Tinjauan hukum islam terhadap pemberian wasiat dengan kadar lebih dari 1/3 harta peninggalan kepada anak angkat : studi kasus di Desa Kemudi Kecamatan Duduk Sampeyan Kabupaten Gresik.

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN WASIAT
DENGAN KADAR LEBIH DARI 1/3 HARTA PENINGGALAN
KEPADA ANAK ANGKAT
(Studi Kasus Di Desa Kemudi Kecamatan Duduk Sampeyan Kabupaten Gresik)

SKRIPSI

Oleh:
Zunia Arizka Putri
NIM. C71213138

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
Fakultas Syari’ah dan Hukum
Jurusan Hukum Perdata Islam
Prodi Hukum Keluarga
Surabaya
2017

ABSTRAK

Skripsi ini adalah hasil dari penelitian lapangan untuk mengetahui

bagaimana kronologi kasuspemberian wasiat dengan kadar lebih dari 1/3 harta
peninggalan kepada anak angkat di Desa Kemudi Kecamatan Duduk Sampeyan
Kabupaten Gresik dan bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap pemberian
wasiat dengan kadar lebih dari 1/3 harta peninggalan kepada anak angkat di Desa
Kemudi Kecamatan Duduk Sampeyan Kabupaten Gresik.
Metode pengumpulan data yang digunakan skripsi ini adalah dengan cara
wawancara dan pustaka, selanjutnya pengelolaan data menggunakan teknik
editing dan organizing. Kemudian dianalisis dengan teknik deskriptif verifikatif
dengan menggunakan pola pikir deduktif.
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: pertama, pemberian
wasiat melebihi 1/3 harta peninggalan kepada anak angkat disebabkan oleh
permintaan dari pihak ayah kandung kepada ibu angkatnya dengan tujuan supaya
anak angkat bisa merawat orangtua angkatnya dengan baik, meskipun dalam hal
ini ahli waris tidak menyetujuinya; kedua, pemberian wasiat tersebut tidak sesuai
dengan ketentuan dalam al-Qur’an dan hadis begitu juga dengan pendapat ulama.
Selain itu juga, tidak sesuai dengan pasal 195 ayat 2 KHI yang berbunyi: “Wasiat
hanya dapat diperbolehkan sebanyak-banyaknya sepertiga harta warisan, kecuali
apabila semua ahli waris menyetujuinya”.
Sejalan dengan kesimpulan di atas, maka disarankan: pertama, bagi
masyarakat Desa Kemudi, hendaknya lebih mengerti, memahami dan

menjalankan hukum Islam tentang waris dan wasiat sebagaimana mestinya;
kedua, bagi tokoh masyarakat, supaya membimbing dan mengayomi masyarakat
dalam pelaksanaan hukum Islam, khususnya pada masalah wasiat.

v

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ...............................................................................................

i

PERNYATAAN KEASLIAN ...............................................................................

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBINGAN ...................................................................


iii

ABSTRAK ............................................................................................................

iv

KATA PENGANTAR ..........................................................................................

v

DAFTAR ISI .......................................................................................................

viii

DAFTAR TRANSLITERASI ...............................................................................

x

MOTTO ................................................................................................................


xiii

PERSEMBAHAN .................................................................................................

xiv

BAB I

PENDAHULUAN .................................................................................

1

A. Latar Belakang Masalah ..................................................................

1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah ....................................................

6


C. Rumusan Masalah ............................................................................

6

D. Kajian Pustaka .................................................................................

7

E. Tujuan Penelitian .............................................................................

9

F. Kegunaan Hasil Penelitian ...............................................................

10

G. Definisi Operasional ........................................................................

11


H. Metode Penelitian ............................................................................

11

I. Sistematika Pembahasan .................................................................

15

BAB II WASIAT MENURUT ISLAM ..............................................................

17

A. Pengertian Wasiat ............................................................................

17

B. Dasar Hukum Wasiat .......................................................................

19


C. Rukun dan Syarat Wasiat ................................................................

22

D. Hal-hal Yang Membatalkan Wasiat ................................................

29

E. Pelaksanaan dan Batasan Wasiat .....................................................

31

BAB III KRONOLOGI PEMBERIAN WASIAT DI DESA KEMUDI
KECAMATAN DUDUK SAMPEYAN KABUPATEN GRESIK ..... .

37

A. Deskripsi Umum Desa Kemudi .......................................................

37


viii

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

B. Faktor-faktor yang Melatarbelakangi Pemberian Wasiat ..............

39

C. Kronologi Kasus dan Pelaksanaan Wasiat .....................................

40

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN
WASIAT DENGAN KADAR LEBIH DARI 1/3 HARTA
PENINGGALAN KEPADA ANAK ANGKAT ...................................

52

A. Analisis Terhadap Pemberian Wasiat Dengan Kadar Lebih Dari

1/3 Harta Warisan Kepada Anak Angkat ........................................

52

B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pemberian Wasiat Dengan
Kadar Lebih Dari 1/3 Harta Warisan Kepada Anak Angkat...........

55

BAB V PENUTUP ................................................................................................

58

A. Kesimpulan .....................................................................................

58

B. Saran ...............................................................................................

59


DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................

60

LAMPIRAN

ix

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Islam agama yang paripurna dan mengatur semua aspek dalam kehidupan
manusia, mulai dari kehidupan dirana publik sampai kehidupan di rana
domestik. Salah satu aspek yang diatur dalam hukum Islam adalah hukum
keluarga. Hukum keluarga di sini meliputi hukum perkawinan, perceraian,
waris, hibah dan wasiat.1

Dalam hukum Islam, kewarisan dan wasiat merupakan dua hal yang
berhubungan. Hal itu dikarenakan keduanya sama-sama berkaitan dengan
harta peninggalan, yaitu semua yang ditinggalkan oleh mayit dalam arti
segala sesuatu yang ada saat seseorang meninggal dunia.2 Akan tetapi,
kewarisan mempunyai sifat ijba>rin. Bagi umat Islam semakin banyak berderma dan
bersedekah akan semakin kuat dan memperkokoh keimanan dan ketakwaan
kepada Allah dan Rasulullah.
Wasiat merupakan pemindahan hak milik yang bersifat terbatas, yaitu
hanya sepertiga dari harta peninggalan yang dapat diwasiatkan untuk
diserahkan kepada orang lain, kecuali apabila semua ahli waris menyetujui
maka wasiat boleh diberikan lebih dari sepertiga jumlah harta peninggalan.

