Analisis Sistem Agribisnis Kedelai (Glycine max (L.) Merill) (Studi Kasus Desa Sumberejo, Kecamatan Pagar Merbau, Kabupaten Deli Serdang)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

Sistem Agribisnis

Agribisnis adalah pertanian yang organisasi dan menajemennya secara rasional
dirancang untuk mendapatkan nilai tambah komersiil yang maksimal dengan
menghasilkan barang dan jasa yang diminta pasar. Dalam agribisnis proses
transformasi (tanaman, ternak dan ikan) tetapi juga pra usaha tani, pasca panen,
pengolahan dan tata niaga yang secara struktural diperlukan untuk memperkuat
posisi adu tawar (burgaining) dalam berinteraksi dengan mitra transaksi di
pasar (Hanafie, 2010).
Agribisnis

merupakan

sektor

perekonomian


yang

menghasilkan

dan

mendistribusikan masukan bagi pengusaha tani kepada pemakai akhir. Studi
agribisnis mencakup pemahaman atas konsep–konsep perekonomian dan
keterampilan perorangan yang dibutuhkan oleh karyawan agar berhasil dalam
sektor ini. Agribisnis dapat dibagi menjadi tiga sektor yang saling tergantung
secara ekonomis, yaitu sektor masukan (input), produksi (farm), dan sektor
keluaran (output). Agribisnis meliputi seluruh sektor masukan, usahatani, produk
yang memasok bahan masukan usahatani, terlibat dalam produksi, dan pada
akhirnya menangani pemrosesan, penyebaran, penjualan secara borongan dan
penjualan eceran produk kepada konsumen akhir (Downey dan Steven, 2009).
Pengembangan sistem agribisnis mengharuskan adanya sinkronisasi dan sinergi
antar subsistem. Padahal masing–masing subsistem membutuhkan dukungan
keunggulan komparatif dan kompetitif yang mungkin berada di daerah yang

9

Universitas Sumatera Utara

10

berbeda–beda. Masing–masing subsistem perlu mempertimbangkan kelayakan
usahanya dari aspek finansial, pasar dan ekonomi. Idealnya diperlukan kerja sama
antar

subsistem

dengan

satu

jejaring

(networking)

yang


kuat (Ariadi dan Rahayu, 2011).
Soeharjo (1991) memberikan arti yang lebih luas mengenai agribisnis, yaitu juga
melibatkan unsur – unsur pendukung antara lain infrastruktur dan kebijakan
pemerintah. Secara skematis konsep agribisnis dapat ditunjukkan dalam Gambar
2.1 berikut:
Subsistem
Pengadaan
Sarana
Produksi

Subsistem
Produksi
Usahatani

Subsistem
Pengolahan
(Agroindustri)

Subsistem
Pemasaran


Pendukung
- Sarana dan Prasarana Fisik
- Penelitian dan Pengembangan
- Kebijakan Pemerintah
- Koperasi, Bank, dll.
Gambar 2.1. Konsep Agribisnis
Adapun masing – masing subsistem dalam sistem agribisnis adalah sebagai
berikut:
2.1.1. Subsistem Masukan (Input)
Subsistem masukan (input) produksi meliputi sarana produksi pertanian antara
lain terdiri dari lahan, bibit, makanan ternak, pupuk, obat pemberantas hama dan
penyakit, modal, bahan bakar, alat–alat, mesin dan peralatan produksi pertanian.
Subsistem ini penting, mengingat perlunya keterpaduan dari berbagai unsur guna
mewujudkan kesuksesan dalam agribisnis (Munanto, 2014).

Universitas Sumatera Utara

11


a.

Lahan

Dipandang dari sudut efisiensi, semakin luas lahan yang diusahakan maka
semakin tinggi produksi dan pendapatan per satuan luasya. Lokasi lahan usahatani
menentukan kelancaran pemasaran, dimana lokasi yang jauh dari sarana dan
prasarana transportasi dapat memperburuk usahatani tersebut dari aspek ekonomi.
Keberadaan fasilitas-fasilitas lain berupa pengairan dan drainase sangat membantu
dalam pertumbuhan tanaman sehingga meningkatkan produksi (Suratiyah, 2015).
b.

Tenaga Kerja

Menurut penelitian Arifin dan Sahrawi (2015) tentang usahatani kedelai varietas
wilis di Desa Klompang Barat Kecamatan Pakong Kabupaten Pamekasan bahwa
tenaga kerja yang diperlukan dalam usahatani kedelai adalah tenaga kerja pada
pengolahan tanah, penanaman, penyiangan, pemupukan I dan II, serta
penyemprotan. Dimana jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan untuk 1 Ha lahan
sebanyak 128 HKO.

c.

