PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN SPCK UNT

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN SPCK
UNTUK KETERAMPILAN BERBICARA TEKS ANEKDOT1
Annisa Zainal2
Pascasarjana Universitas Negeri Malang
Surel: annisazainal1504@gmail.com
Abstrak: Artikel ini bertujuan untuk memaparkan pengembangan model SPCK
(Simak, Petakan, dan Ceritakan Kembali). Penerapan model SPCK difokuskan
untuk pembelajaran berbicara yang diintegrasikan dengan ketrampilan
menyimak pada materi teks anekdot. Sesuai namanya, model SPCK ini
dikembangkan untuk membantu guru dalam membelajarkan keterampilan
menceritakan kembali teks anekdot yang disimak. Oleh karena itu, dalam
penerapannya model ini memerlukan sarana pendukung seperti contoh bentuk
atau macam-macam peta konsep yang dapat digunakan. Selain itu, sebagai
bahan simakan diperlukan audio atau audio visual mengenai teks anekdot.
Kata Kunci: model SPCK, model mnemonik, peta konsep

Pembelajaran merupakan kegiatan membelajarkan siswa menggunakan asas
pendidikan maupun teori belajar yang merupakan penentu utama keberhasilan
pendidikan (Sagala, 2012:61). Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa tujuan dari
pembelajaran adalah terwujudnya efesiensi dan efektivitas kegiatan belajar yang
dilakukan oleh peserta didik. Model adalah objek atau konsep yang digunakan

untuk merepresentasikan sesuatu hal (Al-Tabany, 2015:23). Model pembelajaran
merupakan konsep yang digunakan oleh guru untuk merepresentasikan suatu
bentuk pengajaran sebagai sarana penyampai materi.
Menurut Joyce, dkk. (2009:7), model pembelajaran merupakan rencana atau
pola yang digunakan untuk membentuk kurikulum, mendesain materi-materi
instruksional, dan memandu proses pengajaran di luar kelas atau di latar yang
berbeda. Model pembelajaran pada dasarnya merupakan cara yang disajikan oleh
guru dalam serangkaian aktivitas pembelajaran untuk membantu siswa mencapai
tujuan pembelajaran. Suatu model pengajaran merupakan gambaran suatu
lingkungan pembelajaran, yang juga meliputi perilaku seseorang sebagai guru saat
model tersebut diterapkan (Joyce dkk., 2009:30). Model pembelajaran dapat
memudahkan guru untuk menyampaikan materi. Siswa pun demikian, melalui
penggunaan model pembelajaran oleh guru, mereka dapat terbantu untuk
memahami materi yang disampaikan.
Pelaksanaan pembelajaran di kelas perlu memperhatikan keragaman
karakteristik siswa yang memiliki perbedaan sifat dan perilaku antara siswa satu
dengan lainnya. Namun, terlepas dari keragaman individu yang dimaksud, hal
tersebut justru dapat dijadikan sebagai acuan untuk menemukan perubahan ke
arah satu tingkat lebih tinggi dan realisasi tujuan belajar yang digerakkan oleh
aktivitas linguistik yang dapat berupa tindakan berbicara, membutuhkan sesuatu

saat berbicara, mengekspresikan emosi dan gagasan, dan lain-lain (Northover,
1Makalah disajikan dalam Seminar Nasional bertema “Pembelajaran Bahasa dan Sastra
Indonesia Berbasis Kehidupan” yang diselenggarakan oleh Prodi Pendidikan Bahasa, Sastra
Indonesia dan Daerah Fakultas Sastra, Universitas Negeri Malang, 4 November 2017.
2Annisa Zainal adalah mahasiswa Magister Pendidikan, Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia,
Pascasarjana, Universitas Negeri Malang (UM).

1

2
dkk., 1995:319). Selanjutnya, Talbert & McLaughlin (2002:327) mengungkapkan
bahwa guru yang pandai mengkolaborasikan berbagai tipe pengajaran dapat
menjadi harapan tinggi bagi siswa dan sekolah untuk berinovasi saat berada di
kelas karena memiliki komitmen kuat terhadap profesi mengajarnya.
Guru yang baik adalah guru yang menyajikan materi, memodelkan pola
bahasa, mengajukan pertanyaan, dan memberi umpan balik pada siswa tentang
kebenaran jawaban mereka atas pertanyaan yang diajukan (Sollars & Pumfrey,
1999:142). Selain itu, Nemerzitski, dkk. (2013:399) mengatakan bahwa guru yang
inovatif adalah guru yang mampu memberi siswa model dan alat pembelajaran
baru yang tidak biasa untuk kegiatan pembelajaran dan dengan demikian, dapat