7

Ibid.,221.
Departemen Agama, Al-Qur’an dan terjemahnya (Jakarta: J-ART, 2007), 28.
9
Abi Dawud, Sarah Sunan Abi Dawud (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1996), 331.
8

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

4

Pemberian terbatas ini dimaksudkan agar jangan sampai merugikan ahli
waris.10
Dalam prakteknya, umat Islam masih banyak yang tidak berpedoman
pada al-Qur’an dalam melakukan pemberian wasiat. Sebagaimana yang
dilakukan oleh masyarakat Desa Kemudi Kecamatan Duduk Sampeyan
Kabupaten Gresik. Mereka melakukan pembagian harta warisan masih secara
adat atau kebiasaan yang sudah berlaku sejak dahulu sampai sekarang.
Hukum waris yang menurut adat ini dilakukan secara turun temurun,
sehingga hukum kewarisan secara adat ini sampai sekarang masih berlaku,
meskipun hukum adat tentang kewarisan ini tidak dibukukan, seperti yang
dilakukan masyarakat Desa Kemudi.
Dalam pembagian harta waris masyarakat Desa Kemudi masih
mempertahankan tradisinya yaitu bagian ahli waris yang tinggal serumah
dengan pewaris lebih banyak dibandingkan ahli waris yang lain.
Kebiasaan masyarakat Desa Kemudi dalam melakukan pembagian
warisan tidak berdasarkan ketentuan yang sudah diatur dalam hukum Islam.
Dari kebiasaaan dalam pemberian warisan yang melalui wasiat tidak sesuai
sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 195 ayat 2 KHI menyatakan bahwa
“wasiat hanya diperbolehkan sebanyak-banyaknya sepertiga harta warisan
kecuali apabila semua ahli waris menyetujui.11 Ketika ada wasiat yang

10

Bahder Johan Nasution, Hukum Perdata Islam (Bandung: Mandar Maju, 1997), 58.
Himpunan Undang-Undang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam, Cet.I (Jakarta:Citra
Media Pratama, 2008), 543.
11

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

5

memberikan hak harta lebih dari sepertiga maka disyaratkan harus dengan
persetujuan para ahli waris.
Di sinilah kemudian penulis menemukan suatu kasus yang sangat
menarik yaitu kasus pasangan dari Ibu Siti dengan Bapak Mad (alm), dalam
kasus ini pasangan tersebut tidak mempunyai anak sama sekali. Dalam
kebiasaan jika tidak mempunyai keturunan maka pasangan tersebut
mengangkat anak (tanpa di sahkan di depan Pengadilan) dari saudaranya
untuk diramut dan menemani di masa tuanya. Pasangan dari Ibu Siti dan
Bapak Mad (alm) mengangkat Rusdin dari orang tua kandungnya yaitu Ibu
Tini dan Bapak Dhaib yang merupakan adik kandung dari Ibu Siti Dan pada
saat Ibu Siti(alm) dan Bapak Mad (alm) meninggal, mewasiatkan harta
peninggalannya kepada Rusdin seluruh hartanya. Hal ini tentu sangat
problematik, terlebih ketika para ahli waris dari Ibu Siti (alm) yang terdiri
dari Thina, Tami, Parman, Ali tidak menyetujui. 12
Dari permasalahan di atas, penulis tertarik melakukan penelitian lebih
mendalam dan membahasnya dalam sebuah skripsi dengan judul “Tinjauan
Hukum Islam Terhadap Wasiat dengan Kadar Lebih dari 1/3 Harta
Peninggalan Kepada Anak Angkat (Studi Kasus di Desa Kemudi Kecamatan
Duduk Sampeyan Kabupaten Gresik).

12

Ali (Ahli Waris), Wawancara, Desa Kemudi, 05 Oktober 2016.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

6

B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Dari latar belakang masalah diatas, penulis mengidentifikasikan masalahmasalah sebagai berikut :
1. Kebiasaan anak angkat (anak yang meramut) mendapatkan warisan
melebihi dari 1/3 harta warisan.
2. Kronologi kasus pemberian wasiat dengan kadar lebih dari 1/3 harta
peninggalan kepada anak angkat.
3. Tinjauan hukum Islam terhadap pemberian wasiat dengan kadar lebih dari
1/3 harta peninggalan kepada anak angkat.
Dengan banyaknya permasalahan yang ada, maka penulis membatasi
penelitian ini pada :
1. Kronologi kasus pemberian wasiat dengan kadar lebih dari 1/3 harta
warisan kepada anak angkat.
2. Tinjauan hukum Islam terhadap pemberian wasiat dengan kadar lebih dari
1/3 harta peninggalan kepada anak angkat.

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang dipaparkan, maka
permasalahan tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana kronologi kasus pemberian wasiat dengan kadar lebih dari 1/3
harta peninggalan kepada anak angkat di Desa Kemudi Kecamatan Duduk
Sampeyan Kabupaten Gresik?

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

7

2. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap pemberian wasiat dengan
kadar lebih dari 1/3 harta peninggalan kepada anak angkat di Desa
Kemudi Kecamatan Duduk Sampeyan Kabupaten Gresik?

D. Kajian Pustaka
Kajian pustaka adalah deskripsi ringkas tentang kajian atau penelitian
yang sudah pernah dilakukan diseputar masalah yang akan diteliti, sehingga
terlihat jelas bahwa kajian yang akan dilakukan ini tidak merupakan
pengulangan atau duplikasi dari kajian atau penelitian yang pernah ada.
Berdasarkan deskripsi tersebut, posisi penelitian yang akan dilakukan harus
dijelaskan.13
Tentang masalah Wasiat untuk anak angkat telah banyak diteliti,
diantaranya adalah :
1. Analisis Hukum Islam Terhadap Putusan Pengadilan Agama Sidoarjo
Tentang Pelaksanaan Wasiat Wajibah Anak Angkat Bersamaan Dengan
Pembagian Harta Waris (Studi Kasus No.223/Pdt.G/2005/PA.Sda),
Skripsi yang ditulis oleh Rizqi Haq, Sarjana Fakultas Syari’ah Institut
Agama Islam Negeri Sunan Ampel (2009). Dalam skripsi ini menjelaskan
tentang pelaksanaan wasiat wajibah yang bersamaan dengan pembagian
harta waris harus dilakukan dan didahulukan bagian wasiat wajibah,

