kegiatan

Tujuan

Dipengaruhi oleh:

kebijakan

(a) Isi Kebijakan
1. Kepentingan yang dipengaruhi
2. Tipe manfaat

Hasil kebijakan

3. Derajat perubahan yang
diharapkan

a. Dampak pada

Tujuan yang

4. Letak pengambilan keputusan

ingin dicapai

5. Pelaksana program

masyarakat, individu,
dan kelompok

Program aksi dan
proyek individu
yang didesain
dan dibiayai
Program yang dijalankan
seperti direncanakan?
Mengukur keberhasilan

B. Teori Donald S. Van Meter dan Carl E. Van Horn (1975) (Subarsono, 2009:99)
Menurut Meter dan Horn, ada lima variabel yang mempengaruhi kinerja implementasi,
yakni:
a. Standar dan sasaran kebijakan

Universitas Sumatera Utara

Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terukur sehingga dapat direalisasikan.
Apabila standar dan sasaran kebijakan kabur, maka akan terjadi multiinterpretasi dan
mudah menimbulkan konflik antara para agen implementasi
b. Sumber daya
Implementasi kebijakan perlu dukungan sumber daya baik sumber daya manusia (human
resourse) maupun sumber daya non manusia (non human resourse)
c. Hubungan antar organisasi
Dalam banyak program, implementasi sebuah program perlu dukungan dan koordinasi
dengan instansi lain. Untuk itu, diperlukan koordinasi dan kerjasama antar instansi bagi
keberhasilan suatu program
d. Karakteristik agen pelaksana
Yang dimaksud karakteristik agen pelaksana adalah mencakup struktur birokrasi, norma
– norma, dan pola – pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi, yang semuanya itu akan
mempengaruhi implementasi suatu program
e. Kondisi sosial, politik, dan ekonomi
Variabel ini mencakup sumber daya ekonomi lingkungan yang dapat mendukung
keberhasilan implementasi kebijakan; sejauhmana kelompok – kelompok kepentingan
memberikan dukungan bagi implementasi kebijakan; karakteristik para partisipan, yakni
mendukung atau menolak; bagaimana sifat opini publik yang ada di lingkungan; dan
apakah elite politik mendukung implementasi kebijakan

Universitas Sumatera Utara

f. Disposisi implementor
Disposisi implementor ini mencakup tiga hal penting, yakni respon implementor terhadap
kebijakan, yang akan mempengaruhi kemauannya untuk melaksanakan kebijakan,
kognisi yaitu pemahamannya terhadap kebijakan,intensitas disposisi implementor, yakni
preferensi nilai yang dimiliki oleh implementor.
Gambar 1.2. Model Impelementasi Van Meter and Van Horn

C.

Teori

George

Edwards

III

(1980)

mengungkapkan

ada

empat

faktor

dalam

mengimplementasikan suatu kebijakan publik yaitu:
1. Komunikasi
2. Sumber daya
3. Disposisi atau perilaku
4. Struktur Birokratik

Universitas Sumatera Utara

Keempat faktor tersebut secara simultan bekerja dan berinteraksi satu sama lain agar
membantu proses implementasi atau sebaliknya menghambat proses implementasi.
Implementasi sebuah kebijakan secara konseptual bisa dikatakan sebagai sebuah proses
pengumpulan sumber daya Alam dan Sumber Daya Manusia dan diikuti dengan penentuan
tindakan-tindakan yang harus diambil untuk mencapai tujuan kebijakan.
Rangkaian tindakan yang diambil tersebut merupakan bentuk transformasi rumusanrumusan yang diputuskan dalam kebijakan menjadi pola-pola operasional yang pada akhirnya
akan menimbulkan perubahan sebagaimana diamanatkan dalam kebijakan yang telah diambil
sebelumnya. Hakikat utama implementasi adalah pemahaman atas apa yang harus dilakukan
setelah sebuah kebijakan diputuskan
Dalam pandangan George C. Edwards yang diikuti dalam buku Leo Agustino (2006:149),
Implementasi kebijakan dipengaruhi oleh empat variable, yaitu:
a. Komunikasi, keberhasilan implementasi kebijakan masyarakat adalah implementor
mengetahui apa yang harus dilakukan. Apa yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan
harus ditransisikan kepada kelompok sasaran sehingga akan mengurangi distorsi
implementasi. Apabila tujuan dan sasaran suatu kebijakan tidak jelas atau bahkan tidak
diketahui sama sekali oleh kelompok- sasaran, maka kemugkinan akan terjadi resistensi dari
kelompok sasaran.
b. Sumber Daya, walaupun isi kebijakan sudah dikomunikasikan secara jelas dan konsisten,
tetapi

apabila

implementator

kekurangan

sumberdaya

untuk

melaksanakan,

implementasitidak akan berjalan efektif. Sumber daya tersebut dapat berwujud sumberdaya
manusia, yakni kompetensi implementor dan sumber daya financial.

