Pengaruh Waktu Vulkanisasi Pada Pembuatan Produk Film Lateks Karet Alam Berpengisi Selulosa Mikrokristalin dari Tepung Kulit Singkong Dengan Penambahan Penyerasi Alkanolamida

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KULIT SINGKONG
Singkong merupakan salah satu komoditi yang murah dan banyak dijumpai di
daerah pedesaan, bagian tanaman yang sering digunakan sebagai bahan pangan
manusia adalah umbi dan daunnya sementara itu kulit umbi singkong masih jarang
digunakan dalam produk pangan [17].
Produktivitas singkong di Indonesia sebesar 22.677.866 ton. Sedangkan untuk di
wilayah Jawa Tengah, produksi singkong sebesar 3.336.490 ton dengan luas panen
162.491 ha. Setiap bobot singkong akan dihasilkan limbah kulit singkong sebesar 16%
dari bobot tersebut. Singkong dipanen pada umur 6–8 bulan untuk varietas Genjah dan
9–12 bulan untuk varietas dalam. Kulit singkong merupakan limbah kupasan hasil
pengolahan gaplek, tapioka, tape dan panganan berbahan dasar singkong lainnya.
Potensi kulit singkong di Indonesia sangat melimpah, seiring dengan eksistensi negara
ini sebagai salah satu penghasil singkong terbesar di dunia dan terus mengalami
peningkatan produksi setiap tahunnya [18].
Tabel 2.1 Jumlah Produksi Ubi Kayu di Indonesia [19] :
Tahun

Produksi (Ton)


2008

21,756,991

2009

22,039,145

2010

23,918,118

2011

24,044.025

2012

22,677,866


Kulit Singkong (Manihot esculenta Crantz) adalah salah satu limbah organik
yang diperoleh dari akar umbi dari industri singkong. Ketebalan Kulit singkong 1 ± 4

7
Universitas Sumatera Utara

mm dan mengandung 10-13% dari total bahan kering singkong [20].
Tabel 2.2 Komposisi Kimia Kulit singkong [12] :
Komposisi Kimia

Kulit singkong

Kandungan abu

4,5

Kandungan selulosa

37,9


Kandungan hemiselulosa

37,0

Kandungan lignin

7,5

Kandungan zat lainnya

13,1

2.2 PEMBUATAN SELULOSA MIKROKRISTALIN DENGAN METODE
HIDROLISIS ASAM
Selulosa merupakan bahan organik yang sangat berlimpah keberadaannya di
dunia. Selulosa banyak ditemukan di alam dalam bentuk rami, batang kayu, kapas, dan
lainnya. Dalam bahan baku selulosa terdiri atas lignin, hemiselulosa dan selulosa,
dimana selulosa diikat oleh hemiselulosa dan dilindungi oleh lignin sehingga
diperlukan adanya perlakuan untuk menghilangkan lignin dengan melarutkan selulosa

tersebut dalam alkali seperti NaOH, perlakuan dilanjutkan untuk menghidrolisis
selulosa dengan asam. Asam tersebut bertujuan untuk menghidrolisis α-selulosa
sehingga terjadi degradasi terhadap selulosa yang menjadikannya memiliki derajat
polimerisasi lebih kecil. Kemudian dihaluskan secara mekanik akan didapat selulosa
mikrokristalin [21].

Gambar 2.1 Mekanisme Hidrolisis Asam [22]
8
Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.3 Spesifikasi Selulosa Mikrokristalin menurut USP 32-NF 27 [23] :
Pengujian

USP 32-NF 27

fisik

Berwarna putih, tidak berbau dan berasa

Pati


Tidak berwarna biru dengan iodin

pH

5,0-7,5

Susut pengeringan

≤ 7%

Sebagai perolehan dari selulosa, MCC mempunyai kelebihan seperti, kereaktifan
tinggi, dapat di perbaharui, dapat terdegradasi. MCC adalah bentuk baru dari selulosa
dan muncul sebagai sesuatu yang bagus, berwarna putih dan serbuk kristalin.
Karakteristik yang paling penting dari MCC adalah ukuran dan distribusi ukuran dari
materialnya. Berhubungan dengan sifat fisik yang unik dan sifat kimianya, MCC telah
banyak digunakan dalam beberapa tahun dalam industri seperti obat, makanan,
pelapisan dan kosmetik.
Hal ini juga diketahui kristanilitas dari selulosa dapat diukur dengan beberapa
metode, X-ray Diffraction, keadaan padat C CP-MAS NMR, Fourier transform

infrared (FT-IR) spectroscopy dan Raman Spectroscopy. Alternatif X-ray Diffraction
(XRD) banyak memberikan data dari kristalin dan sedikit non kristalin fraksi dari
selulosa [24].

