Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kedudukan Perempuan dalam Keluarga di Masyarakat Nias T2 752016014 BAB I

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dalam salah satu versi cerita rakyat tentang asal usul Nias1, dituturkan
bahwa nenek moyang orang Nias bernama Inada Samihara Luo (Dewi Matahari).
Pada generasi kedua lahirlah Najaria Mbanua yang

sering disebut

Silewe

Nazarata, sebagai penghubung antara penghuni dunia bagian atas (kaum dewa)
dengan penghuni dunia bagian bawah (manusia). Salah satu syair menuturkan
bahwa Silewe Hai Nazarata ini sangat berperan aktif dalam merencanakan dan
menata kehidupan manusia;
“ Inada Silewe Hai Zazarata, yaia mege johayaigö danömö dawuo,
Ya’ia mege janötöigö nösi mbola marafule, tobali tawuo sini—(sisokhi)—tobali
tawuo lara,nano labidi langanga ami gulo nidano taya wa’owokhi dodo, tobali
tawuo ösi mbolamarafule, tawuo osi mbola numönö, solemba ba baluze nora
jowatö-sonuza ”2


(Inada Silewe Hai Nazarata dulunya telah menyamai bibit sirih, Dia
memberi wasiat tentang isi bola 3 pegantin laki-laki, menjadi daun sirih
yang baik, menjadi daun sirih yang membahagiakan, jika sudah digulung

1

Peter Suzuki, The Religius system and culture of Nias, Indonesia, (washington,1959) 10-20
A. Efir Zendrato, I. Mesra harefa, A. Tinus Harefa,
3
Bola atau bola-bola adalah sejenis dompet tradisional Nias yang dianyam dari daun pandan
atau ecek gondok yang digunakan khusus untuk tempat sirih (yang dimaksud sirih bukan hanya
daunya, tetapi yang dimaksud sirih dalam tradisi Nias adalah daun sirih, pinang, tembakau, kapur
sirih, daun gambir). Bagi orang Nias, symbol penghargaan dan relasi antara beberapa pihak
berada pada sirih (Afo). Karena itu segala acara adat, tidak akan berjalan bila sirih atau afo tidak
ada. Begitu juga dalam sebuah keluarga, sebagai penghargaan dan penyambutan tamu dirumah,
kepadanya disuguhkan Afo, dalam relasi personal dalam lingkungan sosial, setiap pribadi akan
membawa bola nafo pribadi, bila bertemu dengan orang lain, maka hal yang pertama yang harus
dilakukan adalah menyuguhkan afo dari bola nafo
2


1

dan dikunyah, maka segala rasa haus akan sirna, menjadi isi bola
pengantin laki-laki”)
Cerita ini mau mengatakan bahwa, dalam mitos orang Nias perempuan
adalah pribadi pertama yang sangat berperan besar dalam sejarah dan mitos orang
Nias. Sebagai penghargaan bagi Silewe hai Naarata, masyarakat Nias
menganggap bahwa perempuan adalah manifestasi Silewe hai Nazarata, karena itu
dalam keseharian perempuan harus dimuliakan, dihargai, didengar. Namun dalam
realita budaya Nias memperlakukan perempuan sebagai kelas yang subordinat.
Ada ungkapan dalam bahasa Nias mengatakan “ Do hörö gana’a ba do
dödö Nono (leterlek “darah mata adalah emas dan darah hati adalah anak) artinya

emas dan harta adalah suatu yang indah dan menyenangkan sekaligus dengan
memiliki harta dan emas yang banyak akan mengangkat strata sebuah keluarga di
mata masyarakat. Meraih harta dan emas perlu perjuangan dan kerja keras.
Sementara anak adalah buah hati yang didambakan kehadiranya dalam sebuah
keluarga.
Namun setelah seorang anak lahir dalam sebuah keluarga, maka ekspresi
suka cita sebuah keluarga sangat ditentutkan oleh jenis kelamin seorang anak yang

