Implementasi Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor : Per-09/MBU/2012 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance) pada Badan Usaha Milik Negara (Analisis Penerapan Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance di Lingkungan Int

(1)

IMPLEMENTASI PERATURAN MENTERI NEGARA BUMN NO. : PER-09/MBU/2012 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK (GOOD CORPORATE GOVERNANCE)

PADA BADAN USAHA MILIK NEGARA (ANALISIS PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP GCG

DI LINGKUNGAN INTERNAL PERUM BULOG DIVRE SUMUT)

SKRIPSI

Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Menyelesaikan

Pendidikan Sarjana (S-1) Pada Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Oleh:

SUSI YANTI RESTINA BR PASARIBU 1 1 0 9 0 3 0 1 5

DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi ini disetujui untuk diperbanyak dan dipertahankan oleh : Nama : Susi Yanti R

NIM : 110903015

Departemen : Ilmu Administrasi Negara

Judul : Implementasi Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor : Per-09/MBU/2012 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance) pada Badan Usaha Milik Negara (Analisis Penerapan Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance di Lingkungan Internal Perusahaan Umum BULOG Divisi Regional Sumatera Utara)

Medan, Agustus 2015

Dosen Pembimbing Ketua Departemen

Ilmu Administrasi Negara

Hatta Ridho, S.Sos, M.SP Drs. Rasudyn Ginting, M.Si

NIP. 19710513200604100 NIP. 195908141986011002

Dekan, FISIP USU MEDAN

Prof. Dr. Badaruddin, M.Si NIP. 196805251992031002


(3)

ABSTRAK

Nama : Susi Yanti Restina Br Pasaribu Departemen : Ilmu Administrasi Negara

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara Dosen Pembimbing : Hatta Ridho, S.Sos, M.SP

Judul : Implementasi Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor: PER-09/MBU/2012 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik (Good Corporate Governance) pada Badan Usaha Milik Negara (Analisis Penerapan Prinsip-Prinsip GCG di Lingkungan Internal Perusahaan Umum BULOG Divisi Regional Sumatera Utara)

Skripsi ini membahas penerapan Good Corporate Governancei (GCG) dengan prinsip-prinsip transparansi (transparency), akuntabilitas (accountability), pertanggungjawaban (responsibility), kemandirian (independency), dan kewajaran (fairness). Penerapan prinsip-prinsip GCG memiliki peranan penting dalam memaksimalkan nilai perusahaan dengan membentuk sistem manajemen yang mendukung dan memajukan kreatifitas dan kewirausahaan yang berkualitas.

Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan secara mendalam dan mengetahui kendala yang dihadapi dalam penerapan prinsip-prinsip GCG di lingkungan internal Perusahaan Umum BULOG Divisi Regional Sumatera Utara. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif dengan metode penelitian kualitatif. Berdasarkan penggunaan waktu, penelitian ini termasuk ke dalam penelitian cross sectional. Berdasarkan manfaatnya, penelitian ini termasuk penelitian murni. Hasil akhir dari penelitian ini yaitu prinsip-prinsip GCG telah diterapkan di lingkungan internal Perusahaan Umum BULOG Divisi Regional Sumatera Utara. Namun masih ada hal-hal yang perlu diperbaiki dan ditambahkan sebagai bentuk kebijakan perusahaan dalam penerapan GCG di lingkungan internal Perum BULOG Divisi Regional Sumatera Utara. Kata kunci: Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance), Transparansi (Transparency), Akuntabilitas (Accountability), Pertanggungjawaban (Responsibility), Kemandirian (Independency),


(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat serta hidayah-Nya sehingga proses penelitian dan penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan oleh penulis sesuai dengan waktu yang direncanakan.

Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Universitas Sumatera Utara. Dalam penulisan skripsi ini, tentunya banyak pihak yang telah memberikan bantuan baik moril maupun materil. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang tiada hingganya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, Msi selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Rasudyn Ginting, Msi selaku Ketua Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dra. Elita Dewi, Msp selaku Sekretaris Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. 4. Bapak Hatta Ridho S.Sos, M.SP selaku dosen pembimbing skripsi yang

telah memberikan waktu, tenaga, sumbangan pemikiran, dan yang dengan sabar membimbing dan mengarahkan penulis dari awal hingga selesainya skripsi ini.


(5)

5. Bapak Dadang Darmawan, S.Sos, M.Si selaku dosen penguji skripsi yang telah memberikan masukan dan membantu pengembangan isi skripsi dan pengetahuan penulis.

6. Seluruh Staff Pegawai Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara yang telah membantu penulis segala urusan administrasi.

7. Buat yang teristimewa, kedua orangtuaku, yang telah membesarkan dan mendidik aku. Maaf belum bisa menjadi yang terbaik dan terimakasih untuk 21 tahun yang indah.

8. Buat adik kecilku tersayang, Sri Philian Rezeki.

9. Buat teman-teman yang selalu setia mendukung, memberi semangat dan membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

10. Buat semua pihak yang terlilbat dalam penulisan skripsi ini, baik secara langsung maupun tidak langsung. Terimakasih banyak.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, maka saran dan kritik yang konstruktif dari semua pihak sangat diharapkan demi penyempurnaan selanjutnya. Akhirnya hanya kepada Tuhan kita kembalikan semua urusan dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi penulis dan para pembaca pada umumnya.

Medan, Agustus 2015 Penulis


(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR GAMBAR ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Fokus Masalah ... 5

1.3 Rumusan Masalah ... 5

1.4 Tujuan Penelitian ... 6

1.5 Manfaat Penelitian ... 6

BAB II KERANGKA TEORI ... 7

2.1 Kebijakan Publik ... 7

2.1.1 Tahapan Kebijakan Publik ... 9

2.2 Implementasi Kebijakan Publik ... 11

2.2.1 Model Implementasi Kebijakan Publik ... 13

2.3 Badan Usaha Milik Negara ... 20

2.4 Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance) .... 24

2.4.1 Prinsip-Prinsip Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance) ... 28

2.6 Tujuan dan Manfaat Penerapan Prinsip-Prinsip Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance) di Lingkungan Internal Badan Usaha Milik Negara ... 30

2.7 Penelitian Terdahulu ... 31

2.8 Defenisi Konsep ... 32

BAB III METODE PENELITIAN ... 33

3.1 Bentuk Penelitian ... 33

3.2 Lokasi Penelitian ... 35

3.3 Informan Penelitian ... 35

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 36

3.5 Teknik Analisis Data ... 37

3.6 Etika Penelitian ... 38

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN ... 40

4.1 Sejarah Perusahaan Umum BULOG ... 40

4.2 Visi dan Misi Perusahaan Umum BULOG ... 42

4.3 Tugas Pokok dan Fungsi Perusahaan Umum BULOG ... 46

4.4 Gambaran Umum Perusahaan Umum BULOG Divisi Regional Sumatera Utara ... 50

4.4.1 Sejarah Pendirian ... 50


(7)

4.4.3 Pembagian Tugas dan Tanggungjawab ... 59

BAB V PENYAJIAN DATA ... 67

5.1 Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance) di Lingkungan Internal Perusahaan Umum BULOG Divisi Regional Sumatera Utara ... 67

5.2 Penerapan Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance di Lingkungan Internal Perusahaan Umum BULOG Divisi Regional Sumatera Utara ... 70

5.3 Kendala dalam Penerapan Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance di Lingkungan Internal Perusahaan Umum BULOG Divisi Regional Sumatera Utara ... 82

BAB VI ANALISIS DATA ... 83

6.1 Transparansi (Transparency) ... 83

6.2 Akuntabiitas (Accountability) ... 85

6.3 Pertanggungjawaban (Responsibility) ... 87

6.4 Kemandirian (Independency) ... 99

6.5 Kewajaran (Fairness) ... 90

BAB VII PENUTUP ... 92

7.1 Kesimpulan ... 92

7.2 Saran ... 94 DAFTAR PUSTAKA


(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Model Implementasi Kebijakan Publik Van Meter dan Van

Horn ... 16

Gambar 2.2 Model Implementasi Kebijakan Publik George C. Edward III ... 21

Gambar 4.1 Logo Perum BULOG ... 46

Gambar 4.1 Logo Perum BULOG ... 46

Gambar 4.2 Struktur Organisasi Perum BULOG Divre Sumut ... 60


(9)

ABSTRAK

Nama : Susi Yanti Restina Br Pasaribu Departemen : Ilmu Administrasi Negara

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara Dosen Pembimbing : Hatta Ridho, S.Sos, M.SP

Judul : Implementasi Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor: PER-09/MBU/2012 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik (Good Corporate Governance) pada Badan Usaha Milik Negara (Analisis Penerapan Prinsip-Prinsip GCG di Lingkungan Internal Perusahaan Umum BULOG Divisi Regional Sumatera Utara)

Skripsi ini membahas penerapan Good Corporate Governancei (GCG) dengan prinsip-prinsip transparansi (transparency), akuntabilitas (accountability), pertanggungjawaban (responsibility), kemandirian (independency), dan kewajaran (fairness). Penerapan prinsip-prinsip GCG memiliki peranan penting dalam memaksimalkan nilai perusahaan dengan membentuk sistem manajemen yang mendukung dan memajukan kreatifitas dan kewirausahaan yang berkualitas.

Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan secara mendalam dan mengetahui kendala yang dihadapi dalam penerapan prinsip-prinsip GCG di lingkungan internal Perusahaan Umum BULOG Divisi Regional Sumatera Utara. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif dengan metode penelitian kualitatif. Berdasarkan penggunaan waktu, penelitian ini termasuk ke dalam penelitian cross sectional. Berdasarkan manfaatnya, penelitian ini termasuk penelitian murni. Hasil akhir dari penelitian ini yaitu prinsip-prinsip GCG telah diterapkan di lingkungan internal Perusahaan Umum BULOG Divisi Regional Sumatera Utara. Namun masih ada hal-hal yang perlu diperbaiki dan ditambahkan sebagai bentuk kebijakan perusahaan dalam penerapan GCG di lingkungan internal Perum BULOG Divisi Regional Sumatera Utara. Kata kunci: Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance), Transparansi (Transparency), Akuntabilitas (Accountability), Pertanggungjawaban (Responsibility), Kemandirian (Independency),


(10)

BAB I

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Dalam sistem perekonomian nasional, BUMN merupakan sarana pemerintah yang berperan untuk menghasilkan barang dan/atau jasa yang diperlukan dalam rangka mewujudkan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Menurut Kwik Kian Gie, BUMN berperan sebagai agen pembangunan, pemerataan kemakmuran, instrumen penjaga harga, menghasilkan laba, dan benteng pertahanan terhadap persaingan global. Menurut Dibyo, sebagai suatu organisasi, BUMN memang memiliki sifat yang unik. Di satu pihak, sebagai agen pembangunan dituntut mengemban kebijaksanaan dan program pemerintah, sementara itu di sisi lain harus tetap berfungsi sebagai unit usaha komersial yang beroperasi berdasarkan kaidah dan prinsip-prinsip usaha yang sehat. Bahkan menurut Dibyo, dalam beberapa hal “ambivalensi” kedua fungsi tersebut seringkali kurang bisa berjalan selaras bahkan tidak tertutup kemungkinan timbulnya kerancuan persepsi dalam jajaran manajemen BUMN yang berakibat menyulitkan manajemen dalam menentukan langkah-langkah strategis maupun operasional.

