Implementasi Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2012 Tentang Sistem Kesehatan Kota di Dinas Kesehatan Kota Medan

(1)

Daftar Pustaka

Agustino, Leo. 2006. Dasar-Dasar Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta

BUKU :

Danin, Sudarwan. 2002. Menjadi Peneliti Kualitatif. Bandung: Pustaka Setia

Hasibuan. 2009. Manajemen: Dasar, Pengertian, dan Masalah. Jakarta: Bumi Aksara

Handayaningrat. 1986. Administrasi Pemerintahan dalam Pembangunan Nasional. Jakarta: Gunung Agung

Jasin. 1981. Manajemen Modern, Prinsip dan Praktek. Jakarta: PDIN – LIPI

Moleong, Lexy. J. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. remaja Rosdakarya

Parsons,Wayne.2005.Public Policy:Pengantar Teori dan Praktik AnalisisKebijakan. Jakarta:Prenada Media.

Putra, Fadillah. 2003. Paradigma Kritis dalam Studi Kebijakan Publik. Yogyakarta:Pustaka Pelajar

Subarsono, AG.2009.Analisis Kebijakan Publik.Yogyakarta:Pustaka Pelajar

Singarimbun, Masri dan Sofian Efendi. 1995. Metode Penelitian Survai. Jakarta: PT Pustaka LP3ES.

Sugandha. 1991. Koordinasi: Alat Pemersatu Gerak Administrasi. Jakarta: Intermedia


(2)

Sutarto. 1984. Dasar – Dasar Organisasi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Suyanto, Bagong dan Sutinah. 2008. Metodse Penelitian Sosial. Jakarta: Prenada Media Group. Wahab, Solichin Abdul.1997.Analisis Kebijakan dari Formulasi ke Implementasi Kebijakan Negara.Malang

Peraturan Daerah Kota Medan No 4 Tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Kota Medan

Undang-Undang dan Peraturan Daerah :

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 374/Menkes/SK/V/2009 Tentang Sistem Kesehatan Nasional

Sumber-sumber Lain :


(3)

(4)

BAB III

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

3.1 Gambaran Umum Kota Medan

3.1.1 Geografi dan Demografi

Karakteristik Kota Medan didukung oleh luas wilayah 265,10 km2

Secara astronomis, Kota Medan terletak pada posisi koordinat 2

atau 3,6 persen dari total luas wilayah Provinsi Sumatera Utara. Secara administratif,Kota Medanberbatasan dengan Selat Malaka di sebelah utara, dan berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang di sebelah timur, barat, serta selatan. Kota Medan sebagai pusat pemerintahan Provinsi Sumatera Utara memiliki posisi strategis yang semakin menguat baik secara regional maupun nasional.Posisi ini menjadi modal dasar dalam pembangunan kota.

0

.27’ – 20.47’Lintang Utara dan 980.35’ – 980

Kondisi klimatologi Kota Medan menunjukkan bahwa suhu minimum rata-rata 23,0°C - 24,1°C dan suhu maksimum rata-rata 30,6°C-33,1°C. Kelembaban udara Kota Medan rata-rata 78-82%. Kecepatan angin rata-rata sebesar 0,42 m/sec dan rata-rata total laju penguapan tiap bulannya 100,6 mm. Hari hujan di Kota Medan pada tahun 2009 rata-rata perbulan 19 hari dengan rata-rata curah hujan per bulannya berkisar antara 211,67 mm-230,3 mm. Kecenderungan utama yang harus diantisipasi dari sisi iklim daerah adalah potensi bencana alam seperti suhu 44’ Bujur Timur dengan ketinggian 2,5 – 37,5 meter diatas permukaan laut dengan kemiringan tanah 0 - 4%. Sebagian wilayah Kota Medan pada 2,5 – 5,0 meter berada pada tanah rawa yang ditumbuhi oleh pohon-pohon.Kota Medan secara administratif pemerintahan saat ini terdiri dari 21 Kecamatan dengan151 Kelurahan, yang terbagi atas 2.001 lingkungan.


(5)

udara yang cenderung terus meningkat, angin kencang, dan potensi banjir akibat curah hujan yang terus meningkat ataupun banjir kiriman dari daerah hulu.

Kota Medan secara hidrologi dipengaruhi dan dikelilingi oleh beberapa sungai besar dan anak sungai seperti sungai percut, sungai deli, sungai babura, sei belawan dan sungai-sungai lainnya. Sungai-sungai yang melintas di Kota Medan mempengaruhi bentuk fisik, ruang dan lingkungan serta berdampak pada pola perkembangan Kota Medan.Sungai-sungai tersebut sampai saat ini masih digunakan sebagai salah satu sumber air untuk sebagian masyarakat yang tinggal di daerah sekitar aliran sungai, sekaligus berfungsi sebagai drainase primer dalam rangka pengendalian banjir, serta tempat pembuangan air hujan. Tantangan yang dihadapi adalah fungsi sungai yang cenderung semakin terbatas akibat pendangkalan dan degradasi lingkungan.

Jumlah penduduk Kota Medan hingga tahun 2009 diperkirakan mencapai 2,1 juta jiwa dengan pertumbuhan penduduk rata-rata 1,1% per tahun, sehingga Kota Medan tercatat sebagai kota dengan tingkat kepadatan penduduk tinggi (8.001 jiwa/km2

Laju pertumbuhan penduduk Kota Medan dari tahun 2005-2009menunjukkan trend menurun atau perlambatan pertambahan penduduk (Gambar 3.1). Penurunan laju pertumbuhan penduduk antara lain didorong oleh pelaksanaan pengendalian penduduk melalui program keluarga berencana, meningkatnya pemahaman masyarakat tentang pentingnya norma keluarga kecil sejahtera, dan perubahan cara pandang penduduk Kota Medan yang tidak lagi menganggap “banyak anak banyak rezeki”. Kelompok keluarga muda cenderung memilih untuk memiliki anak yang semakin berkualitas.

). (sumber : RPJMD Kota Medan 2010-2015)


(6)

Gambar 3.1

Laju Pertumbuhan Penduduk Kota Medan Tahun 2005-2009

Sumber : BPS Kota Medan, 2010.

Laju pertumbuhan penduduk Kota Medan sampai dengan tahun 2015 diperkirakan sekitar 1,07 persen pertahun. Pertumbuhan penduduk Kota Medan yang rendah amat penting untuk menjaga daya dukung lingkungan perkotaan dan fasilitas umum serta sosial bagi penduduk. Dengan demikian, gerakan norma keluarga kecil sejahtera tetap harus menjadi prioritas pembangunan urusan kependudukan untuk lima tahun ke depan.Penduduk Kota Medan memiliki ciri keragaman (pluralitas) baik dari agama, suku etnis, budaya dan adat istiadat. Hal ini memunculkan karakter penduduk Kota Medan yang bersifat terbuka dan dinamis.

Perkembangan kependudukan Kota Medan pada saat ini juga ditandai oleh proses transisi demografi, yaitu proses penurunan tingkat kesuburan sampai terciptanya jumlah penduduk yang stabil. Penurunan tingkat kelahiran antara lain disebabkan oleh perubahan pola fikir dan perbaikan kondisi sosial ekonomi masyarakat.Selain itu, perbaikan gizi dan status kesehatan juga


(7)

mempengaruhi penurunan tingkat kematian. Pada akhir proses transisi demografi, tingkat kelahiran dan kematian tidak banyak berubah sehingga jumlah penduduk cenderung tidak berubah, kecuali adanya migrasi. Perkembangan penduduk Kota Medan dalam 5 (lima) tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2.

Jumlah, Laju Pertumbuhan, dan Kepadatan Pendudukan Kota Medan Tahun 2005-2009

Indikator

Tahun

2005 2006 2007 2008 2009

Jumlah Penduduk (jiwa) 2.036.185 2.067.288 2.083.156 2.102.105 2.121.053 Laju Pertumbuhan Penduduk (%) 1.5 1.53 0.77 0.91 0.9 Luas Wilayah (KM2) 265,1 265,1 265,1 265,1 265,1

Kepadatan Penduduk (jiwa/km2) 7.681 7.798 7.858 7.929 8.001

Sumber : BPS Kota Medan, 2010

Tabel 3.2 menunjukkan jumlah penduduk Kota Medan terus meningkat dari 2.036.185 jiwa pada tahun 2005 menjadi 2.121.053 jiwa pada tahun 2009 atau meningkat sebesar 4,17 persen.Rata-rata laju pertumbuhan penduduk selama 2005-2009 sebesar 1,12 persen.

Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, tingkat kepadatan penduduk Kota Medan meningkat menjadi 7.853,36 jiwa/km2

Perkembangan penduduk menurut umur dan jenis kelamin akan mempengaruhi penyediaan pelayanan umum seperti pelayanan kesehatan, pendidikan dan fasilitas sosial serta

.Tingkat kepadatan penduduk tersebut relatif tinggi yang dapat menyebabkan ketidakseimbangan antara daya dukung dan daya tampung lingkungan yang ada.


(8)

menunjukkan bahwa angka ketergantungan, yaitu perbandingan penduduk usia produktif (kelompok umur 15-64 tahun) dan penduduk usia tidak produktif (kelompok umur 0-14 dan 65 tahun atau lebih) relatif besar. Hal ini menunjukkan bahwa potensi ketenagakerjaan penduduk Kota Medan sangat besar untuk mendorong percepatan pembangunan ekonomi daerah.

Tabel 3.3.

Distribusi Penduduk Kota Medan Berdasarkan Kelompok Umur Tahun 2009

Gol. Umur

Jumlah (jiwa)

Persen (%)

0 – 14 561.813 26,49

15 – 64 1.475.058 69,54

65 + 84.182 3,97

Jumlah 2.121.053 100

Sumber : BPS Kota Medan, 2010

Tantangan yang harus diatasi dalam lima tahun mendatang antaralain adalah :

1. Perlunya perluasan lapangan kerja dalam memanfaatkan bonus demografi berupa meningkatnya penduduk usia produktif dalam mendukung percepatan pembangunan kota.

2. Perlunya penyediaan fasilitas sosial dan umum dalam mendukung kegiatan sosial, ekonomi dan budaya terutama bagi para pemuda atau penduduk kelompok usia muda. 3. Perlunya peningkatan prasarana dan sarana perkotaan untuk mendukung pengembangan


(9)

3.1.2 Kesehatan Masyarakat

Meningkatnya derajat kesehatan masyarakat Kota Medan selama periode 2006-2009 ditunjukkan oleh penurunan angka kematian bayi (AKB), peningkatan Angka Harapan Hidup (AHH). AKB tahun 2009 sebesar 9,8 per 1000 kelahiran hidup, telah berkurang sebesar 5,3 per 1000 kelahiran hidup dibanding tahun 2006. Berdasarkan AHH sebesar 71,5 tahun pada tahun 2009, terjadi peningkatan sebesar 0,8 tahun di banding tahun 2006. Di samping itu, rata-rata angka lahir hidup pada tahun 2009 juga semakin membaik yaitu semakin turun menjadi 1,31 jiwa dari angka sebelumnya tahun 2006 sebesar 1,39 jiwa. Hal ini mengindikasikan bahwa pada tahun 2009 rata-rata jumlah anak yang dilahirkan hidup oleh seorang wanita lebih kecil dibandingkan jumlah rata-rata bayi yang dilahirkan pada tahun 2008.