lahir. Bila seorang anak laki-laki, maka baginya diberi julukan sebagai “fangali
mbȍrȍjisi fangali mbu’u kawongo (seorang pewaris dan penerus keluarga),

sementara bila seorang anak perempuan yang lahir, maka baginya diberi julukan
ana’a zatua atau famakhai zitenga bȍ’ȍ (harta keluarga dan penghubung
/pemersatu dengan keluarga atau desa yang lain). Nama atau julukan tersebut
adalah harapan-harapan keluarga yang didalamnya dusertai konstruksi perilaku
bagi masing-masing pribadi berdasarkan jenis kelaminya.

Jenis kelamin

2

seseorang sangat menentukan perlakuan orang lain terhadap dirinya sekaligus
kedudukanya dalam sebuah keluarga.
Seorang bayi yang baru lahir dalam sebuah keluarga akan diperlakukan
sesuai dengan jenis kelamin. Bila yang lahir seorang perempuan, maka dua atau
tiga Minggu berikutnya, anak tersebut akan dibawa di rumah kakek-neneknya
(orang tua dari ibu anak yang baru lahir), kemudian kakek-neneknya akan
memberikan periuk atau kelengkapan dapur serta sebuah telur yang menandakan

bahwa anak itu kelak menjadi seorang yang bertanggung jawab di wilayah dapur
(tukang masak). Bila yang lahir adalah seorang laki-laki, kepadanya akan
diberikan parang dan tombak yang menandakan bahwa anak tersebut kelak akan
menjadi pribadi yang bertanggung jawab dalam mencari kebutuhan keluarga dan
melindungi perempuan.
Kedudukan perempuan sangat identik dengan pribadi yang bertugas
mengelolah rumah tangga4 dan terkait dengan harta. Bila seorang ibu mengandung
dan melahirkan anak perempuan, maka julukan untuk bayi adalah ana’a jatua
(emas keluarga), itulah sebabnya sejak kecil sampai besar, perempuan sangat di
jaga5 dengan tujuan agar harta itu jangan sampai tercemar dan hilang “dicuri
orang”. Karena perempuan identik dengan harta, maka seorang perempuan dalam
keluarga tidak memiliki hak (hak harta warisan),6 tidak memiliki hak bersuara,
baik saat masih muda maupun setelah menikah (dirumah orang tuanya dan
dirumah suaminya).

4

F.A. Yana Zebua, Sumber-sumber Kebudayaan Tradisional Ono Niha, (Gunungsitoli:1985),

265

5

Mendrofa Sw, Tingkatan Dan Proses HUkum Tradisional Ononiha, Sejak Manusia Itu Lahir
Sampai Menikah —Berumah Tangga , (Gunungsitoli, 1992), 2-3
6
Johannes M Hammerle, Hikaya Nadu, (Pusaka Nias, Gunungsitoli, 1994), 477-480

3

Dalam syair tarian maena zowatö7 ada ungkapan “habörö wa`atabö
mbawimi ba börö wa’ebua gana’ami mihalö niha ba dalu ndröfi lö mibaloi
ginötö wamasi (Karena babi yang besar dan tambun, karena emas yang berlimpah,

kalian membeli seorang gadis di musim paceklik, tanpa menunggu musim panen
tiba).

Syair bermakna bahwa babi besar dan tambun, emas yang melimpah

(keluarga laki-laki) bisa membeli seorang perempuan sebagai isteri bagi seorang
laki-laki. Pernikahan ini terjadi bukan karena cinta tetapi karena babi dan uang8.