Untuk dapat mengoptimalkan peran serta mempertahankan keberadaannya dalam perkembangan ekonomi dunia yang semakin terbuka dan kompetitif, BUMN perlu menumbuhkan budaya korporasi dan profesionalisme melalui pembenahan pengurusan dan pengawasan. Dalam Bab I Pasal 1 ayat (4) Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN disebutkan bahwa pengurusan dan pengawasan BUMN harus dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik (Good


(11)

Corporate Governance)yang selanjutnya disebut GCG. Peranan penting BUMN dalam penyelenggaraan perekonomian nasional guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat membuat BUMN tidak memiliki pilihan lain kecuali harus melihat GCG bukan sebagai asesoris belaka tetapi suatu sistem nilai dan best practices yang sangat fundamental untuk dapat mengoptimalkan perannya dan mampu mempertahankan keberadaannya dalam perkembangan ekonomi dunia yang semakin terbuka dan kompetitif.

Sepanjang tahun 2002 diberlakukan beberapa peraturan tentang kewa jiban menerapkan GCG di lingkungan BUMN. Pada tanggal 4 Juni 2002 diberlakukan Keputusan Menteri BUMN Nomor Kep-103/MBU/2002 tentang Pembentukan Komite Audit bagi BUMN. Peraturan tentang komite audit tersebut ditindaklanjuti dengan memberlakukan Keputusan Menteri BUMN Nomor Kep-117/M-MBU/2002 tanggal 1 Agustus 2002 tentang Penerapan Praktik Good Corporate Governance pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Peraturan tersebut telah mengalami perubahan dan yang terakhir diperbaharui pada tanggal 6 Juli 2012 dengan Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor: Per-09/MBU/2012. Ketentuan peraturan tersebut dimaksudkan untuk memberikan pedoman yang lebih rinci bagi BUMN dalam menerapkan GCG berdasarkan prinsip-prinsip transparansi (transparency), akuntabilitas (accountability), pertanggungjawaban (responsibility), kemandirian (independency), serta kewajaran (fairness).

Tetapi BUMN atau perusahaan manapun bukanlah “mahkluk” immortal yang dapat selalu memberi keuntungan dan tetap bertahan dalam lingkungan bisnis yang terus berubah. Bagaikan tubuh manusia, BUMN dapat terkena virus bahkan virus mematikan, baik yang bersifat internal maupun eksternal dengan masalah pengelolaan


(12)

perusahaan (corporate governance) yang tetap menjadi perhatian utama. Dalam kenyataannya, kinerja BUMN dinilai belum memadai, seperti tampak pada rendahnya laba yang diperoleh dibandingkan modal yang ditanamkan serta kasus korupsi yang terjadi pada BUMN menunjukkan kualitas pengelolaan perusahaan yang buruk pada BUMN.

Dalam rangka pengelolaan usaha logistik pangan pokok nasional secara mandiri, baik yang bersifat pelayanan masyarakat maupun bersifat komersial, dengan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2003 yang berlaku sejak tanggal 20 Januari 2003, didirikan Perusahaan Umum BULOG (Perum BULOG). Perum BULOG merupakan BUMN yang diberi tugas dan wewenang untuk menyelenggarakan usaha pangan pokok dan usaha lainnya yang sifatnya menyediakan pelayanan bagi kemanfaatan umum dan sekaligus memupuk keuntungan berdasarkan prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang baik (Good Corporate Governance).

Mengingat fungsi dan tugas Perum Bulog yang sangat penting, banyak pula kasus-kasus korupsi yang terjadi. Salah satu kasus yang menarik perhatian masyarakat adalah tertangkapnya Direktur Utama Perum Bulog, Widjanarko Puspoyo karena korupsi impor sapi potong fiktif sebesar Rp 11 milyar untuk pasokan kebutuhan Hari Raya Lebaran dan Natal pada tahun 2007 (kompas, 20 Maret 2007) dan telah menampung dana yang merupakan hadiah kepada Widjanarko Puspoyo selaku kepala Bulog yang berasal dari rekanan Bulog dalam pengadaan Beras Nasional dengan menggunakan rekening pada Bank Bukopin (Kejaksaan.go.id). Kasus ini merupakan salah satu kasus yang menunjukkan adanya “Bad Corporate Governance” yang


(13)

terkhusus di Perum Bulog. Hal ini memberi dampak menurunnya image dan kepercayaan Perum Bulog dimata publik.

Perusahaan Umum BULOG Divisi Regional Sumatera Utara (Perum BULOG Divre Sumut) adalah salah satu BUMN yang turut serta dalam rangka mengemban amanah Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor : Per-09/MBU/2012 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance) pada Badan Usaha Milik Negara. Perum BULOG Divre Sumut menjalankan dua tugas secara bersamaan, yaitu pelaksanaan kegiatan pelayanan publik dan kegiatan perencanaan & pengembangan usaha khususnya di bidang perberasan.

Penerapan tata kelola perusahaan yang baik atau Good Corporate Governance (GCG) merupakan keharusan dan landasan penting bagi keberhasilan mewujudkan visi dan misi serta kelangsungan usaha perusahaan. Namun berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan Bapak Amsyaruddin, staff bidang Pengawasan Perum BULOG Divisi Regional Sumatera Utara menyatakan bahwa GCG merupakan hal baru terutama bagi para karyawan sehingga upaya sosialisasi masih dilakukan hingga sekarang. Ketika sebuah kebijakan diterapkan tentu akan ada kendala yang dihadapi dan perlu diketahui apakah kebijakan tersebut benar-benar tepat untuk menjawab permasalahan dalam organisasi, terutama permasalahan yang dihadapi oleh Perum BULOG Divre Sumut. Oleh karena itu, peneli tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Implementasi Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor: Per-09/MBU/2012 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance) pada Badan Usaha Milik Negara” dengan sub judul “Analisis


(14)

Penerapan Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance di Lingkungan Internal Perusahaan Umum BULOG Divisi Regional Sumatera Utara”.

1.2 Fokus Masalah

Dalam penelitian kualitatif perlu dibuat batasan masalah yang berisi fokus atau pokok permasalahn yang diteliti. Ini bertujuan untuk memperjelas dan mempertajam pembahasan. Penelitian ini difokuskan pada penerapan prinsip-prinsip Good Corporate Governance di lingkungan internal Perusahaan Umum BULOG Divisi Regional Sumatera Utara dengan melihat kendala-kendala yang dihadapi dan keterkaitan diantara keduanya.

1.3 Rumusan Masalah

Mengacu pada latar belakang dan fokus masalah, maka rencana penelitian ini menjadi menarik. Rumusan pertanyaan permasalahan penelitian ini adalah: “Bagaimana penerapan prinsip-prinsip Good Corporate Governance di lingkungan internal Perusahaan Umum Bulog Divisi Regional Sumatera Utara?”.

1.4 Tujuan Penelitian

1. Untuk menggambarkan secara mendalam penerapan prinsip-prinsip Good Corporate Governance di lingkungan internal Perusahaan Umum BULOG Divisi Regional Sumatera Utara.

2. Untuk mengetahui kendala yang dihadapi dalam penerapan prinsip-prinsip Good Corporate Governance di lingkungan internal Perusahaan Umum BULOG Divisi Regional Sumatera Utara.


(15)

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Secara subjektif, penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan wawasan dan melatih kemampuan penulis dalam pembuatan karya ilmiah.

2. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan ilmiah dan menjadi sumber referensi bagi pembaca.

3. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi Perusahaan Umum BULOG Divisi Regional Sumatera Utara dalam hal penerapan prinsip-prinsip Good Corporate Governance.


(16)

BAB II

KERANGKA TEORI

Secara umum, teori adalah sebuah sistem konsep abstrak yang mengindikasikan adanya hubungan diantara konsep-konsep tersebut yang membantu kita memahami sebuah fenomena. Sehingga bisa dikatakan bahwa suatu teori adalah suatu kerangka kerja konseptual untuk mengatur pengetahuan dan menyediakan suatu cetak biru untuk melakukan beberapa tindakan selanjutnya. Dalam Nazir (1983:19), Kerlinger mendefinisikan teori sebagai sebuah set konsep atau construct yang berhubungan satu dengan lainnya, suatu set dari proporsi yang mengandung suatu pendangan sistematis dari fenomena.

Untuk memperoleh pemahaman yang sama atas konsep-konsep yang digunakan dalam penelitian ini dan menjadi kerangka berfikir bagi peneliti, maka berikut beberapa konsep yang dianggap relevan dengan permasalahan penelitian yang dibahas.

2.1 Kebijakan Publik

Secara etimologi, kebijakan publik terdiri atas dua kata, yaitu kebijakan dan publik. Dari kedua kata yang saling berkaitan tersebut, oleh Graycar dalam Kaban (2008:59) kebijakan dapat dipandang dari empat perspektif, yaitu filosofis, produk, proses, dan kerangka kerja. Sebagai suatu konsep filosofis, kebijakan dipandang sebagai serangkaian prinsip atau kondisi yang diinginkan. Sebagai suatu produk, kebijakan diartikan sebagai serangkaian kesimpulan atau rekomendasi. Sebagai suatu proses, kebijakan menunjuk pada cara dimana melalui cara tersebut suatu organisasi dapat


(17)

mengetahui apa yang diharapkan darinya yaitu program dan mekanisme dalam mencapai produknya. Sedangkan sebagai suatu kerangka kerja, kebijakan merupakan suatu proses tawar-menawar dan negoisasi untuk merumuskan isu-isu dan metode implementasinya.

Sedangkan W. Wilson dalam buku Parsons (2008:15) memandang hal lain dari makna modern gagasan “kebijakan” (policy), yaitu seperangkat aksi atau rencana yang mengandung tujuan politik yang berbeda dengan makna “administration”. Kata policy mengandung makna kebijakan sebagai rationale, sebuah manifestasi dari penilaian yang penuh pertimbangan.Lebih lanjut Wayne Parsons memberi definisi kebijakan adalah usaha untuk mendefinisikan dan menyusun basis rasional untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan.

