NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM AKTIVITAS AISYAH RA. SEBAGAI PEMBIMBING UMAT (STUDI TERJEMAH KITAB SÎRAH AS-SAYYIDAH ‘ÂISYAH UMMIL MU’MINÎN RA.).

(1)

NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM AKTIVITAS

AISYAH RA. SEBAGAI PEMBIMBING UMAT

(Studi Terjemah Kitab

Sîrah As-Sayyidah

‘Â

isyah

Ummi

l Mu’minîn

RA.

)

SKRIPSI

Oleh:

MARIA ULFA ROHMATI

NIM. D31213066

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SURABAYA


(2)

NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM AKTIVITAS

AISYAH RA. SEBAGAI PEMBIMBING UMAT

(Studi Terjemah Kitab

Sîrah As-Sayyidah

‘Â

isyah

Ummi

l Mu’minîn

RA.

)

SKRIPSI

Diajukan Kepada

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

Dalam Menyelesaikan Program Sarjana Fakultas Tarbiyah dan Keguruan

Oleh:

MARIA ULFA ROHMATI

NIM. D31213066

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SURABAYA


(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

ABSTRAK

Maria Ulfa Rohmati, 2017. Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Aktivitas Aisyah RA. sebagai Pembimbing Umat (Studi Terjemah Kitab Sîrah

As-Sayyidah ‘Âisyah Ummil Mu’minîn RA.)

Pendidikan nilai-nilai Islam dimaksudkan untuk membantu seseorang agar lebih memahami nilai-nilai dalam Islam, serta mampu menempatkannya secara integral dalam kehidupan. Salah satu cara yang dapat digunakan ialah melalui kisah sejarah tokoh Islam. Aisyah ialah tokoh penting yang mencerminkan nilai-nilai pendidikan Islam dalam kehidupannya, seorang wanita yang terdidik di madrasah kenabian dan tumbuh dibawah naungan dakwah, ia tumbuh menjadi wanita yang cerdik, ahli fiqih dan seorang wanita yang alim, sehingga Rasulullah saw. mempercayainya. Aisyah merupakan rujukan atas berbagai ilmu dan permasalahan di zamannya. Bahkan, para sahabat senior sering bertanya dan berkonsultasi kepadanya.

Oleh karena itu, dalam penelitian ini penulis akan membahas mengenai kajian teori tentang nilai-nilai pendidikan Islam dan studi terjemah kitab Sîrah

As-Sayyidah ‘Âisyah Ummil Mu’minîn RA. karya as-Sayyid Sulaiman an-Nadawi, yakni kajian sejarah tentang biografi dan aktivitas Aisyah ra. sebagai pembimbing umat Islam sepeninggal Rasulullah saw. Dan selanjutnya menganalisis terkait nilai-nilai pendidikan Islam yang tercermin dalam aktivitas Aisyah ra. sebagai pembimbing umat.

Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif yang berbentuk deksriptif dan jenis penelitiannya adalah kepustakaan (library research) dengan menggunakan pendekatan historis (sejarah). Adapun sumber datanya diambil dari data primer berupa buku-buku terjemahan kitab Sîrah As-Sayyidah ‘Âisyah Ummil Mu’minîn

RA., dan data sekunder berupa buku-buku mengenai nilai-nilai pendidikan Islam serta biografi kehidupan Sayyidah Aisyah ra.

Berdasarkan analisis yang dilakukan penulis terkait nilai-nilai pendidikan Islam yang tercermin dalam aktivitas Aisyah ra. sebagai pembimbing umat, maka didapatkan hasil: Nilai pendidikan keimanan (aqidah) meliputi kepribadian Aisyah yang senantiasa berpegang teguh pada al-Qur’an dan al-Hadits, serta larangan tegas untuk berbuat syirik. Nilai Ibadah (syari’ah) meliputi lima hal yaitu, Aisyah mengasuh dan menyayangi anak yatim, perintah menghargai waktu, menyempurnakan wudhu, membaca al-Qur’an dengan tartil, dan perintah menutup aurat secara sempurna. Sedangkan dalam Nilai Akhlak meliputi teladan dalam kasih sayang terhadap muridnya, menjaga agar tidak terjadi ikhtilath, menghormati setiap tamunya, bersikap objektif dan rendah hati, serta dermawan.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

PEDOMAN TRANSLITERASI ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Batasan Masalah ... 8

C. Rumusan Masalah ... 9

D. Tujuan Penelitian ... 9

E. Manfaat Penelitian ... 10

F. Penelitian Terdahulu ... 11

G. Definisi Operasional ... 14

H. Metodologi Penelitian ... 16


(9)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Tinjauan tentang Nilai ... 24

1. Pengertian Nilai ... 24

2. Macam-Macam Nilai ... 25

3. Pendekatan dan Strategi Penanaman Nilai ... 27

B. Tinjauan tentang Pendidikan Islam ... 29

1. Pengertian Pendidikan Islam ... 29

2. Dasar Pendidikan Islam ... 34

3. Tujuan Pendidikan Islam ... 43

C. Tinjauan tentang Nilai-Nilai Pendidikan Islam ... 47

1. Nilai Keimanan (Aqidah) ... 48

2. Nilai Ibadah (Syari’ah) ... 50

3. Nilai Akhlak ... 52

BAB III AISYAH RA. SEBAGAI PEMBIMBING UMAT A. Kitab Sîrah As-Sayyidah ‘Âisyah Ummil Mu’minîn RA. ... 54

1. Biografi Penulis Kitab ... 54

2. Gambaran Umum Isi Kitab ... 58

B. Biografi Sayyidah Aisyah RA. ... 61

1. Nama, Nasab, dan Kelahiranya ... 61

2. Masa Kecilnya ... 62

3. Pernikahannya dengan Rasulullah SAW. ... 64


(10)

C. Aktivitas Aisyah sebagai Pembimbing Umat Islam ... 68

1. Aisyah dan Praktik Mengajar ... 76

2. Aisyah dan Pemberian Fatwa Hukum ... 77

3. Aisyah Membimbing dan Mengarahkan Umat Islam ... 78

4. Murid-Murid Aisyah ... 79

BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM A. Nilai Keimanan (Aqidah)... 83

1. Berpegang Teguh pada al-Qur’an dan al-Hadits ... 84

2. Menghilangkan Tradisi Syirik saat Kelahiran Bayi ... 87

B. Nilai Ibadah (Syari’ah) ... 89

1. Mengasuh dan Menyayangi Anak Yatim ... 90

2. Perintah Menghargai Waktu ... 91

3. Perintah Menyempurnakan Wudhu ... 93

4. Perintah Membaca al-Qur’an dengan Tartil ... 94

5. Perintah Menutup Aurat secara Sempurna ... 97

C. Nilai Akhlak ... 100

1. Kasih Sayang terhadap Murid ... 101

2. Menjaga agar tidak terjadi Ikhtilath ... 102

3. Menjaga Hijab ... 104

4. Menghormati setiap Tamunya ... 105

5. Bersikap Objektif dan Rendah Hati ... 105


(11)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 108 B. Saran ... 109

DAFTAR PUSTAKA ... 111

LAMPIRAN


(12)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Islam menekankan pentingnya pengembangan fitrah manusia dalam berbagai aspeknya melalui proses pendidikan. Pendidikan tidak hanya untuk mengajarkan pengetahuan dan pembekalan keterampilan semata, tetapi yang lebih penting dari itu adalah sebagai upaya pembentukan kepribadian yang mulia. Dalam konteks Islam, pendidikan harus berdasarkan al-Qur’an dan al -Hadits serta bertujuan untuk membentuk insan yang paripurna yang mampu mengabdi kepada Allah dan menjadi khalifah-Nya.

Sebagai esensiannya tujuan pendidikan Islam yang sejalan dengan tuntunan al-Qur’an tidak lain adalah sikap penyerahan diri secara total kepada Allah swt.1 sebagaimana implementasi dari firman Allah swt. berikut:

َََص ّنِإ ْلُق

ِْت

ْيِكُسُنَو

ِْتاََََو َياَيََُْو

ِ َِّ

َر

َِْْمَلاَعْلا ِّب

۵

٦

۵

Katakanlah: “Sesungguhnya salatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.” (QS. al-An’âm [6]: 162) Secara umum, pendidikan nilai-nilai Islam dimaksudkan untuk membantu seseorang agar lebih memahami dan menyadari nilai-nilai Islam, serta mampu menempatkannya secara integral dalam kehidupan.

Banyak cara yang dapat digunakan dalam memahami nilai-nilai pendidikan Islam, misalnya melalui kisah sejarah tokoh-tokoh Islam. Dengan

1H.M. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan: Islam dan Umum (Jakarta: Bumi Aksara, 1995),


(13)

2

mempelajari sejarah dari tokoh-tokoh Islam, ada beberapa manfaat yang diperoleh diantaranya; Pertama, untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas individu dengan cara meneladani tokoh yang bersangkutan. Kedua, membantu memahami Islam dengan lebih baik. Karena tokoh sejarah Islam merupakan bagian representasi dari Islam itu sendiri. Dan ketiga, kaum

muslimîn dan muslimât ikut berbangga hati atas prestasi saudaranya yang seiman yang telah mendahuluinya.

Ir. Soekarno mantan Presiden RI pertama menulis, “Sesungguhnya

benarlah perkataan Charles Forrier kalau ia mengatakan, ‘Bahwa tinggi rendahnya tingkat kemajuan suatu masyarakat adalah ditetapkan oleh tinggi rendahnya tingkat kedudukan wanita.’”2 Sebab itu, tidak heran bila selama ini wanita yang menjadi sasaran pertama musuh-musuh Islam. Mereka yang diterkam pertama kali, diterkam pemikiran, akidah, rasa malu, dan selainnya. Musuh-musuh Islam tahu bahwa apabila wanita rusak, maka masyarakat pasti rusak; sebaliknya bila ia baik, maka masyarakat pun baik.3

Lebih dari itu, Ulama’ Salaf (terdahulu) mengingatkan di dalam

syairnya, “Ibu adalah madrasah pertama. Maka persiapkanlah

sebaik-baiknya”. Syair yang sering kita dengar tersebut mengandung makna bahwa wanita adalah figur pendidik pertama dan utama bagi generasi selanjutnya, jika kita tidak menjaga mereka dengan penjagaan Allah, mereka akan tersesat

2Dyayadi, Makhluk Unik dan Ajaib itu Bernama Wanita (Samarinda: Riz’ma, 2009), h. vi. 3Isham bin Muhammad asy-Syarif, Panduan Tarbiyah Wanita Shalihah (Solo: Al-Qowam,


(14)

3

dan menyesatkan generasi yang dididiknya.4 Oleh karena itu, Rasulullah saw. menegaskan pentingnya kehadiran wanita shalihah melalui sabdanya:

دلا

ْن َاي

َم َت

ٌعا

َو

َخ ْ ي

ُر َم

َت

ِعا

لا

د ْ ن

َي ا

ْلا َم

ْر َأ ُة

ا

ّصل

ََِا

ُة

َمِلْسُم ُهاَوَرُ

“Dunia adalah kenikmatan dan sebaik-baik kenikmatan dunia adalah

wanita yang shalihah.” (HR. Muslim)5

Bila wanita shalihah merupakan kenikmatan duniawi yang paling memikat dan membuai hati, sebaliknya, wanita yang tidak shalihah tentu merupakan bencana yang paling mengerikan dalam kehidupan.6

Berangkat dari fakta bahwa betapa besar tanggung-jawab dan pentingnya peran seorang wanita dalam kehidupan ini, maka penulis menganggap perlu mengkaji sejarah seorang tokoh wanita yang dalam kehidupannya mencerminkan nilai-nilai pendidikan Islam agar menjadi hikmah dan inspirasi khususnya bagi kaum wanita saat ini hingga yang akan datang.