13

Tim penyusun Fakultas Syari’ah dan Ekonomi Islam , Petunjuk Teknis Penulisan Skripsi
(Surabaya: UIN Sunan Ampel Surabaya, 2015), 8.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

8

berdasarkan al Qur’an surat an Nisa ayat 11 dan sesuai dengan pasal 209
KHI.14
2. Relevansi pasal 209 Kompilasi Hukum Islam (KHI) tentang Ketentuan
Wasiat Wajibah Bagi Anak Angkat atau Orang tua Angkat dengan Kitab
Fiqih yang Menjadi Referensinya. Skripsi yang disusun oleh Mohammad
Abdul Ghofur sarjana Fakultas Syari’ah Institut Agama Islam Negeri
Sunan Ampel (2012). Dalam skripsi ini membahas tentang wasiat anak
angkat yang diarahkan kepada ketentuan Pasal 209 KHI dengan kitabkitab Fikih.15
3. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Wasiat Seluruh Harta Peninggalan Bagi
Anak Angkat (Studi Kasus di Desa Kepung Kecamatan Kepung
Kabupaten Kediri). Skripsi yang disusun oleh Dina Awwalum
Munawaroh, Sarjanah Fakultas Syari’ah Institut Agama Islam Negeri
Sunan Ampel (2011). Dalam skripsi ini menjelaskan solusi-solusi hukum
terkait wasiat seluruh harta bagi anak angkat menurut KHI, dalam kasus
ini pasangan suami istri yang mengangkat Andi Sumanto dengan alasan
bahwa ibu Kasinem tidak punya anak sama sekali, dan dalam
pengangkatan anak disahkan oleh Pengadilan Agama.16

14

Rizqi Haq,“Analisis Hukum Islam Terhadap Putusan Pengadilan Agama Sidoarjo
no.223/Pdt.G/2005/PA.Sda Tentang Pelaksanaan Wasiat Wajibah Anak Angkat Bersamaan
Dengan Pembagian Harta Waris” (Skripsi--IAIN Sunan Ampel, Surabaya, 2009), 8.
15
Mohammad Abdul Ghofur, “Relevansi pasal 209 Kompilasi Hukum Islam (KHI) tentang
Ketentuan Wasiat Wajibah Bagi Anak Angkat atau Orang tua Angkat dengan Kitab Fiqih yang
Menjadi Referensinya” (Skripsi--IAIN Sunan Ampel, Surabaya, 2012), 7.
16
Dina Awwalum Munawaroh, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Wasiat Seluruh Harta
Peninggalan Bagi Anak Angkat (Studi Kasus di Desa Kepung Kecamatan Kepung Kabupaten
Kediri” (Skripsi--IAIN Sunan Ampel, Surabaya, 2011), 8.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

9

4. Analisis Hukum Islam Terhadap Pemberian Wasiat Harta Kepada
Keponakan Yang Melebihi Sepertiga Bagian Dari Harta Pewasiat (Studi
Kasus Di Desa Tegalrejo Kecamatan Widang Kabupaten Tuban). Skripsi
yang disusun oleh Rudianto, Sarjana Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam
Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel (2013). Dalam skripsi ini
menjelaskan kasus sengketa keluarga tentang harta waris seorang laki-laki
yang hanya memiliki satu orang anak dan satu orang cucu saja, sehingga
sisa harta waris yang ada diwasiatkan kepada keponakan yang mana
jumlah harta wasiat tersebut melebihi sepertiga bagian dari harta
pewasiat.17
Adapun skripsi yang akan dibahas berjudul “Tinjauan Hukum Islam
terhadap pemberian wasiat dengan kadar lebih dari 1/3 harta peninggalan
kepada anak angkat”. Permasalahannya yaitu pemberian wasiat semua harta
kepada keponakan yang diangkat sebagai anak dengan adat jawa tanpa
pengesahan di depan Pengadilan Agama, sedangkan ahli waris tidak
menyetujui. Dengan demikian dapat diketahui dengan jelas bahwa penelitian
yang dilakukan dalam skripsi ini tidak merupakan duplikasi dengan skripsi
atau penelitian sebelumnya.

E. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dihasilkan dari rumusan masalah adalah:
17

Rudianto, “Analisis Hukum Islam Terhadap Pemberian Wasiat Harta Kepada Keponakan Yang
Melebihi Sepertiga Bagian Dari Harta Pewasiat (Studi Kasus Di Desa Tegalrejo Kecamatan
Widang Kabupaten Tuban)” (Skripsi--IAIN Sunan Ampel, Surabaya, 2013), 9.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

10

1. Mengetahui kronologi kasus pemberian wasiat dengan kadar lebih dari
1/3 harta peninggalan kepada anak angkat di Desa Kemudi Kecamatan
Duduk Sampeyan Kabupaten Gresik.
2. Mengetahui tinjauan hukum Islam terhadap pemberian wasiat dengan
kadar lebih dari 1/3 harta peninggalan kepada anak angkat di Desa
Kemudi Kecamatan Duduk Sampeyan Kabupaten Gresik.

F. Kegunaan Hasil Penelitian
Adapun kegunaan dari hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfa’at
dalam bidang keilmuan hukum pada umumnya dan khususnya pada
Mahasiswa Fakultas Syari’ah dan Hukum dengan rincian sebagai berikut:
1.

Kegunaan secara teoritis, penelitian ini diharapkan berguna bagi
kalangan akademis sebagai tambahan wawasan keilmuan seputar hukum
keluarga Islam terutama yang berkaitan dengan wasiat dengan kadar
lebih dari 1/3 harta peninggalan kepada anak angkat.

2.

Kegunaan secara praktis, penelitian ini diharapkan sebagai acuan dasar
untuk memecahkan permasalahan dalam pemberian wasiat dengan kadar
lebih dari 1/3 harta peninggalan kepada anak angkat, sehingga dapat
memberikan informasi bagi masyarakat Desa Kemudi Kecamatan Duduk
Sampeyan Kabupaten Gresik, khususnya pada tokoh masyarakat dalam
rangka memperjelas dan menyempurnakan aturan tentang ketentuan
pemberian wasiat menurut hukum Islam.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

11

G. Definisi Operasional
Untuk menghindari kesalahpahaman terhadap pengertian yang dimaksud,
maka perlu ditegaskan maksud dari judul secara terperinci sebagai berikut :
1. Hukum Islam : Hukum Islam yang dimaksud di sini adalah peraturanperaturan atau ketentuan-ketentuan al-Qur’an, Hadis,
dan Kompilasi Hukum Islam.
2. Anak Angkat: Kebiasaan di masyarakat kalau tidak mempunyai
keturunan mengambil anak dari saudaranya untuk bisa
meramut dan menemani masa tuanya.

H. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Penelitian ini juga
merupakan penelitian lapangan, karena data utama di ambil dari sumbersumber yang ada di lapangan. Dalam penulisan skripsi ini, teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara dan pustaka. Untuk
mendukung analisa, maka peneliti juga menggunakan literatur-literatur yang
mendukung yang sesuai dengan wasiat seluruh harta terhadap anak angkat di
Desa Kemudi Kecamatan Duduk Sampeyan Kabupaten Gresik.
1. Data yang dikumpulkan
Data yang dikumpulkan pada penelitian ini pada dasarnya bisa
diklasifikasikan menjadi data-data sebagai berikut:
a. Data terkait kronologi pemberian wasiat dengan kadar lebih dari 1/3
harta warisan kepada anak angkat.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

12

b. Data-data pendukung seperti teori ataupun hal-hal lain yang
diperlukan untuk mendukung analisa dalam penelitian ini.
2. Sumber Data
a. Sumber data primer
Sumber data primer adalah sumber yang mana darinya adalah data
utama diambil. Sumber data primer berasal dari Anak angkat yang
mendapatkan wasiat dengan kadar lebih dari 1/3 harta warisan, saudara
kandung, dan keponakan.
b. Sumber data sekunder
Sumber data sekunder adalah yang tidak langsung memberikan
data kepada pengumpul data, misalnya orang lain atau dokumen,18
yang terdiri dari :
1) Kepala Desa atau Lurah Desa Kemudi Kecamatan Duduk
Sampeyan Kabupaten Gresik
2) Tokoh masyarakat desa Kemudi Kecamatan Duduk Sampeyan
Kabupaten Gresik
3) Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah
4) Ali Parman, Kewarisan dalam Al-Qur’an
5) Amir Syarifudin, Hukum Kewarisan Islam
6) Bahder Johan Nasution, Hukum Perdata Islam
7) Dan Lain-lain.

18

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitati Kualitatif dan R&D, Cet VI (Bandung: Alfabeta
2009), 137

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

13

3. Teknik Pengumpulan Data
a. Interview (wawancara)

Interview atau wawancara adalah suatu percakapan yang
diarahkan pada suatu masalah tertentu, ini merupakan proses tanya
jawab lisan, dimana dua orang atau lebih berhadap-hadapan secara
fisik.19 Dalam penelitian ini penulis mengadakan wawancara dan tanya
jawab secara langsung dengan kepala desa, tokoh masyarakat atau
tokoh agama, dan masyarakat Desa Kemudi yang melakukan
pemberian wasiat untuk ahli waris yang terhalang dengan kadar lebih
dari 1/3 harta warisannya.
b. Pustaka
Untuk

mempermudah

dalam

memperoleh

data

dalam

pembahasan ini, maka penulis menggunakan teknik kepustakaan
(library research),

yaitu suatu kegiatan yang dilakukan dengan

mencari buku-buku atau sumber-sumber yang kemudian dijadikan
acuan atau pisau analisis untuk meneliti sesuatu.
4. Teknik Pengolahan Data
Setelah

data

yang

dikumpulkan

dalam

penelitian

berhasil

dikumpulkan, peneliti melakukan pengolahan data.

19

Pius A Paratanto. M. Dahlan Al-Bary, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Arkola, 2001), 225.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

14

a. Editing
Pemeriksaan kembali semua data yang diperoleh terutama dari
segi kelengkapan, kejelasan makna, keselarasan antara data yang ada
dan relevansi penelitian.

b. Organizing
Menyusun kembali data-data yang telah didapat dalam
penelitian yang diperlukan dalam kerangka paparan yang sudah
direncanakan dengan rumusan masalah secara sistematis. Data –data
yang telah divalidasi ulang kemudian disusun secara sistematis untuk
memudahkan penulis dalam menganalisis data.
5. Teknik Analisis Data
Teknik yang digunakan dalam metode ini adalah teknik deskriptif
verifikatif dengan menggunakan pola pikir deduktif, yaitu teknik yang
menggambarkan data apa adanya dan berangkat dari variabel yang
bersifat umum.
Teori yang di gunakan yaitu teori hukum Islam kemudian di
verifikasikan dan diaplikasikan kepada variabel yang bersifat khusus yaitu
pemberian wasiat dengan kadar lebih dari 1/3 harta warisan kepada anak
angkat.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

15

I. Sistematika Pembahasan
Demi tersusunnnya skripsi yang sistematis, terarah dan mudah untuk
dipahami maka dalam penelitian ini perlu dibuatkan sistematika pembahasan
yang tersusun sebagai berikut:
Bab pertama, merupakan pendahuluan yang terdiri dari latar belakang
masalah, identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, kajian pustaka,
tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional, metode
penelitian dan sistematika pembahasan.
Bab kedua, pada bab ini menjelaskan landasan teori yang membahas
tentang pengertian dan dasar hukum wasiat, rukun dan syarat wasiat, serta
pelaksanaan dan batasan wasiat.
Bab ketiga, pada bab ini berisi data-data yang akan menjawab penelitian,
dalam bab ini akan dijelaskan kronologi kasus dan pelaksanaan wasiat dengan
kadar lebih dari 1/3 harta warisan kepada anak angkat di Desa Kemudi
Kecamatan Duduk Sampeyan Kabupaten Gresik, meliputi pelaksanaan wasiat
dengan kadar lebih dari 1/3 harta warisan yang ada di Desa Kemudi, dan
faktor-faktor yang melatar belakangi terjadinya pemberian wasiat.
Bab keempat, pada bab ini berisi tentang tinjauan hukum Islam terhadap
pemberian harta wasiat dengan kadar lebih dari 1/3 harta warisan kepada
anak angkat yang ada di Desa Kemudi Kecamatan Benjeng Kabupaten
Gresik.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

16

Bab kelima, bab ini merupakan penutup yang terdiri dari kesimpulan dari
hasil penelitian lapangan dan saran yang diberikan sesuai dengan
permasalahan yang ada.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB II
WASIAT MENURUT ISLAM