Selanjutnya, masih dalam buku Parsons pengertian kebijakan tampak lebih jelas dari definisi yang dikemukakan oleh Anderson yaitu bahwa istilah “kebijakan” atau “policy” dipergunakan untuk menunjuk perilaku seorang aktor (misalnya seorang pejabat, suatu kelompok, maupun suatu lembaga pemerintah) atau melihat aktor dalam suatu bidang kegiatan tertentu. Sedangkan Charles O. Jones (1994) melihat kata kebijakan sering digunakan dan dipertukarkan maknanya dengan tujuan, program, keputusan, hukum, proposal, dan maksud besar tertentu. Pergantian makna tersebut menurut Jones memang bukanlah masalah, hanya saja biasanya dalam hubungan atau kaitan teknis atau administratif tertentu kata ini mempunyai acuan khusus yang hanya dimengerti oleh kelompok tertentu.


(18)

Sementara itu, gagasan tentang publik berasal dari Bahasa Inggris yaitu public yang berarti (masyarakat) umum dan juga rakyat. Menurut Parsons (2008:3), publik itu sendiri berisi aktivitas manusia yang dipandang perlu untuk diatur atau diintervensi oleh pemerintah atau aturan sosial, atau setidaknya oleh tindakan bersama.

Jika digabungkan, rumusan kebijakan publik yang dikemukakan Thomas R. Dye (dalam Winarno, 2002:15) adalah apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan dan tidak dilakukan. Sedikit berbeda dengan Wildavsky, dalam Kusumanegara (2010) yang mendefinisikan kebijakan publik merupakan suatu hipotesis yang mengandung kondisi-konsisi awal dari aktivitas pemerintah dan akibat-akibat yang bisa diramalkan. Selanjutnya, menurut Anderson dalam Winarno (2002) sifat kebijakan publik sebagai arah tindakan dapat dipahami secara lebih baik bila konsep ini dirinci menjadi beberapa kategori, seperti tuntutan-tuntutan kebijakan (policy demands), keputusan-keputusan kebijakan (policy decisions), pernyataan-pernyataan kebijakan (policy statements), hasil-hasil kebijakan (policy outputs), dan dampak-dampak kebijakan (outcomes).

2.1.1 Tahapan Kebijakan Publik

Proses analisis kebijakan adalah serangkaian aktivitas intelektual yang dilakukan di dalam proses kegiatan yang pada dasarnya bersifat politis. Aktivitas politis tersebut dijelaskan sebagai proses pembuatan kebijakan dan divisualisasikan sebagai serangkaian tahap yang saling bergantung yang diatur menurut urutan waktu: penyusunan agenda kebijakan, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi kebijakan, dan penilaian kebijakan (Willian N. Dunn, 2003). Sedangkan aktivitas


(19)

perumusan masalah, peramalan (forecasting), rekomendasi kebijakan, pemantauan (monitoring), dan evaluasi kebijakan adalah aktivitas yang lebih bersifat intelektual.

Dalam memecahkan masalah yang dihadapi kebijakan publik, lebih lanjut Dunn mengemukakan tahapan analisis yang harus dilakukan, yaitu:

1. Penetapan agenda kebijakan (Agenda setting)

Perumusan masalah dapat memasok pengetahuan yang relevan dengan kebijakan yang mempersoalkan asumsi-asumsi yang mendasari definisi masalah dan memasuki proses pembuatan kebijakan melalui penyusunan agenda. Perumusan masalah dapat membantu menemukan asumsi-asumsi yang tersembunyi, mendiagnosis penyebab-penyebabnya, memetakan tujuan-tujuan yang memungkinkan, memadukan pandangan-pandangan yang bertentangan, dan merancang peluang-peluang kebijakan yang baru. Perumus kebijakan harus difasilitasi berupa dukungan sosial, dukungan politik, dukungan budaya.

2. Formulasi Kebijakan (Policy Formulation)

Dalam tahap formulasi kebijakan, peramalan dapat menyediakan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan tentang masalah yang akan terjadi di masa mendatang sebagai akibat dari diambilnya alternatif, termasuk tidak melakukan sesuatu.

3. Adopsi Kebijakan (Policy Adoption)

Pada tahap ini, pengambil kebijakan terbantu dalam rekomendasi yang membuahkan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan tentang manfaat atau biaya dari berbagai alternatif yang akibatnya di masa mendatang telah diestimasikan melalui peramalan.


(20)

Pemantauan atau monitoring menyediakan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan tentang akibat dari kebijakan yang diambil sebelumnya terhadap pengambil kebijakan pada tahap implementasi kebijakan. Pemantauan membantu menilai tingkat kepatuhan, menemukan akibat-akibat yang tidak diinginkan dari kebijakan dan program, mengidentifikasi hambatan dan rintangan implementasi, dan menemukan letak pihak-pihak yang bertanggung jawab pada setiap tahap kebijakan. Proses implementasi membutuhkan fasilitas seperti tim, lembaga, peraturan, dan sumberdaya.

5. Evaluasi Kebijakan (Policy Evaluation)

Evaluasi kebijakan membuahkan pengetahuan yang relevan terhadap kebijakan. Terdapat kriteria yang ditentukan menjadi dasar untuk menilai tentang kesesuaian antara kinerja kebijakan yang diharapkan dengan yang benar-benar dihasilkan.

2.2 Implementasi Kebijakan Publik

Pemerintah membuat kebijakan publik karena ada sesuatu hal yang urgent dan berpengaruh dengan kepentingan publik. Kebijakan ini tentunya harus ditentukan secara tepat dan efektif bagi kelangsungan hidup publik. Hessel Nogi dalam S. Tangkilisan (2003:2) berpendapat bahwa jika sebuah kebijakan diambil secara tepat, maka kemungkinan kegagalan pun masih bisa terjadi, jika proses implementasi tidak tepat. Bahkan sebuah kebijakan yang brilian sekalipun jika diimplementasikan buruk bisa gagal untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan para perancangnya. Dalam Solichin (1990:4), Thomas R. Dye mengatakan public policy is whatever governments do, why they do it, and what different it makes. Dari definisi tersebut, Dye tampak berfokus pada pendeskripsian dan penjelasan tentang sebab dan akibat terhadap tindakan yang


(21)

dilakukan pemerintah. Kebijakan publik yang sudah dibuat dengan tepat harus dapat diimplementasikan dengan baik bila ingin mencapai sasaran yang ditargetkan.

Hal yang paling penting dalam proses kebijakan adalah pengimplementasiannya. Secara etimologi, implementasi berasal dari bahasa Inggris, yaitu to implement, it means to provide the means for carrying out (menyediakan sarana untuk melakukan sesuatu) dan to give practical effect to (untuk menimbulkan dampak/akibat terhadap sesuatu). Sesuatu yang dimaksud dilakukan untuk menimbulkan dampak atau akibat berupa undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan peradilan dan kebijakan yang dibuat oleh lembaga-lembaga pemerintah dalam kehidupan kenegaraan.

Dalam Syaukani, Gaffar, dan Rasyid, M. Ryaas (2002:295) Pressman dan Wildavsky merumuskan implementasi sebagai proses interaksi diantara perangkat tujuan dan tindakan yang mampu untuk meraihnya, serta serangkaian aktifitas langsung dan diarahkan untuk menjadikan program berjalan, dimana aktifitas tersebut mencakup:

a. Organisasi, yaitu pembentukan atau penataan kembali sumber daya, unit-unit serta metode untuk menjadikan program berjalan;

b. Interpretasi, yaitu menafsirkan agar program menjadi rencana dan pengarahan yang teoat untuk dapat diterima dan dilaksanakan;

c. Penerapan, yaitu ketentuan rutin dari pelayanan, pembayaran, atau lainnya yang dapat disesuaikan dengan tujuan atau perlengkapan program.

Sedangkan Mazmanian dan Sebatier, dalam Solichin (1990:51) mengatakan bahwa makna implementasi adalah apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program dinyatakan berlaku atau dirumuskan merupakan fokus perhatian implementasi


(22)

kebijakan, yakni kejadian-kejadian dan kegiatan-kegiatan yang timbul sesudah disahkannya usaha-usaha untuk mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan akibat/dampak nyata pada masyarakat atau kejadian-kejadian.

2.2.1 Model Implementasi Kebijakan Publik

Dalam Tangkilisan (2003:20), implementasi kebijakan publik memiliki beberapa model implementasi kebijakan, yaitu:

1. Model Gogin

Untuk mengimplementasikan kebijakan dengan model Gogin ini dapat mengidentifikasikan variabel-variabel yang mempengaruhi tujuan-tujuan formal pada keseluruhan implementasi, yaitu: 1) bentuk dan isi kebijakan, termasuk didalamnya kemampuan kebijakan untuk menginstruksikan proses implementasi, 2) kemampuan organisasi dengan segala sumber daya berupa dana maupun insentif lainnya yang akan mendukung implementasi secara efektif, dan 3) pengaruh lingkungan dari masyarakat dapat berupa karakteristik, motivasi, kecenderungan hubungan antara warga masyarakat, termasuk pola komunikasinya.

2. Model Merilee S. Grindle (1980)

Grindel menciptakan model implementasi sebagai kaitan antara tujuan kebijakan dan hasil-hasilnya, selanjutnya pada model ini hasil kebijakan yang dicapai akan dipengaruhi oleh isi kebijakan yang terdiri dari: a) Kepentingan-kepentingan yang dipengaruhi; b) Tipe-tipe manfaat; c) Derajat perubahan yang diharapkan; d) Letak pengambilan keputusan; e) Pelaksanaan program; f) Sumber daya yang dilibatkan.


(23)

Isi sebuah kebijakan akan menunjukkan posisi pengambilan keputusan oleh sejumlah besar pengambil keputusan, sebaliknya ada kebijakan tertentu yang lainnya hanya ditentukan oleh sejumlah kecil unit pengambil kebijakan. Selanjutnya hasil kebijakan yang akan dicapai akan dipengaruhi oleh konteks lingkungan yang terdiri dari: a) Kekuasaan, kepentingan dan strategi aktor yang terlibat; b) Karakteristik lembaga penguasa; c) Kepatuhan dan daya tanggap pelaksana.

Oleh karena itu setiap kebijakan perlu mempertimbangan konteks atau lingkaran dimana tindakan administrasi dilakukan. Intensitas keterlibatan para perencana, politisasi, pengusaha, kelompok sasaran dan para pelaksana kebijakan akan bercampur baur mempengaruhi efektivitas implementasi.

3. Model Donald S. Van Meter dan Carl E. Van Horn (1975)

Model kebijakan yang dikemukan oleh Van Meter dan Van Horn dipengaruhi oleh enam faktor, yaitu: a) Standar kebijakan dan sasaran yang menjelaskan rincian tujuan keputusan kebijakan secara menyeluruh; b) Sumber daya kebijakan berupa dana pendukung implementasi; c) Komunikasi internal organisasi dan kegiatan pengukuran digunakan oleh pelaksana untuk memakai tujuan yang hendak dicapai; d) Karakteristik pelaksana, artinya karakteristik organisasi merupakan faktor krusial yang menentukan berhasil tidaknya suatu program; e) Kondisi sosial ekonomi dan politik yang dapat mempengaruhi hasil kebijakan; f) Sikap pelaksana dalam memahami kebijakan yang akan ditetapkan.

