TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN : STUDI DIREKTORI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI BANGKALAN NOMOR 236/PID.B/2014/PN.BKL.

(1)

ABSTRAK

Karena itu seorang hakim sebagai salah satu dari profesi yang dituntut untuk menenamkan keadilan yang seadil-adilya dalam memutuskan sebuah perkara hukum bahkan pekerjaan itu harus di anggap sebagai panggilan jiwa dan rasa tanggung jawab di dalam memutuskan suatu perkara dan memberikan efek jera kepada pelaku tindak pidana sesuai dengan syariat dan ketentuan hokum Islam serta sesuai dengan amanah undang-undang yang berlaku di Indonesia

Mengingat latar belakang semacam ini, maka kami menguji kesesuaian putusan hakim dalam perkara no. 236/Pid.B/2014/Pn. Bkl tentang Penganiayaan yang menyebabkan kematian di tinjau dari sisi hokum pidana Islam dalam skripsi yang berjudul “Tinjauan Hukum Pidana Islam terhadap tindak pidana Penganiayaan yang menyebabkan kematian (studi putusan pengadilan Negeri Bangkalan no. 236/Pid.B/2014/Pn. Bkl)”.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana pertimbangan hukum hakim dalam memutuskan perkara tindak pidana penganiayaan yang menyebabkan kematian dan untuk mengetahui bagaimana putusan tersebut bila ditinjau menurut hokum pidana Islam. Dalam penelitian ini kami mengunakan metode penelitian kepustakaan (library research).

Untuk memperoleh hasil yang akurat dalam melakukan analisa, peneliti mengunakan teknik analisa data dengan metode deskriptif analisis sehingga di ketahui dalam putusan no. 236/Pid.B/2014/Pn. Bkl tentang Penganiayaan yang menyebabkan kematian beberapa pertimbangan hakim tidak sesuai dengan fakta persidangan dan keterangan saksi serta putusan hakim tidak sesuai dengan hokum pidana Islam.

Dalam putusan tersebut hakim hanya mempertimbangkan unsure yang ada dalam dakwaan primair dan dakwaan subsidair yaitu pasal 338 KUHP dan pasal 351 ayat 3 KUHP serta perlakuan terdakwa dalam proses persidangan, dalam memutuskan perkara ini hakim tidak mempertimbangkan pasal 49 ayat 1 KUHP sebab kronologi kejadian perkara mengarah pada pasal tersebut. Sehingga hakim kurang objektif dalam memutuskan perkara.

Oleh karena itu, bagi hakim agar lebih mengkaji lagi dalam memutuskan perkara utamanya dalam persoalan yang berkaitan dengan nyawa seseorang agar asas hokum yang seadil-adilnya dapat tercapai dengan maksimal.


(2)

(3)

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ……… PERNYATAAN KEASLIAN... PESETUJUAN PEMBINGBING………... LEMBAR PENGESAHAN...………... MOTTO ……….…... PERSEMBAHAN ………... KATA PENGANTAR ……… DAFTAR ISI……… ABSTRAK ……… i ii iii iv v vi vii viii xi 1 7 8 8 10 11 11 12 16 17 19 BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ……….………..

B. Identifikasi dan Batasan Masalah ……….………

C. Rumusan Masalah ………

D. Kajian Pustaka ………..……….…………...

E. Tujuan Penelitian ………...……..

F. Kegunaan Hasil Penelitian ……….……..…...

G. Definisi Oprasional ………..……….

H. Metode Penelitian ……….

I. Sistematika Pembahasan ……….

BAB II : PENGANIAYAAN YANG MENYEBABKAN KEMATIAN MENURUT HUKUM ISLAM

A. Pengertian Penganiayaan menurut Hukum Islam ……….


(4)

Menurut Hukum Pidana Islam ……… 1. Klasifikasi Delik Penganiayaan Menurut Hukum Pidana Islam …. 2. Klasifikasi Delik Pembunuhan Menurut Hukum Pidana Islam ….. C. Sanksi Delik Penganiayaan dan Pembunuhan Menurut Hukum

Pidana Islam ……….….………

1. Sanksi Delik Penganiayaan Menurut Hukum Pidana Islam …….... 2. Sanksi Delik Pembunuhan Menurut Hukum Pidana Islam ……….

19 22

27 28 33

44

52

55

60

65 BAB III : DESKRIPSI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI

BANGKALAN NO.236/PID.B/2014/PN.BKL

A. Deskripsi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Bangkalan

tentang Penganiayaan yang Menyebabkan Kematian………

B. Pertimbangan Hukum Yang Dipakai Hakim Pengadilan

Negeri Bangkalan dalam Menyelesaikan Perkara Tindak Pidana Penganiayaan yang Menyebabkan Kematian………..

C. Isi Putusan Pengadilan Negeri Bangkalan terhadap

Penganiayaan yang Menyebabkan Kematian ……….

BAB IV : ANALISIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI BANGKALAN NO.236/PID.B/2014/PN.BKL

A. Analisis Terhadap Pertimbangan Hakim terhadap Putusan

Pengadilan Negeri Bangkalan tentang Penganiayaan yang menyebabkan Kematian ………. B. Analisis Hukum Pidana Islam Terhadap Putusan Pengadilan

Negeri Bangkalan Tentang Penganiayaan yang menyebabkan Kematian ……….………


(5)

C. Analisis Peneliti terhadap Putusan Pengadilan Negeri

Bangkalan NO.236/PID.B/2014/PN.BKL ………. 69

73 74

xii BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ……….………..

B. Saran ……….………

Daftar Pustaka ………. Lampiran-lampiran


(6)

(7)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Terwujudnya stabilitas dalam setiap hubungan dalam masyarakat dapat dicapai dengan adanya sebuah peraturan hukum yang bersifat mengatur (relegen/anvullen recht) dan peraturan hukum yang bersifat

memaksa (dwingen recht) setiap anggota masyarakat agar taat dan

mematuhi hukum. Setiap hubungan kemasyarakatan tidak boleh bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dalam peraturan hukum yang ada dan berlaku dalam masyarakat. Sanksi yang berupa hukuman (pidana) akan dikenakan kepada setiap pelanggar peraturan hukum yang ada sebagai reaksi terhadap perbuatan melanggar hukum yang dilakukannya. Akibatnya ialah peraturan-peraturan hukum yang ada haruslah sesuai dengan asas-asas keadilan dalam masyarakat, untuk menjaga agar peraturan-peraturan hukum dapat berlangsung terus dan diterima oleh seluruh anggota masyarakat.

Sebuah peraturan hukum ada karena adanya sebuah masyarakat (ubi-ius ubi-societas). Hukum menghendaki kerukunan dan perdamaian dalam pergaulan hidup bersama. Hukum itu mengisi kehidupan yang jujur dan damai dalam seluruh lapisan masyarakat.

Di negara Indonesia, hukum terbagi atas beberapa bagian. Menurut isinya, hukum terdiri dari hukum privat dan hukum publik.


(8)

2

Inisiatif pelaksanaan hukum privat diserahkan kepada masing-masing pihak yang berkepentingan. Kedudukan antara individu adalah horizontal. Sedangkan inisiatif pelaksanaan hukum publik diserahkan kepada negara atau pemerintah yang diwakilkan kepada jaksa beserta perangkatnya.

Kemudian ditinjau dari fungsinya, hukum dibagi atas hukum perdata, hukum dagang dan hukum pidana. Masing-masing memiliki sifat dan fungsi yang berbeda-beda, sebagai contoh, hukum pidana berfungsi untuk mengaja agar ketentuan-ketentuan hukum yang terdapat dalam hukum perdata, dagang, adat dan tata negara ditaati sepenuhnya.

Delik penganiayaan merupakan salah satu bidang garapan dari hukum pidana. Penganiayaan oleh KUHP secara umum diartikan sebagai tindak pidana terhadap tubuh. Semua tindak pidana yang diatur dalam KUHP ditentukan pula ancaman pidananya. Demikian juga pada delik penganiayaan serta delik pembunuhan. Kedua delik ini ancaman pidananya mengacu pada KUHP buku I bab II tentang pidana, terutama pada pasal 10. Di dalam pasal tersebut disebutkan bahwa pidana terdiri dari dua macam, yaitu pidana pokok dan pidana tambahan, untuk delik penganiayaan serta pembunuhan lebih mengarah kepada pidana pokok yang terdiri atas pidana mati, pidana penjara, kurungan dan denda.1

Sementara itu, dalam hukum Islam juga terdapat bermacam-macam hukum yang mengatur kehidupan manusia sebagai khalifah dibumi ini. Aturan hukum dalam Islam antara lain dibedakan sebagai

al-1

Moeljatno, KUHP: Kitab Undang-undang Hukum Pidana, cet. Ke-16, (Jakarta : Bumi Aksara, 1990), hlm. 6.


(9)

3

Ahwal asy-Syakhsiyyah atau hukum keluarga, al-Ahwal al-Madaniyyah atau hukum privat, al-Ahwal al-Jinayah atau hukum pidana dan sebagainya.

Hukum Pidana Islam (jinayah) didasarkan pada perlindungan HAM (Human Right) yang bersifat primer (Daruriyyah) yang meliputi perlindungan atas agama, jiwa, keturunan, akal dan harta. Perlindungan terhadap lima hak tersebut oleh Syatibi dinamakan maqasid asy-syari’ah. Hakikat dari pemberlakuan syari’at (hukum) oleh Tuhan adalah untuk mewujudkan kemaslahatan manusia. Kemaslahatan itu dapat diwujudkan apabila lima unsur pokok tersebut dapat diwujudkan dan dipelihara.

Hukum pidana Islam memberikan dasar hukum pada pihak terpidana mengacu pada Al-Qur’an yang menetapkan bahwa balasan untuk suatu perbuatan jahat harus sebanding dengan perbuatan itu.2

Mengenai masalah pembunuhan ataupun penganiayaan dalam pidana Islam diancam dengan hukuman qisas. Akan tetapi tidak semua pembunuhan dikenakan hukum qisas, ada juga yang sebatas dikenakan diat (denda), yaitu pembunuhan atas dasar ketidaksengajaan, dalam hal ini tidak dikenakan qisas, melainkan hanya wajib membayar denda yang ringan. Denda ini diwajibkan atas keluarga yang membunuh, bukan atas yang membunuh. Mereka membayarnya dengan diangsur dalam masa tiga tahun, tiap-tiap akhir tahun keluarga itu wajib membayar sepertiganya.

2

Raoef, Al-Qur’an dan Ilmu Hukum, (Jakarta : Bulan Bintang, t.t), hlm. 132.


(10)

4

Adapun pembunuhan tersebut terbagi menjadi beberapa bentuk, diantaranya adalah3

a. Pembunuhan Sengaja

Pembunuhan sengaja{ }adalah perbuatan yang dilakukan oleh seseorangdengan tujuan untuk membunuh orang lain dengan menggunakan alat yang dipandang layak untuk membunuh.Hukumannya wajib qishos,nantinya si pembunuh wajib dibunuh pula,kecuali bila dimaafkan oleh keluarga yang terbunuh dengan membayar diyat {denda }atau dimaafkan sama sekali.

Adapun Unsur-Unsur Pembunuhan Sengaja ialah Korban adalah orang yang hidup, Perbuatan si pelaku yang mengakibatkan kematian korban, Ada niat bagi si pelaku untuk menghilangkan nyawa korban

b. Pembunuhan Tidak Sengaja

Pembunuhan tidak sengaja adalah perbuatan yang dilakukan oleh seseorang dengan tidak ada unsur kesengajaan yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia,dan tidak menggunakan alat yang secara lazim tidak mematikan.Hukumannya tidak wajib qishos tetapi wajib membayar denda diat ringan dan diangsur dalam 3 tahun.

3

Prof.Dr.H.Zainudin Ali,M.A.”Hukum Pidana Islam”,{Jakarta:Sinar Grafika,2007 }h.24


(11)

5

Sebagai contoh seseorang melakukan penebangan pohon yang kemudian pohon tersebut tiba-tiba tumbang dan menimpa orang yang lewat lalu meninggal dunia.

c. Pembunuhan Semi Sengaja

Pembunuhan Semi Sengaja adalah perbuatan yang sengaja dilakukan oleh seseorang kepada orang lain dengan tujuan mendidik.Sebagai contoh seorang guru memukulkan sebuah penggaris kepada kaki seorang muridnya,tiba-tiba muridnya meninggal dunia,maka pembuatan guru tersebut dinyatakan pembunuhan semi sengaja (syibhu al –amdi).Bentuk ini tidak wajib qishos tetapi wajib membayar diyat berat dan dapat diangsur hingga 3 tahun.