Bibit

Bibit diperlukan sesuai dengan kebutuhan produksi kedelai itu sendiri. Pada
umumnya penggunaan bibit sebanyak 2 kg/ 0,04 Ha atau 50 kg per Ha. Bibit
diberikan dengan cara dimasukkan ke dalam lubang yang telah disiapkan pada
lahan sesuai dengan jarak tanamnya masing-masing.
d.

Pupuk

Tanaman kedelai yang berumur 20-30 hari setelah tanam (hst) perlu dilakukan
pemupukan susulan dengan pupuk Nitrogen setengah dosis dari sisa pemupukan
dasar, yaitu berupa Urea 50kg/Ha, terutama pada tanah yang kurang subur.

Universitas Sumatera Utara

12


Sedangkan tanaman kedelai yang pertumbuhannya subur tidak mutlak diberikan
pupuk susulan, karena hanya akan merangsang pertumbuhan vegetatif yang
berlebihan, sehingga produksi polong atau biji menurun.
Untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi kedelai dapat dipacu dengan
penggunaan Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) dan Pupuk Pelengkap Cair (PPC). Jenis
ZPT yang dianjurkan adalah Atonik 6,5 L Dharmasari 5 EC, Ethrel 40 PGR, dan
Hobsanol. Jenis atau macam PPC yang dianjurkan di antaranya adalah Sitozim,
Fospo-N, Supermikro, Tress, Indasin, Gandasil D/B, Gemari, Ika, Metalik,
Mikromel Zn dan Mkroplus (Rukmana dan Yuyun, 1996).
e.

Pestisida

Menurut penelitian Arifin dan Sahrawi (2015) tentang usahatani kedelai varietas
wilis di Desa Klompang Barat Kecamatan Pakong Kabupaten Pamekasan bahwa
hama yang menyerang tanaman kedelai adalah ulat, belalang dan kutu loncat/
kutu-kutuan. Maka jenis pestisida yang digunakan adalan Kanon, Dursban dan
Buldog untuk menanggulangi ulat, belalang dan kutu loncat/ kutu-kutuan.
f.


Alat dan Mesin Pertanian

Alat dan mesin pertanian yang biasa digunakan petani kedelai adalah cangkul,
sabit dan handsprayer. Selain itu seiring dengan kemajuan teknologi terdapat
mesin yang dapat lebih memudahkan petani dalam kegiatan produksi kedelai
seperti transplanter sebagai alat penanam bibit dan manure spreader sebagai alat
penebar pupuk organik.

Universitas Sumatera Utara

13

2.1.2. Subsistem Produksi
Subsistem pusat dalam agribisnis adalah subsistem produksi usahatani. Apabila
Suukuran tingkat keluaran, dan efisiensi subsistem ini bertambah, subsistem lain
juga akan ikut bertambah. Baik buruknya subsistem ini akan berdampak langsung
terhadap

situasi


keuangan

subsistem

input

dan

subsistem

keluaran

agribisnis (Downey dan Steven, 2009).
Adapun produksi kedelai dapat dijelaskan sebagai berikut:
a.

Pemilihan Varietas

Varietas yang akan ditanam harus mempunyai umur panen yang cocok dalam pola
tanam pada agroekosistem yang ada.


Ukuran dan warna biji varietas yang

ditanam harus sesuai dengan permintaan pasar di daerah sekitar sehingga saat
panen tidak sulit untuk menjual hasilnya. Selain itu, varietas yang ditanam harus
adaptif dengan kondisi lahan yang akan ditanami sehingga tidak mengalami
hambatan dalam pertumbuhannya.
b. Penyiapan Lahan
Penyiapan lahan untuk tanaman kedelai sangat ditentukan oleh kondisi tanah
sebelum penanaman. Pada umumnya penyiapan lahan untuk tanah kering
dilakukan 1 – 2 bulan sebelum hujan turun. Penyiapan lahan dilakukan dengan
mencangkul permukaan tanah sedalam 5 – 10 cm sehingga bila hujan turun,
kondisi tanah sudah cukup baik untuk ditanami,. Sangat dianjurkan untuk
membuat saluran – saluran pembuangan air sehingga tidak terjadi genangan di
dalam petakan.

Universitas Sumatera Utara

14


c.