Tabel 3.4

Indikator Kesehatan Masyarakat Kota Medan Tahun 2006-2009

Sedangkan angka anak masih hidup juga menunjukkan perbaikan yaitu dari 1,33 jiwa pada tahun 2006 menjadi 1,29 jiwa pada tahun 2009. Secara terperinci angka harapan hidup tertinggi di tingkat kecamatan masih menunjukkan adanya ketimpangan, hal ini dapat diindikasikan dari Angka Harapan Hidup tertinggi di Kecamatan Medan Amplas sebesar 80,5

Jenis Indikator

tahun

2006 2007 2008 2009

Angka Harapan Hidup (tahun) 70.7 71.1 71.2 71.5

Angka Kematian Bayi, IMR (%) 15.1 13.8 10.5 9.8

Rata-rata Anak Lahir Hidup (jiwa) 1.39 1.34 1.33 1.31

Rata-rata Anak Masih Hidup (jiwa) 1.33 1.29 1.29 1.29

Angka Kesakitan Umum (%) 20.43 20.13 20.15 18


(10)

0 20 40

2006 2007 2008 2009

15,1 13,8

10,5 9,8

20,43 20,13 20,15 18

Angka Kematian Bayi, IMR (%) Angka Kesakitan Umum (%) Tabel 3.5

Perkembangan Angka Kematian Bayi dan Kesakitan Umum Kota MedanTahun 2006-2009. (dalam persen)

Sumber: BPS, 2010

Gambaran kondisi kesehatan masyarakat Kota Medan lainnya yang berkaitan dengan pola hidup sehat dan bersih (PHBS), diantaranya masih relatif rendahya pemberian air susu eksklusif, dimana pada tahun 2008 masih dijumpai sebanyak 32,45% bayi yang tidak memperoleh ASI eksklusif. Relatif tingginya prevalensi gizi kurang dan gizi lebih pada balita, dimana hal ini menunjukkan perilaku yang salah dalam pola pemberian makanan pada bayi dan balita. Pada tahun 2008 terdapat sebanyak 0,52% (911) balita dengan gizi buruk, 3,21% (5.676) balita dengan gizi kurang. Hal lainnya yang menunjukkan rendahnya PHBS ini adalah adanya kecenderungan meningkatnya penderita HIV/AIDS, yang menggambarkan adanya perilaku seksual yang tidak aman dan penyalahgunaan NAPZA, dimana sampai tahun 2008 diperkirakan terdapat pengguna NAPZA sebanyak 20.000 orang, dan penderita HIV/AIDS yang mencapai 493 orang.

Membaiknya taraf kesehatan masyarakat selama tahun 2006 – 2009, tidak terlepas dari meningkatnya penyelenggaraan pelayanan kesehatan masyarakat, baik pelayanan dasar maupun rujukan. Pelayanan kesehatan tersebut didukung oleh keberadaan 39 puskesmas dan 40 puskesmas pembantu (3-4 puskesmas per kecamatan). Puskesmas/puskesmas pembantu masih menjadi sentra pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat yang ditandai dengan angka


(11)

kunjungan sebesar 1.096.023 jiwa tahun 2009. Sebanyak 39 puskesmas yang ada, 13 diantaranya telah ditingkatkan statusnya menjadi puskesmas rawat inap, dengan dukungan tenaga dokter spesialis secara berkala. Sedangkan jumlah posyandu sebanyak 1.405 unit, dan secara keseluruhan merupakan posyandu aktif, dengan fungsi-fungsi utama seperti imunisasi, pencegahan/penanggulangan balita gizi buruk, pemeriksaan ibu hamil, pelayanan KB,sekaligus sarana berbagai penyuluhan kesehatan masyarakat.

Pada tingkat pelayanan kesehatan rujukan, Kota Medan memiliki Rumah Sakit tipe B, yaitu RS. DR. Pirngadi Medan. Fungsi terdepan yang tetap diselenggarakan oleh rumah sakit adalah pelayanan sosial kesehatan bagi masyarakat terutama bagi masyarakat kurang mampu, bahkan dengan pelayanan tanpa bayar.Kondisi sarana dan prasarana kesehatan dilihat dari jumlah puskesmas dan puskesmas pembantu selama tahun 2005-2009 relatif tidak berubah, yaitu ada 39 puskesmas dan 40 puskesmas pembantu (3-4 puskesmas per kecamatan). Puskesmas/puskesmas pembantu masih menjadi sentra pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat ditandai dengan angka kunjungan sebesar 1.096.023 jiwa tahun 2009. Untuk itu dari39 puskesmas yang ada, 13 diantaranya telah ditingkatkan statusnya menjadi puskesmas rawat inap, dengan dukungan tenaga dokter spesialis secara berkala. Sedangkan jumlah posyandu sebanyak 1.405 unit, dan secara keseluruhan merupakan posyandu aktif, dengan fungsi-fungsi utama seperti imunisasi, pencegahan/ penanggulangan balita gizi buruk, pemeriksaan ibu hamil, pelayanan KB, sekaligus sarana berbagai penyuluhan kesehatan masyarakat.


(12)

Tabel. 3.6

Sarana/Prasarana dan Tenaga Kesehatan Kota Medan Tahun 2008

No Sarana dan SDM Kesehatan Jumlah

1. Rumah Sakit Umum 47

2. Rumah Sakit Jiwa 5

3. Rumah Sakit Ibu dan Anak 8

4. Rumah Sakit Khusus 3

5. Puskesmas 39

6. Puskesmas Rawat Inap 11

7. Puskesmas Pembantu 41

8. Praktek Dokter Umum 781

9. Praktek Dokter Spesialis 379

10. Praktek Dokter Bersama 8

11. Praktek Dokter Gigi 266

12. Laboratorium Kesehatan 11

13. Kelurahan Siaga 151

14. Puskesmas Keliling 27

15 Dokter Umum 153

16. Dokter Gigi 98

17. Bidan 367

18. Perawat 425


(13)

20. Asisten Apoteker 144

21. Tenaga Gizi 45

22. Tenaga Kesehatan Masyarakat 12

23. Tenaga Sanitasi 48

24. Analisis 35

25. Magister 12

26. Lain-lain 113

Sumber: Dinas Kesehatan Kota Medan, 2009

Dari tabel di atas terlihat bahwa sarana/prasarana dan tenaga kesehatan di Kota Medan jumlahnya sudah cukup memadai, namun yang menjadi permasalahan adalah kualitas dan penyebaran sarana dan tenaga kesehatan tersebut yang adakalanya di beberapa tempat banyak terdapat sarana dan tenaga kesehatan, tetapi di tempat lain mengalami kekurangan. Permasalahan lainnya adalah masih belum optimalnya kualitas sarana dan tenaga kesehatan yang ada, dimana untuk meningkatkan kualitas sarana dan tenaga kesehatan tersebut dibutuhkan komitmen secara terkoordinasi dan berkelanjutan serta didukung oleh masyarakat, dunia usaha dan dunia pendidikan.

Berdasarkan kondisi umum penyelenggaraan urusan kesehatan sampai tahun 2009, berbagai permasalahan pokok penyelenggaraan kesehatan dalam 5 tahun yang akan datang (2011-2015) di Kota Medan, disajikan sebagai berikut :

1. Masih relatif rendahnya kesadaran masyarakat untuk untuk hidup bersih dan sehat 2. Relatif rendahnya mutu dan pemerataan pelayanan kesehatan


(14)

4. Belum optimalnya pelaksanaan pelayanan rujukan dan belum sepenuhnya memenuhi harapan masyarakat, khususnya masyarakat miskin.

5. Di samping itu, kualitas pelayanan Puskesmas dan Rumah Sakit masih relatif rendah, terutama yang berhubungan dengan pelayanan administrasi dan pelayanan medis.

6. Rendahnya upaya peningkatan akses dan kualitas pelayanan kesehatan ditandai juga dengan relatif masih rendahnya akses dan pelayanan kesehatan terhadap kualitas kesehatan dan gizi ibu hamil dan balita, terutama dari keluarga miskin

3.1.3 Visi dan Misi Kota Medan

Visi akan memberikan arah kemana pembangunan diselenggarakan, sedangkan misi merupakan kegiatan pokok yang harus dilaksanakan untuk terlaksananya Visi yang ditetapkan adalah :

”KOTA MEDAN MENJADI KOTA METROPOLITAN YANG BERDAYA

SAING, NYAMAN, PEDULI, DAN SEJAHTERA”

Dalam rangka mewujudkan visi pembangunan kota yang ditetapkan dan sekaligus mempertegas tugas, fungsi dan dan tanggungjawab seluruh pelaku pembangunan, baik oleh penyelenggara pemerintahan daerah maupun masyarakat selama lima tahun ke depan, maka Misi pembangunan Kota Medan adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan Kualitas Kepemerintahan yang Demokratis, Berkeadilan, Transparan Dan Akuntabel;

2. Meningkatkan Penataan Prasarana dan Sarana Perkotaan yang Serasi dan Seimbang untuk Semua Kawasan Kota;

3. Meningkatkan Akselerasi Pertumbuhan Ekonomi Kota yang Merata dan Berkelanjutan; 4. Mewujudkan Penataan Lingkungan Perkotaan yang Bersih, Sehat, Nyaman dan Religius;


(15)

5. Meningkatkan Kualitas Masyarakat Kota.

3.1.4 Struktur Ekonomi

Struktur perekonomian kota yang kokoh akan menjadi motor penggerak perekonomian dan sekaligus penopang ketahanan ekonomi daerah. Selama periode 2005-2009, struktur ekonomi Kota Medan didominasi oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan kontribusi terhadap PDRB rata-rata sebesar 25,90 persen pertahun. Sumbangan sektor transportasi dan telekomunikasi rata-ratasebesar 19,0 persen, sektor industri dan pengolahan sebesar 16,05 persen, serta sektor keuangan dan jasa perusahaan sebesar 14,19 persen pertahun.

Tabel 3.7

Struktur PDRB Menurut Lapangan Usaha Tahun 2005-2009 (%)

2005 2006 2007 2008 2009*)

I PRIMER 3.060 2.929 2.851 2.877 2.837 1 Pertanian 3.054 2.922 2.845 2.872 2.833 2 Pertambangan dan penggalian 0.006 0.007 0.006 0.004 0.004 II SEKUNDER 26.910 28.371 27.934 27.247 26.195 3 Industri pengolahan 16.580 16.296 16.283 15.954 14.947 4 listrik, gas dan air 2.144 2.257 1.877 1.750 1.713 5 Konstruksi 8.186 9.817 9.774 9.543 9.534 III TERSIER 70.030 68.701 69.215 69.876 70.968 6 Perdagangan, hotel, dan restoran 26.341 25.983 25.438 25.901 26.830 7 Transportasi dan telekomunikasi 18.648 18.761 19.022 19.071 19.620 8 Keuangan dan jasa perusahaan 14.170 13.409 14.127 14.617 13.852 9 Jasa-jasa 10.872 10.547 10.628 10.287 10.667

100.000

100.000 100.000 100.000 100.000 Sumber : BPS Kota Medan (diolah)

sektor/lapangan usaha

PDRB

Struktur ekonomi Kota Medan tersebut selama 2005-2009 cenderung tetap dan tidak mengalami perubahan struktur ekonomi.Hal ini disebabkan proses transformasi ekonomi daerah


(16)

lama, hingga menuju tingkat kematangan struktur ekonomi. Selain itu, Kota Medan juga menjadi pusat perdagangan, dan jasa perhotelan, serta restoran.

Ciri perekonomian Kota Medan yang berbasis sektor jasa, perdagangan dan restoran juga dipengaruhi oleh pola perkembangan Kota Medan yang ditandaioleh meningkatnya pusat-pusat perdagangan yang berskala besar, bangunan hotel-hotel dan restoran, serta transportasi dan telekomunikasi

Tantangan yang harus dihadapi dalam lima tahun mendatangantaralain adalah:

(1) Perlu pengembangan usaha mikro kecil menengah dan koperasi (UMKMK) dengan meningkatkan akses permodalan, jaminan usaha, pengembangan manajemen usaha, penyediaan tempat usaha dan pemasaran; serta peningkatan teknologi produksi, pengolahan dan pemasaran.

(2) Perlu peningkatan kerjasama dan kemitraan antara UMKMK dengan usaha besar.

(3) Perlu pengembangan kegiatan ekonomi kreatif yang dapat menampung tambahan angkatan kerja berusia muda.

3.2 Gambaran Umum Dinas Kesehatan Kota Medan 3.2.1 Tujuan

1. Tujuan Umum

Tujuan disusunnya Profil Kesehatan Kota Medan Tahun 2013 adalah agar tersedia data/informasi yang akurat, tepat waktu dan sesuai dalam rangka meningkatkan kemampuan manajemen kesehatan secara berhasil guna dan berdaya guna.