2.3 ALKANOLAMIDA
Alkanolamida merupakan salah satu senyawa yang dapat diturunkan dari asam
lemak dan merupakan produk reaksi kondensasi alkanolamina primer atau sekunder
dengan asam lemak, metil ester, atau trigliserida. Alkanolamida merupakan surfaktan
nonionik yang secara luas digunakan sebagai agen pengemulsi yang stabil. Senyawa
ini juga digunakan dalam industri farmasi, kosmetik, kebutuhan rumah tangga seperti
sampho dan deterjen, serta sebagai agen pengontrol busa, aditif bahan bakar, corrosion
inhibitors. Sifat kimia dari suatu senyawa alkanolamida sangat bervariasi, tergantung

9
Universitas Sumatera Utara

dari panjang cincin hidrokarbon dan sifat substituen pada atom nitrogen. Senyawa
alkanolamida yang dapat digunakan sebagai surfaktan akan efektif dengan semakin
banyaknya gugus hidrofilik dan sangat cocok ketika diaplikasikan sebagai surfaktan
pada kosmetik [25].


RBDPS

Dietanolamina

Gliserol

Gambar 2.2 Reaksi Pembentukan Alkanolamida [14]

2.4 LATEKS KARET ALAM
Karet alam (natural rubber) merupakan cairan getah dari tumbuhan Hevea
brasiliensis, yang merupakan polimer alam dengan monomer isoprena. Polimer karet
alam ini terdiri dari 97% polimer cis-1,4-polyisoprena. Secara umum karet alam
mengandung beberapa senyawa kimia yang kompleks, antara lain : karet hidrokarbon,
protein, lipid netral, lipid polar, karbohidrat, garam anorganik dan lain-lain. Perbedaan
kandungan senyawa kimia karet alam ini tergantung pada jenis tanaman, jenis
penanganan dan cara penyadapan.

Gambar 2.3 Struktur molekul karet alam [26]
Lateks secara umum didefinisikan sebagai cairan kental (getah karet) yang keluar

dari pembuluh karet bila dilukai. Lateks sewaktu keluar dari pembuluh karet masih
dalam keadaan steril. Air getah lateks kira-kira mengandung [27] :
1. 25-40% bahan karet mentah (Crude Rubber)
2. 60-75% serum (air dengan zat-zat yang melarut di dalamnya).
10
Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.4 Spesifikasi Mutu Lateks Pekat ASTM D 1076 dan ISO 2004 [28] :
No.

Parameter

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

9.

Kandungan padatan total (TSC) min (%)
Kandungan karet kering (DRC) min (%)
Kandungan non karet maks (%)
Kadar amoniak min (%)
Waktu kemantapan mekanis min (detik)
Bilangan KOH maks (%)
Asam lemak eteris (ALE) maks (%)
Tembaga maks (ppm)
Mangan maks (ppm)

ASTM D 1076
HA
LA
61,5
61,5
60,0
60,0
2,0

2,0
1,6
1,0
650
650
0,8
0,8
8
8
8
8

ISO 2004
HA
LA
61,5
61,5
60,0
60,0
2,0

2,0
1,0
0,8
540
540
1,0
1,0
0,2
0,2
8
8
8
8

2.5 PEMBUATAN SENYAWA LATEKS KARET ALAM
Bahan pembuatan formulasi/kompon karet alam, memiliki beberapa pilihan
bahan kimia tambahan untuk meningkatkan kualitas vulkanisat produk karet alam.
Bahan kimia tersebut memberikan sifat mekanik yang spesifik terhadap vulkanisat
produk karet yang akan dibentuk. Bahan kimia yang biasa ditambahkan dalam proses
pembuatan kompon dari karet alam adalah bahan vulkanisasi (sulfur atau non-sulfur),
bahan pengaktivasi, bahan pencepat, bahan pengisi, dan bahan pelindung [29].