Penanaman

Penanaman dilakukan dengan jarak tanam 40 cm x 10 – 15 cm. Pada lahan subur,
jarak dalam barisan dapat diperjarang menjadi 15 – 20 cm. Populasi tanaman yang
optimal berkisar 400.000 – 500.000 tanaman per hektar (Adisarwanto, 2005).
d. Pemupukan
Tanaman kedelai tidak begitu menunjukkan respon yang tinggi dibandingkan
tanaman jagung terhadap pemberian pupuk. Hal yang perlu diperhatikan dalam
pemupukan tanaman kedelai yaitu pemilihan jenis pupuk, takaran atau dosis, dan
waktu aplikasi (Adisarwanto, 2005).
e.

Pengendalian Hama Penyakit

Upaya pengendalian hama saat ini dilakukan secara bijak yang didasarkan pada
pengembangan sistem pengendalian secara terpadu (PHT). Pemerintah sudah
menetapkan sistem PHT sebagai satu – satunya program perlindungan tanaman
yang harus dilakukan di tingkat petani. Langkah – langkah operasional
pelaksanaan PHT di lapangan harus mengacu pada beberapa pendekatan, yaitu
tanaman sehat, peningkatan peran musuh alami, pengendalian secara kultur teknis,
pengendalian secara fisik dan mekanik, pengendalian dengan menanam varietas
tahan, pengendalian secara biologis, dan pengendalian menggunakan insektisida.
f.

Panen

Saat panen ditentukan oleh umur sesuai deskripsi varietas yang ditanam dan
adanya perubahan warna pada polong, dari kehijauan menjadi cokelat kekuningan.
Panen dilakukan bila lebih dari 95% polong kedelai sudah berwarna cokelat
kekuningan dan jumlah daun tersisa pada tanaman hanya sekitar 5 – 10%.

Universitas Sumatera Utara

15

Penentuan waktu panen yang tepat sangat berpengaruh terhadap kualitas biji yang
dihasilkan. Pengunduran waktu panen 1 – 2 hari lebih lama dari deskripsi varietas
menunjukkan tingkat kadar air lebih rendah (12 -13%) (Adisarwanto, 2005).
2.1.3. Subsistem Pemasaran
Dalam subsistem pemasaran terdapat rangkaian kegiatan mulai dari pengumpulan
produk usahatani, pengolahan, penyimpanan dan distribusi. Sebagian dari produk
yang dihasilkan dari usahatani didistribusikan langsung ke konsumen di dalam
atau di luar negeri. Sebagian lainnya mengalami proses pengolahan terlebih
dahulu kemudian didistribusikan ke konsumen, pengalengan dan lain–lain.
Industri yang mengolah produk usahatani disebut agroindustri hilir (downstream).
Peranannya amat penting bila ditempatkan di pedesaan karena dapat menjadi
motor penggerak roda perekonomian di pedesaan, dengan cara menyerap dan
menciptakan lapangan kerja sehingga dapat meningkatkan pendapatan dan
kesejahteraan masyarakat pedesaan (Munanto, 2014).
2.1.4. Subsistem Penunjang/Kelembagaan
Lembaga pemasaran adalah badan usaha atau individu yang menyelenggarakan
pemasaran, menyalurkan jasa dan komoditi dari produsen kepada konsumen akhir
serta memiliki hubungan dengan badan usaha atau individu lainnya. Lembaga
pemasaran yang terlibat dalam proses pemasaran komoditi pertanian sangat
beragam, tergantung dari jenis komoditi yang dipasarkan. Ada komoditi yang
melibatkan banyak lembaga pemasaran, dan ada juga yang sedikit melibatkan
lembaga pemasaran.

Universitas Sumatera Utara

16

Lembaga pemasaran dalam menyampaikan komoditi pertanian dari produsen ke
konsumen akhir berhubungan satu dengan yang lain membentuk jaringan
pemasaran. Arus pemasaran yang terbentuk dalam proses pemasaran sangat
beragam dan membentuk pola pemasaran yang sering disebut dengan sistem
pemasaran (Ariadi dan Rahayu, 2011).
2.2.