(17)

a. Tersedianya data/informasi umum dan lingkungan Kota Medan yang meliputi data lingkungan fisik/ biologik, data demografi dan sosial ekonomi.

b. Tersedianya data/informasi status kesehatan masyarakat Kota Medan yang meliputi angka kematian, angka kesakitan dan status gizi.

c. Tersedianya data/informasi tentang upaya kesehatan dan kebijaksanaan di Kota Medan.

d. Tersedianya data/informasi untuk bahan penyusunan perencanaan kegiatan/program kesehatan di Kota Medan.

e. Tersedianya alat untuk pemantauan dan evaluasi tahunan program-program kesehatan di Kota Medan.

f. Tersedianya wadah integrasi berbagai data yang telah dikumpulkan oleh berbagai sistem pencatatan dan pelaporan yang ada di Puskesmas, rumah sakit maupun di unit-unit kesehatan lainnya di Kota Medan.

g. Tersedianya alat untuk memacu penyempurnaan sistem pencatatan dan pelaporan kesehatan di Kota Medan.

3.2.2 Tugas Pokok dan Fungsi

Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Kesehatan Kota Medan yang tertuang dalam Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2009 Tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kota Medan. Dalam Peraturanm Daerah ini telah ditetapkan kedudukan, tugas, fungsi dan susunan organisasi Dinas Kesehatan Kota Medan sebagai berikut :


(18)

Dinas Kesehatan merupakan unsur pelaksana Pemerintah Daerah, yang dipimpin oleh kepala dinas yang berkedudukan dibawah dan bertanggung jawab kepada Walikota melalui Sekretaris Daerah.

2. Tugas

Dinas Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan urusan pemerintahan daerah dibidang kesehatan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan.

3. Fungsi

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada pasal 19, Dinas Kesehatan menyelenggarakan fungsi.

a. Perumusan kebijakan teknis dibidang kesehatan;

b. Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum di bidang kesehatan; c. Pembinaan dan pelaksanaan tugas dibidang kesehatan; dan

d. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Walikota sesuai dengan tugas dan fungsinya.

3.2.3 Susunan Organisasi

Organisasi Dinas Kesehatan, terdiri dari : 1. Kepala Dinas

2. Sekretariat, membawahkan : a. Sub Bagian Umum;

b. Sub Bagian Keuangan dan Perlengkapan; c. Sub Bagian Penyusunan Program.

3. Bidang Bina Pelayanan Kesehatan, membawahkan : a. Seksi Kesehatan Dasar;


(19)

b. Seksi Kesehatan Rujukan; c. Seksi Kesehatan Khusus.

4. Bidang Pengendalian Masalah Kesehatan, membawahkan : a. Seksi Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit; b. Seksi Wabah dan Bencana;

c. Seksi Kesehatan Lingkungan.

5. Bidang Pengembangan Sumber Daya Manusia Kesehatan, membawahkan: a. Seksi Perencanaan dan Pendayagunaan;

b. Seksi Pendidikan dan Pelatihan; c. Seksi Registrasi dan Akreditasi.

6. Bidang Kefarmasian Jaminan dan Sarana Kesehatan, membawahkan : a. Seksi Kefarmasian;

b. Seksi Jaminan Kesehatan;

c. Seksi Sarama dan Peralatan Kesehatan. 7. Unit Pelaksana Teknis Dinas, terdiri atas :

a. Puskesmas (39 unit) dan Puskesmas Pembantu (41 Unit) b. Gudang Farmasi (1 unit)

c. Klinik Spesialis Bestari(1 unit)

d. Balai Laboratorium kesehatan lingkungan (1 unit) 8. Kelompok Jabatan Fungsional

Adapun susunan organisasi Dinas Kesehatan terdapat dalam struktur yang terdapat dalam Gambar.


(20)

Gambar 3.8

STRUKTUR ORGANISASI DINAS KESEHATAN KOTA MEDAN

3.2.4 Sumber Daya

a. Sumber Daya Manusia

KEPALA DINAS KESEHATAN

SEKRETARIS SUB.BAGIAN KEUANGAN DAN PERLENGKAPAN SUB.BAGIAN PENYUSUN PROGRAM SUB BAGIAN UMUM BIDANG PENGEMBANGAN SDM KESEHATAN BIDANG KEFARMASIAN JAMINAN DAN SARANA

KESEHATAN SEKSI PERANCANGAN DAN PENDAYAGUNAAN SEKSI KEFARMASIAN SEKSI JAMINAN KESEHATAN SEKSI SARANA PERALATAN KESEHATAN SEKSI PENDIDIKAN DAN KEPELATIHAN SEKSI REGISTRASI DAN AKREDITAS UPT BIDANG PENGENDALIAN MASALAH KESEHATAN BIDANG BINA PELAYANAN KESEHATAN KELOMPOK FUNGSIONAL SEKSI PENGENDALIAN DAN PEMBERANTASAN PENYAKIT SEKSI WABAH DAN BENCANA SEKSI KESEHATAN LINGKUNGAN SEKSI KESEHATAN DASAR SEKSI KESEHATAN RUJUKAN SEKSI KESEHATAN KHUSUS


(21)

Jumlah SDM per 31 Desember 2011 untuk mendukung pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Dinas Kesehatan Kota Medan adalah sebanyak 1746orang

b. Sumber Daya Lainnya

Sumber daya lainnya termasuk didalamnya Sarana dan Prasarana untuk mendukung pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Dinas Kesehatan Kota Medan adalah sebagai berikut:

c. Bangunan Kantor

Bangunan gedung kantor Dinas Kesehatan Kota Medan adalah bangunan permanen yang kondisinya baik.

1. Kendaraan Dinas Kesehatan(Roda 4 dan Roda 2)

Kendaraan Roda empat berjumlah 65 (enampuluh lima) unit dengan rincian sebagai berikut Ambulance 7 (tujuh) unit, puskesmas keliling 39 (tiga puluh sembilan) unit, mobil operasional gudang farmasi 1 (satu ) unit, mobil operasional Dinas 7 (tujuh) unit, Mobil operasionil DBD 4 (empat ) unit, mobil dinas 1 (satu) unit, mobil emergensi 3 (tiga) unit, mobil operasional fogging 1 (satu) unit. mobil sarana pendistribusian farmasi 2 (dua) unit. Sedangkan kendaraan Roda 2 berjumlah : 215 (dua ratus lima belas) unit.

Kendaraan ini dipergunakan untuk memperlancar dan menunjang tugas untuk mencapai visi dan misi Dinas Kesehatan Kota Medan.

2. Fasilitas Lainnya

Komputer, printer, fax, internet dan lainnya. Fasilitas ini sangat menunjang pekerjaan. Terlebih dengan sudah berjalannya fasilitas internet, sistem informasi dari Dinas ke Puskesmas atau sebaliknya sudah dapat berjalan lebih baik.


(22)

BAB IV

PENYAJIAN DATA

Setelah melakukan penelitian dan pengumpulan data di lapangan melalui wawancara dan observasi atau pengamatan secara langsung, maka diperoleh data responden dalam kaitannya dengan implementasi Perda No.4 Tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Kota di Dinas Kesehatan Kota Medan.

Adapun data-data yang disajikan terdiri dari dua bagian, yaitu data identitas responden dan data variabel penelitian. Penyajian data identittas responden adalah untuk mengetahui spesifikasi (ciri-ciri khusus) yang dimiliki oleh responden, yaitu meliputi jenis kelamin, usia, dan pendidikan terakhir. Sedangkan penyajian data tentang variabel penelitian adalah untuk menjawab permasalahan penelitian. Data-data tersebut disajikan sebagai berikut :

4.1Identitas Responden

Tabel 4.1 Karakteristik Responden berdasarkan Jenis Kelamin

No Jenis Kelamin Frekuensi Persentase

1 Laki-Laki 3 75%

2 Perempuan 1 25%

Jumlah 4 100%

Sumber : wawancara 2014

Dari tabel diatas dapat dilihat identitas responden berdasarkan jenis kelamin yaitu laki-laki 3 orang, dan perempuan 1 orang.


(23)

No. Pendidikan Frekuensi Persentase

1 SD - 0%

2 SLTP - 0%

3 SLTA 1 25%

4 Diploma/Sarjana 3 75%

Jumlah 4 100%

Sumber : Wawancara 2014

Dari Tabel Diatas dapat dilihat bahwa identitas responden berdasarkan pendidikan terakhir yaitu Tingkat Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) tidak ada, sedangkan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) sebanyak satu orang dan pada tingkat Diploma/Sarjana sebanyak 3 orang.

4.2 Hasil Wawancara

Wawancara merupakan salah satu cara untuk mendapatkan informasi dari informan kunci tentang implementasi Perda No.4 Tentang Sistem Kesehatan Kota di Dinas Kesehatan Kota Medan melalui koordinasi dan kerjasama lintas sektor.

Sesuai dengan rancangan penelitian, telah ditetapkan jumlah informan kunci sebanyak 1 (satu) orang. Orang yang ditetapkan sebagai informan kunci dalam penelitian ini adalah orang yang dianggap dapat menjawab segala sesuatu yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini, yaitu yang berhubungan dengan proses implementasi Sistem Kesehatan Kota Medan. Yang menjadiinforman kunci dalam penelitian ini yaitu Kepala Dinas Kesehatan Kota Medan.Sedangkan yang menjadi informan utama dalam penelitian ini sebanyak satu orang,


(24)

yaituKepala Bidang Bina Pelayanan Kesehatan, yang bertanggung jawab menangani Sistem Kesehatan Kota Medan. Dalam penelitian ini juga terdapat informan tambahan yaitu masyarakat.

Tipe wawancara yang dipilih oleh penulis yaitu tipe wawancara berstruktur, dimana sebelum memulai wawancara terlebih dahulu penulis menyusun daftar pertanyaan yang diajukan. Pertanyaan-pertanyaan yang disusun jelas berhubungan dengan proses implementasi Sistem Kesehatan Kota Medan tersebut. Namun didalam prosesnya sendiri, penulis tidak menutup kemungkinan akan munculnya pertanyaan-pertanyaan baru yang dapat menggali informasi lebih dalam dari para informan.

Dilihat dari Indikator Implementasi Kebijakan, antara lain :

1. Komunikasi

Keberhasilan implementasi kebijakan masyarakat adalah implementor mengetahui apa yang harus dilakukan. Apa yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan harus ditransisikan kepada kelompok sasaran sehingga akan mengurangi distorsi implementasi. Apabila tujuan dan sasaran suatu kebijakan tidak jelas atau bahkan tidak diketahui sama sekali oleh kelompok- sasaran, maka kemugkinan akan terjadi resistensi dari kelompok sasaran. Maka peneliti melakukan wawancara dengan Kepala Bagian Bina Pelayanan Kesehatan, yaitu dr. Iman Surya, dengan pertanyaan :

1. Siapakah yang menginisiasi lahirnya Peraturan Daerah ini? (Sejarah lahirnya Peraturan Daerah)

Jawab : Usulan Rancangan Peraturan Daerah ini dimulai oleh Dinas Kesehatan Kota Medan dikarenakan adanya aturan lebih tinggi, yaitu Peraturan Menteri Kesehatan bahwa masing-masing daerah diarahkan untuk menyusun sistem kesehatannya sendiri, atas dasar itu Pemerintah Daerah Kota Medan melalui Dinas Kesehatan Kota Medan mulai merancang


(25)

Sistem Kesehatan Kota Medan. Proses pembuatan Sistem Kesehatan ini dimulai pada tahun 2007, yang masih berupa naskah akademis dengan melibatkan lintas sektoral dalam pembahasannya, seperti tokoh-tokoh masyarakat, akademisi, dan pemerhati kesehatan. Kemudian berlanjut kembali pada tahun 2009 yaitu dilakukan studi banding oleh dinas kesehatan dan anggota DPRD Kota Medan ke Provinsi Jawa Tengah dan Kabupaten Serang, dikarenakan Provinsi Jawa Tengah telah mengeluarkan Peraturan Gubernur tentang Sistem Kesehatan Provinsi dan Kabupaten Serang juga telah mengeluarkan Peraturan Daerah tentang Sistem Kesehatan Kabupaten. Setelah melakukan studi banding Dinas Kesehatan berkonsultasi dengan DPRD, dan kemudian diputuskan bahwa akan dibuat Peraturan Daerah Tentang Sistem Kesehatan Kota.

Tetapi pada tahun 2010 pengerjaannya terhenti sementara, kemudian pada tahun 2011 Dinas Kesehatan mulai mengajukan ke DPRD untuk dilakukan pembahasan, dan pada Febuari tahun 2012 selesailah pembahasan dan ditetapkan sebagai Peraturan Daerah Kota Medan Tentang Sistem Kesehatan Kota. Namun dalam implementasimya hingga tahun 2014, Peraturan Daerah tentang Sistem Kesehatan Kota Medan ini belum bisa berjalan dikarenakan beberapa hal.