Itulah sebabnya setelah acara pernikahan, keluarga laki-laki memberi 3
julukan bagi seorang pengantin perempuan9;
Böli gana’ö (pribadi/manusia yang ditukarkan dengan emas), sehingga isteri

1.

dalam sebuah keluarga dianggap sebagai harta, karena itu suami bisa
memperlakukan isterinya dengan sesuka hatinya, karena dia hanyalah harta.
Ni’owalu (isteri seorang laki-laki), seorang isteri betugas melayani suaminya

2.

dalam segala hal. Seorang isteri dituntut menjadi pendamping hidup bagi
suaminya dalam mencari kebutuhan setiap hari—bahkan sebagian keluarga
menjadikan isteri menjadi tonggak utama dalam mencari nafkah, beternak
dan berkebun/berladang, sebagai tukang cuci dan tukang masak bagi
suaminya. Jika isteri tidak bisa memasak dengan baik maka dia bukanlah
isteri yang baik dan sempurna, karena itu selayaknya dia diusir dari rumah
dengan memanggil semua orang desa dan memberitahukan kejelekan atau


7

Maena zowatö adalah sebuah tarian yang dilaksanakan saat pesta penikahan yang dilakukan
oleh semua orang yang merasa bahwa dia bagian dari keluarga besar dari keluarga pengantin
perempuan
8
Bdk. Nurulantropologi.blogspot.co.iddiaksespada 20 September 2016.
9
Sirait Laoli Rostina R., dkk, Adat dan Upacara Pernikahan Daerah Nias, Depdikbud Prov
Sumatra Utara, 1984/1985, Hal. 43

4

kelemahan isterinya dan memotong seekor babi yang besar, kemudian
perempuan itu diusir dari rumah suaminya
Bene’ö. perempuan diidentikan sebagai sebatang pohon yang harus berbunga

3.

dan berbuah, artinya seorang istri dituntut untuk melahirkan anak (laki-laki

sebagai pewaris dan perempuan sebagai harta) bagi seorang suami, jikalau
seorang isteri tidak memiliki seorang anak, maka perempuan itu dianggap
tidak sempurna dan tidak layak dipanggil sebagai ibu, karena itu perempuan
yang tidak sempurna itu layak dimadu dan atau diusir dari rumah suaminya.
Anak laki-laki menjadi penerus tradisi keluarga, marga, dan pewaris harta
warisan, jika sebuah keluarga tidak memilkiki anak laki-laki, maka bila suatu
waktu,

orang tua (ayah) meninggal dunia, maka semua harta warisan akan

dikelola dan menjadi milik saudara laki-laki ayah atau keponakan ayah (anak
saudara laki-laki dari ayah).
Dalam segala bidang kehidupan laki-laki harus bisa diandalkan. Dalam
lingkungan adat, laki-laki yang telah berkeluarga dituntut terlibat aktif10. Seorang
laki-laki dewasa harus dapat menjadi ujung tombak mediator dalam setiap
permasalahan desa, menjadi ujung tombak dalam pembicaraan adat baik dalam
acara pernikahan, kematian atau acara lain yang berhubungan kehidupan
bermasyarakat.
Bagi masyarakat Nias, seorang laki-laki yang kemudian disebut ayah
(Ama)11memiliki kekuasaan yang sangat besar dalam keluarga. Ama berperan


Yohanes M Hammerle, He’iwisa Ba Danö Khöda, (Gunungsitoli, Pusaka Nias, 1998), 49-55
Sebutan Ama mempunyai tiga arti. Arti pertama Ama/bapak adalah sebutan penghargaan
bagi orang yang kelihatan tua (berumur tiga puluhan ke-atas), kedua, panggilan anak-anak
terhadap saudara bapak kandungnya, misanya panggilan untuk saudara bapaknya yang sulung
Ama sia’a/bapak sulung, ketiga, Ama adalah ungkapan bagi seorang laki-laki yang telah menikah,
baginya disandangkan nama Ama-ditambah nama anaknya, (anak kandung atau anak bungsu dari
10

11

5

untuk melindungi, merencanakan masa depan anak keluarga, memberi keputusan,
melindungi istri dan anak anaknya, melakukan pekerjaan yang berat serta
berperan aktif mencari dan memenuhi kebutuhan keluarga. Kekuasaan dan peran
ayah tetapi signifikan dalam keluarga bahkan ketika ia sudah meninggal12.

