Do-Not-Resuscitate/DNR || Jangan Lakukan Resusitasi (Contoh Panduan) – Akreditasi Rumah Sakit V.2012 DNR

Panduan
Jangan Lakukan Resusitasi
(Do-Not-Resuscitate/DNR)

Tujuan:
Untuk menyediakan suatu proses di mana pasien bisa memilih prosedur yang
nyaman dalam hal bantuan hidup oleh tenaga medis emergensi dalam kasus
henti jantung atau henti napas

Definisi:
DNR atau do-not-resuscitate adalah suatu perintah yang memberitahukan
tenaga medis untuk tidak melakukan CPR. Hal ini berarti bahwa dokter,
perawat, dan tenaga emergensi medis tidak akan melakukan usaha CPR
emergensi bila pernapasan maupun jantung pasien berhenti
CPR atau cardiopulmonary resuscitation adalah suatu prosedur medis yang
digunakan untuk mengembalikan fungsi jantung (sirkulasi) dan pernapasan
spontan pasien bila seorang pasien mengalami kegagalan jantung maupun
pernapasan. CPR melibatkan ventilasi paru (resusitasi mulut ke mulut atau
mulut ke hidung) dan kompresi dinding dada untuk mempertahankan perfusi ke
jaringan organ vital selama dilakukan upaya-upaya untuk mengembalikan
respirasi dan ritme jantung yang spontan. CPR lanjut melibatkan DC shock,

insersi tube untuk membuka jalan napas, injeksi obat-obatan ke jantung dan
untuk kasus-kasus ekstrim pijat jantung langsung (melibatkan operasi bedah
toraks).
Perintah DNR untuk pasien harus tertulis baik di catatan medis pasien maupun
di catatan yang dibawa pasien sehari-hari, di rumah sakit atau keperawatan,
atau untuk pasien di rumah. Perintah DNR di rumah sakit memberitahukan
kepada staf medis untuk tidak berusaha menghidupkan pasien kembali
sekalipun terjadi henti jantung. Bila kasusnya terjadi di rumah, maka perintah
DNR berarti bahwa staf medis dan tenaga emergensi tidak boleh melakukan
usaha resusitasi maupun mentransfer pasien ke rumah sakit untuk CPR.

GUIDELINES:
A. Menghormati keinginan pasien dan keluarganya
1. Kecuali perintah DNR dituliskan oleh dokter untuk seorang pasien, maka
dalam kasus-kasus henti jantung dan henti napas, tenaga emergensi wajib
melakukan tindakan resusitasi
2. Ketika memutuskan untuk menuliskan perintah DNR, dokter tidak boleh
mengesampingkan keinginan pasien maupun walinya
3. Perintah DNR dapat dibatalkan (atau gelang DNR dapat dimusnahkan)


B. Kriteria DNR
1. Perintah DNR dapat diminta oleh pasien dewasa yang kompeten mengambil
keputusan, telah mendapat penjelasan dari dokternya, atau bagi pasien yang
dinyatakan tidak kompeten, keputusan dapat diambil oleh keluarga terdekat,
atau wali yang sah yang ditunjuk oleh pengadilan, atau oleh surrogate decisionmaker
2. Dengan pertimbangan tertentu, hal-hal di bawah ini dapat menjadi bahan
diskusi perihal DNR dengan pasien/walinya:
a. Kasus-kasus dimana angka harapan keberhasilan pengobatan rendah atau
CPR hanya menunda proses kematian yang alami
b. Pasien tidak sadar secara permanen
c. Pasien berada pada kondisi terminal
d. Ada kelainan atau disfungsi kronik dimana lebih banyak kerugian dibanding
keuntungan jika resusitasi dilakukan

Penjelasan:
Mengapa DNR penting?
CPR bila berhasil, akan mengembalikan denyut jantung dan
pernapasan sekaligus kehidupan pasien. Kesuksesan suatu CPR bergantung
pada keadaan keseluruhan pasien. Umur sendiri tidak menentukan apakah
CPR akan berhasil, meskipun penyakit dan kecacatan pasien yang umumnya

sudah tua biasanya membuat CPR kurang berhasil.