menumbuhkan kreativitas siswa untuk menghasilkan sesuatu yang baru dan asli
dari proses belajar. Oleh karena itu, perlu ada kegiatan pembelajaran dalam
Bahasa Indonesia yang dapat divariasikan guru untuk siswa mengenai aktivitas
berbicara yang dapat mewadahi keberagaman karakteristik siswa yang dapat
diwujudkan dengan pengembangan model berkaitan dengan keterampilan
berbicara.
Pengembangan model SPCK adalah salah satu upaya yang dapat dilakukan
untuk membantu guru berinovasi dalam mengajarkan materi tertentu pada
matapelajaran Bahasa Indonesia. Model SPCK merupakan kepanjangan dari
kegiatan Simak, Petakan, dan Ceritakan Kembali. Model ini yang digunakan
untuk membantu guru mengajarkan keterampilan berbicara pada materi teks
anekdot.
Berdasarkan pemaparan di atas, pada artikel ini akan dipaparkan (1) hakikat
model SPCK, (2) sintaks model SPCK, (3) konteks pemakaian dan sarana
pendukung, dan (4) contoh aplikasi model SPCK. Selanjutnya, pemaparan
mengenai empat hal tersebut akan disajikan dalam bentuk subtopik-subtopik
berikut ini.
HAKIKAT MODEL SPCK
Pada bagian ini, akan dipaparkan mengenai (1) landasan teoretis model
SPCK, (2) tujuan model SPCK, (3) karakteristik model SPCK, dan (4) kelebihan

dan kelemahan model SPCK. Berikut ini penjelasan mengenai poin-poin yang
dimaksud.
Landasan Teoretis Model SPCK
Model pembelajaran SPCK adalah model pembelajaran yang menerapkan
kegiatan “Simak, Petakan, dan Ceritakan Kembali”. Model ini dirancang untuk
meningkatkan keterampilan berbicara siswa, namun dalam pelaksanaannya
diintegrasikan dengan keterampilan menyimak. Model SPCK diadaptasi dari
model mnemonik (memproses informasi) yang dipadukan dengan konsep model
personal, sebab dalam model ini nantinya pembelajaran berfokus pada setiap
individu siswa atau tidak didasarkan pada kerja kelompok.
Model mnemonik adalah salah satu bentuk model memproses informasi
yang kegiatannya berupa menghafal. Siswa dituntun untuk dapat melakukan
kegiatan pembelajaran melalui menghafal informasi-informasi yang telah didapat.
Dalam suatu kelas tidak semua siswa dapat menjadi penghafal yang efektif, sebab
ada beberapa siswa yang justru kurang bisa menghafal (Huda, 2014:99). Oleh
karena itu, guru perlu menuntun atau mengarahkan siswa pada pembelajaran yang
menarik agar semua siswa tertarik untuk belajar menghafal. Setelah menghafal,

3
siswa mencari hubungan-hubungan antarinformasi yang telah diperoleh dengan

materi pelajaran.
Selain mengadaptasi model mnemonik, model SPCK juga dipadukan
dengan konsep model personal sebab menekankan fokus pada individu siswa.
Model personal memiliki beberapa konsep khas berikut ini.
1) Bertitik tolak pada teori humanistik
a) Berorientasi terhadap pengembangan diri individu
b) Guru berupaya menciptakan kelas yang kondusif
2) Menekankan proses pembentukan individu yang unik
a) Upaya membentuk individu untuk memandang suatu hubungan dengan
lingkungannya
b) Memandang diri sebagai pribadi yang cakap
3) Menekankan pada pengembangan diri individu
a) Membantu siswa menjadi pribadi yang percaya diri dan kompeten
b) Membantu siswa dalam memahami dirinya sendiri dan tujuan-tujuannya
Berdasarkan konsep tersebut, model personal memiliki tujuan untuk membimbing
siswa ke arah mental dan emosional yang sehat dengan mengembangkan
kepercayaan diri dan rasa realistik diri serta membangun empati kepada orang lain
(Joyce, 2016:445). Tujuan yang dimaksud tersebut sejalan dengan upaya guru
untuk menumbuhkan rasa percaya diri siswa saat berbicara. Melalui penerapan
model SPCK ini, siswa diharapkan dapat melatih keterampilan berbicara di depan

kelas dengan penuh percaya diri tanpa kesulitan menyampaikan cerita.
Setelah kegiatan menceritakan kembali dilakukan oleh keseluruhan siswa,
guru melakukan penilaian pada tiap individu siswa. Penilaian tersebut didasarkan
pada penilaian keterampilan berbicara yang difokuskan pada keterampilan
berbicara mikro dan makro siswa. Keterampilan berbicara mikro siswa dapat
dilihat dari cara penyampaian, intonasi, tempo, jeda antarkalimat, dan ekspresi
wajah. Penilaian keterampilan berbicara makro siswa dilihat dari pemilihan kata
atau kalimat dan kesesuaian cerita yang disampaikan dengan yang telah
ditayangkan.
Pada model SPCK, kegiatan “petakan” dilakukan dengan memanfaatkan
peta konsep. Melalui pembuatan peta konsep, siswa diharapkan dapat terbantu
untuk menceritakan kembali. Melalui peta konsep, siswa dapat mengembangkan
konsep-konsep tertentu berkaitan dengan tayangan video. Hal ini memungkinkan
siswa untuk lebih percaya diri saat tampil di hadapan temannya. Selain itu, ketika
siswa kesulitan untuk bercerita, dia dapat melihat catatan singkat dalam peta
konsep yang dibuat berkaitan dengan unsur cerita teks anekdot, misalnya
berkaitan dengan tokoh, hal yang dibicarakan, konflik yang ditonjolkan, ataupun
tentang bagaimana cerita itu disajikan.
Menurut Dahar (1988:154), peta konsep memegang peranan penting dalam
belajar bermakna. Oleh karena itu, siswa hendaknya pandai menyusun peta