Sejarah mencatat bahwa pada zaman Nabi saw. banyak sekali kisah tokoh-tokoh penting yang mencerminkan nilai-nilai pendidikan Islam dalam kehidupannya, termasuk diantaranya dari kaum wanita.

Sejumlah besar pahlawan-pahlawan wanita pada masa Nabi saw., mereka adalah istri, anak, dan kerabat dekat Rasulullah saw. juga wanita yang

4Ibid., h. 401.

5Imam Muslim, Shahîh Muslim, Kitab ar-Radha’, bab “Sebaik-baik Kenikmatan Dunia adalah Wanita Shalihah”, hadits no. 1467.

6Abu Umar Basyir, Aku Wanita Paling Bahagia (Solo: Insan Cemerlang, 2005), cet. ke-2,


(15)

4

menyusui dan mengasuh Nabi saw. serta sahabat-sahabat wanita lainnya, baik dari kalangan Muhajirin dan Anshar. Di antara mereka ada pemimpin rumah

tangga yang sukses, da’i penyebar agama Islam bahkan anggota pasukan

perang yang gigih di dalam menegakkan kalimat-kalimat Allah dan membela Rasulullah saw.7 Dari sekian banyak sahabat dan keluarga Rasulullah saw. tersebut, Aisyah adalah seseorang yang paling sering mendampingi Rasulullah saw. dalam perjuangan dan dakwah Islam. Bahkan tak berlebihan bila catatan sejarah menyatakan bahwa semasa hidupnya Aisyah telah berhasil menjadi mitra kerja dan dakwah Rasulullah yang hebat dan handal.

Aisyah bergelar ash-Shiddîqah binti ash-Shiddîq, seorang wanita Quraisy yang berasal dari suku Taimiyah di Kota Makkah. Aisyah adalah salah satu dari Ummul Mu’minîn (ibunda kaum beriman) dan istri yang paling dicintai Rasulullah saw.8

Ayahnya bernama Abdullah, panggilannya Abu Bakar, dan terkenal dengan gelar ash-Shiddîq, sedangkan ibunya bernama Ummu Ruman.9 Mereka adalah orang-orang yang pertama masuk Islam. Dengan demikian, Aisyah dibesarkan dalam keluarga muslim.10

7Umar Ahmad al-Rawi, Wanita-Wanita Kebanggaan Islam (Jakarta: Akbar Media, 2015),

h. 3.

8Majid bin Khanzar al-Bankani, Perempuan-Perempuan Shalihah: Kisah, Teladan, dan

Nasihat dari Kehidupan Para Shahabiyah Nabi saw. (Solo: Tinta Medina, 2013), h. 12.

9As-Sayyid Sulaiman an-Nadawi, ‘Aisyah ra.: Potret Wanita Mulia Sepanjang Zaman, terj.

Isa Abdullah dan Nurrahman (Solo: Al-Andalus, 2015), cet. ke-2, h. 38.

10Wiyanto Suud, Buku Pintar Wanita-Wanita dalam al-Qur’an (Jakarta: Belanoor, 2011),


(16)

5

Di masa kecilnya ia dibimbing oleh seorang ayah yang merupakan manusia paling utama di kalangan sahabat laki-laki dari sisi kepribadian, pemikiran, hingga kedermawanan.11 Kemudian di masa remajanya, ia di bawah bimbingan Rasulullah saw., penuntun seluruh manusia sekaligus pengajarnya. Suaminya adalah seutama-utamanya manusia. Dengan demikian, Aisyah termasuk orang yang sangat beruntung. Jika diibaratkan sebuah tanaman, maka sempurnalah proses pertumbuhannya karena ia ditanam oleh Abu Bakar dan kemudian dirawat oleh Rasulullah saw.

Dalam asuhan dan bimbingan Abu Bakar, Aisyah tumbuh dan berkembang. Tak heran jika kepribadian Aisyah sangat mirip dengan ayahnya, khususnya dalam hal kecerdasan dan ketangkasannya.12 Abu Bakar senantiasa mendidiknya dengan sangat tegas dan disiplin. Bukti ketegasannya adalah ia akan memarahi Aisyah walaupun kesalahan putrinya tersebut tergolong hal yang sepele. Bahkan setelah menikah pun, Aisyah masih kerap mendapat peringatan-peringatan dari ayahnya.

Ummul Mu’minîn Aisyah ra. yang kemudian terdidik di madrasah kenabian dan tumbuh dibawah naungan dakwah, maka dia tumbuh menjadi wanita yang cerdik, ahli fikih dan seorang wanita yang alim, sehingga Rasulullah saw. mempercayainya. Beliau saw. bersabda, “Ambillah separuh

11Salih Suruç, Best Stories of Abu Bakar Shiddiq (Jakarta: Kaysa Media, 2015), h. cover. 12Ummu Haidar Fawa, Keistimewaan-Keistimewaan Karakter Wanita yang Terpilih jadi


(17)

6

agama kalian dari Humairah ini (yaitu Aisyah)”.13 Sehingga tak heran jika selepas Rasulullah saw. wafat, para sahabat baik dari kalangan laki-laki maupun wanita menjadikan Aisyah sebagai sumber rujukan atas berbagai ilmu dan permasalahan.

Sebuah fakta historis bahwa selepas wafatnya Rasulullah saw. para sahabat menyebar ke seluruh penjuru dunia untuk melakukan tugas-tugas dakwah dan pengajaran. Di Madinah sendiri terdapat beberapa madrasah ilmu dan keagamaan. Beberapa diantaranya diasuh oleh Abu Hurairah, Ibnu Abbas, Zaid bin Tsabit, dan sebagainya. Namun, madrasah yang paling besar di Madinah adalah yang terletak di sudut masjid Nabawi dekat makam Rasulullah saw. dan persis di depan kediaman salah seorang istri Nabi tercinta. Madrasah ini menjadi tujuan orang-orang yang hendak belajar dan meminta fatwa hukum atas berbagai persoalan. Inilah madrasah terbesar saat itu, madrasah yang kemudian memberikan pengaruh paling kuat bagi perkembangan pemikiran Islam sepanjang masa. Guru dan pengasuh di madrasah itu adalah Ummul Mu’minîn Aisyah ra.14

Dari madrasah itu, banyak murid Aisyah yang kemudian menjadi Ulama terkenal dan melalui tangannya pula Allah swt. melahirkan para hafizh

13Qasim Asyur, Kisah Kecerdasan Kaum Perempuan di Era Awal Islam, terj. Izzudin

Karimi (Bekasi: Sukses Publishing, 2013), cet. ke-1, h. 13.

14As-Sayyid Sulaiman an-Nadawi, ‘Aisyah ra.: The True Beauty, terj. Ghozi M. (Jakarta:


(18)

7

dan periwayat sunnah Nabi saw. bagi generasi selanjutnya (setelah generasi

sahabat dan tabi’in).15

Berdasarkan paparan di atas jelaslah bahwa Sayyidah Aisyah ra. merupakan salah seorang pendidik wanita yang telah berhasil dalam membimbing umat sepeninggal Rasulullah saw. Dan keterlibatan Aisyah dalam dunia pendidikan tidak bisa dipandang remeh, pengalamannya sebagai Maha Guru di madrasahnya tersebut, serta puluhan tahun mendidik dan mengajar ilmu dan keagaamaan membuktikan betapa ia sangat menguasai dunia pendidikan.

Hadirnya Aisyah ra. dengan segudang prestasinya tersebut mampu

mendobrak stigma ‘kelemahan’ dan ‘ketidakberdayaan’ wanita yang hingga kini masih juga kita jumpai sekaligus menjadi bukti sebuah keniscayaan bahwa wanita adalah makhluk Allah swt. yang mampu berkontribusi dalam dakwah Islam.

َِْْمِلْسُمْلا ّنِإ

ََِِْْمْؤُمْلاَو ِتاَمِلْسُمْلاَو

َِْْتِناَقْلاَو ِتاََِمْؤُمْلاَو

ِتاَتِناَقْلاَو

َِْْقِداّصلاَو

ْيِرِباّصلاَو ِتاَقِداّصلاَو

َِْْعِشاَْْاَو ِتاَرِباّصلاَو َن

ِتاَعِشاَْْاَو

َِْْقِّدَصَتُمْلاَو

َِْْمِئاّصلاَو ِتاَقِّدَصَتُمْلاَو

َِْْظِفاََْاَو ِتاَمِئاّصلاَو

ْمُهَجوُرُ ف

ََْاَو

ْيِرِكاّذلاَو ِتاَظِفا

َن

َه

ْ يِثَك

ّدَعَأ ِتاَرِكاّذلاَو اًر

ُه

اًرْجَأَو ًةَرِِْغَم ْمََُ

ْيِظَع

اًم

۱۱

“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam


(19)

8

ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki-laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah

telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.”

(QS. al-Ahzâb [33]: 35)

Kisah hidup Aisyah yang begitu menakjubkan menjadikan kisah hidupnya bukan sekadar kisah, melainkan kisah yang penuh dengan mutiara hikmah. Dengan memahami dan menjalankan nilai-nilai pendidikan yang tercermin dalam aktivitas kehidupan Aisyah, khususnya di bidang pengajaran dan pembimbingan terhadap umat, diharapkan pendidikan yang selama ini berjalan menjadi lebih bermakna, tidak hanya berorientasi pada hal-hal yang sifatnya materi saja, tetapi juga harus berorientasi pada kehidupan akhirat kelak. Berdasarkan hal tersebutlah yang menjadi alasan utama penulis mengangkat penelitian yang berjudul: “Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Aktivitas Aisyah RA. sebagai Pembimbing Umat (Studi Terjemah Kitab Sîrah As-Sayyidah ‘Âisyah Ummil Mu’minîn RA.)

B. Batasan Masalah

Agar tidak terjadi pembahasan yang melebar atau kesimpang-siuran, maka penulis membuat batasan masalah untuk memberikan penekanan pada bagian apa yang akan dikaji dalam penelitian ini.

Penelitian ini membahas mengenai kajian teori tentang nilai-nilai pendidikan Islam dan studi terjemah kitab Sîrah As-Sayyidah ‘Âisyah Ummil


(20)

9

tentang biografi serta aktivitas Aisyah sebagai pembimbing umat Islam sepeninggal Rasulullah saw. Dan selanjutnya analisis terkait nilai-nilai pendidikan Islam yang tercermin dalam aktivitas Aisyah ra. sebagai pembimbing umat.