Unsur-Unsur Pembunuhan Semi Sengaja ialah : Pelaku melakukan suatu perbuatan yang mengakibatkan kematian, Ada maksud penganiayaan atau permusuhan,Ada hubungan sebab akibat antara perbuatan pelaku dengan kematian korban.4

Ketentuan-ketentuan hukum yang ada, baik pada hukum pidana Islam maupun pidana positif yang telah disebutkan diatas menjadi menarik untuk dibahas ketika keduanya dihadapkan pada suatu kasus yang menuntut adanya penyelesaian, dalam hal ini adalah kasus penganiayaan yang menyebabkan kematian.

Berbeda dengan kasus pembunuhan dan kasus penganiayaan pada umumnya, kasus ini lebih menitik beratkan terhadap pola

4

Prof. Drs. H.A.Djazuli,”Fiqih Jinayah{ Upaya Menanggulangi Kejahatan Dalam Islam}”,{ Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada, 2000}. hal.129-130.


(12)

6

penganiayaannya namun menyebabkan kematian terhadap orang lain. Jika dalam kasus pembunuhan biasa, putusannya mengacu pada KUHP pasal 338 dengan ancaman maksimal 15 Tahun penjara. Sedangkan dalam kasus penganiayaan putusan pengadilan biasanya mengacu pada KUHP Pasal 351 dengan ancaman penjara maksimal 7 Tahun.

Dalam kasus ini harusnya hakim mempertimbangkan pasal 338 dan 351 sbagai acuan membuat putusan, sebab tindak pidana penganiayaan yang menyebabkan kematian ini mengandung dua perbuatan kejahatan, yaitu penganiayaan dan Pembunuhan sehingga pelaku dikenakan pasal berlapis menggunakan pasal 338 dan 351 sehingga hukumannya diancam dengan ancaman penjara maksimal 20 Tahun.

Ada beberapa hal yang menjadikan kenapa penyusun tertarik untuk membahas kasus tersebut, yang pertama adalah bahwa belum adanya penelitian yang membahas kasus tersebut dari segi hukum pidana Islam dan hukum pidana positif, pada umunnya yang dibahas masih bersifat umum pada delik penganiayaan atau pembunuhan saja. Yang kedua adalah selama ini sering terjadi tindak-tindak kekerasan yang menimbulkan berbagai akibat, salah satunya adalah kasus penganiayaan seperti yang dikemukakan dalam penelitian ini. Sedangkan berkenaan dengan kasus-kasus tersebut belum ada ketegasan mengenai sanksi-sanksi hukumnya.

Hal inilah yang menarik perhatian peneliti serta menjadi alasan bagi peneliti untuk menulis judul “Tinjauan Hukum Pidana Islam


(13)

7

Terhadap Tindak Pidana Penganiayaan Yang Mengakibatkan Kematian (Studi Putusan Pengadilan Negeri Bangkalan Nomor 236/Pid.B/2014/Pn.Bkl)”.

B. Identifikasi dan Batasan Masalah 1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, terdapat beberapa permasalahan yang akan diteliti, yaitu :

a) Penganiayaan menurut Pasal 351 Kitab Undang-Undang Hukum

Acara Pidana dalam Putusan Pengadilan Negeri Bangkalan nomor. 236/Pid.B/2014/PN.Bkl.

b) Menyebabkan orang lain meninggal menurut Bab XIX Pasal 338 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Tentang Kejahatan terhadap nyawa.

c) Analisa Putusan Pengadilan Negeri Bangkalan nomor.

236/Pid.B/2014/PN.Bkl.

d) Analisis Hukum Pidana Islam mengenai Tindak Pidana

Penganiayaan Yang Mengakibatkan Kematian.

2. Batasan Masalah

Batasan masalah merupakan ruang lingkup masalah yang telah diidentifikasi dan dibatasi dalam rangka menetapkan batas-batas masalah secara jelas sehingga lebih terarah dan tidak menyimpang


(14)

8

dari sasaran pokok penelitian. Maka dari itu penulis memfokuskan masalah yaitu :

a. Pertimbangan hakim Pengadilan Negeri Bangkalan dalam

memutus perkara Tindak Pidana Penganiayaan Yang Mengakibatkan Kematian di Pengadilan Negeri Bangkalan.

b. Analisis Hukum Pidana Islam tentang Tindak Pidana

Penganiayaan yang Mengakibatkan Kematian dalam putusan nomor. 236/Pid.B/2014/Pn.Bkl di Pengadilan Negeri Bangkalan.

C. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang akan diteliti oleh penulis adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pertimbangan hukum hakim dalam putusan Nomor

236/Pid.B/2014/Pn.Bkl terhadap Tindak Pidana Penganiayaan yang Mengakibatkan Kematian?

2. Bagaimana tinjauan Hukum Pidana Islam tentang Tindak Pidana

Penganiayaan yang Mengakibatkan Kematian dalam putusan Nomor 236/Pid.B/2014/Pn.Bkl?

D. Kajian Pustaka

Kajian pustaka adalah deskripsi ringkas tentang kajian atau penelitian yang sudah pernah dilakukan di seputar masalah yang akan diteliti sehingga terlihat jelas bahwa kajian yang akan dilakukan ini tidak


(15)

9

merupakan pengulangan atau duplikasi dari kajian atau penelitian yang telah ada.5

Dalam kajian pustaka ini penulis akan menguraikan beberapa skripsi yang berkaitan dengan Tindak Pidana Penganiayaan yang Mengakibatkan Kematian. Adapun skripsi tersebut adalah :

Penelitian dari salah satu mahasiswa UIN di Jogjakarta yang bernama Muh Ihrom yang bertemakan perbandingan yang berjudul perbandingan hukum pidana Islam dan KUHP terhadap delik pembunuhan. Skripsi tersebut membahas masalah ruang lingkup penganiayaan pengertian dasar klasifikasi menurut ketentuan hukum Islam dan hukum positif.6

Penelitian dari salah satu mahasiswa UIN Jogjakarta yang bernama Jainal Mustofa yang berjudul delik penganiayaan terhadap ibu hamil yang mengakibatkan kematian janin menurut hukum pidana Islam dan hukum pidana positif.7

Adapun perbedaan kedua penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah penelitian ini lebih mengutamakan delik penganiayaan yang menyebabkan kematian dan tinjauannya menurut hukum pidana Islam.

5

Tim Penyusun Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya, Petunjuk Teknis Pelaksanaan Skripsi, (Surabaya: Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya, 2015), 8.

6

www.kumpulan-skripsi-hukum.com

7

Op.Cit


(16)

10

Semua penelitian di atas berkaitan dengan Tindak Pidana Penganiayaan yang Mengakibatkan Kematian. Yang membedakan dengan penelitian yang akan dibahas oleh peneliti ialah bagaimana analisis hukum pidana Islam dan juga pertimbangan hukum hakim dalam memutus perkara mengenai Tindak Pidana Penganiayaan Yang Mengakibatkan Kematian, sehingga menurut penulis judul tentang “Tinjauan Hukum Pidana Islam Terhadap Tindak Pidana Penganiayaan Yang Mengakibatkan Kematian (Studi Putusan Pengadilan Negeri Bangkalan Nomor 236/Pid.B/2014/Pn.Bkl)” ini dianggap layak untuk diteliti lebih lanjut.

E. Tujuan Penelitian

Sejalan dengan permasalahan di atas, maka yang menjadi tujuan penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui pertimbangan hukum hakim dalam memutus perkara

Tindak Pidana Penganiayaan yang Mengakibatkan Kematian dalam putusan di Pengadilan Negeri Bangkalan.

2. Mengetahui analisis analisis Hukum Pidana Islam terhadap Tindak Pidana Penganiayaan yang Mengakibatkan Kematian.


(17)

11

F. Kegunaan Hasil Penelitian

Kegunaan hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk:

1. Secara Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangsih ilmu pengetahuan khususnya dalam Hukum Pidana Islam yang berkaitan Tindak Pidana Penganiayaan yang Mengakibatkan Kematian.

2. Secara Praktis

Hasil penelitian ini dapat diharapkan berguna bagi masyarakat terutama dalam rangka masukan dan pertimbangan bagi masyarakat apabila melakukan suatu tindak pidana maka harus berani menerima resikonya, juga sebagai pertimbangan bagi hakim agar lebih adil lagi dalam memutus suatu perkara dan juga sebagai penyuluhan dan bimbingan hakim secara komunikatif, edukatif, dan informatif.

G. Definisi Operasional

Untuk memudahkan dalam memahami judul skripsi “Tinjauan Hukum Pidana Islam Terhadap Tindak Pidana Penganiayaan Yang Mengakibatkan Kematian (Studi Putusan Pengadilan Negeri Bangkalan Nomor 236/Pid.B/2014/Pn.Bkl)” maka dirasa perlu untuk menjelaskan secara operasional agar terjadi kesepahaman judul skripsi ini. Beberapa istilah dalam skripsi berikut adalah :


(18)

12

1. Analisis Hukum Pidana Islam :Analisis dari ketentuan-ketentuan

hukum pidana Islam (hukum yang mengatur perbuatan yang dilarang oleh syara’ dan dapat meimbulkan hukuman had atau ta’zi>r).8

2. Tindak pidana : Perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa melanggar larangan tersebut9.

3. Penganiayaan yang menyebabkan kematian : tindak kejahatan

(menyiksa) sehingga mengakibatkan hilangnya nyawa.

H. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Penelitian ini sendiri berarti sarana yang dipergunakan oleh manusia untuk memperkuat, membina, serta mengembangkan ilmu pengetahuan.10

1. Jenis Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang diangkat, maka jenis penelitian ini dikategorikan sebagai penelitian kepustakaan (Library Research). Penelitian kepustakaan adalah salah satu bentuk metodologi penelitian yang menekankan pada pustaka sebagai suatu objek studi11. Pustaka hakekatnya merupakan hasil

8

A. Jazuli, Fiqh Jinayah, (Jakarta: PT.Raja Grafindo, 2000).

9

Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, (Jakarta: Bina Aksara, 1987), hal 54

10

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI-PRESS, 2007), 3.

11

Winarno Surakhmad, Pengantar Penelitian Ilmiah: Dasar, Metode, Tehnik, Cet. Ke-7, (Bandung: t.n.p., 1994), 25


(19)

13

oleh budi karya manusia dalam bentuk karya tertulis guna menuangkan gagasan/ide dan pandangan hidupnya dari seseorang atau sekelompok orang.

Penelitian kepustakaan bukan berarti melakukan penelitian terhadap bukunya, tetapi lebih ditekankan kepada esensi dari yang terkandung pada buku tersebut mengingat berbagai pandangan seseorang maupun sekelompok orang selalu ada variasinya.12

2. Sumber Data

Yang menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah :

a. Sumber Data Primer

Sumber data yang diperoleh atau dikumpulkan langsung dari sumber pokok yang memuat tentang pembahasan yaitu Salinan putusan Pengadilan Negeri Bangkalan No.236/Pid.B/2014/Pn.Bkl13.

b. Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder adalah sumber yang menunjang kelengkapan data.14 Sumber data sekunder diperoleh dari bahan pustaka yang relevan atau berhubungan dengan judul penelitian, antara lain:

12

Mestika Zed, Metodologi Kepustakaan, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008), 2.

13

putusan perkara No.236/Pid.B/2014/Pn.Bkl tentang Penganiayaan yang menyebabkan kematian

14

Winarno Surakhmad, Pengantar Penelitian Ilmiah: Dasar, Metode, Tehnik, Cet. Ke-7, (Bandung: t.n.p., 1994), 30


(20)

14

1) Sumber rujukan seperti buku, majalah, koran, jurnal, dan internet.

2) Muhammad Azhar, Fiqh Kontemporer Dalam Pandangan

Neomodernisme Islam, (Yogyakarta: LESISKA, 1996).

3) Moeljatno, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana,

(Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2008).