2.5.1 BAHAN VULKANISASI
Vulkanisasi adalah suatu proses dimana molekul karet yang linier mengalami
reaksi sambung silang sulfur (sulfur-crosslinking) sehingga menjadi molekul polimer
yang membentuk rangkaian tiga dimensi. Reaksi ini merubah karet yang bersifat
plastis (lembut) dan lemah menjadi karet yang elastis, keras dan kuat[30].
Orang pertama yang berjasa dalam menemukan vulkanisasi belerang di tahun
1839 adalah Charles Goodyear dan mengembangkan banyak aplikasi baru di industri
karet. Prinsip prinsip perubahan akibat vulkanisasi adalah sebagai berikut karet
dikonversi dari bahan yang bersifat plastis dengan kekuatan (strength) yang sangat
rendah menjadi bahan yang elastis dengan kekuatan dan kepegasan (resilience) yang
baik, terjadi perubahan sifat-sifat fisik karet seperti tensile strength sesuai dengan

11
Universitas Sumatera Utara

vulkanisasi, Sifat-sifat fisik vulkanisat lebih tahan pada interval temperatur
dibandingkan dengan sebelum divulkanisasi, dan polimer-polimer yang berikatan
silang (crosslinked polymer, vulcanizate) mengembang di dalam larutan yang secara
normal dapat melarutkan polimer-polimer yang tidak berikatan silang (uncrosslinked
polymer).
Prinsip-prinsip perubahan akibat vulkanisasi juga dijelaskan bahwa cincin
panjang dari molekul-molekul karet menjadi berikatan silang akibat beraksi dengan
vulcanizing agent membentuk struktur tiga dimensi. Reaksi ini membuat karet
berubah menjadi lunak, bahan seperti plastik lemah (weak plastic-like material) ke
suatu produk elastik kuat, dan karet kehilangan tackiness, dan menjadi tidak larut
dalam pelarut dan lebih tahan terhadap kerusakan yang disebabkan oleh panas, cahaya,
dan proses aging [31].

(a) Sebelum vulkanisasi

(b) Sesudah vulkanisasi
Gambar 2.4 Struktur karet sebelum dan sesudah vulkanisasi [32]

12
Universitas Sumatera Utara

2.5.2 BAHAN PEMERCEPAT (ACCELERATOR)
Bahan pencepat seringkali ditambahkan ke dalam pembuatan kompon karet
untuk meningkatkan laju sehingga mempersingkat waktu reaksi vulkanisasi molekul
karet. Secara umum bahan pencepat kompon karet dibedakan menjadi bahan pencepat
primer dan sekunder/ultra. Kelompok bahan pencepat primer diwakili oleh guanidine
dan aldehydeamine. Bahan pencepat ultra misalnya benzothiazole, thiuram disulfide,
dan garam dari asam-asam thio (thio urea). Rasio antara bahan pencepat dengan sulfur
sebagai bahan pembentuk ikatan silang sangat berpengaruh terhadap sistem
vulkanisasi dan derajat ikatan silang yang terbentuk dalam molekulmolekul polimer.
ZDEC (Zinc diethyl dithiocarbamat) juga termasuk bahan pencepat ultra dari kelas
dithiocarbamate. ZDEC umumnya digunakan untuk lateks. Dekomposisi termal
ZDEC tidak membentuk sulfur bebas aktif. Berdasarkan pada hasil reaksi dekomposisi
termal kedua bahan pencepat tersebut, maka penambahannya dalam sintesis coklat
akan berpengaruh terhadap mutu coklat terutama kadar sulfur bebasnya [33].

2.5.3 BAHAN ANTIOKSIDAN (ANTIOXIDANT)
Bahan penangkal oksidasi (Antioxidant) adalah bahan kimia yang digunakan
untuk mencegah terjadinya proses oksidasi (reaksi dengan oksigen) pada produk karet
alam. Bahan antioksidan dapat menstabilkan radikal bebas dengan melengkapi
kekurangan elektron yang dimiliki radikal bebas dan menghambat terjadinya reaksi
berantai dari pembentukan radikal bebas yang dapat menimbulkan sifat oksidatif pada
barang jadi karet [27].

2.5.4 BAHAN PENYERASI (COMPATIBILIZER)
Penggunaan compatibilizer pada komposit plastik dapat meningkatkan sifat
adhesi antarmuka antara partikel filler (hidrofilik) dengan matriks polimer (secara
umum hidrofobik) dan dispersi dalam matrik. Pemilihan compatibilizer yang efektif
adalah sangat penting untuk meningkatkan sifat fisik komposit polimer tersebut .