Ketika pasien sakit berat atau berada pada kondisi terminal, CPR bisa
tidak berhasil atau hanya berhasil sebagian, dan meninggalkan pasien dengan
kerusakan otak atau pada kondisi medis yang lebih buruk daripada sebelum
jantungnya berhenti. Pada kasus-kasus ini, beberapa pasien memilih untuk
dirawat tanpa usaha agresif resusitasi sampai kematian mereka terjadi secara
natural.

Apakah hak pasien untuk meminta atau menerima pengobatan lainnya
dipengaruhi oleh DNR?
Tidak. Perintah DNR hanyalah sebuah keputusan mengenai CPR dan
tidak terkait dengan usaha pengobatan lainnya.

Apakah DNR secara etik dapat diterima?
DNR sudah dikenal secara luas oleh tenaga kesehatan, kuasa hukum,
pengacara, dan lainnya bahwa DNR adalah sah secara medis dan etik dengan
ketentuan tertentu. Untuk beberapa pasien, CPR justru mendatangkan lebih
banyak masalah daripada keuntungan, dan dapat bertentangan dengan
keinginan atau harapan pasien itu sendiri.


Apakah DNR membutuhkan consent atau persetujuan pasien?
Dokter berkewajiban bicara dan menjelaskan kepada pasien sebelum
pasien dapat memutuskan DNR (bila pasien kompeten untuk mengambil
keputusan), kecuali dokter yakin bahwa mendiskusikan hal tersebut dengan
pasien tersebut justru akan menimbulkan dampak negatif terhadap pasien itu.
Dalam kasus emergensi di mana tidak diketahui apa keputusan pasien
mengenai CPR dan DNR, dianggap bahwa semua pasien memberikan
persetujuan untuk CPR. Bagaimanapun juga, hal itu tidak berlaku bila seorang
dokter memutuskan bahwa CPR tidak akan berhasil.

Bagaimana pasien memberitahukan keinginannya mengenai DNR?
Seorang pasien dewasa dapat memberikan consent atau persetujuan
untuk DNR secara oral atau tertulis (seperti surat wasiat) kepada seorang
dokter dengan setidaknya hadir dua saksi.
Sebelum memutuskan tentang CPR, pasien harus bicara terlebih
dahulu dengan dokternya tentang kesehatannya secara keseluruhan dan
keuntungan serta kerugian dari CPR terhadap dirinya. Diskusi secara
menyeluruh lebih awal akan memastikan bahwa keinginan pasien sepenuhnya
diketahui.


Bila seorang pasien meminta DNR, apakah dokter harus menghargainya?
Jika seorang pasien tidak menginginkan CPR dan meminta DNR,
seorang dokter harus menyetujui atau jika tidak setuju, dokter dapat:


Mentransfer pasien ke dokter lain



Memulai proses untuk menyelesaikan argumentasi atau perdebatan jika
pasien berada di rumah sakit atau rumah perawatan



Jika argumentasi atau perdebatan dalam kurun waktu 72 jam, dokter
harus mentransfer pasien ke dokter lain

Jika pasien tidak kompeten untuk memutuskan CPR untuk dirinya sendiri, siapa
yang akan memutuskannya?

Pertama, keputusan bahwa pasien tidak kompeten untuk memutuskan
CPR bagi dirinya harus dibuat oleh minimal dua dokter. Dokter harus
memberitahukan hasilnya kepada pasien dan pasien berhak untuk menyatakan
keberatan.
Jika seorang pasien sudah dinilai tidak kompeten untuk memutuskan
tentang CPR dan tidak memberitahukan tentang keinginannya sebelumnya,
perintah DNR dapat ditulis dengan consent dari seseorang yang dipilih oleh
pasien, oleh anggota keluarga (pasangan hidup, orang tua, anak, maupun
saudara kandung) atau teman terdekat atau orang yang ditunjuk dari
pengadilan secara hukum.