Pengenalan Komoditi Kedelai

Pada awalnya kedelai dikenal dengan beberapa nama botani, yaitu Glycine soja
dan Soja max. Namun demikian pada tahun 1948 telah disepakati bahwa nama
botani yang dapat diterima dalam istilah ilmiah yaitu Glycine max (L.) Merill.
Indonesia memiliki iklim tropis yang cocok untuk pertumbuhan kedelai, karena
kedelai menghendaki suhu yang cukup panas. Pada umumnya pertumbuhan
kedelai sangat ditentukan oleh ketinggian tempat dan biasanya akan tumbuh baik
pada ketinggian tidak lebih dari 500m di atas permukaan laut. Namun demikian di
atas

batas

itu

kedelai

masih

ditanam

dengan

hasil

yang

masih

memadai (Suprapto, 2011).
Kedelai kaya akan nilai gizi dan mengandung delapan asam amino yang penting
bagi tubuh manusia. Kedelai tidak mengandung lemak jenuh dan kolesterol, serta
mempunyai rasio kalori yang rendah dibandingkan dengan protein sehingga akan
dikonsumsi penderita obesitas. Kedelai mengandung besi, kalium, dan fosfor.
Kedelai juga kaya akan vitamin B kompleks, protein dan kalsium serta bebas dari
racun kimia (Rahma, 2011).

Universitas Sumatera Utara

17

Tabel 2.1. Komposisi Kimia Biji Kedelai Kering Per 100 Gram
Komponen
Kalori (kkal)
Protein (gram)
Lemak (gram)
Karbohidrat (gram)
Kalsium (mg)
Posfor (mg)
Besi (mg)
Vitamin A (SI)
Vitamin B1 (mg)
Air (gram)

Jumlah
331
34,9
18,1
34,8
227
585
8
110
1,1
7,5

Sumber: Cahyadi, 2006

Kedelai dapat digunakan untuk berbagai macam keperluan, untuk makanan
manusia, makanan ternak, dan untuk bahan industri. Di Indonesia penggunaan
kedelai masih terbatas sebagai bahan makanan manusia dan ternak. Makanan yang
terbuat dari kedelai antara lain adalah kedelai rebus, kedelai goreng, kecambah,
tempe, soyghurt tahu, susu kedelai, tauco dan kecap (Cahyadi, 2006).
2.3.

Kondisi Eksistensi Kedelai

Martodireso (2001) menyatakan bahwa Indonesia masih mengimpor sekitar 700
ribu ton kedelai/tahun. Hal ini terjadi karena rendahnya produktivitas dan belum
optimalnya pengembangan areal pertanaman kedelai. Sementara itu permintaan
biji kedelai di dalam negeri dan pasaran ekspor terus meningkat.Potensi pasar ini
merupakan tantangan bagi pengembangan agribisnis kedelai nasional sekaligus
menjadi peluang usaha dan bisnis. Jika dirata–ratakan produktivitas kedelai
nasional memang masih rendah, yaitu hanya 1,1 ton/ha. Angka produktivitas ini
sebenarnya masih bisa ditingkatkan menjadi 1,5–2,5 ton/ha dengan cara
memanfaatkan teknologi maju dan pemeliharaan yang intensif.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.2 Impor Komoditi Pertanian Subsektor Tanaman Pangan Periode: Januari s/d Agustus 2015
Komoditi
Beras
Gandum/ meslin
Jagung
Kacang Tanah

Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
Nilai (US$) Nilai (US$) Nilai (US$) Nilai (US$) Nilai (US$) Nilai (US$) Nilai (US$)
Nilai (US$)
8.337.083
3.156.085 17.774.101 15.586.196
9.623.667 30.509.845 11.413.546
1.526.586
163.296.306 203.768.144 183.323.993 220.468.659 180.369.467 196.171.414 161.484.148
125.503.033
82.584.192
23.360.732

76.670.274 114.121.356
16.848.781 21.283.046

56.146.340
21.394.785

65.602.597
20.546.767

45.933.271
24.250.058

51.247.548
12.800.549

84.941.823
13.114.615

Kedelai
Ubi Jalar
Ubi Kayu
Talas
Kacang Brazil
Almond
Hazelnut
Walnut
Chestnut
Pistasio
Tanaman
Pangan Lainnya

234.573.188 285.377.380 250.432.036 260.654.658 280.525.572 292.488.656 116.952.921
0
3.424
0
0
3.190
2.700
900
18.058.863 39.053.999 37.758.938 19.214.679 27.043.852 25.260.994
6.388.200
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2.651
0
0
543.884
276.070
1.084.305
883.860
1.672.013
827.613
197.849
23.448
0
5
3.585
0
0
0
0
117.395
0
117.650
111.598
0
0
1.216
3.129
36.740
4.434
3.694
23.580
3.805
0
0
0
43.339
7.700
0
0
1.465.675
608.964
1.476.635
2.441.853
1.527.953
2.200.962
700.413

