Analisis Sistem Agribisnis Kedelai (Glycine max (L.) Merill) (Studi Kasus Desa Sumberejo, Kecamatan Pagar Merbau, Kabupaten Deli Serdang)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang

Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan oleh
manusia sejak 2500 SM. Sejalan dengan semakin berkembangnya perdagangan
antar negara yang terjadi pada awal abad ke 19, menyebabkan tanaman kedelai
juga ikut tersebar ke berbagai negara tujuan perdagangan tersebut, yaitu Jepang,
Korea, Indonesia, India, Australia dan Amerika. Awal mula penyebaran dan
pembudidayaan kedelai yaitu di Pulau Jawa, kemudian berkembang ke Bali, Nusa
Tenggara dan pulau – pulau lainnya. Masuknya kedelai ke Indonesia diduga
dibawa oleh para imigran Cina yang mengenalkan beberapa jenis masakan yang
berbahan baku biji kedelai (Adisarwanto, 2005).
Melihat sejarahnya, kedelai di Indonesia sudah diketahui sejak zaman Kerajaan
Demak sewaktu orang – orang di pesisir Pulau Jawa melakukan perdagangan
dengan orang – orang Cina. Beberapa dari pedagang Cina tersebut kemudian ada
yang menetap di Demak, lalu mereka meminta kepada para petani setempat untuk
menanam dan mengusahakan kedelai menjadi tanaman eksotik di Pulau Jawa dan

disebarluaskan di kalangan petani setempat (Cahyadi, 2006).
Kedelai merupakan komoditas strategis bagi Indonesia sebagai sumber protein
yang murah. Untuk memenuhi kebutuhan protein per individu sebesar 55gr/hari
dapat dipenuhi dengan mengkonsumsi kedelai sebanyak 136 gram. Selain protein,
kedelai juga mengandung beberapa zat gizi penting lainnya. Kedelai dapat
dikonsumsi dalam bentuk segar maupun dalam bentuk olahan yang beraneka

1
Universitas Sumatera Utara

2

ragam seperti tauge, susu kedelai, tahu, tempe, kecap, tauco, oncom dan bubuk
kedelai. Dalam jumlah yang cukup besar kedelai juga dimanfaatkan sebagai
makanan ternak (Permata, 2002).
Dengan berbagai manfaat dan khasiatnya itu, sangat dibayangkan bahwa sampai
saaat ini negara kita masih belum dapat memenuhi sendiri kebutuhan akan
kedelai. Kita masih mengimpor dari negara lain guna mencukupinya. Untuk itu,
kiranya pemberdayaan akan tanaman pangan kedelai ini perlu mendapati
perhatian kita bersama peningkatannya (Cahyadi, 2006).

Kebutuhan akan kedelai di Indonesia setiap tahun selalu meningkat seiring dengan
pertambahan penduduk dan perbaikan pendapatan per kapita. Oleh karena itu,
diperlukan suplai kedelai tambahan yang harus diimpor karena produksi dalam
negeri belum dapat mencukupi kebutuhan tersebut (Adisarwanto, 2005).
Masalah kedelai impor akhirnya mendapat sorotan dari kalangan luas. Oleh
karena itu pemerintah mulai menangani masalah tersebut dengan mengatur
volume dan waktu penyaluran kedelai dengan tepat, sehingga tingkat harga jual di
pasar mulai membaik kembali, bahkan sampai pada tingkat harga yang lebih
tinggi dibandingkan dengan masa – masa sebelumnya. Perkembangan tingkat
harga jual yang baik akan merangsang petani untuk bergairah kembali di bidang
perkedelaian (Suprapto, 2001).
Luas panen kedelai di Sumatera Utara mengalami penurunan dan peningkatan
yang bervariasi mulai dari tahun 2003-2014. Dimana ada kalanya sedikit
mengalami penurunan dan kenaikan luas panen pada tahun tertentu. Luas panen

Universitas Sumatera Utara

3

terbesar di Sumatera Utara berada pada tahun 2005. Adapun luas panen kedelai di

Sumatera Utara dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1.1. Luas Panen, Produksi dan Rata-Rata Produksi Kedelai Sumatera
Utara Tahun 2003-2014
Tahun

Luas Panen
Produksi
(Ha)
(Kw)
(1)
(2)
(3)
1. 2003
9 910
104 660
2. 2004
11 706
123 330
3. 2005
13 787

157 930
4. 2006
6 311
70 430
5. 2007
3 747
43 450
6. 2008
9 597
116 470
7. 2009
11 494
142 060
8. 2010
7 803
94 380
9. 2011
11 413
114 260
10. 2012

5 475
54 190
11. 2013
3 126
32 290
12. 2014
5 024
57 050
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Utara, 2015