A. Pengertian Wasiat dan Dasar Hukumnya
1. Pengertian Wasiat
Untuk mengetahui pengertian wasiat ditinjau dari segi etimologi atau
terminologi, yaitu :
a. Pengertian wasiat ditinjau dari segi etimologi
Wasiat menurut bahasa mengandung beberapa arti yaitu:
menjadikan,

menaruh

belas

kasihan,

berpesan,

menyambung,

memerintahkan dan mewajibkan.1 Dalam al-Qur’an kata wasiat banyak
ditemukan dengan arti dan makna yang berbeda-beda. Perbedaan ini
disebabkan karena penggunaan kata wasiat yang berbeda-beda dalam
konteks permasalahnnya. Di antara kata wasiat tersebut adalah :
1) Menunjukkan makna mensyariat, sebagaimana diatur dalam alQur’an surat as-Syura ayat 13 yang berbunyi :

‫ص ْي َا بِ ِه أِب َْر ِهي َْم‬
َ ‫صى بِ ِه و ح َاوالَ ِ أ َ ْو َح ْي َا ِإ َليْكَ َو َما َو‬
َ ‫ع لَ ْم ِم َ الَ ِد ْي ِ َم َاو‬
َ ‫ش ََر‬
ْ
َ
َ
ْ
ْ
ٌ
ٌ
َ ‫ع َى ا ل ْ ِر ِك ْي‬
َ ‫سى أ ْ أقِ ْي وا ا ِلد ْي َ َو َّ ت َتَفَ َرقوا فِ ْي ِه َك َر‬
َ ‫َومو َى َو ِعي‬
َ َ ‫َماتَدْعوه ْم ِإلَ ْي ِه‬
ِ ‫ل يَ ْ ت َ ِى ِإلَ ْي ِه َم يَ َا ء َويَ ْ ِد ِإلَ ْي ِه َم ْ ي ِ ْي‬

Dia telah mensyari’atkan bagi kamu tentang agama apa yang
telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang Kami
wasiatkan kepada Ibrahim, Musa, dan Isa yaitu : tentangnya.
Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru
mereka kepadanya.Allah menarik kepada agama itu orang yang
dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya
orang yang kembali (kepada-Nya).”2

1

Idris Ramulyo, Perbandingan Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam Dengan Kewarisan Menurut
Undang-Undang Hukum Perdata (BW) (Jakarta: Radar Jaya, 1994), 131.
2
Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya (Jakarta: Widya Cahaya, 2011), 785.

17

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

18

2) Menunjukkan makna pesan, sebagaimana diatur dalam al-Qur’an
surat al-Baqarah ayat 180 yang berbunyi :

َ ‫صيَ ِل ْ َوا ِلدَ ْي ِ َواأ ْق َر ِب ْي‬
ِ ‫ض َر أ َ َحدَكم ْال َ ْو إِ ْ ت ََر َ َخيْرا ْال َو‬
َ ‫ع َ ْي ْم إِ َا َح‬
َ َ
ْ
ً
َ
َ
} ٨ { َ ‫ع ى ال ت ِقي‬
ِ ‫َ ْعر‬
َ ‫وف َحقا‬

َ ‫كت‬
‫بِ ْال‬

Diwajibkan atas kamu, apabila seorang diantara kamu
kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta
yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya
secara ma’ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang
bertakwa.3

b. Pengertian Wasiat Ditinjau dari Segi Terminologi
Ulama fiqih mendefinisikan wasiat dengan pengesahan harta secara
suka rela dari seorang kepada pihak lain yang berlaku setelah orang
tersebut wafat, baik harta itu berbentuk materi maupun manfaat.4
Sayyid Sabiq dalam mendefinisikan wasiat lebih longgar karena
menurutnya sesuatu yang dapat diwasiatkan itu dapat berupa barang,
hutang dan manfaat. Sebagaimana dijelaskan dalam Fikih Sunnah
Sayyid Sabiq bahwa wasiat adalah pemberian seseorang kepada orang
lain baik berupa barang, piutang ataupun manfaat untuk dimiliki oleh
orang yang diberi wasiat sesudah orang yang berwasiat mati,5
sedangkan menurut Hanafi sebagaimana dalam buku Idris Ramulyo
menyatakan bahwa wasiat adalah memberikan hak memiliki sesuatu
secara sukarela (tabarru’) yang pelaksanaannya ditangguhkan setelah

3

Ibid., 44.
Abdul Aziz Dahlan, Ensklipedi Hukum Islam (Jakarta: PT.Lehtiar Baru, 1997), 126.
5
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, terj. Mudzakir AS, jilid 14 (Bandung: Alma’arif, 1998), 215.
5
Sukris Sarmadi, Transendensi Keadilan Hukum Waris Islam Transformatif (Jakarta: PT.Raja
Grafindo Persada, 1997), 215.
4

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

19

adanya peristiwa kematian dari yang memberikan, baik sesuatu itu
berupa barang maupun manfaat.6
Dari berbagai pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa wasiat
adalah pemberian seseorang kepada orang lain atau beberapa orang
(lembaga) baik berupa barang, pembebasan, atau pelunasan hutang atau
manfaat yang akan menjadi milik orang yng diberi wasiat setelah orang
yang berwasiat meninggal dunia.
2. Dasar Hukum Wasiat
Adapun yang menjadi dasar hukum wasiat adalah al-Qur’an, hadis,
ijma’, dan secara logika:
a. Al-Qur’an
Diatur dalam surat Al-Baqarah ayat 180 dan 240 yang berbunyi :

َ ‫صيَ ِل ْ َوا ِلدَ ْي ِ َواأ ْق َر ِب ْي‬
ِ ‫ض َر أ َ َحدَكم ْال َ ْو ِإ ْ ت ََر َ َخيْرا ْال َو‬
َ ‫ع َ ْي ْم ِإ َا َح‬
َ َ
ً
} ٨ { َ ‫ع َى ْال ت َ ِقي‬
‫ا‬
‫ق‬
‫ح‬
‫وف‬
َ َ ِ ‫َ ْعر‬
Diwajibkan

atas

kamu,

apabila

seorang

diantara

‫ك ِت‬
‫ِب ْال‬

kamu

kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang
banyak. Berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara
maruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.7