Pembatasan masalah ini bertujuan agar pembahasannya terfokus dan lebih jelas sehingga diperoleh kesimpulan yang benar dan mendalam pada aspek yang diteliti.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis membuat beberapa rumusan masalah di antaranya:

1. Bagaimana konsep nilai pendidikan Islam?

2. Bagaimana nilai-nilai pendidikan Islam yang tercermin dalam aktivitas Aisyah ra. sebagai pembimbing umat?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai penulis dari penelitian ini di antaranya:

1. Untuk mengetahui konsep nilai pendidikan Islam

2. Untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan Islam yang tercermin dalam aktivitas Aisyah ra. sebagai pembimbing umat


(21)

10

E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

a) Menambah khazanah ilmu pengetahuan tentang sejarah biografi kehidupan Aisyah ra. yang merupakan wanita mulia sekaligus teladan manusia sepanjang zaman.

b) Menambah wawasan baru tentang nilai-nilai pendidikan Islam dalam aktivitas Aisyah ra. sebagai pembimbing umat.

c) Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi referensi untuk penelitian-penelitian relevan selanjutnya.

2. Manfaat Praktis

a) Bagi peneliti, yaitu sebagai syarat kelulusan dalam menyelesaikan program sarjana di program studi Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.

b) Menjadi inspirasi khususnya bagi yang memiliki profesi atau amanah sebagai pembimbing dan pengajar, sehingga mampu mencontoh Aisyah dalam wawasan keilmuan dan sikap ketika membimbing umat. Ia tidak hanya merupakan pendidik yang cerdas namun akhlak dan kepribadiannya juga menjadi teladan dalam setiap lini kehidupan. c) Sebagai bahan referensi dalam ilmu pendidikan Islam sehingga


(22)

11

F. Penelitian Terdahulu

Dalam penelitian ilmiah, satu hal penting dilakukan peneliti adalah melakukan tinjauan atas penelitian terdahulu, lazimnya disebut dengan istilah

prior research. Prior research penting dilakukan dengan alasan: pertama, untuk menghindari duplikasi ilmiah, kedua, untuk membandingkan kekurangan atau kelebihan antara penelitian terdahulu dan penelitian yang akan dilakukan, ketiga, untuk menggali informasi penelitian atas tema yang diteliti dari peneliti sebelumnya.16

Sejauh penelusuran yang penulis lakukan di Perpustakaan Pusat UIN Sunan Ampel Surabaya, dalam lingkup pendidikan Islam telah banyak sekali karya tulis yang membahas tentang nilai-nilai pendidikan Islam, namun yang menjadi obyek penelitian hanya berkisar pada karya sastra berupa buku atau novel dan media berupa film. Dan terkait tokoh yang penulis angkat dalam penelitian ini, yakni Sayyidah Aisyah ra., hanya ada satu karya tulis yang juga menjadikan beliau sebagai obyek penelitian.

Adapun penelitian yang memiliki kesamaan atau kemiripan pembahasan yakni tentang nilai-nilai pendidikan Islam diantaranya adalah: 1. Penelitian skripsi yang dilakukan oleh Alimul Huda tahun 2008 dengan

judul “Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Novel Sang Pemimpi karya Taufiqurrahman al-Azizy”. Penelitian ini menjelaskan bahwa nilai-nilai pendidikan Islam dalam novel Sang Pemimpi secara global dikategorikan


(23)

12

dalam 3 aspek, yaitu: nilai pendidikan keimanan yang terdiri dari nilai ilahiyah dan ubudiyah, nilai pendidikan syari’ah, dan nilai pendidikan akhlak yang termaktub dalam nilai insaniyah.

2. Penelitian skripsi yang dilakukan oleh Dyah Purnawati tahun 2009 dengan

judul “Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Novel Rumah Pelangi Karya Samsikin Abu Daldiri”. Penelitian ini mendeskripsikan dan menganalisis

nilai-nilai pendidikan Islam yang terdapat dalam sebuah karya sastra novel Rumah Pelangi yang berisi tentang memoar guru. Penelitian ini terfokus untuk mengungkapkan nilai-nilai pendidikan Islam dan karakteristik pendidik yang terdapat dalam novel Rumah Pelangi. Nilai-nilai pendidikan Islam tersebut diantaranya ialah: nilai-nilai keimanan, nilai-nilai syari’ah, dan nilai-nilai akhlak baik akhlak kepada Allah, diri sendiri, keluarga, dan sesama manusia.

3. Penelitian skripsi yang dilakukan oleh Siti Zulaicha tahun 2012 dengan

judul “Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak pada Novel Hafalan Shalat Delisa Karya Tere Liye”. Penelitian ini terfokus dalam pendidikan akhlak yang

dinilai menempati posisi penting dalam Islam. Dalam konsep pendidikan akhlak, segala sesuatu dinilai baik atau buruk, terpuji dan tercela, karena pendidikan akhlak tersebut bersumber pada al-Qur’an dan al-Hadits. Nilai-nilai pendidikan akhlak yang terdapat dalam novel Hafalan Shalat Delisa Karya Tere Liye ini antara lain: nilai pendidikan akhlak terhadap Allah,


(24)

13

pendidikan akhlak kepada diri sendiri, pendidikan akhlak kepada keluarga, dan pendidikan akhlak kepada lingkungan.

4. Penelitian skripsi yang dilakukan oleh Zahrotun Nisa’ tahun 2012 dengan

judul “Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Film 3 Hati 2 Dunia 1 Cinta”.

Penelitian ini menjelaskan bahwa nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam Film 3 Hati 2 Dunia 1 Cinta antara lain: nilai pendidikan aqidah (keimanan), nilai pendidikan syari’ah, nilai pendidikan etika (akhlak), dan nilai pendidikan estetika.

5. Penelitian skripsi yang dilakukan oleh Zahrotun Nisa’ tahun 2013 dengan

judul “Analisis Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Film Taare Zameen Par”. Hasil analisis dalam penelitian ini menjelaskan bahwa nilai-nilai pendidikan Islam yang terdapat dalam Film Taare Zameen Par adalah sebagai berikut: nilai pendidikan akhlak, nilai pendidikan budaya, dan nilai pendidikan estetika.

Dari beberapa karya tulis berupa skripsi yang penulis sebutkan di atas semuanya memiliki obyek kajian yang berbeda dengan penelitian yang akan penulis bahas dalam skripsi ini. Penelitian-penelitian tersebut menjadikan novel dan film sebagai objek kajian, sedangkan dalam penelitian ini yang menjadi obyek kajian adalah Sayyidah Aisyah ra.

Adapun karya tulis yang sama-sama menjadikan Aisyah sebagai obyek penelitian hanya ada satu, yakni:


(25)

14

1. Penelitian tesis yang dilakukan oleh Ansori Arif tahun 2012 dengan judul

Pernikahan ‘Aisyah: Studi Kritis tentang Relevansi Usia Nikah ‘Aisyah

terhadap Implementasi Undang-Undang Perkawinan di Indonesia”.

Penelitian ini terfokus pada pembahasan tentang usia pernikahan Aisyah dengan Rasulullah melalui hadits-hadits maupun literatur-literatur lain yang berkaitan dengan usia nikah Aisyah dengan Rasulullah kemudian analisis relevansinya dengan undang-undang perkawinan di Indonesia dan Kompilasi Hukum Islam.

Meskipun memiliki kesamaan obyek kajian, akan tetapi terdapat perbedaan pembahasan. Dalam tesis di atas terfokus pada penelitian tentang usia pernikahan Aisyah dengan Rasulullah saw., sedangkan dalam penelitian ini penulis ingin menganalis terkait nilai-nilai pendidikan Islam dalam aktivitas Aisyah ra. sebagai pembimbing umat.

G. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah definisi yang didasarkan atas sifat-sifat yang dapat dipahami. Definisi operasional perlu dicantumkan dengan tujuan untuk menghindari perbedaan pengertian dalam memahami dan menginterpretasikan maksud judul agar sesuai dengan masksud peneliti. Adapun definisi dari judul ini adalah:

1. Studi : Pelajaran atau penyidikan.17

2. Analisis : Sifat uraian, penguraian, kupasan.18


(26)

15

3. Nilai : Dalam bahasa Inggris nilai adalah “value”, yaitu sesuatu yang berharga bagi kehidupan manusia.19 Nilai adalah sifat atau hal-hal yang

berguna bagi kemanusiaan.20 Definisi lain, nilai adalah esensi yang melekat pada suatu yang sangat berarti bagi kehidupan manusia.21

4. Pendidikan Islam : Pendidikan yang berasaskan ajaran atau tuntunan agama Islam dalam usaha membina dan membentuk pribadi-peribadi muslim yang bertakwa kepada Allah, cinta dan kasih kepada orang tua serta sesamanya, memberi kemaslahatan bagi diri sendiri dan bagi masyarakat pada umumnya.22

5. Nilai-Nilai Pendidikan Islam : Suatu sistem pendidikan yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang dibutuhkan oleh hamba Allah. Oleh karena itu Islam mempedomani seluruh aspek kehidupan manusia baik dalam hal duniawi maupun ukhrawi.23 Definisi lain adalah segala sesuatu yang berguna bagi manusia dalam hidupnya yang mengarah kepada tercapainya tujuan pendidikan Islam, yakni upaya menuju terbentuknya kepribadian muslim.24 Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai

18Buhani MS dan Hasbi Lawrens, Kamus Ilmiah Populer (Jombang: Lintas Media, tth.), h.

27.

19St. Vembrianto, et al., Kamus Pendidikan (Jakarta: Gramedia, 1994), h. 43.

20W.J.S. Poerwodarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1999),

h. 677.

21M. Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996),

h. 60.

22Yasin Mustofa, EQ Untuk Anak Usia Dini dalam Pendidikan Islam (Yogyakarta: Sketsa,

2007), h. 9-10.

23M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), h. 11.

24Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam (Bandung: PT. Al-Ma’arif,


(27)

16

pendidikan Islam adalah hal-hal yang penting atau berguna bagi kemanusiaan dalam upaya membentuk pribadi yang utama, shalih dan bertakwa secara lahir dan batin.

6. Aktivitas : Keaktifan, kegiatan, kerja.25

7. Aisyah ra. : Seorang wanita mulia sepanjang zaman yang merupakan istri tercinta Rasulullah saw. setelah Sayyidah Khadijah ra. Di dalam penelitian ini penulis mengkaji dan menganalisis nilai-nilai pendidikan Islam dalam aktivitas Aisyah sebagai pembimbing umat. Penulis tertarik mengambil tokoh Aisyah adalah karena dirinya dikenal sebagai wanita paling cerdas di zamannya dan memiliki berbagai keistimewaan yang tidak dimiliki oleh wanita maupun istri-istri Rasulullah saw. yang lain. Dan semasa hidupnya, Aisyah telah berkontribusi besar dalam membimbing umat sehingga atas didikannya lahir banyak Ulama yang menjadi penerus perjuangan dan dakwah Islam.