13
Universitas Sumatera Utara

Selain itu penambahan compatibilizer dapat mengurangi kerusakan akibat pengaruh
oksidasi yang mengakibatkan pemutusan rantai-rantai polimer. Compatibilizer yang
umum digunakan untuk campuran karet alam adalah silane dan trans-polyoctenylene
rubber atau TOR [35].
Pengolahan kimia dilakukan dengan merubah permukaan pengisi atau matriks
dengan menggunakan bahan kimia tertentu. Umumnya perubahan permukaan pengisi
dilakukan dengan penambahan bahan penggandeng sedangkan perubahan matriks
dilakukan dengan menggunakan bahan penyerasi. Bahan penggandeng atau bahan
penyerasi yang digunakan harus serasi atau dapat bereaksi dengan senyawa-senyawa
kimia yang terdapat pada permukaan pengisi atau matriks.
Bahan penyerasi adalah bahan kimia yang mempunyai satu segmen kimia untuk
menyambungkan satu polimer dan segmen kimia yang kedua dengan polimer yang
lain dengan cara membentuk ikatan kovalen antara dua fasa. Penggunaan bahan
penyerasi akan mengurangi kedua fasa polimer terpisah dengan cara meningkatkan
pelekatan antar muka antara kedua fasa. Umumnya bahan penyerasi merupakan
kopolimer blok atau cangkok yang terdiri dari segmen berlainan dengan cara kimia
akan serasi dengan fasa matriks polimer yang digunakan. Secara umum fungsi bahan
penyerasi adalah untuk [35] :
a. Mengurangi tegangan antar muka peleburan polimer dengan memberikan
pengemulsian dan seterusnya menyebarkan satu fasa ke dalam fasa yang lain
b. Menambah pelekatan antar muka
c. Menstabilkan fasa tersebar sewaktu pemprosesan.

2.5.5 BAHAN PENSTABIL (STABILIZER)
KOH dan Ammonium Casseinate berfungsi sebagai stabilisator atau
Stabilizers, merupakan bahan pemantap/penstabil yang ditambahkan ke dalam lateks

14
Universitas Sumatera Utara

agar partikel lateks tetap stabil dengan adanya penambahan bahan-bahan kimia yang
lain [36].

2.5.6 BAHAN PENGAKTIF (ACTIVATOR)
Bahan pengaktif adalah bahan yang dapat meningkatkan kerja dari bahan
pemercepat. Umumnya bahan pemercepat tidak dapat bekerja baik tanpa bahan
pengaktif. Bahan pengaktif yang bisa digunakan adalah ZnO, asam stearat, PbO, MgO
dan sebagainya. Campuran bahan pengaktif, bahan pemercepat dan belerang (S)
disebut sistem vulkanisasi dari kompon (vulcanising system of the coumpond) [37].

2.5.7 BAHAN PENGISI (FILLER)
Bahan pengisi pada umumnya diklasifikasikan menjadi dua, yaitu carbon
black dan bahan pengisi non-black atau biasa disebut pengisi berwarna. Setiap bahan
pengisi, baik yang black atau non-black memiliki derajat keaktifan tersendiri.
Klasifikasi bahan pengisi (filler) berdasarkan fungsinya dibagi menjadi dua jenis,
yaitu:
1. Reinforcing filler, yaitu filler yang tidak hanya berfungsi sebagai bahan pengisi
tetapi juga akan berpengaruh terhadap sifat-sifat fisis karet dan akan menambah
kekuatan tarik, daya tahan terhadap gesekan. Contohnya: carbon black, magnesium
karbonat, ZnO.
2. Inert filler, yaitu filler yang hanya berfungsi sebagai penambah volume saja.
Contohnya : CaCO3, kaolin, BaSO4. Berdasarkan keaktifannya, bahan pengisi (filler)
dibagi menjadi dua golongan, yaitu golongan bahan pengisi (filler) aktif (bahan
pengisi penguat) dan golongan bahan pengisi (filler) tidak aktif. Selain itu,
penambahan bahan pengisi (filler) tidak aktif hanya akan menambah kekerasan dan
kekakuan pada produk karetnya, sedangkan kekuatan dan sifat lainnya akan
berkurang.

15
Universitas Sumatera Utara

Harga bahan pengisi (filler) tidak aktif lebih murah jika dibandingkan dengan
bahan pengisi (filler) aktif, sehingga bahan pengisi (filler) tidak aktif digunakan dalam
kuantitas yang lebih kecil terutama untuk menekan harga produk karet yang
dihasilkan. Bahan pengisi (filler) yang baik adalah bahan pengisi yang bersifat inert
terhadap komponen lain, tidak mudah terbakar, dan memiliki luas permukaan spesifik
yang luas. Pada umumnya, bahan pengisi (filler) yang digunakan terdiri dari
setidaknya campuran dua komponen. Kemampuan filler untuk memperbaiki sifat
vulkanisat dipengaruhi oleh tipe elastomer, sifat alami filler, dan jumlah filler yang
digunakan [38].