Universitas Sumatera Utara

c. Disposisi, merupakan watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor, seperti
komitmen, kejujuran, dan sifat demokratis.
d. Struktur Organisasi, merupakan yang bertugas mengimplementasikan kebijakan memiliki
pengatuh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan.

Tahapan ini tentu saja melibatkan seluruh stake holder yang ada, baik sektor swasta
maupun public, secara kelompok maupun individual. Implementasi kebijakan meliputi tiga unsur
yakni tindakan yang diambil oleh badan atau lembaga administratif; tindakan yang
mencerminkan ketaatan kelompok target serta jejaring sosial politik dan ekonomi yang
mempengaruhi tindakan para stake holder tersebut. Interaksi ketiga unsur tersebut pada akhirnya
akan menimbulkan- dampak, baik dampak yang diharapkan maupun dampak yang tidak
diharapkan.
“Pelaksanaan kebijakan adalah sesuatu yang penting bahkan mungkin jauh lebih penting
dari pada pembuatan kebijakan. Kebijakan-kebijakan hanya akan sekedar berupa impian atau
rencana bagus yang tersimpan rapi dalam arsip kalau tidak diimplementasikan”
Perlu dipahami bahwa implementasi kebijakan merupakan tahapan yang sangat penting
dalam keseluruhan struktur kebijakan, karena melalui prosedur ini proses kebijakan secara
keseluruhan dapat dipengaruhi tingkat keberhasilan atau tidaknya pencapaian tujuan. hal ini
dipertegas oleh Chif J.O Udoji (1981) dengan mengatakan bahwa :
“ Hasil implementasi kebijakan paling tidak terwujud dalam beberapa indicator yakni
hasil atau output yang biasanya terwujud dalam bentuk konkret, keluaran atau outcome yang
biasanya berwujud rumusan target semisal tercapainya pengertian masyarakat atau lembaga,
manfaat atau benefit yang wujudnya beragam; dampak atau impact baik yang diinginkan

Universitas Sumatera Utara

maupun yang tak diinginkan serta kelompok target baik individu atau kelompok “ Chif J.O.
Udoji (1981)
1.5.4 Koordinasi
1.5.4.1 Pengertian Koordinasi
Menurut Leonard D. White dalam buku Sutarto (1984:126), koordinasi adalahpenyesuaian
diri dari bagian – bagian satu sama lain dan gerakan serta pengerjaanbagian – bagian pada saat
yang tepat sehingga masing – masing dapatmemberikan sumbangan yang maksimum pada hasil
secara keseluruhan.
Menurut Henry Fayol dalam buku Sutarto (1984:127), koordinasi berarti mengikatbersama,
menyatukan, dan menselaraskan semua kegiatan dan usaha.Menurut George R. Terry dalam
buku Sutarto (1984:129), koordinasi adalahsinkronisasi yang teratur dari usaha – usaha untuk
menciptakan kepantasankuantitas, waktu, dan pengarahan pelaksanaan yang menghasilkan
keselarasan dankesatuan tindakan untuk tujuan yang telah ditetapkan.
Manajer yang sukses adalah manajer yang dapat melakukan “koordinasi, integrasi, dan
sinkronisasi (KIS)” dengan baik (Hasibuan, 2009:86). Integrasi adalah suatu usaha untuk
menyatukan tindakan – tindakan berbagai badan, instansi, unit, sehingga merupakan suatu
kebulatan pemikiran dan kesatuan tindakan yang terarah pada suatu sasaran yang telah
ditentukan dan disepakati bersama. Sinkronisasi adalah suatu usaha untuk menyesuaikan,
menyelaraskan kegiatan – kegiatan, tindakan – tindakan, unit – unit, sehingga diperoleh
keserasian dalam pelaksanaan tugas atau kerja. Dari pejelasan diatas, maka peneliti berpendapat
bahwa untuk koordinasi dapat dipakai satu istilah yaitu keselarasaan. Baik kesatuan tindakan,
waktu, kesatuan usaha, penyesuaian antar bagian, keseimbangan antar bagian maupun
sinkronisasi semua kegiatan. Atas dasar itu pula, agar tercipta koordinasi yang baik maka di