2. Bentuk dan sosialisasi seperti apa yang telah dilakukan dalam mensosialisasikan Sistem Kesehatan Kota kepada masyarakat?

Jawab : Sosialisasi saat ini belum dilakukan ke masyarakat, masih sosialisasi di internal Dinas Kesehatan Kota Medan.

3. Apa yang menjadi penghambat tidak terlaksananya sosialisasi Sistem Kesehatan Kota ke masyarakat?


(26)

Jawab : Hal yang menjadi penghambat dalam mensosialisasikan ke masyarakat adalah pertama, karena adanya perubahan struktur di dalam internal dinas kesehatan dan pergantian pimpinan setelah pengesahan Peraturan Daerah tersebut, sehingga pembahasan Sistem Kesehatan Kota Medan ini tidak sampai kepada pembahasan yang lebih teknis, yaitu sampai kepada Pembuatan Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) dan Petunjuk Teknis (Juknis) yang dijadikan acuan dalam pelaksanaan Sistem Kesehatan Kota, sehingga Sistem Kesehatan Kota ini seperti terlupakan untuk dilaksanakan. Kedua, karena permasalahan anggaran yang kurang untuk pelaksanaan Peraturan daerah tersebut yang membuat segala bentuk aktivitas yang sudah direncanakan terbatasi untuk dilaksanakan.

4. Bagaimana bentuk sosialisasi kepada instansi-instansi yang berperan dalam pelaksanaan teknis dilapangan, seperti Rumah sakit dan Puskesmas, terkait dengan Sistem Kota Medan tersebut?

Jawab : belum ada dilakukan sosialisasi kepada instansi-instansi kesehatan seperti, Puskesmas, maupun Rumah Sakit terkait Sistem Kesehatan Kota yang telah disahkan melalui Peraturan Daerah. Sosialisasi masih dilakukan di internal Dinas Kesehatan Kota Medan. 5. Apa yang menjadi penyebab tidak terlaksananya Sosialisasi kepada pelaksana teknis, yaitu

Rumah Sakit dan Puskesmas?

Jawab : Kembali lagi, ruang gerak Dinas Kesehatan terbatasi oleh anggaran yang minim dalam memberikan sosialisasi kepada Rumah sakit dan Puskesmas dan belum ada Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) dan Petunjuk Teknis (Juknis) yang dapat dijadikan acuan kerja.

6. Koordinasi seperti apa yang telah dilakukan oleh Dinas Kesehatan dengan kesemua sektor yang terdapat didalam Peraturan Daerah (BAB XIV) dalam melaksanakan Peraturan Daerah tentang Sistem Kesehatan Kota tersebut? Apakah sudah berjalan kesemua sektor?


(27)

Jawab : belum ada koordinasi yang dilakukan ke sektor manapun bila terkait Sistem Kesehatan ini, dikarenakan Sistem Kesehatan ini belum bisa berjalan sampai sekarang, dikarenakan Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) dan Petunjuk Teknis (Juknis) yang belum ada dan belum dibuat. Namun apabila terkait dengan Tugaspokok dan fungsi Dinas Kesehatan, koordinasi dan kerjasamalintassektor telah dilakukan, contohnya saja untuk penanggulangan Demam Berdarah (DBD), Dinas Kesehatan telah melakukan koordinasi dan kerjasama dengan pihak Kecamatan, Kelurahan, dan Lingkungan melalui Puskesmas untuk pemberantasan sarang nyamuk. Kemudian dalam menjalankan program Usaha Kesehatan Sekolah (UKS), Dinas Kesehatan telah melakukan koordinasi dan kerjasama dengan sekolah-sekolah melalui Dinas Pendidikan, dan dalam menangani Gizi Buruk Dinas Kesehatan telah berkooordinasi dengan Badan Ketahanan Pangan, serta program Posyandu Dinas Kesehatan juga berkoordinasi dan bekerjasama dengan Badan Pemberdayaan Masyarakat, dan banyak lagi sektor-sektor lain bila dikaitkan dengan Tugas pokok dan fungsi Dinas Kesehatan.

7. Sebagai masyarakat kota Medan apakah anda tahu mengenai Kebijakan Perda tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Kota Medan? (Peneliti mewawancarai seorang masyarakat bernama Joko Sunaryo)

Jawab : saya tidak mengetahui ada program atau kebijakan Perda No.4 tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Kota Medan, dan saya belum pernah mendengar dalam bentuk sosialisasi apapun.

Pertanyaan yang sama juga saya tanyakan kepada seorang masyarakat yang bergerak di Lembaga Studi dan Advokasi Kebijakan (ELSAKA), yaitu Frans Sofian Silaen)


(28)

Jawab : saya tahu mengenai kebijakan perda no.4 tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Kota Medan ini, dan saya senang melihat Pemerintah mempunyai tanggung jawab untuk menjalankan amanah Undang-Undang atau aturan lebih tinggi, yaitu agar Pemerintah Daerah mempunyai pedomannya sendiri dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan di daerahnya masing-masing, akan tetapi saya tidak melihat realisasinya dilapangan dan menembus lapisan masyarakat terbawah. Sistem Kesehatan Kota Medan seharusnya menjadi suatu pedoman bagi Dinas Kesehatan Kota Medan untuk menyelenggarakan pembangunan kesehatan yang layak, adil, dan terjangkau bagi masyarakat kota Medan secara khusus. Namun hal tersebut belum terealisasi melihat pertimbangan banyaknya permasalahan-permasalahan kesehatan yang muncul di tengah-tengah masyarakat Kota Medan.

2. Sumber Daya

walaupun isi kebijakan sudah dikomunikasikan secara jelas dan konsisten, tetapi apabila implementator kekurangan sumberdaya untuk melaksanakan, implementasitidak akan berjalan efektif. Sumber daya tersebut dapat berwujud sumberdaya manusia, yakni kompetensi implementor dan sumber daya financial.

1. Bagaimana pembagian Tugas dan wewenang dalam proses implementasi?

Jawab : Sebenarnya sewaktu proses pembuatan Peraturan Daerah tentang Sistem Kesehatan, sudah ada pembagian tugas dan wewenang yang akan bertanggung jawab dan yang nantinya juga akan fokus merancang serta mengimplementasikan Sistem Kesehatan ini, yaitu dibawah naungan Subdinas Bina Program, akan tetapi dikarenakan adanya perubahan struktur dan pergantian pemimpin di tahun 2009, segala sesuatu yang telah direncanakan tidak terlaksana dan menjadi lebur, jadi kebanyakan Sumber Daya Manusia yang ada


(29)

didalam Subdinas Bina Program ini bertukar Tupoksinya, dan Subdinas Bina Program ini telah dihapus dan bergabung menjadi Bagian Kesekretariatan, sehingga samapai pada tahun 2012 Perda ini disahkan, tugas dan wewenang yang khusus menangani Sistem Kesehatan ini belum ada samapai sekarang.

2. Apakah sudah dilakukan pelatihan dan pendidikan khusus bagi Sumberdaya Manusia Dinas Kesehatan dalam mengimplementasikan Sistem Kesehatan Kota?

Jawab : Belum ada, karena pada waktu Subdinas Bina Program masih ada dan bertanggung jawab terhadap Sistem Kesehatan Kota belum sempat dilakukan pelatihan dan pendidikan khusus bagi Sumber Daya Manusianya.

3. Dari mana dana yang diperoleh untuk melaksanakan Sistem Kesehatan Kota?

Jawab : Jika melihat rencana Program Sistem Kesehatan Kota ini nantinya akan dilaksanakan melalui dana APBD dan Bantuan-bantuan Swasta melalui program Coorperate Social Responsibility (CSR), seperti program-program Dinas Kesehatan sebelumnya, perusahaan swasta sudah mulai mendekatkan diri kepada Dinas Kesehatan melalui penyokongan dana yang bersifat membantu pelaksanaan program-program tersebut melalui CSR

3. Disposisi

merupakan watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor, seperti komitmen, kejujuran, dan sifat demokratis.

1. Apakah ada kriteria/seleksi khusus bagi implementor Sistem Kesehatan Kota nantinya, jika ada, kriteria/seleksi seperti apa?


(30)

Jawab : Jadi nantinya Dinas Kesehatan akan mempunyai kriteria-kriteria tertentu bagi SDM Dinas Kesehatan untuk melaksanakan Sistem Kesehatan Kota, yaitu orang-orang yang mempunyai kompetensi dalam melakukan penyuluhan-penyuluhan ke masyarakat, mampu dalam pembuatan tata naskah, dan juga mungkin orang yang mempunyai latar belakang Ilmu Hukum untuk menyusun Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) dan Petunjuk Teknis (Juknis) Sistem Kesehatan Kota.

2. Berdasarkan Pasal 6 Dinas Kesehatan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang bertahap, apakah pembangunan kesehatan yang telah dirancang Dinas Kesehatan berjalan tepat waktu?

Jawab : Dinas Kesehatan mempunyai Rencana Strategi (Renstra) yang berjangka waktu selama lima tahun, yang menjadi pedoman dan acuan Dinas Kesehatan dalam melaksanakan pembangunan kesehatan. Dalam prosesnya tidak semua hal berjalan tepat waktu sesuai dengan Renstra tersebut.

3. Apa yang menjadi faktor penghambat dan pendukung dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang bertahap?

Jawab : salah satu faktor penghambat adalah anggaran yang terkadang tidak mencukupi, dan kemudian faktor pendukungnya adalah banyak peran serta masyarakat dan swasta dalam mendukung, seperti perusahaan Bank Mandiri yang membantu dengan cara memberikan CSR kepada Dinas Kesehatan, institusi pendidikan, seperti Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, dan lain-lain.

4. Adakah penghargaan/reward dan sanksi/punishment bagi implementor yang berprestasi dan melakukan pelanggaran?


(31)

Jawab : Ada, Kalau Punishment adalah berupa sanksi administratif, teguran, dan sampai kepada pemecatan atau penutupan. Kalau Reward juga ada, contohnya saja Rumah Sakit yang membantu program pemerintah, dengan membantu masyarakat yang tidak mampu dan sakit dengan pelayanan dan perawatan yang responsif, tanpa harus menunggu pembiayaan.

4. Struktur Organisasi

merupakan yang bertugas mengimplementasikan kebijakan memiliki pengatuh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan.

1. Adakah bidang/seksi didalam Dinas Kesehatan yang secara khusus menangani Sistem Kesehatan kota nantinya?

Jawab : Karena belum ada pembagiantugas dan wewenang bidang/seksi khusus yang menangani Sistem Kesehatan ini maka yang bertanggung jawab sebagai leading sector untuk mengendalikan Sistem Kesehatan nantinya adalah bidang Sekretariat, dan masing-masing bidang seperti Pelayanan Kesehatan akan mengerjakan di bagian Pelayanan kesehatan, Bagian Farmasi akan mengerjakan di bagian kefarmasian, dan lain-lain sesuai tugas pokok dan fungsi bidangnya dalam melaksanakan Sistem Kesehatan kota tersebut.


(32)

BAB V

ANALISIS DATA

Dalam bab V ini akan dipaparkan tentang penganalisaan dari seluruh data yang diperoleh selama penelitian, baik melalui studi kepustakaan, wawanacara maupun melihat dengan langsung fenomena yang terkait dengan Implementasi Peraturan Daerah Nomor 4 tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Kota di Dinas Kesehatan Kota Medan, maka akan dilakukan analisa terhadap setiap data yang ada dan fakta yang didapat berdasarkan variabel operasional penelitian, dan penguraian masalah-masalah yang terjadi yaitu :

5.1Komunikasi

Sebelum sebuah kebijakan diimplementasikan, pelaksana kebijakan harus menyadari bahwa suatu keputusan yang telah dibuat dan perintah untuk melaksanakannya telah dikeluarkan, sehingga mereka bekerja dengan memiliki wewenang masing-masing. Disini peran komunikasi sangat penting untuk mensinergikan setiap aktifitas. Komunikasi merupakan proses penyampaian informasi yang akurat, jelas, konsisten, menyeluruh serta koordinasi antara instansi-instansi terkait dalam proses implementasi dan bentuk koordinasi yang dilakukan apakah koordinasi horizontal, vertikal, maupun diagonal.