َ ِ ‫اج ِ ْم َمت َاعا إَلى ْال َ ْو‬
‫غي َْر‬
ِ ‫اَلَ ِي َ يت ََوفَو َ ِم ْ ْم َويَ َرو َ أ َ ْ َواجا َو‬
ِ ‫صيَ أ ْ َو‬
ِ‫ع َ ْي ْم فِ َما فَعَ ْ َ فِ أ َ ْف ِس َ ِم ْ َم ْعر ْوف َول‬
َ َ ‫ِإ ْخ َرا فَ ِ ْ خ ََرجْ َ فَلَ ج َا‬
} ٤ { ‫ع ِ ي ٌ َح ِ ي ٌم‬
َ
Dan orang-orang yang akan meninggal dunia diantara kamudian
meninggalkan isteri, hendaklah berwasiat untuk isteri-isterinya,
(yaitu) diberi nafkah hingga setahun lamanya dan tidak disuruh
pindah (dari rumahnya), akan tetapi jika mereka pindah (sendiri),
6

Idris Ramulyo, Perbandingan Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam Dengan Kewarisan Menurut
Undang-Undang Hukum Perdata (BW),132.
7
Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, 265.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

20

Maka tidak ada dosa bagimu (wali atau waris dari yang
meninggal) membiarkan mereka berbuat yang ma’ruf terhadap
diri mereka, dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”8
Diatur juga dalam surat An-Nisa ayat 11 dan ayat 12 yang
berbunyi:

}

{ ‫صى بِ َ ا أ َ ْودَ ْي‬
ِ ‫َو‬
َ ‫صيَ ي ْو‬

(pembagian tersebut diatas) sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat
atau (dan) sesudah dibayar hutangnya.9

}

َ ‫صى ِب َ ا أ َ ْودَ ْي‬
{ ‫ع ِي ٌم َح ِي ٌم‬
ِ ‫ِم ْ َ ْع ِد َو‬
َ ِ‫صيَ ِم َ لِ ول‬
ِ ‫ضار َو‬
َ ‫غي َْر م‬
َ ‫صيَ ي ْو‬
……sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah
dibayar hutangnya dengan tidak member madharat (kepada ahli
waris) Allah menetapkan demikian itu sebagai syari’at yang
dibenarkan dari Allah dan Allah maha mengetahui dan maha
menyantuni.10
Ayat-ayat di atas menunjukan secara jelas mengenai hukum

wasiat serta teknis pelaksanaanya, serta materi yang menjadi obyek
wasiat. Namun demikian para ulama berbeda pendapat dalam
memahami dan menafsirkan wasiat.
b. Al-Hadis
Adapun Hadis Nabi yang dapat dijadikan dasar hukum wasiat
diantaranya adalah sebagaimana diriwayatkan oleh Umar ra:

‫ َما َحق ْام ِر م ْس ِم لَه‬: ‫ع اب ا ر وّه ص ى ل ع يه و م قا‬
‫صيَته َم ْ تو َب ٌ ِع ْدَه‬
َ
ِ ‫ص ِف ْي ِه َي َ ْي لَ ْي َت َ ْي ِ ا َِّ َو‬
ِ ‫ش ْي ٌ ي ِريْد يو‬

Dari Umar ra, bahwa Rasulullah saw bersabda, “Tidak
sepatutnya bagi seorang muslim yang memiliki sesuatu yang

8

Ibid., 355.
M.Quraish Shihab, Tafsir Al Misbah (Jakarta: Lentera Hati, 2002), 431.
10
Ibid., 432.
9

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

21

ingin ia wasiatkan, lalu ia menginap dua malam, kecuali wasiat
itu telah tertulis disisinya.(H.R Muslim)11

ِ ‫ع‬
َ ْ‫ع‬
َ ِ ‫ع ِ ال َ ْه ِر‬
َ َ ‫ َحدَ َ َا ْفيَا ْب عيَ ْي‬,‫َحدَ َ َا ا ْب أ َ ِبى ع َ َر‬
ِ ‫ام ِر ا ٌ ْب‬
‫ضا أ َ ْشفَ ْي‬
‫َ ْع ِد ْب ِ أَبِى َوقَا‬
ْ ‫ َم ِر‬: َ ‫َع ْ أَبِ ْي ِه قَا‬
َ ‫عا َ ْالفَتْ َح َم َر‬
َ ‫ض‬
َ ‫ َيا َر و‬: ْ ‫فَق‬,‫ع َ ْي ِه َو َ َم َيع ْود ِى‬
َ ‫ص َى ل‬
َ ‫ِم ْه‬
َ ‫ع َى ال َ ْو ِ فَأ تَا ِى‬
: ‫وصى ِب َ ا ِل ك ِه؟ قَا‬
ِ ‫ل إِ َ ِلى َم َاّ َك ِيرا َولَ ْي َ َي ِر ِى إَِّا ٌ ْب َ ِت أَفَأ‬
ْ َ ‫ فَال‬: ْ ‫ ق‬.َّ : ‫فَ َ ْ َما ِل ؟ قَا‬: ْ ‫ ق‬.َّ
‫ ال ر ؟؟‬: ْ ‫ ق‬.َّ : َ ‫طر؟؟ قَا‬
ْ َ‫ اِ َ َك اِ ْ تَد‬,‫َك ِي ٌْر‬
‫ع َو َر َت َ َك ا َ ْغ ِيَا َء َخي ٌْر ِم ْ ا َ ْ تَدَ َع ْم‬
‫َوال‬
: َ ‫قَا‬
َ
َ ‫عالَ يَت َ َفَف ْو َ ال َا‬
Telah menceritakan kepada kami Ibnu Abi ‘Umar, telah
menceritakan kepada kami Sufyan bin ‘Uyainah dari Az Zuhri
dari ‘Amir bin Sa’d bin Abu Waqqash dari bapaknya dia berkata,
pada tahun fathu Makkah, aku tertimpa sakit dan aku merasa
akan mengalami kematian. Kemudian Rasulullah SAW
menjengukku, maka aku pun berkata pada beliau. “Wahai
Rasulullah, sesungguhnya aku memiliki harta yang banyak,
edangkan tidak ada orang yang akan mewarisiku kecuali anak
perempuan seorang diri. Apakah aku harus berwasiat dengan
hartaku
seluruhnya?”
beliau
menjawab:”Tidak”.
Aku
bertanya,”Atau duapertiga darinya?”Beliau menjawab:”Tidak”.
Aku berkata lagi,”Atau setengahnya?” Beliau menjawab:”Tidak”
Aku berkata lagi”kalau begitu sepertiga darinya?”Akhirnya
beliau bersabda:”Sepertiga. Namun, sepertiga jumlah yang
banyak. Sesungguhnya, bila kamu meninggalkan ahli warismu
dalam keadaan berkecukupan adalah lebih baik daripada kamu
meninggalkan mereka dalam keadaan fakir atau kekurangan
kepada manusia.12
c. Ijma’
Praktek pelaksanaan wasiat ini telah dilakukan oleh umat Islam
sejak zaman Rasulullah sampai sekarang. Tindakan yang demikian itu
tidak pernah diingkari oleh seorangpun.Dan ketiadaan ingkar
seseorang itu menunjukkan adanya ijma atau kesepakatan umat Islam
bahwa wasiat merupakan syariat Allah dan Rasulnya didasarkan atas