H. Metodologi Penelitian 1. Jenis Penelitian

Ditinjau dari jenisnya, penelitian ini termasuk penelitian kepustakaan atau studi pustaka (library research), yaitu penelitian yang menggunakan data-data atau bahan-bahan tertulis seperti buku-buku, novel, dan majalah ilmiah yang berkaitan dengan topik pembahasan yang sedang diangkat


(28)

17

sebagai sumber rujukan.26 Penelitian ini terfokus pada bahan pustaka saja tanpa memerlukan riset lapangan.27 Adapun model penelitian ini berupa

kualitatif yang berbentuk deskriptif karena data yang terkumpul dan disajikan dalam bentuk kata verbal bukan dalam bentuk angka.28

2. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan historis. Historis atau sejarah adalah suatu ilmu yang di dalamnya dibahas berbagai peristiwa dengan memperhatikan unsur tempat, waktu, objek, latar belakang, dan pelaku dari peristiwa tersebut.29 Pendekatan sejarah dalam pengertiannya yang umum adalah penyelidikan atas suatu masalah dengan mengaplikasikan jalan pemecahnya dari perspektif historis.30

Penulis menggunakan pendekatan historis karena dalam penelitian ini penulis memberikan deskripsi dan mencatat peristiwa-peristiwa serta fakta-fakta yang telah terjadi pada masa lampau mengenai Aisyah dan aktivitasnya di bidang pengajaran dan pembimbingan terhadap umat melalui hadits-hadits dan buku-buku terkait biografi dan potret kehidupan Aisyah. Peristiwa-peristiwa dan fakta-fakta yang diperoleh kemudian dikaji, dianalisis, dan diintrepretasikan atas dasar metode ilmiah yang

26Sutrisno Hadi, Metodologi Research..., h. 9.

27Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2004),

h. 2.

28Noeng Muhajir, Metodologi Penelitian Kualitatif (Yogyakarta: Rake Sarasin, 1986), h.

29.

29Taufik Abdullah (ed.), Sejarah dan Masyarakat: Lintas Historis Islam di Indonesia

(Jakarta: Pustaka Firdaus, 1987), h. 105.


(29)

18

diteliti untuk mencapai kebenaran-kebenaran dan kesimpulan-kesimpulan umum yang dapat bermanfaat untuk masa kini hingga masa yang akan datang.

3. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian adalah subyek dari mana data dapat diperoleh.31 Dan sumber data yang penulis gunakan disesuaikan dengan jenis penelitian dalam skripsi ini, yaitu penelitian pustaka (library

research). Adapun sumber data dalam penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu:

a. Sumber primer, adalah data yang menjadi bahan utama dalam penelitian. Penelitian ini mengkaji tokoh Aisyah ra. Adapun yang menjadi sumber primer dalam penelitian ini adalah buku-buku terjemahan dari kitab Sîrah As-Sayyidah ‘Âisyah Ummil Mu’minîn RA. karya As-Sayyid Sulaiman an-Nadawi. Buku-buku tersebut antara lain,

‘Aisyah RA.: Potret Wanita Mulia Sepanjang Zaman penerjemah Isa Abdullah dan Nurrahman; Aisyah RA.: The True Beauty penerjemah Ghozi M.; dan Memoar Aisyah RA.: Istri Kinasih Baginda Rasul SAW. penerjemah M. Baharun.

b. Sumber data sekunder, adalah data yang menjadi pendukung bahan utama penelitian. Adapun buku-buku yang menjadi sumber sekunder

31Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta: PT. Rineka


(30)

19

karena memiliki relevansi dengan bahan utama dan dapat memperkuat hasil penelitian di antaranya adalah, Wanita-Wanita Kebanggaan Islam; Wanita-Wanita al-Quran: Kisah Nyata Perempuan-Perempuan Hebat yang Dicatat Abadi dalam Kitab Suci; Keluarga Perempuan Rasulullah: Biografi Para Ibu, Istri, dan Putri Nabi; Aisyah: The Inspiring Women;

Biografi Aisyah: Sang Ummu Mu’minin; Kisah Kecerdasan Kaum Perempuan di Era Awal Islam; dan Perempuan Periwayat Hadis.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah cara yang dapat digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data. Pekerjaan pengumpulan data bagi penelitian kualitatif harus langsung diikuti dengan pekerjaan menuliskan, mengedit, mengklasifikasikan, mereduksi, dan menyajikan. Atau dengan sederhana memilih dan meringkaskan dokumen-dokumen yang relevan.32 Adapun teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi pustaka dan dokumentasi.

a. Studi Pustaka

Studi pustaka merupakan teknik pengumpulan data dengan menelaah buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan, laporan-laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang dipecahkan.33 Sehingga

disini penulis mengumpulkan berbagai data atau informasi dan materi

32Noeng Muhajir, Metodologi Penelitian Kualitatif..., h. 30.


(31)

20

yang bersumber pada kepustakaan yang berhubungan dengan Sayyidah Aisyah ra. dan nilai-nilai pendidikan Islam.

b. Dokumentasi

Dokumentasi asal katanya adalah dokumen yang artinya barang-barang tertulis. Dokumentasi juga berarti mencari data mengenai hal-hal atau variabel34 yang berkaitan dengan penelitian. Sehingga dalam dalam penelitian ini penulis mengumpulkan data melalui penggalan tertulis, seperti arsip-arsip dan termasuk juga buku-buku tentang pendapat, teori, dalil atau hukum-hukum dan lain-lain yang berhubungan dengan pembahasan dalam penelitian, yaitu tentang Sayyidah Aisyah ra. dan nilai-nilai pendidikan Islam.

5. Teknik Analisis Data

Analisa data merupakan upaya mencari dan menata secara sistematis catatan hasil studi pustaka dan dokumentasi untuk meningkatkan pemahaman penelitian tentang kasus yang diteliti dan menyajikannya sebagai temuan bagi orang lain.35

Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik analisis isi (content analysis). Content analysis merupakan teknik penelitian untuk

34Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan..., h. 200. 35Noeng Muhajir, Metodologi Penelitian Kualitatif..., h. 30.


(32)

21

membuat inferensi-inferensi yang dapat ditiru dan sahih data dengan memperhatikan konteksnya.36

Setelah data berhasil terkumpul, tahap selanjutnya adalah menganalisis data. Analisis data adalah proses penyusunan data agar dapat ditafsirkan. Dan analisis kualitatif berarti berupa kata-kata bukan rangkaian angka. Adapun metode analisis data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Deduksi, yaitu proses berpikir yang bergerak dari pernyataan umum menuju pernyataan yang khusus dengan penerapan kaidah-kaidah logika atau membuat kesimpulan dengan mengajukan pernyataan-pernyataan yang bersifat umum terlebih dahulu.

b. Induksi, yaitu berangkat dari faktor-faktor yang khusus, peristiwa yang konkrit, kemudian ditarik generalisasinya dari peristiwa-peristiwa tersebut ke hal-hal yang bersifat umum.37 Atau membuat kesimpulan bukan dari pernyataan-penyataan yang umum melainkan dari hal-hal yang khusus.38

c. Intrepretasi, adalah pencarian pengertian yang lebih luas tentang data yang di analisis. Atau dengan kata lain, intrepretasi merupakan penjelasan yang terinci tentang arti yang sebenarnya dari data yang

36Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001),

h. 173.

37Ahmad Tafsir, Filsafat Umum (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1999), h. 47. 38Louis Kattsoff, Pengantar Filsafat (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1992), h. 30.


(33)

22

telah di analisis dan di paparkan. Dengan demikian, memberikan intrepretasi dari data berarti memberikan arti yang lebih luas dari data penelitian.39

I. Sistematika Pembahasan

Untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai skripsi dengan

judul “Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam aktivitas Aisyah RA. sebagai Pembimbing Umat (Studi Terjemah Kitab Sîrah As-Sayyidah ‘Âisyah Ummil

Mu’minîn RA.)” ini, maka penulis mencantumkan sistematika pembahasan sebagai berikut:

Bab pertama adalah pendahuluan. Pada bagian ini berisi gambaran umum pembahasan dalam penelitian ini yang meliputi latar belakang, batasan dan rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penelitian terdahulu, definisi operasional, metodologi penelitian, dan sistematika pembahasan.

Bab kedua kajian pustaka. Dalam bab ini membahas secara teoritis mengenai nilai-nilai pendidikan Islam yang meliputi tinjauan tentang nilai, tinjauan tentang pendidikan Islam, dan tinjauan tentang nilai-nilai pendidikan Islam.

Bab ketiga memuat deskripsi dari isi buku-buku terjemah kitab Sîrah

As-Sayyidah ‘Âisyah Ummil Mu’minîn RA. yang meliputi biografi penulis

39M. Iqbal Hasan, Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta:


(34)

23

kitab, gambaran umum isi kitab, selanjutnya mengenai biografi Sayyidah Aisyah ra. dan aktivitasnya sebagai pembimbing umat sepeninggal Rasulullah saw.

Bab keempat adalah membahas tentang hasil penelitian atau analisis mengenai nilai-nilai pendidikan Islam dalam aktivitas Aisyah ra. sebagai pembimbing umat.

Bab kelima adalah penutup. Pada bab ini berisi kesimpulan hasil penelitian, saran-saran, dan kata penutup. Setelah bab terakhir ini, penulis akan menyajikan daftar pustaka sebagai kejelasan referensi skripsi, serta semua lampiran-lampiran yang berhubungan dengan perjalanan penelitian ini. Demikian sistematika penulisan yang digunakan dalam penyusunan penelitian ini.


(35)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Nilai

1. Pengertian Nilai

Dalam bahasa Inggris nilai adalah “value”, yaitu sesuatu yang berharga bagi kehidupan manusia.1 Jika merujuk pada Kamus Bahasa Indonesia, nilai juga memiliki arti sifat atau hal-hal yang berguna bagi kemanusiaan.2 Maksudnya kualitas yang memang membangkitkan respon penghargaan.3

Beberapa ahli memberikan definisi tentang nilai sebagaimana berikut:

Menurut Richard Eyre dan Linda bahwa nilai yang benar dan diterima secara universal adalah nilai yang menghasilkan suatu perilaku dan perilaku itu berdampak positif baik bagi yang menjalankan dan orang lain.4

Perspektif yang berbeda diberikan oleh Sidi Galza sebagaimana yang dikutip oleh Chabib Toha mengartikan nilai adalah sesuatu yang bersifat abstrak, ia ideal, nilai benda konkrit, bukan fakta, tidak hanya persoalan

1St. Vembrianto, et al., Kamus Pendidikan..., h. 43. 2W.J.S. Poerwodarminto, Kamus Umum Bahasa..., h. 677.

3Titus MS, et al., Persoalan-Persoalan Filsafat (Jakarta: Bulan Bintang, 1984), h. 122. 4Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam (Bandung: PT.