Universitas Sumatera Utara

dalam organisasi harus ada keselarasan aktivitas antar satuan organisasi atau keselarasan tugas
antar pejabat

1.5.4.2 Fungsi Koordinasi
Fungsi

koordinasi

(Jasin,

1981:79)

ialah

mengsinkronisasikan

dan

melaraskan

kegiatansemua unit departemen organisasi menuju tercapainya suatu hasil akhir yangsama.
Koordinasi menyangkut semua orang, kelompok, unit organisasi, sumberdaya organisasi dan
semua kegiatan yang bekerja sama di dalam setiap organisasi.Tanpa koordinasi terjadi
pemborosan waktu, daya upaya, dan uang yang sangatbanyak untuk menccapai suatu tujuan dari
suatu organisasi.
Fungsi dari koordinasi tersebut akan tercapai bila didukung oleh semuapihak dalam
organisasi. Koordinasi yang baik dimulai dengan sikap pegawai –pegawai, perencanaan, saling
percaya, dan integrasi kegiatan tetap dan terus –menerus dari semua anggota manajemen dan
seluruh angkatan kerja, semangatkelompok yang baik dan moral yang tinggi. Hal ini tidak dapat
tercapai

jikapegawai

yang

berkoordinasi

tidak

merasa

cocok

dengan

pimpinan

yangmengkoordinir kegiatan tersebut. Struktur organisasi juga mempunyai pengaruhyang besar
pada suatu koordinasi, karena menentukan kerangka yang mengurussemua garis komando,
saluran komunikasi dan pola hubungan yang harusdiintegrasikan menjadi satu hasil gabungan
yang serasi.
Dari penjelasan diatas, maka peneliti berpendapat bahwa fungsi koordinasiadalah untuk
mengefisienkan kinerja setiap komponen dalam organisasi gunamencapai hasil yang maksimal
dari tujuan organisasi tersebut.

Universitas Sumatera Utara

1.5.4.3 Prinsip Koordinasi
Prinsip – prinsip yang perlu diterapkan dalam menciptakan koordinasi (Sugandha,
1991:47)antara lain:
a. Adanya kesepakatan dan kesatuan pengertian mengenai sasaran yang harusdicapai dan
kegiatan atau tindakan yang harus dilakukan oleh masing – masingpihak termasuk target dan
jadwalnya.
b. Rancang pertemuan berkala guna memonitor kemajuan, saling tukar informasidari semua
pihak yang bekerja sama mengenai kegiatan dan hasil termasukpemecahan masalah – masalah
yang dihadapi masing – masing pihak.
c. Adanya saling menghormati terhadap wewenang fungsional masing – masingpihak
sehingga tercipta semangat kerja sama untuk saling membantu gunamengefektifkan kegiatan
bersama.
d. Sempurnakan sistem kerja dan sederhanakan bila perlu.
Dari penjelasan di atas, peneliti berpendapat bahwa prinsip terutama darisebuah koordinasi
adalah dirancangnya pertemuan berkala antar organisasi yangberkoordinasi. Dengan adanya
pertemuan berkala, maka akan terjalin komunikasidiantara organisasi tersebut dalam
memonitoring kegiatan satu dengan yang laintermasuk dalam pengambilan keputusan untuk
memecahkan masalah yang adadalam koordinasi tersebut.
1.5.4.4 Manfaat dan Tujuan Koordinasi
Adapun yang menjadi tujuan koordinasi (Hasibuan, 2009:87-88) yaitu:
a. Untuk mengarahkan dan menyatukan semua tindakan, keterampilan spesialis,pemanfaatan
6M, serta pemikiran ke arah tercapainya sasaran perusahaan.

Universitas Sumatera Utara

b.

Untuk

menghindari

kekosongan,

tumpang



tindih

pekerjaan,

kekacauan

danpenyimpangan tugas dari sasaran dan menghindari tindakan overlapping darisasaran
perusahaan.
Apabila dalam organisasi dilakukan koordinasi maka ada beberapamanfaat yang dapat
dipetik daripadanya (Sutarto,1984:131), yaitu:
a. Dengan koordinasi dapat dihindarkan perasaan lepas satu sama lain antarasatuan – satuan
organisasi, dihindarkan pendapat bahwa satuan organisasinyaatau jabatannya merupakan yang
paling penting, pertentangan antar satuanorganisasi atau antar pejabat, rebutan fasilitas, waktu
menunggu