konsep untuk meyakinkan bahwa siswa telah belajar bermakna. Langkah-langkah
berikut ini dapat diikuti untuk menciptakan suatu peta konsep.
1) Mengidentifikasi ide pokok atau prinsip yang melingkupi sejumlah konsep.
2) Mengidentifikasi ide-ide atau konsep-konsep sekunder yang menunjang ide
utama
3) Menempatkan ide utama di tengah atau di puncak peta tersebut

4
4) Mengelompokkan ide-ide sekunder di sekeliling ide utama yang secara visual
menunjukan hubungan ide-ide tersebut dengan ide utama.
5) Berdasarkan pendapat di atas dapat dikemukakan langkah-langkah menyusun
peta konsep sebagai berikut.
6) Memilih suatu bahan bacaan
7) Menentukan konsep-konsep yang relevan
8) Mengelompokkan (mengurutkan) konsep-konsep dari yang paling inklusif ke
yang paling tidak inklusif
9) Menyusun konsep-konsep tersebut dalam suatu bagan, konsep-konsep yang
paling inklusif diletakkan di bagian atas atau di pusat bagan tersebut.
10) Dalam menghubungkan konsep-konsep tersebut digunakan kata hubung.
Misalnya “merupakan”, “dengan”, “diperoleh”, dan lain-lain.

Tujuan Model SPCK
Model pembelajaran SPCK menekankan pada perkembangan individu siswa
dalam hal ini merujuk pada perkembangan keterampilan berbicara dan
perkembangan karakter. Melalui model ini, siswa dituntun untuk dapat memiliki
keberanian dan kesiapan berbicara di depan siswa lainnya. Berdasarkan kegiatan
yang akan dilakukan siswa tersebut, karakter yang ditonjolkan adalah kejujuran
dan tanggung jawab. Dalam berbicara, siswa diharapkan dapat bertanggungjawab
atas hal-hal yang disampaikannya sehingga tingkat kejujurannya dapat dipercaya.
Sikap-sikap tersebut perlu ditanamkan pada siswa SMA kelas X melalui
penggunaan model SPCK ini pada pembelajaran teks anekdot.
Karakteristik Model SPCK
Model SPCK ini dikembangkan sesuai karakteristik pembelajaran berbicara
teks anekdot. Kegiatan berbicara yang dilakukan siswa diintegrasikan dengan
keterampilan menyimak. Namun sebenarnya jika dilihat dari konsepnya,
sebenarnya model pembelajaran SPCK tidak dikhususkan untuk materi tertentu
dalam pembelajaran bahasa. Model SPCK dapat diterapkan khusus pada kegiatan
pembelajaran bahasa untuk keterampilan berbicara yang menggunakan rangsang
keterampilan menyimak melalui pemutaran audio atau audio visual. Jadi, pada
pembelajaran bahasa Indonesia pada materi apapun yang mengutamakan
keterampilan berbicara terintegrasi dengan menyimak, model ini dapat digunakan.

Tentunya penggunaan media teknologi informasi lebih diutamakan pada
penerapan model ini.
Kelebihan dan Kelemahan Model SPCK
Setiap model pembelajaran yang dikembangkan pasti memiliki kelebihan
dan kelemahan masing-masing. Adapun kelebihan dan kelemahan dari model
SPCK adalah sebagai berikut.
1) Kelebihan Model SPCK
a) Guru dapat mengontrol materi pelajaran yang akan diajarkan yang berupa
audio atau audio visual.
b) Guru dapat membimbing siswa untuk lebih mudah menyusun paragraf
berdasarkan kerangka karangan yang memanfaatkan peta konsep.
c) Guru dapat menekan kesulitan siswa ketika akan berbicara di depan
kelas, sebab model ini membolehkan siswa membawa catatan peta
konsep yang sudah dibuat saat berbicara di depan.

5
d) Guru dapat menekan jumlah siswa yang suka menyontek pada siswa lain,
sebab peta konsep yang dibuat oleh masing-masing individu memiliki
karakteristik yang berbeda sesuai pemahaman siswa yang bersangkutan.
e) Dapat menjadi cara bagi guru untuk mengajarkan keterampilan berbicara