2.6 PROSES PENCELUPAN
Proses pencelupan merupakan suatu teknik yang menghasilkan barang dari lateks
yang dilakukan dengan mencelup suatu pembentuk, yang telah dibersihkan ke dalam
formulasi lateks, semasa pembentuk dicelupkan di dalam formulasi lateks, partikel
partikel lateks yang bersentuhan dengan permukaan pembentuk mengalami proses
penghilang kestabilan dan membentuk suatu lapisan atau film, dimana film yang
terbentuk mempunyai bentuk yang sama dengan pembentuk (cetakan) yang
dicelupkan ke dalam formulasi lateks tersebut dan apabila film ini dikeringkan produk
lateks akan terhasil. Dalam industri, teknik pencelupan ini selalu digunakan untuk
menghasilkan produk yang tipis dan berongga seperti sarung tangan, balon dan
lain-lain. Teknik pencelupan terdiri dari tiga cara yaitu :
1. Pencelupan terus (straight dipping)
2. Pencelupan berkoagulan (coagulant dipping)
3. Pencelupan pengaktifan panas (heat sensitized dipping)
Pencelupan berkoagulan merupakan teknik pencelupan yang digunakan untuk
menghasilkan produk yang mempunyai ketebalan sederhana yaitu 0,2 – 0,8 mm.
Contoh produk yang mempunyai ketebalan ini adalah sarung tangan. Pencelupan
berkoagulan pada umumnya dapat dibagi atas dua jenis yaitu :

16
Universitas Sumatera Utara

1. Pencelupan berkoagulan basah
2. Pencelupan berkoagulan kering
Pencelupan berkoagulan basah ialah teknik pencelupan dimana pembentuk
dilapisi oleh koagulan dicelupkan ke dalam formulasi lateks semasa koagulan itu
masih basah. Contoh koagulan yang digunakan dalam pencelupan berkoagulan basah
asam asetat.
Pencelupan berkoagulan kering pembentukan dimasukkan ke dalam formulasi
lateks selepas koagulan yang meliputi pembentukan dikeringkan dahulu. Contoh
koagulan yang digunakan dalam pencelupan berkoagulan kering ialah kalsium nitrat.
Pencelupan berkoagulan kering lebih sering digunakan dari pada pencelupan
berkoagulan basah.
Keburukan dari koagulan basah ini sering menetes ke dalam tangki lateks
menyebabkan penghilang kestabilan lateks terjadi di dalam tangki lateks dan partikel
kecil karet akan terhasil. Tangki lateks yang berisi partikel kecil karet tidak dapat
digunakan untuk menghasilkan produk, karena partikel kecil karet ini akan melekat
pada permukaan produk dan mengakibatkan kecacatan.
Ketebalan untuk film yang dihasilkan dengan teknik pencelupan berkoagulan
tergantung pada masa rendaman (dwell time), kepekatan koagulan dan juga jumlah
kandungan padatan lateks (TSC) lateks karet alam yang digunakan. Peningkatan nilai
faktor-faktor di atas akan meningkatkan ketebalan film yang terhasil [28].

2.7 PENGUJIAN DAN KARAKTERISASI
2.7.1 UJI KEKUATAN TARIK (TENSILE STRENGTH)
Uji tarik terdiri dari meregangkan sampel karet pada kecepatan searagam dalaam
alat uji tarik dan merekam nilai tegangan pada sampel dan menghasilkan perpanjanga
pada lebih atau kurang dari interval waktu biasa. Kurva yang terbentuk dengan
perpanjangan pada ordinat dan tegangan pada ordiant axis dinamakan kurva tarik
(tensile curve). Tegangan tarik adalah rasio dari gaya total yang diberikan pada sampel

17
Universitas Sumatera Utara

ke bagian potongan awal dari sampel.
Tegangan tarik pada titik patahan dari sampel karet di sebut kekuatan tarik, atau
gaya per satuan luas dari bagian patahan dimana diaplikasi ketika sampel terputus.
Maksimum perpanjangan disebut perpanjangan pada putus atau perpanjangan
terakhir. dengan menurunkan suhu, perpanjangan maksimum dari sampel akan
menurun. laju rengangan mempengaruhi kedua nilai dari kekuatan tarik dan
perpanjangannya. pada variasi laju rengangan, ditemukan bahwa semakin tinggi laju
rengangan maka semakin baik nilai dari kekuatan tarik dan perpanjangan. komposisi
komponen seperti pengisi, sulfur, pemercepat dan pelunak memiliki pengaruh besar
terhadap kurva tarik dari berbagai komponen karet, jumlah beban per luas dari bagian
patahan pada nilai perpanjangan di sebut modulus [39].
Kekuatan tarik dapat dinyatakan dengan persamaan di bawah ini [33] :
..............................................................(2.1)
Dimana :
= kekuatan tarik (MPa)
F