(36)

25

benar atau salah yang menuntut pembuktian empirik, melainkan penghayatan yang dikehendaki dan tidak dikehendaki.5

Sedangkan menurut Djahiri yang dikutip oleh Gunawan mengatakan nilai adalah suatu jenis kepercayaan, yang letaknya berpusat pada sistem kepercayan seseorang, tentang bagaimana seseorang sepatutnya atau tidak sepatutnya dalam melakukan sesuatu, atau tentang apa yang berharga atau tidak berharga untuk dicapai.6

Dari uraian diatas, maka nilai dapat diartikan sebagai sesuatu yang dianggap baik, berguna atau penting, dijadikan sebagai acuan dan melambangkan kualitas yang kemudian diberi bobot baik oleh individu maupun kelompok. Dapat disimpulkan pula bahwa nilai merupakan sesuatu yang memberi makna dan pengabsahan pada tindakan seseorang.

2. Macam-macam Nilai

Macam atau bentuk nilai sangat banyak dan kompleks, karena nilai dapat dilihat dari bebagai sudut pandang. Pengklasifikasiannya bermacam-macam, diantaranya:

a. Dilihat dari segi komponen utama agama Islam sekaligus sebagai nilai tertinggi dari ajaran agama Islam, para ulama membagi nilai menjadi tiga bagian, yaitu: Nilai Keimanan (Aqidah), Nilai Ibadah (Syari’ah), dan Akhlak. Penggolongan ini didasarkan pada penjelasan Nabi

5M. Chabib Toha, Kapita Selekta Pendidikan..., h. 61.

6Heri Gunawan, Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi (Bandung: Alfabeta,


(37)

26

Muhammad saw. kepada Malaikat Jibril mengenai arti Iman, Islam, dan Ihsan yang esensinya sama dengan Akidah, Syari’ah dan Akhlak. b. Jika dilihat dari sumbernya, nilai diklasifikasikan menjadi dua macam,

yaitu Nilai Ilahiyah dan Nilai Insaniyah. Nilai Ilahiyah merupakan nilai yang lahir dari keyakinan (belief), berupa petunjuk dari supernatural atau Tuhan.7 Dan kemudian Noeng Muhajir membagi Nilai Ilahiyah atas tiga hal, yaitu nilai keimanan (aqidah), nilai ubudiyah, dan nilai muamalah.8 Sedangkan Nilai Insaniyah merupakan produk budaya, yakni nilai yang lahir dari kebudayaan masyarakat baik secara individu maupun kelompok.9 Terdiri dari nilai etika, nilai sosial, dan nilai estetika.

c. Kemudian dalam analisis teori nilai dibedakan menjadi dua jenis nilai pendidikan yaitu,

1) Nilai Ekstrinsik, adalah sifat baik dari suatu benda sebagai alat atau sarana untuk sesuatu hal lainnya, maksudnya untuk membantu mencapai suatu tujuan. Dengan kata lain, yaitu nilai yang dianggap baik karena bernilai untuk sesuatu yang lain.10 Contohnya adalah

puisi. Bentuk puisi yang terdiri dari bahasa, diksi, baris, sajak, dan irama itu yang disebut nilai ekstrinsik.

7Mansur Isna, Diskursus Pendidikan Islam (Yogyakarta: Global Pustaka Utama, 2001), h.

98.

8M. Chabib Toha, Kapita Selekta Pendidikan..., h. 60. 9Mansur Isna, Diskursus Pendidikan Islam..., h. 99.

10Mohammad Nur Syam, Pendidikan Filsafat dan Dasar Filsafat Pancasila (Surabaya:


(38)

27

2) Nilai Intrinsik, adalah sifat baik dari benda yang bersangkutan. Pengertian lain adalah nilai yang dianggap baik, tidak untuk sesuatu yang lain melainkan di dalam dan dirinya sendiri11 (untuk kepentingan benda itu sendiri). Contohnya adalah pesan puisi yang ingin disampaikan kepada pembaca melalui puisi itu sendiri disebut nilai intrinsik.

d. Sedangkan nilai dilihat dari segi sifat, nilai itu dapat dibagi menjadi tiga macam yaitu,

1) Nilai Subjektif, yaitu nilai yang merupakan reaksi subjek dan objek. Hal ini sangat tergantung kepada masing-masing pengalaman subjek tersebut.

2) Nilai Subjektif Rasional (Logis), yaitu nilai-nilai yang merupakan esensi dari objek secara logis yang dapat diketahui melalui akal sehat, seperti nilai kemerdekaan, nilai kesehatan, nilai keselamatan, badan dan jiwa, nilai perdamaian dan sebagainya.

3) Nilai Objektif Metafisik, yaitu nilai yang ternyata mampu menyusun kenyataan objektif seperti nilai-nilai agama.

3. Pendekatan dan Strategi Penanaman Nilai

Berbagai nilai yang sudah ada tersebut sangat perlu untuk ditumbuh-kembangkan semaksimal mungkin. Lebih-lebih dalam kehidupan manusia saat ini, pada akhir abad 21 yang lebih dikenal dengan era globalisasi yang


(39)

28

ditandai dengan terjadinya perubahan-perubahan yang serba cepat dan kompleks, baik yang menyangkut perubahan norma-norma dan nilai-nilai maupun struktur yang berkaitan dengan kehidupan manusia.

Seiring perubahan norma-norma dan nilai-nilai tersebut, tak jarang ditemui adanya perbenturan antar nilai yang terus berkembang di masyarakat. Sehingga hal ini mengakibatkan terjadinya krisis nilai. Krisis ini sangat mengganggu harmonisasi masyarakat karena sendi-sendi normatif dan tradisional mengalami pergeseran yang belum menemukan pemecahan. Krisis nilai demikian mempunyai ruang lingkup yang menyentuh masalah kehidupan masyarakat, yaitu menyangkut sikap menilai sesuatu perbuatan baik dan buruk, moral dan amoral, pantas atau tak pantas, benar dan tidak benar serta perilaku lainnya yang diukur atas dasar etika pribadi dan sosial.

Nilai-nilai yang sudah ada hendaknya dibentuk dan diwujudkan dalam diri masyarakat sehingga akan lebih fungsional dan aktual dalam perilaku muslim, yakni nilai Islami yang dilandasi moralitas (akhlak) yang dikehendaki Allah yang harus diwujudkan dalam amal perilaku hamba-Nya dalam hidup bermasyarakat.12 Sehingga dari sini akan terbebas dari krisis nilai dan moral.

Untuk membentuk pribadi masyarakat yang memiliki nilai dan moral yang baik, maka diperlukan yang namanya pendekatan penanaman nilai.


(40)

29

Pendekatan penanaman nilai (value inculcation approach) adalah suatu pendekatan yang memberi penekanan pada penanaman nilai-nilai sosial dalam diri peserta didik pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Pendekatan penanaman nilai ini memiliki dua tujuan, yaitu pertama, diterimanya nilai-nilai sosial tertentu oleh peserta didik, kedua, berubahnya nilai-nilai peserta didik yang tidak sesuai dengan nilai-nilai sosial yang diharapkan mengarahkan pada perubahan yang lebih baik.

Pendekatan penanaman nilai menurut Ansori terbagi atas dua cara yang dapat menentukan pada nilai-nilai pendidikan Islam, yaitu:13

a. Pendekatan kajian ilmiah tentang sikap dan tingkah laku orang-orang muslim, pendekatan semacam ini bermanfaat untuk mengetahui sejauh mana seorang muslim mengikuti ajaran atau nilai-nilai Islami.

b. Pendekatan yang merujuk pada sumber asli yaitu al-Qur’an dan al -Hadits. Validitas dari hasil ini sangat jelas, namun masih terbatas karena tidak semua nilai Islami dapat digali dari kedua sumber tersebut maka perlu adanya pendukung yang lain, yaitu qiyas dan ijtihad.

B. Tinjauan Tentang Pendidikan Islam 1. Pengertian Pendidikan Islam

Definisi pendidikan menurut H. M. Arifin adalah usaha orang dewasa secara sadar untuk membimbing dan mengembangkan kepribadian

13M. Chabib Thoha, dkk., Reformulasi Filsafat Pendidikan Islam (Yogyakarta: Pustaka


(41)

30

serta kemampuan dasar anak didik baik dalam bentuk pendidikan formal maupun non-formal.14

Menurut Soegarda Poerbakawatja ialah semua perbuatan atau usaha dari generasi tua untuk mengalihkan pengetahuan, pengalaman, kecakapan dan keterampilannya kepada generasi muda. Sebagai usaha menyiapkan agar dapat memenuhi fungsi hidupnya, baik secara jasmani maupun rohani.15

Adapun Ahmad D. Marimba menyatakan bahwa pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.16

Dari beberapa pendapat para tokoh pendidikan diatas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan merupakan usaha manusia untuk dapat membantu, melatih, dan mengarahkan seorang peserta didik melalui transmisi pengetahuan, pengalaman, intelektual dan keagamaan seorang pendidik agar dapat tercapai tujuan yang dicita-citakan, yaitu kehidupan yang sempurna dengan terbentuknya kepribadian yang utama.

Pendidikan merupakan suatu yang esensial bagi manusia, karena pendidikan adalah bagian dari proses kehidupan.17 Adapun Azra

14H.M. Arifin, Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama (Jakarta: Bulan Bintang, 1976),

h. 12.

15Soegarda Poerbakawatja, Ensiklopedi Pendidikan (Jakarta: Gunung Agung, 1981), h. 257. 16Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan..., h. 19.


(42)

31

berpendapat bahwa pendidikan merupakan suatu proses penyiapan sumber daya manusia untuk menjalankan kehidupan dan memenuhi tujuan hidupnya secara lebih efektif dan efisien.18 Dan pendapat yang lebih luas cakupannya datang dari Rupert C. Lodge, ia menyatakan bahwa pendidikan itu menyangkut seluruh pengalaman. Dalam pengertian luas ini kehidupan adalah pendidikan, dan pendidikan adalah kehidupan.19 Dengan demikian, pendidikan merupakan bagian yang penting yang tidak akan dapat dipisahkan dari kehidupan yang bertujuan untuk membentuk manusia seutuhnya, baik dalam segi jasmani maupun rohani, intelektual maupun spiritual.

Pendidikan jika dikaitkan dengan Islam maka mempunyai makna tersendiri. Kata Islam yang menjadi imbuhan pada kata pendidikan menunjukkan warna, model, bentuk dan ciri bagi pendidikan yang bernuansa Islam atau pendidikan yang Islami. Secara psikologis, kata tersebut mengindikasikan suatu proses untuk mencapai nilai moral, sehingga subyek dan obyeknya senantiasa mengkonotasikan kepada perilaku yang bernilai, dan menjauhi sikap amoral.

Adapun pengertian pendidikan Islam yang telah dikemukakan oleh para ahli menurut perspektif masing-masing sebagaimana berikut:

18Ahmad Munjin Nasih dan Lilik Nur Kholidah, Metode dan Teknik Pembelajaran

Pendidikan Agama Islam (Bandung: PT. Refika Aditama, 2009), h. 2.

19Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam (Bandung: Remaja Rosdakarya,


(43)

32

a. M. Yusuf al-Qardhawi memberikan pengertian bahwa pendidikan Islam adalah pendidikan manusia seutuhnya; akal dan hatinya, rohani dan jasmaninya, akhlak dan ketrampilannya. Karena itu, pendidikan Islam menyiapkan manusia untuk hidup, baik dalam keadaan damai maupun perang dan menyiapkannya untuk masyarakat dengan segala kebaikan dan kejahatannya, manis dan pahitnya.20

b. M. Athiyah al-Abrasyi menjelaskan bahwa pendidikan Islam adalah mempersiapkan manusia supaya hidup dengan sempurna dan bahagia, mencintai tanah air, tegap jasmaninya, sempurna budi pekertinya, pola pikirnya teratur rapi, perasaannya halus, profesional dalam bekerja dan manis tutur sapanya.21

c. Abdurrahman al-Nahlawi mendefinisikan pendidikan Islam adalah pengembangan pikiran manusia dan penataan tingkah laku serta emosinya berdasarkan agama Islam, dengan maksud merealisasikan tujuan Islam di dalam kehidupan individu dan masyarakat, yakni dalam seluruh lapangan kehidupan.22

d. Adapun menurut Sayid Muhammad al-Naquib al-Attas, pendidikan Islam ialah pengenalan dan pengalaman yang secara berangsur-angsur ditanamkan dalam diri manusia, tentang tempat-tempat yang tepat dari

20Yusuf Al-Qardhawi, Pendidikan Islam dan Madrasah Hasan al-Banna, terj. Bustami A.

Gani dan Zainal Abidin Ahmad (Jakarta: Bulan Bintang, 1980), h. 157.

21Kemas Badaruddin, Filsafat Pendidikan Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), h. 36. 22Abdurrahman Nahlawy, Ushul Tarbiyah Islamiyah wa Asalibuha fi Bait wa


(44)

33

segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan sedemikian rupa sehingga membimbing ke arah pengenalan dan pengakuan tempat Tuhan yang tepat di dalam tatanan wujud dan kepribadian.23

e. Selanjutnya Endang Saifuddin Anshari memberikan pengertian yang lebih jelas secara teknis mengenai pendidikan Islam, yakni proses bimbingan oleh subyek didik terhadap perkembangan jiwa dan raga obyek didik dengan bahan-bahan materi tertentu, pada jangka waktu tertentu, dengan metode tertentu dan dengan alat perlengkapan yang ada kearah terciptanya pribadi tertentu disertai evaluasi sesuai dengan ajaran Islam.24 Pendapat ini menggambarkan bahwa pendidikan Islam atau pendidikan yang Islami adalah pendidikan yang seluruh komponen atau aspeknya harus didasarkan pada ajaran Islam. Komponen atau aspek pendidikan tersebut adalah visi, misi, tujuan, proses belajar mengajar, pendidik, peserta didik, hubungan pendidik dan peserta didik, kurikulum, bahan ajar, sarana prasarana, pengelolaan, lingkungan dan lain sebagainya.

Dari beberapa pendapat yang telah diuraikan tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan Islam merupakan proses bimbingan atau usaha untuk mewujudkan manusia ideal (insan kamil) sehingga berhasil menjawab tantangan dan menjalankan kewajibannya dalam seluruh aspek

23Kemas Badaruddin, Filsafat Pendidikan Islam..., h. 36.

24Azumardi Azra, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi menuju Milennium Baru


(45)

34

kehidupan baik yang bersifat duniawi maupun ukhrawi dengan

mengimplementasikan syari’at Islam.

Adapun ciri manusia sempurna atau ideal menurut Islam sebagaimana yang terdapat dalam buku Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam karangan Dr. Ahmad Tafsir adalah:25

a. Memiliki jasmani yang sehat dan kuat serta berketerampilan b. Memiliki akal yang cerdas serta pandai

c. Memiliki rohani yang berkualitas tinggi (hatinya penuh iman kepada Allah swt.)

2. Dasar Pendidikan Islam

Dasar dalam bahasa Arab adalah “asas” sedangkan dalam bahasa Inggris adalah “foundation”, sedangkan dalam bahasa Latin adalah

“fundametum”, secara bahasa berarti alas, fundamen, pokok atau pangkal segala sesuatu (pendapat, ajaran, aturan).26

Dasar atau landasan yang menjadi acuan dalam pendidikan Islam harus merupakan sumber nilai kebenaran dan kekuatan yang dapat menghantarkan pada tujuan yang dicita-citakan. Dasar pendidikan Islam mempunyai dua segi, yaitu dasar ideal dan dasar operasional.

Dr. Said Ismail Ali berpendapat bahwa dasar ideal pendidikan Islam terdiri atas enam macam, yaitu:

25Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif..., h. 46.

26Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai


(46)

35

a. Al-Qur’an

Al-Qur’an merupakan sumber atau dasar pendidikan Islam yang utama. Al-Qur’an adalah firman Allah swt. yang diturunkan kepada Rasul-Nya, Muhammad bin ‘Abdullah melalui perantaraan malaikat Jibril, yang disampaikan kepada generasi berikutnya secara mutawattir (berangsur-angsur), dianggap ibadah bagi orang yang membacanya, dimulai dengan surat al-Fâtihah dan diakhiri dengan surat an-Nâs.27

Keutamaan al-Qur’an sebagai sumber dapat dilihat dalam kandungan firman Allah swt. berikut:

ذ

ِكْلا َكِل

َبْيَر َل ُباَت

ۛ

ْيِف

ِه

ۛ

َِْْقّتُمْلِّل ىًدُ

۵

“Kitab (al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertakwa.” (QS. al-Baqarah [2]: 2)

Djumransjah dan Abdul Malik Karim Amrullah menyatakan,

al-Qur’an dijadikan sumber yang pertama dan utama karena al-Qur’an di dalamnya berisi beberapa keistimewaan dalam usaha pendidikan manusia, di antaranya: (1) menghormati akal manusia, (2) bimbingan ilmiah, (3) tidak menentang fitrah manusia, (4) penggunaan cerita-cerita (kisah-kisah) untuk tujuan pendidikan, dan (5) memelihara keperluan-keperluan sosial.28

27Abd al-Wahhab al-Khallaf, Ilmu Ushul Fiqih (Mesir: al-Ma’arif, 1968), h. 60.

28Djumransjah dan Abdul Malik Karim Amrullah, Pendidikan Islam Menggali Tradisi


(47)

36

Selanjutnya alasan al-Qur’an dijadikan sumber utama karena memuat tentang: 29 Pertama, sejarah pendidikan Islam. Kedua,

nilai-nilai formatif pendidikan Islam yang meliputi tiga pilar: (1) i’tiqodiah, yang berkaitan dengan pendidikan keimanan, seperti percaya kepada rukun iman yang betujuan untuk menata kepercayaan individu (2)

khuluqiah, yang berkaitan dengan pendidikan etika, yang bertujuan untuk membersihkan diri dari perilaku rendah dan menghiasi diri dengan perilaku yang terpuji (3) amaliah, yang berkaitan dengan tingkah laku sehari-hari baik yang berhubungan dengan ibadah (memuat hubungan antara manusia dengan Tuhannya, seperti sholat, zakat, haji, yang bertujuan untuk aktualisasi nilai-nilai ubudiyah), dan yang berkaitan dengan mu’amalah (hubungan antar manusia, baik secara individual maupun institusional).

Al-Qur’an sebagai sumber dari segala sumber hukum Islam hanyalah memuat prinsip-prinsip dasar ajaran Islam. Adapun sebagian ayatnya yang menguraikan prinsip-prinsip dasar tersebut secara rinci merupakan contoh dan petunjuk bahwa seluruh isi kandungan al-Qur’an masih perlu dijelaskan. Penjelasan al-Qur’an dapat dijumpai dalam Sunnah Rasul. Sunnah Rasul merupakan cermin dari segala tingkah laku Rasulullah saw. yang harus diteladani. Inilah salah satu alat

29Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kencana Perdana


(48)

37

pendidikan yang paling efektif dalam pembentukan pribadi. Karena keglobalan al-Qur’an tidak dapat diuraikan kecuali melalui Sunnah Rasul, maka sumber kedua setelah al-Qur’an adalah Sunnah Rasul tersebut.30

b. As-Sunnah

Dalam konteks pendidikan, sunnah mempunyai dua fungsi yaitu menjelaskan metode pendidikan Islam yang bersumber dari al-Qur’an secara konkrit dan penjelasan yang belum dijelaskan dalam al-Qur’an, menjelaskan metode pendidikan yang telah dilakukan oleh Nabi Muhammad saw. dalam kehidupan keseharian serta cara beliau menanamkan keimanan.31 Allah menjelaskan bagaimana kesempurnaan akhlak Nabi Muhammad saw. melalui firman-Nya:

َلَعَل َكّنِإَو

ْيِظَع ٍقُلُخ ى

ٍم

٤

“Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berbudi

pekerti yang agung.” (QS. al-Qalam [68]: 4)

Dan perintah secara langsung dari Allah untuk mentaati Rasulullah saw. sebagaimana dalam firman Allah swt. berikut:

ْوُسّرلا ُمُكاَتآ اَمَو

ْوُذُخَف ُل

ْوُهَ تْ ناَف ُهََْع ْمُكاَهَ ن اَمَو ُه

اوُقّ تاَو ا

َه

ّنِإ

َه

ْيِدَش

ِباَقِعْلا ُد

۷

30Abidin Ibnu Rusn, Pemikiran al-Ghazali Tentang Pendidikan (Yogyakarta: Pustaka

Belajar, 1998), h. 131.


(49)

38

Apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. Dan apa

yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah.” (QS. al-Hasyr [59]: 7)

Dengan demikian, sunnah menduduki posisi yang penting dan menjadi dasar atau landasan utama kedua dalam pendidikan Islam. Karena akhlak Nabi Muhammad saw. merupakan akhlak yang sempurna dan apa yang datang dari beliau wajib ditaati oleh setiap pengikutnya hingga akhir zaman.

c. Pendapat Sahabat Nabi (Madzhab Shahabi)

Sahabat adalah orang yang pernah berjumpa dengan Nabi saw. dalam keadaan beriman kepadanya dan mati dalam keadaan beragama Islam.32 Para sahabat mempunyai karakteristik unik, antara lain: (1) tradisi yang dilakukan sahabat secara konseptual tidak terpisah dengan Sunnah Nabi Muhammad saw. (2) kandungan yang khusus dan aktual tradisi sahabat sebagian besar produk sendiri (3) unsur kreatif dan kandungan merupakan ijtihad personal yang telah mengalami

kristalisasi dalam ijma’ yang disebut madzhab shahabi. Ijtihad di sini tidak terpisah dari petunjuk Nabi Muhammad saw. (4) praktik amaliah sahabat identik dengan ijma’.33

Adapun upaya yang telah dilakukan sahabat Nabi dalam bidang pendidikan Islam sangat menentukan perkembangan pemikiran

32Agung Danarta, Perempuan Periwayat Hadis (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013), h.

117.