Kemudian agar implementasi menjadi efektif, maka mereka yang bertanggung jawab untuk mengimplementasikan sebuah program harus tahu apa yang semestinya mereka kerjakan. Komunikasi dalam implementasi Sistem Kesehatan Kota ini meliputi komunikasi internal pelaksana dan komunikasi eksternal, dalam hal ini sosialisasi kepada masyarakat dan hubungan dengan dinas atau institusi lain.

Komunikasi antar pelaksana implementasi Sistem Kesehatan Kota ini dapat dilihat dari bagaimana koordinasi, kerja sama dan sosialisasi antar pelaksana,yaitu Dinas Kesehatan itu


(33)

sendiri. Secara umum komunikasi antar pelaksana dapat dikatakan sudah dilakukan dan berjalan cukuplancar.

Hal ini didukung dari hasil wawancara yang menyatakan bahwa sosialisasi mengenai Peraturan Daerah tentang Sistem Kesehatan ini sudah dilakukan di internal Dinas Kesehatan Kota Medan sebagai Implementor.

Sedangkan komunikasi eksternal yaitu koordinasi dan sosialisasi dengan masyarakat dan instansi-instansi lintas sektor diluar Dinas Kesehatan Kota Medan. Komunikasi eksternal yang dibangun antar para pelakasana dengan masyarakat belum ada dilaksanakan karena belum berjalannya Kebijakan ini. Hal ini dapat dilihat dari masih banyaknya warga masyarakat yang belum mengetahui tentang program ini, apa yang menjadi tujuannya, bagaimana prosesnya serta manfaat yang akan mereka alami.

Pernyataan ini juga didukung oleh hasil wawancara dengan kepala Bidang Pelayanan Kesehatan yang menyatakan bahwa sosialisasi yang dilakukan untuk masyarakat belum bisa berjalan.

Komunikasi eksternal lainnya adalah koordinasi yang dijalin dengan dinas dan sektor-sektor lain. Koordinasi dan kerjasama lintas sektor-sektor belum bisa berjalan hingga saat ini, bila dikaitkandengan implementasi Sistem Kesehatan Kota. Hal tersebut dikarenakan belum dibuatnya Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) dan Petunjuk Teknis (Juknis)yang menjadi pedoman teknis Dinas Kesehatan. Namun bila terkait Tupoksi dari Dinas Kesehatan, koordinasi dan kerjasama telah dilaksanakan dengan beberapa sektor, seperti hasil wawancara yang telah dilakukan oleh peneliti.

Dari hasil pengamatan penulis dari proses sosialisasi dan berbagai koordinasi yang dilakukan maka dapat disimpulkan komunikasi secara internal sudah dilakukan, akan tetapi


(34)

secara eksternal belum ada sama sekali. Hal tersebut menunjukan bahwa Dinas Kesehatan mempunyai Pekerjaan Rumah untuk menyelesaikan Juklak dan Juknis agar bisa melakukan komunikasi eksternal dengan lintas sektor sesuai pedoman yang ada.

5.2Sumber Daya

Di samping Komunikasi dalam implementasi Sistem Kesehatan Kota Medan, yang perlu mendapat perhatian dalam proses implementasi adalah masalah sumber daya. Karena sumber daya merupakan salah satu faktor utama dalam melaksanakan dan merealisasikan jalannya suatu program. Tak terkecuali dengan dana yang dibutuhkan, peralatan yang akan digunakan selama proses implementasi hingga sumber daya manusia yang tergolong mampu dan cakap dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya.

Hal ini didukung oleh hasil wawancara yang dilakukan penulis serta melihat kenyataan yang ada di lapangan maka dapat dinyatakan bahwa sumber daya, terkhusus Sumber Daya Manusia di Dinas Kesehatan yang ada belum bisa difokuskan untuk mengimplementasikan Sistem Kesehatan kota ini, karena belum adanya pembagian tugas dan wewenang Sumber Daya Manusia yang jelas.

Begitu juga dengan Sumber Daya Keuangan/financial yang belum ada bila dikaitkan dengan Sistem kesehatan Kota, karena kebijakan yang belum berjalan. Namun bila dikaitkan dengan program lain Dinas Kesehatan, banyak pos-pos yang dapat menjadi sumber daya keuangan, seperti APBD dan dana-dana CSR dari perusahaan-perusahaan swasta yang bekerjasama dengan Dinas KesehatanKota Medan.


(35)

5.3Disposisi

Watak dan karakteristik dari para pelaksana program dalam menyikapisuatu kebijakan merupakan faktor yang tidak dapat dikesampingkan. Jika parapelaksana program setuju dengan isi suatu kebijakan, dan dalam hal ini berartiadanya dukungan, kemungkinan besar mereka akan melaksanakannyasebagaimana yang diinginkan oleh para pembuat kebijakan. Disposisiimplementor dapat dilihat dari tanggung jawab pegawai melaksanakantugas pokok dan fungsi dalam menyelesaikan Sistem Kesehatan Kota sampai kepada pembuatan petunjuk pelaksanaan (Juklak) dan Petunjuk Teknis (Juknis). Bila dilihat dari kronologis proses pembuatan Peraturan Daerah ini dari tahun 2007 dan baru tahun 2012 bisa terselesaikan, serta beberapa kemacatan-kemacatan yang terjadi dan Juklak dan Juknis yang belum dibuat, menunjukan bahwa pelaksana kebijakan ini, yaitu Sumber Daya Manusia Dinas Kesehatan tidak responsif terhadap kebutuhan masyarakat dan tidak memiliki keinginan yang kuat untuk menyelesaikan Sistem Kesehatan Kota Medan tersebut sampai pembuatan Juklak dan Juknis. Sebab bila dilihat dari hasil wawancara yang dilakukan doleh peneliti bahwa salah satu alasan kenapa Sistem Kesehatan ini belum bisa diaplikasikan adalah karena Juklak dan Juknis yang belum ada.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa Dinas Kesehatan sebagai pelaksana kebijakan ini belum memiliki tanggung jawab terhadap tugas pokok dan fungsinya sebagai aparat pemerintah yang seharusnya responsif terhadap kebutuhan kesehatan masyarakat.

5.4Struktur Organisasi

merupakan yang bertugas mengimplementasikan kebijakan dan yang memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Dinas Kesehatan sebagai institusi merupakan


(36)

salah satu dinas dibawah naungan Pemerintah Kota Medan yang fokus kerjanya adalah pemeliharaan Kesehatan masyarakat Kota Medan. Di dalam dinas itu sendiri terdapat struktur yang masing-masing seksi/bidang mempunyai tugas dan wewenangnya sendiri.

Oleh karena itu terkait dengan Kebijakan Peraturan Daerah tentang Sistem Kesehatan Kota Medan, Dinas Kesehatan sebagai implementor mempunyai struktur yang mengatur tugas dan wewenang dalam melaksanakannya, yaitu Bagian Kesekretariatan sebagai leading sector. Namun sebenarnya sebelum ada pergantian Struktur dan kepemimpinan di internal Dinas Kesehatan, tugas dan wewenang implementasi Sistem Kesehatan Kota ini ada di bawah bagian Sub Dinas Program. Berdasarkan Wawancara yang dilakukan oleh Peneliti dengan Pegawai Dinas Kesehatan, penyebab lain belum dibuatnya Petunjuk Pelaksanaan (juklak) dan Petunjuk Teknis (Juknis) Sistem Kesehatan Kota adalah Pergantian Kepemimpinan di Internal Dinas Kesehatan Kota Medan, dimana Sumber Daya Manusia Sub Dinas Program yang semula bertugas melaksanakan Sistem Kesehatan Kota dipecah kedalam beberapa Bagian/seksi dan Subdinas Program dihapus sebagai salah satu struktur didalam Dinas Kesehatan, sehingga apa yang telah direncanakan dan dikerjakan menjadi kabur dan tanpa arah.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa Bidang khusus yang menangani Sistem Kesehatan Kota ini sekarang diserahkan kepada Bagian Kesekretariatan, yang berfungsi sebagai leading sector.

5.5Faktor Pendukung dan Penghambat

Dalam proses menyusun hingga sampai mengimplementasikan suatu kebijakan, tidaklah lepas dari beberapa faktor pendukung dan penghambat, yang mempengaruhi berhasil atau tidaknya kebijakan tersebut. Oleh sebab itu, dalam meneliti Implementasi Peraturan Daerah No.4


(37)

tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Kota Medan, Peneliti ingin melihat faktor Pendukung dan penghambat tentang apa yang sedang diteliti.

5.5.1 Faktor Pendukung

Beberapa hal yang mendukung dalam implementasi Sistem Kesehatan Kota Medan ini adalah :

1. Walaupun proses implementasi belum bisa berjalan, akan tetapi koordinasi dan kerjasama dengan beberapa sektor telah terjalin berkaitan tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) Dinas Kesehatan kota Medan.

Dalam hal ini, Dinas Kesehatan akan terbantu dalam hal koordinasi dan kerjasama ketika petunjuk dan pelaksanaan (Juklak) dan petunjuk teknis (Juknis) telah selesai, karena sudah adanya pengalaman dengan beberapa sektor yang harapannya nanti akan membantu pelaksanaan program-program Dinas Kesehatan.

2. Adanya peran serta masyarakat dan swasta dalam mendukung program-program Dinas Kesehatan, seperti beberapa program yang telah berjalan. Contohnya saja keterlibatan masyarakat melalui tokoh-tokoh agama dan tokoh-tokoh masyarakat dalam mensosialisasikan Bahaya HIV/AIDS karena seks bebas. Kemudian keterlibatan Swasta mendukung program-program Dinas Kesehatan melalui dana Coorperate Social Responsibility (CSR).

5.5.2 Faktor Penghambat

Beberapa Hal yang menghambat dalam proses implementasi Sistem Kesehatan Kota ini adalah :


(38)

1. Adanya pergantian pemimpin dan Struktural Dinas Kesehatan Kota Medan yang menyebabkan belum bisa terselesaikannya Sistem Kesehatan Kota Medan ini sampai kepada Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) dan Petunjuk Teknis (Juknis).

Restrukturalisasi di Dinas Kesehatan menyebabkan beberapa Sumber Daya Manusia yang paham mengenai Sistem Kesehatan Kota harus terpecah kedalam bidang/ bagian. Seperti hasil wawancara yang dilakukan peneliti dengan Kepala Bagian Bina Pelayanan Kesehatan yang mengatakan bahwa kekaburan atau ketidakfokusan Dinas Kesehatan menyelesaikannya sampai Juklak dan Juknis adalah karena pergantian pemimpin dan struktur, dimana sebelumnya Sumber Daya Manusia yang paham dan mengikuti proses Rancangan hingga sampai Perda adalah pegawai-pegawai yang berada di Bagian Sub-Dinas Program, sekarang Sub-Dinas Program sudah dihapus dan Sumber Daya Manusia yang didalamnya dipecah ke dalam beberapa Bagian/Bidang didalam struktur Dinas Kesehatan Kota Medan.

2. Belum dibuatnya Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) dan Petunjuk Teknis (Juknis)sebagai pedoman dalam melaksanakan Sistem Kesehatan Kota, sehingga Dinas Kesehatan belum bisa bekerja dan melaksanakan Perda, yang walaupun beberapa poin didalam Sistem Kesehatan Kota sudah terlaksana karena berkaitan dengan Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Kesehatan dan menjadi kewajiban dari Dinas Kesehatan.

3. Anggaran yang terbatas menjadi salah satu faktor penghambat terlaksananya implementasi Sistem Kesehatan Kota tersebut. Seperti hasil wawancara dengan Kabag. Bina Pelayanan Kesehatan, bahwa dalam penyusunan sampai ke pelaksanaan Sistem Kesehatan Kota Dinas Kesehatan belum mempunyai anggaran yang cukup, yang mengakibatkan Sistem Kesehatan Kota belum bisa diimplementasikan.