Dalam kasus ini ada dua pendekatan yang dapat dilakukan, yaitu:


Advance Directive: ini adalah dokumen yang memuat keinginan dan
keputusan pasien sekiranya di kemudian hari ia tidak mampu
melakukannya. Dokumen ini dapat berbentuk surat wasiat yang
menyebutkan keinginan atau keputusan pasien dengan jelas, atau
berbentuk penunjukan orang lain yang spesifik secara khusus untuk
mengambil keputusan medis atas diri pasien (durable power of attorney

for health care). Ada beberapa kontroversi tentang bagaimana surat
wasiat diinterpretasikan. Dalam beberapa kasus, surat wasiat bisa sudah
dibuat jauh hari di masa lalu dan pandangan pasien sudah banyak
berubah. Ada juga kasus di mana pasien berubah pikiran tentang
keputusannya

mengenai

end-of-life

ketika

mereka

benar-benar

menghadapinya. Dalam kasus-kasus seperti ini surat wasiat ditinjau
kembali berdasarkan komunikasi dengan anggota keluarga, teman
terdekat, atau tenaga kesehatan yang memiliki hubungan yang panjang
dengan pasien.



Surrogate decision maker: dalam hal ketiadaan dokumen, orang terdekat
pasien atau yang mengenal keinginan pasien dapat membantu.
Meskipun pada praktiknya, semua anggota keluarga dapat dilibatkan
dalam diskusi untuk mencapai kesepakatan, secara hukum dikenal
hirarki hubungan untuk menentukan siapa yang akan menjadi wali atas
pasien:
1. Wali yang sah dengan otoritas membuat keputusan medis
2. Individu yang ditunjuk langsung oleh pasien
3. Pasangan hidup pasien
4. Anak pasien yang sudah dewasa
5. Orang tua pasien
6. Saudara kandung pasien yang sudah dewasa

Penulisan advance directive dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:


Menggunakan formulir yang disediakan dari dokter




Menuliskan keinginan sendiri



Meminta

formulir

dari

departemen

kesehatan

atau

departemen


pemerintah


Memanggil pengacara



Menggunakan

software

komputer

khusus

untuk

dokumen

legal


(tergantung hukum masing-masing negara)
Sebaiknya segala sesuatu yang sudah ditulis dicek kembali oleh dokter atau
kuasa hukum untuk memastikan bahwa apa yang sudah pasien yang tulis
dimengerti sebagaimana mestinya (mencegah pengertian ganda atau ambigu).
Setelah semuanya selesai, sebaiknya melakukan notarisasi jika memungkinkan
dan dikopi untuk diserahkan pada keluarga dan dokter.

Dalam keadaan apa seorang anggota keluarga atau teman terdekat dapat
mengambil keputusan tentang DNR?
Anggota keluarga atau teman terdekat dapat memberikan persetujuan
atau consent untuk DNR hanya jika pasien tidak mampu memutuskan bagi
dirinya sendiri dan pasien belum memutuskan/memilih orang lain untuk
mengambil keputusan tersebut. Contohnya, dalam keadaan:


Pasien dalam kondisi sakit terminal



Pasien yang tidak sadar secara permanen



CPR tidak akan berhasil (medical futility)



CPR akan menyebabkan kondisi akan menjadi lebih buruk

Ada beberapa keadaan di mana CPR biasanya memberikan 0% kemungkinan
sukses, misalnya pada kondisi klinis di bawah ini:


Persistent vegetative state



Syok septik



Stroke akut



Kanker metastasis (stadium 4)



Pneumonia berat

Siapapun yang mengambil keputusan bagi pasien harus mendasarkan
keputusannya pada keinginan personal pasien, meliputi agama dan keyakinan
dan kepercayaan moral pasien. Atau bila keinginan tidak diketahui, keputusan
harus selalu didasarkan pada kepentingan pasien.