yangmemakan

waktu

lama,

kekosongan

pengerjaan

dan

kekembaran

pengerjaanterhadap sesuatu aktivitas oleh satuan – satuan organisasi .
b. Dengan koordinasi dapat ditumbuhkan kesadaran diantara para pejabat untuksaling bantu
satu sama lain diantara pejabat yang ada dalam satuan organisasiyang sama, saling
memberitahu masalah yang dihadapi bersama, adanyakesatuan langkah antar para pejabat,
sikap antar pejabat dan kesatuankebijaksanaan antar pejabat.
Dari penjelasan diatas, peneliti berpendapat bahwa tujuan dan manfaatkoordinasi adalah
untuk mengefisienkan kinerja untuk mencapai tujuanorganisasi.
1.5.4.5 Tahap-Tahap Koordinasi
Tahap – tahap penting dari koordinasi (Jasin, 1981:87) yaitu:
1. Komunikasi
Kemampuan organisasi untuk melakukan koordinasi akan sangat tergantungpada cara
bagaimana orang mempergunakan sistem komunikasi dengan baik.Pesan yang disampaikan
oleh satu instansi harus bisa diterima dan dimengertioleh instansi yang lain sehingga
pelaksanaan kegiatan antar instansi tersebutakan berjalan dengan baik.

Universitas Sumatera Utara

2. Penentuan waktu
Penentuan waktu yang tepat dan penyusunan jadwal merupakan bagian –bagian pokok
dari koordinasi. Setiap situasi memerlukan suatu analisis yangcermat dan teknik perencanaan
yang baik untuk disesuaikan dengan kebutuhankoordinasi yang akan dijalankan.
3. Fleksibilitas
Hampir setiap prosedur senantiasa berubah. Oleh sebab itu, manajemen harusselalu
waspada terhadap kebutuhan perubahan kegiatan dan perubahan dalamkoordinasi yang
berkaitan dengan kegiatan itu.
4. Pengendalian
Koordinasi dengan sendirinya bergantung pada pengendalian efektif. Pengendalian
biasanya baik, bila diciptakan suasana yang menyebabkan orang – orang bekerja sama
sebagai satu tim. Tetapi, jika orang – orang tersebut tidak ingin bekerja sama, koordinasi
menjadi suatu pekerjaan yang sangat sulit, sekalipun dengan adanya pengendalian yang
efektif.

1.5.4.6 Hambatan Dalam Melakukan Koordinasi
Menurut Handayaningrat (1986:129), yang menjadi hambatan dalam koordinasivertikal
yaitu disebabkan oleh perumusan tugas, wewenang dan tanggung jawabtiap – tiap satuan kerja
kurang jelas. Di samping itu adanya hubungan dan tatakerja yang kurang dipahami oleh pihak –
pihak yang bersangkutan dan terkadangtimbul keraguan di antara yang mengkoordinasi dan yang
dikoordinasi bahwa adahubungan dalam susunan organisasi yang bersifat hierarki.Dan ada pula
hambatan dalam koordinasi fungsional baik dalamkoordinasi horizontal dan koordinasi diagonal

Universitas Sumatera Utara

yaitu disebabkan oleh pihak yangmengkoordinasi dan yang dikoordinir tidak terdapat hubungan
hierarki (gariskomando).
Menurut Sugandha, hambatan di atas menimbulkan beberapa kesalahanyang sering
dilakukan seseorang dalam melakukan usaha pengkoordinasian (Sugandha, 1991:24-25),yaitu
kesalahan anggapan orang mengenai organisasinya sendiri, kesalahananggapan orang mengenai
instansi induknya, kesalahan pandangan mengenai arti koordinasi sendiri, dan kesalahan
pandangan mengenai kedudukan departemennyadi pusat.

1.5.5 Peraturan Daerah
1.5.5.1 Defenisi
Perda dibentuk karena ada kewenangan yang dimiliki daerah otonom dan perintah dari
peraturan-undangan yang lebih tinggi. Kewenangan yang dimaksud adalah kewenangan yang
diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota. Definisi Perda Sesuai dengan ketentuan UU No. 10/2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan, yang dimaksud dengan Peraturan Daerah (Perda) adalah
peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan
persetujuan bersama Kepala Daerah .
Definisi lain tentang Perda berdasarkan ketentuan UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan
Daerah adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk bersama oleh Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah dengan Kepala Daerah baik di Propinsi maupun di Kabupaten/KotaPasal 136 ayat
(2) UU No. 32/2004 mengamanatkan bahwa Perda dibentuk oleh pemerintah daerah dan DPRD