Rumusan Masalah
Kedudukan perempuan dalam keluarga dimasyarakat Nias menjadi hal

menarik bagi peneliti. Hal ini menjadi menarik mengingat dalam cerita rakyat
Nias, perempuan adalah pribadi yang pertama dan memiliki peranan penting
dalam merancang dan menata kehidupan manusia; dalam konteks itu perempuan
menjadi pribadi yang dimuliakan; dihargai, didengar, di sisi lain Nias menganut
system budaya patriakhi, hal ini menarik mengingat perkembangan pemahaman
social budaya kontemporer mengenani isu gender atau kesetaraan antara laki-laki
dan perempuan. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah, Bagaimana Kedudukan Perempuan Dalam
Keluarga Di Masyarakat Nias dan mengapa hal itu terjadi?

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan;
Menganalisis dan mendeskripsikan kedudukan perempuan dalam keluarga
di masyarakat Nias serta mendeskripsikan alasan mengapa masyarakat
saudaranya, atau anak angkatnya) misalnya Ama Titin (bapak dari Titin), sangat tidak baik jika
seseorang yang telah menikah dipanggil dengan nama kecilnya.
12
Saat seorang “ayah” meninggal maka anak-anaknya membuatkan patung ayahnya yang
ditempatkan di atas pintu masuk rumah atau pintu masuk ruang tengah. Bila anak-anaknya
melakukan pesta (misalnya pesta pernikahan), atau panen, menanam, maka anak-anaknya

memberikan sesembahan kepada roh ayah mereka dan nenek moyang lewat-patung-patung yang
berjejer diatas pintu.

6

Nias menempatkan perempuan pada kedudukan sebagaimana tujuan
pertama.

Batasan Masalah
Cerita Rakyat asal usul Nenek moyang Nias, perempuan digambarkan
sebagai sumber kehidupan dan ibu dari segala yang hidup (tuhan dan manusia)
sehingga, dalam mitos tersebut perempuan selalu mendapat penghargaan dan
posisi yang istimewa dalam kehidupan bermasyarakat. Namun disisi lain,
perempuan tersebut juga diperlakukan tidak adil. Perempuan dianggap sebagai
pribadi kelas kedua dengan nilai kemanusiaanya lebih rendah daripada laki-laki,
sehingga selayaknya menjadi pelayan bagi laki-laki.
Peneliti membatasi penelitian tentang perilaku sosial; laki-laki terhadap
perempuan perempuan terhadap perempuan yang mengkristal dalam budaya
sehingga mempengaruhi kedudukan perempuan dalam keluarga. Meneliti
pemahaman masyarakat tentang perempuan yang seakan-akan dualisme perilaku;
di satu sisi perempuan dianggap sebagai ibu dan sumber kehidupan, di sisi lain
dianggap sebagai pribadi kelas subordinat— disaat di rumah orang tuanya,
perempuan dianggap hanya sebagai tamu atau titipan (baca: perempuan sebagai
anak dalam keluarga) setelah menikah dia hanyalah pelengkap bagi laki-laki
dengan tuntutan kerja yang berlipat ganda.

Keutamaan (Urgensi) Penelitian
Melalui penelitian ini, peneliti memberi sumbangan pemikiran bagi
masyarakat akan harkat dan martabat perempuan sebagai pribadi yang harus

7

diperlakukan adil dan sama seperti laki-laki.