Gambar 2.1


(24)

Dari gambar tersebut, variabel-variabel kebijaksanaan bersangkutan dengan tujuan-tujuan yang telah digariskan dan sumber-sumber yang tersedia. Pusat perhatian pada badan-badan pelaksana meliputi baik organisasi formal maupun informal. Sedangkan komunikasi antar organisasi terkait berserta kegiatan-kegiatan pelaksanaannya mencakup antar hubungan dalam lingkungan sistem politik dengan kelompok-kelompok sasaran. Van Meter dan Van Horn (dalam Samodra, 1994:19) menegaskan bahwa pada dasarnya kinerja dari implementasi kebijakan adalah penilaian atas tingkat ketercapaian standar dan sasaran kebijakan tersebut.

4. Model George C. Edward III (1980)

Dalam buku Subarsono (2005:90), model implementasi Edward III memiliki empat faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan atau kegagalan implementasi suatu kebijakan, yaitu faktor komunikasi, sumber daya, struktur birokasi, dan disposisi.

Ukuran dan Tujuan Kebijakan

Sumber-sumber Kebijakan

Komunikasi antar organisasi dan kegiatan

pelaksanaan

Ciri badan pelaksana Sikap para pelaksana P R E S T A S I K E R J A Lingkungan: Ekonomi, Sosial, Politik


(25)

1. Komunikasi

Persyaratan pertama bagi implementasi kebijakan yang efektif adalah bahwa mereka yang melaksanakan keputusan harus mengetahui apa yang harus mereka lakukan. Keputusan-keputusan kebijakan dan perintah-perintah harus diteruskan kepada personil yang tepat sebelum keputusan dan perintah-perintah tersebut dapat diikuti. Tentu saja, komunikasi harus akurat dan harus dimengerti dengan cermat.

Secara umum Edward membahas tiga indikator penting dalam proses komunikasi kebijakan, yakni: a) Transmisi, yaitu penyaluran komunikasi yang baik akan dapat menghasilkan suatu implementasi yang baik pula. Seringkali terjadi masalah dalam penyaluran komunikasi, yaitu adanya salah pengertian yang disebabkan banyaknya tingkatan birokrasi yang harus dilalui dalam proses komunikasi, sehingga apa yang diharapkan terdistorsi di tengah jalan; b) Kejelasan, yakni komunikasi yang diterima oleh pelaksana kebijakan harus jelas dan tidak membingungkan atau tidak ambigu/mendua; c) Konsistensi, yakni perintah yang diberikan dalam pelaksanaan suatu komunikasi harus konsisten dan jelas untuk ditetapkan atau dijalankan. Jika perintah yang diberikan sering berubah-ubah, maka dapat menimbulkan kebingungan bagi pelaksana di lapangan.

2. Sumber Daya

Sumber daya adalah faktor yang paling penting dalam implementasi kebijakan agar efektif. Sumber daya tersebut dapat berwujud sumber daya manusia, yakni kompetensi implementor, dan sumber daya finansial. Tanpa adanya sumber daya, kebijakan hanya tinggal di kertas menjadi dokumen saja.


(26)

Indikator-indikator yang digunakan untuk melihat sejauh mana sumberdaya mempengaruhi implementasi kebijakan adalah:

a) Staf. Sumber daya utama implementasi kebijakan adalah staf atau pegawai. Kegagalan sering terjadi dalam implementasi kebijakan, salah satunya disebabkan oleh staf/pegawai yang tidak cukup memadai, mencukupi, ataupun tidak kompeten dalam bidangnya.

b) Informasi. Dalam implementasi kebijakan, informasi mempunyai dua bentuk, yakni pertama, informasi yang berhubungan dengan cara melaksanakan kebijakan. Kedua, informasi mengenai data kepatuhan dari para pelaksana terhadap peraturan dan regulasi pemerintah yang telah ditetapkan.

c) Fasilitas. Fasilitas fisik merupakan faktor penting dalam implementasi kebijakan. Implementor mungkin mempunyai staf yang mencukupi, kapabel, dan kompeten, tetapi tanpa adanya fasilitas pendukung (sarana dan prasarana) maka implementasi kebijakan tersebut tidak akan berhasil.

3. Disposisi

Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor seperti komitmen, kejujuran dan sifat demokratis. Apabila implementor memiliki disposisi yang baik, makan dia akan dapat menjalankan kebijakan dengan baik pula seperti yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Ketika implementor memiliki sifat atau perspektif yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses implementasi kebijakan juga menjadi tidak efektif.


(27)

Faktor-faktor yang menjadi perhatian Edward III mengenai disposisi dalam implementasi kebijakan terdiri atas: a) Pengangkatan birokrasi. Sikap pelaksana akan menimbulkan hambatan-hambatan yang nyata terhadap implementasi kebijakan bila personel yang ada tidak melaksanakan kebijakan yang diinginkan oleh pejabat-pejabat yang lebih atas. Karena itu, pengangkatan dan pemilihan personel pelaksana kebijakan haruslah orang-orang yang memiliki dedikasi pada kebijakan yang telah ditetapkan, lebih khusus lagi pada kepentingan warga masyarakat; b) Insentif merupakan salah satu teknik yang disarankan untuk mengatasi masalah sikap para pelaksana kebijakan dengan memanipulasi insentif. Pada dasarnya orang bergerak berdasarkan kepentingan dirinya sendiri, maka memanipulasi insentif oleh para pembuat kebijakan mempengaruhi tindakan para pelaksana kebijakan. Dengan cara menambah keuntungan atau biaya tertentu mungkin akan menjadi faktor pendorong yang membuat pada pelaksana menjalankan perintah dengan baik. Hal ini dilakukan sebagai upaya memenuhi kepentingan pribadi atau organisasi.

4. Struktur Birokrasi

Struktur organisasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Salah satu dari aspek struktur yang paling penting dari setiap organisasi adalah adanya rincian tugas dan prosedur pelayanan yang telah disusun oleh organisasi. Rincian tugas dan prosedur pelayanan menjadi pedoman bagi implementor dalam bertindak. Selain itu struktur orgnisasi yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan pengawasan dan menimbulkan red-tape, yakni prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks. Pada akhirnya menyebabkan aktivitas organisasi tidak fleksibel.


(28)

Gambar. 2.2

Model Implementasi Kebijakan Publik George C. Edward III

2.3 Badan Usaha Milik Negara (BUMN)

Dalam buku Ibrahim (1997:117), BUMN diartikan sebagai badan usaha yang dimiliki seluruhnya oleh negara dan yang tidak seluruhnya dimiliki negara tetapi status disamakan dengan BUMN dengan penggolongan sebagai berikut: a) Usahanya bersifat tugas-tugas perintisan dan pembangunan prasarana tertentu; b) Menghasilkan barang yang karena pertimbangan keamanan dan kerahasiaan harus dikuasai negara; c) Didirikan atas pertimbangan untuk melaksanakan kebijaksanaan Pemerintah tertentu

Communication

Bureaucratic Structure

Resource

Disposition


(29)

kesejahteraan masyarakat; e) Didirikan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku harus dimiliki dan dikelola oleh Pemerintah; f) Usaha bersifat komersial dan fungsinya dapat dilakukan oleh swasta.

Dalam penelitian ditemukan BUMN melaksanakan multi fungsi, sebagai berikut:

1. Agen pembangunan, artinya bertugas untuk meningkatkan pembangunan ekonomi secara keseluruhan. Orientasinya menyediakan barang dan jasa dengan harga yang terjangkau, karena barang dan jasa yang bersangkutan mempunyai sifat meningkatkan perekonomian secara keseluruhan. Misalnya pembangunan jalan, jembatan, irigasi, dan membuka daerah baru, sehingga peranannya, sebagai:

a. Memberikan sumbangan untuk mengembangkan perekonomian negara disamping menambah pendapatan negara;

b. Menjadi pioner dalam hal kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi;

c. Melaksanakan dan menunjang pelaksanaan program pemerintah dibidang ekonomi dan pembangunan.

2. Pemerataan kemakmuran dan kesejahteraan, seperti bidang transportasi umum dan air bersih, listrik, telekomunikasi, minyak, dan gas. Komoditi tersebut menguasai hajat hidup orang banyak. Jika ingin meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat secara merata, barang dan jasa harus disediakan dengan harga yang cukup rendah (atau gratis sama sekali), sehingga berperan sebagai: a. Memberikan kemanfaatan umum, baik berupa barang dan jasa kepada


(30)

b. Melengkapi kegiatan swasta dan koperasi dalam hal penyediaan barang dan jasa, yang dibutuhkan oleh masyarakat.

3. Instrumen penjaga harga, BUMN dipertahankan dalam tingkat persaingan yang ketat dengan swasta, karena ingin dipakai sebagai instrumen penjaga harga. Jika pasar mengendur dan berkembang menuju bentuk monopolistik, maka BUMN bisa dipakai untuk menjual barang dengan harga murah, agar pesaing-pesaing dihambat dalam hal kenaikan harga.

4. Menghasilkan laba/keuntungan sebagai sumber pendapatan pemerintah dengan harga yang terjangkau bagi masyarakat banyak.

5. Benteng pertahanan persaingan ekonomi global. Semua potensi negara dapat digunakan pemerintah untuk mengimbangi impor dalam negeri.

Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2003 Tentang BUMN Pasal 1 ayat (1) merumuskan pengertian Badan Usaha Milik Negara sebagai badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Kekayaan negara yang dipisahkan tersebut, merupakan kekayaan negara yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk dijadikan penyertaan modal kepada BUMN yang tidak lagi dikelola berdasarkan sistem APBN, melainkan berdasarkan prinsip-prinsip perusahaan yang sehat.

