Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Constraints Penerapan Flexible Working dan Coping Individual dalam Pengelolaan Konflik Pekerjaan-Keluarga T2 912012039 BAB I

Bab 1
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Jumlah wanita yang bekerja dari tahun ke tahun
semakin meningkat. Semakin banyaknya karyawan
wanita yang bekerja ditunjukkan oleh adanya kenaikan
hampir dua kali lipat untuk kurun waktu 30 tahun dari
29,3% tahun 1960an menjadi 40,5% tahun 1990an dan
meningkat lagi pada tahun 2000an menjadi 44%
(Yustrianthe, 2008). Terjadinya perubahan demografi
tenaga kerja yaitu meningkatnya jumlah wanita yang
bekerja telah melahirkan tuntutan-tuntutan yang lebih
kepada organisasi atau perusahan yang harus segera
direspon oleh organisasi atau perusahan tersebut
dengan

memilih

kebijakan-kebijakan

yang


dapat

diadaptasi yang berhubungan dengan pekerjaan dan
keluarga

(Dhamayanti,

2010;

Goodstein,

1994).

Adaptasi kebijakan-kebijakan ini merupakan investasi
jangka panjang perusahaan karena dapat menunjang
peningkatan kinerja perusahaan secara keseluruhan
dan berkelanjutan (Triaryati, 2003).
Wanita yang bekerja memiliki tuntutan ganda
yaitu beban terhadap rumah tangga dan terhadap

pekerjaan. Beban kerja yang berlebihan berimplikasi
terhadap stres kerja dan penurunan kinerja karyawan
1

dan kemudian menimbulkan niat karyawan untuk
meninggalkan pekerjaannya (Applebaum et al., 2010;
Shah et al., 2011; Suroso dan Siahaan, 2006). Selain
karena

stres

kerja,

keinginan

meninggalkan

organisasi

ketidakpuasan


terhadap

karyawan

disebabkan
pekerjaan

dan

juga

untuk
oleh

kelelahan

dengan pekerjaannya (Aslam dan Safdar, 2012; Mobley,
1977; Sahsad et al., 2011;). Keinginan karyawan untuk
berpindah dari


organisasi atau perusahan dapat

memicu terjadinya turnover karyawan (Andini, 2006).
Hal ini menjadi persoalan dan kerugian bagi organisasi
sebab

organisasi

manusianya.

Oleh

kehilangan
sebab

aset

itu,


sumber

organisasi

daya
perlu

melengkapi karyawannya dengan work life balance
untuk mengurangi stres kerja dan mencegah terjadinya
turnover (Sahzad, 2011). Malthis dan Jackson (2001)
mengemukakan bahwa tidak seimbangnya kehidupan
pekerjaan dan keluarga untuk seorang wanita dan
sebagai seorang ibu yang bekerja akan menimbulkan
konflik pekerjaan-keluarga dan mempunyai pengaruh
yang berarti terhadap ketidakhadiran dalam bekerja.
Konflik-konflik pekerjaan-keluarga terjadi karena
tumpang

tindih


wilayah-wilayah

tanggungjawab

pekerjaan dan rumah tangga sehingga tidak jarang
tanggungjawab pekerjaan mengganggu urusan keluarga
atau tanggungjawab di ranah keluarga mengganggu
2

pekerjaan (Frone, Russel dan Cooper, 1992). Pekerjaan
mengganggu keluarga artinya sebagian besar waktu
dan perhatian dicurahkan untuk melakukan pekerjaan
sehingga kurang mempunyai waktu terhadap keluarga.
Sebaliknya, keluarga mengganggu pekerjaan artinya
sebagian besar waktu dan perhatian digunakan untuk
menyelesaikan urusan keluarga sehingga mengganggu
pekerjaan

(Murtiningrum,


2005).

Greenhaus

dan

Parasuraman (1992) mengemukakan bahwa konflik
pekerjaan-keluarga terjadi karena karyawan berusaha
menyeimbangkan antara permintaan dan tekanan yang
timbul, baik dari keluarga maupun dari pekerjaannya.
Konflik pekerjaan-keluarga ini memiliki sejumlah
pengaruh

dan

dampak

terhadap

kesehatan


dan

performa karyawan sebagai akibat tuntutan ganda.
Riset-riset juga menunjukkan pengaruh positif konflik
pekerjaan-keluarga terhadap stres kerja, burnout dan
turn over serta memberikan dampak negatif terhadap
kepuasan kerja, produktivitas, dan kehadiran karyawan
sehingga seseorang dalam menjalankan pekerjaan dan
tanggungjawabnya membutuhkan dukungan, baik dari
pihak organisasi maupun sosial (Kalliath & Brought,
2008;

Murtiningrum,

2005;

Yuile,

Chang


&

Gudmundsson, 2012). Hal ini merefleksikan bahwa
kebutuhan individu dan organisasi adalah sama-sama

3

penting

untuk

mencapai

kinerja

yang

produktif


(Greenhaus dan Beutell, 1985).
Sejak munculnya konflik ini pada tahun 1960an,
perhatian-perhatian para peneliti maupun praktisi
mulai bermunculan. Pada 1986 wacana work life
balance kemudian
konflik

pekerjaan-keluarga.