(39)

BAB VI

PENUTUP

a. KESIMPULAN

Bila berdasarkan latar belakang dibuatnya Peraturan Daerah tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Kota Medan adalah karena adanya peraturan yang lebih tinggi dari Pemerintah Pusat yang mewajibkan Pemerintah Daerah mempunyai pedoman hukum dalam menyelenggarakan sistem kesehatannya sendiri karena kebutuhan Warga Negara secara umum dan Warga Kota Medan secara khusus. Maka sudah menjadi tanggung jawab dan kewajiban dari Pemerintah Kota Medan untuk mewujudkan tatanan kesehatan yang mampu melibatkan partisipasi semua unsur terkait dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, mewujudkan pembangunan kota berwawasan kesehatan, mewujudkan kemandirian daerah dalam bidang kesehatan, meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang aman, adil, terjangkau, dan terbuka bagi masyarakat, serta meningkatkan akses masyarakat untuk memperoleh pelayanan kesehatan.

Namun kesemua tujuan dari Sistem Kesehatan Kota Medan tersebut harus terjanggal karena adanya faktor pergantian kepemimpinan dan struktural di internal, belum dibuatnya Petunjuk pelaksanaan (Juklak) dan Petunjuk Teknis (Juknis) dan anggaran yang dirasa kurang oleh Dinas Kesehatan Kota Medan untuk melaksanakan implementasi Peraturan Derah tersebut.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Dinas Kesehatan Kota Medan belum mampu melaksanakan Peraturan Daerah No.4 tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Kota yang sudah dirancang dan disusun menjadi pedoman dalam melaksanakan dan menyelenggarakan pembangunan kesehatan yang baik di Kota Medan.


(40)

b. SARAN

1. Kepada Dinas Kesehatan Kota Medan diharapkan bisa lebih fokus dan serius menyelesaikan Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) dan Petunjuk Teknis (Juknis) sebagai kunci dalam melaksanakan Sistem Kesehatan Kota Medan dan pedoman dalam proses membangun Kota Medan yang sehat. Dinas Kesehatan juga diharapkan lebih peka dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat, sehingga adalah suatu hal yang mendesak sifatnya Juklak dan Juknis ini untuk cepat diselesaikan agar Kota Medan mempunyai pedoman yang sah dan kuat untuk membangun Kota Medan yang sehat sesuai Visi dan Misi Dinas Kesehatan Kota Medan. 2. Kepada Dinas Kesehatan Kota Medan diharapkan membuat struktur baru yang lebih khusus

dalam melaksanakan Sistem Kesehatan Kota Medan, seperti menambah Bidang/Bagian yang fokus melaksanakan Sistem Kesehatan Kota Medan dan menjadi leading sector, agar dikedepannya ketika terjadi pergantian pemimpin, segala sesuatu yang telah direncanakan dan dilaksanakan Bidang/Bagian itu tidaklah kabur.Serta diharapkan untuk tidak merubah struktur tersebut.

3. Kepada Dinas Kesehatan Kota Medan diharapkan mampu memilih atau menyeleksi Sumber Daya Manusia yang berkompeten dan memiliki semangat kerja yang tinggi dalam melaksanakan Sistem Kesehatan Kota Medan tersebut. serta diharapkan mampu memberikan pelatihan dan pendidikan bagi Sumber Daya Manusia Dinas Kesehatan secara khusus agar paham dan mengerti dalam melaksanakan Sistem Kesehatan Kota Medan.

4. Kepada Dinas Kesehatan Kota Medan diharapkan mampu menjalin Koordinasi dan kerjasama yang kuat dengan lintas sektor, baik masyarakat, sebagai satu elemen dan instansi-instansi pemerintah terkait, sebagai elemen lainnya. Agar Dinas Kesehatan Kota Medan


(41)

dapat menjadi koordinator dalam menggerakkan setiap elemen dan pembangunan kesehatan Kota Medan yang terintegrasi.

5. Kepada Dinas Kesehatan Kota Medan diharapkan mampu melihat peluang-peluang yang ada dalam hal pencarian dana kegiatan program, seperti sponsor swasta ataupun wadah-wadah lain yang dapat membantu Dinas Kesehatan keluar dari permasalahan anggaran, yang menjadi salah satu penyebab ketidakberjalanannya suatu program.


(42)

Daftar Pustaka

Agustino, Leo. 2006. Dasar-Dasar Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta

BUKU :

Danin, Sudarwan. 2002. Menjadi Peneliti Kualitatif. Bandung: Pustaka Setia

Hasibuan. 2009. Manajemen: Dasar, Pengertian, dan Masalah. Jakarta: Bumi Aksara

Handayaningrat. 1986. Administrasi Pemerintahan dalam Pembangunan Nasional. Jakarta: Gunung Agung

Jasin. 1981. Manajemen Modern, Prinsip dan Praktek. Jakarta: PDIN – LIPI

Moleong, Lexy. J. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. remaja Rosdakarya

Parsons,Wayne.2005.Public Policy:Pengantar Teori dan Praktik AnalisisKebijakan. Jakarta:Prenada Media.

Putra, Fadillah. 2003. Paradigma Kritis dalam Studi Kebijakan Publik. Yogyakarta:Pustaka Pelajar

Subarsono, AG.2009.Analisis Kebijakan Publik.Yogyakarta:Pustaka Pelajar

Singarimbun, Masri dan Sofian Efendi. 1995. Metode Penelitian Survai. Jakarta: PT Pustaka LP3ES.

Sugandha. 1991. Koordinasi: Alat Pemersatu Gerak Administrasi. Jakarta: Intermedia


(43)

Sutarto. 1984. Dasar – Dasar Organisasi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Suyanto, Bagong dan Sutinah. 2008. Metodse Penelitian Sosial. Jakarta: Prenada Media Group. Wahab, Solichin Abdul.1997.Analisis Kebijakan dari Formulasi ke Implementasi Kebijakan Negara.Malang

Peraturan Daerah Kota Medan No 4 Tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Kota Medan

Undang-Undang dan Peraturan Daerah :

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 374/Menkes/SK/V/2009 Tentang Sistem Kesehatan Nasional

Sumber-sumber Lain :


(44)

(45)

BAB II

METODE PENELITIAN 2.1 Bentuk Penelitian

Bentuk penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan analisa data kualitatif. Penelitian deskriptif adalalah penelitian yang memusatkan perhatian terhadap masalah-masalah atau fenomena-fenomena yang ada pada saat penelitian dilakukan, kemudian menggambarkan fakta-fakta tentang masalah yang diselidiki sebagaimana adanya. Dengan demikian penelitian ini menggambarkan fakta-fakta dan menjelaskan keadaan dari objek penelitian yang sesuai dengan kenyataan sebagaimana adanya dan mencoba menganalisa untuk memberikan kebenarannya berdasarkan data yang diperoleh. (Danin, 2002: 41).

Jadi dengan metode deskriptif ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang jelas tentang “Implementasi Peraturan daerah Kota Medan no 4 tahun 2012 tentang system kesehatan kota”, dengan diupayakan dapat menerangkan fenomena yang ada berdasarkan data atau informasi yang diperoleh selama melakukan penelitian.

2.2 Lokasi Penelitian

Adapun yang menjadi lokasi penelitian ini adalahDinas Kesehatan Kota Medan

2.3 Informan Penelitian

Penelitian kualitatif tidak dimaksudkan untuk membuat generalisasi dari penelitiannya. Oleh karena itu, pada penelitian kualitatif ini tidak dikenal adanya populasi dan sampel. Subjek penelitian yang telah tercermin dalam fokus penelitian tidak ditentukan secara sengaja. Subjek penelitian menjadi informan yang akan memberikan berbagai informasi yang diperlukan selama proses penelitian. Informan penelitian ini meliputi tiga macam yaitu (1) informan kunci (key


(46)

informan), yaitu mereka yang mengetahui dan memiliki berbagai informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian, (2) informan utama, yaitu mereka yang terlibat secara langsung dalam interaksi sosial yang diteliti, (3) informan tambahan, yaitu mereka yang dapat memberikan informasi walaupun tidak langsung terlibat dalam interaksi sosial yang sedang diteliti. (Suyanto, 2005: 171-172)

Berdasarkan uraian diatas maka penelitian menentukan informan dengan menggunakan teknik purposive sampling yaitu: penentuan informan tidak didasarkan atas strata, kedudukan, pedoman atau wilayah tetapi didasarkan adanya tujuan tertentu yang tetap berhubungan dengan permasalahan penelitian, maka peneliti dalam hal ini menggunakan informan penelitian yang terdiri atas:

1. Informan kunci dalam penelitian ini adalah Kepala Dinas Kesehatan Kota Medan

2. Informan Utama dalam Penelitian ini adalah Pegawai atau staff Dinas Kesehatan Kota Medan

3. Informan Tambahan dalam penelitian ini adalah masyarakat Kota Medan.

2.4Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data/keterangan/informasi yang diperlukan, maka Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Teknik Pengumpulan Data Primer, yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan secara langsung pada lokasi penelitian. Dalam penelitian ini akan dilakukan dengan :

a. Wawancara (Interview)

Wawancara dapat diartikan sebagai cara yang dipergunakan untuk mendapatkan informasi (data) dari responden dengan cara bertanya langsung secara bertatap muka. Namun, teknik wawancara dapat juga dilakukan dengan memanfaatkan sarana komunikasi


(47)

lain, misalnya telepon dan internet (Suyanto, 2005). Salah satu bentuk wawancara yang dipakai dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam (dept interview) yang merupakan proses tanya jawab secara langsung yang ditujukan terhadap informan di lokasi penelitian dengan panduan wawancara.

b. Pengamatan (Observasi)

Pengamatan dalam kamus berarti melihat dengan penuh perhatian. Dalam hal pengamatan, apa yang diamati, siapa yang mengamati, kesalahan-kesalahan apa saja yang sering terjadi pada waktu pengamatan perlu diketahui oleh peneliti sebelum melakukan tahap-tahap penelitian (Suyanto, 2005). Fokus perhatian paling esensial dari penelitian kualitatif adalah pemahaman dan kemampuannya dalam membuat makna atas suatu kejadian atau fenomena pada situasi yang tampak. Bahkan, harus melakukan perenungan dan refleksi atas kemungkinan-kemungkinan yang ada dibalik penampakan itu.

2. Teknik pengumpulan data sekunder, yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui pengumpulan bahan kepustakaan yang dapat mendukung data primer. Teknik pengumpulan data skunder dapat dilakukan dengan menggunakan instrumen sebagai berikut:

a. Dokumentasi

Yaitu teknik pengumpulan data dengan menggunakan catatan-catatan atau dokumen yang ada di lokasi penelitian serta sumber-sumber lain yang relevan.

b. Studi Kepustakaan ( Library research )

Yaitu teknik pengumpulan data dengan menggunakan berbagai literatur seperti buku, karya ilmiah, dan laporan penelitian.


(48)

2.5 Teknik Analisa Data

Teknik analisa data merupakan pemecahan data yang diperoleh dari lokasi penelitian dan kemudian di bagi sesuai dengan golongan yang sudah ditentukan. Sesuai dengan metode penelitian, teknik analisa data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah teknik analisa data secara kualitatif.

Menurut moleong (2006 : 247) teknik analisa kualitatif dilakukan dengan menyajikan data yang dimulai dengan menelaah seluruh data yang terkumpul, menyusunnya dalam sau satuan yang kemudian dikategorikan pada tahap berikutnya dan memeriksa keabsahan dan serta menafsirkannya dengan analisis kemampuan daya nalar peneliti untuk membuat kesimpulan penelitian.


(49)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Indonesia sebagai negara yang menganut paham demokrasi menerapkaan sistem otonomi daerah, yaitu sistem yang memberikan hak, wewenang, dan kewajiban kepada daerah otonom untuk mengatur serta mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Oleh sebab itu, Pemerintah daerah sebagai daerah otonom mempunyai hak, kewenangan dan kewajiban dalam membangun masyarakat di wilayah administratifnya untuk mencapai kesejahteraan masyarakat.