4) Raoef, Al-Qur’an dan Ilmu Hukum, (Jakarta : Bulan

Bintang, 2001),

5) A. Jazuli, Fiqh Jinayah, (Jakarta: PT.Raja Grafindo, 2000)

3. Teknik Pengambilan Data

Teknik pengambilan data adalah teknik pengumpulan data yang secara riil (nyata) digunakan dalm penelitian, bukan yang disebut dalam literatur metodologi penelitian.15 Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik dokumentasi.

Teknik Dokumentasi adalah menghimpun data-data yang menjadi kebutuhan penelitian dari berbagai dokumen yang ada baik berupa buku, artikel, koran dan lainnya sebagai data penelitian.16 Dalam hal ini, teknik dokumentasi penulis digunakan untuk memperoleh data dengan cara mempelajari pertimbangan

15

Tim Penyusun Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam UIN Sunan Ampel Surabaya, Petunjuk Teknis Penulisan Skripsi, (Surabaya: Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam UIN Sunan Ampel, Surabaya, 2014), 9.

16

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), 216.


(21)

15

hukum hakim tentang Penganiayaan melalui media intenet dan putusan penganiayaan yang menyebabkan kematian tersebut. 4. Teknik Analisis Data

Dalam melakukan analisa data penelitian ini, penulis menggunakan metode deskriptif analisis, yang dimaksud dengan metode deskriftif analisis adalah suatu penelitian yang bertujuan untuk membuat deskripsi atau gambaran secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.17

Dalam hal ini dengan mengemukakan fakta yang diperoleh dari wawancara dengan hakim di Pengadilan Negeri Bangkalan. Didukung dengan teori dan dalil-dalil yang terdapat dalam literatur sebagai analisis sehingga mendapatkan kesimpulan yang bersifat khusus.

Pola pikir yang dipakai dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan pola pikir deduktif, pola pikir deduktif yang dimaksud adalah pola pikir yang berangkat dari faktor-faktor khusus yakni tentang Penganiayaan yang menyebabkan kematian di Pengadilan Negeri Bangkalan ditinjau dari analisis hukum pidana Islam.

17

Moh. Nazir, Metode Peneitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1999), 63.


(22)

16

I. Sistematika Pembahasan

Bab I : Pendahuluan yang dalam hal ini berisi tentang pokok-pokok pikiran atau landasan permasalahan yang melatar belakangi penelitian ini, sehingga memunculkan gambaran isi tulisan yang terkumpul dalam konteks penelitian, identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional, metode penelitian dan sistematika pembahasan.

Bab II : Memuat tentang penganiayaan yang menyebabkan kematian menurut hukum pidana Islam.

Bab III : Memuat tentang laporan hasil penelitian yang terdiri dari deskripsi profil lokasi penelitian serta pertimbangan hukum hakim Pengadilan Negeri Bangkalan dalam memutus dan menangani tindak pidana Penganiayaan yang menyebabkan kematian.

Bab IV : Memuat tentang tinjauan Hukum Pidana Islam tentang putusan Pengadilan Negeri Bangkalan terhadap tindak pidana Penganiayaan yang menyebabkan kematian.

Bab V : berisi tentang kesimpulan dari berbagai uraian-uraian yang telah dibahas dalam keseluruhan penelitian dan saran.


(23)


(24)

BAB II

PENGANIAYAAN YANG MENYEBABKAN KEMATIAN

MENURUT HUKUM ISLAM

A. Pengertian Penganiayaan Menurut Hukum Pidana Islam

Di dalam Undang-undang arti penganiayaan tidak begitu tegas dijelaskan, sehingga membuat batasannya sedikit meluas. Menurut Yurisprudensi arti penganiayaan adalah perbuatan yang dilakukan dengan sengaja yang menimbulkan rasa tidak enak, rasa sakit atau luka pada korban. Di dalam pasal 351 ayat (4) KUHP yang dapat dikategorikan sebagai penganiayaan adalah perbuatan yang dialkukan dengan sengaja untuk merusak kesehatan orang lain. Bisa saya perjelas sebagai berikut :

1. Perbuatan yang menimbulkan perasaan tidak enak misalnya mendorong orang lain ke dalam parit, kolam sehingga orang yang didorong menjadi basah.

2. Perbuatan yang menimbulkan rasa sakit, seperti mencubit, memukul,

menendang, menampar dsb.

3. Perbuatan yang mengakibatkan orang lain menjadi luka, misalnya mengiris, memotong, menusuk dengan benda tajam dsb.

4. Perbuatan yang dapat merusak kesehatan, misalnya menyiram dengan air

keras ( air raksa, air aki, minyak panas, dsb).


(25)

18

Penganiayaan dalam istilah delik dalam hukum pidana positif sama dengan istilah jarimah dalam hukum Islam. Jarimah mempunyai arti larangan-larang syara’ yang diancam dengan hukuman had, qisas, atau ta’zir.1 Larangan yang dimaksud adalah mengerjakan perbuatan yang dilarang atau meninggalkan perbuatan yang diperintahkan, karena perintah dan larangan tersebut datang dari syara’.

Para fuqaha’ sering menggunakan kata jinayah untuk jarimah. Mereka mengartikan jinayah dengan suatu perbuatan yang dilarang oleh syara’ baik perbuatan tersebut mengenai harta, jiwa dan lainnya. Selain itu terdapat beberapa fuqaha’ yang membatasi kata jarimah pada jarimah hudud dengan mengesampingkan perbedaan pemakaian kata jinayah dan jarimah, sehingga dapat dikatakan kedua istilah tersebut mempunyai makna yang sama.

Untuk mengetahui suatu perbuatan itu dapat dipandang sebagai jarimah dan pelakunya dapat dikenai pertanggung jawaban pidana apabila telah terpenuhi beberapa unsur, yaitu :

1. Unsur formil, yaitu adanya ketentuan atau aturan yang menunjukkan

larangan terhadap suatu perbuatan yang diancam hukuman.

2. Unsur materiil, yaitu adanya perbuatan yang melawan hukum baik itu

perbuatan nyata-nyata berbuat atau sikap tidak berbuat.

1

A. Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana Islam, cet. Ke-2, (Jakarta : Bulan Bintang, 1976), hlm. 9.


(26)

19

3. Unsur moril, yaitu unsur yang terdapat pada pelaku. Pelaku jarimah haruslah mukallaf, yaitu orang yang dapat dimintai pertanggungjawaban terhadap jarimah yang dilakukannya.2

Sedangkan menurut as-Sayyid Sabiq, kata jinayat adalah bentuk jamak, adapun bentuk tunggalnya adalah jinayah yang diambil dari kata jana, yajni yang artinya memetik. Dikatakan : “Jana as-Samara” yang artinya ialah : bilamana ia

mengambil buah dari pohonnya. Dan dikatakan pula: “Jana ‘Ala Qawmihi

Jinayatan” yang artinya adalah: ia telah melakukan tindakan kriminalitas terhadap kaumnya, karena itu ia dipidana.3

Para ahli fiqh Islam telah membuat terminologi khusus untuk mengkategorikan tindakan-tindakan pidana, yaitu menjadi 2 (dua) macam :

Pertama : Jaraim al-Hudud, yaitu tindakan pidana yang bersanksikan hukum had. Kedua : Jaraim al-Qisas, yaitu tindakan pidana yang bersanksikan hukum qisas. Penganiayaan merupakan tindakan kejahatan yang membuat jiwa atau bukan jiwa, menderita musibah dalam bentuk luka atau terpotong organ tubuh.4

Dalam hukum pidana Islam istilah penganiayaan tidak dipakai, yang ada dalam hukum pidana Islam adalah jarimah/jinayah terhadap selain jiwa.

Pembunuhan didefinisikan sebagai suatu perbuatan mematikan; atau perbuatan seseorang yang dapat menghancurkan bangunan kemanusiaan. Suatu tindakan

2

Ibid., hlm. 6.

3

As-Sayyid Sabiq, Fiqh as-Sunnah, III (Kairo : Dar al-Fath Lil I’lam al-‘Arabi, 1990), hlm. 5.

4

Ibid.,


(27)

20

seseorang untuk menghilangkan nyawa; menghilangkan ruh atau jiwa orang lain.5

Dalam hukum pidana Islam, pembunuhan termasuk ke dalam jaraim qiyas (tindakan pidana yang bersanksikan hukum qisas), yaitu tindakan kejahatan yang membuat jiwa atau bukan jiwa menderita musibah dalam bentuk hilangnya nyawa, atau terpotong organ tubuhnya.6

B. Klasifikasi Delik Penganiayaan yang Menyebabkan Kematian Menurut Hukum

Pidana Islam

1. Klasifikasi Delik Penganiayaan Menurut Hukum Pidana Islam

Para ulama membagi jinayah terhadap tubuh menjadi lima macam, yaitu : a. Ibanat al-Atraf, yaitu memotong anggota badan, termasuk di dalamnya

pemotongan tangan, kaki, jari, hidung, gigi dan sebagainya.

b. Izhab ma’a al-Atraf, yaitu menghilangkan fungsi anggota badan (anggota badan itu tetap ada tapi tidak bisa berfungsi), misalnya membuat korban buta, tulis, bisu dan sebagainya.

c. Asy-Syaj, yaitu pelukaan terhadap kepala dan muka (secara khusus) d. Al-Jarh, yaitu pelukaan terhadap selain wajah dan kepala termasuk di

dalamnya pelukaan yang sampai ke dalam perut atau rongga dada.

5

Abdul Qadir ‘Audah, at-Tasyri’I al-Jina’I al-Islami, II (Beirut : Dar al-Kitab al-‘Arabi, t.t), hlm. 6.

6

As-Sayyid Sabiq, Fiqh as-Sunnah, cet. Ke-2, II (Kairo : Dar ad-Diyan li at-Turas, 1990), hlm. 263.


(28)

21

e. Pelukaan yang tidak termasuk ke dalam salah satu dari empat jenis

pelukaan.

Sedangkan Abu Bakar al-Jazari membagi jinayah terhadap tubuh menjadi 3 macam, yaitu :

a. Jinayatul Atraf, perbuatan seseorang terhadap orang lain yang

menyebabkan sakit atau cacat tubuh.

b. Asy-Syijjaj, pelukaan terhadap orang lain pada bagian kepala dan wajah. c. Al-Jirah, pelukaan terhadap orang lain pada selain wajah dan kepala.

Khusus pada asy-Syijjaj menurut ulama salaf ada 2 (dua) kelompok,7 yaitu:

a. Pelukan terhadap kepala atau wajah yang telah ada ketetapan dari

syari’at mengenai jumlah diyatnya, yang termasuk kelompok ini adalah :

1) Al-Mudihah, yaitu pelukaan terhadap kepala atau wajah yang

menampakkan tulang.

2) Al-Hasyimah, yaitu pelukaan terhadap kepala atau wajah yang

menyebabkan pecah atau patahnya tulang.

3) Al-Munqilah, yaitu pelukaan terhadap kepala atau wajah yang

menyebabkan berpindah atau bergesernya tulang dari tempat asalnya.

4) Al-Ma’mumah, yaitu pelukaan terhadap kepala atau wajah sampai

pada kulit otak.

7

Abu Bakar Jabir al-Jazairi, Minhaj al-Muslim, hlm. 429-430.


(29)

22

5) Ad-Damigah, yaitu pelukaan terhadap kepala atau wajah sampai pada kulit otak dan memecahkannya, pelukaan ini lebih berat daripada Al-Ma’mumah.

b. Sedangkan kelompok yang kedua adalah pelukaan terhadap kepala atau wajah yang belum ada penjelasan dari syari’at tentang diyatnya8, yaitu:

1) Al-Harisah, yaitu pelukaan terhadap kepala atau wajah yang

merobekkan sedikit kulit dan tidak mengeluarkan darah.

2) Ad-Damiyah, yaitu pelukaan terhadap kepala atau wajah yang

merobekkan kulit dan mengeluarkan/mengalirkan darah.

3) Al-Badi’ah, yaitu pelukaan terhadap kepala atau wajah yang

memutihkan tulang, artinya mematahkan tulang.

4) Al-Mutalahimah, yaitu pelukaan terhadap kepala atau wajah yang

meremukkan tulang, hal ini lebih berat daripada al-Badi’ah.