= beban (N)

A

= luas spesimen (m2)

g

= percepatan gravitasi (m2/s)

b

= lebar spesimen (mm)

d

= tebal spesimen (mm)
Perpanjangan saat putus (Elongation at break), dinyatakan sebagai persentase

dari panjang gauge awal, sesuai dengan persamaan berikut [40] :
�� ������ �� �� �

%

������� �� �

−������� ����

������� ����



..........(2.2)

2.7.2 UJI DENSITAS SAMBUNG SILANG (CROSSLINK DENSITY)
Analisa swelling indeks adalah penentuan densitas sambung silang secara fisika
yang mengukur sambung silang kimia dan fisika. Sampel seberat lebih kurang 0,2 g
dipotong berbentuk empat segi bujur.
18
Universitas Sumatera Utara

Densitas sambung silang meningkat menunjukkan bahwa film tersebut telah
mengalami sambung silang yang baik. Nilai densitas sambung silang yang tinggi juga
menggambarkan bahwa film lateks karet alam mengalami sambung yang sempurna
semasa proses pemvulkanan dilakukan. Densitas sambung silang film lateks karet
alam adalah berhubungan erat dengan sifat-sifat mekanik bahan seperti kekuatan tarik
dan modulus bahan [41].
Uji kerapatan sambung silang (crosslink density) dihitung dengan menggunakan
persamaan Flory-Rehner seperti persamaan 2.3 berikut [42] :

v
vr 

1
1 ln(1  vr )  vr   (vr ) 2

............................... (2.3)
Mc
2v s
(vr )1 / 3  (vr / 2)
1

  r

  s


 Ws  Wu

 1

 Wu

.........................................................(2.4)

Dimana :
v

=

densitas sambung silang

Mc

=

berat molekul

Vr

=

fraksi volum dari karet

χ

=

parameter interaksi antara jaringan karet dengan pelarut = 0,393

ρr

=

densitas karet = 0,913 gr/cm3

ρs

=

densitas pelarut = 0,856 gr/cm3

Ws

=

berat karet yang membengkak

Wu

=

berat karet yang tidak membengkak

2.7.3 KARAKTERISASI FOURIER TRANSFORM INFRA RED (FT-IR)
Spektrofotometer infra merah terutama ditujukan untuk senyawa organik yaitu
menentukan gugus fungsional yang dimiliki senyawa tersebut. Pola pada daerah
sidikjadi sangat berbeda satu dengan yang lain, karenanya hal ini dapat digunakan
untuk mengidentifikasi senyawa tersebut. Penetapan secara kualitatif dapat dilakukan
dengan membandingkan tinggi peak (transmitansi) pada panjang gelombang tertentu
19
Universitas Sumatera Utara

yang dihasilkan oleh zat yang diuji dan zat yang standar. Dalam ilmu material analisa
ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya reaksi atau interaksi antara bahan-bahan
yang dicampurkan. Selain itu, nilai intensitas gugus yang terdeteksi dapat menentukan
jumlah bahan yang bereaksi atau yang terkandung dalam suatu campuran [43].

2.7.4 KARAKTERISASI SCANNING ELECTRON MICROSCOPE (SEM)
Analisa SEM dilakukan untuk mempelajari sifat morfologi terhadap sampel.
SEM adalah adalah alat yang dapat membentuk bayangan permukaan spesimen secara
mikroskopik. Berkas elektron dengan diameter 5-10 nm diarahkan pada spesimen.
Interaksi berkas elektron dengan spesimen menghasilkan beberapa fenomena yaitu
hamburan balik berkas elektron, sinar x, elektron sekunder, dan absorpsi elektron.
Teknik SEM pada hakekatnya merupakan pemeriksaan dan analisa permukaan.
Data atau tampilan yang diperoleh adalah data dari permukaan atau dari lapisan yang
tebalnya sekitar 20 um dari permukaan. Gambar permukaan yang diperoleh
merupakan tofografi dengan segala tonjolan, lekukan dan lubang pada permukaan.
Gambar toforgrafi diperoleh dari penangkapan elektron sekunder yang dipancarkan
oleh spesimen. Sinyal elektron sekunder yang dihasilkan ditangkap oleh detektor yang
diteruskan ke monitor. Pada monitor akan diperoleh gambar yang khas
menggambarkan struktur permukaan spesimen. Selanjutnya gambar di monitor dapat
dipotret dengan menggunakan film hitam putih atau dapat pula direkam ke dalam
suatu disket.
Sampel yang dianalisa dengan teknik ini harus mempunyai konduktifitas yang
tinggi, karena polimer mempunyai konduktifitas rendah, maka bahan perlu dilapisi
dengan bahan konduktor (bahan pengantar) yang tipis. Bahan yang biasa digunakan
adalah perak, tetapi jika dianalisa dalam waktu yang lama, lebih baik digunakan emas
atau campuran emas dan palladium [44].