Rata- Rata Produksi
(Kw/Ha)
(4)
10.56
10.54
11.46
11.16
11.60
12.14
12.36

12.10
10.01
9.90
10.33
11.36

Berdasarkan Tabel 1.1 tersebut dapat diketahui laju kenaikan dan penurunan luas
panen dan produksi kedelai. Dimana laju produksi kedelai di Provinsi Sumatera
Utara pada kurun waktu 2003–2014 mengalami tingkat penurunan paling tinggi
pada tahun 2012 dan 2013, dengan jumlah produksi sebesar 54.190 kwintal dan
32.290 kwintal. Sehingga dapat diketahui penurunannya pada tahun 2012 sebesar
52,57% dan pada tahun 2013 sebesar 40,41%. Sedangkan kenaikan produksi
terbesar terjadi pada tahun 2005 dengan persentase perubahan kenaikan sebesar
28.05%. dari data tersebut dapat diketahui bahwa perubahan penurunan produksi
kedelai

lebih

besar


dibandingkan

dengan

perubahan

peningkatan

produksinya (BPS, 2015).
Selain tingkat produksi kedelai yang fluktuatif, terdapat tingkat produktivitas
kedelai yang cenderung hamper tidak berubah untuk lima tahun terakhir. Adapun

Universitas Sumatera Utara

4

data produktivitas kedelai per provinsi pada tahun 2011-2015 dapat dilihat pada
Tabel 1.2 berikut:
Tabel 1.2 Produktivitas Kedelai Per Provinsi Tahun 2011-2015 (Ton/Ha)
Tahun

No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.

20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.

Provinsi
Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat

Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kepulauan Bangka
Belitung
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan

Kalimantan Timur
Kalimantan Utara
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
Indonesia

2011

2012

1,414
1,001
1,431
1,105
1,242
1,576
1,010
1,190
1,000

1,445
0,990
1,301
1,135
1,252
1,568
1,028
1,192
1,000

1,000
1,574
1,369
1,131
1,452
1,247
1,233
1,174
1,009
1,350
1,156
1,305
1,243
1,331
1,490
1,573
1,051
1,238
1,379
1,202
1,302
1,075
1,116
1,368

1,000
1,563
1,569
1,262
1,639
1,109
1,294
1,179
1,033
1,342
1,174
1,341
1,309
1,332
1,459
1,500
0,959
1,210
1,594
1,279
1,332
1,078
1,114
1,485

2014

2015

1,472
1,033
1,061
1,134
1,264
1,442
1,072
1,235
-

1,481
1,136
1,161
1,149
1,286
1,734
1.063
1,213
1,000

1,461
1,235
1,193
1,415
1,372
1,509
1,272
1,167
1,000

Pertumbuhan
2015 terhadap
2014
-1,35
8,71
2,76
23,15
6,69
-12,98
19,66
-3,79
-

1,059
1,434
1,521
1,360
1,564
1,302
1,326
1,048
0,942
1,394
1,192
1,340
1,456
1,000
1,336
1,656
1,477
0,963
1,310
1,254
1,251
1,221
1,084
1,229
1,416

1,059
1,630
1,737
1,198
1,654
1,326
1,528
1,410
0,971
1,560
1,198
1,306
1,469
1,000
1,335
1,618
1,504
1,120
1,504
1,172
1,265
1,239
1,062
1,177
1,551

1,071
1,644
1,838
1,355
1,658
1,372
1,411
1,317
1,015
1,601
1,200
1,365
1,604
0,924
1,306
1,871
1,767
1,623
1,349
1,027
0,923
1,049
1,057
1,276
1,568

1,13
0,86
5,81
13,11
0,24
3,47
-7,66
-6,60
4,53
2,63
0,17
4,52
9,19
-7,60
-2,17
15,64
17,49
44,91
-10,31
-12,37
-27,04
-15,33
-0,47
8,41
1,10

2013

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2016

Universitas Sumatera Utara

5

Berdasarkan Tabel 1.2 di atas dapat diketahui bahwa tingkat produktivitas kedelai
di Indonesia cenderung hampir tidak berubah. Bahkan untuk beberapa provinsi
terdapat produktivitas kedelai yang semakin berkurang dari tahun sebelumnya.
Oleh karena itu tingkat produktivitas kedelai di Indonesia yang hamper tidak
berubah merupakan salah satu masalah di bidang perkedelaian.
Faktor-faktor yang sering menyebabkan rendahnya hasil kedelai di Indonesia
antara lain: kekeringan, banjir, hujan terlalu besar pada saat panen, serangan
hama, dan persaingan dalam rumputan (gulma). Pandangan petani yang masih
menganggap kedelai sebagai tanaman sampingan juga mengakibatkan rendahnya
tingkat teknologi budaya untuk tanaman kedelai. Kedelai merupakan tanaman
tanah kering sehingga banyak mendapat gangguan gulma. Bila pemeliharaannya
kurang intensif tanaman kedelai akan disaingi oleh gulma, akibatnya hasil panen
akan menurun (Suprapto, 2001).
Konsumsi kedelai yang semakin meningkat akan meningkatkan kebutuhan kedelai
pula, hingga apabila kebutuhan akan kedelai tersebut tidak dapat terpenuhi maka
dilakukanlah impor kedelai. Adapun besarnya konsumsi kedelai penduduk di
Sumatera Utara dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1.3 Perkembangan Konsumsi Kedelai Penduduk Sumatera Utara
Tahun 2010-2014
Tahun