Bagaimana bila ada anggota keluarga yang tidak setuju?
Dalam rumah sakit atau rumah perawatan, keluarga pasien dapat
meminta untuk memediasi ketidaksetujuan. Dokter dan meminta mediasi bila ia
menemukan adanya ketidaksetujuan atau kesepakatan di antara anggota
keluarga pasien.

Bagaimana bila pasien kehilangan kemampuannya untuk membuat keputusan
tentang CPR dan tidak memiliki seorang pun yang bisa mengambil keputusan
untuk dirinya?
Perintah DNR dapat ditulis jika ada dua dokter yang memutuskan
bahwa CPR tidak akan berhasil atau jika pengadilan secara hukum mensahkan
DNR terhadap pasien tersebut. Oleh karena itu, sangat dianjurkan pada pasien
untuk mendiskusikan hal DNR ini terlebih dahulu dengan dokternya dari awal.

Siapa yang bisa memberikan persetujuan atau consent tentang DNR pada
anak?
Orang tua pasien atau wali pasien anak tersebut. Jika seorang anak
telah cukup umurnya untuk mengerti dan memutuskan tentang CPR, maka
persetujuan dibuat atas consent anak yang bersangkutan.

Bagaimana bila pasien berubah keputusan setelah DNR ditulis?
Pasien atau siapapun yang memberikan consent tentang DNR tersebut
dapat membatalkan atau mencabut consentnya dengan memberitahu dokter
atau perawat atau siapapun tentang keputusannya. Selama pada saat

mengubah keputusan tersebut, pasien dalam keadaan kompeten yang berarti
mampu berpikir rasional dan memberitahukan keinginannya dengan jelas.
Perubahan itu sebaiknya disahkan secara hukum dan diketahui pula oleh
dokter dan anggota keluarga.

Bagaimana bila pasien ditransfer ke tempat perawatan lain?
DNR tetap berlaku sampai dokter yang memeriksa memutuskan lain.
Bila hal itu terjadi, dokter tersebut wajib memberitahukan hal tersebut kepada
pasien atau siapapun yang berwenang memutuskan untuk pasien untuk
mendapatkan persetujuan.
Di beberapa negara sudah ada aturan yang mewajibkan pasien
mengenakan gelang tentang keputusannya apakah memilih CPR atau DNR.

Prosedur yang direkomendasikan:
1. Meminta informed consent dari pasien atau walinya
2. Mengisi formulir DNR. Tempatkan kopi atau salinan pada rekam medis
pasien dan serahkan juga salinan pada pasien atau keluarga dan
caregiver
3. Menginstruksikan pasien atau caregiver memasang formulir DNR di
tempat-tempat yang mudah dilihat seperti headboard, bedstand, pintu
kamar, atau kulkas
4. Dapat juga meminta pasien mengenakan gelang DNR di pergelangan
tangan atau kaki (jika memungkinkan)
5. Tinjau kembali status DNR secara berkala dengan pasien atau walinya,
revisi bila ada perubahan keputusan yang terjadi dan catat dalam rekam
medis. Bila keputusan DNR dibatalkan, catat tanggal terjadinya dan
gelang DNR dimusnahkan
6. Perintah DNR harus mencakup hal-hal di bawah ini:
a. Diagnosis
b. Alasan DNR
c. Kemampuan pasien untuk membuat keputusan
d. Dokumentasi bahwa status DNR telah ditetapkan dan oleh siapa

7. Perintah DNR dapat dibatalkan dengan keputusan pasien sendiri atau
dokter yang merawat, atau oleh wali yang sah. Dalam hal ini, catatan
DNR di rekam medis harus pula dibatalkan dan gelang DNR (jika ada)
harus dimusnahkan.