yang efektif, terutama pada kegiatan menceritakan kembali teks anekdot.
f) Siswa dapat lebih leluasa mencatat poin penting dalam cerita yang
disimak melalui pemanfaatn peta konsep.
g) Siswa lebih mudah memahami cerita yang disimak sebab dia membuat
peta konsep dengan versinya sendiri dan kemungkinan besar hanya siswa
tersebut yang paham maksudnya.
h) Siswa dapat menggunakan pensil atau bolpoin berwarna saat membuat
peta konsep. Hal ini tentu dapat membangkitkan minat siswa dalam
belajar karena siswa cenderung menyukai sesuatu yang berwarna.
i) Membiasakan siswa untuk membuat suatu konsep saat akan melakukan
sesuatu agar hal-hal yang akan dilakukan atau disampaikan saat tes
berbicara tidak terlupakan.
2) Kelemahan Model SPCK
a) Hanya dapat diterapkan dalam kelas kecil sebab model ini menuntut guru
membimbing masing-masing siswa secara individu. Jika diterapkan pada
kelas besar, guru akan kesulitas membimbing siswa dalam jumlah yang
banyak.
b) Ada kemungkinan pengetahuan guru tentang peta konsep tidak luas,
sehingga dapat muncul kecenderungan model atau bentuk peta konsep
yang diajarkan hanya terbatas pada satu atau dua model saja.

c) Ada kemungkinan siswa lebih berfokus pada pembuatan peta konsep
daripada kegiatan berbicara yang akan dilakukan setelahnya.
d) Ada kemungkinan siswa kesulitan mengaplikasikan peta konsep untuk
mencatat poin penting dalam audio maupun audio visual yang
disimaknya tentang teks anekdot.
SINTAKS MODEL SPCK
Model ini dikembangkan untuk pembelajaran teks anekdot pada jenjang
SMA kelas X. Kompetensi dasar yang dipilih yakni sebagai berikut.
Kompetensi Dasar : 4.6 Menciptakan kembali teks anekdot dengan memerhatikan
struktur, dan kebahasaan secara lisan
Sintaks asli dari model mnemonik terdiri atas 4 tahap. Huda (2014:99-100)
menyampaikan bahwa sintaks model mnemonik terdiri atas:
1) tahap 1: mempersiapkan materi,
2) tahap 2: mengembangkan hubungan-hubungan,
3) tahap 3: memperluas gambaran sensorik, dan
4) tahap 4: mengingat kembali.
Adaptasi model dilakukan pada tahap 1 dan tahap 4, yakni tahap tersebut
dijabarkan lebih luas lagi sehingga sintaks model SPCK terdiri dari 7 tahap yang
terdiri atas:
1) tahap 1: mempersiapkan dan menyajikan materi,
2) tahap 2: memetakan materi,
3) tahap 3: mengembangkan hubungan-hubungan,
4) tahap 4: memperluas gambaran sensorik,

6
5) tahap 5: mengingat kembali,
6) tahap 6: mereproduksi teks anekdot yang telah disimak, dan
7) tahap 7: mendapatkan respon atau umpan balik.
Penjelasan lebih lanjut mengenai sintaks model pembelajaran SPCK untuk
keterampilan berbicara teks anekdot akan dipaparkan pada tabel berikut.
Tabel 1.1 Sintaks Model SPCK
Sintaks Model
Sintaks Model
Mnemonik
SPCK
1. Mempersiapkan 1. Mempersiapkan
materi
dan menyajikan
materi

2. Memetakan
materi

Langkah-langkah Pembelajaran
1) Siswa ditanya mengenai apa yang mereka ingat
tentang teks anekdot.
2) Siswa menyebutkan ciri-ciri teks anekdot.
3) Siswa dibantu guru, mengingat kembali
kegiatan pembelajaran sebelumnya mengenai
cara mencari makna dalam teks anekdot.
4) Siswa menerima pengetahuan dari guru
mengenai cara membuat peta konsep.
5) Siswa berlatih dalam waktu yang singkat untuk
membuat peta konsep.
6) Siswa menyimak tayangan video yang
ditampilkan oleh guru berkaitan dengan teks
anekdot.
1) Siswa mengingat cerita dalam tayangan video
lalu mencatat poin penting.
2) Siswa belajar mencari inti cerita yang
disampaikan dalam tayangan video dengan
bimbingan guru berdasarkan pembelajaran
sebelumnya mengenai makna tersirat.
3) Siswa memanfaatkan peta konsep untuk
mencari inti cerita dalam tayangan video.

7
2. Mengembangkan hubunganhubungan

3. Mengembangkan 1) Berdasarkan peta konsep yang telah dibuat,
hubungansiswa menciptakan kembali teks anekdot sesuai
hubungan
video yang telah dilihat sebelumnya.
2) Siswa berusaha menghubungkan konsep-konsep
dalam cerita melalui bantuan peta konsep.

3. Memperluas
gambaran sensorik

4. Memperluas
gambaran sensorik

1) Siswa menggunakan teknik-teknik asosiasi
untuk mengolah informasi yang diperoleh.
2) Siswa menulis pokok-pokok cerita dalam teks
anekdot yang ditayangkan.
3) Siswa mengaitkan kejadian dalam cerita dengan
peristiwa sehari-hari.
4) Siswa mengembangkan ide-idenya untuk
disajikan dalam bentuk tulisan sebagai bahan
menceritakan kembali.