Memperhatikan sifat dasar usaha BUMN, yakni memupuk keuntungan dan melaksanakan kemanfaatan umum, maka dalam Undang-Undang tersebut pelaksanaan fungsi BUMN berkaitan dengan bentuk dan karakteristik sebagai berikut:


(31)

1. Perusahaan Umum (Perum)

Ciri-ciri pokok Perum berdasarkan Inpres No. 17 Tahun 1967 adalah:

a. Makna usahanya adalah melayani kepentingan umum (produksi, distribusi, dan konsumsi). Usaha dijalankan dengan prinsip efisiensi, efektivitas dan dalam bentuk pelayanan (service);

b. Bergerak di bidang jasa-jasa vital (public utilities);

c. Mempunyai nama dan kekayaan sendiri, bebas bergerak seperti perusahaan swasta, tetapi tidak diperkenankan mempunyai anak perusahaan atau menyertakan kekayaannya dalam permodalan perusahaan lain;

d. Modal seluruhnya dimiliki negara dari kekayaan negara yang dipisahkan, dapat mempunyai dan memperoleh dana dari kredit dalam dan luar negeri atau dari obligasi;

2. Perusahaan Perseroan (Persero)

Ciri-ciri Persero berdasarkan Inpres Nomor 17 Tahun 1967 adalah:

a. Makna usahanya untuk memupuk keuntungan, pelayanan dan pembinaan organisasi yang baik, efektif, dan dalam rangka pelayanan umum yang baik, memuaskan dan memperoleh laba;

b. Tidak memiliki fasilitas negara;

c. Peranan pemerintah adalah sebagai pemegang saham. Intensitas terhadap perusahaan tergantung besarnya jumlah saham (modal) sesuai dengan perjanjian antara pemerintah dengan pemilik lainnya;

d. Modal seluruhnya atau sebagian minimal 51% merupakan milik negara dari negara dari kekayaan negara yang dipisahkan.


(32)

Secara sederhana, dapat disimpulkan bahwa Persero bertujuan untuk memupuk keuntungan dan sepenuhnya tunduk pada ketentuan Undang-Undang nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Sedangkan Perusahaan umum (Perum) dibentuk oleh pemerintah untuk melaksanakan usaha sebagai implementasi kewajiban pemerintah guna menyediakan barang dan jasa tertentu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Selanjutnya terhadap Badan Usaha Milik Negara yang berbentuk Perusahaan Jawatan dalam waktu 2 (dua) tahun terhitung sejak undang-undang Badan Usaha Milik Negara berlaku, harus telah diubah bentuknya menjadi Perum atau Persero sebagaimana diatur dalam Pasal 93 Bab X tentang Ketentuan Peralihan Undang-Undang tersebut.

2.4 Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance)

Sampai saat ini para ahli tetap menghadapi kesulitan dalam mendefinisikan Good Corporate Governance (GCG) yang dapat mengakomodasikan berbagai kepentingan. Menurut Tumbul dalam Jurnal Ekonomi dan Kewirausahaan (Vol. 10, No. 2, hlm. 130), GCG dapat didekati dengan berbagai disiplin ilmu antara lain ilmu makroekonomi, teori organisasi, teori informasi, akuntansi, keuangan, manajemen, psikologi, sosiologi dan politik. Menurut Susana Iriyani masih dalam Jurnal tersebut, secara umum tata kelola perusahaan (corporate governance) adalah rangkaian proses, kebiasaan, kebijakan, aturan, dan institusi yang mempengaruhi pengarahan, pengelolaan, serta pengontrolan suatu perusahaan. Tata kelola perusahaan juga mencakup hubungan antara para pemangku kepentingan (stakeholder) yang terlibat serta tujuan pengelolaan perusahaan. Pihak-pihak utama dalam tata kelola perusahaan adalah pemegang saham, manajemen, dan dewan direksi. Pemangku kepentingan


(33)

lainnya termasuk karyawan, pemasok, pelanggan, bank dan kreditur lain, regulator, lingkungan, serta masyarakat.

Defenisi GCG menurut Bank Dunia adalah aturan, standar dan organisasi di bidang ekonomi yang mengatur perilaku pemilik perusahaan, direktur dan manajer serta perincian dan penjabaran tugas dan wewenang serta pertanggungjawaban kepada pemegang saham. Tujuan utama GCG adalah untuk menciptakan sistem pengendalian keseimbangan (check and balances) untuk mencegah penyalahgunaan dari sumber daya perusahaan dan tetap mendorong terjadinya pertumbuhan perusahaan.

Syakhroza (2003) mendefenisikan GCG sebagai suatu mekanisme tata kelola organisasi secara baik dalam melakukan pengelolaan sumberdaya organisasi secara efisien, efektif, ekonomis ataupun produktif dengan prinsip-prinsip terbuka, akuntabilitas, pertanggungjawaban, independen, dan adil dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Tata kelola organisasi secara baik apakah dilihat dalam konteks mekanisme internal organisasi ataupun mekanisme eksternal organisasi. Mekanisme internal lebih fokus kepada bagaimana pimpinan suatu organisasi mengatur jalannya organisasi sesuai dengan prinsip-prinsip diatas sedangkan mekanisme eksternal lebih menekankan kepada bagaimana interaksi organisasi dengan pihak eksternal berjalan secara harmoni tanpa mengabaikan pencapaian tujuan organisasi.

Menurut Sulistyanto (dalam YPPMI & SC:2002) GCG secara definitif merupakan sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan untuk menciptakan nilai tambah (value added) untuk semua pemangku kepentingan. Ada dua hal yang Sulistyanto tekankan dalam konsep ini diantaranya: a) pentingnya hak pemegang saham untuk memperoleh informasi dengan benar (akurat) dan tepat pada waktunya; b)


(34)

Kewajiban perusahaan untuk melakukan pengungkapan (disclosure) secara akurat, tepat waktu, dan transparan terhadap semua informasi kinerja perusahaan, kepemilikan, dan pemangku kepentingan dari perusahaan.

Mengacu pada beberapa pendapat mengenai defenisi GCG diatas, dapat disimpulkan bahwa good corporate governance merupakan sistem yang mengendalikan dan mengkoordinasikan berbagai partisipan dalam menjalankan bisnis perusahaan sehingga jalannya bisnis perusahaan tersebut dapat memfasilitasi perusahaan untuk: a) Menunjukkan akuntabilitas dan tanggung jawab; b) Menjamin adanya keseimbangan di antara berbagai kepentingan dari pemangku Kepentingan (memberikan perlakuan yang adil bagi seluruh pemangku kepentingan), termasuk menghargai hak dari pemegang saham untuk memperoleh informasi dengan benar (akurat) dan tepat pada waktunya; c) Melakukan pengungkapan dan transparan dalam setiap informasi (seperti informasi tentang kinerja perusahaan, kepemilikan, maupun pemangku kepentingan), termasuk juga transparan dalam membuat suatu keputusan.

2.4.1 Prinsip-Prinsip Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance)

Secara umum dalam buku Tjager (2003:40-52) terdapat empat prinsip utama GCG berdasarkan pendapat OECD (Organization for Economic Corporation and Development) yaitu:

1. Kesetaraan (Fairness), yaitu jiwa untuk memonitor dan menjamin perlakuan yang adil di antara beragam kepentingan dalam perusahaan;


(35)

2. Keterbukaan informasi (Transparency), yaitu komitmen untuk memastikan ketersediaan dan keterbukaan informasi kepada berbagai pihak berkepentingan dengan perusahaan mengenai keadaan dan pengelolaan keuangan secara akurat, jelas dan tepat waktu;

3. Dapat dipertanggungjawabkan (Accountability), yaitu kejelasan fungsi, struktur, sistem dan pertanggungjawaban organ perusahaan terhadap pelaksanaan secara efektif;

4. Pertanggungjawaban (Responsibility), yaitu kesesuaian (kepatuhan) didalam pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat serta peraturan perundangan yang berlaku. Peraturan yang berlaku disini termasuk yang berkaitan dengan masalah pajak, hubungan industrial, perlindungan lingkungan hidup, kesehatan/keselamatan kerja, standar penggajian, dan persaingan yang sehat.

Sedangkan secara khusus, Peraturan Menteri Negeri BUMN Nomor : Per-09/MBU/2012 mengamatkan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance) yang diterapkan pada BUMN meliputi:

1. Transparansi (Transparency), yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengungkapkan informasi material dan relevan mengenai perusahaan;

2. Akuntabilitas (Accountability), yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban Organ sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif;


(36)

3. Pertanggungjawaban (Responsibility), yaitu kesesuaian di dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat;

4. Kemandirian (Independency), yaitu keadaan di mana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat;

5. Kewajaran (Fairness), yaitu keadilan dan kesetaraan didalam memenuhi hak-hak Pemangku Kepentingan (Stakeholders) yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan.

2.6 Tujuan Penerapan Prinsip-Prinsip Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance) di Lingkungan Internal Badan Usaha Milik Negara

Berdasarkan berbagai definisi dan prinsip-prinsip GCG yang disampaikan diatas dapat diketahui ada lima hal yang menjadi tujuan utama Good Corporate Governance (Tjager, 2003) yaitu: 1) Melindungi hak dan kepentingan pemegang saham; 2) Melindungi hak dan kepentingan para anggota stakeholders nonpemegang saham; 3) Meningkatkan nilai perusahaan dan para pemegang saham; 4) Meningkatkan efisiensi dan efektifitas kerja Dewan Pengurus atau Board of Directors dan manajemen perusahaan; 5) Meningkatkan mutu hubungan Board of Directors dengan manajemen senior perusahaan.


(37)

Peraturan Menteri Negeri BUMN Nomor : Per-09/MBU/2012 menjadi dasar kewajiban BUMN untuk menerapkan GCG secara konsisten dan berkelanjutan. Dalam peraturan tersebut yakni Bab II Pasal 4 dijabarkan tujuan penerapan prinsip-prinsip GCG pada BUMN sebagai berikut:

1. Untuk mengoptimalkan nilai BUMN agar perusahaan memiliki daya saing yang kuat, baik secara nasional maupun internasional, sehingga mampu mempertahankan keberadaannya dan hidup berkelanjutan untuk mencapai maksud dan tujuan BUMN;

2. Untuk mendorong pengelolaan BUMN secara profesional, efisien, dan efektif, serta memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian Organ Persero/Organ Perum;

3. Untuk mendorong agar Organ Persero/Organ Perum dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakan dilandasi nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, serta kesadaran akan adanya tanggungjawab sosial BUMN terhadap Pemangku Kepentingan maupun kelestarian lingkungan di sekitar BUMN;

4. Untuk meningkatkan kontribusi BUMN dalam perekonomian nasional;

5. Untuk meningkatkan iklim yang kondusif bagi perkembagan investasi nasional.

2.7 Penelitian Terdahulu

Dalam sub bagian ini, peneliti memaparkan tinjauan terhadap beberapa penelitian terdahulu serta menuangkan beberapa konsep yang memiliki keterkaitan


(38)

dengan penelitian ini. Berikut beberapa hasil penelitian yang menjadi bahan acuan dalam penelitian ini:

1. Penerapan Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance di Lingkungan Perum BULOG

Penelitian ini dilakukan oleh Diana Fajarwati (2010) dengan tujuan untuk mengetahui penerapan prinsip-prinsip Good Corporate Governance di lingkungan Perum BULOG Pusat, Jakarta. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode penelitian deskriptif. Teknik pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara dan data sekunder dengan studi kepustakaan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa prinsip-prinsip Good Corporate Governance pada Perum BULOG Pusat, Jakarta diaplikasikan dalam peraturan-peraturan baru oleh karena itu masih diperlukan pelatihan dan pendidikan bagi karyawan demi terwujudnya penerapan prinsip-prinsip Good Corporate Governance di lingkungan Perum BULOG.