5) As-Simhaq, yaitu pelukaan terhadap kepala atau wajah yang hampir mengenai tulang.

Kemudian pada jenis al-jirah dibedakan pula menjadi : 1) Jaifah, yaitu pelukaan yang sampai pada rongga perut

2) Pelukaan pada rongga dada, contohnya mematahkan tulang rusuk 3) Mematahkan lengan tangan atas, betis, atau lengan bawah.9

8

Ibid., hlm. 430.

9

Ibid.,


(30)

23

2. Klasifikasi Delik Pembunuhan Menurut Hukum Pidana Islam

Pada dasarnya delik pembunuhan terklasifikasi menjadi dua golongan, yaitu:

a. Pembunuhan yang diharamkan; setiap pembunuhan karena ada unsur

permusuhan dan penganiayaan.

b. Pembunuhan yang dibenarkan; setiap pembunuhan yang tidak dilatar

belakangi oleh permusuhan, misalnya pembunuhan yang dilakukan oleh algojo dalam melaksanakan hukuman qisas.10

Adapun secara spesifik mayoritas ulama berpendapat bahwa tindak pidana pembunuhan dibagi dalam tiga kelompok, yaitu:

1) Pembunuhan sengaja (qatl al-‘amd)

Yaitu menyengaja suatu pembunuhan karena adanya permusuhan terhadap orang lain dengan menggunakan alat yang pada umumnya mematikan, melukai, atau benda-benda yang berat, secara langsung atau tidak langsung (sebagai akibat dari suatu perbuatan), seperti menggunakan besi, pedang, kayu besar, suntikan pada organ tubuh yang vital maupun tidak vital (paha dan pantat) yang jika terkena jarum menjadi bengkak dan sakit terus menerus sampai mati, atau dengan memotong jari-jari seseorang sehingga menjadi luka dan membawa pada kematian.

10

Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh, VI hlm. 220.


(31)

24

2) Pembunuhan menyerupai sengaja (qatl syibh al-‘amd)

Yaitu menyengaja suatu perbuatan aniaya terhadap orang lain, dengan alat yang pada umumnya tidak mematikan, seperti memukul dengan batu kecil, tangan, cemeti, atau tongkat yang ringan, dan antara pukulan yang satu dengan yang lainnya tidak saling membantu, pukulannya bukan pada tempat yang vital (mematikan), yang dipukul bukan anak kecil atau orang yang lemah, cuacanya tidak terlalu panas/dingin yang dapat mempercepat kematian, sakitnya tidak berat dan menahun sehingga membawa pada kematian, jika tidak terjadi kematian, maka tidak dinamakan qatl al-‘amd, karena umumnya keadaan seperti itu dapat mematikan.

3) Pembunuhan Kesalahan (qatl al-khata’)

Yaitu pembunuhan yang terjadi dengan tanpa adanya maksud penganiayaan, baik dilihat dari perbuatan maupun orangnya. Misalnya seseorang melempari pohon atau binatang tetapi mengenai manusia (orang lain), kemudian mati.11

Sedangkan menurut as-Sayyid Sabiq, yang dimaksud pembunuhan sengaja adalah pembunuhan yang dilakukan oleh seseorang mukallaf kepada orang lain yang darahnya terlindungi, dengan memakai alat yang pada

11

Ibn Qudamah, al-Mugni, cet. Ke-1, VIII (Riyad : Maktabah ar-Riyad al-Hadisah, t.t) hlm. 636-640, lihat juga Haliman, Hukum Pidaa Syri’at Islam Menurut Ahlus Sunnah, cet. 1 (Jakarta : Bulan Bintang, 1972), hlm. 152-153.


(32)

25

umumnya dapat menyebabkan mati.12 Sedangkan menurut Abdul Qwodir

‘Audah, pembunuhan sengaja adalah perbuatan menghilangkan nyawa orang lain yang disertai dengan niat membunuh, artinya bahwa seseorang dapat dikatakan sebagai pembunuh jika orang itu mempunyai kesempurnaan untuk melakukan pembunuhan. Jika seseorang tidak bermaksud membunuh, semata-mata hanya menyengaja menyiksa, maka tidak dinamakan dengan pembunuhan sengaja, walaupun pada akhirnya orang itu mati. Hal ini sama dengan pukulan yang menyebabkan mati (masuk dalam kategori syibh ‘amd).13

Mengenai perbuatan-perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana pembunuhan yaitu :14

a. Pembunuhan dengan muhaddad, yaitu seperti alat yang tajam, melukai, dan menusuk badan yang dapat mencabik-cabik anggota badan.

b. Pembunuhan dengan musaqal, yaitu alat yang tidak tajam, seperti

tongkat dan batu. Mengenai alat ini fuqaha berbeda pendapat apakah termasuk pembunuhan sengaja yang mewajibkan qisas atau syibh ‘amd yang sengaja mewajibkan diyat.

c. Pembunuhan secara langsung, yaitu pelaku melakukan suatu perbuatan

yang menyebabkan matinya orang lain secara langsung (tanpa

12

As-Sayyid Sabiq, Fiqh., hlm. 435.

13

Abdul Qadir ‘Audah, at-Tasyri’i., hlm. 10.

14

Ibn Rusyd, Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtasid, cet. Ke-2, II (Beirut : Dar al-Fikr, 1981) hlm. 232.


(33)

26

perantaraan), seperti menyembelih dengan pisau, menembak dengan pistol, dan lain-lain.

d. Pembunuhan secara tidak langsung (dengan melakukan sebab-sebab yang dapat mematikan). Artinya dengan melakukan suatu perbuatan yang pada hakikatnya (zatnya) tidak mematikan tetapi dapat menjadikan perantara atau sebab kematian.

Adapun sebab-sebab yang mematikan itu ada tiga macam,15 yaitu : 1) Sebab Hissiy (perasaan/psikis) seperti paksaan untuk membunuh.

2) Sebab Syar’iy, seperti persaksian palsu yang membuat terdakwa

terbunuh, keputusan hakim untuk membuat seseorang yang diadilinya dengan kebohongan atau kelicikan (bukan karena keadilan) untuk menganiaya secara sengaja.

3) Sebab ‘Urfiy, seperti menyuguhkan makanan beracun terhadap orang lain yang sedang makan atau menggali sumur dan menutupinya sehingga ada orang terperosok daan mati.

e. Pembunuhan dengan cara menjatuhkan ke tempat yang membinasakan,

seperti dengan melemparkan atau memasukkan ke kandang srigala, harimau, ular dan lain sebagainya.

f. Pembunuhan dengan cara menenggelamkan dan membakar.

g. Pembunuhan dengan cara mencekik

15

Muhammad Ibnu Ahmad al-Khatib asy-Syarbaini, Mugni al-Muhtaj, IV (Mesir : Mustafa al-Bab al-Halabi wa Aulad, 1958), hlm. 6.


(34)

27

h. Pembunuhan dengan cara meninggalkan atau menahannya tanpa

memberinya makanan dan minuman

i. Pembunuhan dengan cara menakut-nakuti atau mengintimidasi.

Pembunuhan tidak hanya terjadi dengan suatu perbuatan fisik, karena terjadi juga melalui perbuatan ma’nawi yang berpengaruh pada psikis seseorang, seperti menakut-nakuti, mengintimidasi dan lain sebagainya.

Dalam syari’at Islam, pembunuhan diatur di dalam al-Qur’an maupun dalam al-Hadis, yaitu:

Firman Allah SWT dalam al-Qur’an:16

ﻄ إ ﺎ ﺆ

نأ ﺆ نﺎ ﺎ و

ٴ ۚﺎ

ﻄ ﺎ ﺆ و

ٴ

ﺔ دو ﺔ ﺆ ﺔ ر ﺮ ﺮ ﺎ

ﺮ ﺮ ﺆ ﻮھو وﺪ مﻮ نﺎ نﺈ ۚاﻮ ﺪ نأ ٓ إ ٓﮫ ھأ ٓﻰ إ ﺔ

ﺔ ﺆ ﺔ ر

مﻮ نﺎ نإو

ﺪﺠ ﺔ ﺆ ﺔ ر ﺮ ﺮ و ﮫ ھأ ٓﻰ إ ﺔ

ﺔ ﺪ

ﮭ و

ہ نﺎ و ہ ﺔ ﻮ

ﺎ ﺮﮭ مﺎ

Artinya:

Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja), dan barangsiapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. Jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta

16

Q.S. An-Nisa (4) : 92. Al Qur’an Terjemah As Syifa’ (Semarang : 2001) hlm. 197


(35)

28

memerdekakan hamba sahaya yang beriman. Barangsiapa yang tidak memperolehnya, maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut untuk penerimaan taubat dari pada Allah. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana

C. Sanksi Delik Penganiayaan dan Pembunuhan Menurut Hukum Pidana Islam

Sanksi pidana dalam hukum Islam disebut dengan al-‘Uqubah yang berasal dari kata ﺐﻘﻋ, yaitu sesuatu yang datang setelah yang lainnya, maksudnya adalah bahwa hukuman dapat dikenakan setelah adanya pelanggaran atas ketentuan hukum. ‘Uqubah dapat dikenakan pada setiap orang yang melakukan kejahatan yang dapat merugikan orang lain baik dilakukan oleh orang muslim atau yang lainnya.P16F

17

P

Hukuman merupakan suatu cara pembebanan pertanggung jawaban pidana guna memelihara ketertiban dan ketentraman masyarakat. Dengan kata lain hukuman dijadikan sebagai alat penegak untuk kepentingan masyarakat.P17F

18

Dengan demikian hukuman yang baik adalah harus mampu mencegah dari perbuatan maksiat, baik mencegah sebelum terjadinya perbuatan pidana maupun untuk menjerakan pelaku setelah terjadinya jarimah tersebut. Dan besar kecilnya hukuman sangat tergantung pada kebutuhan kemaslahatan masyarakat, jika kemaslahatan masyarakat menghendaki diperberat maka hukuman dapat

17

Abdurrahman I Doi, Hukum Pidana Menurut Syari’at Islam, (Jakarta : Rineka Cipta, 1992), hlm. 6.

18

A. Hanafi, Op. Cit., hlm. 55.


(36)

29

diperberat begitu pula sebaliknya.19 Adapun sanksi tersebut adalah sebagai berikut :

1. Sanksi Delik Penganiayaan Menurut Hukum Pidana Islam

Sanksi-sanksi yang dikenakan terhadap orang yang melakukan tindak pidana terhadap tubuh menurut ketentuan hukum pidana Islam adalah sebagai berikut:

a. Qisas

Qisas terhadap selain jiwa (penganiayaan) mempunyai syarat sebagai berikut:20

1. Pelaku berakal

2. Sudah mencapai umur balig.21 3. Motivasi kejahatan disengaja

4. Hendaknya darah orang yang dilukai sederajat dengan darah orang yang melukai.

Yang dimaksud dengan sederajat disini adalah hanya dalam hal kehambaan dan kekafiran. Oleh sebab itu maka tidak diqisas seorang merdeka yang melukai hamba sahaya atau memotong anggotanya. Dan

19

Ahmad Jazuli, Fiqh Jinayat, Upaya Menanggulangi Kejahatan dalam Hukum Islam, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1997), hlm. 26-27.

20

As-Sayyid Sabiq, Fiqh., hlm. 38.

21

Balig adakalanya karena mimpi bersenggama atau karena faktor umur. Batas maksimal kebaligan seseorang berdasarkan umur ad delapan belas tahun, dan batas minimalnya ad lima belas thaun, ini berdasarkan hadis riwayat sahabat Ibnu ‘Umar. Adapun mengenai tumbuhnya bulu kemaluan para ulama berbeda pendapat dalam hal ini.


(37)

30

tidak pula diqisas seorang muslim yang melukai kafir zimmi atau memotong anggotanya.

Apabila pelaku melakukan perbuatan pelukaan tersebut secara sengaja, dan korban tidak memiliki anak, serta korban dengan pelaku sama di dalam keislaman dan kemerdekaan, maka pelaku diqisas berdasarkan perbuatannya terhadap korban, misalnya dipotong anggota berdasarkan angota yang terpotong, melukai serupa dengan anggota yang terluka.22 Kecuali jika korban menghendaki untuk pembayaran diyat atau memaafkan pelaku. Besarnya diyat disesuaikan dengan jenis dari perbuatan yang dilakukannya terhadap korban.