11
12

Imam Muslim, S}ahih Muslim, 596.
Ibid.,, 596.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

22

nash-nash al-Qur’an maupun hadist Nabi yang menerangkan tentang
keberadaan wasiat.13
d. Logika
Selain landasan-landasan di atas, menariknya Idris Ramulyo juga
menambahkan landasan lain, yaitu logika. Menurut tabi’at manusia
itu selalu bercita-cita supaya amal perbuatannya didunia diakhiri
dengan amal-amal kebajikan untuk menambah amal tabaru’nya
kepada Allah yang telah dimilikinya sesuai apa yang diperintahkan
Rasulullah saw.14

B. Rukun dan Syarat Wasiat
1. Rukun Wasiat
Wasiat yang telah di syariatkan dalam Islam merupakan suatu amalan
yang sangat di anjurkan. Agar wasiat dapat dilaksanakan sesuai dengan
kehendak syariat, maka dibutuhkan sebuah aturan yang di dalamnya
mencakup rukun dan syarat wasiat. Muhammad Jawwad Mughiyah
menerangkan bahwa rukun wasiat ada empat yaitu: redaksi wasiat

(s}ig> hat), pemberi wasiat (mu>si} )> , penerima wasiat (mu>sa} l> ah), dan barang
yang diwasiatkan (mu>sa} b> ih). 15

13

M. Ali Hasan, Hukum Waris dalam Islam (Jakarta: Raja Grafindo Pustaka, 1996), 21.
M. Idris Ramulyo, Perbandingan Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam Dengan Kewarisan
Menurut Undang-Undang Hukum Perdata (BW), 134.
15
Muhammad Jawwad Mughniyah, Fiqh Lima Madzab, terj. Masykur A.B (Jakarta: Center
Basitama, 2002), 504.
14

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

23

Begitu juga Jumhur Ulama mengatakan rukun wasiat ada empat yaitu
adanya mu>si} > (pihak pembuat wasiat), adanya mu>sa} l> ah (penerima wasiat),
adanya Mu>sa} b> ih (sesuatu/barang yang diwasiatkan), adanya s}ig> hat
(ucapan serah terima), S}ig> hat terjadi dengan adanya ijab dari mu>si} >,
misalnya “Aku berwasiat untuk fulan akan sesuatu itu.” Sedangkan qabul
berasal dari pihak mu>sa} l> ah yang sudah jelas ditentukan.16
Menurut Sayyid Sabiq rukun wasiat yaitu “ijab dan kabul”.
Sebenarnya Sayyid Sabiq dalam memeberikan ketentuan tentang rukun
wasiat adalah sama dengan yang dikemukakan oleh Jawwad Mughniyah
karena ijab kabul itu membutuhkan subyek dan obyek sehingga walaupun
rukun wasiat itu hanya disebutkan satu saja sebagaimana pendapat
Sayyid Sabiq, ijab dan kabul telah mencapai rukun-rukun yang lain yaitu
orang yang berwasiat dan penerima wasiat.17 Sehingga berdasarkan uraian
diatas dapat dipahami bahwa rukun wasiat itu terdiri dari empat hal yaitu:
a. Mu>si} > (orang yang berwasiat)
b. Mu>sa} l> ah (orang yang menerima wasiat)
c. Mu>sa} b> ih (barang/sesuatu yang diwasiatkan)
d. S}ig> hat (redaksi ijab dan kabul/ lafadz)

16

Wahbah Az-Zuhaily, Fiqh Islam Wa Adillatuhu, terj. Abdul Hayyie Al-Kattani (Jakarta: Gema
Isnani, 2011), 161.
17
Sayyid Sabbiq, Fikih Sunnah…, 224.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

24

2. Syarat-syarat Wasiat
Dari keempat rukun di atas, masing-masing mempunyai syarat dan
harus dipenuhi agar wasiat menjadi sah. Adapun mengenai syarat masingmasing rukun wasiat tersebut adalah sebagai berikut:
a. Orang yang berwasiat (mu>si} )>
Bagi orang yang berwasiat disyariatkan orang yang memiliki
kesanggupan melepaskan hak miliknya kepada orang lain (ahli

tabarru’), oleh karena itu mushi adalah orang yang telah baligh,
berakal, dan merdeka.
Untuk itu wasiatnya orang gila, anak yang belum baligh, terjadi
perbedaan pendapat antara para ulama mengenai sah tidaknya wasiat
orang tersebut diatas. Lain halnya dengan Abu Hanifah beliau
menghukumi tidak sah wasiat anak kecil yang belum baligh.18
Sedangkan Abu Bakar r.a menyatakan tidak ada perbedaan pendapat
diantara pendapat-pendapat yang ada, bahwa wasiat seorang anak
yang sudah berumur sepuluh tahun adalah sah, dan wasiat anak yang
berumur di bawah tujuh tahun itu tidak sah. Imam Malik dalam
Kitabnya Al-Muwatt}a’ berpendapat bahwa wasiatnya anak kecil yang
belum dewasa tetapi berakal adalah sah.19
Di samping syarat-syarat di atas disyaratkan pula bagi mushi
yaitu ridha dan tidak dipaksa maupun terpaksa terhadap wasiat yang

18

Muhammad bin Ahmad Ibn Rusdi al-Qurtuby, Bidayatul Mujtahid, terj. Imam Ghazali Said dan
Ahmad Zaidun. 449.
19
M. Abdul Ghofar, Fiqih Wanita Edisi Lengkap (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 1998), 497.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