Konsumsi Kedelai
Gr/Kapita/Hari
Gr/Kapita/Tahun
2010
1.63
590
2011
1.10
400
2012
8.00
2 920
2013
1.80
700
2014
1.90
700
2015 (konsumsi harapan)
2.00
730
Sumber : Badan Ketahanan Pangan Sumatera Utara, 2014

Universitas Sumatera Utara

6

Konsumsi kedelai meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk,
sedangkan produksi kedelai semakin menurun, sehingga dilakukanlah impor
kedelai untuk menutupi kebutuhan akan kedelai tersebut di Sumatera Utara. Hal
ini bisa saja disebabkan oleh lahan yang semakin sempit, terbatasnya input yang
tersedia dan sebab–sebab lainnya. Karena hal–hal tersebut diperlukan adanya
sistem agribisnis kedelai yang efektif serta tersistematis dengan baik agar
produksi kedelai tetap berjalan dengan lancar serta terpenuhinya konsumsi
masyarakat terhadap olahan kedelai seperti tahu, tempe, susu kedelai dan lain–
lain.
Adapun besarnya impor kedelai di Provinsi Sumatera Utara tahun 2010-2014
dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1.4 Impor Kedelai Sumatera Utara Tahun 2010 -2014
Tahun
Impor (Kw)
2010
832 593
2011
1 063 698
2012
1 100 749
2013
1 161 649
2014
1 315 734
Sumber:Statistik Perdagangan Luar Negeri, BPS Sumatera Utara, 2014
Berdasarkan Tabel 1.3 tersebut dapat diketahui bahwa impor kedelai semakin
meningkat dari tahun 2010-2014. Impor kedelai dilakukan karena besarnya
kebutuhan konsumsi kedelai yang tidak dapat terpenuhi oleh produksi kedelai itu
sendiri. Oleh karena itu permasalahan tersebut perlu untuk diteliti, dimana diduga
salah satunya terdapat masalah dalam sistem agribisnis kedelai. Sistem agribisnis
kedelai yang efektif dengan tersedianya kedelai dapat memenuhi kebutuhan akan
kedelai di masyarakat. Selain itu diharapkan produktivitas kedelai dapat
meningkat sehingga kebutuhan akan kedelai di masyarakat dapat dipenuhi melalui

Universitas Sumatera Utara

7

produksi kedelai itu sendiri tanpa harus mengimpor. Maka penelitian mengenai
sistem agribisnis kedelai penting untuk dilakukan agar dapat tetap menjaga
ketersedian kedelai dan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat baik terhadap
kedelai maupun hasil olahannya.
1.2.

Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan maka dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut:
1.

Bagaimana ketersediaan input kedelai di daerah penelitian?

2.

Bagaimana kondisi sub sistem produksi kedelai di daerah penelitian?

3.

Bagaimana teknologi panen dan pasca panen kedelai di daerah penelitian?

4.

Bagaimana saluran pemasaran kedelai di daerah penelitian?

5.

Apa saja lembaga pendukung dalam sistem agribisnis kedelai di daerah
penelitian?

1.3.

Tujuan Penelitian

Sesuai dengan identifikasi masalah, maka tujuan penelitian yaitu:
1.

Untuk mengetahui ketersediaan input kedelai di daerah penelitian.

2.

Untuk mengetahui kondisi sub sistem produksi kedelai di daerah
penelitian.

3.

Untuk mengetahui teknologi panen dan pasca panen kedelai di daerah
penelitian.

4.

Untuk mengetahui saluran pemasaran kedelai di daerah penelitian.

5.

Untuk mengetahui apa saja lembaga pendukung dalam sistem agribisnis
kedelai di daerah penelitian.

Universitas Sumatera Utara

8

1.4.

Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini adalah:
1.

Sebagai sumber informasi dan bahan pertimbangan bagi para petani
kedelai serta masyarakat umum.

2.

Sebagai bahan informasi dan referensi bagi pemerintah dalam hal
pengambil kebijakan.

3.

Sebagai bahan informasi dan referensi untuk penelitian selanjutnya.

Universitas Sumatera Utara