Universitas Sumatera Utara

dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan ; serta ayat (3) Perda yang
dimaksud merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi dengan memperhatikan ciri khas masing-masing daerah .
1.5.5.2 Syarat berdirinya Peraturan Daerah
Perda merupakan produk legislasi pemerintahan daerah, yakni Kepala daerah dan DPRD.
Pasal 140 ayat (1) UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyatakan bahwa
Rancangan Perda dapat berasal dari DPRD, Gubernur, atau Bupati/Walikota. Selanjutnya,
Rancangan Perda harus mendapat persetujuan bersama DPRD dan Gubernur atau Bupati/
Walikota untuk dapat dibahas lebih lanjut. Tanpa persetujuan bersama, rancangan perda tidak
akan dibahas lebih lanjut.
1.5.5.3 Landasan Pembentukan Peraturan Daerah
Dalam Pembentukan Perda paling sedikit harus memuat 3 landasan yaitu:
1. Landasan filosofis adalah landasan yang berkaitan dengan dasaratau ideologi negara;
2.Landasan sosiologis, adalah landasan yang berkaitan dengankondisi atau kenyataan empiris
yang hidup dalam masyarakat,dapat berupa kebutuhan atau tuntutan yang dihadapi
olehmasyarakat, kecenderungan, dan harapan masyarakat.
3.Landasan yuridis, adalah landasan yang berkaitan dengankewenangan untuk membentuk,
kesesuaian antara jenis dan materimuatan, tata cara atau prosedur tertentu, dan tidak
bertentangandengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi,Mengingat perda adalah
produk politis, maka kebijakan daerahyang bersifat politis dapat berpengaruh terhadap substansi

Universitas Sumatera Utara

perda.Oleh karena itu, perlu dipertimbangkan kebijakan politis tersebuttidak menimbulkan
gejolak dalam masyarakat.
1.5.6 Sistem Kesehatan
1.5.6.1 Pengertian Sistem Kesehatan
Sistem adalah suatu keterkaitan di antara elemen-elemen pembentuknya dalam pola
tertentu untuk mencapai tujuan tertentu (System is interconnected parts or elements in certain
pattern of work). Berdasarkan pengertian ini dapat diinterpretasikan ada dua prinsip dasar suatu
sistem, yakni: (1) elemen, komponen atau bagian pembentuk sistem; dan (2) interconnection,
yaitu saling keterkaitan antar komponen dalam pola tertentu. Keberadaan sekumpulan elemen,
komponen, bagian, orang atau organisasi sekalipun, jika tidak mempunyai saling keterkaitan
dalam tata-hubungan tertentu untuk mencapai tujuan maka belum memenuhi kriteria sebagai
anggota suatu sistem.
Jadi Sistem Kesehatan adalah suatu jaringan penyedia pelayanan kesehatan (supply side)
dan orang-orang yang menggunakan pelayanan tersebut (demand side) di setiap wilayah, serta
negara dan organisasi yang melahirkan sumber daya tersebut, dalam bentuk manusia maupun
dalam bentuk material. Dalam definisi yang lebih luas lagi, sistem kesehatan mencakup sektorsektor lain seperti pertanian dan lainnya. (WHO; 1996).
1.5.6.2 Sistem Kesehatan Kota Medan (SKK)
Sistem Kesehatan Kota merupakan suatu pedoman penyelenggaraan pembangunan
kesehatan di wilayah kota medan, yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah, swasta, dan
masyarakat.

Universitas Sumatera Utara

A. Tujuan Sistem kesehatan kota medan :
1. Mewujudkan tatanan kesehatan yang mampu melibatkan partisipasi semua unsur terkait
dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat kota.
2. Mewujudkan pembangunan kota berwawasan kesehatan.
3. Mewujudkan kemandirian daerah dalam bidang kesehatan.
4. Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang aman, adil, terjangkau serta terbuka bagi
masyarakat.
5. Dan meningkatkan akses masyarakat untuk memperoleh kesehatan masyarakat(Sumber :
Peraturan Daerah Nomor 4 tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Kota Medan)

B. Ruang lingkup Sistem Kesehatan Kota Medan :
1. Upaya kesehatan
2. Regulasi Kesehatan
3. Pembiyaan Kesehatan
4. Sumberdaya manusia kesehatan
5. Sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan
6. Manajemen dan informasi kesehatan
7. Pemberdayaan masyarakat (Sumber : Peraturan Daerah Nomor 4 tahun 2012 tentang
Sistem Kesehatan Kota Medan)
C. SPM Bidang Kesehatan :
1. Upaya-upaya kesehatan dilakukan sesuai dengan SPM bidang kesehatan.