25

ia buat.20 Dari sini dapat disimpulkan, karena wasiat merupakan salah
satu tindakan yang akan berakibat beralihnya hak milik dari orang
yang berwasiat terhadap orang-orang yang menerima wasiat, maka
kerelaan terhadap wasiat yang ia buat tanpa didasari atas paksaan
mutlak diperlukan, yang selanjutnya menjadi syarat bagi sahnya
wasiat.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa orang yang
berwasiat disyaratkan atas hal-hal sebagai berikut :
1) Telah baligh
2) Berakal Sehat
3) Merdeka
4) Tidak Dipaksa
b. Mu>sa} l> ah (orang yang menerima wasiat)
Bagi Mu>sa} l> ah atau penerima wasiat disyaratkan atas hal-hal
sebagai berikut :
1) Penerima wasiat masih hidup ketika wasiat diucapkan
Keberadaan wasiat memang harus jelas kepada siapa dan
untuk siapa wasiat itu ditujukan. Akan tetapi mu>si} > telah
menunjukkan kepada siapa ia berwasiat, kemudian mus}halah atau
orang yang ditujukan menerima wasiat tadi meninggal terlebih
dahulu dari pada pewasiatnya. Jumhur ulama berpendapat bahwa
wasiat yang penerimanya meninggal lebih dulu adalah batal atau
20

Zakiyah Daradjat, Ilmu Fiqih III (Yogyakarta: Dana Bakti Wakaf, 1998), 170.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

26

gugur sedang sebagian ulama yang lain berpendapat tidak gugur
dan harta yang diwasiatkan menjadi hak ahli waris penerima
wasiat.21
2) Penerima wasiat bukan ahli waris dari pewasiat
Ibnu Hazm dan Fuqaha Malikiyah yang termasyur tidak
membolehkan sama sekali berwasiat kepada ahli waris yang
menerima pusaka, baik para ahli waris mengizinkan maupun tidak,
karena Allah menjelaskan melalui lisan Nabi Muhammad saw.22

‫ع ْ ش َرحْ ِ ْي َ ْب ِ م ْس ِم‬
‫عيَا‬
َ
َ َ ‫ع ْد ْال َوهَا ِ ْب ِ َ ْ دَ َ َحدَ َ َا ا ْب‬
َ ‫َحدَ َ َا‬
َ
َ ‫ع َ ْي ِه َو َ َ َم فَقَا َ اِ َالَ قَدْء أ ْع‬
‫طى‬
َ ‫ص َل‬
َ ‫َ ِ ْع أَبَا ا َما َم َ َ ِ ْع َر ْوّل‬
23
)‫صيَ َ ِل َو ِار (روه اب داود‬
ِ ‫ق َحقَه فَ َل َو‬
ِ ‫ك َ ِ َح‬
Diceritakan dari Abdul Wahab bin Najdah diceritakan dari Ibn
‘Aiyas dari Habilah Ibn Muslim dari Abu Umamah, ia berkata
aku mendengar Rosulullah SAW bersabda, Sesungguhnya
Allah telah memberikan hak kepada tiap-tiap yang berhak.
Oleh karena itu, tidak ada wasiat kepada ahli waris.” (HR.
Abi Daud).

3) Penerima wasiat bukan pembunuh pewasiat
Apabila seorang yang diberi wasiat kemudian membunuh
orang yang berwasiat maka dalam hal ini para ulama berbeda
pendapat apakah sah atau tidak wasiat kepada orang yang telah
membunuh pewasiat. Imam Abu Yusuf menganggap bahwa
berwasiat kepada orang yang telah membunuh pewasiat baik
wasiat itu diijinkan oleh ahli waris atau tidak adalah tidak sah.24

21

M. Abdul Ghofar, Fiqih Wanita Edisi Lengkap, 500.
Fathurrahmam, Ilmu Waris, (Bandung: Al-Ma’arif, 1981), 57.
23
Abi Dawud, Sarah Sunan Abi Dawud (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1996), 322.
24
Fatkhurrahman, Ilmu Waris., 59.

22

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

27

Ulama Hanafiyah juga menghukumi tidak sah wasiat kepada
orang yang telah membunuh pewasiat namun dalam pembunuhan
karena kelalaian (kesalahan) yang dilakukan oleh penerima wasiat
dan memperoleh ijin ahli waris maka wasiatnya sah.
Ulama Malikiyah menetapkan dua syarat untuk sahnya wasiat
kepada orang yang membunuh pewasiat itu yaitu:
a) Wasiat diberikan setelah adanya tindakan pendahuluan untuk
membunuh, misal: memukul, menyiksa dan lain-lain
b) Si korban hendaknya mengenal pembunuhnya, bahwa dialah
yang sebenarnya telah menjalankan tindakan pembunuhan itu.
Berdasarkan kedua syarat di atas, apabila ada seseorang yang
menganiaya orang lain baik karena sengaja atau salah kemudian
setelah terjadi penganiayaan, orang yang teraniaya tadi berwasiat
kepada orang tersebut hingga menyebabkan kematian maka
wasiatnya batal.25
4) Penerima wasiat adalah orang yang diketahui meskipun hanya
memberi cirri-cirinya saja seperti berwasiat kepada fakir miskin,
lembaga-lembaga sosial.
c. Mu>sa} b> ih (barang/sesuatu yang diwasiatkan)
Adapun syarat-syarat barang yang diwasiatkan adalah :
1) Seseorang yang ingin mewasiatkan sesuatu barang hendaklah
barang tersebut adalah milik pribadi dari orang yang member
25

Ibid.., 58.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

28

wasiat, buka milik orang lain meskipun mendapat izin dari pemilik
barang tersebut.26
2) Barang yang diwasiatkan berwujud, atau telah ada pada waktu
wasiat terjadi dan dapat dialih milikkan dari pewasiat kepada
musalah.
3) Barang yang diwasiatkan bukan sesuatu yang dilarang oleh
syara’.27
Selain itu dijelaskan pula dalam buku Abdul Hayyie al-Kattani,
syarat bagi mushabih adalah sebagai berikut:
1) Hendaklah berupa harta benda
2) Memiliki Nilai
3) Bisa diberikan Pemiliknya
4) Merupakan Milik Mushi, jika barang tersebut sudah jelas
5) Tidak dengan menggunakan suatu maksiat.28
d. S}ig> hat (redaksi ijab dan kabul/lafadz)

S}ig> hat adalah kata-kata yang diucapkan oleh pewasiat dan orang
yang menerima wasiat yang terdiri dari ijab dan kabul. Ijab adalah
pernyataan yang diucapkan pewasiat bahwa ia mewasiatkan sesuatu,
sedang kabul adalah pernyataan yang diucapkan oleh penerima
wasiat sebagai tanda persetujuan atau sebagai tanda terima atas ijab

26

Ibnu Rusyd, Bidaya