Meningkatkan Hasil Belajar Siswa dengan

Meningkatkan Hasil Belajar IPA Tentang Alat Pencernaan ManusiaMelalui
Model Pembelajaran Student Team Achievement Division (STAD)
Pada Siswa Kelas V SDN Kuin Utara 6 Banjarmasin

Disampaikan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Metodelogi
Penelitian
Dosen

: Drs. H. Sulaiman, M.Pd

Disusun Oleh
Nama

: Maulidi Abdurahman

NIM

: A1E311061

Kelas


: 6A

No. Absen

: 34

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI S-1 PGSD
BANJARMASIN
2014

1

KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas
perkuliahan, yang berjudul “Meningkatkan Hasil Belajar IPA Tentang Alat
Pencernaan Manusia Melalui Model Pembelajaran Student Team Achievement

Division (STAD)Pada Siswa Kelas V SDN Kuin Utara 6 Banjarmasin”.
Pada kesempatan ini dengan kerendahan hati yang paling dalam penulis
mengucapkan banyak-banyak terimakasih kepada Bapak Drs. H. Sulaiman, M.Pd
selaku pembimbing yang telah meluangkan waktu dan tenaga untuk memberikan
bimbingan dalam pembuatan tugas ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini masih banyak kekurangan
karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman yang penulis miliki. Semoga
tugas ini dapat memberikan manfaat bagi pengembangan mutu pendidikan,
terutama dalam rangka peningkatan hasil belajar siswa.

Banjarmasin, Mei 2014

Peneliti

2

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL SAMPUL ...................................................................................i
KATA PENGANTAR ...................................................................................................ii

DAFTAR ISI .................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................. 4

A.
B.
C.
D.
E.

Latar Belakang .......................................................................................... 4
Rumusan Masalah .................................................................................... 7
Rencana Perumusan Masalah ................................................................... 7
Tujuan Penelitian ...................................................................................... 8
Manfaat Penelitian .................................................................................... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA...............................................................................10
A. Kerangka Teori..........................................................................................10
1. Karakteristik Anak Usia SD ...............................................................10
2. Teori Belajar .......................................................................................12
3. Hakikat Pembelajaran IPA ..................................................................13

4. Model Pembelajaran Kooperatif .........................................................14
4.1 Pengertian Pembelajaran Kooperatif ............................................14
4.2 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD ...............................15
5. Media Pembelajaran ...........................................................................18
5.1 Pengertian Media Pembelajaran ...................................................18
5.2 Penggunaan Media Pembelajaran Berbasis Audio-Visual ...........19
B. Kerangka Berpikir.....................................................................................19
C. Hipotesis ...................................................................................................21

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................22
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

3

Pendidikan merupakan serangkaian peristiwa kompleks yang melibatkan
beberapa komponen, antara lain tujuan, peserta didik, pendidik, isi/bahan ajar,
cara/metode, dan situasi/lingkungan. Hubungan ke enam faktor ini saling
berkaitan satu dengan yang lainnya dan saling berhubungan dalam suatu

aktifitas suatu pendidikan (Hardikusumo, 1995:36).
Terkait dengan hal diatas, mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
merupakan salah satu mata pelajaran pokok di Sekolah Dasar (SD). Mata
pelajaran IPA merupakan ilmu yang bersifat empirik dan membahas tentang
fakta serta gejala alam.
Salah satu materi pembelajaran IPA di SD, khususnya pada kelas 5, adalah
tentang alat pencernaan manusia. Dengan mempelajari materi ini, diharapkan
siswa dapat memahami tentang proses pecernaan makanan pada manusia dan
dapat mencapai ketuntasan belajar yang telah ditentukan pada mata pelajaran
ini.
Kondisi siswa kelas 5 SDN Kuin Utara 6 saat proses pembelajaran materi
ini terlihat sangat pasif, siswa tampak hanya duduk rapi mendengarkan
penjelasan dari guru, dan tidak begitu banyak siswa yang bertanya. Sehingga
menyebabkan hasil belajar siswa pada materi pelajaran alat pencernaan
manusiamenjadi rendah.
Hal ini mungkin disebabkan karena tingkat keaktifan atau aktifitas siswa
pada proses pembelajaran IPA ini sangat rendah, terlihat siswa hanya diam dan
terkesan tidak ingin bertanya pada guru. Sehingga kemampuan berpikir siswa
tidak berkembang dan tingkat pemahaman siswa pada materi ini juga rendah.
Aktivitas yang dimaksudkan di sini penekanannya adalah pada siswa,

sebab dengan adanya aktivitas siswa dalam proses pembelajaran terciptalah
situasi belajar aktif, seperti yang dikemukakan oleh Rochman Natawijaya
dalam Depdiknas (2005:31), belajar aktif adalah “Suatu sistem belajar
mengajar yang menekankan keaktifan siswa secara fisik, mental intelektual dan
emosional guna memperoleh hasil belajar berupa perpaduan antara aspek
kognitif, afektif dan psikomotor”.
Menurut E. Mulyasa (2003:107), “kualitas pembelajaran sangat ditentukan
oleh aktifitas dan kreatifitas guru dengan segala kompetensi
profesionalnya”.Aktivitas dan kreativitas peserta didik dalam belajar sangat

4

bergantung pada aktivitas dan kreativitas guru dalam mempersiapkan rencana
pembelajaran, penyampaian dan pengembangan materi pelajaran, pemilihan
metode dan media pembelajaran, serta penciptaan lingkungan belajar yang
kondusif. Guru dapat menggunakan berbagai pendekatan untuk meningkatkan
aktivitas dan kreativitas peserta didik. Pendekatan mana yang digunakan, harus
disesuaikan dengan kondisi lingkungan, kebutuhan peserta didik, dan tujuan
yang ingin dicapai.
Keaktifan siswa selama proses belajar mengajar merupakan salah satu

indikator adanya keinginan atau motivasi siswa untuk belajar. Siswa dikatakan
memiliki keaktifan apabila ditemukan ciri-ciri perilaku seperti: sering bertanya
kepada guru atau siswa lain, mau mengerjakan tugas yang diberikan guru,
mampu menjawab pertanyaan, senang diberi tugas belajar, dan lain sebagainya.
(Rosalia, 2005:4).
Sedangkan mengenai pemahaman siswa di dalam proses pembelajaran,
pada hakikatnya, pemahaman merupakan salah satu bentuk hasil belajar.
Pemahaman ini terbentuk akibat dari adanya proses belajar. Dalam teori belajar
kognitif menurut Mex Wertheimenr, teori Gestalt, disebutkan bahwa belajar
adalah proses yang didasarkan pada pemahaman (insight). Karena pada
dasarnya setiap tingkah laku seseorang selalu didasarkan pada kognisi, yaitu
tindakan mengenal atau memikirkan situasi di mana tingkah laku tersebut
terjadi. Dengan kata lain, teori Gestalt ini menyatakan bahwa yang paling
penting dalam proses belajar individu adalah dimengertinya apa yang dipelajari
oleh orang tersebut.
Sudjana (2010:24) membagi pemahaman ke dalam 3 kategori, (1) tingkat
pertama atau terendah, yaitu pemahaman terjemahan mulai dari terjemahan
dalam arti sebenarnya. (2) tingkat kedua, adalah pemahaman penafsiran, yaitu
menghubungkan bagian-bagian terdahulu dengan yang diketahui berikutnya,
atau menghubungkan beberapa bagian dari grafik dengan kejadian,

membedakan yang pokok dan yang bukan. (3) pemahaman tingkat ketiga atau
tingkat tertinggi, yaitu pemahaman ekstrapolasi. Dengan ekstrapolasi
diharapkan mampu melihat dibalik yang tertulis, dapat membuat ramalan

5

tentang konsekuensi atau dapat memperluas persepsi dalam arti waktu,
dimensi, kasus, ataupun masalahnya.
Sedangkan Partowisastro (1983:22-24), mengemukakan empat macam
pengertian pemahaman, yakni sebagai berikut: (1) Pemahaman berarti melihat
hubungan yang belum nyata pada pandangan pertama. (2) Pemahaman berarti
mampu menerangkan atau dapat melukiskan tentang aspek-aspek tingkatan,
sudut-sudut pandangan yang berbeda. (3) Pemahaman berarti
memperkembangkan kesadaran akan faktor-faktor yang penting. (4)
Berkemampuan membuat ramalan yang beralasan mengenai tingkah lakunya.
Jika permasalahan tentang keaktifan dan pemahaman pada siswa ini tidak
diatasi maka akan berdampak pada hasil belajar siswa yang tidak sesuai dengan
Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM), sehingga tujuan pembelajaran yang
diinginkan pun tidak dapat dicapai. Bahkan akan berdampak lanjut pada
terhambatnya pembelajaran dimateri berikutnya.

Untuk mengatasi permasalahan mengenai rendahnya tingkat aktifitas dan
pemahaman siswa pada materi alat pencernaan manusia di kelas V SDN Kuin
Utara 6, maka pemecahan yang dirasa tepat adalah dengan pelaksanaan
kegiatan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Student
Team Achievement Division (STAD) dengan penggunaan media audio-visual.
Penggunaan model STAD bertujuan untuk meningkatkan keaktifan,
pemahaman, dan hasil belajar siswa melalui diskusi kelompok. Dan
keberhasilan kolektif kelompok yang menjadi tujuan dari diskusi ini,
sehingga setiap siswa di dalam kelompok akan mendapat pemahaman lebih,
karena setiap siswa di dalam kelompok akan dituntut untuk belajar dan saling
mengajarkan satu sama lain. Karena keberhasilan seorang siswa akan
menentukan keberhasilan kelompoknya (Barlian, 2009).
Kemudian agar proses belajar menjadi lebih menarik, guru dapat
menggunakan media audio-visual pada saat guru menyajikan materi
pembelajaran melalui model STAD. Sehingga dengan penggunaan media ini
diharapkan dapat merangsang minat dan perhatian siswa di kelas.

B. Rumusan Masalah
6


Berdasarkan latar belakang di atas, maka dalam penelitian ini
dirumuskan rumusan masalah sebagai berikut:
Apakah penggunaan model pembelajaran STAD dengan media audiovisual dapat meningkatkan keaktifan dan pemahaman siswa terhadap materi
alat pencernaan manusia di kelas V SDN Kuin Utara 6?

C. Rencana Perumusan Masalah
Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas, peneliti merancang
pemecahan masalah melalui tindakan perbaikan dengan menggunakan
pembelajaran kooperatif model STAD pada materi alat pencernaan manusia.
Adapun langkah-langkah penerapan pembelajaran kooperatif model
STAD ini adalah sebagai berikut:
1) persiapan pembelajaran, yakni menyiapkan materi pelajaran dan
menempatkan siswa dalam kelompok kecil serta menentukan skor
dasar
2) penyajian materi, yakni guru dapat memulai dengan menjelaskan
tujuan pelajaran dengan menggunakan metode ceramah menggali
pengetahuan awal siswa
3) belajar kelompok, yakni menggunakan Lembar Kerja Siswa (LKS),
pembelajaran tidak boleh berakhir sampai semua anggota
kelompok menguasai materi

4) pemeriksan terhadap hasil kegiatan kelompok, yakni masingmasing kelompok membacakan di depan kelas kalompok
memberikan tanggapan atas jawaban kelompok penyaji
5) siswa mengerjakan soal-soal tes secara individual, dalam
menyelesaikan soal tes siswa tidak boleh kerjasama
6) pemeriksan hasil tes, guru membuat daftar skor peningkatan
individu dan dimasukan menjadi skor kelompok
7) penghargaan kelompok, yakni kelompok mendapat poin tertinggi
diberi penghargaan.

7

Ketujuh tahap tersebut diberi bimbingan secara intensif oleh guru selama
proses tindakan berlangsung.

D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah
untuk meningkatkan keaktifan dan pemahaman siswa terhadap materi
pembelajaran alat pencernaan manusia melalui pembelajaran kooperatif
model Student Team Achievement Division (STAD) di kelas V SDN Kuin
Utara 6.

E. Manfaat Penelitian
a. Manfaat bagi guru:
1) Menumbuhkan kreativitas guru untuk lebih inovatif dalam
menyajikan proses pembelajaran
2) Membantu guru untuk menyelesaikan masalah-masalah
pembelajaran di dalam kelas yang diampu
3) Sebagai bahan masukan untuk mempopulerkan model-model
pembelajaran modern yang menuntut keaktifan siswa di dalam
proses belajar mengajar
b. Manfaat bagi siswa
1) Meningkatkan semangat belajar siswa kelas V SDN Kuin Utara 6
pada mata pelajaran IPA tentang materi alat pencernaan manusia
2) Meningkatkan aktivitas siswa dalam proses pembelajaran dan
meningkatkan prestasi belajar siswa setelah mengikuti proses
pembelajaran
3) Membiasakan siswa untuk belajar mandiri dan memiliki tanggung
jawab individu serta membiasakan mereka bersosialisasi dalam
suatu kondisi belajar di dalam kelompok

8

c. Manfaat bagi sekolah
1) Dapat menerapkan konsep pembelajaran yang mengajak siswa
terlibat langsung sehinga dapat meningkatkan keberanian,
keterampilan, dan kepercayaan diri pada masing-masing individu
2) Digunakan sebagai pertimbangan dalam memotivasi guru untuk
melaksanakan proses pembelajaran yang efektif dan efisien dengan
melaksanakan pembelajaran yang inovatif
3) Menumbuhkan kerja sama antar guru yang berdampak positif pada
kualitas pembelajaran di sekolah.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori
1. Karakteristik Anak Usia SD

9

Sebagai manusia yang berpotensi, maka di dalam diri anak didik ada
suatu daya yang dapat tumbuh dan berkembang di sepanjang usianya.
Sebagai makhluk sosial anak didik memiliki karakteristik tertentu yaitu:
a. Belum memiliki pribadi dewasa susila sehingga masih menjadi
tanggung jawab pendidik.
b. Masih menyempurnakan aspek tertentu dari kedewasaannya
sehingga masih menjadi tanggung jawab pendidik.
c. Memiliki sifat-sifat dasar manusia yang sedang berkembang secara
terpadu, yaitu kebutuhan biologis, rohani, sosial, intelegensi,
emosi, kemampuan bicara, kerja anggota tubuh, latar belakang
sosial, biologis serta perbedaan individu (Djamarah, 2005:52).
Guru perlu memahami karakteristik anak didik sehingga mudah
melaksanakan interaksi edukatif, yang dapat menunjang kegiatan
pembelajaran itu sendiri sehingga akan tercipta suasana yang kondusif,
efektif dan efisien guna mencapai tujuan pembelajaran itu sendiri.
Perkembangan merupakan suatu perubahan, dan perubahan ini tidak bersifat
kuantitatif. Perkembangan tidak ditekankan pada segi materi, melainkan
pada segi fungsional (Dalyono, 2009:78).
Menurut Nasution dalam (Djamarah, 2005:123) ‘masa sekolah dasar
sebagai masa kanak-kanak akhir yang berlangsung dari usia enam tahun
hingga kira-kira sebelas atau dua belas tahun. Usia ini ditandai dengan
mulainya anak masuk sekolah dasar, dan dimulainya sejarah baru dalam
kehidupannya yang kelak akan mengubah sikap-sikap dan tingkah lakunya.
Masa usia sekolah dapat juga disebut masa matang, karena pada saat itu
untuk pertama kalinya mereka menerima pendidikan secara formal’.
Berdasarkan teori perkembangan anak, Imam Hasyim (Guhan,
2009:32) mengatakan bahwa ‘dunia pendidikan anak dengan simbol becak
yang memilki tiga roda. Dimana simbol tersebut adalah roda depan bagian
kanan adalah guru yang bertugas mengarahkan dan memberi teladan yang
baik, roda depan sebelah kiri adalah lingkungan, yang dapat berpengaruh

10

besar pada perkembangannya, lingkungan yang baik adalah lingkungan
yang edukatif yang mampu mendukung arah perkembangannya kearah yang
positif, roda becak bagian belakang adalah orang tua anak tesebut, yang
dapat men-support, memfasilitasi, dan memberi arah sesuai norma dan
aturan pada masyarakat dan keluarga’.
Slavin (2008:105) “Anak-anak yang memasuki kelas satu sekolah
dasar berada dalam periode transisi dari pertumbuhann pesat masa anakanak awal ke fase perkembangan yang lebih bertahap. Perubahan dalam
perkembangan mental maupun sosial menjadi ciri khas masa-masa sekolah
awal”.
Beberapa tahun kemudian, ketika anak-anak mencapai kelas sekolah
dasar yang lebih tinggi, mereka mendekati akhir masa anak-anak dan
memasuki masa pra-remaja.
Ditunjau dari teori perkembangan kognitif, anak SD memasuki tahap
operasional konkret. Dari apa yang dipelajari di sekolah, ia belajar
menghubungkan konsep-konsep baru dengan konsep-konsep lama. Berdasar
pengalaman ini, siswa membentuk konsep-konsep tentang angka, ruang,
waktu, fungsi-fungsi badan, jenis kelamin, moral, dan sebagainya. Bagi
anak SD, penjelasan guru tentang materi pelajaran akan lebih dipahami jika
anak melaksanakan sendiri, sama halnya dengan memberi contoh bagi orang
dewasa. Dengan demikian guru hendaknya merancang model pembelajaran
yang memungkinkan anak terlibat langsung dalam proses pembelajaran.
Sebagai contoh, anak akan lebih memahami tentang arah mata angin dengan
cara membawa anak langsung kearah mata angin tersebut, bahkan dengan
sedikit menjulurkan lidah, akan diketahui secara persis dari arah mana angin
saat itu bertiup.

2. Teori Belajar

11

Albert Bandura (Lapono, 2010:9) mengemukakan bahwa ‘belajar
sebagai aktifitas meniru melalui pengamatan (observasi), individu yang
perilakunya ditiru menjadi model pembelajar yang meniru’.
Menurut Gagne dalam (Dahar, 2006:2) ‘belajar dapat didefinisikan
sebagai suatu proses di mana suatu organisasi berubah perilakunya sebagai
akibat pengalaman’.
Menurut Ernest R. Hilgard (Sumardi Suryabrata, 1984:252), ‘belajar
merupakan proses perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, yang
kemudian menimbulkan perubahan, yang keadaannya berbeda dari
perubahan yang ditimbulkan oleh lainnya’. (Haryanto, 2010:online)
Menurut Morgan (Gino, 1988:5) menyatakan bahwa belajar adalah
merupakan salah satu yang relatif tetap dari tingkah laku sebagai akibat dari
pengalaman. (Solihin, 2014:online).Dengan demikian dapat diketahui
bahwa belajar adalah usaha sadar yang dilakukan manusia melalui
pengalaman dan latihan untuk memperoleh kemampuan baru dan
merupakan perubahan tingkah laku yang relatif tetap, sebagai akibat dari
latihan.
Selanjutnya menurut Gerow (1989:168) mengemukakan bahwa
“Learning is demonstrated by a relatively permanent change in behavior
that occurs as the result of practice or experience”.
Belajar adalah ditunjukkan oleh perubahan yang relatif tetap dalam perilaku
yang terjadi karena adanya latihan dan pengalaman-pengalaman. (Solihin,
2014:online)
Di pihak lain, Slameto (Djamarah, 2002:13) juga merumuskan
pengertian tentang belajar. Menurutnya belajar adalah suatu proses usaha
yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku
yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri
dalam interaksi dengan lingkungannya.

3. Hakikat Pembelajaran IPA

12

Sains menurut Suyoso (1998:23) ‘merupakan pengetahuan hasil
kegiatan manusia yang bersifat aktif dan dinamis tiada henti-hentinya serta
diperoleh melalui metode tertentu yaitu teratur, sistematis, berobjek,
bermetode dan berlaku secara universal’. (Rajieb, 2013:online)
Menurut H.W Fowler (Trianto, 2010), ‘IPA adalah pengetahuan yang
sistematis dan dirumuskan yang berhubungan dengan gelaja-gejala
kebendaan dan didasarkan terutama atas pengamatan dan deduksi.
Sedangkan Kardi dan Nur (Trianto, 2010) mengatakan bahwa, ‘IPA atau
ilmu kealaman adalah ilmu tentang dunia zat, baik makhluk hidup maupun
benda mati yang diamati’. (Arief, 2013:online)
Menurut kurikulum KTSP (Depdiknas, 2006) bahwa “IPA
berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis,
sehingga bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa
fakta, konsep, atau prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses
penemuan”.
Muslichah (2006:22) menyatakan bahwa keterampilan proses yang
perlu dilatih dalam pembelajaran IPA meliputi keterampilan proses dasar
misalnya mengamati, mengukur, mengklasifikasikan, mengkomunikasikan,
mengenal hubungan ruang dan waktu, serta keterampilan proses terintegrasi
misalnya merancang dan melakukan eksperimen yang meliputi menyusun
hipotesis, menentukan variabel, menyusun definisi operasional, menafsirkan
data, menganalisis dan mensintesis data. (Samultian, 2013:online)
Poedjiati (2005:78) menyebutkan bahwa keterampilan dasar dalam
pendekatan proses adalah observasi, menghitung, mengukur,
mengklasifikasi, dan membuat hipotesis. (Samultian, 2013:online)
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa keterampilan proses
dalam pembelajaran IPA di SD meliputi keterampilan dasar dan ketrampilan
terintegrasi. Kedua keterampilan ini dapat melatih siswa untuk menemukan
dan menyelesaikan masalah secara ilmiah untuk menghasilkan produk-

13

produk IPA yaitu fakta, konsep, generalisasi, hukum dan teori-teori baru.
(Samultian, 2013:online)

4. Model Pembelajaran
4.1 Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Menurut Johnson (Isjoni, 2007:23), pembelajaran kooperatif
mempunyai ciri-ciri: 1) saling ketergantungan yang positif, 2) dapat
dipertanggungjawabkan secara individu, 3) heterogen, 4) berbagi
kepemimpinan, 5) berbagi tanggungjawab, 6) ditekankan pada tugas dan
kebersamaan, 7) mempunyai ketrampilan dalam berhubungan sosial, 8)
guru mengamati, dan 9) efektivitas tergantung pada kelompok.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Pembelajaran
kooperatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1) Untuk menuntaskan materi belajarnya, siswa belajar dalam
kelompok secara kooperatif.
2) Kelompok dibentuk dari siswa-siswa yang memiliki
kemampuan tinggi, sedang dan rendah.
3) Jika dalam kelas terdapat siswa-siswa yang terdiri dari
beberapa ras, suku, budaya jenis kelamin yang berbeda,
maka diupayakan agar dalam tiap kelompok terdiri dari ras,
suku, budaya, jenis kelamin yang berbeda pula, dan
4) Penghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok dari
pada perorangan.
Bern dan Erickson (2001:5) “Cooperative learning (pembelajaran
kooperatif) merupakan strategi pembelajaran yang mengorganisir
pembelajaran dengan menggunakan kelompok belajar kecil di mana
siswa bekerja sama untuk mencapai tujuan belajar”. (Dedi, 2013:online)

14

Menurut Kauchak dan Eggen (Azizah, 1998) ‘Cooperative
learning merupakan strategi pembelajaran yang melibatkan siswa untuk
bekerja secara kolaboratif dalam mencapai tujuan. (Dedi, 2013:online)
Berdasarkan beberapa pendapat yang ada, pembelajaran kooperatif
adalah pembelajaran yang memandang keberhasilan individu
diorientasikan dalam keberhasilan kelompok. Dalam hal ini, maka siswa
bekerjasama dalam mencapai tujuan dan siswa berusaha keras membantu
dan mendorong teman-temannya untuk berhasil bersama-sama dalam
belajar (Khair, 2013:33).

4.2 Model Pembelajaran Kooperatif STAD
Menurut Slavin (Darmiyati, 2008:16) Model pembelajaran tipe
STAD adalah pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Siswa
ditempatkan dalam tim belajar beranggotakan empat orang yang
merupakan campuran menurut tingkat kinerja, jenis kelamin dan suku.
Guru menyajikan pelajaran kemudian siswa bekerja dalam tim untuk
memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran
tersebut. Akhirnya seluruh siswa dikenai kuis tentang materi itu dimana
pada saat kuis mereka tidak boleh saling membantu.
Nasution (Darmiyati, 2008:17) menyatakan strategi pembelajaran
kooperatif model STAD menekankan pada kerja kelompok dan tanggung
jawab bersama dalam mencapai tujuan dan adanya saling interaksi
diantara anggota kelompok belajar.
Menurut Slavin (Eggen dan Kauchak, 2012:144) STAD adalah
sebuah strategi pembelajaran kooperatif yang memberi tim
berkemampuan majemuk latihan untuk mempelajari konsep dan
keahlian.
Adapun langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe
STAD yaitu:

15

1. Membentuk kelompok yang terdiri dari 4 orang peserta didik yang
memiliki kemampuan beragam.
2. Guru menyajikan pelajaran, dan peserta didik menyimak.
3. Guru memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh
anggotaanggota kelompok. Anggota yang tahu menjelaskan kepada
anggota lainnya sampai semua anggota dalam kelompok itu
memahami.
4. Guru memberi soal kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab soal,
sesama anggota kelompok tidak boleh saling membantu.
5. Guru memberi nilai kelompok berdasarkan dari jumlah nilai yang
berhasil diperoleh seluruh anggota kelompok.
6. Guru mengevaluasi kegiatan belajar, dan
7. Menyimpulkan materi pembelajaran (Mulyatiningsih, 2012:245)
Tahap-tahap pelaksanaan model pembelajaran STAD:
a) Persiapan materi dan penetapan siswa dalam kelompok
b) Sebelum menyajikan harus menyiapkan lembar kegiatan siswa
dan lembar jawaban yang akan dipelajari siswa dalam kelompok.
Kemudian penetapan siswa dalam kelompok yang beranggotakan
4 – 6 orang dilakukan dengan heteroginitas. Maksud kelompok
heterogen ini terdiri dari campuran kemampuan siswa, jenis
kelamin, dan suku. Hal ini bermanfaat untuk melatih siswa
menerima perbedaan pendapat dalam bekerja dengan teman yang
berbeda latar belakangnya.
c) Penyajian materi pelajaran, di tekankan pada hal-hal berikut:


Pendahuluan; disini perlu ditekankan apa yang akan
dipelajari dalam kelompok dan menginformasikan hal
yang penting untuk memotivasi rasa ingin tahu siswa
tentang konsep yang akan dipelajari.



Pengembangan; dilakukan pengembangan materi sesuai
yang akan dipelajari dalam kelompok. Pertanyaan dan
16

jawaban diberikan sesering mungkin untuk mengontrol
pemahaman siswa dan jawaban siswa harus diberikan
penjelasan benar atau salah. Jika siswa memahami konsep
maka dapat beralih ke konsep lain.


Praktek terkendali; dilakukan dalam menyajikan materi
dengan cara menyeluruh siswa mengerjakan soal,
memanggil secara acak untuk menjawab atau
menyelesaiakan masalah agar siswa selalu siap, dan dalam
memberikan tugas jangan menyita waktu lama.

d) Kegiatan kelompok
Guru membagikan LKS kepada setiap kelompok sebagai bahan
yang akan dipelajari siswa. Guru memberikan bantuan dengan
memperjelas perintah mereviu konsep dan jawaban pertanyaan
siswa. Perlu ditekankan kepada siswa bahwa mereka belum boleh
mengakhiri diskusinya sebelum mereka yakin bahwa seluruh
anggota timnya menyelesaikan seluruh tugas. Siswa diminta
menjelaskan jawabannya di lembar kerja siswa (LKS). Apabila
seorang siswa memiliki pertanyaan, teman satu kelompok diminta
untuk menjelaskan, sebelum menanyakan jawabannya kepada
guru. Pada saat siswa sedang bekerja dalam kelompok, guru
berkeliling di antara anggota kelompok, memberikan pujian dan
mengamati bagaimana kelompok bekerja.
e) Evaluasi
Dilakukan selama beberapa menit secara mandiri untuk
menunjukan apa yang telah siswa pelajari selama bekerja dalam
kelompok. Artinya pada saat siswa diberikan evaluasi dengan
waktu yang cukup untuk menyelesaikan tes yang diberikan.
Diusahakan agar siswa tidak bekerjasama pada saat mengikuti
evaluasi, pada saat ini mereka harus menunjukkan apa yang
17

mereka pelajari sebagai individu. Hasil evaluasi digunakan
sebagai nilai perkembangan individu dan disumbangkan untuk
nilai perkembangan kelompok.
f) Penghargaan kelompok
Menurut Naparin (Darmiyati, 2008:18) menyatakan ”Kelompok
diberikan dalam tingkatan penghargaan seperti kelompok baik,
kelompok hebat dan kelompok super”. Waktu yang baik untuk
mengumumkan skor kelompok pada pertemuan pertama setelah
tes. Hal ini akan meningkatkan motivasi mereka untuk melakukan
yang terbaik.
5. Media Pembelajaran
5.1 Pengertian Media Pembelajaran
Kata media berasal dari bahasa latin medius yang secara harfiah
berarti ‘tengah’, ‘perantara’, atau ‘pengantar’. Gerlach dan Ely dalam
Arsyad (2011:3) mengatakan bahwa ‘media apabila dipahami secara
garis besar adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun
kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan,
keterampilan, atau sikap.
Media pembelajaran secara umum adalah alat bantu proses
belajar mengajar. Segala sesuatu yang dapat dipergunakan untuk
merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemampuan atau
ketrampilan pebelajar sehingga dapat mendorong terjadinya proses
belajar. Batasan ini cukup luas dan mendalam mencakup pengertian
sumber, lingkungan, manusia dan metode yang dimanfaatkan
untuk tujuan pembelajaran/pelatihan. (Haryanto, 2012:online)
Sementara itu, Gagne dan Briggs dalam Arsyad (2011:4) secara
implisit mengatakan bahwa media pembelajaran meliputi alat yang
secara fisik digunakan untuk menyampaikan isi materi pengajaran,
yang terdiri dari antara lain buku, tape recorder, kaset, video camera,

18

video recorder, film, slide, foto, gambar, grafik, televisi, dan
komputer.
Dengan kata lain, media adalah komponen sumber belajar atau
wahana fisik yang mengandung materi instruksional di lingkungan
siswa yang dapat merangsang siswa untuk belajar (Arsyad, 2011:4-5)
Sedangkan menurut Briggs (1977) ”media pembelajaran adalah
sarana fisik untuk menyampaikan isi/materi pembelajaran seperti:
buku, film, video dan sebagainya”.
5.2 Penggunaan Media Berbasis Audio-Visual
Media visual yang menggabunkan penggunaan suara
memerlukan pekerjaan tambahan untuk memproduksinya. Salah satu
pekerjaan penting yang diperlukan dalam media audio-visual adalah
penulisan naskah dan storyboard yang memerlukan persiapan yang
banyak, rancangan, dan penelitian.

B. Kerangka Berpikir
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan mencari tahu
tentang alam secara sistematis, sehingga pelajaran IPA bukan hanya tentang
penguasaan kumpulan fakta-fakta, konsep-konsep, dan pengetahuan saja
melainkan tentang sebuah proses penemuan yang dialami siswa.
Artinya siswa mengalami proses pembelajaran secara utuh, siswa
diajak untuk memahami fenomena alam yang terjadi melalui berbagai
kegiatan penemuan dan pemecahan masalah.
Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik
untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek
pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan
sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian
pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi
dan memahami alam sekitar secara ilmiah.

19

Kenyataannya, pada pembelajaran IPA di lapangan siswa terlihat
kurang aktif dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Akibatnya proses
pembelajaran cenderung menjadi pasif dan banyak didominasi oleh guru,
hal tersebut menyebabkan keterampilan berpikir siswa tidak tumbuh dan
berkembang dengan baik.
Jika permasalahan tentang keaktifan dan pemahaman pada siswa ini
tidak diatasi maka akan berdampak pada hasil belajar siswa yang tidak
sesuai dengan KKM, sehingga tujuan pembelajaran yang diinginkan pun
tidak dapat dicapai. Bahkan akan berdampak lanjut pada terhambatnya
proses pembelajaran pada materi berikutnya.
Padahal, keberhasilan kegiatan pembelajaran sangat tergantung
kepada tingkat aktivitas siswa dalam proses pembelajaran. Pembelajaran
yang berjalan dengan baik dan menyenangkan juga akan meningkatkan
aktivitas dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran.
Sukidin (Bambang, 2009:49) Pembelajaran kooperatif merupakan
strategi pembelajaran yang mengutamakan adanya kerjasama, yakni
kerjasama antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Para siswa dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil dan
diarahkan untuk mempelajari materi yang telah ditentukan. Tujuan
pembelajaran kooperatif adalah untuk membangkitkan interaksi yang efektif
diantara anggota kelompok melalui diskusi. Dengan interaksi yang efektif
dimungkinkan semua anggota kelompok dapat menguasai materi pada
tingkat yang relatif sejajar.
Model pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan model
pembelajaran yang membantu siswa memahami materi alat pencernaan
manusia karena model pembelajaran ini membuat anak belajar menjadi
aktif, tidak pasif, memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam
mempelajari IPA, karena siswa mengalami langsung dan guru hanya
membimbing siswa dalam pembelajaran, sehingga melalui penggunaan
model pembelajaran ini diharapkan hasil belajar siswa tercapai optimal.

20

Dan untuk meningkatkan minat belajar siswa, media audio-visual
yang relevan dengan materi pembelajaran dapat digunakan sebagai alat
bantu pembelajaran agar proses pembelajaran menjadi lebih menarik dan
tidak terkesan monoton.

C. Hipotesis
Berdasarkan kerangka berpikir di atas, maka hipotesis penelitian ini
dapat dirumuskan bahwa hasil belajar siswa kelas V SDN Kuin Utara 6
tentang alat pencernaan manusia akan meningkat jika menggunakan model
Student Teams Achievement Division (STAD) dan dibantu dengan media
pembelajaran audio-visual.

DAFTAR PUSTAKA

21

Arief, Ardha. 2013. Hakikat Pembelajaran IPA. [online]. Tersedia.
http://ardhaphys.blogspot.com/2013/04/vbehaviorurldefaultvmlo_92
76.html [29 April 2013]
Arsyad, Azhar. 2011. Media Pembelajaran. Jakarta: PT. Rajagrafindo
Persada
Dalyono . 2008. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta
Dedi. 2013. Pengertian Pembelajaran Kooperatif Menurut Para Ahli.
[online]. Tersedia: http://dedi26.blogspot.com/2013/05/pengertianpembelajaran-kooperatif.html [6 Mei 2013]
Djamarah, Syaiful Bahri. 2005. Guru dan Anak Didik. Jakarta:
RinekaCipta
Djamarah, Syaiful Bahri. 2008. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta
Haryanto. 2004. Sains untuk Sekolah Dasar Kelas V. Jakarta: Erlangga
Haryanto. 2010. Pengetian Belajar Menurut Para Ahli. [online]. Tersedia:
http://belajarpsikologi.com/pengertian-belajar-menurut-para-ahli [22
November 2010]
Haryanto. 2012. Pengertian Media Pembelajaran. [online]. Tersedia:
http://belajarpsikologi.com/pengertian-media-pembelajaran [21
Januari 2012]
Lapono, Nabisi. Dkk. 2010.Belajar dan pembelajaran, Jakarta:Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi
Mudjiono & Dimyati 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT.
Rineka Cipta.
Mulyasa.H.E. 2009. Praktik Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: PT
.Remaja Rosdakarya
Rajieb Ahmed. 2013. Hakikat IPA. [online]. Tersedia:
http://utakatikituk.blogspot.com/2013/03/hakikat-ipa-a_17.html [17
Maret 2013]
Samultian, Cayang. 2013. [online]. Tersedia:
http://cayangsamultian.blogspot.com/2013/01/hakikat-pembelajaranipa-di-sd.html [21 Januari 2013]

22

Trianto. 2007. Model pembelajaran terpadu dalam teori dan praktik.
Jakarta: Prestasi Pustaka
Trianto. 2010. Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Trianto. 2010. Model Pembelajaran Terapdu: Konsep strategi, dan
implementasinya dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP). Jakarta: Bumi Aksara

23