4. Mengingat
kembali

5. Mengingat
kembali

1) Siswa mengonstruksi pemikirannya untuk
menyusun ide-ide cerita yang telah
dikembangkan.
2) Sambil mengingat detail cerita yang telah
disimak, siswa mencatat poin penting yang
sudah dibuat pada peta konsep menjadi suatu
kalimat utuh.
3) Siswa mencatatnya dengan bimbingan guru.
Pada tahap ini, siswa diberi stimulus untuk
menyusun deskripsi peta konsep menggunakan
kalimatnya sendiri. Hal ini dimaksudkan untuk
melatih siswa memiliki sikap tanggung jawab
terhadap teks yang ditulisnya.

6. Mereproduksi
teks anekdot

1) Melalui deskripsi peta konsep yang sudah
dibuat sebelumnya, siswa menyusun teks
anekdot yang utuh (deskripsi peta konsep
dimanfaatkan sebagai kerangka cerita).
2) Siswa membaca dan mengingat teks anekdot
yang sudah dibuat sendiri.
3) Selanjutnya, siswa maju satu per satu untuk
menceritakan kembali teks anekdot yang telah
disusun di hadapan siswa lainnya menurut
versinya.
4) Pada tahap ini, siswa diberi stimulus untuk
menyampaikan cerita dengan penuh tanggung
jawab dan jujur.
5) Saat menceritakan kembali di depan, siswa
diperbolehkan membawa catatan yang berisi
peta konsep yang telah dibuat (bukan cerita
yang utuh).

7. Mendapatkan
respon atau umpan
balik

1) Siswa lain yang tidak atau belum bercerita di
depan berkesempatan untuk memberikan
pertanyaan, kritik, maupun saran.
2) Setelah menerima kritik dan saran dari
temannya, siswa yang tampil mendapat kritik
dan masukan dari guru.
3) Setelah semua siswa selesai, guru melakukan
evaluasi keterampilan berbicara yang dilakukan
keseluruhan siswa.

8
KONTEKS PEMAKAIAN DAN SARANA PENDUKUNG
Model pembelajaran SPCK dapat diterapkan saat pembelajaran
menceritakan kembali teks anekdot secara lisan. Pada penerapannya, model SPCK
memerlukan materi atau contoh-contoh peta konsep. Peta konsep merupakan
materi yang wajib ada, sehingga diperlukan contoh bentuk-bentuk peta konsep
yang dapat digunakan siswa saat pembelajaran. Dalam menampilkan contoh
bentuk peta konsep, guru dapat memanfaatkan media LCD yang tersedia, yakni
dengan menayangkan tampilan melalui slide powerpoint atau menampilkan
gambar peta konsep. Jika di suatu sekolah tidak terdapat LCD, guru dapat
mencetak gambar peta konsep pada kertas yang berukuran besar (A3) dan dapat
ditempelkan pada papan tulis supaya semua siswa dapat melihatnya. Selain
menampilkan contoh peta konsep, guru juga perlu memberikan sekilas materi
mengenai cara pembuatan peta konsep dan hal-hal apa yang dapat dicatat dalam
peta konsep.
Selain itu model SPCK merupakan pembelajaran keterampilan berbicara
yang menggunakan rangsang keterampilan menyimak. Oleh karena itu, sangat
diperlukan audio atau audio visual tentang teks anekdot. Tentunya penggunaan
media teknologi informasi audio atau audio visual bahkan video akan sangat
membantu kelancaran pelaksanaan model ini.
Teks Anekdot
Teks anekdot merupakan teks yang memaparkan cerita singkat yang
menarik karena lucu dan mengesankan yang isinya berupa kritik atau sindiran
terhadap kebijakan, layanan publik, perilaku penguasa, atau suatu
fenomena/kejadian (Priyatni, 2014:92-93). Ciri khas bahasa teks anekdot adalah
(1) menggunakan kata yang menunjukkan cerita masa lalu/lampau, (2)
menggunakan kata seru untuk mengaskan hal-hal tertentu, dan (3) menggunakan
kalimat yang menyatakan unsur kelucuan terhadap sesuatu yang serius. Wardani,
dkk. (2017:46) mengungkapkan bahwa teks anekdot diklaim para pendidik
sebagai materi sastra baru karena dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
tidak tercantum teks anekdot. Untuk dapat memahami contoh teks anekdot,
berikut ditampilkan adaptasi teks anekdot yang diperoleh dari Kosasih (2014:7).
Politikus Sering Bohong
Sebuah bis penuh dengan para politikus keluar dari marka
jalan. Akhirnya, menabrak sebuah pohon besar di ladang seorang
petani tua. Hampir semua penumpang menjadi korban dalam
kecelakaan tersebut.
Petani tua segera memberikan bantuan. Namun, apalah daya,
ia tidak bisa berbuat apa pun karena memang para penumpang bis
itu dianggap sudah tidak bisa tertolong lagi. Petani tua kemudian
menguburkan politikus-politikus itu di kebunnya.
Beberapa hari kemudian, petugas dari kepolisian
mendatanginya dan menanyakan peristiwa kecelakaan itu, “Apakah
benar mereka semua meninggal, Pak?”