212.104.567
1.520
12.793.394
380
0
1.070.459
5.517
12.160
3.256
25.404
751.774

Kacang Vigna
Kacang Sapi
Kacang Hijau
Total

168.649
92.357
80.497
62.033
47.764
45.222
17.912
279.572
368.810
317.121
177.901
70.503
236.521
51.840
1.623.386
2.733.802
4.429.139
7.398.002
5.719.864
7.131.266
2.251.736
534.316.194 629.078.614 632.117.912 604.597.974 592.878.852 625.082.102 363.511.367

33.132
187.416
3.898.403
455.973.889

Sumber: Departemen Pertanian, 2015

18
18
Universitas Sumatera Utara

19

Berdasarkan Tabel 2.2 di atas dapat diketahui besar impor kedelai di Indonesia
tahun 2015. Dimana impor kedelai tersebut mengalami perubahan di setiap
bulannya. Jumlah impor kedelai terbesar tahun 2015 terdapat pada bulan Juni
dengan jumlah US$ 292.488.856. Persentase perubahan impor kedelai setiap
bulannya sekitar 4%. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi perubahan impor yang
cukup besar pada periode Januari – Agustus 2015 di Indonesia.
2.4. Landasan Teori
Sektor masukan menyediakan pembekalan kepada para pengusaha tani untuk
dapat memproduksi hasil tanaman dan ternak. Termasuk ke dalam masukan ini
adalah bibit, makanan ternak, pupuk, bahan kimia, mesin pertanian, bahan bakar
dan banyak pembekalan lainnya (Downey dan Steven, 2011).
Tersedianya sarana atau faktor produksi (input) belum berarti produktivitas yang
diperoleh petani akan tinggi. Namun bagaimana petani melakukan usahanya
secara efisien adalah upaya yang sangat penting. Efisiensi teknis akan tercapai
bila petani mampu mengalokasikan faktor produksi sedemikian rupa sehingga
produksi tinggi tercapai. Bila petani mendapat keuntungan besar dalam
usahataninya dikatakan bahwa alokasi faktor produksi efisien secara alokatif. Cara
ini dapat ditempuh dengan membeli faktor produksi pada harga murah dan
menjual hasil pada harga relatif tinggi. Bila petani mampu meningkatkan
produksinya dengan harga, sarana produksi dapat ditekan tetapi harga jual tinggi
maka petani tersebut melakukan efisiensi teknis dan efisiensi harga atau
melakukan efisiensi ekonomi (Soekartawi, 1987).

Universitas Sumatera Utara

20

Biaya produksi dapat didefinisikan sebagai semua pengeluaran yang dilakukan
oleh perusahaan untuk memperoleh faktor – faktor produksi dan bahan bahan
mentah yang akan digunakan untuk menciptakan barang – barang yang
diproduksikan perusahaan tersebut (Sukirno, 2008).
Penggunaan konsep biaya relevan untuk pengambilan keputusan penentuan
tingkat output dan harga secara tepat membutuhkan suatu pemahaman mengenai
hubungan antara biaya dengan output dari suatu perusahaan. Atau dengan kata
lain fungsi biaya tergantung pada fungsi produksi dari perusahaan dan fungsi
penawaran pasar dari input – input yang digunakan perusahaan tersebut
(Tasman dan Havidz, 2014).
Biaya usahatani merupakan biaya total yang harus dikeluarkan untuk berjalannya
kegiatan usahatani yang meliputi biaya tetap (fixed cost) dan biaya variabel
(variable cost). Biaya tetap adalah biaya yang besar kecilnya tidak dipengaruhi
oleh proses produksi di tingkat usahatani. Biaya tetap harus dikeluarkan dalam
jumlah yang sama meskipun kapasitas produksi tidak digunakan maksimal. Biaya
tetap pada usahatani meliputi biaya investasi/ sewa lahan dan penyusutan
peralatan usahatani. Biaya variabel merupakan biaya yang jumlahnya fluktuatif
mengikuti kegiatan proses produksi, biaya ini meliputi biaya pembelian bibit atau
benih,

pupuk,

obat,

dan

tenaga

kerja

dalam

kegiatan

produksi

usahatani (Ariadi dan Rahayu, 2011).
Menganalisis biaya produksi perlu dibedakan dua jangka waktu: (i) jangka
pendek, yaitu jangka waktu dimana sebagian faktor produksi tidak dapat ditambah
jumlahnya, dan (ii) jangka panjang, yaitu jangka waktu dimana semua faktor

Universitas Sumatera Utara

21

produksi dapat mengalami perubahan. Keuntungan adalah perbedaan antara hasil
penjualan total yang diperoleh dengan biaya total yang dikeluarkan. Keuntungan
akan mencapai maksimum apabila perbedaan di antara keduanya adalah
maksimum. Namun tidaklah berarti bahwa setiap perusahaan akan selalu
mendapat untung dalam kegiatannya. Berikut adalah kurva keuntungan normal
pada suatu perusahaan (Sukirno, 2008).