(50)

39

pendidikan dewasa ini. Sebagai contoh upaya yang dilakukan oleh Sayyidina Abu Bakar dengan membukukan al-Qur’an yang digunakan sebagai sumber pendidikan Islam, kemudian dilanjutkan oleh Sayyidina Umar bin Khaththab yang banyak melakukan reaktualisasi ajaran Islam. Kemudian tindakan tersebut disempurnakan lagi oleh Sayyidina Utsman bin Affan dengan upaya melakukan sistematisasi terhadap al-Qur’an berupa kodifikasi al-Qur’an. Setelah itu disusul pada masa Sayyidina Ali bin Abi Thalib dengan merumuskan konsep-konsep ke-tarbiyah-an, misalnya merumuskan etika anak didik kepada pendidiknya atau sebaliknya.34

d. Kemaslahatan (Mashalih al-Mursalah)

Mashalih al-Mursalah adalah menetapkan undang-undang,

peraturan dan hukum tentang pendidikan dalam hal-hal yang sama sekali tidak disebutkan dalam nash, dengan pertimbangan kemaslahatan hidup bersama, dengan bersendikan asas menarik kemaslahatan dan menolak kemudharatan. Para ahli pendidikan menentukan peraturan pendidikan Islam sesuai dengan kondisi lingkungan di mana ia berada. Ketentuan yang dicetuskan berdasarkan Mashalih al-Mursalah paling tidak memenuhi kriteria: (1) apa yang dicetuskan benar-benar membawa kemaslahatan dan menolak kerusakan setelah melalui tahapan observasi dan analisis, misalnya pembuatan tanda tamat


(51)

40

(ijazah) dengan foto pemiliknya (2) kemaslahatan yang diambil merupakan kemaslahatan yang bersifat universal, yang mencakup seluruh lapisan masyarakat tanpa adanya diskriminasi (3) keputusan yang diambil tidak bertentangan dengan nilai dasar al-Qur’an dan as -Sunnah.35

e. Adat Kebiasaan Masyarakat (‘Urf)

Terdapat salah satu kaidah ushul fiqh yang berbunyi:

ُةَداَعْلا

ٌةَمّكَُُ

“Kebiasaan (dapat) menjadi dasar hukum.”

Tradisi (‘urf)adalah kebiasaan masyarakat, baik berupa perkataan maupun perbuatan yang dilakukan secara continue dan seakan-akan merupakan hukum tersendiri, sehingga jiwa manusia merasa tenang dalam melakukannya karena sejalan dengan akal dan diterima oleh

tabiat yang sejahtera. Nilai tradisi setiap masyarakat merupakan realitas yang multikompleks dan dialektis. Nilai-nilai itu mencerminkan kekhasan masyarakat, nilai-nilai tradisi dapat mempertahankan diri sejauh di dalam diri mereka terdapat nilai-nilai kemanusiaan, sedang nilai-nilai tradisi yang tidak mempunyai nilai-nilai kemanusiaan akan kehilangan martabatnya.36

35Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam..., h. 41. 36Ibid., h. 42.


(52)

41

Kesepakatan bersama dalam tradisi dapat dijadikan acuan dalam pelaksanaan pendidikan Islam. Penerimaan tradisi tentunya memiliki syarat: (1) tidak bertentangan dengan nash, baik al-Qur’an maupun as -Sunnah (2) tradisi yang berlaku tidak bertentangan dengan akal sehat dan tabiat yang sejahtera, serta tidak mengakibatkan kedurhakaan, kerusakan, dankemudhratan.37

f. Ijtihad Para Ulama

Ijtihad menjadi penting dalam pendidikan Islam ketika suasana pendidikan mengalami status quo, jumud, dan stagnan. Tujuan dilakukannya ijtihad dalam pendidikan adalah untuk dinamisasi, inovasi dan modernisasi pendidikan agar diperoleh masa depan pendidikan yang lebih berkualitas.38

Dasar operasional pendidikan Islam merupakan dasar yang terbentuk sebagai aktualisasi dari dasar ideal. Menurut Prof. Dr. Hasan Langgulung, dasar operasional pendidikan Islam terbagi menjadi enam macam, yaitu: 1) Dasar historis, yaitu dasar yang memberi persiapan kepada pendidik

dengan hasil-hasil pengalaman masa lalu, undang-undang dan peraturan-peraturannya, batas-batas dan kekurangan-kekurangannya.

37Ibid., h. 42. 38Ibid., h. 43.


(53)

42

2) Dasar sosial, yaitu dasar yang memberikan kerangka budaya yang pendidikannya itu bertolak dan bergerak, seperti memindah budaya, memilih dan mengembangkannya.

3) Dasar ekonomi, yaitu dasar yang memberikan perspektif tentang potensi-potensi manusia dan keuangan, materi dan persiapan yang mengatur sumber-sumbernya dan bertanggung jawab terhadap anggaran pembelanjaan.

4) Dasar politik dan administrative, adalah dasar yang memberi bingkai ideology (aqidah) dasar, yang digunakan sebagai tempat bertolak untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan dan rencana yang telah dibuat.

5) Dasar psikologi, adalah dasar yang memberi informasi tentang bakat, minat, watak, karakter, motivasi, dan inovasi peserta didik, pendidik, cara-cara terbaik dalam praktik, pencapaian dan penilaian dan pengukuran secara bimbingan.

6) Dasar filosofis, adalah dasar yang memberi kemampuan memilih yang terbaik, memberi arah suatu sistem, mengontrol dan memberi arah kepada semua dasar-dasar operasional lainnya.39

Demikian Prof. Dr. Hasan Langgulung menjelaskan, bahwa dasar operasional pendidikan Islam selalu memperhatikan seluruh aspek


(54)

43

kehidupan, baik yang berupa sejarah, sosial, ekonomi, politik, psikologi maupun filosofi.

3. Tujuan Pendidikan Islam

Istilah “tujuan” atau “sasaran” atau “maksud”, dalam bahasa Arab

dinyatakan dengan ghayat atau ahdaf atau maqasid. Sedangkan dalam

bahasa Inggris, istilah “tujuan” dinyatakan dengan goal atau purpose atau

objective atau aim. Secara umum istilah-istilah itu mengandung pengertian yang sama, yaitu arah suatu perbuatan atau yang hendak dicapai melalui upaya atau aktivitas.40

Menurut Arifin, tujuan itu bisa jadi menunjukkan kepada futuritas (masa depan) yang terletak suatu jarak tertentu yang tidak dapat dicapai kecuali dengan usaha melalui proses tertentu.41

Tujuan merupakan standar usaha yang dapat ditentukan, serta mengarahkan usaha yang akan dilalui dan merupakan titik pangkal untuk mencapai tujuan-tujuan yang lain. Di samping itu, tujuan dapat membatasi ruang gerak usaha agar kegiatan dapat fokus pada apa yang akan dicita-citakan, dan yang terpenting lagi adalah dapat memberi penilaian atau evaluasi pada usaha-usaha pendidikan.42

40Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 2012), cet. ke-9, h. 209. 41Ibid.


(55)

44

Dari beberapa pendapat tentang pengertian tujuan, secara garis besar pengertian itu berpusat pada suatu maksud tertentu yang ingin dicapai melalui serangkaian usaha dan pelaksanaan kegiatan.

Di Indonesia tujuan pendidikan dirumuskan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) Bab II pasal 4 sebagai berikut: Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.43

Adapun tujuan pendidikan Islam pada umumnya yaitu untuk membentuk pribadi manusia, dimana dalam pencapaiannya harus melalui sebuah proses yang panjang dengan hasil yang tidak dapat diketahui dengan segera. Oleh karena itu dalam pembentukan tersebut diperlukan suatu perhitungan yang matang dan hati-hati berdasarkan pandangan dan rumusan-rumusan yang jelas dan tepat.

Sehubungan dengan hal tersebut pendidikan Islam harus memahami dan menyadari betul apa sebenarnya yang ingin dicapai dalam proses pendidikan. Tujuan pendidikan merupakan masalah sentral dalam

43Tobroni, Pendidikan Islam Paradigma Teologis, Filosofis dan Spiritualitas (Malang:


(56)

45

pendidikan yang membutuhkan rumusan yang jelas sehingga tujuan pendidikan menjadi terarah dan tidak salah langkah.

Secara sederhana konsep tujuan pendidikan dalam Islam adalah perubahan-perubahan yang ingin dicapai melalui usaha proses pendidikan baik pada tingkah laku individu dan kehidupan pribadinya atau pada kehidupan masyarakat dan pada alam sekitarnya atau pada proses pendidikan dan pengajaran itu sendiri sebagai suatu aktivitas asasi dan proporsi di antara profesi-profesi asasi di masyarakat.44

Berikut pendapat para ahli mengenai tujuan pendidikan Islam dalam perspektif masing-masing:

a. Ibnu Khaldun menyatakan bahwa pendidikan Islam memiliki dua tujuan, pertama, tujuan keagamaan adalah beramal untuk akhirat, sehingga ia menemui Tuhannya dan telah menunaikan hak-hak Allah yang diwajibkan untuknya. Kedua, tujuan ilmiah yang bersifat keduniaan, yaitu apa yang diungkapkan oleh pendidikan modern dengan tujuan kemanfaatan atau persiapan untuk hidup.45

b. Zulkarnain mengutip pendapat Hamdan Ali merumuskan tujuan pendidikan Islam sebagai pengabdian diri manusia kepada Pencipta

44M. Shofan, Pendidikan Berparadigma Profetik “Upaya Konstruktif Membongkar

Dikotomi Sistem Pendidikan Islam” (Yogyakarta: Ircisod, 2004), h. 67.


(57)

46

Alam, dengan tidak melupakan kehidupan dunia.46 Maksudnya adalah kehidupan manusia yang seharusnya adalah kehidupan yang berimbang, kehidupan dunia harus diperhatikan disamping kehidupan di akhirat. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah saw.,

ٍََنَا ْنَع

ِه ُلْوُسَر َلاَق

َمّلَسَو ِهْيَلَع ُه ىّلَص

ْنَم ْمُك َِِِْْ ََْيَل

َّّح ُهاَيْ نُدِل ُهَتَرِخَا َلَو ِهِتَرِخ َِل ُهاَيْ نُد َََرَ ت

ُي

اًعْ يََِ اَمُهْ َِم َبْيِص

َف ِإ

ّن

دلا

َّلا ىَلَع ًََك اْوُ نْوُكَت َلَو ِةَرِخ َْلا ََِا ٌغ َََب اَيْ ن

ِسا

.