Syarat-syarat qisas dalam pelukaan:

1) Tidak adanya kebohongan di dalam pelaksanaan, maka apabila ada

kebohongan maka tidak boleh diqisas.

2) Memungkinkan untuk dilakukan qisas, apabila qisas itu tidak

mungkin diakukan, maka diganti dengan diyat.

3) Anggota yang hendak dipotong serupa dengan yang terpotong, baik

dalam nama atau bagian yang telah dilukai, maka tidak dipotong anggota kanan karena anggota kiri, tidak dipotong tangan karena

22

Abu Bakar Jabir al-Jazairi, Minhaj al-Muslim, hlm. 425.


(38)

31

memotong kaki, tidak dipotong jari-jari yang asli (sehat) karena memotong jari-jari tambahan.

4) Adanya kesamaan 2 (dua) anggota, maksudnya adalah dalam hal

kesehatan dan kesempurnaan, maka tidak dipotong tangan yang sehat karena memotong tangan yang cacat dan tidak diqisas mata yang sehat karena melukai mata yang sudah buta.

5) Apabila pelukaan itu pada kepala atau wajah (asy-syijjaj), maka tidak dilaksanakan qisas, kecuali anggota itu tidak berakhir pada tulang, dan setiap pelukaan yang tidak memungkinkan untuk dilaksanakan qisas, maka tidak dilaksanakan qisas dalam pelukaan yang mengakibatkan patahnya tulag juga dalam jaifah, akan tetapi diwajibkan diyat atas hal tersebut.

Kemudian dalam hal tindakan menempeleng, seseorang diperbolehkan membalasnya sesuai dengan apa yang telah dilakukannya, hal ini sesuai firman Allah SWT :23

اوﺪ ﭑ

ىﺪ ۚصﺎ ﺮ و ماﺮ ﺮﮭ ﭑ ماﺮ ﺮﮭ

آﻮ و ہ اﻮ و ۚ

ىﺪ ﺎ

ہ نأ

٤

Artinya:

Bulan haram dengan bulan haram, dan pada sesuatu yang patut dihormati, berlaku hukum qishaash. Oleh sebab itu barangsiapa yang menyerang

23

QS. Al-Baqarah (2) : 194. Al Qur’an Terjemah As Syifa’ (Semarang : 2001) hlm. 65


(39)

32

kamu, maka seranglah ia, seimbang dengan serangannya terhadapmu. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah, bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa

b. Diyat

Dalam hal penganiayaan jenis jinayatul atraf, pelaksanaan diyat dibagi menjadi dua, yaitu yang dikenakan sepenuhnya dan yang dikenakan hanya setengahnya saja, adapun diyat yang dikenakan sepenuhnya adalah dalam hal sebagai berikut :24

1. Menghilangkan akal

2. Menghilangkan pendengaran dengan menghilangkan kedua telinga

3. Menghilangkan penglihatan dengan membutakan kedua belah mata

4. Menghilangkan suara dengan memotong lidah atau dua buah bibir

5. Menghilangkan penciuman dengan memotong hidung

6. Menghilangkan kemampuan bersenggama/jima’ dengan memotong

zakar atau memecahkan dua buah pelir

7. Menghilangkan kemampuan berdiri atau duduk dengan mematahkan

tulang punggung.

Sedangkan diyat yang dikenakan hanya setengahnya saja adalah dalam hal melukai :25

1. Satu buah mata

24

Abu Bakar Jabir al-Jazairi, Minhaj al-Muslim, hlm. 428.

25

Abu Bakar Jabir al-Jaziri, Minhaj al-Muslim, hlm. 428-429.


(40)

33

2. Satu daun telinga 3. Satu buah kaki 4. Satu buah bibir 5. Satu buah pantat 6. Satu buah alis

7. Satu buah payudara wanita

Kemudian pelukaan yang mewajibkan diyat kurang dari setengahnya adalah memotong sebuah jari, yaitu diyatnya sepuluh ekor unta.

Mengenai hukuman dari pelukaan yang bersifat al-jirah ditentukan bahwa:

1) Jaifah, diyatnya sepertiga diyat seperti dalam kitabnya Amr Ibnu Hazm26

2) Dalam hal mematahkan tulang rusuk diyatnya sebanyak satu ekor

unta (ba’ir)

3) Dalam hal mematahkan lengan tangan atas, bawah ataupun betis

diyatnya sebanyak dua ekor unta (ba’ir).27

Dan selain apa yang telah disebutkan diatas hukumnya diqiyaskan kepada yang lebih mudah yaitu al-Mudihah.

26

Ibid.,

27

Abu Bakar Jabir al-Jaziri, Minhaj al-Muslim, hlm. 430.


(41)

34

2. Sanksi Delik Pembunuhan Menurut Hukum Pidana Islam

Ada tiga bentuk sanksi pidana pembunuhan sengaja menurut hukum pidana Islam, yaitu pertama, sanksi asli (pokok), berupa hukuman qisas, kedua, sanksi pengganti, berupa diyat dan ta’zir, dan ketiga, sanksi penyerta/tambahan, berupa terhalang memperoleh waris dan wasiat.28

a. Sanksi Asli/Pokok

Sanksi pokok bagi pembunuhan sengaja yang telah dinaskan dalam al-Qur’an dan al-Hadis adalah qisas. Hukuman ini disepakati oleh para ulama. Bahkan ulama Hanafiah berpendapat bahwa pelaku pembunuhan sengaja harus diqisas (tidak boleh diganti dengan harta), kecuali ada kerelaan dari kedua belah pihak. Ulama Syafi’iyah menambahkan bahwa disamping qisas, pelaku pembunuhan juga wajib membayar kifarah.29

Qisas diakui keberadaannya oleh al-Qur’an, as-Sunnah, Ijma’ ulama, demikian pula akal memandang bahwa disyari’atkannya qisas adalah demi keadilan dan kemaslahatannya.30 Hal ini ditegaskan al-Qur’an dalam sebuah ayat :31

نﻮ

ﻷ ﻲ وﺄٓ ةﻮ صﺎ

ﻲ و

28

Wahbah az-Zuhaili, Al-Fiqh., hlm. 261.

29

Ibid.,

30

Ibid., VI : 264.

31

QS. AL-Baqarah (2) : 179. Al Qur’an Terjemah As Syifa’ (Semarang : 2001) hlm. 60


(42)

35

Artinya : Dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup

bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa

Adapun beberapa syarat yang diperlukan untuk dapat dilaksanakan qisas,32 yaitu :

1) Syarat-syarat bagi pembunuh Ada 3 syarat, yaitu:

a) Pembunuh adalah orang mukallaf (balig dan berakal), maka

tidaklah diqisas apabila pelakunya adalah anak kecil atau orang gila, karena perbuatannya tidak dikenai taklif.33 Begitu juga dengan orang yang tidur/ayan, karena mereka tidak punya niat atau maksud yang sah.

b) Bahwa pembunuh menyengaja perbuatannya.

c) Pembunuh mempunyai kebebasan bukan dipaksa, artinya jika

membunuhnya karena terpaksa, maka menurut Hanafiyah tidak diqisas, tetapi menurut Jumhur tetap diqisas walaupun dipaksa. 2) Syarat-syarat bagi yang terbunuh (korban)

a) Korban adalah orang yang dilindungi darahnya.34 Adapun orang yang dipandang tidak dilindungi darahnya adalah kafir harbi, murtad, pezina muhsan, penganut zindiq dan pemberontak; jika

32

Wahbah az-Zuhaili, Al-Fiqh., VI. hlm. 297.

33

Abi Ishaq Ibrahim ibn Ali ibn Yusuf al-Fairuz Abadi asy-Syairazi, Al-Muhazzab, (Semarang : Toha Putra, t.t), II. hlm.173.

34

Ibn Qudamah, Al-Mugni., VI hlm. 648.


(43)

36

orang muslim atau zimmy membunuh mereka, maka hukum qisas tidak berlaku.

b) Bahwa korban bukan anak/cucu pembunuh (tidak ada hubungan

bapak dan anak), tidak diqisas ayah/ibu, kakek/nenek yang membunuh anak/cucunya sampai derajat ke bawahJuga hadis.

c) Adalah korban derajatnya sama dengaan pembunuh dalam Islam

dan kemerdekaannya, pernyataan ini dikemukakan oleh Jumhur (selain Hanafiah). Dengan ketentuan ini, maka tidak diqisas seorang Islam yang membunuh orang kafir, orang merdeka yang membunuh budak.

3) Syarat-syarat bagi perbuatannya

Hanafiyah mensyaratkan, untuk dapat dikenakan qisas, tindak pidana pembunuhan yang dimaksud harus tindak pidana langsung, bukan karena sebab tertentu. Jika tidak langsung maka hanya dikenakan hukuman membayar diyat. Sedangkan Jumhur tidak mensyaratkan itu, baik pembunuhan langsung atau karena sebab, pelakunya wajib dikenai qisas, karena keduanya berakibat sama.35 4) Syarat-syarat bagi wali korban

Menurut Hanafiyah, wali korban yang berhak untuk mengqisas haruslah orang yang diketahui identitasnya. Jika tidak,

35

Abdul Qodir ‘Audah, at-Tasyri’., II hlm. 132.


(44)

37

maka tidak wajib diqisas. Karena tujuan dari diwajibkannya qisas adalah pengukuhan dari pemenuhan hak. Sedangkan pembunuhan hak dari orang yang tidak diketahui identitasnya akan mengalami kesulitan dalam pelaksanaannya.

Qisas wajib dikenakan bagi setiap pembunuh, kecuali jika dimaafkan oleh wali korban. Para ulama mazhab sepakat bahwa sanksi yang wajib bagi pelaku pembunuhan sengaja adalah qisas.36 Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT.37

اﻮ اء ﺬ ﺎﮭ ﺄٓ

ﻰ ﻷ و ﺪ ﭑ ﺪ و ﺮ ﭑ ﺮ ﻰ ﻲ صﺎ

ذ

ﺈ ﮫ إ ءٓادأو فوﺮ ﭑ عﺎ ﭑ ءﻲ ﮫ أ ﮫ ﻲ ۚﻰ ﻷﭑ

ﺔ رو ر

أ باﺬ ﮫ ذ ﺪ ىﺪ

Artinya :

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih

36

Wahbah az-Zuhaili, Al-Fiqh., IV hlm. 276.

37

QS. Al-Baqarah (2) : 178. Al Qur’an Terjemah As Syifa’ (Semarang : 2001) hlm. 59


(45)

38

Hanabilah berpendapat bahwa hukuman bagi pelaku pembunuhan tidak hanya qisas, tetapi wali korban mempunyai dua pilihan, yaitu : mereka menghendaki qisas, maka dilaksanakan hukum qisas, tapi jika menginginkan diyat, maka wajiblah pelaku membayar diyat.

Hukum qisas menjadi gugur dengan sebab-sebab sebagai berikut :38 1. Matinya pelaku kejahatan

Kalau orang yang akan menjalani qisas telah mati terlebih dahulu, maka gugurlah qisas atasnya, karena jiwa pelakulah yang menjadi sasarannya. Pada saat itu diwajibkan ialah membayar diyat yang diambil dari harta peninggalannya, lalu diberikan kepada wali korban si terbunuh. Pendapat ini mazhab Imam Ahmad serta salah satu pendapat Imam asy-Syafi’i. Sedangkan menurut Imam Malik dan Hanafiyah tidak wajib diyat, sebab hak dari mereka (para wali) adalah jiwa, sedangkan hak tersebut telah tiada. Dengan demikian tidak ada alasan bagi para wali menuntut diyat dari harta peninggalan si pembunuh yang kini telah menjadi milik para ahli warisya.

2. Adanya ampunan dari seluruh atau sebagian wali korban dengan

syarat pemberi maaf itu sudah balig dan tamyiz.

3. Telah terjadi sulh (rekosiliasi) antara pembunuh dengan wali

korban.39

38

Abdul Qodir ‘ Audah, At-Tasyri’., I : 777-778 dan II : 155-169. Wahbah az-Zuhaili, Al-Fiqh., VI hlm.294.