9
Petani tua itu menjawab, “Mereka tampak sudah meninggal,
Pak. Memang beberapa di antara mereka ada yang masih bergerakgerak. Bahkan, beberapa di antara mereka ada yang berkata bahwa
mereka belum meninggal. Tapi Anda kan tahu, betapa seringnya
politikus itu berbohong. Saya tidak mempercayai perkataan mereka.
Oleh karena itu, tetap saya harus menguburkannya!”
Sumber: Kosasih (2014:7)
Sejumlah pertanyaan dapat diajukan sebagai upaya penafsiran konteks agar
pembaca lebih memahami konteks dari teks berjudul “Profesi Anak-anak Penjual
Kue”. Dalam penafsiran konteks, terdapat tiga hal yang harus diungkap (1) medan
wacana, (2) pelibat wacana, dan (3) modus wacana (Santoso, 2017).
Pertama, pengungkapan medan wacana dapat dilakukan dengan
menunjukkan hal apa yang dibicarakan dalam teks. Pada contoh teks anekdot di
atas, hal yang dibicarakan adalah mengenai seorang petani tua yang menyaksikan
kecelakaan di ladang miliknya. Kecelakaan tersebut terjadi ketika bis yang dinaiki
para politikus menabrak pohon. Melihat kejadian tersebut, petani tua berusaha
menolong dan menguburkan para korban yang tidak dapat diselamatkan. Jika
dilihat dari isinya, teks tersebut disampaikan dengan tujuan memberikan sindiran
untuk mengkritik perilaku penguasa–dalam hal ini politikus. Teks anekdot tersebut
ditulis oleh pengarang kepada pembaca yang diharapkan yakni seorang politikus
yang suka ingkar janji. Hal tersebut ditunjukkan pada kalimat, “Tapi Anda kan
tahu, betapa seringnya politikus itu berbohong. Saya tidak mempercayai perkataan
mereka. Oleh karena itu, tetap saya harus menguburkannya!”. Berdasarkan hal
tersebut, dapat diketahui bahwa penulis bukanlah seorang politikus. Boleh jadi
penulis tersebut merupakan rakyat biasa yang sudah jenuh dengan janji manis para
politikus tetapi belum atau bahkan tidak pernah ditepati.
Kedua, pengungkapan pelibat wacana dapat dilakukan dengan menunjukkan
tokoh cerita atau orang yang terlibat dalam teks dan menunjukkan jarak sosial
mereka. Orang yang terlibat dalam teks anekdot di atas adalah seorang petani tua,
para politikus, dan petugas polisi. Melalui kehadiran orang-orang tersebut, penulis
ingin mengkhususkan pembaca teks tersebut pada para politikus agar merasa
tersindir dengan isi cerita. Ada perbedaan jarak sosial yang cukup jauh yang coba
diwakilkan oleh hadirnya orang-orang tersebut. Petani tua dalam teks dapat
menggambarkan rakyat kecil yang sering mendapat janji para politikus tanpa
pernah ada realisasinya. Para politikus dapat menggambarkan sosok orang-orang
dengan jabatan tinggi atau pemerintah yang tidak menjalankan amanah yang
seharusnya dilaksanakan saat sudah memperoleh jabatan tinggi. Petugas
kepolisian dapat mewakili rakyat yang memiliki pekerjaan atau jabatan tetapi
tidak terlalu tinggi atau bukan bagian dari pemerintah dan tidak begitu peduli
dengan para politikus yang suka ingkar janji.
Ketiga, pengungkapan modus wacana dapat ditunjukkan dengan
mengungkap peran bahasa dalam teks tersebut. Teks anekdot yang disajikan
merupakan teks yang interaktif karena melibatkan interaksi orang-orang tertentu
dengan maksud tertentu. Teks tersebut berupa teks lisan yang dituliskan dan
berbentuk dialog yang melibatkan petani tua dan petugas kepolisian. Fungsi

10
bahasa dalam teks tersebut adalah menyindir pembaca yang dikhususkan pada
para politikus.
Teks anekdot yang digunakan dalam pembelajaran harus dipahami
konteksnya dengan menganalisis tiga unsur seperti yang telah dipaparkan di atas
sebelum digunakan siswa dalam pembelajaran. Guru perlu mengetahui konteks
teks anekdot yang akan digunakan siswa agar mereka dapat terbantu jika
menemukan kesulitan dan ingin bertanya pada guru. Pada penerapan aplikasi
model SPCK, teks anekdot yang digunakan nanti harus lebih kompleks dari
contoh teks anekdot di atas. Hal tersebut perlu dilakukan agar siswa dapat belajar
lebih kritis dan kreatif dalam memanfaatkan model SPCK yang menggunakan
peta konsep sebagai alat bantu pengembangan ide.
CONTOH APLIKASI MODEL SPCK
Jenjang sekolah
: SMA
Kelas
:X
Materi
: Teks Anekdot
Kompetensi Dasar :
4.6 Menciptakan kembali teks anekdot dengan memerhatikan struktur, dan
kebahasaan secara lisan
Indikator
:
1. Mampu menciptakan kembali teks anekdot dengan bantuan peta konsep
yang didasarkan pada struktur dan ciri kebahasaan.
2. Mampu menceritakan kembali teks anekdot dengan bantuan peta konsep.
Model
:
SPCK (Simak, Petakan, dan Ceritakan Kembali)  Adaptasi dari model
mnemonik dan model
personal.
Tabel 2.2 Langkah-langkah Implementasi Model SPCK
No.
1.