Salah satu bentuk indikator untuk melihat tingkat kesejahteraan masyarakat adalah bagaimana pelayanan kesehatan yang diberikan oleh pemerintah dapat dirasakan dengan baik atau tidak oleh masyarakat. Setelah sekian lama masalah pelayanan kesehatan selalu menjadi bahan bahasan yang menarik untuk dibahas dan diteliti bersama karena berkaitan langsung dengan proses hidup masyarakat. Tuntutan-tuntutan oleh masyarakat untuk mendapatkan pelayananan yang lebih baik menjadi evaluasi tersendiri bagi Pemerintah Pusat maupun Daerah, karena begitu maraknya masalah-masalah yang terjadi di banyak daerah di Indonesia yang menunjukan bahwa belum siapnya pemerintah dalam menjalankan pelayanan kesehatan yang baik kepada masyarakat, contohnya saja masalah ketersediaan farmasi dan alat kesehatan yang layak dan sesuai dengan kebutuhan penyakit masyarakat, dan kualitas makanan yang baik yang tersedia di rumah sakit, dan belum lagi masalah-masalah lain seperti, malpraktek yang banyak terjadi dimasyarakat, yang kurang mampu khususnya, yang tidak mendapatkan perhatian serius dari tenaga medis, baik dokter maupun perawat, kemudian masalah kurangnya akses kesehatan


(50)

di daerah-daerah terpencil, yang memaksa masyarakat di daerah terpencilharus pergi ke kelurahan atau kecamatan untuk bisa mendapatkan pelayanan kesehatan di puskesmas, dan masalah ketidaktepatan sasaran dalam pemberian kesehatan Gratis, dan lain-lain.

Kejadian-kejadian diatas hanyalah sedikit dari sekian banyak lagi masalah yang seharusnya menjadi perhatian serius pemerintah ataupun pemerintah daerah untuk segera dicarikan solusi terbaik. Terdapat beberapa hal yang sebenarnyadirasa dapat dilakukan oleh pemerintah sebagai pemberi kebijakan pelayanan kesehatan bagi masyarakat, yang dapat dijadikan faktor pendukungdalam melaksanakan kebijakan kesehatan yaitu peningkatan manajemen pelayanan kepada masyarakat yang berbasis kemasyarakatan, memberikan jaminan kesehatan terpadu bagi masyarakat desa, dan penyediaan Sumber Daya Manusia (SDM) dalam hal ini para tenaga medis yang dinilai mampu memberikan segala bentuk tindakkan yang sesuai kemampuan mereka, menyediakan sarana dan prasarana yang mampu mendukung, serta kemudian perbaikan dari sistem yang dirasa kurang menjamin pelayanan kesehatan yang baik kepada masyarakat.

Dalam pelayanan pemerintah, rasa puas masyarakat terpenuhi bila apa yang diberikan oleh pemerintah kepada mereka sesuai dengan apa yang mereka harapkan, dengan memperhatikan kualitas dan kuantitas pelayanan itu di berikan serta biaya yang relatif terjangkau dan mutu pelayanan yang baik. Jadi, terdapat tiga unsur pokok dari pelayanan itu sendiri. Pertama, biaya harus relatif lebih rendah, kedua, waktu yang diperlukan, dan terakhir mutu pelayanan yang diberikan relatif baik.

Pada Konfrensi Tingkat Tinggi Milenium Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tahun 2000, sebanyak 189 negara, termasuk Indonesia sepakat mengadopsi deklarasi milenium yang kemudian dijabarkan dalam kerangka praktis tujuan pembangunan milenium (MDGs), yang


(51)

menempatkan manusia sebagai fokus utama pembangunan, dan memiliki tenggat sampai tahun 2015. Dimana terdapat 5 dari 8 butir didalam MDGs yang berkaitan dengan kesehatan, yaitu pada butir Pertama, pendapatan populasi dunia minimal $1 sehari, untuk menurunkan angka kemiskinan. Butir keempat, menurunkan angka kematian anak, sehingga pada tahun 2015 tingkat kematian anak-anak usia dibawah lima tahun berkurang sampai sampai dua per tiga. Butir kelima, meningkatkan kesehatan ibu, yaitu tercapainya target berkurangnya dua per tiga rasio kematian ibu dalam proses melahirkan. Butir keenam, memerangi HIV/AIDS, malaria dan penyakit menular lainnya. Butir ketujuh, memastikan kelestarian lingkungan hidup, sehingga pada tahun 2015 dapat tercapai target, yaitu mengintegrasikan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan dalam kebijakan setiap Negara dan program serta mengurangi hilangnya sumber daya lingkungan, kemudian diharapkan mengurangi setengah dari jumlah orang yang tidak memiliki akses air minum yang sehat (sumber : http://www.scribd.com/doc/92468584/Millennium-Development-Goals). Maka oleh sebab itu dibutuhkan upaya lebih lanjut dari pemerintah sampai ketataran pemerintah daerah untuk mencapainya, sehingga dibuatlah Inpres no.3 tahun 2010 tentang program pembangunan yang berkeadilan, yang mewajibkan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota melaksanakan percepatan pencapaian MDGs dalam suatu Rencana Aksi Daerah (RAD) (Sumber : Didalam UU No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan, telah mengamanatkan bahwa alokasi anggaran kesehatan nasional seminimalnya adalah 5% dari APBN, akan tetapi realisasinya pada tahun 2013 Pemerintah hanya menganggarkan 2,1% saja, malah mengalami penurunan dari 2 tahun sebelumnya yaitu sekisar 2,2% dari APBN, dan bahkan lebih rendah dari alokasi anggaran kesehatan Negara-negara miskin Afrika, yang


(52)

sebagai penanggung jawabharus mampu membangun kerangka penyelenggaraan pembangunan kesehatan masyarakat menjadi salah satupr ioritas primer dari tujuan nasional yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita Bangsa Indonesia.

Oleh sebab itu dirasa sangat penting ketika pemerintah, maupun pemerintah daerah merumuskan suatu kebijakan yang menjadi pedoman bersama dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Dari sisi kebijakan nasional, Pemerintah juga membuat kebijakan kesehatan melalui Undang-undang, Peraturan Menteri, dan peraturan-peraturan lainnya, yang menjadi pedoman dalam pelaksanaan sistem kesehatan di Indonesia. Sementara Pemerintah Daerah dengan kewenangan desentralisasinya, dapat berkoordinasi dan bekerjasama lintas sektor di daerahnya dalam rangka menjalankan roda pemerintahan. Oleh karena itu Pemerintah Daerah memiliki tanggung jawab untuk memberikan pelayanan yang lebih baik lagi kepada masyarakat di daerahnya, baik itu melalui Peraturan Daerah, Peraturan Kepala Daerah, ataupun peraturan-peraturan lainnya.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebagai salah satu contoh daerah otonom membuat suatu kebijakan, melalui Perda No 4 tahun 2009 tantang Sistem Kesehatan Daerah, dan Pergub No 187 tahun 2012 tentang pembebasan biaya pelayanan kesehatan, yang memberikan jaminan pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang kurang mampu secara ekonomi dan tidak memiliki jaminan kesehatan, maka dibuatlah Kartu Jakarta Sehat (KJS), yangbekerjasama dengan PT Askes dan beberapa Rumah sakit di Jakarta, yang dirasakan sangat bermanfaat bagi masyarakat Jakarta yang kurang mampu dan menunjukan fokus pemerintah provinsi DKI Jakarta terhadap kesehatan masyarakatnya. Sedangkan di daerah provinsi Sumatera Utara, masalah kesehatan


(53)

sepertinya belumlah mendapat perhatian yang serius dari aparat pemerintah daerah, hal tersebut dapat terlihat banyaknya keluhan-keluhan masyarakat mengenai masalah kesehatan, baik dari sisi pelayanan, aparatur, ataupun dari sistemnya. Contohnya saja bisa kita lihat pada daerah Padang Lawas Utara, berita mengenai ketidakseriusan pemerintah daerah dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat masih jauh dari harapan, dimana penelantaran pasien

masih menjadi hal yang lumrah terjadi (sumber :

mengeluh mengenai pelayanan di Rumah Sakit Umum Daerah di daerah Sidikalang (sumber :

kabupaten/kota Sumatera Utara memiliki Peraturan Daerah yang telah mengatur implementasi Kesehatan di daerah tersebut, tetap saja masih ada masalah dalam pelayanan kesehatan (sumber

:

. Bila dikaitkan dengan Peraturan Daerah Kota Medan tentang Sistem Kesehatan, maka adalah suatu hal yang penting dan wajib bagi Pemerintah Kota Medan untuk memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat, akan tetapi fakta dilapangan menunjukan bahwa hal tersebut tidak berjalan sesuai dengan apa yang disusun oleh Pemerintah Daerah dan dinilai masih

kurang efektif oleh masyarakat Kota Medan (sumber :

Daerah untuk mensiasati agar bagaimana kebijakan pemerintah tersebut dapat sampai menyentuh lapisan masyarakat, salah satunya adalah melalui koordinasi dan kerjasama lintas sektor di


(54)

lingkungan Pemerintah Kota Medan,hal sama yang dilakukan Pemprov DKI dalam menerapkan Kartu Jakarta Sehat.


(55)

1.2 Rumusan Masalah

Bertitik tolak dari latar belakang penelitian, maka dapat dirumuskan masalah dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1) Bagaimana implementasi kebijakan pemerintah daerah tentang Sistem Kesehatan di Kota Medan melalui koordinasi dan kerja sama lintas sektor?

2) Apa saja Faktor-faktor pendukung dan penghambat pengimplementasian Peraturan Daerah tersebut di Kota Medan?

1.3 Tujuan Penelitian

Setiap penelitian yang dilakukan tentu mempunyai sasaran yang hendak dicapai atau apa yang menjadi tujuan penelitian tentunya jelas diketahui sebelumnya. Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah

1) Untuk mengetahui bagaimana implementasi Peraturan Daerah nomor 4 Tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan di Kota Medan dalam koordinasi dan kerja sama lintas sektor.

2) Untuk mengetahui faktor-faktor pendukung dan penghambat pengimplementasian Perda Nomor 4 Tahun 2012 tersebut di Kota Medan.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian yang diharapkan adalah:

1. Sebagai kontribusi bagi dunia pendidikan, khususnya dalam hal pengembangan ilmu pengetahuan.

2. Penelitian ini bermanfaat bagi penulis untuk melatih dan mengembangkan kerangka berpikir ilmiah dan menuliskannya dalam bentuk karya ilmiah.


(56)

3. Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi kalangan mahasiswa pada khususnya sebagai bahan referensi yang tertarik dalam bidang kajian ini.

4. Hasil Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemerintah guna penyusunan dan penyempurnaan pembangunan terkhusus di sektor kesehatan.

1.5 Kerangka Teori

Singarimbun (1997:37) menyebutkan bahwa teori adalah serangkaian asumsi, konsep, defenisi, dan proposisi untuk mengembangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antara konsep. Kerangka teori merupakan landasan teori yang berguna sebagai pendukung pemecahan masalah. Untuk itu perlu disusun suatu kerangka teori yang memuat pokok-pokok pikiran, menggambarkan dari sudut mana masalah penelitian akan diteliti.

1.5.1 Kebijakan Publik

a. Pengertian Kebijakan Publik

Kebijakan publik menurut Thomas Dye dalam buku Subarsono adalah apapun pilihan pemerintah untuk melakukan ataupun tidak melakukan. Definisi kebijakan publik dari Dye tersebut mengandung makna bahwa kebijakan publik tersebut dibuat oleh badan pemerintah bukan organisasi swasta dan kebijakan publik menyangkut pilihan yang harus dilakukan atau tidak dilakukan oleh badan pemerintah (Subarsono, 2009:2)

James E. Anderson mendefinisikan kebijakan public sebagai kebijakan yang ditetapkan oleh badan – badan dan aparat pemerintah. Dalam hal ini, kebijakan public dipahami sebagai pilihan kebijakan yang dibuat pejabat atau badan pemerintah dalam bidang tertentu, misalnya pendidikan, pertanian, dan lain sebagainya.


(57)

Dalam pandangan David Easton ketika pemerintah membuat kebijakan public, ketika itu pula pemerintah mengalokasikan nilai – nilai kepada masyarakat, karena setiap kebijakan mengandung seperangkat nilai di dalamnya.