Gambar 2.2. Kurva Keuntungan Normal

Qo

Gambar 2.3. Kurva Keuntungan Lebih Normal dan Keuntungan Normal

Universitas Sumatera Utara

22

Keterangan :
P

= Price (harga)

Q

= Quantity (jumlah produksi)

MC

= Marginal Cost (biaya marjinal)

AC

= Average Coat (biaya rata rata)

AVC = Average Variable Cost (biaya variabel rata-rata)
MR

= Marginal Revenue (hasil penjualan marjinal)

AR

= Average Revenue (hasil penjualan rata-rata)

d

= harga keseimbangan

Pada gambar di atas terlihat bahwa perusahaan akan mendapatkan keuntungan
lebih dari normal yang ditunjukkan pada daerah PoEAP1. Keadaan tersebut
diperoleh apabila harga barang lebih tinggi daripada biaya rata-rata (AC) yang
paling minimum. Jadi, perusahaan mendapatkan keuntungan di atas normal saat
harga setinggi P0 dengan jumlah barang yang dihasilkan sejumlah Q0.
Kurva di atas juga menggambarkan keadaan dimana perusahaan mendapat
keuntungan biasa atau keuntungan normal. Suatu perusahaan dikatakan
memperoleh keuntungan normal apabila hasil penjualan totalnya adalah sama
dengan biaya total. Perusahaan dikatakan memperoleh keuntungan normal apabila
harga adalah P1. Pada harga ini MC dipotong oleh MR1 pada titik E1, dan titik E
tersebut adalah titik singgung garis d1=AR=MR1 dengan kurva AC. Dimana pada
kurva tersebut terjadi AC minimum. Karena AC=AR (biaya total rata-rata = hasil
penjualan rata–rata) maka biaya total sama dengan hasil penjualan total.

Universitas Sumatera Utara

23

Harga berpengaruh terhadap besar kecilnya revenue (pendapatan) dan gross
margin (margin kasar). Gross margin adalah harga jual dikurangi dengan cost
(biaya untuk membuat atau mengadakan barang tersebut). Jika ditinjau dari segi
akuntansi, harga berpengaruh pada income statement (laporan rugi laba) yaitu
sebagai komponen dari revenue/sales (pendapatan/penjualan) (Yunarto, 2006).
Menurut Daly (1958) dan diterangkan lebih lanjut oleh Friedman (1962) dalam
Sihombing (2010) menyatakan bahwa margin merupakan perbedaan antara harga
yang dibayarkan konsumen dengan harga yang diterima oleh petani. Menurut
Sihombing (2010) marketing margin adalah perbedaan harga yang diterima oleh
produsen (petani) dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir. Marketing
margin terdiri dari berbagai macam ongkos dalam menyalurkan barang dari
produsen ke konsumen, Jadi marketing margin itu terdiri dari berbagai margin
seperti retail margin, yaitu selisih harga yang dibayarkan konsumen dengan harga
yang dibayarkan oleh pengecer, profit margin, besarnya keuntungan/balas jasa
yang diterima oleh setiap middleman atau lembaga tata niaga dan lain-lain.
Perhitungan analisis marjin pemasaran dilakukan untuk mengetahui perbedaan
harga per satuan di tingkat petani atau tingkat konsumen atau pada tiap rantai
pemasaran. Secara sistematis dapat dihitung sebagai berikut:

�� = �� − ��
Keterangan: MP = Marjin Pemasaran
Pr = Harga di tingkat pengecer
Pf = Harga di tingkat produsen/ petani

Universitas Sumatera Utara

24

Share petani produsen (Sf) masing – masing lembaga perantara menggunakan
model:

�� =

��
�100%
��

Keterangan: Sf = Share produsen
2.5.