merupakan
seimbang

diperkenalkan untuk mengelola

konsep
dalam

Work-life

tindakan


menjalankan

balance

alokasi

waktu

yang

peran

ganda

yaitu

mengkombinasikan prioritas individu dan tuntutan
pekerjaan

dan

kehidupan

(Yuile,

et

al.,

2012),

menyeimbangkan work responsibilities dan non-work
responsibilities (Poelmans, 2008). Keseimbangan yang
dimaksud adalah time balance (pembagian waktu yang
seimbang

terhadap

pekerjaan

dan

keluarga),

involvement balance (keterlibatan yang sama di dalam
pekerjaan

dan

keluarga)

dan

satisfaction

balance

(kepuasan yang sama terhadap pekerjaan dan keluarga)
sehingga individu yang mengkombinasikan waktunya
terhadap peran ganda dapat merasakan hidup yang
berkualitas (Greenhaus, Collins dan Shaw, 2003).
Karyawan yang telah mencapai pemenuhan terhadap
peran ganda tersebut memiliki komitmen yang tinggi
terhadap

pekerjaannya

dan

merasakan

kepuasan

terhadap pekerjaan dan keluarga (Dhamayanti, 2006).

4

Studi-studi dewasa ini telah banyak menemukan
bahwa organisasi yang memperhatikan pemenuhan
work-life balance karyawannya dapat meningkatkan
produktivitas
menunjang
mengurangi

karyawan
karir,

terhadap

meningkatkan

ketidakhadiran,

kinerjanya,

kepuasan

menurunkan

kerja,
konflik

pekerjaan dan keluarga serta menekan angka turnover
karyawan (Beham dan Drobnič, 2009; Kalliath &
Brough,

2008;

Lockwood,

2003;

Wickham

dan

Fishwick, 2008; Yuile et. al., 2012). Berdasarkan hal
tersebut kemudian organisasi mulai mengembangkan
model-model rancangan pekerjaan di antaranya model
formula pekerjaan secara lebih fleksibel.
Flexible

working

merupakan

indikator

yang

menguntungkan dalam memenuhi work-life balance.
Offsite

working,

arrangement,

flexi-work

flexitime,

schedule,

telework,

dan

flexi-work
flexiplace

merupakan penerapan fleksibilitas yang memfasilitasi
karyawan memenuhi tanggungjawab pekerjaan dan
keluarganya secara seimbang sebab pekerjaan dengan
waktu

dan

tempat

yang

fleksibel

memungkinkan

karyawan dapat bekerja di rumah (telework) dan di
mana saja dengan memanfaatkan teknologi sehingga
karyawan

dapat

membagi

waktunya

secara

bertanggungjawab, dapat menurunkan stress kerja dan
burnout serta memberikan dampak positif terhadap
5

produktivitas karyawan, kepuasan kerja, meningkatkan
komitmen karyawan, mengurangi ketegangan terhadap
peran ganda, menurunkan stres kerja, dan mengurangi
ketidakhadiran

karyawan

(Beauregard

dan

Henry,

2009; Susi dan Jawaharanni, 2010; Yuile et. al., 2012).
Penelitian

Beham,

Prag

dan

Drobnic

(2009)

membuktikan bahwa karyawan yang bekerja part-time
memiliki kepuasan terhadap work-family balance-nya
lebih baik dibandingkan dengan karyawan yang bekerja
fulltime. Penelitian Hilbrect dkk (2008) terhadap ibu-ibu
yang bekerja di Kanada mengkaji tentang pentingnya
telework bagi karyawan wanita yang sudah menikah
dan memiliki anak untuk memenuhi keseimbangan
pekerjaan

dan

keluarga

sehingga

menghasilkan

kepuasan kerja dan merasakan kualitas hidup dan
pekerjaannya.

Sheel

et

al.

(2012)

menjelaskan

organisasi harus bisa memenuhi kebutuhan personal
dan ekspektasi karyawan yaitu dengan fleksibilitas bagi
karyawan

untuk

memberikan

otoritas

mengatur

pekerjaannya dalam memenuhi kepuasan kerja untuk
meningkatkan kinerja organisasi.
Penelitian-penelitian tersebut sering berlangsung
dan menjadi isu yang sering diteliti di luar negeri dan
belum menjadi hal yang lazim bagi organisasi di
Indonesia.