Dalam suratnya kepada Mahatma

Gandhi, S. Muthulakshmi Reddi menulis “negara yang tidak menghargai
perempuan tidak akan menjadi besar, baik disaat ini, maupun di masa yang akan
datang”13. Bila dibahasakan ulang dengan bebas dalam konteks penelitian ini,
keluarga, masyarakat, suku yang tidak memahami dan menempatkan perempuan
pada posisinya tidak akan menjadi keluarga, masyarakat suku yang maju dan
besar, baik sekarang ini maupun pada masa yang akan datang. Penelitian ini
dilakukan untuk menjadi kontribusi ilmiah yang mengingatkan kembali tentang
pilosiphi-philosophi yang menempatkan perempuan pada posisi yang dimuliakan
dimana philosophi tersebut mengalami pergeseran magna. Kedua adalah menjadi
kontribusi Ilmiah yang memperhadapkan masyarakat Nias terhadap realita
perilaku terhadap pribadi yang disebut sebagai ibu dan sumber kehidupan.

Signifikansi Penelitian
Ada banyak penelitian bahkan teori tentang perempuan; teori feminis
berkembang diberbagai belahan dunia guna menganalisa kondisi perempuan dan
memperjuangkan hak-hak dan kedudukan perempuan. Masing-masing teori lahir
dari keprihatinan dari konteks, misalnya feminis Poskolonial (khususnya Spivak)
lahir atas keprihatinan kepada perempuan dunia ketiga, secara khusus perempuan
India, sehingga

Spivak memilki Thesis bahwa perempuan India sebagai

subaltern. Feminism sosialis dan Marxismen lahir dunia pertama dalam konteks

budaya patrikhi dan kapitalisme, sehingga lahirlah tesis yang mengemukanan
bahwa perempuan dunia pertama mengalami ketertindasan karena budaya
13

Mahatma Gandhi, Kaum Perempuan dan Ketidak adilan Sosial , (Yokyakarta, pustaka
pelajar, 2002), 15

8

patriakhi dan kapitalisme.

Karena itu untuk membebaskan perepuan dari

keterindasan perlu adanya penghapusan kapitalisme dan keluarga sebagai lembaga
kecil dari masyarakat sebagai cikal bakal penerapan budaya patriakhi.
Penelitian tentang kedudukan perempuan Nias masih terhitung sangat
sedikit, pada tahun 2005, Fanotona Laia pernah melakukan sebuah penelitian
Tesis sebagai syarat kelulusan pada sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatra
Utara, dengan judul “Kedudukan Anak Perempuan Dalam Hukum Waris Adat
Pada Masyarakat Nias (Studi Di Kabupaten Nias)”. Penelitian yang dilakukan
hanya sebatas kedudukan perempuan dalam hukum waris, karena itu pendekatan
yang dilakukan adalah pendekatan hukum waris menurut agama hukum Islam dan
hukum Negara. Penelitian lain yang mirip dengan Fanotona Laia dilakukan oleh
Mariati Zendrato dengan judul “perkembangan Kedudukan Wanita dalam system
Partineal terhadap hak-hak pewarisan tanah di daerah Kabupaten Nias. Juga
dengan pendekatan hukum.
Penelitian yang dilakukan penulis adalah sebuah penelitian yang dilakukan
dengan metode kualitatif dengan menggunakan berbagai teori feminis yang
dipadu dengan teori keluarga. Kedudukan perempuan dalam keluarga sebenarnya
merupakan konstruksi budaya, dan apa yang ditemukan dalam penelitian adalah
sesuatu yang baru—berbeda dengan penelitian bahkan teori yang pernah ada.
Seperti apa kedudukan perempuan dalam keluarga di masyarakat Nias,
selanjutnya akan diuraikan melalui tahapan-tahapan dalam sebuah proses
penelitian.

9

Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, yakni data yang disajikan
dalam bentuk penjelasan berupa deskripsi, bukan dalam bentuk angka14. Lexy J
Mooeng mengatakan bahwa penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang
dan perilaku yang dapat di amati15. Alasan penulis menggunakan metode kualitati
adalah karena keinginan untuk mengekploitasi, mengkaji nuansa sikap yang
samar-samar, dan memahami makna16 lebih mendalam tentang perilaku
Masyarakat Nias terhadap perempuan. Sementara pendekatan yang digunakan
adalah pendekatan deskriptif analitis, yakni menerangkan perilaku suatu
masyarakat atau sesuatu yang terjadi di masyarakat. Adapun tujuannya adalah
untuk mengemukakan penafsiran yang benar secara ilmiah mengenai perilaku
masyarakat Nias yang menempatkan perempuan pada kedudukan tertentu

1.1.Teknik pengumpulan data
a.