(46)

39

4. Adanya penuntutan qisas.

b. Sanksi Pengganti 1. Diyat

Dengan definisi ini berarti diyat dikhususkan sebagai pengganti jiwa atau yang semakna dengannya; artinya pembayaran diyat itu terjadi karena berkenaan dengan kejahatan terhadap jiwa/nyawa seseorang. Sedangkan diyat untuk anggota badan disebut ‘Irsy.

Pada mulanya pembayaran diyat menggunakan unta, tapi jika unta sulit ditemukan maka pembayarannya dapat menggunakan barang lainnya, seperti emas, perak, uang, baju dan lain-lain yang kadar nilainya disesuaikan dengan unta.

Menurut kesepakatan ulama, yang wajib adalah 100 ekor unta bagi pemilik unta, 200 ekor sapi bagi pemilik sapi, 2.000 ekor domba bagi pemilik domba, 1.000 dinar bagi pemilik emas, 12.000 dirham bagi pemilik perak daan 200 setel pakaian untuk pemilik pakaian.40

Sedangkan diyat itu terbagi menjadi dua bagian, yaitu diyat mugallazah dan diyat mukhaffafah. Adapun diyat mugallazah

39

Perbedaannya dengan al-‘Afwu (pengampunan) adalah kalau sulh itu pengguguran qisas dengan ganti rugi (kompensasi), sedang al-‘Afwu terkadang pengampunan qisas secara mutlak.

40

As-Sayyid Sabiq, Fiqh., II hlm. 552-553.


(47)

40

menurut jumhur dibebankan kepada pelaku pembunuhan sengaja dan menyerupai pembunuhan sengaja. Sedangkan menurut Malikiyah, dibebankan kepada pelaku pembunuhan sengaja apabila waliyuddam menerimanya dan kepada bapak yang membunuh anaknya.41

Jumlah diyat mugallazah adalah 100 ekor unta yang 40

diantaranya sedang mengandung.

Jadi apabila dirinci dari 100 ekor unta tersebut adalah sebagai berikut:

a) 30 ekor unta hiqqah (unta berumur 4 tahun) b) 30 ekor unta jad’ah (unta berumur 5 tahun)

c) 40 ekor unta khalifah (unta yang sedang mengandung).

Adapun diyat mukhaffafah itu dibebankan kepada ‘aqilah

pelaku pembunuhan kesalahan dan dibayarkan dengan diangsur selama kurun waktu tiga tahun, dengan jumlah diyat 100 ekor unta, yaitu :

a) 20 ekor unta bintu ma’khad (unta betina berumur 2 tahun) b) 20 ekor unta ibnu ma’khad (unta jantan berumur 2 tahun) c) 20 ekor bintu labin (unta betina berumur 3 tahun)

d) 20 ekor unta hiqqah dan, e) 20 ekor unta jad’ah.

41

Wahbah az-Zuhaili, Al-Fiqh., VI hlm.304.


(48)

41

Jadi diyat pembunuhan sengaja adalah diyat mugallazah yang dikhususnya pembayarannya oleh pelaku pembunuhan, dan dibayarkan secara kontan. Sedangkan diyat pembunuhan syibh ‘amd adalah diyat yang pembayarannya tidak hanya pada pelaku, tetapi juga kepada ‘aqilah (wali/keluarga pembunuh), dan dibayarkan secara berangsur-angsur selama tiga tahun.

Jumhur ulama berpendapat bahwa diyat pembunuhan sengaja harus dibayar kontan dengan hartanya karena diyat merupakan

pengganti qisas. Jika qisas dilakukan sekaligus maka diyat

penggantinya juga harus secara kontan dan pemberian tempo pembayaran merupakan suatu keringanan, padahal ‘amid42 pantas dan harus diperberat dengan bukti diwajibkannya ‘amid membayar diyat dengan hartanya sendiri bukan dari ‘aqilah, karena keringanan (pemberian tempo) itu hanya berlaku bagi ‘aqilah.43

Para ulama sepakat bahwa diyat pembunuhan sengaja dibebankan pada para pembunuh dengan hartanya sendiri. ‘Aqilah tidak menanggungnya karena setiap manusia dimintai pertanggung jawabkan atas perbuatannya dan tidak dapat dibebankan kepada orang lain.

42

Yaitu orang yang melakukan pembunuhan sengaja.

43

Wahbah az-Zuhaili, Al-Fiqh., VI hlm. 307.


(49)

42

Hal ini berdasarkan firman Allah SWT.44

ﮭ أ ٓﺎ و ﮭ رذ ﮭ ﺎ أ ﺈ ﮭ رذ ﮭ

و اﻮ اء ﺬ و

ھر

ﺎ ٕيﺮ ۚءﻲ

Artinya:

Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya.

2. Ta’zir

Hukuman ini dijatuhkan apabila korban memaafkan pembunuh secara mutlak. Artinya seorang hakim dalam pengadilan berhak untuk memutuskan pemberian sanksi bagi terdakwa untuk kemaslahatan. Karena qisas itu disamping haknya korban, ia juga merupakan haknya Allah, hak masyarakat secara umum. Adapun bentuk ta’zirannya sesuai dengan kebijaksanaan hakim.45

c. Hudud

Hudûd adalah kosa kata dalam bahasa Arab yang merupakan bentuk jamâ’ (plural) dari kata had yang asal artinya pembatas antara dua benda. Dinamakan had karena mencegah bersatunya sesuatu dengan yang

44

QS. At-Tur (52) : 21. Al Qur’an Terjemah As Syifa’ (Semarang : 2001) hlm. 1178

45

Wahbah az-Zuhaili, Al-Fiqh., VI hlm. 291-292 dan 312-213.


(50)

43

lainnya.[2] Ada juga yang menyatakan bahwa kata had berarti al-man’u (pencegah), sehingga dikatakan Hudûd Allah Azza wa Jallaadalah perkara-perkara yang Allah Azza wa Jallalarang melakukan atau melanggarnya, Hudûd meliputi tujuh jenis:

1. Had zina (hukuman Zina) ditegakkan untuk menjaga keturunan dan nasab. 2. Had al-Qadzf (hukuman orang yang menuduh berzina tanpa bukti) untuk

menjaga kehormatan dan harga diri.

3. Had al-Khamr (hukuman orang minum khamer (minuman memabukkan)) untuk menjaga akal.

4. Had as-Sariqah (hukuman pencuri) untuk menjaga harta.

5. Had al-Hirâbah (hukuman para perampok) untuk menjaga jiwa, harta dan harga diri kehormatan.

6. Had al-Baghi (hukuman pembangkang) untuk menjaga agama dan jiwa. 7. Had ar-Riddah (hukuman orang murtad) untuk menjaga agama.

d. Sanksi penyerta/tambahan

Sanksi ini berupa terhalangnya para pembunuh untuk mendapatkan waris dan wasiat. Ketetapan ini dimaksudkan untuk sadd az-zara’i; agar seseorang tidak tamak terhadap harta pewaris sehingga menyegarakannya dengan cara membunuh, selain itu ada juga hukuman lain yaitu membayar kifarah, sebagai pertanda bahwa ia telah bertaubat kepada Allah. Kifarah tersebut berupa memerdekakan seorang hamba


(51)

44

sahaya yang mu’min. Kalau tidak bisa, maka diwajibkan puasa selama dua bulan berturut-turut.


(52)

BAB III

DESKRIPSI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI BANGKALAN NO.236/PID.B/2014/PN.BKL TENTANG PENGANIAYAAN YANG

MENYEBABKAN KEMATIAN

A. Deskripsi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Bangkalan tentang Penganiayaan yang Menyebabkan Kematian

Pada dasarnya kasus yang diteliti oleh peneliti adalah putusan tindak pidana Penganiayaan yang Menyebabkan Kematian dengan kronologis sebagai berikut : hari selasa tanggal 19 Agustus 21014 sekira jam 17.45 Wib atau setidak-tidaknya diwaktu lain yang masih termasuk dalam bulan Agustus 2014 atau setidak-tidaknya masih termasuk dalam tahun 2014 bertempat di dihalaman rumah terdakwa di Kp. Duwek Rajah, Ds. Lombang Dajah Kec. Blega Kab. Bangkalan atau setidak-tidaknya di suatu tempat lain yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Bangkalan, dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain yaitu korban

SAMSUL.1

Dalam putusan tersebut, perbuatan tersangka didakwa dengan dua dakwaan yaitu primair dan subsidair. Dalam dakwaan primair, Perbuatan terdakwa tersebut sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 338 KUHP. Sedangkan dalam dakwaan Subsidair Perbuatan terdakwa tersebut diatur dan diancam pidana dalam pasal 351 ayat 3 KUHP.

1

Data ditulis berdasarkan berkas putusan perkara No.236/Pid.B/2014/Pn.Bkl tentang Penganiayaan yang menyebabkan kematian.

44


(53)

45

Adapun keterangan para saksi-saksi bahwa untuk membuktikan dakwaannya Penuntut Umum telah mengajukan saksi-saksi yang telah memberikan keterangan dibawah sumpah sebagai berikut :

1. UDIN MAHALI;

• bahwa pada hari Selasa tanggal 19 Agustus 2014, sekira pukul 17.45 WIB terjadi pertengkaran antara korban dengan terdakwa ; • bahwa pada saat kejadian, saksi sedang berada didalam rumah

dan mendengar ada orang yang berteriak memanggil mengatakan ada pertengkaran antara terdakwa dengan korban

• bahwa saksi kemudian menuju rumah terdakwa dan didepan halaman

depan rumah terdakwa di Kampung Duwek Rajah, Desa Lombang Dajah, Kecamatan Blega, saksi melihat korban sudah terkapar dan bersimbah darah

• bahwa saksi lalu mendekati rumah terdakwa dan di teras rumah terdakwa berserakan kaca jendela pecah juga terdapat sarung clurit, dan kemudian saksi pergi ke kantor polisi untuk melapor kejadian tersebut;

• bahwa saksi tidak mengetahui penyebab pertengkaran tersebut, namun belakangan ini saksi mengetahui kalau korban menyukai anak terdakwa yang bernama NUR HABIBAH;

• Bahwa antara Terdakwa dengan saksi korban masih ada hubungan

keluarga yaitu korban adalah keponakan terdakwa


(54)

46

tidak adadirumah dan rumah dalam keadaan gelap ;

• Bahwa terdakwa tinggal dirumahnya bersama anak dan istrinya yang bernama Lilik Suryani ;

• Bahwa saksi tidak mengetahui luka yang dialami terdakwa ;

bahwa terhadap keterangan saksi ke-1 tersebut, terdakwa menyatakan tidak keberatan dan membenarkan atas keterangan saksi ke 1 tersebut.