Sintaks Model SPCK
Mempersiapkan dan
menyajikan materi

Langkah-langkah Pembelajaran
1) Siswa ditanya mengenai apa yang mereka ingat tentang
teks anekdot.
2) Siswa menyebutkan ciri-ciri teks anekdot.
3) Siswa menerima informasi mengenai kompetensi yang
akan dicapai.
4) Siswa dibantu guru, mengingat kembali kegiatan
pembelajaran sebelumnya mengenai cara mencari
makna dalam teks anekdot.
5) Siswa menerima pengetahuan dari guru mengenai cara
membuat peta konsep.
6) Siswa menerima penjelasan guru mengenai konsep/
permasalahan utama atau konsep umum atau yang akan
ditanggapi. Konsep ini dikaitkan dengan teks yang akan
dipelajari, yakni teks anekdot.
7) Siswa berlatih dalam waktu yang singkat untuk
membuat peta konsep melalui berdasarkan konsep/
permasalahan utama yang disajikan guru.
8) Siswa saling bertukar pendapat dengan teman
sebangkunya mengenai peta konsep yang telah dibuat.
9) Siswa saling berkomentar terhadap peta konsep yang

11
dibuat teman sebangkunya.
10) Siswa mendapat penguatan materi peta konsep dari
guru.
2.

3.

4.

Memetakan materi

1) Siswa menyimak tayangan video yang ditampilkan oleh
guru berkaitan dengan teks anekdot.
2) Siswa mengingat cerita dalam tayangan video lalu
mencatat poin penting.
3) Siswa belajar mencari inti cerita yang disampaikan
dalam tayangan video dengan bimbingan guru
berdasarkan pembelajaran sebelumnya mengenai
makna tersirat.
4) Siswa memanfaatkan peta konsep untuk mencari inti
cerita dalam tayangan video.

Mengembangkan hubungan- 1) Berdasarkan peta konsep yang telah dibuat, siswa
Hubungan
menciptakan kembali teks anekdot sesuai video yang
telah dilihat sebelumnya.
2) Siswa berusaha menghubungkan konsep-konsep dalam
cerita melalui bantuan peta konsep.
3) Siswa menghubungkan konsep tersebut dengan struktur
teks anekdot, yang meliputi judul, abstraksi, orientasi,
krisis, reaksi, dan koda.
Memperluas gambaran
sensorik

1) Siswa menggunakan teknik-teknik asosiasi untuk
mengolah informasi yang diperoleh. Maksudnya siswa
mengolah informasi dengan bantuan pengetahuan lama
yang sudah dia miliki.
2) Siswa menulis pokok-pokok cerita dalam teks anekdot
yang ditayangkan.
3) Siswa mengaitkan kejadian dalam cerita dengan
peristiwa sehari-hari.
4) Siswa mengembangkan ide-idenya untuk disajikan
dalam bentuk tulisan sebagai bahan menceritakan

12
kembali. Pada kegiatan ini, siswa mendapat bimbingan
dari guru untuk mengembangkan pemikirannya.
5.

Mengingat kembali

1) Siswa mengonstruksi pemikirannya untuk menyusun
ide-ide cerita yang telah dikembangkan.
2) Sambil mengingat detail cerita yang telah disimak,
siswa mencatat poin penting yang sudah dibuat pada
peta konsep menjadi suatu kalimat utuh.
3) Siswa mencatatnya dengan bimbingan guru. Pada tahap
ini, siswa diberi stimulus untuk menyusun deskripsi
peta konsep menggunakan kalimatnya sendiri. Hal ini
dimaksudkan untuk melatih siswa memiliki sikap
tanggung jawab terhadap teks yang ditulisnya.

6.

Mereproduksi teks anekdot 1) Melalui deskripsi peta konsep yang sudah dibuat
sebelumnya, siswa menyusun teks anekdot yang utuh
(deskripsi peta konsep dimanfaatkan sebagai kerangka
cerita).
2) Siswa membaca dan mengingat teks anekdot yang
sudah dibuat sendiri.
3) Selanjutnya, siswa maju satu per satu untuk
menceritakan kembali teks anekdot yang telah disusun
di hadapan siswa lainnya menurut versinya.
4) Pada tahap ini, siswa diberi stimulus untuk
menyampaikan cerita dengan penuh tanggung jawab
dan jujur.
5) Saat menceritakan kembali di depan, siswa
diperbolehkan membawa catatan yang berisi peta
konsep yang telah dibuat (bukan cerita yang utuh).

7.