Penelitian Terdahulu

Berbagai penelitian terdahulu menunjukkan bahwa sistem agribisnis kedelai harus
berjalan secara harmonis di antara setiap subsistemnya. Hasil penelitian Jan Prince
Permata P.D. (2002) yang berjudul Analisa Sistem Agribisnis Kedelai
menunjukkan bahwa belum adanya keterkaitan yang harmonis antara masingmasing subsistem yang ada. Sistem agribisnis kedelai di Kecamatan Sukaluyu
yang dibangun dari subsistem – subsistem yang kurang harmonis ini berdampak
pada rendahnya produksi dan produktivitas kedelai sehingga mengakibatkan
kurangnya kontribusi ekonomi agribisnis kedelai terhadap masing – masing
pelaku dalam sistem tersebut khususnya petani. Pengadaan sarana produksi usaha
pertanian yang meliputi benih kedelai, pupuk kimia (Urea, TSP, KCL), pupuk
hayati (Rhizo – plus), obat – obatan (Decis) dan alat – alat pertanian cukup lancar
dan tersedia dengan baik. selain itu pendapatan usahatani kedelai di Desa
Hagarmanah menunjukkan bahwa usahatani yang dilakukan petani penyewa
memiliki rasio R/C atas biaya tunai sebesar 1,08 dan rasio R/C atas biaya total
sebesar 0,86. Untuk petani pemilik penggarap hasil analisis menujukkan bahwa
rasio R/C atas biaya tunai sebesar 2,32 dan rasio R/C atas biaya total sebesar 0,86.
Sehingga hasil ini dapat dikatakan cukup baik dan layak diusahakan.

Universitas Sumatera Utara

25

Menurut penelitian Maya Anggraini Sumantri (2015) yang berjudul Analisis
Tataniaga Kepiting di Desa Pantai Gading Kecamatan Secanggang Kabupaten
Langkat. Dimana hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat tiga saluran
pemasaran kepiting dengan masing-masing lembaga tataniaga pada setiap seluran
melakukan fungsi pemasaran yang berbeda. Marjin pemasaran pada saluran I
sebesar Rp 16.133,-/kg dan pada saluran II sebesar Rp Rp 17.133,-/kg dan saluran
III sebesar Rp 0,-/kg. Berdasarkan lima metode efisiensi pemasaran diketahui
bahwa saluran pemasaran yang paling efisien adalah saluran III kemudian saluran
I, dan saluran II. Saluran tataniaga kepiting di Desa Pantai Gading Kecamatan
Secanggang Kabupaten Langkat tergolong efisien dengan rata-rata share produsen
di atas 80%.
Menurut penelitian Muammar Patta Tammu (2012) yang berjudul Penerapan
Sistem Agribisnis Kedelai sebagai Komoditi Andalan dalam Rangka Peningkatan
Pendapatan Petani di Desa Sambueja, Kecamatan Simbang Kabupaten Maros.
Dimana hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem agribisnis kedelai di Desa
Sambuja yang meliputi subsistem hulu yaitu penyediaan sarana produksi dan
modal usahatani, subsistem produksi, dan subsistem hilir yaitu pemasaran kedelai
serta kelembagaan penunjang sudah menerapkan sistem agribisnis. Selain itu
usahatani kedelai juga dapat memberikan keuntungan yang signifikan yang
ditunjukkan oleh Π = TR – TC, yaitu TR sebesar Rp 19.410.214,- dan TC sebesar
Rp 10.107.500,-, maka diperoleh Π sebesar Rp Rp 9.303.214,- per tahun.
2.6. Kerangka Pemikiran
Sistem agribisnis meliputi semua aktivitas mulai dari pengadaan dan penyaluran
sarana produksi sampai pada pemasaran produk yang dihasilkan oleh usaha tani.

Universitas Sumatera Utara

26

Dalam sistem agribisnis terdapat proses-proses yang dilakukan oleh para pelaku
agribisnis yaitu produsen, middleman, lembaga pemasaran, lembaga pendukung
kegiatan usaha tani dan konsumen. Semua kegiatan tersebut dilaksanakan agar
pendistribusian produk usaha tani dapat berjalan dengan lancar sehingga dapat
memaksimalkan pendapatan petani.
Sistem agribisnis kedelai pada dasarnya terdiri atas subsistem pra produksi,
subsistem produksi dan subsistem post produksi. Subsistem pra produksi terdiri
atas pengadaan input kedelai mulai dari benih, pupuk, pestisida. Subsistem
produksi melputi kegiatan produksi atau pemeliharaan kedelai sampai pada panen
kedelai. Sedangkan subsistem post produksi merupakan subsistem akhir yang
meliputi kegiatan pasca panen pada kedelai. Selain itu terdapat subsistem
penunjang, dimana meliputi lembaga maupun badan yang mendukung sistem
agribisnis kedelai, contohnya koperasi.
Seluruh subsistem agribisnis tersebut harus saling berkaitan satu sama lain,
apabila ada satu subsistem saja yang tidak berjalan dengan baik maka dapat
mempengaruhi subsistem yang lainnya. Oleh karena itu subsistem agribisnis
kedelai dapat berjalan dengan baik apabila seluruh subsistemnya berjalan dengan
baik dan selaras. Karena berjalannya sistem agribisnis kedelai sangat
mempengaruhi ketersediaan kedelai di suatu daerah.
Dalam konsep sistem agribisnis terdapat keterkaitan antar subsistem agribisnis
tersebut. Dimana keterkaitan tersebut meliputi pengadaan dan peningkatan sarana
produksi berupa input produksi, dan kaitan peningkatan kegiatan pasca panen
yang terdiri dari pengolahan dan pemasaran produk pertanian dan olahannya.