2. Pengaruh Good Corporate Governance terhadap implementasi Corporate Social Responsibility (Studi pada PT. Jamsostek Kantor Wilayah I Sumatera Utara) Penelitian ini dilakukan oleh Agustina Muliati (2010) menggunakan metode analisa kuantitatif dengan teknik analisa yang digunakan adalah teknik analisa korelasi antar variabel untuk membuktikan adanya pengaruh dari Good Corporate Governance terhadap Corporate Social Responsibility pada PT. Jamsostek Kantor Wilayah I Sumatera Utara. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif antara Good Corporate Governance terhadap


(39)

implementasi Corporate Social Responsibility dengan tingkat pengaruh sebesar 72,08 %.

2.8 Definisi Konsep

Konsep adalah istilah dan definisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan kelompok, atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial. Tujuannya adalah untuk memudahkan pemahaman dan menghindari terjadinya interpretasi ganda dari variabel yang diteliti (Singarimbun, 1995:37).

Oleh karena itu, untuk mendapatkan batasan yang jelas dari masing-masing konsep yang akan diteliti, maka penulis mengemukakan definisi konsep dari penelitian ini adalah:

1. Kebijakan publik adalah seperangkat putusan yang telah ditetapkan pemerintah untuk dilakukan dan tidak dilakukan dalam memenuhi kepentingan orang banyak. Kebijakan publik berfungsi untuk mengatur, mengarahkan, dan mengembangkan interaksi dalam pemerintahan. Kebijakan publik yang digunakan dalam penelitian ini adalah Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor : Per-09/MBU/2012 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance) pada Badan Usaha Milik Negara.

2. Implementasi Kebijakan Publik adalah elemen terpenting dalam tahapan kebijakan dengan tidak mendiskreditkan tahapan yang lain. Implementasi kebijakan adalah rangkaian eksekusi dari kebijakan yang sudah ditetapkan yang akan menghasilkan dampak dari eksekusi kebijakan tersebut.


(40)

3. Tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance) adalah sistem yang bersifat universal, yang mengatur pengelolaan perusahaan demi keberhasilan mewujudkan visi dan misi serta kelangsungan usaha perusahaan. 4. Transparansi (Transparency) adalah kewajiban perusahaan dalam

mengungkapkan segala kebijakan yang dibuat mulai dari proses pengambilan keputusan sampai pada berbagai informasi yang relevan mengenai perusahaan. 5. Akuntabilitas (Accountability) adalah keseimbangan antara fungsi, pelaksanaan

dan pertanggungjawaban dalam struktur organisasi perusahaan.

6. Pertanggungjawaban (Responsibility) adalah kesesuaian antara peraturan perundang-undangan dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat dengan pengelolaan perusahaan.

7. Kemandirian (Independency) adalah pengelolaan perusahaan secara profesional tanpa adanya intervensi kepentingan.

8. Kewajaran (Fairness) adalah jaminan ketersediaan akses bagi para pemangku kepentingan perusahaan dalam memperoleh hak-haknya.


(41)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Bentuk Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif karena peneliti akan mengkaji bagaimana penerapan prinsip-prinsip good corporate governance di lingkungan internal Perum Bulog Divre Sumatera Utara. Penelitian ini bermaksud untuk mendapatkan gambaran yang utuh dan mendalam mengenai penerapan prinsip-prinsip tersebut.

Untuk membangun atau mengkonstruksikan realitas, penelitian kualitatif berpikir secara deduktif atau grounded. Tidak memulai penelitiannya dengan mengajukan hipotesis kemudian menguji kebenarannya (berpikir deduktif), tetapi penelitian ini bergerak dari “bawah” yaitu dengan mengumpulkan data sebanyak mungkin tentang sesuatu dan dari situ mencari pola-pola, hukum, prinsip-prinsip dan akhirnya menarik kesimpulan dari analisisnya itu (Irawan, 2007:10).

Metode penelitian kualitatif memiliki ciri-ciri tersendiri yang berbeda dari penelitian kuantitatif terutama dalam hal cara memandang sifat dan realitas sosial, peranan nilai dan fleksibilitas dalam pengumpulan data (Bagong dan Sutinah, 2006:168). Penelitian kualitatif haruslah dilakukan secara objektif. Metode yang dilakukan oleh peneliti membantu peneliti untuk menghindari subjektivitas. Pengumpulan data dilakukan dalam waktu yang relatif lama sehingga peneliti dihadapkan pada situasi dimana ia harus menghindari prasangka atau sikap suka -tidak


(42)

suka. Satu teknik dalam penelitian kualitatif adalah harus diketahui bahkan dipelajari serta disepakati oleh subjek penelitian (Moleong, 2004:25). Dengan demikian, jika terjadi prasangka atau pandangan atau sikap suka-tidak suka muncul, hal tersebut akan dicek secara langsung. Selain itu, data yang dikumpulkan cukup banyak sehingga dalam analisis, segi-segi negatif tersebut dapat diatasi.

Menurut tujuan dilakukannya penelitian ini, maka pendekatan yang digunakan adalah pendekatan deskriptif yang bermaksud menemukan kondisi alamiah penerapan prinsip-prinsip good corporate governance di lingkungan internal Perum Bulog Divre Sumatera Utara dan kemudian menggambarkan dan menjelaskannya dengan interpretasi peneliti.

Berdasarkan penggunaan waktu, penelitian ini termasuk ke dalam penelitian cross sectional. Penelitian cross sectional adalah penelitian yang dilakukan dalam waktu tertentu dan tidak akan dilakukan penelitian lain di waktu yang berbeda untuk diperbandingkan (Prasetyo dan Miftahul Jannah, 2005:45). Oleh karena itu, fokus penelitian ini adalah mendeskripsikan bagaimana penerapan prinsip-prinsip good corporate governance di lingkungan Perum Bulog pada waktu tertentu hingga penelitian ini selesai dan tidak dimaksudkan untuk diperbandingkan dengan penelitian lain pada waktu yang berbeda.

Berdasarkan manfaatnya, penelitian ini termasuk penelitian murni, karena penelitian dilakukan untuk mengetahui kebutuhan peneliti sendiri dan dilakukan dalam rangka mengembangkan ilmu pengetahuan (Prasetyo dan Miftahul Jannah, 2005:38).


(43)

Penelitian ini dilakukan di Perusahaan Umum BULOG Divisi Regional Sumatera Utara yang beralamat di Jalan Jend. Gatot Subroto No. 108, Medan.

3.3 Informan Penelitian

Penelitian kualitatif tidak dimaksudkan untuk membuat generalisasi dari hasil penelitiannya. Oleh karena itu, pada penelitian kualitatif tidak dikenal dengan adanya populasi dan sampel (Bagong Suyanto 2005:171). Informan penelitian yang telah tercermin dalam fokus penelitian ini ditentukan secara sengaja atau purposive sampling. Metode ini digunakan dengan alasan bahwa informan adalah beberapa pihak yang peneliti anggap mempunyai kompetensi untuk menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan persoalan yang diteliti.

Informan adalah narasumber yang memberikan keterangan melalui wawancara mendalam, yang terdiri dari:

a. Informan Kunci yaitu mereka yang mengetahui dan memiliki berbagai informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian. Dalam hal ini, peneliti menentukan informan kunci, yaitu Kepala dan Staff Satuan Pengawasan Intern Perusahaaan Umum BULOG Divisi Regional Sumatera Utara. Penulis mengambil sumber informasi dari informan tersebut karena jabatan/keahlian yang dimiliki berkaitan dengan topik yang diangkat penulis.

b. Informan Utama, yaitu mereka yang terlibat secara langsung dalam interaksi sosial yang diteliti. Dalam penelitian, peneliti menentukan informan utama yaitu Staff pada Bidang Pelayanan Publik, Bidang Perencanaan & Pengembangan Usaha, dan Bidang Administrasi dan Keuangan Perusahaan


(44)

Umum BULOG Divisi Regional Sumatera Utara. Penulis mengambil sumber informasi dari informan tersebut karena bidangnya mengetahui struktur perusahaan, satuan unit kerja serta hubungan dengan Pemangku Kepentingan pada instansi Perusahaan Umum BULOG Divisi Regional Sumatera Utara. Hal ini sangat membantu penulis dalam mengambil data-data intern perusahaan untuk mengetahui bagaimana proses penerapan GCG dalam satuan unit kerja serta mengetahui stakeholder yang terkait dengan Perum Bulog.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang akan peneliti gunakan adalah:

1. Teknik Pengumpulan Data Primer

Teknik pengumpulan data primer adalah pengumpulan data yang dilakukan secara langsung di lokasi penelitian. Pengumpulan data primer dapat dilakukan dengan cara:

a. Wawancara mendalam yaitu proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab tatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman wawancara.

b. Pengamatan atau observasi yaitu teknik pengumpulan data melalui pengamatan objek penelitian secara langsung dengan mencatat gejala-gejala yang ditemukan di lapangan untuk melengkapi data-data yang diperlukan sebagai acuan yang berkenaan dengan topik penelitian.


(45)

2. Teknik Pengumpulan Data Sekunder

Teknik pengumpulan data sekunder merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui pengumpulan bahan kepustakaan yang dapat mendukung data primer. Teknik pengumpulan data sekunder dapat dilakukan dengan menggunakan instrumen sebagai berikut:

1. Studi Dokumentasi yaitu teknik pengumpulan data yang menggunakan catatan-catatan atau dokumen yang ada di lokasi penelitian atau sumber-sumber lain yang relevan dengan objek penelitian.

2. Studi Kepustakaan yaitu pengumpulan data yang diperoleh dari buku-buku, karya ilmiah, serta pendapat para ahli yang berkompetensi serta memiliki relevansi dengan masalah yang diteliti.

3.5 Teknik Analisis Data

Menurut Miles dan Huberman (Sugiyono 2009:246) terdapat 3 jalur analisis data kualitatif, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Reduksi data adalah proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyerdahanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Penyajian data adalah kegiatan ketika sekumpulan informasi disusun, sehingga memberi kemungkinan akan adanya penarikan dan pengambilan tindakan. Sedangkan kesimpulan, peneliti sudah memulainya sejak pengumpulan data.

Pada penelitian ini, peneliti akan menganalisis data dengan terlebih dahulu melakukan reduksi atau pemusatan data dari setiap data yang dikumpulkan di lapangan. Artinya dari setiap data yang terkumpul peneliti akan melihat mana yang koheren,


(46)

pantas, layak, dan kurang mendukung terkait tujuan penelitian. Maka dari itu akan ada data-data yang terbuang dan akan muncul data yang spesifik terkait tujuan penelitian yang sebenarnya. Setelah itu, data yang sudah dikuncupkan tadi menjadi bagian-bagian paling berhubungan dengan tujuan penelitian akan peneliti sajikan dalam bentuk teks naratif, atau catatan lapangan. Setelah itu peneliti akan memberikan tafsiran atau kesimpulan secara menyeluruh dari setiap kesimpulan yang muncul mulai dari awal penelitian hingga penyajian data.