2. ACHMAD SHODIQIN;

• Bahwa pada saat kejadian saksi baru dating dari kampong Baeler Desa Lombang, Kec. Blega, Kab. Bangkalan hendak pergi ke rumah saksi di Desa Lombang, Kec. Blega, Kab. Bangkalan namun ditengah perjalanan saksi bertemu pak Bina, lalu saksi menyapa pak Bina tersebut, Pak Bina mengatakan kalau korban Syamsul membacok terdakwa (pak Nurul alias Abu Bakar);

• Bahwa kemudian saksi akhirnya pergi melihat bersama dengan pak Bina namun ditengah perjalanan pak Bina minta turun untuk bertanya kepada saudara, dan akhirnya Saksi hendak sholat magrib dahulu tidak melanjutkan perjalanan menuju rumah terdakwa; • Bahwa setelah sholat saksi langsung menuju rumah terdakwa untuk memastikan berita tersebut, namun ternyata rumah terdakwa sepi tidak ada orang hanya ada korban Syamsul tergeletak di halaman rumah terdakwa dengan kondisi sudah meninggal dunia; • Bahwa saksi melihat dalam jarak 3 (tiga) meter kalau korban


(55)

47

sudah bersimbah darah;

• Bahwa saksi hanya mendengar kalau korban hendak membunuh

terdakwa dan anaknya terdakwa yang bernama Nur Abibah;

• Bahwa menurut informasi korban menyukai anak terdakwa yang bernama Nur Abibah, namun setelah mendengar Nur Abibah telah bertungangan dengan orang lain, korban Syamsul menelpon kakak Nur Abibah yang bernama Nurul Yakin meminta agar pertunganan Nur Abibah dibatalkan;

• Bahwa pada bulan puasa korban Syamsul pulang dan beberapa hari sebelum kejadian korban Syamsul membantu terdakwa untuk membangun musholla;

• Bahwa Terdakwa tinggal dirumah tersebut bersama dengan istrinya (Lilik Suryani) dan anaknya;

• Bahwa antara korban dengan terdakwa masih ada hubungan

saudara, korban keponakan jauh terdakwa ;

• Bahwa saksi melihat ada pecahan kaca dan sarung clurit diteras rumah terdakwa; Bahwa saksi pernah bertanya kepada terdakwa, terdakwa mengaku telah memukul korban Syamsul karena korban Syamsul telah membacok terdakwa;

Bahwa atas keterangan saksi ke2 tersebut terdakwa membenarkan dan tidak keberatan;


(56)

48

• Bahwa pada hari Selasa tanggal 19 Agustus 2014, sekira pukul 17.30 WIB, saksi menerima laporan ada kejadian penganiayaan didepan halaman rumah Abu Bakar di Kampung Duwek Rajah, Desa Lombang Dajah, Kec. Blegah;

• Bahwa setelah menerima laporan tersebut, saksi langsung menuju ke TKP dengan ditemani oleh Aiptu Isnoe, Bripka. Moch. Huzaini, Briptu Eko Wahyu S. dan Briptu Ahmad Sugionao;

• Bahwa sesampainya di TKP, saksi menemukan korban sudah

tergeletak ditanah dan sudah tidak bernyawa;

• Bahwa pada saat itu saksi menyita barang bukti yang berupa clurit, sarung clurit yang terbuat dari kulit warna coklat, sepotong tongkat kayu panjang 1 m yang ada noda darah, sepotong kayu panjang 1,20 m yang ada noda darah , sepotong kayu panjang 60 cm dalam keadaan patah, sebuah sekop pasir ada noda darahnya, sepasang sandal jepit warna hitam tertulis Syamsul (kiri) Arifin (kanan), 5 (lima) buah pecahan kaca jendela, sebuah dompet warna coklat merek Levvis berisi KTP milik atas nama ROSUL dan sebuah dompet coklat merk Levvis berisi KTP milik atas nama Nurul Yakin;

• Bahwa pada saat saksi tiba di TKP, saksi tidak melihat terdakwa dan saksi sempat menanyakan kepada pamong desa mengenai keberadaan terdakwa, namun dijawab tidak tahu, karena pada sore harinya pamong desa tersebut melihat terdakwa sedang mengerjakan


(57)

49

pembangunan musholla didepan rumahnya;

• Bahwa saksi juga menemukan sebilah clurit dalam keadaan basah dilantai kamar mandi;

• Bahwa saksi tidak mengetahui penyebab perkelahian tersebut;

• Bahwa saksi melihat ada luka korban dibagian kepala karena luka benda tumpul;

• Bahwa 2 (dua) hari kemudian terdakwa ditangkap dirumah sakit karena sedang mengobati lengan tangannya yang telah terkena luka bacok;

Bahwa atas keterangan saksi tersebut, terdakwa membenarkan dan tidak keberatan;

4. EKO WAHYU SETIAWAN

• Bahwa pada hari Selasa tanggal 19 Agustus 2014, sekira pukul

17.30 WIB, saksi menerima laporan ada kejadian penganiayaan didepan halaman rumah Abu Bakar di Kampung Duwek Rajah, Desa Lombang Dajah, Kec. Blegah;

• Bahwa setelah menerima laporan tersebut, saksi langsung menuju ke TKP dengan ditemani oleh Aiptu Isnoe, Bripka. Moch. Huzaini, Brippol Agung Prasetyo, S.H. dan Briptu Ahmad Sugionao;

• Bahwa sesampainya di TKP, saksi menemukan korban sudah


(58)

50

• Bahwa pada saat itu saksi menyita barang bukti yang berupa clurit, sarung clurit yang terbuat dari kulit warna coklat, sepotong tongkat kayu panjang 1 m yang ada noda darah, sepotong kayu panjang 1,20 m yang ada noda darah , sepotong kayu panjang 60 cm dalam keadaan patah, sebuah sekop pasir ada noda darahnya, sepasang sandal jepit warna hitam tertulis Syamsul (kiri) Arifin (kanan), 5 (lima) buah pecahan kaca jendela, sebuah dompet warna coklat merek Levis berisi KTP milik atas nama ROSUL dan sebuah dompet coklat merk Levis berisi KTP milik atas nama Nurul Yakin;

• Bahwa pada saat saksi tiba di TKP, saksi tidak melihat terdakwa dan saksi sempat menanyakan kepada pamong desa mengenai keberadaan terdakwa, namun dijawab tidak tahu, karena pada sore harinya pamong desa tersebut melihat terdakwa sedang mengerjakan pembangunan musholla didepan rumahnya;

• Bahwa saksi juga menemukan sebilah clurit dalam keadaan basah dilantai kamar mandi;

• Bahwa saksi tidak mengetahui penyebab perkelahian tersebut;

• Bahwa saksi melihat ada luka korban dibagian kepala karena luka benda tumpul;

• Bahwa 2 (dua) hari kemudian terdakwa ditangkap dirumah sakit karena sedang mengobati lengan tangannya yang telah terkena luka bacok;


(59)

51

dan tidak keberatan;

5. SODIKUN

karena Saksi Sodikun tidak dapat hadir dipersidangan walaupun telah dipanggil dengan patut, maka terhadap keterangan saksi Sodikun tersebut atas izin dan persetujuan terdakwa dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum sebagai berikut :

• Bahwa pada saat kejadian, saksi berada di dapur hendak

memperbaiki sakelar lampu dan saksi mendengar suara pecahan kaca, dan kemudian saksi mendengar teriakan minta tolong lalu saksi melihat Nur Habibah ketakutan dan keluar dari rumah ;

• Bahwa saksi lalu mendekat, namun saksi tidak melihat dan menoleh kanan kiri sehingga tidak melihat adanya saksi korban tergeletak;

• Bahwa sesampai dirumah saksi di kampong Kor-kor Desa

Karpoteh Kec. Blegah Kab Bangkalan, Nur Habibah bersama terdakwa dating, namun saksi tidak mendatanganinya karena saat itu banyak orang dan saksi sedang berada di langgar;

• Bahwa ketika saksi memperbaiki lampu saklar dapur rumah

terdakwa, terdakwa sedang tiduran, Nurul Yakin dan Rosul sedang memperbaiki lampu dimusholla yang terletak didepan rumah terdakwa, Nur Habibah dan Lilik Suryani berada didapur;

Bahwa atas keterangan saksi yang dibacakan tersebut terdakwa membenarkan dan tidak keberatan ;


(60)

52

B. Pertimbangan Hukum Yang Dipakai Hakim Pengadilan Negeri Bangkalan

dalam Menyelesaikan Perkara Tindak Pidana Penganiayaan yang Menyebabkan Kematian

Berdasarkan uraian kasus tersebut di atas, maka landasan hukum yang dipakai oleh hakim Pengadilan Negeri Bangkalan dalam menyelesaikan perkara tersebut sebagai berikut :2

1. Pasal 338 KUHP (Dakwaan Primair)

Pasal 338 KUHP tersebut berbunyi : “Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun”

Bahwa terdakwa telah melakukan tindak pidana Penganiayaan yang Menyebabkan Kematian, karena sulitnya untuk mengukur unsur subjektif ini maka dalam praktek peradilan ukurannya dapat menggunakan berbagai teori, misalnya : tentang cara, alat yang digunakan, sasarannya dan lain sebagainya ;

Bahwa dalam perkara ini apakah perbuatan itu disengaja tentu yang lebih mengetahui adalah terdakwa sendiri karena itu menyangkut niat yang ada dalam hati seseorang, namun dari beberapa teori tentang sengaja tersebut diatas dapat juga diketahui apakah perbuatan itu masuk kepada kesengajaan ;

2

Data ditulis berdasarkan berkas putusan perkara No.236/Pid.B/2014/Pn.Bkl tentang Penganiayaan yang menyebabkan kematian.


(61)

53

Bahwa perbuatan terdakwa yang memukul korban karena korban menyabet lengan terdakwa dengan clurit tersebut menurut Majelis Hakim terdakwa tidak mempunyai niat untuk merampas atau menghilangkan nyawa korban, sehingga terhadap unsure ini tidak terpenuhi;

2. Pasal 351 ayat 3 KUHP (Dakwaan Subsidair)

Pasal 351 ayat 3 KUHP berbunyi : “(1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana dendapaling banyak empat ribu lima ratus rupiah (2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara palinglama lima tahun. (3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun”

Bahwa menurut Yurisprudensi, pengertian penganiayaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 351 ayat (1) KUHP yaitu sengaja menyebabkan perasaan tidak enak (penderitaan), rasa sakit (pijn) atau luka (R.Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta komentar- komentarnya lengkap pasal demi pasal, Politeia-Bogor 1995, hal.245);

Bahwa apa yang diuraikan dalam unsur ketiga ini pada dasarnya bersifat alternatif, sehingga tidak harus kesemuanya dipenuhi, cukuplah bila salah satu terpenuhi, maka unsur ini dianggap terpenuhi;


(62)

54

Bahwa pemukulan yang dilakukan oleh terdakwa sebanyak 2 (dua) kali dengan menggunakan kayu disebabkan karena saksi korban telah membacok terdakwa sehinga mengenai lengan terdakwa sehingga akibat pemukulan yang mengenai kepala saksi korban tersebut mengakibatkan saksi korban meninggal dunia didukung dengan hasil visum et repertum VER/13/433.106.17/2014 tanggal 30 Agustus 2014, atas nama SAMSUL ARIFIN bahwa saksi korban meninggal dunia akibat luka pukul dikepala,

Oleh karena itu berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, menurut Majelis Hakim unsur Dengan sengaja melakukan penganiayaan yang menjadikan matinya orang telah terbukti ;

Bahwa dalam persidangan, Majelis Hakim tidak menemukan hal-hal yang dapat menghapuskan pertanggungjawaban pidana, baik sebagai alasan pembenar dan atau alasan pemaaf, maka Terdakwa harus mem pertanggungjawabkan perbuatannya ;

Bahwa dengan telah terpenuhinya unsur dalam Dakwaan subsidair pasal 351 ayat 3 KUHP Penuntut Umum, maka terdakwa haruslah dinyatakan bersalah telah melakukan tindak pidana Penganiayaan yang menyebabkan mati ;

C. Isi Putusan Pengadilan Negeri Bangkalan terhadap Penganiayaan yang


(63)

55

Adapun isi Putusan Pengadilan Negeri Bangkalan tentang tindak pidana Penganiayaan yang Menyebabkan Kematian sebagaimana dalam Putusan Pengadilan Negeri Bangkalan , adalah sebagai berikut :3

Menimbang, bahwa dalam menjatuhkan pidana Majelis Hakim selain Majelis Hakim mempertimbangkan tuntutan Penuntut Umum, pembelaan Penasehat Hukum terdakwa, fakta dipersidangan dan Majelis Hakim juga akan mempertimbangkan kondisi sosiologis, psikologis serta fisik diri terdakwa;

Menimbang, bahwa untuk menjatuhkan pidana terhadap diri Terdakwa, maka perlu dipertimbangkan terlebih dahulu keadaan yang memberatkan dan yang meringankan Terdakwa ;

1. Keadaan yang memberatkan:

Perbuatan terdakwa mengakibatkan korban Samsul Arifin meninggal dunia ;

2. Keadaan yang meringankan:

• Terdakwa mengakui perbuatannya serta tidak berbelit-belit dalam memberikan keterangan, gterdakwa menyesali perbuatannya ;

• Terdakwa bersikap sopan selama persidangan; • Terdakwa belum pernah dihukum ;

• Terdakwa dengan keluarga korban telah berdamai ; • Terdakwa sebagai tulangpunggung keluarga ;

3

Data ditulis berdasarkan berkas putusan perkara No.236/Pid.B/2014/Pn.Bkl tentang Penganiayaan yang menyebabkan kematian,


(64)