Melakukan pengamatan partisipasi (participant observation) guna
menangkap makna dibalik perilakuorang (pribadi) dan sisial
(budaya) Nias terhadap perempuan

14

Noeng Muhajir, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Rake Sarasin, 1996), 29.
Sementara itu Handawi Mimi Martin mengatakan bahwapenelitian kualitatif adalah penelitian
yang bersifat atau memiliki karateristik, yang mana datanya dinyatakan dalam keadaan sewajarnya
sebagaimana aslinya, dengan tidak dirubah dalam bentuk simbol atau bilangan. Penelitian
Kualitatif ini tidak bekerja menggunakan data dalam bentuk atau diolah dengan rumusan dan tidak
ditafsir atau diinterpretasikan sesuai dengan ketentuan statistic/mathematic. Handawi Mimi
Martin, Penelitian Terapan, (Yogyakarta: Gadjahmada University Press, 1996), 174
15
Lexy J Moloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2006), 90
16
John W. Creswell, Research Design: Pendekatan metode kualitatif, Kuantitatif, dan
Campuran, (Yokyakarta, Pustaka Pelajar, cet.ke 2, 2017),4-5

10

b.

Melakukan wawancara yang bersifat terbuka dan mendalam kepada
beberapa sumber informasi utama dan informan kunci

untuk

memperoleh wawasan, pendapat, dan pandangan atau keterangan yang
berguna demi mencapai tujuan penelitian ini.
c.

FGD (Focus Group Discussion) terutama terhadap anggota LBN
untuk memperoleh informasi yang lebih banyak dan akurat terhadap
pemahaman masyarakat tentang kedudukan perempuan dalam
keluarga di Mayarakat Nias dan perilaku masyarakat Nias teradap
perempuan

d.

Studi dokumen (Document Studies);

e.

Studi tentang kasus perilaku masyarakat Nias terhadap perempuan—
laki-laki terhadap perempuan, perempuan terhadap perempuan,
pranata sosial atau tradisi terhadap perempuan

1.2.Analisis data.
Beberapa langkah yang perlu dilakukan untuk menganalisis data adalah;
a.

Mereduksi Data
Mereduksi data adalah

proses yang dilalui untuk melakukan

pemilihan, pemusatan perhatian, pengabstrasian dan mengelola katakata abstrak

dari lapangan. Pereduksian ini adalah bagian yang

terintegrasi dari penelitian yang berlangsung dari awal sampai
berakhirnya penelitian

11

b. Menyajikan Data
Bagian-bagian informasi yang terbentuk yang memberi kemungkinan
untuk mengambil kesimpulan dalam merekonstruksi pemahaman
dalam sebuah tindakan. Bentuk sajian mungkin berupa naratif, grafik,
dan bagan dengan tujuan memudahkan pembaca memahami dalam
pengambilan keputusan

c.

Pengambilan kesimpulan
Pengambilan kesimpulan dan verivikasi data adalah salah satu
kegiatan yang dilakukan secara menyeluruh dan utuh.

1.3.Lokasi Penelitian
Kepulauan Nias bisa dibagi dua wilayah besar berdasakan budaya,
bahasa dan karakteristiknya.

Pertama adalah Nias Selatan dan kedua

adalah Nias bagian Utara (yang meliputi Kabupatenn Nias Induk, Nias
Utara, Nias Barat, dan kota Gunungsitoli). Karena Nias memiliki dua
karakteristik yang berbeda, maka penelitian ini akan dilakukan di Wilayah
Nias bagian Utara, khusunya Gunungsitoli yang memiliki bahasa, budaya
dan karakter yang sama dengan Nias bagian utara lainya. Penelitian ini
dilakukan Kota Gunungsitoli karena bisa mewakili Nias bagian utara
secara umum dan lembaga budaya Nias (LBN)17.