Harrold Laswell dan Abraham Kaplan berpendapat bahwa kebijakan public hendaknya berisi tujuan, nilai – nilai, dan praktika – praktika social yang ada dalam masyarakat. Ini berarti kebijakan public tidak boleh bertentangan dengan nilai – nilai dan praktik – praktik social yang ada dalam masyarakat. Ketika kebijakan public berisi nilai – nilai yang bertentangan dengan nilai – nilai yang hidup dalam masyarakat, maka kebijakan public tersebut akan mendapat resistensi ketika diimplementasikan. Sebaliknya, suatu kebijakan public harus mampu mengakomodasi nilai – nilai dan praktika – praktika yang hidup dan berkembang dalam masyarakat.

b. Proses – proses Kebijakan Publik

Adapun proses pembuatan kebijakan public menurut Anderson (Subarsono, 2009:12) yaitu:

a. Formulasi masalah (Problem Formulation) / Agenda Setting

Apa masalahnya? Apa yang membuat hal tersebut menjadi masalah kebijakan? Bagaimana masalah tersebut dapat masuk dalam agenda pemerintah? Proses ini juga berkaitan dengan cara suatu masalah bias mendapat perhatian pemerintah.

b. Formulasi kebijakan (Formulation)

Bagaimana mengembangkan pilihan – pilihan atau alternative – alternative untuk memecahkan masalah tersebut? Siapa saja yang berartisipasi dalam formulasi kebijakan? Hal ini berkaitan dengan proses perumusan pilihan – pilihan kebijakan oleh pemerintah


(58)

Bagaimana Alternatif ditetapkan? Persyaratan atau criteria seperti apa yang harus dipenuhi? Siapa yang akan melaksanakan kebijakan? Bagaimana proses atau strategi untuk melaksanakan kebijakan? Apa isi dari kebijakan yang telah ditetapkan? Hal ini berkaitan dengan proses ketika pemerintah memilih untuk melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan suatu tindakan

d. Implementasi (Implementation)

Siapa yang terlibat dalam implementasi kebijakan? Apa yang mereka kerjakan? Hal ini berkaitan dengan proses untuk melaksanakan kebijakan supaya mencapai hasil

e. Evaluasi (evaluation)

Bagaimana tingkat keberhasilan atau dampak kebijak diukur? Siapa yang mengevaluasi kebijakan? Apa konsekuensi dari adanya evaluasi kebijakan? Adakah tuntutan untuk melakukan perubahan atau pembatalan? Hal ini berkaitan dengan proses memonitoir atau menilai hasil atau kinerja kebijakan.

1.5.2 Implementasi

Dalam kamus Webster (Wahab, 1997:64) pengertian implementasi dirumuskan secara pendek, dimana “to implement" (mengimplementasikan) berarti “to provide means for carrying out; to give practical effect to” (menyajikan alat bantu untuk melaksanakan; menimbulkan dampak/berakibat sesuatu).Menurut Van Meter dan Van Horn (Agustino, 2006: 139) mendefinisikan implementasi kebijakan sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu atau pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan.

Masih berkaitan dengan konsep implementasi, Mazmanian dan Sabatier mengatakan bahwa mengkaji masalah implementasi kebijakan berarti berusaha memahami apa yang senyatanya


(59)

terjadi sesudah program dinyatakan diberlakukan atau dirumuskan, yakni peristiwa-peristiwa dan kegiatan-kegiatan yang terjadi setelah proses pengesahan kebijakan, baik yang menyangkut usaha-usaha mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan dampak nyata pada masyarakat atau pada kejadian-kejadian tertentu. (Fadillah Putra, 2003:84)

Begitupula Lineberry (Fadillah Putra, 2003:81) juga menyatakan bahwa proses implementasi setidak-tidaknya memiliki empat elemen-elemen sebagai berikut:

1.Pembentukan unit organisasi baru dan staf pelaksana.

2. Penjabaran tujuan ke dalam berbagai aturan pelaksana ( Standard Operating Procedures/ SOP). 3. Koordinasi berbagai sumber dan pengeluaran kepada kelompok sasaran; pembagian tugas di dalam dan di antara dinas-dinas/ badan pelaksana.

4.Pengalokasian sumber-sumber untuk mencapai tujuan.

Dari pendapat beberapa ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa implementasi kebijakan dimaksudkan untuk memahami apa yang terjadi setelah suatu program dirumuskan, serta apa dampak yang timbul dari program kebijakan itu. Di samping itu, implementasi kebijakan tidak hanya terkait dengan persoalan administratif, melainkan juga mengkaji faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap proses implementasi kebijakan tersebut.

1.5.3Implementasi Kebijakan

Kebijakan yang telah direkomendasikan untuk dipilih oleh pembuat kebijakan (policy makers) bukanlah jaminan bahwa kebijakan tersebut pasti berhasil dalam implementasinya. Ada banyak variable yang memepengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan baik yang bersifat individual maupun kelompok atau institusi. Implementasi dari suatu program melibatkan upaya – upaya policy makers untuk mempengaruhi birokrat pelaksana agar bersedia memberikan pelayanan dan mengatur perilaku kelompok sasaran.


(60)

Adapun dalam mengimplemetasikan suatu kebijakan dikenal beberapa model sebagai berikut:

A. Teori Merilee S. Grindle (1980) (Subarsono, 2009:93)

Keberhasilan implementasi menurut merilee S. Grindle (1980) dipengaruhi dua variable besar, yakni:

1. variable isi kebijakan (content of policy) mencakup:

a. sejauh mana kepentingan kelompok sasaran atau target groups termuat dalam isi kebijakan

b. jenis manfaat yang diterima oleh target group

c. sejauh mana perubahan yang diinginkan dari suatu kebijakan d. apakah letak suatu program sudah tepat

e. apakah suatu kebijakan telah menyebutkan implementornya dengan rinci f. apakah suatu program didukung oleh sumber daya yang memadai

2. variable lingkungan kebijakan mencakup:

a. seberapa besar kekuasaan, kepentingan, dan strategi yang dimiliki oleh para actor yang terlibat dalam implementsi kebijakan

b. karakteristik institusi dan rezim yang sedang berkuasa c. tingkat kepatuhan dan responsivitas kelompok sasaran


(61)

Gambar 1.1. Model Implementasi Grindle

Tujuan kebijakan

Tujuan yang ingin dicapai

Program aksi dan proyek individu yang didesain dan dibiayai

Program yang dijalankan seperti direncanakan? Mengukur keberhasilan

B. Teori Donald S. Van Meter dan Carl E. Van Horn (1975) (Subarsono, 2009:99)

Menurut Meter dan Horn, ada lima variabel yang mempengaruhi kinerja implementasi, yakni:

a. Standar dan sasaran kebijakan

Melaksanakan kegiatan Dipengaruhi oleh: (a) Isi Kebijakan

1. Kepentingan yang dipengaruhi 2. Tipe manfaat

3. Derajat perubahan yang diharapkan

4. Letak pengambilan keputusan 5. Pelaksana program

Hasil kebijakan a. Dampak pada masyarakat, individu, dan kelompok


(1)

• Para Dosen dan staff di Departemen Ilmu Administrasi Negara yang tidak dapat saya tuliskan satu persatu, yang telah membagi ilmu dan memberikan dukungan dalam proses pendidikan selama berkuliah.

Orangtua saya tercinta dan banggakan, Ayahanda J. Situmorang dan Ibunda L. br. Tambunan, yang telah membesarkan, mendidik dan memperjuangkan sampai saya dapat menyelesaikan pendidikan saya.

Adik-adik saya tercinta dan banggakan, Johana Paska Uli Situmorang dan Joutrianda Situmorang, yang telah mendukung saya didalam doa dan motivasi.

• Kakanda-kakanda di GMKI Komisariat FISIP USU maupun Simpatisan, yang telah membagi ilmu pengetahuan, mengingatkan saya untuk menyelesaikan skripsi, dan sebagai tempat diskusi, bg Frans Sofian Silaen, bg Zidane Pall alias Hotler Sitorus, bg Marganda Purba, bg Yonathan Hutapea, bg King dan Kakanda-kakanda lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

• Teman-teman seperjuangan sesama pengurus yang terkasih di GMKI Komisariat FISIP USU, Widodo Sihotang “bere tercinta”, Gerson Situmorang “Apara tercinta”, Aldemar Simatupang “Lae tercinta”, Liberson Sitanggang “Lae offside”, Josua Clinton “Bro sekamar di Rebab 74”, Agus Siahaan “Lae kandung”, bg Rizal Tambunan “IS”, bg Fredy Purba “The Blues”, bg Doli OmpuSunggu “Sesama Liverpudlian” dan teman-teman lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Ut Omnes Unum Sint

Junior-junior terkasih di GMKI Komisariat FISIP USU, Deddy Nainggolan, Billy Pasaribu, Arnimi “Mimi”, Lia Silitonga, Iin, Deasy Nahampun dan lain-lain yang tidak dapat disebut satu persatu. Ut Omnes Unum Sint


(2)

Teman-teman seperjuangan di HMI Komisariat FISIP USU, Muklis, Yugo, Ari, CIA, bg Iskandar, bg Amin, dan lain-lain yang tidak dapat disebut satu persatu.

Teman-teman di Administrasi Negara 2010, Rafi Yusuf “Geng”, Alfiki, Dedi, Ibran, Fritz, Dion, Bobby, Meylan, Ance, Ira, Anya, Lona, Zudika, dan lain-lain yang tidak dapat disebut satu persatu.

Teman-teman bermain di ELSAKA,Tina Hutapea, Widya Panjaitan dan Melda Panjaitan.

Saudara-saudara yang terkasih di DoC, tempat berbagi, bersekutu, dan bermain di KMKS bg Vincent, Sudoyo L.Tobing, dan Arnold Pardosi.

Terimakasih kepada seluruh Responden yang telah bersedia membantu saya dalam melaksanakan penelitian ini. Besar harapan penulis bahwa skripsi ini nantinya dapat bermanfaat dan dapat memberikan sumbangan pemikiran untuk memperluas cakrawala dan pengetahuan kita semua.

Medan, Oktober 2014 Penulis

100903056


(3)

DAFTAR ISI

Daftar isi... i

Abstraksi………..iv

Kata Pengantar……….…....v

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah... 1

1.2. Rumusan Masalah...7

1.3. Tujuan Penelitian... 7

1.4. Manfaat Penelitian... 7

1.5. Kerangka Teori……... 8

1.5.1 Kebijakan Publik………..8

1.5.2 Implementasi ………..10

1.5.3 Implementasi Kebijakan……….12

1.5.4 Koordinasi………..18

1.5.4.1 Pengertian Koordinasi………..18

1.5.4.2 Fungsi Koordinasi………....19

1.5.4.3 Prinsip Koordinasi………...20

1.5.4.4 Manfaat dan Tujuan Koordinasi………..21

1.5.4.5 Tahap-Tahap Koordinasi……….22


(4)

1.5.5 Peraturan Daerah………...24

1.5.5.1 Defenisi………...24

1.5.5.2 Syarat Berdirinya Peraturan Daerah……….…..25

1.5.5.3 Landasan Pembentukan Peraturan Daerah……….…....25

1.5.6 Sistem Kesehatan………..26

1.5.6.1 Pengertian Sistem Kesehatan………...26

1.5.6.2 Sistem Kesehatan Kota Medan………..27

1.6 Defenisi Konsep………...29

1.7 Sistematika Penulisan………..30

BAB II Metode Penelitian 2.1 Bentuk Penelitian...32

2.2 Lokasi Penelitian...32

2.3 Informan Penelitian...32

2.4 Teknik Pengumpulan Data... 33

2.5 Teknik Analisa Data...35

BAB III Deskripsi Lokasi Penelitian 3.1 Gambaran Umum Kota Medan... 36

3.1.1 Geografi dan Demografi...36


(5)

3.1.3 Visi Misi Kota Medan...46

3.1.4 Struktur Ekonomi………....47

3.2 Gambaran Umum Dinas Kesehatan Kota Medan……….……..…49

3.2.1 Tujuan……….….49

3.2.2 Tugas Pokok dan fungsi……….…50

3.2.3 Susunan Organisasi……….51

3.2.4 Sumber Daya………..53

BAB IV PENYAJIAN DATA 4.1 Identitas responden………..….55

4.2 Hasil wawancara……….……..56

BAB V ANALISIS DATA 5.1 Komunikasi………...66

5.2 Sumber Daya……….…………..…68

5.3 Disposisi………..…69

5.4 Struktur Organisasi………..…70

5.5 Faktor pendukung dan Penghambat………..…..71

5.5.1 Faktor Pendukung………..….71


(6)

BAB VI PENUTUP

6.1 Kesimpulan……….…...74 6.2 Saran……….….75 Daftar Pustaka……….……76