ُ

ُهاَوَر

ْبا

َع ن

َس

ِكا

ر

َع ْن

َأ َن

ٍَ

َ

“Dari Anas ra., bahwasanya Rasulullah saw. telah bersabda: Bukanlah orang yang baik diantara kamu orang yang meninggalkan urusan dunianya untuk (mengejar) urusan akhirat, dan bukan pula (orang yang baik) orang yang meninggalkan akhiratnya untuk (mengejar) urusan dunianya, sehingga dapat memadukan kedua-duanya. Sesungguhnya kehidupan dunia mengantarkan kamu menuju kehidupan akhirat. Dan janganlah

kamu menjadi beban orang lain.” (HR. Ibnu Asakir dari Anas)47 c. Adapun menurut Abu Achmadi, tujuan pendidikan Islam adalah sejalan

dengan pendidikan hidup manusia dan peranannya sebagai makhluk Allah swt. yaitu semata-mata hanya beribadah kepada-Nya.48 Allah swt. berfirman:

ْلا ُتْقَلَخ اَمَو

ِج

ِْْاَو ّن

ّلِإ ََْن

ْوُدُبْعَ يِل

ِن

٦

۱

46Hamdan Ali, Filsafat Pendidikan (Yogyakarta: Kota Kembang, 1993), h. 90, sebagaimana

dikutip Zulkarnain, Transformasi Nilai-Nilai Pendidikan Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), h. 19.

47Kitab Tafsir al-Kasysyaf, jilid 4, hadits no. 1670.

48Abu Achmadi, Islam Sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan (Yogyakarta: Aditya Media,


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Taufik (ed.). 1987. Sejarah dan Masyarakat: Lintas Historis Islam di

Indonesia. Jakarta: Pustaka Firdaus.

Achmadi, Abu. 1992. Islam Sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: Aditya Media.

Al-Abrasy, M. Athiyah. 1969. Al-Islamiyah wa Falsafahtuha. Qahirah: Isa al-Babi al-Halabi.

Al-Allawi, Muhammad Ali. 2006. The Great Women: Mengapa Wanita Harus

Merasa Tidak Lebih Mulia. Terj. El-Hadi Muhammad. Jakarta: Pena Pundi

Aksara. Cet. ke-2.

Al-Bankani, Majid bin Khanzar. 2013. Perempuan-Perempuan Shalihah: Kisah,

Teladan, dan Nasihat dari Kehidupan Para Shahabiyah Nabi saw. Solo:

Tinta Medina.

Ali, Hamdan. 1993. Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: Kota Kembang.

Al-Jauziyah, Ibnu Qayyim. 2005. Tombo Ati: Cerdas Mengobati Hati Sendiri. Terj. Muhammad Babul Ulum dan Edi Henri M. Jakarta: Maghfirah Pustaka. Al-Kandhalawi, Muhammad Zakariyya. tth. Kitab Ta’lim Fadhail A’mal. Terj.

Abdurrahman Ahmad, dkk. Cirebon: Pustaka Nabawi.

Al-Khallaf, Abd al-Wahhab. 1968. Ilmu Ushul Fiqih. Mesir: al-Ma’arif.

Al-Nahlawy, Abdurrahman. 1989. Ushul al-Tarbiyah al-Islamiyah wa Asalibuha fi

al-Bait wa al-Madrasah wa al-Mujtama’. Terj. Hery Noer Ali. Bandung:

Diponegoro.

Al-Qardhawi, Yusuf. 1980. Pendidikan Islam dan Madrasah Hasan al-Banna. Terj. Bustami A. Gani dan Zainal Abidin Ahmad. Jakarta: Bulan Bintang.

Al-Rawi, Umar Ahmad. 2015. Wanita-Wanita Kebanggaan Islam. Jakarta: Akbar


(2)

112

An-Nadawi, As-Sayyid Sulaiman. 2005. Memoar Aisyah ra.: Istri Kinasih Baginda

Rasul saw. Terj. M. Baharun. Surabaya: Risalah Gusti.

______________. 2007.‘Aisyah ra.: The True Beauty. Terj. Ghozi M. Jakarta: Pena Pundi Aksara. Cet. ke-1.

______________. 2015.‘Aisyah ra.: Potret Wanita Mulia Sepanjang Zaman. Terj. Isa Abdullah dan Nurrahman. Solo: Al-Andalus. Cet. ke-2.

Antonio, Muhammad Syafi’i. 2010. Ensiklopedi Leadership & Manajemen

Muhammad saw. Jilid 3. Jakarta: Tazkiya Publishing.

Aplikasi HaditsWeb Versi 3.0

Aplikasi Kitab Hadits 9 Imam Versi 1.2

Arifin, H.M. 1976. Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama. Jakarta: Bulan Bintang.

______________. 1995. Kapita Selekta Pendidikan: Islam dan Umum. Jakarta: Bumi Aksara.

______________. 1994. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara. Arifin, Muzayyin. 2003. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Asy-Syarif, Isham bin Muhammad. 2012. Panduan Tarbiyah Wanita Shalihah. Solo: Al-Qowam.

Asyur, Qasim. 2013. Kisah Kecerdasan Kaum Perempuan di Era Awal Islam, terj. Izzudin Karimi. Bekasi: Sukses Publishing. Cet. ke-1.

Azra, Azumardi. 1999. Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi menuju

Milennium Baru. Jakarta: Logos Wacan Ilmu.

Badaruddin, Kemas. 2009. Filsafat Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Basyir, Abu Umar.2005. Aku Wanita Paling Bahagia. Solo: Insan Cemerlang. Cet.


(3)

113

Bungin, Burhan. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Danarta, Agung. 2013. Perempuan Periwayat Hadis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1994. Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Jakarta: Balai Pustaka.

Djumransjah dan Abdul Malik Karim Amrullah. 2007. Pendidikan Islam Menggali

Tradisi Mengukuhkan Eksistensi. Malang: UIN Malang Press.

Dyayadi. 2009. Makhluk Unik dan Ajaib itu Bernama Wanita.Samarinda: Riz’ma. Fauzi, Fathi dan Widad Sakakini. 2011. Keluarga Perempuan Rasulullah: Biografi

Para Ibu, Istri, dan Putri Nabi. Terj. Khalifurrahman Fath dan Taufik Damas.

Jakarta: Zaman.

Fawa, Ummu Haidar. 2012. Keistimewaan-Keistimewaan Karakter Wanita yang

Terpilih jadi Istri Nabi. Yogyakarta: DIVA Press.

Gunawan, Heri. 2012. Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi. Bandung: Alfabeta.

Hadi, Sutrisno. 1990. Metodologi Research. Yogyakarta: Andi Offset.

Hafizh, M. Nur Abdul. 1997. Manhaj Tarbiyah al-Nabawiyah li al-Thifl. Bandung: Al-Bayan.

Halim, M. Nippan Abdul. 2001. Anak Shaleh Dambaan Keluarga. Yogyakarta: Mitra Pustaka.

Hasan, M. Iqbal. 2002. Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan

Aplikasinya. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Hermawan, Acep. 2011. ‘Ulumul Qur’an. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Http://kbbi.web.id/aktivitas

Isna, Mansur. 2001. Diskursus Pendidikan Islam. Yogyakarta: Global Pustaka Utama.


(4)

114

Kitab Tafsir al-Kasysyaf. Jilid 4. Hadits no. 1670.

M, Ruqaiyah. 2006. Konsep Nilai dalam Pendidikan Islam. Padangseidimpuan: Makalah STAIN Padang disimpuan.

Majid, Abdul dan Dian Andayani. 2012. Pendidikan Karakter Perspektif Islam. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Marimba, Ahmad D. 1989. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: PT.

Al-Ma’arif.

Moin, Mumtaz. 2013. Biografi Aisyah: Sang Ummu Mu’minin. Yogyakarta: Mitra Buku.

MS, Buhani dan Hasbi Lawrens. tth. Kamus Ilmiah Populer. Jombang: Lintas Media.

MS, Titus, et al. 1984. Persoalan-Persoalan Filsafat. Jakarta: Bulan Bintang. Muchtar, Heri Jauhari. 2005. Fikih Pendidikan. Bandung : Remaja Rosda Karya. Muhaimin dan Abdul Mujib. 1993. Pemikiran Pendidikan Islam Kajian Filosofis

dan Kerangka Dasar Operasionalisasinya. Bandung: Trigenda Karya.

Muhajir, Noeng. 1986. Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake Sarasin.

Mujib, Abdul dan Jusuf Mudzakkir. 2006. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Perdana Media.

Muslim.or.id/25422-apakah-wajib-membaca-al-quran-dengan-tajwid.html. Diakses pada 24 Januari 2017 pukul 11.00 WIB.

Mustofa, Yasin. 2007. EQ Untuk Anak Usia Dini dalam Pendidikan Islam. Yogyakarta: Sketsa.

Nasih, Ahmad Munjin dan Lilik Nur Kholidah. 2009. Metode dan Teknik

Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Bandung: PT. Refika Aditama.

Nawawi, Imam. 1999. Terjemah Riyadhus Sholihin. Jilid 1. Terj. Achmad Sunarto. Jakarta: Pustaka Amani. Cet. ke-4.


(5)

115

Poerbakawatja, Soegarda. 1981. Ensiklopedi Pendidikan. Jakarta: Gunung Agung. Poerwodarminto, W.J.S. 1999. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai

Pustaka.

Purtanto, Pius A. 1994. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya: Arkola. Ramayulis. 1998. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia.

______________. 2012. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia. Cet. ke-9. Rony, Aswil, dkk. 1999. Alat Ibadah Muslim Koleksi Museum Adhityawarman.

Padang: Bagian Proyek Pembinaan Permuseuman Sumatera Barat.

Rusn, Abidin Ibnu. 1998. Pemikiran al-Ghazali Tentang Pendidikan Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Shofan, M. 2004. Pendidikan Berparadigma Profetik “Upaya Konstruktif

Membongkar Dikotomi Sistem Pendidikan Islam”. Yogyakarta: Ircisod. Suruç, Salih. 2015. Best Stories of Abu Bakar Shiddiq. Jakarta: Kaysa Media. Suud, Wiyanto. 2011. Buku Pintar Wanita-Wanita dalam al-Qur’an. Jakarta:

Belanoor.

Suyudi. 2005. Pendidikan dalam Perspektif Al-Qur’an. Yogyakarta: Mikraj.

Syam, Mohammad Nur. 1986. Pendidikan Filsafat dan Dasar Filsafat Pancasila.

Surabaya: Usaha Nasional.

Tafsir, Ahmad. 1999. Filsafat Umum. Bandung: Remaja Rosda Karya.

______________. 2005. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya. Cet. ke-6.

Thoha, M. Chabib. 1996. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

______________, dkk. 1996. Reformulasi Filsafat Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Tim Penyusun MKD UIN Sunan Ampel. 2013. Akhlak Tasawuf. Surabaya: UIN Sunan Ampel Press.


(6)

116

Tobroni. tth. Pendidikan Islam Paradigma Teologis, Filosofis dan Spiritualitas. Malang: UMM Press.

Vembrianto, St., et al. 1994. Kamus Pendidikan. Jakarta: Gramedia.

Ya’qub, Hamzah. 1996. Etika Islam. Bandung: CV. Diponegoro.

Yunus, Mahmud. 2010. Kamus Arab-Indonesia. Jakarta: PT. Mahmud Yunus Wa

Dzurriyah.

Zainuddin. 1991. Seluk Beluk Pendidikan dari al-Ghazali. Jakarta: Bina Aksara. Zed, Mestika. 2004. Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Yayasan Obor

Indonesia.