3.6 Etika Penelitian

Dalam melaksanakan kegiatan penelitian, peneliti harus memegang teguh sikap ilmiah (scientific attitude) serta menggunakan prinsip-prinsip etika penelitian. Meskipun intervensi yang dilakukan dalam penelitian tidak memiliki resiko yang dapat merugikan atau membahayakan subyek penelitian, namun peneliti perlu mempertimbangkan aspek sosio etika dan menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan.

Etika penelitian memiliki berbagai macam prinsip, namun terdapat empat prinsip utama yang perlu dipahami oleh pembaca yaitu menghormati harkat dan martabat manusia (respect for human dignity), menghormati privasi dan kerahasiaan subjek penelitian (respect for privacy and confindeniality), keadilan dan inklusivitas (respect for justice and inclusiveness) dan memperhitungkan manfaat dan kegiatan yang ditimbulkan (balancing harms and benefits).


(47)

BAB IV

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 4.1. Sejarah Perusahaan Umum BULOG

Perjalanan Perusahaan Umum BULOG dimulai pada saat dibentuknya BULOG pada tanggal 10 Mei 1967 berdasarkan keputusan presidium kabinet No. 114/U/Kep/5/1967, dengan tujuan pokok untuk mengamankan penyediaan pangan dalam rangka menegakkan eksistensi Pemerintahan baru. Selanjutnya direvisi melalui Kepres No. 39 Tahun 1969 tanggal 21 Januari 1969 dengan tugas pokok melakukan stabilisasi harga beras, dan kemudian direvisi kembali melalui Keppres No. 39 Tahun 1987, yang dimaksudkan untuk menyonsong tugas BULOG dalam rangka mendukung pembangunan komoditas pangan yang multi komoditas. Perubahan berikutnya dilakukan melalui Keppres No. 103 Tahun 1993 yang memperluas tanggung jawab BULOG mencakup koordinasi pembangunan pangan dan meningkatkan mutu gizi pangan, yaitu ketika Kepala BULOG dirangkap oleh Menteri Negara Urusan Pangan.

Pada tahun 1995, keluar Keppres No. 50, untuk menyempurnakan struktur organisasi BULOG yang pada dasarnya bertujuan untuk lebih mempertajam tugas pokok, fungsi serta peran BULOG. Oleh karena itu, tanggung jawab BULOG lebih difokuskan pada peningkatan stabilisasi dan pengelolaan persediaan bahan pokok dan pangan. Tugas pokok BULOG sesuai Keppres tersebut adalah mengendalikan harga dan mengelola persediaan beras, gula, gandum, terigu, kedelai, pakan, dan bahan pangan lainnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan berdasarkan kebijaksanaan umum Pemerintah. Namun tugas tersebut berubah dengan keluarnya Keppres No. 45 Tahun 1997, dimana komoditas yang


(48)

dikelola BULOG dikurangi dan tinggal beras dan gula. Kemudian melalui Keppres No. 19 Tahun 1998 tanggal 21 Januari 1998, Pemerintah mengembalikan tugas BULOG seperti Keppres No. 39 Tahun 1968. Selanjutnya melalui Keppres No. 19 Tahun 1998 , ruang lingkup komoditas yang ditangani BULOG kembali dipersempit seiring dengan kesepakatan yang diambil oleh Pemerintah dengan pihak International Monetary Fund yang tertuang dalam Letter of Intent (LoI).

Dalam Keppres tersebut, tugas pokok BULOG dibatasi hanya untuk menangani komoditas beras. Sedangkan komoditas lain yang dikelola selama ini dilepaskan ke mekanisme pasar. Arah pemerintah mendorong BULOG menuju suatu bentuk badan usaha mulai terlihat dengan terbitnya Keppres No. 29 Tahun 2000, dimana didalamnya tersirat BULOG sebagai organisasi transisi (tahun 2003) menuju organisasi yang bergerak dibidang jasa logistik disamping masih menangani tugas tradisionalnya. Pada Keppres No. 29 Tahun 2000 tersebut, tugas pokok BULOG adalah melaksanakan tugas pemerintah dibidang manajemen logistik melalui pengelolaan persediaan, distribusi dan pengendalian harga beras (mempertahankan Harga Pembelian Pemerintah - HPP), serta usaha jasa logistik sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Arah perubahan tersebut semakin kuat dengan keluarnya Keppres No. 166 tahun 2000, yang selanjutnya diubah menjadi Keppres No. 103/2000. Kemudian diubah lagi dengan Keppres No. 03 Tahun 2002 tanggal 7 Januari 2002 dimana tugas pok ok BULOG masih sama dengan ketentuan dalam Keppres No. 29 Tahun 2000, tetapi dengan nomenklatur yang berbeda dan memberi waktu masa transisi sampai dengan tahun 2003. Akhirnya dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 7 Tahun 2003 BULOG resmi beralih status menjadi Perusahaan Umum (Perum) BULOG.


(49)

4.2 Visi dan Misi Perusahaan Umum BULOG Visi

“Menjadi Perusahaan yang Unggul dalam Mewujudkan Kedaulatan Pangan” Misi

1. Memberikan Pelayanan Prima kepada masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya untuk memenuhi kebutuhan pangan pokok

2. Mencapai pertumbuhan usaha yang berkelanjutan 3. Menerapkan Tata Kelola Perusahaan yang baik

Visi Perum BULOG dijabarkan dalam beberapa pengertian dan ruang lingkup berikut ini:

1. Perusahaan yang dimaksud adalah Perum BULOG yang didirikan berdasarkan PP Nomor 7 Tahun 2003;

2. Unggul yang dimaksud adalah mempunyai kemampuan yang lebih baik dalam menghadapi setiap tantangan dan hambatan dalam mewujudkan visi perusahaan. Keunggulan ini tercermin pada kinerja perusahaan yang lebih baik dari yang lain;

3. Pangan yang dimaksud adalah komoditas pangan pokok beras dan pangan pokok lainnya yang strategis bagi kehidupan seluruh rakyat Indonesia;

4. Pangan sebagai komoditas strategis bangsa harus tersedia dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan minimal setiap rakyat Indonesia;


(50)

5. Kedaulatan Pangan adalah peranan BULOG dalam mendukung kedaulatan pangan sebagaimana UU Pangan No. 18 Tahun 2012, yaitu Kedaulatan Pangan adalah hak negara dan bangsa yang secara mandiri menentukan kebijakan pangan yang menjamin hak atas pangan bagi rakyat dan yang memberikan hak bagi masyarakat untuk menentukan sistem pangan yang sesuai dengan potensi sumber daya lokal.

Dalam misi Perum BULOG terkandung semangat yang diharapkan dapat diinternalisasikan oleh seluruh karyawan dan stakeholder bahwa Perum BULOG berkeinginan untuk mensejahterakan rakyat melalui pemenuhan kebutuhan pangan pokok. Misi ini juga menggambarkan cakupan pangan yang menjadi tugas Perum BULOG, yaitu pangan pokok beras dan pangan pokok lainnya untuk pertumbuhan usaha yang berkelanjutan dengan menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik.

Gambar 4.1 Logo Perum BULOG


(51)

Sumber: Data Sekunder Perum BULOG

Logo merupakan indentitas setiap perusahaan sehingga memiliki makna tertentu. Logo Perum BULOG yang memiliki gambar matahari dengan gradasi warna kuning ke merah menggambarkan Perum BULOG sebagai perusahaan yang menjadi sumber dari seluruh rangkaian kehidupan bangsa Indonesia yang beraneka ragam termasuk suku dan kultur didalamnya. Matahari juga mencerminkan adanya semangat perubahan dalam diri Perum BULOG untuk menjadi perusahaan yang lebih profesional, transparan, dan sehat. Sedangkan huruf/tipografi BULOG berwarna biru menjadi refleksi konkrit akan besarnya peran Perum BULOG dalam usaha mewujudkan kesejahteraan bangsa Indonesia. Bentuk huruf/tipografi yang kokoh menggambarkan bentuk fisik Perum BULOG sebagai sebuah perusahaan yang solid dalam mengelola berbagai misinya. Logo Perum BULOG dapat disertai atau tidak disertai tagline atau slogan yang berupa kalimat “Bersama Mewujudkan Kedaulatan Pangan”.

Selain visi dan misi yang diemban Perum BULOG, terdapat nilai-nilai dasar yang menjadi pedoman bagi para pegawai dalam berperilaku. Nilai-nilai tersebut disebut KITIRAN dengan penjelasan sebagai berikut:

1. Kualitas

Perusahaan dengan seluruh jajaran manajemen dan pegawai sepakat untuk berorientasi pada kualitas produk dan pelayanan pada masyarakat.

2. Integritas

Kesatuan pribadi, manajemen dan organisasi yang utuh, konsisten antara prinsip moral dan etika dengan perilaku jujur dan berwibawa menuju tata kelola perusahaan yang baik.


(52)

3. Tim Kerja

Seluruh unit kerja dan karyawan bekerja fokus dan total secara terintegrasi. 4. Inovatif

Kemampuan untuk berfikir dan mengembangkan keputusan menghadapi perubahan.

5. Responsif

Kemampuan untuk berfikir dan mengembangkan nilai-nilai kreatifitas untuk menghasilkan hal-hal yang baru dalam bekerja.

6. Amanah

Menjalankan tugas dan kewajiban dengan menjunjung tinggi kepercayaan yang diberikan perusahaan.

7. Niat

Setiap insan harus ikhlas dan tulus dalam menjalankan tugas, kewajiban, dan tanggung jawabnya.

Berdasarkan PP No. 7 Tahun 2003 tentang pendirian Perum BULOG, disebutkan sifat, maksud dan tujuan didirikan Perum BULOG adalah:

1. Sifat usaha dari perusahaan adalah menyediakan pelayanan publik bagi kemamfaatan umum dan sekaligus memupuk keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan.

2. Maksud pendiriannya, ditegaskan untuk; (i) menyelenggarakan usaha logistik pangan pokok yang bermutu dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak, (ii) melaksanakan tugas-tugas tertentu yang diberikan oleh pemerintah


(53)

pemerintah dan distribusi pangan pokok kepada golongan masyarakat tertentu, khususnya pangan pokok dan pangan lainnya yang ditetapkan oleh pemerintah dalam rangka ketahanan pangan.

3. Tujuan perusahaan adalah turut serta membangun ekonomi nasional khususnya dalam rangka pelaksanaan program pembangunan nasional di bidang pangan.