Universitas Sumatera Utara

27

Melalui sistem agribisnis diharapkan dapat menghasilkan output kedelai yang
baik dan tinggi, atau dengan kata lain produktivitas yang tinggi. Untuk mencapai
produktivitas yang tinggi tersebut diperlukan teknologi yang mendukung dalam
agribisnis kedelai, yaitu teknologi panen maupun pasca panen kedelai. Teknologi
tersebut dapat berupa penggunaan mesin dalam panen maupun pasca panen, atau
penerapan cara – cara produksi yang baik dalam agribisnis kedelai. Dengan begitu
produktivitas kedelai yang tinggi diharapkan dapat tercapai.
Adapun output yang dihasilkan adalah kacang kedelai, dimana dalam sistem
agribisnis kedelai diharapakan dapat menghasilkan produktivitas yang tinggi dan
harga yang berlaku di pasaran. Sehingga melalui produksi kedelai diharapkan
dapat meningkatkan pendapatan petani sebagai produsen, dan terbentuk saluran
pemasaran yang menguntungkan bagi setiap lembaga pemasaran kedelai. Namun
yang terjadi saat ini di pasar bahwa harga jual kedelai di pasar tidak sesuai dengan
biaya produksi yang dikeluarkan, dimana biaya produksi tinggi namun harga jual
kedelai rendah.
Kedelai yang dihasilkan disalurkan melalui saluran pemasaran. Saluran pemasaran
tersebut terdiri dari lembaga pemasaran dan middleman sehingga kacang kedelai
dapat didistribusikan dengan baik. Kacang kedelai yang dihasilkan tersebut juga
memiliki harga tertentu di pasaran. Harga jual kedelai mempengaruhi besarnya
pendapatan petani dan marjin pemasaran. Dimana tinggi rendahnya harga jual
kedelai mempengaruhi pendapatan petani kedelai itu sendiri atas biaya produksi
kedelai.

Universitas Sumatera Utara

28

Setelah dilakukan pengumpulan data sumberdaya di setiap subsistem agribisnis
kedelai di Desa Sumberejo, Kecamatan Pagar Merbau, Kabupaten Deli Serdang
dapat diidentifikasi kondisi dari setiap subsistem agribisnis kedelai. Keadaan
tersebut mulai dari subsistem pra produksi, subsistem produksi, subsistem post
produksi dan keefektifan lembaga pendukung sebagai subsistem penunjang.
Untuk melihat ketersediaan input dan produksi di daerah penelitian menggunakan
metode deskriptif, untuk melihat marjin pemasaran kedelai dapat menggunakan
analisis share marjin. Dimana metodologi yang digunakan adalah metode
deskriptif dengan analisis kualitatif dan analisis kuantitatif.

Universitas Sumatera Utara

29

Adapun skema kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 2.4 berikut:

Manajemen

Subsistem
Pra
Produksi

Subsistem
Produksi

Subsistem
Post
Produksi

Teknologi

Output

Pemasaran

Lembaga Pendukung
(Koperasi Unit Desa)

Keterangan:

Harga

: Menyatakan pengaruh
: Menyatakan hubungan
: Menyatakan keterkaitan

Gambar 2.4. Skema Kerangka Pemikiran

Universitas Sumatera Utara

30

2.7.

Hipotesis Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diuraikan, maka hipotesis penelitian
dapat dirumuskan sebagai berikut.
1. Ketersediaan input kedelai di daerah penelitian bersifat available.
2. Harga produk kedelai di daerah penelitian berada di atas average cost
minimum.
3. Terdapat margin harga yang tinggi antar lembaga di daerah penelitian.

Universitas Sumatera Utara