20
Universitas Sumatera Utara

2.7.5 ANALISA KANDUNGAN AMILUM
Amilum (pati) merupakan hompolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik.
Berbagai macam pati tidak sama sifatnya, tergantung dari panjang rantai karbonnya,
serta lurus atau bercabangnya rantai molekul. Amilum (pati) yang berikatan dengan
Iodin (I2) akan menghasilkan warna biru. Sifat ini dapat digunakan untuk menganalisis
adanya pati. Hal ini disebabkan oleh struktur molekul iodin dan terbentuklah warna
biru. Bila pati dipanaskan, spiral merenggang, molekul-molekul iodin terlepas
sehingga warna biru menghilang. Pati akan merefleksikan warna biru bila berupa
polimer glukosa yang lebih besar dari 20, misalnya molekul-molekul amilosa. Bila
polimernya kurang dari 20 seperti amilopektin, maka akan dapat dihasilkan warna
merah. Sedangkan desktrin dengan polimer 6,7 dan 8 membentuk warna coklat.
Polimer yang lebih kecil dari 5 tidak memberikan warna dengan iodin [45].

2.7.6 X-RAY DIFFRACTION (XRD)
Kaidah difraksi sinar x sangat penting khususnya dalam penentuan struktur
kristal. Kaidah ini digunakan seiring dengan kenyataan bahwa panjang gelombang
sinar x berorde sama dengan kisi kristal sehingga kisi kristal berperan sebagai kisi
difraksi. Lebih lanjut kaidah difraksi sinar x dapat juga digunakan untuk menentukan
ukuran kristal atau butir, fase dan komposisi suatu padatan [46].
Sinar x juga dapat dihasilkan melalui peristiwa “pengereman” elektron yang
dipercepat yang disebut peristiwa Bremsstrahlung. Pancaran sinar x akibat transisi
elektron akan memberikan suatu spektrum karakteristik. Artinya puncak-puncak
intensitas spektrum sinar x terbentuk dengan panjang gelombang tertentu. Sedangkan
sinar x yang berasal dari gejala Bremsstrahlung membentuk spektrum yang kontinyu
dan rendah. Misal untuk padatan tembaga (Cu) sebagai target pada sumber sinar x,
intensitas spektrum sinar x karakteristik (Kα) yang dihasilkan memiliki panjang
gelombang sekitar 1.54 Å.

21
Universitas Sumatera Utara

Sinar-x memiliki daya tembus yang cukup besar dan panjang gelombangnya
berorde 10-10 m yang bersesuaian dengan ukuran kisi kristal. Karena itu sinar x dapat
digunakan untuk menganalisis struktur kristal bahan padatan melalui peristiwa
difraksi. Peristiwa difraksi sinar x pada kristal padatan dinyatakan dengan persamaan
Bragg [46]:
2 dhkl Sin Ɵ = n ………………………..(2.5)
Dengan

hkl

adalah jarak antar bidang kristal, � adalah sudut difraksi, � adalah

panjang gelombang dan n = 1, 2, 3 …

Gambar 2.5 Sinar x datang dan terdifraksi oleh atom-atom kristal [46]