17

LBN adalah lembaga budaya Nias, lembaga ini didanai dan difasilitasi oleh pemerintah Kota
gunungsitoli walaupun anggotanya terdiri dari tokoh dan penatua adat dari berbagai daerah dari
Nias bagian Utara

12

Kerangka Berpikir
Untuk memahi alur pemikiran penulis dengan mudah, maka penulis membuat
sebuah kerangka berpikir secara sederhana.
Bab satu berisi Pendahuluan yang menguraikan latar belakang masalah
penulisan, rumusan Masalah Tujuan Penulisan, Batasan Masalah, keutamaan
Penelitian, Metode Penetian dan terakhir adalah kerangka berpikir penulisan yang
berusaha memberi gmbaran secara umum tentang penelitian ini
Bab dua berisi tentang berbagai teori perempuan dan keluarga. Bab dua
dimulai dengan

teori operasional keduduka perempuan—apa yang dimaksud

dengan kedudukan perempuan, kemudia dilanjutkan dengan teori-teori keluarga
dari pendekatan Antropologi, Fungsional Struktural dan konflik sosial. Penulis
menganggap perlu menguraikan teori keluarga tersebut dari berbagai pendekatan,
mengingat “kedudukan perempuan” adalah suatu konstruksi yang diaplikasikan
dalam sebuah keluarga. Itulah sebabnya penulis memberi judul bab dua gender
dalam Keluarga; kerangka Teoritis.

Setelah menguraikan teori keluarga dari

berbagai pendekatan, penulis menguraikan gender dan sejarah kesadaran gender,
di mana dalam sejarah tersebut lahirlah teori-teori feminis. Teori feminis yang
digunakan dalam penelitian ini adalah teori Sosialis dan Marxisme yang melihat
bahwa kedudukan perempuan dalam keluarga sangat erat hubunganya dengan
budaya patriakhi dan ekonomi/kapitalisme, teori lain adalah Feminis Poskolonial
yang melihat perempuan dunia ketiga, terutama Perempuan India berada dalam
“keterjajahan” di mana kedudukan perempuan di India sangat kental dengan
budaya patriakhi yang jalankan berdasarkan legitimasi bahkan perintah agama.

13

Bab tiga berisi hasil penelitian yang dimulai dengan gambaran umum
daerah penelitian, kemunian dilanjutkan dengan konsep, tujuan fungsi keluarga di
masyarakat Nias, kemudian bentuk-bentuk keluarga dan strata sosial dalam
masyarakat. Tema proses pembentukan sebuah keluarga serta filosophi bȍwȍ
perlu diuraikan karena di dalam proses pembentukan keluarga dan filosophi bȍwȍ
akan Nampak bagaimana kedudukan berdasarkan gender baik dalam keluarga
maupun di masyarakat. Kemudian secara singkat diuraikan kedudukan laki-laki
dalam keluarga sebagai pembanding bagaimana kedudukan perempuan dalam
keluarga dan masyarakat. Di uraian selanjutnya adalah kedudukan perempuan
yang diuraikan secara historis—mulai dari anak-anak, setelah menikah (menjadi
ibu) dan menjanda.

Uraian penelitian tentang kedudukan ini dibuat menarik

karena perempuan yang diletakkan pada kedudukan yang ganda namun saling
bertolak belakang.
Bab empat berisi tentang analisa penelitian artinya apa yang dikatakan
oleh ahli-ahli tentang perempuan (bab dua), lalu kenyataan perempuan Nias (hail
penelitian di bab 3), lalu dalam penelitian ini akan nyata pemikiran original
penulis tentang kedudukan perempuan yang didasarkan pada hasil penelitian yang
dibantu dengan pisau analisa dari beberapa teori.
Bab ke lima berisi kesimpulan dan saran-saran.

14