56

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan hal-hal yang memberatkan dan hal-hal meringankan tersebut diatas serta dilihat tujuan dari pada pemidanaan bukanlah merupakan ajang untuk membalaskan dendam dari negara terhadap pelaku kejahatan / terdakwa, namun lebih untuk mengubah sikap dan perilaku anggota masyarakat khususnya kepada para pelaku kejahatan agar dapat menyadari kesalahan yang diperbuat sehingga menjadi pribadi yang taat hukum,oleh karena dalam menjatuhkan putusan terhadap terdakwa haruslah dilihat dari kadar kesalahan yang diperbuat serta keadaan fisik, psikologis, dan sosologis dari terdakwa itu sendiri, sehingga Majelis Hakim tidak sependapat dengan tuntutan Penuntut Umum terhadap pidana yang akan dijatuhkan kepada terdakwa, sehingga menurut Majelis Hakim pidana yang akan dijatuhkan kepada terdakwa, sebagaimana dalam amar putusan dibawah ini dipandang adil dan bijaksana sesuai dengan perbuatan yang telah diperbuat oleh terdakwa;

Menimbang, bahwa oleh karena Terdakwa dijatuhi pidana maka haruslah dibebani pula untuk membayar biaya perkara;

Memperhatikan, Pasal 351 ayat 3 KUHP dan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana serta peraturan perundang-undangan lain yang bersangkutan;

Dengan adanya unsur-unsur, keterangan para saksi-saksi, keterangan terdakwa, barang-barang bukti serta perilaku terdakwa di dalam persidangan,


(65)

57

kemudian memperhatikan beberapa pertimbangan diatas maka Pengadilan Negeri Bangkalan mengadili:

1) Menyatakan Terdakwa ABU BAKAR tersebut diatas, tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Pembunuhan sebagaimana dalam dakwaan Primair ;

2) Membebaskan Terdakwa oleh karena itu dari dakwaan Primair tersebut

diatas;

3) Menyatakan Terdakwa ABU BAKAR telah terbukti secara sah dan

meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana PENGANIAYAAN MENGAKIBATKAN MATI;

4) Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 6 (enam) tahun;

5) Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani

Terdakwa Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;

6) Menetapkan Terdakwa tetap ditahan ; 7) Menetapkan barang bukti berupa :

a. sebilah senjata tajam jenis clurit terbuat dari besi dengan gagang dari kayu ada noda darah;

b. sebuah selontong clurit terbuat dari kulit warna coklat;

c. sepotong tongkat kayu panjang 1 (satu) meter yang ada noda darah; d. sepotong kayu panjang 1,20 meter yang ada noda darah;


(66)

58

f. sebuah sekop pasir ada noda darah;

g. sepasang sandal jepit warna hitam bertuliskan samsul (kiri) dan arifin (kanan);

h. 5 (lima) buah pecahan kaca jendela ;

Oleh karena telah digunakan sebagai alat dalam melakukan tindak kejahatan, maka terhadap barang bukti tersebut dirampas untuk dimusnahkan;

i. Sebuah dompet warna coklat merk Levis berisi KTP milik atas nama Rosul;

j. Sebuah dompet warna coklat merk Levis berisi KTP milik atas nama Nurul Yakin;

k. Sepotong jaket warna Silver merk Xpose; l. Sepotong celan pendek warna coklat;

m.Sepotong kaos lengan panjang warna abu-abu; n. Sepotong celan dalam warna ungu merk Agree;

Disita dari Udin Mahali sehingga barang bukti tersebut dikembalikan kepada Udin Mahali;

8) Membebankan Terdakwa membayar biaya perkara sejumlah Rp.


(67)

BAB IV

ANALISIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI BANGKALAN NO.236/PID.B/2014/PN.BKL TENTANG PENGANIAYAAN YANG

MENYEBABKAN KEMATIAN

A. Analisis Hukum positif Terhadap Pertimbangan Hakim terhadap Putusan

Pengadilan Negeri Bangkalan tentang Penganiayaan yang menyebabkan Kematian

Dalam putusan No.236/Pid.B/2014/Pn.Bkl tentang tindak pidana

Penganiayaan yang menyebabkan Kematian yang dilakukan oleh terdakwa saudara Abu Bakar. Terdakwa melakukan penganiayaan terhadap korban Saudara Samsul adalah bentuk pembelaan atas ancaman korban terhadap terdakwa sesuai dengan fakta persidangan.

Dalam putusan tersebut diterangkan bahwa berawal ketika terdakwa tiduran diteras rumah, lalu datang korban SAMSUL dan menanyakan perihal keberadaan NUR HABIBAH kemudian terdakwa bertanya kepada korban maksud dan tujuannya menanyakan NUR HABIBAH lalu korban SAMSUL berkata akan membunuh NUR HABIBAH kemudian korban SAMSUL marah dan memcahkan kaca jendela dengan menggunakan sebilah clurit yang dibawanya dan kemudian korban SAMSUL membacok terdakwa dan terdakwa melakukan perlawanan terhadap korban dengan mengambil sepotong kayu


(1)

71

penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan15

Kemudian dalam hadits nabi juga disebutkan sebagai berikut :

ﺎ ﺮ أ

وﺮ

لﺎ

ﺎ ﺪ

ﺮ ا

يﺪﮭ

لﺎ

ﺎ ﺪ

ھاﺮ إ

ﮫ أ

ﻲ أ

ةﺪ

ﺔ ط

فﻮ

ﺪ ز

ﻲ ا

و

لﺎ

نود

ﮫ ﺎ

ﻮﮭ

ﺪ ﮭ

و

نود

ﮫ د

ﻮﮭ

ﺪ ﮭ

و

نود

ﮫ ھأ

ﻮﮭ

ﺪ ﮭ

Artinya : Barang siapa yg berperang mempertahankan hartanya kemudian terbunuh maka ia adl syahid, barang siapa yg berperang mempertahankan darahnya maka ia adl syahid & barang siapa yg berperang mempertahankan keluarganya maka ia adl syahid. [HR. Nasai No.4026].16

Disebutkan di dalam putusan bahwa salah satu hal meringankan terdakwa adalah terdakwa dengan keluarga korban telah berdamai.17 artinya terdakwa seharusnya hanya dikenakan hukuman ta’zir.

Kemudian apabila melihat kronologi yang dijelaskan oleh terdakwa dan semua saksi, jelas bahwa terdakwa tidak mempunyai niatan melakukan penganiayaan apalagi pembunuhan, terdakwa murni melakukan tindakan pembelaan terhadap dirinya sendiri dan keluarga dari ancaman dan perbuatan korban.

15

QS. AT-Tahrim (66) : 6. Al Qur’an Terjemah As Syifa’ (Semarang : 2001) hlm. 1326

16

Nasirudin Al-albani, muktasar shahih Al imam Al Bukhori,maktab Al-Islami. Hal 153

17

putusan perkara No.236/Pid.B/2014/Pn.Bkl tentang Penganiayaan yang menyebabkan kematian, hal. 26


(2)

72

Sehingga jelas bahwa putusan tersebut tidak sesuai dengan Hukum Pidana islam dan tidak sesuai dengan Hukum Positif di Indonesia.


(3)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pembahasan yang telah penyusun uraikan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Antara hukum pidana Islam dan hukum pidana positif sama-sama melarang adanya perbuatan penganiayaan yang menyebabkan kematian serta pembunuhan dan telah mengatur keduanya dengan memberikan ancaman hukuman tertentu. Kedua sistem tersebut juga pada dasarnya sama dalam merumuskan delik penganiayaan yang menyebabkan kematian. Penganiayaan merupakan suatu perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit terhadap orang lain dan melawan hukum.

2. Dalam hukum Islam ada beberapa macam jenis hukuman yaitu, qisas, diyat, ta’zir, penghalangan pelaku dari mendapat wasiat dan warisan, serta adanya kifarah. Sedang dalam hukum pidana positif sanksi terhadap pelaku penganiayaan ada dua macam, yaitu pidana penjara dan pidana denda. Selain itu juga dapat disertai pidana tambahan yang berupa pencabutan hak-hak tertentu, perampasan barang-barang tertentu dan pengumuman putusan hakim.


(4)

74

B. Saran-saran

1. Delik penganiayaan serta delik pembunuhan merupakan dua buah perbuatan yang sangat membahayakan bagi kesalamatan jiwa dan raga manusia serta dapat mengancam keamanan dan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu sangat diharapkan bagi aparatur hukum untuk selau siap siaga dalam menghadapi segala bentuk kejahatan dan mampu bertindak tegas terhadap para pelaku kejahatan dengan memberikan pidana kepada mereka sesuai dengan undang-undang yang ada dan sesuai dengan apa yang telah mereka perbuat tanpa pandang bulu. Selain itu perlu adanya peran aktif dari masyarakat dalam menciptakan keamanan dan kedamaian masyarakat, sehingga supremasi hukum di negara ini dapat ditegakkan dan dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat.

2. Indonesia merupakan negara yang besar dan sebagian besar penduduknya beragama Islam, akan tetapi hukum pidana yang masih diberlakukan adalah hukum pidana yang merupakan peninggalan Kolonial Belanda. Untuk itu, perlu adanya sebuah pembaharuan serta pembinaan hukum Nasional, sehingga diharapkan adanya transformasi hukum pidana Islam atau setidak-tidaknya memberi nafas terhadap pemberlakuan hukum nasional. Selain itu para pakar hukum Islam dapat memberikan informasi mengenai hukum Islam tersebut sehingga dapat diterima dengan baik di masyarakat untuk mewujudkan ketentraman dan kedamaian masyarakat yang diberkati oleh Allah SWT.


(5)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

DAFTAR PUSTAKA

A. Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana Islam, cet. Ke-2, Jakarta : PT. Bulan Bintang, 1976.

Abdul Qadir ‘Audah, at-Tasyri’I al-Jina’I al-Islami, cet. Ke II, Beirut : Dar al-Kitab al-‘Arabi, 2000.

Abdurrahman I Doi, Hukum Pidana Menurut Syari’at Islam, Jakarta : Rineka Cipta, 1992.

Abi Ishaq Ibrahim ibn Ali ibn Yusuf al-Fairuz Abadi asy-Syairazi, Al-Muhazzab, Semarang : PT.Toha Putra, 2010.

Abu Bakar Jabir al-Jazairi, Minhaj al-Muslim, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010.

Ahmad Jazuli, Fiqh Jinayat, Upaya Menanggulangi Kejahatan dalam Hukum Islam, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1997.

Al Qur’an Terjemah, Semarang : As-Syifa, 2001.

As-Sayyid Sabiq, Fiqh as-Sunnah, cet. Ke-2, II Kairo : Dar ad-Diyan li at-Turas, 1990.

Haliman, Hukum Pidaa Syri’at Islam Menurut Ahlus Sunnah, cet. 1 ,Jakarta : Bulan Bintang, 1972.

Ibn Qudamah, al-Mugni, cet. Ke-1, VIII Riyad : Maktabah ar-Riyad al-Hadisah, 2009.

Ibn Rusyd, Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtasid, cet. Ke-2, II , Beirut : Dar al-Fikr, 1981.

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010.

Mestika Zed, Metodologi Kepustakaan, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008.


(6)

Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta: Bina Aksara, 1987.

Moeljatno, KUHP: Kitab Undang-undang Hukum Pidana, cet. Ke-16, Jakarta : Bumi Aksara, 1990.

Moh. Nazir, Metode Peneitian, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1999.

Muhammad Ibnu Ahmad al-Khatib asy-Syarbaini, Mugni al-Muhtaj, IV, Mesir : Mustafa al-Bab al-Halabi wa Aulad, 1958.

Putusan perkara No.236/Pid.B/2014/Pn.Bkl tentang Penganiayaan yang menyebabkan kematian.

Raoef, Al-Qur’an dan Ilmu Hukum, Jakarta : Bulan Bintang, 2000

Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI-PRESS, 2007. Tim PenyusunUIN Sunan Ampel Surabaya, Petunjuk Teknis Penulisan Skripsi,

Surabaya: Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam UIN Sunan Ampel, Surabaya, 2016.

Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh, VI, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1998.

Waluyo, Bambang. Penelitian Hukum Dalam Praktek, Jakarta: PT. Sinar Grafika, 1996.

www.kumpulan-skripsi-hukum.com

Zed, Mestika. Metodologi Kepustakaan, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008.