2.8 APLIKASI DAN KEGUNAAN PRODUK LATEKS KARET ALAM
Karet alam ialah jenis karet pertama yang ditemukan oleh manusia. Setelah
penemuan proses vulkanisasi sesuai dengan namanya, karet alam berasal dari alam
yakni terbuat dari getah tanaman karet, baik spesies Ficuselatica maupun
Heveabrasiliensis. Kelemahan karet alam terletak pada keterbatasannya dalam
memenuhi kebutuhan pasar. Saat pasar membutuhkan pasokan tinggi para produsen
karet alam tidak bisa mengenjot produksinya dalam waktu singkat sehingga harganya
cenderung tinggi [47].
Pembuatan produk-produk dari lateks karet alam selalu menggunakan teknik
pencelupan untuk menghasilkan produk yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.
Produk-produk tersebut digunakan baik di bidang medis, maupun keperluan
sehari-hari di masyarakat. Teknik pencelupan dari bahan baku lateks karet alam
22
Universitas Sumatera Utara

digunakan untuk menghasilkan produk-produk seperti sarung tangan, kompeng
anak-anak, barang mainan dan sebagainya [28].
Sarung tangan karet merupakan alat pelindung diri yang paling banyak
digunakan untuk kebutuhan medis dan rumah tangga. Sejalan dengan pertambahan
penduduk, peningkatan jumlah rumah sakit serta kesadaran manusia terhadap
pencegahan penyakit, maka kebutuhan penggunaan sarung tangan karet semakin
meluas [48].

Gambar 2.6 Berbagai Macam Produk Lateks Karet Alam [49]
Dalam penelitian ini, lateks karet alam berpengisi mikro kristalin selulosa dari
tepung kulit singkong dapat digunakan sebagai bahan baku untuk berbagai macam
produk-produk medis, yaitu sebagai tabung transfusi darah, kondom, sarung tangan
medis maupun pipa dalam saluran tubuh. Pengunaan bahan tambahan pengisi
diharapkan dapat menggantikan kelemahan utama dari produk lateks karet alam,
seperti kekuatan tarik dan ketahanan sobek. Sekitar 90% bahan baku yang digunakan
untuk pembuatan sarung tangan dari karet alam adalah lateks pekat. Selain lateks
pekat, sejumlah bahan kimia yang diperlukan, bahan kimia untuk pembuatan dispersi,
bahan untuk vulkanisasi, antioksidan, bahan akselerator, powder, dan lainnya [49].

23
Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Pengaruh Suhu Vulkanisasi Pada Pembuatan Produk Film Lateks Karet Alam Berpengisi Tepung Kulit Singkong Termodifikasi Penyerasi Alkanolamida

3 50 110

Pengaruh Suhu Vulkanisasi dan Pembebanan Selulosa Mikrokristalin dari Tepung Kulit Singkong dengan Penambahan Alkanolamida sebagai Bahan Penyerasi Alkanolamida pada Pembuatan Film Lateks Karet Alam

1 24 127

Pengaruh Waktu Vulkanisasi Pada Pembuatan Produk Film Lateks Karet Alam Berpengisi Selulosa Mikrokristalin dari Tepung Kulit Singkong Dengan Penambahan Penyerasi Alkanolamida

8 26 116

Pengaruh Waktu Vulkanisasi Pada Pembuatan Produk Film Lateks Karet Alam Berpengisi Selulosa Mikrokristalin dari Tepung Kulit Singkong Dengan Penambahan Penyerasi Alkanolamida

0 0 23

Pengaruh Waktu Vulkanisasi Pada Pembuatan Produk Film Lateks Karet Alam Berpengisi Selulosa Mikrokristalin dari Tepung Kulit Singkong Dengan Penambahan Penyerasi Alkanolamida

0 0 2

Pengaruh Waktu Vulkanisasi Pada Pembuatan Produk Film Lateks Karet Alam Berpengisi Selulosa Mikrokristalin dari Tepung Kulit Singkong Dengan Penambahan Penyerasi Alkanolamida

0 0 6

Pengaruh Waktu Vulkanisasi Pada Pembuatan Produk Film Lateks Karet Alam Berpengisi Selulosa Mikrokristalin dari Tepung Kulit Singkong Dengan Penambahan Penyerasi Alkanolamida

0 1 7

Pengaruh Waktu Vulkanisasi Pada Pembuatan Produk Film Lateks Karet Alam Berpengisi Selulosa Mikrokristalin dari Tepung Kulit Singkong Dengan Penambahan Penyerasi Alkanolamida

0 0 15

Pengaruh Suhu Vulkanisasi Pada Pembuatan Produk Film Lateks Karet Alam Berpengisi Tepung Kulit Singkong Termodifikasi Penyerasi Alkanolamida

0 0 6

Pengaruh Suhu Vulkanisasi Pada Pembuatan Produk Film Lateks Karet Alam Berpengisi Tepung Kulit Singkong Termodifikasi Penyerasi Alkanolamida

0 0 25