Padahal

ketidakpuasan

kerja

stres
karena
6

kerja,
tingginya

kelelahan,
pressure

pekerjaan dan konflik pekerjaan-keluarga telah menjadi
fenomena

organisasi

membutuhkan

yang

intervensi

seringkali

terjadi

organisasi.

dan

Penelitian

Dhamayanti (2006) menjelaskan bahwa peningkatan
jumlah tenaga kerja wanita pada tingkat manajemen di
mana para wanita menjadi lebih berpengaruh dan
memiliki kontribusi yang cukup besar terhadap kinerja
perusahan

menyebabkan

keseimbangan

antara

kehidupan pekerjaan dan kehidupan keluarga menjadi
tuntutan. Penelitian Widodo (2010) di salah satu unit
institusi pemerintahan Semarang membuktikan bahwa
strategi flexitime dapat membantu karyawan mengatur
waktunya sendiri untuk menyelesaikan pekerjaan dan
menyelesaikan

kegiatan

keluarga

sehingga

dapat

mengurangi terjadinya konflik antara pekerjaan dengan
kegiatan keluarga. Selain itu, penelitian Daryoto (2012)
terhadap

Akuntan

Publik

(KAP)

ABC

&

Rekan,

membuktikan bahwa dibutuhkan intervensi organisasi
seperti flexible work arrangement untuk mencegah
terjadinya efek negatif dari tekanan pekerjaan seperti
keinginan karyawan untuk mengundurkan diri.
Sekalipun

ada

manfaat,

fakta

menunjukkan

bahwa masih sebagian kecil organisasi yang merespon
tuntutan ini dan kemudian menerapkan intervensi
flexible working bagi karyawannya khususnya bagi
karyawan wanita. Fenomena lainnya dalam dunia kerja
7

saat ini yaitu adanya kelenturan jam kerja di beberapa
organisasi

yang

kemudian

sering

dimanfaatkan

karyawan untuk menyeimbangkan tuntutan pekerjaankeluarga.

Walaupun

dengan

kondisi

kerja

yang

demikian, sebagian besar organisasi belum menyadari
akan fenomena tersebut dan implikasinya bagi individu
yang

bekerja

maupun

bagi

organisasi.

Artinya,

permasalahan yang terjadi dalam dunia kerja saat ini
telah

memunculkan

kebutuhan

dan

tuntutan

supporting system dari organisasi untuk mengintervensi
melalui bentuk kerja secara fleksibel (flexible working).
Penelitian ini difokuskan pada organisasi yang belum
mengadopsi flexible working.
Oleh sebab itu, eksplorasi untuk mengetahui
tentang faktor-faktor yang menyebabkan organisasi
belum menerapkan dan bahkan tidak menerapkan
flexible working perlu dilakukan dalam penelitian ini.

1.2 Persoalan penelitian
1.2.1 Mengapa meskipun sudah ada kebutuhan dan
tuntutan terhadap penerapan flexible working,
sebagian besar organisasi cenderung belum dan
bahkan tidak menerapkan flexible working?
1.2.2 Bagaimana

karyawan

menghadapi

konflik

pekerjaan-keluarga ketika flexible working tidak
menjadi solusi?

8

1.2.3 Bagaimana komitmen

karyawan

untuk tetap

tinggal bekerja dalam organisasi?

1.3 Tujuan penelitian
1.3.1 Untuk mengetahui faktor-faktor hambatan tidak
diterapkannya flexible working.
1.3.2 Untuk

mengetahui

sikap

karyawan

dalam

menghadapi konflik pekerjaan-keluarga ketika
flexible working tidak menjadi solusi.
1.3.3 Untuk mengetahui intent to stay karyawan dalam
organisasi, yang diperhadapkan pada kebutuhan
mereka secara individu maupun organisasi.

1.4 Manfaat penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Penelitian diharapkan dapat menambah referensi
dan kontribusi pengetahuan dalam bidang sumber
daya manusia.
1.4.2 Manfaat Praktis
Penelitian ini dapat menjadi pertimbangan dalam
praktik-praktik
khususnya

organisasi

bidang

atau

Manajemen

perusahan

Sumber

Daya

Manusia dan memberi kontribusi bagi organisasiorganisasi dalam penerapan supporting system
khususnya terkait intervensi flexible working.

9

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Constraints Penerapan Flexible Working dan Coping Individual dalam Pengelolaan Konflik Pekerjaan-Keluarga T2 912012039 BAB II

0 0 10

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Constraints Penerapan Flexible Working dan Coping Individual dalam Pengelolaan Konflik Pekerjaan-Keluarga T2 912012039 BAB IV

0 0 46

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Constraints Penerapan Flexible Working dan Coping Individual dalam Pengelolaan Konflik Pekerjaan-Keluarga T2 912012039 BAB V

0 0 5

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Constraints Penerapan Flexible Working dan Coping Individual dalam Pengelolaan Konflik Pekerjaan-Keluarga

0 1 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Constraints Penerapan Flexible Working dan Coping Individual dalam Pengelolaan Konflik Pekerjaan-Keluarga

0 0 2

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Membangun Usaha Pasca Konflik T2 092010007 BAB I

0 0 7

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Christian Entrepreneurship T2 912010027 BAB I

0 1 37

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kedudukan Perempuan dalam Keluarga di Masyarakat Nias T2 752016014 BAB I

0 1 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Konflik Ambon Dalam Perspektif Teori Identitas Sosial T2 752013009 BAB I

0 0 8

T2__BAB I Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evidence dalam Membuktikan Adanya Kartel di Indonesia T2 BAB I

0 0 11