Universitas Sumatera Utara

2. Pemerintah daerah menjamin pembiyaan untuk penyelenggaraan pelayanan kesehatan
sekurang-kurangnya sesuai dengan SPM bidang kesehatan, yang pemenuhannya
dilakukan secara bertahap.
3. SPM bidang kesehatan menjadi salah satu acuan dalam penentuan target pertahun
pembangunan kesehatan kota.
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai SPM bidang kesehatan, diatur lebih lanjut dengan
peraturan Walikota.(Sumber : Peraturan Daerah Nomor 4 tahun 2012 tentang Sistem
Kesehatan Kota Medan)
D. Koordinasi dan Kerja Sama Lintas Sektor
1. Rumah Sakit
2. Sektor Pendidikan
3. Kantor Kementerian Agama
4. Sektor Tenaga Kerja
5. Sektor Perdagangan Perindustrian dan Koperasi
6. Sektor Pembangunan Keluarga Sejahtera
7. Unsur Kepolisian
8. Sektor Sosial
9. Badan Pusat Statistik
10. Sektor Sarana dan Prasarana Pemukiman
11. Perusahaan Daerah Air Minum
12. Sektor Kependudukan dan Catatan Sipil
13. Sektor Lingkungan Hidup
14. Palang Merah Indonesia

Universitas Sumatera Utara

15. Sektor Pertanian, Peternakan dan Ketahanan Pangan
16. Sektor Ketentraman dan Ketertiban
17. Sektor Perhubungan
18. Sektor Pariwisata dan Budaya
19. Sektor Penanggulangan Bencana
20. Sektor Pemuda dan Olahraga
21. Sektor Pekerjaan Umum
22. Sektor Kebersihan
23. Komisi Penanggulangan AIDS
24. Sektor Swasta dan Masyarakat (Sumber : Peraturan Daerah Nomor 4 tahun 2012 tentang
Sistem Kesehatan Kota Medan)
1.6 Defenisi Konsep
Konsep merupakan istilah atau defenisi yang dipergunakan untuk menggambarkan secara
abstrak kejadian, kelompok, atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial
(Singarimbun, 1995). Konsep menegaskan dan menetapkan apa yang akan diobservasi, dan juga
memungkinkan peneliti untuk mengomunikasikan hasil-hasil penelitian (Suyanto, 2008). Agar
memperoleh pembatasan yang jelas dari setiap konsep yang diteliti, maka penulis
mengemukakan defenisi konsep sebagai berikut :
a. Implementasi adalah tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu atau
pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada
tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan.
b. Peraturan Daerah (Perda) adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah dengan persetujuan bersama Kepala Daerah.

Universitas Sumatera Utara

c. Sistem Kesehatan Kota Medan (SKK) adalah suatu pedoman penyelenggaraan pembangunan
kesehatan di wilayah kota medan, yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah, swasta, dan
masyarakat. Dimana fokus dari penelitian ini ingin melihat bagaimana koordinasi dan kerja
sama lintas sektor terkait.
d. Implementasi Kebijakan Perda Kota Medan Nomor 4 tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan
Kota Medan merupakan penerapan kebijakan pemerintah daerah dalam membangun
kesehatan melalui koordinasi dan kerja sama lintas sector.
1.7 Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, kerangka teori, defenisi konsep, dan sistematika penulisan.
BAB II

METODE PENELITIAN

Bab ini memuat bentuk penelitian, lokasi penelitian, informan penelitian, teknik pengumpulan
data dan teknik analisis data.
BAB III

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini memuat tentang gambaran atau karakteristik lokasi penelitian berupa sejarah singkat, visi
dan misi, produk pelayanan danstruktur organisasi.
BAB IV

PENYAJIAN DATA

Bab ini menguraikan hasil data dari kajian dan analisa data yang diperoleh

lapangan dan

penyajiannya.

Universitas Sumatera Utara

BAB V

ANALISA DATA

Bab ini berisikan analisa data dari setiap data yang disajikan yang diperoleh setelah melakukan
penelitian dilapangan.
BAB VI

PENUTUP

Bab ini berisikan kesimpulan dan saran atas hasil penelitian yang dilakukan

Universitas Sumatera Utara