Mendapatkan respon atau
umpan balik

1) Siswa lain yang tidak atau belum bercerita di depan
berkesempatan untuk memberikan pertanyaan, kritik,
maupun saran.
2) Setelah menerima kritik dan saran dari temannya, siswa
yang tampil mendapat kritik dan masukan dari guru.
3) Setelah semua siswa selesai, guru melakukan evaluasi
keterampilan berbicara yang dilakukan keseluruhan
siswa.

PENUTUP
Model SPCK adalah kepanjangan dari kegiatan Simak, Petakan, dan
Ceritakan Kembali. Model ini merupakan salah satu inovasi model pembelajaran
yang diadaptasi dari model mnemonik dan model personal. Penerapan model
SPCK dikhusukan untuk pembelajaran berbicara yang diintegrasikan dengan
ketrampilan menyimak. Pengembangan model SPCK ini difokuskan pada
pembelajaran teks anekdot. Model SPCK ini dikembangkan untuk membantu guru
dalam membelajarkan keterampilan berbicara teks anekdot. Bagi siswa model ini
dapat membantu memudahkan pemahaman terhadap tek anekdot yang disimak.
Siswa dapat dengan mudah mengembangkan ide-idenya berkaitan dengan teks
anekdot yang disimak melalui penggunaan peta konsep.
Model SPCK ini memiliki tujuh sintaks utama yang telah disesuaikan dari
sintaks asala, yakni model mnemonik. Tuju sintaks utama model SPCK tersebut
meliputi (1) mempersiapkan dan menyajikan materi, (2) memetakan materi, (3)

13
mengembangkan hubungan-hubungan, (4) memperluas gambaran sensorik, (5)
mengingat kembali, (6) mereproduksi teks anekdot yang telah disimak, dan (7)
mendapatkan respon atau umpan balik. Sebagai model yang dikembangkan, tentu
model SPCK memiliki beberapa kekurangan, namun selama guru dapat
mengondisikan siswa dan proses pembelajaran yang berlangsung, kelemahan
tersebut akan dapat dikurangi. Pada penerapannya model ini memerlukan media
berupa contoh macam-macam peta konsep yang dapat diterapkan dalam
pembelajaran. Selain itu, sebagai bahan simakan model ini memerlukan media
berupa audio atau audio visual yang berupa teks anekdot.
DAFTAR RUJUKAN
Al-Tabany, T.I.B. 2015. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif, Progresif, dan
Kontekstual: Konsep, Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum
2013 (Kurikulum Tematik Integratif/ KTI). Jakarta: Kencana.
Dahar, R.W. 1988. Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga.
Huda, M. 2014. Model-model Pengajaran dan Pembelajaran: Isu-isu Metodis
dan Paradigmatis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Joyce, B. 2016. Models of Teaching Model-Model Pengajaran. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Joyce, B.; Weil, M.; dan Calhoun, E. 2009. Models of Teaching Model-Model
Pengajaran Edisi Kedelapan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Kosasih, E. 2014. Jenis-jenis Teks dalam Mata Pelajaran Bahasa Indonesia
SMA/MA/SMK: Analisis Fungsi, Struktur, Kaidah serta Langkah-langkah
Penulisannya. Bandung: Yrama Widya.
Nemerzitski, S.; Loogma, K.; Heinla, E.; & Eisenschmidt, E. 2013. Constructing
Model of Teachers, Innovative Behaviour in School Environment. Journal
of Teachers and Teaching: Theory and Practice, 19(4), 398-418. DOI:
10.1080/13540602.2013.770230.
Northover, M.; Dickson, D.; & Hargie, C. 1995. Developing A Skill-Based Model
of Language Teaching. Journal of Language, Culture, and Curriculum, 8(3),
317-331.
Dari
http://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/07908319509525212.
Priyatni, E.T. 2014. Desain Pembelajaran Bahasa Indonesia dalam Kurikulum
2013. Jakarta: Bumi Aksara.
Sagala, S. 2012. Konsep dan Makna Pembelajaran: untuk Membantu
Memecahkan Problematika Belajar dan Mengajar. Bandung: Alfabeta.
Santoso, A. 2017. Pembentukan Literasi Kritis Melalui Pembelajaran Teks di
Sekolah Dasar dan Menengah. Makalah disajikan dalam Seminar Nasional
Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP Universitas Lambung
Mangkurat, Banjarmasin, 14 Oktober.

14
Sollars, V. & Pumfrey, P.D. 1999. Reciprocal and Transmission Models of
Teaching in E2L with Young Learners. International Journal of Early Years
Education, 7(2), 141-157. DOI: 10.1080/0966976990070203.
Talbert, J.E. & McLaughlin, M.W. 2002. Professional Communities and The
Artisan Model of Teaching. Journal of Teachers and Teaching: Theory and
Practice, 8(3), 325-343. DOI: 10.1080/135406002100000477.
Wardani, I.K.; Winarni, R.; & Slamet, St.Y. 2017. Studi Kasus Pembelajaran
Menulis Teks Anekdot pada Kurikulum 2013 di SMA Negeri 1 Surakarta
Tahun Pelajaran 2016/2017. Jurnal Aksara, 2(1), 45-57. Dari
http://aksara.on-line/article/download/17361/11596.