4.3 Tugas Pokok dan Fungsi Perusahaan Umum BULOG

Perum BULOG memiliki dua tugas dengan orientasi yang berbeda dalam hal pelayanan publik dan komersial. Perum BULOG merancang pola usaha komersial yang dapat mendukung kegiatan pelayanan publik. Dengan demikian, keterlibatan bisnis dalam kegiatan pelayanan publik ini diharapkan dapat memperlancar dan mengefektifkan tujuan pencapaian penugasan yang diberikan pemerintah. Di sisi lain, kegiatan bisnis diharapkan dapat berkembang dan mampu memberikan kontribusi finansial yang signifikan kepada Perum BULOG, tanpa meninggalkan hubungan kerja yang wajar dan transparan.

Berdasarkan hukum pendirian Perum BULOG PP No. 7 Tahun 2003 disebutkan bahwa tugas pokok dan fungsi Perum BULOG sebagai berikut:

a. Tugas Pelayanan Publik (Public Service Obligation)

Adapun tugas pokok dan fungsi dalam bidang pelayanan publik, antara lain: 1. Melakukan pengadaan gabah atau beras sesuai Harga Pokok Pembelian

(HPP) melalui INPRES No. 5 Tahun 2015;

2. Menyalurkan atau mendistribusikan RASKIN (beras bagi penerima manfaat berpenghasilan rendah);


(54)

3. Mengelola Cadangan Beras Pemerintah (CBP) dalam hal penanganan bencana alam, kerawanan pangan, dan sekaligus menjaga stabilitas harga beras ditingkat konsumen (pasar).

b. Tugas Komersial (Trading)

Sementara tugas pokok dan fungsi dalam bidang komersial antara lain:

1. Dalam bidang perdagangan, melakukan aktivitas bisnis komoditi strategis; 2. Dalam bidang industri, melakukan industri berbasis beras, industri

pendukung dan lainnya;

3. Dalam bidang jasa, melakukan pemberdayaan/penyewaan asset yang dimiliki, jasa angkutan melalui anak perusahaan (PT. Jasa Prima Logistik) dan jasa survey, perawatan kualitas dan pemberantasan hama.

Adapun produk yang dihasilkan oleh Perum BULOG pastinya terkait dengan orientasi kedua tugas yang dimiliki. Dalam hal pelayanan publik, maka Perum BULOG menghasilkan produk barang berupa pengadaan beras yang disesuaikan dengan Harga Pokok Pembelian (HPP), bergerak di bidang jasa dalam penyaluran beras bersubsidi bagi penerima manfaat berpenghasilan rendah, penanggulangan keadaan darurat/bencana, dan pengelolaan Cadangan Beras Pemerintah (CBP). Sedangkan produk kegiatan usaha komersial Perum BULOG meliputi:

1. Perdagangan

Melakukan perdagangan komoditas strategis seperti beras, gula, cabe merah, bawang merah kepada konsumen melalui Unit Bisnis BULOGMart.


(55)

a. On Farm merupakan industri perberasan dimana BULOG memberikan bantuan modal, dan sebagainya kepada mitra kerja yaitu petani dengan kesepakatan hasil panen akan dijual kepada BULOG untuk selanjutnya BULOG yang memasarkan.

b. Unit Bisnis Penggilingan Gabah/Beras (UPGB)

BULOG membeli gabah dari petani dan mengolahnya menjadi beras di UPGB dan UPGB Plus (Alsintan).

3. Jasa

a. Unit Bisnis Jastasma (Jasa Pemberantasan Hama) yaitu usaha dalam bidang perawatan kualitas dan pemberantasan hama di gudang melalui fumigasi, spraying, dan lain-lain.

b. Unit Bisnis Opaset (Optimalisasi Aset) yaitu BULOG memanfaatkan gudang tidak terpakai, bangunan idle, tanah idle dengan menyewakan kepada pihak ketiga atau mencari ide bisnis lain terhadap aset idle agar menambah manfaatnya.

c. PT. JPLB (Jasa Prima Logistik BULOG) yaitu BULOG menyediakan jasa angkutan logistik.

Kegiatan usaha jasa BULOG tersebut didukung pula dengan kegiatan pendukung seperti pembinaan operasional, peningkatan kemampuan sumber daya manusia, membentuk jaringan kerjasama, penyusunan standar prosedur kerja, monitoring dan evaluasi seluruh daerah kerja.


(1)

BAB VII PENUTUP 7.1 Kesimpulan

Dalam sistem perekonomian nasional, BUMN merupakan sarana pemerintah

yang berperan untuk menghasilkan barang dan/atau jasa yang diperlukan dalam rangka

mewujudkan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Untuk dapat mengoptimalkan peran

serta mempertahankan keberadaannya dalam perkembangan ekonomi dunia yang

semakin terbuka dan kompetitif, BUMN perlu menumbuhkan budaya korporasi dan

profesionalisme melalui pembenahan pengurusan dan pengawasan.

Sejalan dengan perubahan dan perkembangan yang terjadi, Perum BULOG

Divre Sumut sebagai pelaksana tugas khusus Perum BULOG Pusat dalam wilayah

Provinsi Sumatera Utara merupakan salah satu BUMN yang turut serta dalam rangka

mengemban amanah Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor : Per-09/MBU/2012

tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance)

pada Badan Usaha Milik Negara. Perum BULOG Divre Sumut menjalankan dua tugas

secara bersamaan, yaitu pelaksanaan kegiatan pelayanan publik dan kegiatan


(2)

penggajian, pengungkapan gaji dan penghasilan-penghasilan lain, penyediaan informasi

kepada para pemangku kepentingan, pengadaan pegawai, dan Unit Pengaduan

Masayarakat (UPM). Dari segi prinsip akuntabilitas (accountability) yang diterapkan adalah pembagian tugas dan tanggungjawab yang jelas dalam struktur organisasi,

Indikator Penilaian Kinerja Pegawai atau Key Performance Indicator (KPI), Audit

keuangan dan usaha yang terpisah antara kegiatan publik dan kegiatan komersial,

pendelegasian tanggung jawab dengan Sistem Laporan Monitoring, Rapat Baperjakat

(Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan), dan sistem Host to Host. Dari segi

pertanggungjawaban (responsibility) yang diterapkan adalah dengan adanya dokumen Code of Conduct, SOP (Standard Operational Procedure), Perjanjian Kerja Bersama

(PKB) dengan SEKAR (Serikat Karyawan), pelaksanaan tugas pengadaan dan

pengelolaan perberasan nasional, komitmen terhadap kualitas gabah/beras BULOG, dan “Warta Intra BULOG”. Dari segi kemandirian (independency) yang ditandai dengan komitmen terhadap perjanjian kerjasama dengan mitra kerja, pengambilan keputusan

perusahaan dilakukan dalam Rapat Staff, peranan Kadivre dalam menampung saran dan

pendapat pegawai. Dari segi kewajaran (fairness) yang diterapkan adalah dengan adanya pemberian penghargaan, reward dan punishment, dan pendirian SEKAR


(3)

7.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka penulis mengajukan

beberapa saran yang sekiranya perlu bagi instansi terkait. Adapun saran tersebut antara

lain:

a. Penerapan prinsip-prinsip GCG tentu menimbulkan tanggungjawab yang

baru bagi pegawai Perum BULOG Divre Sumut. Terlebih karena

terciptanya perubahan pada budaya kerja. Oleh karena itu, sosialisasi kreatif

seperti pajangan dinding berisi prinsip-prinsip GCG disarankan karena

dinilai lebih efektif sebagai pengingat bagi para pegawai dan bahan bacaan

penting bagi para tamu.

b. Peranan Staff Satuan Pengawasan Intern dan Kadivre Perum BULOG Divre

Sumut diperlukan untuk memotivasi pegawai dan memberikan keyakinan

tentang pentingnya penerapan GCG sehingga kinerja pegawai juga dapat


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku:

Bungin, M. Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Bagong, Suyanto dan Sutinah. 2006. Metode Penelitian Sosial Berbagai Alternatif Pendekatan. Jakarta: Prenada Media Group

Dunn, William N. 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Irawan, Prasetya. 2006. Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif untuk Ilmu-ilmu Sosial. Depok: Departemen Ilmu Administrasi FISIP UI

Irawan, Prasetya. 2007. Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif untuk Ilmu-ilmu Sosial. Depok: Departemen Ilmu Administrasi FISIP UI

Kaban, Yeremias. 2008. Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik.Yogyakarta. Gava Media

Kusumanegara, Solahuddin. 2010. Model dan Aktor dalam Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta: Gava Media

Moleong, Lexi J. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif: Edisi Revisi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Nazir, Mohammad. 1983. Metode Penelitian, Ghalia Indonesia

Parsons, Wayne. 2008. Public Policy. Pengantar Teori dan Praktik Analisis Kebijakan. Jakarta: Kencana

Prasetyo, Bambang dan Lina Miftahul Jannah. 2005. Metode Penelitian Kuantitatif: Teori dan Aplikasi. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada


(5)

R. Ibrahim. 1997. Prospek BUMN dan Kepentingan Umum. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti

Samodra, Yuyun dan Agus. 1994. Evaluasi Kebijakan Publik. Jakarta: PT. Raja Graffindo Persada

Singarimbun, Masri. 1995. Metode Penelitian Survei. Jakarta: PT. Pustaka LP3ES

Soembodo. 2002. Mempersiapkan Peningkatan Kinerja, Daya Saing dan Value Melalui Restrukturisasi Perusahaan. Jakarta, 22 Oktober 2002, makalah tidak diterbitkan

Subarsono. 2005. Analisis Kebijakan Publik, Konsep, Teori, dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta

Sulistiyani, Ambar Teguh. 2011. Memahami Good Governance: Dalam Perspektif Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Penerbit Gava Media

Surya S.H., LL.M., Indra dan Ivan Yustiavandana S.H., LL.M.. 2000. Penerapan Good Corporate Governance: Mengesampingkan Hak Istimewa demi Kelangsungan Usaha. Jakarta: Kencana

Sutedi, S.H., M.H., Adrian. 2012. Good Corporate Governance. Jakarta: Sinar Grafika


(6)

Tjager, I Nyoman, dkk. 2003. Corporate Governance: Tantangan dan Kesempatan bagi komunitas bisnis Indonesia. Jakarta: Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance

Wahab, Solichin Abdul. 1990. Pengantar Analisis Kebijakan Negara. Jakarta: Rineka Cipta

Westra, Pariata. 2009. Administrasi Perusahaan Negara (Edisi Kedua). Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia

Winarno, Budi. 2002. Teori dan Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta: Media Pressindo

Wolfensohn, James. D. 1999. Good Corporate Governance, Pengertian dan Konsep Dasar. World Bank

Sumber Jurnal:

Journal of Financial Economics, No. 3, h. 305-60

Sumber Perundang-undangan:

Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor: Per-09/MBU/2012 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance) pada Badan Usaha Milik Negara

Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara