T1 132010030 BAB III
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini diselenggarakan dalam bentuk studi kasus dengan tipe the uncontrolled case study berjenis singgle subject design mengacu pada rumusan Hepnner (2008), mengenai penyelenggaraan studi kasus dengan subyek tunggal. Penulis memilih metode ini dengan tiga pertimbangan, yaitu 1) yang diteliti adalah fenomena sosial sebagaimana Sugiyono (2008), mendefinisikan studi kasus sebagai salah satu metode penelitian ilmu-ilmu sosial, 2) yang diteliti adalah situasi sosial yang kompleks sebagaimana pendapat Wittgenstein (dalam Thomas, 2011), penelitian studi kasus untuk meneliti sesuatu yang kompleks, dan 3) situasi sosial yang diteliti menunjukkan hal yang tidak biasa atau istimewa sebagaimana pendapat Thomas (2011), penelitian studi kasus diselenggarakan karena ada sesuatu hal yang berbeda dari biasanya.
Definisi teknis studi kasus menurut Yin (2011), suatu inkuiri empiris yang menyelidiki fenomena di dalam konteks kehidupan nyata, bilamana batas-batas antara fenomena dan konteks tak tampak dengan tegas dan di mana multi sumber bukti dimanfaatkan. Surakhmad (1980), mendefinisikan studi kasus dari sifatnya yang memusatkan perhatian pada satu kasus secara intensif dan mendetail menghasilkan gambaran yang longitudinal yakni hasil dan pengumpulan data kasus dalam satu jangka waktu. Sejalan dengan pendapat di atas Thomas (2011), studi kasus sebagai jenis penelitian yang
(2)
berkonsentrasi pada satu “hal”, melihat “hal” tersebut secara detail, bukan untuk membuat generalisasi dari “hal” tersebut.
3.2. Subyek Penelitian
Penentuan subyek dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive -sampling, sebab dalam penelitian ini tidak membuat suatu generalisasi (Sugiyono, 2008). Namun merinci kekhususan yang ada dalam ramuan konteks yang unik dan menggali informasi yang akan menjadi dasar dari rancangan dan teori yang muncul (Maleong, 2004). Selanjutnya Surakhmad (1980), menyatakan karena sifat studi kasus yang mendalam dan mendetail tersebut, maka kasus dapat terbatas pada satu orang, peristiwa atau lembaga. Sementara itu menurut Thomas (2011) studi kasus sifatnya particular bukan general maka “hal” yang diselidiki dalam studi kasus bisa berupa seseorang, sebuah kelompok atau suatu institusi. Demikian juga pendapat Sanjaya (2013), bahwa subyek dalam studi kasus bisa individu. Dengan demikian subyek dalam penelitian ini adalah seorang narapidana remaja Rutan Negara Kelas II B Salatiga yang berinisial AGN.
Pertimbangan penulis dalam memilih AGN sebagai subyek mengacu pada rumusan Thomas (2011), mengenai bagaimana menentukan subyek studi kasus, yaitu 1) yang hendak diteliti menunjukan sesuatu yang berbeda atau isitmewa atau lain dari biasanya. AGN sebagai narapidana di usia remaja memiliki sikap yang istimewa atau tidak biasa dibandingkan dengan narapidana remaja lainnya yaitu menunjukkan sikap yang ceria dan penuh tawa meskipun subyek berada di Rutan. Seolah-olah kehidupan Rutan tidak
(3)
menjadi beban baginya, namun sebaliknya subyek bersyukur atas keberadaannya di Rutan menjadi narapidana sementara dua narapidana remaja yang lain tidak menunjukkan hal tersebut, 2) Antara peneliti dan penulis sudah terhubung dengan baik. Penulis dan AGN terhubung dengan baik sejak penulis melakukan PPL Konseling di Rutan, dan 3) Satu-satunya yang menjadikan sampel penelitian studi kasus relevan adalah di mana peneliti dapat menemukan subyek yang tepat dari kasus yang menarik bagi penulis. Penulis tertarik meneliti penerimaan diri AGN karena berstatus narapidana di usia remaja di mana subyek sedang dalam fase mencari identitas diri. Status narapidana dapat menimbulkan cap negatif bagi diri subyek baik cap yang datang dari dalam diri maupun dari orang lain. Cap dari orang lain dapat mempengaruhi konsep subyek mengenai dirinya. Lundin dan Merry (dalam Jarvis, 2006), menuliskan bahwa seseorang dipengaruhi oleh cara pandangnya mengenai dirinya sendiri yang berasal dari cara orang lain memperlakukannya. Jika perlakuan yang diterima individu berupa penerimaan, cinta dan kasih sayang maka subyek akan merasa diterima dan berharga. Selain itu penulis memilih AGN sebagai subyek karena AGN akan bebas pada bulan Mei 2014 sementara dua narapidana lainnya telah bebas pada tahun 2013. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas maka AGN dapat dijadikan subyek dalam penelitian ini.
3.3. Desain Penelitian
Desain penelitian adalah logika keterkaitan antara data yang harus dikumpulkan (kesimpulan-kesimpulan yang akan dihasilkan) dan pertanyaan
(4)
awal suatu penelitian (Yin, 2011). Penelitian ini didesain mengacu pada desain penelitian studi kasus oleh Yin yang kemudian penulis sesuaikan dengan kebutuhan dalam penelitian ini.
Tahap persiapan penulis terlebih dahulu menuliskan definisi penerimaan diri dan menjabarkan aspek-aspeknya lalu menentukan jenis alat pengumpul data. Dalam setiap proses pengumpulan data dari aspek-aspek penerimaan diri tersebut penulis membuat laporan kasus individu yang penulis identifikasi selama proses pengambilan data. Selain itu dalam proses pengambilan data penulis menilai kecocokan antara data yang terkumpul dengan rumusan teori. Apabila data yang diperoleh masih kurang atau tidak lengkap maka penulis melakukan penggalian data kembali dengan terlebih dahulu melihat kesesuaian alat pengumpul data sehingga penulis dapat memutuskan apakah diperlukan tambahan alat pengumpul data atau sumber data. Selanjutnya penulis melihat kesesuaian data-data yang terkumpul dengan pola yang ada. Dari penjodohan pola tersebut kemudian peneliti membuat suatu kesimpulan gambaran penerimaan diri subyek terhadap dirinya yang berstatus narapidana diusia remaja. Desain penelitian dalam penelitian ini seperti yang digambarkan pada tabel 3.1.
(5)
Table 3.1 Desain Penelitian
- Wawancara
- Observasi partisipatif - Dokumentasi
- Skala Penerimaan Diri (CASSA)
Laporan kasus individu Laporan kasus individu Penentuan Jenis alat Pengumpul Data
Individu menerima diri tanpa syarat
Aspek-aspek Penerimaan
diri
Individu menyadari kemanusiaannya
Penerimaan diri
Konklusi Penjodohan pola
Individu menyadari diri sebagai pribadi yang berharga - Wawancara
- Observasi partisipatif - Dokumentasi
- Skala Penerimaan Diri (CASSA) - Wawancara
- Observasi partisipatif - Dokumentasi
- Survei SA
- Skala Penerimaan Diri (CASSA)
Laporan kasus individu Laporan kasus
individu Penjodohan pola
Penjodohan pola Individu tidak menilai harga diri
secara global
- Wawancara
- Observasi partisipatif - Dokumentasi
- Skala Penerimaan Diri (CASSA)
(6)
Table 3.2 Penjabaran Aspek-aspek Penerimaan Diri
No Variable Sub variable
I Individu menerima diri tanpa syarat
1. Ketika individu mampu berperilaku cerdas atau tidak
2. Ketika individu mampu berperilaku tepat atau tidak
3. Ketika individu mampu berperilaku sempurna atau tidak
4. Orang lain mengakui individu atau tidak 5. Orang lain menghargai individu individu atau
tidak
6. Orang lain mencintai individu atau tidak II Individu menyadari
kemanusiaannya
7. Manusia rentan berbuat salah 8. Manusia memiliki kekurangan 9. Manusia akan mengalami kegagalan III Individu tidak memberi
penilaian positif atau negative terhadap harga diri secara global
10.Individu tidak memberi penilaian negative terhadap harga diri secara global
11.Individu tidak memberi penilaian positif terhadap harga diri secara global
IV Individu menyadari sebagai pribadi yang berharga
12.Individu menyadari dirinya berharga hanya karena individu ada di dunia
13.Individu menghargai diri meski telah melakukan kesalahan
(7)
3.4. Definisi Operasional
Penerimaan diri adalah kondisi individu yang mampu menghayati esensi nilai diri sebagai manusia tidak berdasarkan pada kecakapan diri, pencapaian dan kepemilikan mengenai apa yang dianggap baik dan tidak baik, tetapi lebih kepada kesadaran mengenai nilai absolut diri manusia yang tidak dapat dirubah oleh apapun.
3.5.Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data berupa triangulasi teknik yaitu pengumpulan data dengan teknik yang berbeda-beda untuk mendapatkan data dari sumber data yang sama (Sugiyono, 2009). Berikut teknik pengumpulan data penelitian ini, yaitu:
1. Observasi Partisipatif.
Nasution (dalam Sugiyono, 2009), observasi adalah dasar semua ilmu pengetahuan. Melalui observasi seorang peneliti mempelajari apa yang ada di sekitarnya. Sebagaimana Marshal (dalam Sugiyono, 2009), menuliskan melalui observasi, peneliti belajar tentang perilaku dan makna dari perilaku tersebut. Dari data hasil observasi ini, penulis akan mengidentifikasi perilaku subyek. Observasi dilakukan dengan metode partisipatif secara tersamar yaitu pada saat penulis mengadakan wawancara dan mengikuti kegiatan subyek di Rutan untuk mengungkap data yang disamarkan oleh subyek.
Yin (2011), untuk meningkatkan reliabilitas bukti observasi penulis perlu melibatkan pihak lain. Pihak yang dilibatkan dalam proses observasi
(8)
adalah teman kuliah penulis. Mengacu pada rumusan Rahardjo dan Gudnanto (2011), penulis menggunakan beberapa alat bantu observasi, yaitu 1) catatan anekdotal untuk mencatat perilaku individu yang khusus atau istimewa baik yang secara sengaja atau insidental teridentifikasi oleh penulis, dan 2) daftar cek individual yang disusun berdasarkan aspek-aspek penerimaan diri menurut Albert Ellis. Observee dalam penelitian ini adalah 1) subyek, 2) Keluarga subyek pada saat berkunjung ke Rutan, 3) petugas Rutan pada saat berhubungan dengan subyek. Pedoman observasi dapat dilihat pada table 3.3 dan 3.4
Table 3.3 Daftar Cek Individual
No Aspek- aspek Observasi
Observer: 1.
2.
1 2
Tgl: Tgl: I Individu mengucapkan menerima diri tanpa
syarat ketika:
1. Mampu berperilaku cerdas atau tidak
2. Mampu berperilaku tepat atau tidak 3. Mampu berperilaku sempurna atau
tidak
4. Orang lain mengakui individu atau tidak
5. Orang lain menghargai individu atau tidak
(9)
6. Orang lain mencintai individu atau tidak
II Individu mengakui dengan sadar kemanusiaannya:
7. Manusia rentan berbuat salah 8. Manusia memiliki kekurangan, 9. Manusia akan mengalami kegagalan III Individu tidak memberi penilaian terhadap
harga diri secara global
10.Individu TIDAK memberi penilaian negative
11.Individu TIDAK memberi penilaian positif
IV Individu menyadari sebagai pribadi yang berharga:
12.Individu menyatakan dirinya berharga hanya karena individu ada di dunia
13.Individu menghargai diri meskipun melakukan kesalahan
Table 3.4 Catatan anekdotal
Nama :
Hari, tanggal : ……….., ……….. 2014
Tempat :
Peristiwa : Interpretasi :
(10)
2. Wawancara
Wawancara dalam penelitian ini akan dilakukan dengan tiga cara yaitu tak terstruktur, semiterstruktur dan terstruktur. Penulis menggunakan ketiga metode tersebut untuk menciptakan proses wawancara yang terfokus. Menurut Esterberg (dalam Sugiyono, 2009), Wawancara tak terstruktur digunakan pada tahap awal karena peneliti belum mengetahui data apa saja yang akan diperoleh, sehingga dapat diperoleh informasi awal tentang berbagai isu atau permasalahan yang ada pada obyek yang diteliti. Dengan demikian peneliti dapat menentukan secara pasti permasalahan atau variable apa yang harus diteliti. Tahap semi terstruktur untuk memperoleh pemahaman yang lebih lengkap dan terarah. Pada tahap wawancara terstruktur, peneliti melakukan wawancara menggunakan pedoman wawancara.
Jenis pertanyaan yang akan diajukan dalam wawancara menurut Patton dan Molleong (dalam Sugiyono, 2009), ada enam yaitu 1) pertanyaan terkait dengan pengalaman, 2) pertanyaan terkait dengan pendapat 3) pertanyaan terkait dengan perasaan, 4) pertanyaan terkait dengan pengetahuan, 5) pertanyaan terkait dengan indera, dan 6) pertanyaan tentang latar belakang. Oleh karena itu penulis akan menggunakan keenam jenis pertanyaan tersebut dalam menyusun pertanyaan wawancara untuk menggali penerimaan diri subyek berdasarkan konsep penerimaan diri oleh Albert Ellis.
(11)
Wawancara merupakan sumber bukti yang esensial bagi studi kasus karena umumnya berkenaan dengan urusan kemanusiaan. Urusan kemanusiaan ini harus dilaporkan dan diinterpretasikan melalui penglihatan pihak yang diwawancara dan responden lain yang mempunyai informasi dan dapat memberikan keterangan-keterangan penting dengan baik (Yin, 2011). Oleh karena itu, responden wawancara dalam penelitian ini adalah 1) subyek penelitian sebagai sumber utama informasi, 2) orangtua subyek sebagai pihak yang mengetahui keseharian subyek di rumah dan sebagian aktivitas subyek di sekolah, 3) Adik subyek sebagai pihak yang memiliki hubungan cukup dekat dengan kehidupan subyek yang masih remaja, 4) petugas Rutan Negara Kelas II B Salatiga yang melihat keseharian subyek di Rutan. Pedoman wawancara dapat dilihat pada table 3.4
Table 3.5 Pedoman Wawancara
Aspek-aspek Penjabaran Indikator
Individu menerima diri tanpa syarat
Kemampuan individu menerima diri tanpa memberikan syarat-syarat tertentu seperti kemampuan dalam bersikap benar, tepat, sempurna atau tidak,
Individu mampu menerima diri ketika
1. Mampu berperilaku cerdas atau tidak
2. Mampu berperilaku tepat atau tidak
(12)
serta tidak bergantung pada pengakuan, penghargaan dan kasih dari orang lain.
sempurna atau tidak 4. Orang lain mengakui atau
tidak
5. Orang lain menghargai atau tidak
6. Orang lain mencintai atau tidak Individu menyadari kemanusiaannya Individu memiliki kesadaran mengenai esensi kemanusiaannya bahwa manusia rentan berbuat salah, memiliki kekurangan dan suatu saat akan gagal
1. Manusia rentan berbuat salah
2. Manusia memiliki kekurangan atau tidak sempurna
3. Manusia akan mengalami kegagalan Individu tidak memberi penilaian terhadap harga diri secara global Individu memahami bahwa harga dirinya secara keseluruhan tidak dapat diukur dengan menilai sisi positif dan negatif dirinya.
1. Individu tidak memberi penilaian positif 2. Individu tidak memberi
penilaian negatif terhadap harga diri
(13)
Individu menyadari sebagai pribadi yang berharga
Kemampuan individu untuk menghargai diri semata-mata hanya karena individu hidup atau ada di dunia
meskipun melakukan kesalahan.
1. Individu berharga hanya karena hidup dan ada di dunia
2. Individu tetap menghargai diri meskipun berbuat salah
3. Dokumentasi
Untuk studi kasus penggunaan dokumen sangat penting dalam mendukung dan menambah bukti dari sumber lain (Yin, 2011). Penulis akan menggunakan dokumen-dokumen terkait dengan subyek yang dapat diperoleh dengan seijin dari pihak Rutan Negara Kelas II B Salatiga. 4. Skala Penerimaan Diri dengan Child and Adolescent Survey of
Self-Acceptance (CASSA)
CASSA dikembangkan oleh Bernard yang telah diuji dan mendapat persetujuan dari tiga ahli Rational Emotive Behaviour Therapy. Skala ini terdiri dari 16 pernyataan dengan empat pilihan jawaban pada masing-masing pernyataan, dan digunakan untuk mengukur positif self-regard dan negative self-evaluation subyek. Kisi-kisi skala penerimaan diri dapat dilihat pada table 3.6
(14)
Tabel 3.6 Kisi-Kisi Skala Penerimaan Diri CASSA
Faktor-faktor Dimensi Nomor
item Positive
self-regard
Penerimaan individu terhadap setiap pengalaman subyektifnya baik
pengalaman negatif atau positif dengan hangat dan dengan pemahaman yang tidak menghakimi
1, 3, 6, 8, 9, 12, 14, 15
Negative self-evaluation
Penilaian diri secara global sebagaimana pentingnya pendapat orang lain dan ferforma diri sebagai dasar untuk menentukan nilai diri seseorang.
2, 4, 5, 7, 10, 11, 13, 16
3.6.Teknik Analisis Data
Dalam menganalisis data studi kasus, Yin (2011), menyarankan untuk menggunakan teknik analisis Miles dan Huberman. Data-data yang terkumpul di analisis dengan tiga langkah mengikuti model Miles dan Huberman (dalam Sugiyono, 2009), yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan dan verifikasi.
(1)
6. Orang lain mencintai individu atau tidak
II Individu mengakui dengan sadar kemanusiaannya:
7. Manusia rentan berbuat salah 8. Manusia memiliki kekurangan, 9. Manusia akan mengalami kegagalan III Individu tidak memberi penilaian terhadap
harga diri secara global
10.Individu TIDAK memberi penilaian negative
11.Individu TIDAK memberi penilaian positif
IV Individu menyadari sebagai pribadi yang berharga:
12.Individu menyatakan dirinya berharga hanya karena individu ada di dunia
13.Individu menghargai diri meskipun melakukan kesalahan
Table 3.4 Catatan anekdotal
Nama :
Hari, tanggal : ……….., ……….. 2014
Tempat :
Peristiwa : Interpretasi :
(2)
2. Wawancara
Wawancara dalam penelitian ini akan dilakukan dengan tiga cara yaitu tak terstruktur, semiterstruktur dan terstruktur. Penulis menggunakan ketiga metode tersebut untuk menciptakan proses wawancara yang terfokus. Menurut Esterberg (dalam Sugiyono, 2009), Wawancara tak terstruktur digunakan pada tahap awal karena peneliti belum mengetahui data apa saja yang akan diperoleh, sehingga dapat diperoleh informasi awal tentang berbagai isu atau permasalahan yang ada pada obyek yang diteliti. Dengan demikian peneliti dapat menentukan secara pasti permasalahan atau variable apa yang harus diteliti. Tahap semi terstruktur untuk memperoleh pemahaman yang lebih lengkap dan terarah. Pada tahap wawancara terstruktur, peneliti melakukan wawancara menggunakan pedoman wawancara.
Jenis pertanyaan yang akan diajukan dalam wawancara menurut Patton dan Molleong (dalam Sugiyono, 2009), ada enam yaitu 1) pertanyaan terkait dengan pengalaman, 2) pertanyaan terkait dengan pendapat 3) pertanyaan terkait dengan perasaan, 4) pertanyaan terkait dengan pengetahuan, 5) pertanyaan terkait dengan indera, dan 6) pertanyaan tentang latar belakang. Oleh karena itu penulis akan menggunakan keenam jenis pertanyaan tersebut dalam menyusun pertanyaan wawancara untuk menggali penerimaan diri subyek berdasarkan konsep penerimaan diri oleh Albert Ellis.
(3)
Wawancara merupakan sumber bukti yang esensial bagi studi kasus karena umumnya berkenaan dengan urusan kemanusiaan. Urusan kemanusiaan ini harus dilaporkan dan diinterpretasikan melalui penglihatan pihak yang diwawancara dan responden lain yang mempunyai informasi dan dapat memberikan keterangan-keterangan penting dengan baik (Yin, 2011). Oleh karena itu, responden wawancara dalam penelitian ini adalah 1) subyek penelitian sebagai sumber utama informasi, 2) orangtua subyek sebagai pihak yang mengetahui keseharian subyek di rumah dan sebagian aktivitas subyek di sekolah, 3) Adik subyek sebagai pihak yang memiliki hubungan cukup dekat dengan kehidupan subyek yang masih remaja, 4) petugas Rutan Negara Kelas II B Salatiga yang melihat keseharian subyek di Rutan. Pedoman wawancara dapat dilihat pada table 3.4
Table 3.5 Pedoman Wawancara
Aspek-aspek Penjabaran Indikator
Individu menerima diri tanpa syarat
Kemampuan individu menerima diri tanpa memberikan syarat-syarat tertentu seperti kemampuan dalam bersikap benar, tepat, sempurna atau tidak,
Individu mampu menerima diri ketika
1. Mampu berperilaku cerdas atau tidak
2. Mampu berperilaku tepat atau tidak
(4)
serta tidak bergantung pada pengakuan, penghargaan dan kasih dari orang lain.
sempurna atau tidak 4. Orang lain mengakui atau
tidak
5. Orang lain menghargai atau tidak
6. Orang lain mencintai atau tidak Individu menyadari kemanusiaannya Individu memiliki kesadaran mengenai esensi kemanusiaannya bahwa manusia rentan berbuat salah, memiliki kekurangan dan suatu saat akan gagal
1. Manusia rentan berbuat salah
2. Manusia memiliki kekurangan atau tidak sempurna
3. Manusia akan mengalami kegagalan Individu tidak memberi penilaian terhadap harga diri secara global Individu memahami bahwa harga dirinya secara keseluruhan tidak dapat diukur dengan menilai sisi positif dan negatif dirinya.
1. Individu tidak memberi penilaian positif 2. Individu tidak memberi
penilaian negatif terhadap harga diri
(5)
Individu menyadari sebagai pribadi yang berharga
Kemampuan individu untuk menghargai diri semata-mata hanya karena individu hidup atau ada di dunia
meskipun melakukan kesalahan.
1. Individu berharga hanya karena hidup dan ada di dunia
2. Individu tetap menghargai diri meskipun berbuat salah
3. Dokumentasi
Untuk studi kasus penggunaan dokumen sangat penting dalam mendukung dan menambah bukti dari sumber lain (Yin, 2011). Penulis akan menggunakan dokumen-dokumen terkait dengan subyek yang dapat diperoleh dengan seijin dari pihak Rutan Negara Kelas II B Salatiga. 4. Skala Penerimaan Diri dengan Child and Adolescent Survey of
Self-Acceptance (CASSA)
CASSA dikembangkan oleh Bernard yang telah diuji dan mendapat persetujuan dari tiga ahli Rational Emotive Behaviour Therapy. Skala ini terdiri dari 16 pernyataan dengan empat pilihan jawaban pada masing-masing pernyataan, dan digunakan untuk mengukur positif
self-regard dan negative self-evaluation subyek. Kisi-kisi skala penerimaan
(6)
Tabel 3.6 Kisi-Kisi Skala Penerimaan Diri CASSA
Faktor-faktor Dimensi Nomor
item Positive
self-regard
Penerimaan individu terhadap setiap pengalaman subyektifnya baik
pengalaman negatif atau positif dengan hangat dan dengan pemahaman yang tidak menghakimi
1, 3, 6, 8, 9, 12, 14, 15
Negative self-evaluation
Penilaian diri secara global sebagaimana pentingnya pendapat orang lain dan ferforma diri sebagai dasar untuk menentukan nilai diri seseorang.
2, 4, 5, 7, 10, 11, 13, 16
3.6.Teknik Analisis Data
Dalam menganalisis data studi kasus, Yin (2011), menyarankan untuk menggunakan teknik analisis Miles dan Huberman. Data-data yang terkumpul di analisis dengan tiga langkah mengikuti model Miles dan Huberman (dalam Sugiyono, 2009), yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan dan verifikasi.