24 Model Kurikulum dg Visi SETS
MODEL KURIKULUM PENDIDIKAN
YANG MENERAPKAN VISI SETS
(
SCIENCE, ENVIRONMENT, TECHNOLOGY, AND SOCIETY)
PUSAT KURIKULUM
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
(2)
Model Kurikulum yang Mmenerapkan Visi SETS i
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ... i
ABSTRAK ... ii
DAFTAR ISI ... iii
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Tujuan Kegiatan ... 2
C. Ruang Lingkup ... 2
BAB II. LANDASAN ... 3
A.Landasan Yuridis ... 3
B.Landasan Filosofis ... C.Landasan Teoritis ... 7 8 1. Hakikat Sain, Lingkungan, Teknologi, dan Masyarakat... 2. Visi, Misi, dan Tujuan Pembelajaran dengan Pendekatan SETS 3. Pembelajaran dengan Pendekatan SETS ... 4. Domain Pembelajaran Bervisi SETS ... D.Landasan Empiris ... 8 8 10 13 15 BAB III. POLA PENGEMBANGAN MODEL BERVISI SETS... 16
A.Prinsip Pengembangan Kurikulum ... 16
B.Langkah-Langkah Pengembangan... 18
BAB IV. PELAKSANAAN DAN IMPLIKASI PENGEMBANGAN MODEL KURIKULUM BERVISI SETS……... 20
A.Pelaksanaan ... B.Peralihan Menuju Pembelajaran SETS ……….. 20 24 C.Implikasi ... 25
CONTOH Model Kurikulum SMAN 1 Imogiri 1. Dokumen 1: Kurikulum SMAN 1 Imogiri 2. Dokumen 2: Silabus dan RPP
(3)
Model Kurikulum yang Mmenerapkan Visi SETS
Bab I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan kehidupan di masyarakat menuntut diberlakukannya pendidikan secara lebih terstruktur yang memungkinkan dihasilkannya lulusan yang sesuai dengan kebutuhan di masyarakat tersebut. Aktivtas pembelajaran di sekolah sebagai wujud nyata penterjemahan sistem pendidikan di sekolah pada umumnya dan di kelas pada khususnya seharusnya tidak mengkotak-kotakan secara kaku berbagai bahan kajian melalui mata pelajaran-mata pelajaran. Hal ini dimaksudkan agar hasil belajar di sekolah terasakan manfaatnya baik bagi peserta didik langsung maupun bagi masyarakat seeara luas. Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) yang dituangkan di dalam standar isi untuk mata pelajaran yang terpisah-pisah sebaiknya dimaknai bahwa pencapaiannya dapat ditempuh melalui pengintegrasian SK dan KD beberapa mata pelajaran ke dalam satu wadah pembelajaran. Salah satu model pembelajaran yang bisa ditempuh adalah melalui model pembelajaran sain, lingkungan, teknologi dan masyarakat (SETS).
Perkembangan sain dan teknologi serta dampaknya pada lingkungan dan masyarakat, menjadi semakin tidak terpisahkan dalam kehidupan manusia. Mengingat keterkaitan yang sangat erat antara lingkungan, teknologi, dan masyarakat dengan sain, maka sangat dimungkinkan untuk menggunakan keterkaitan tersebut sebagai cara pandang atau visi kita dalam melihat sesuatu. Oleh karena itu meniadakan keterkaitan keempat unsur tersebut menjadi tidak relevan dalam konteks pendidikan masa kini. Untuk mewujudkan proses pembelajaran yang mengembangkan konsep sain, dengan memperhatikan penggunaanya pada teknologi, dan dampaknya bagi lingkungan dan masyarakat, maka dikembangkanlah pendekatan Science, Environment, Technology, and Society (SETS) sebagai pilihan dalam proses pembelajaran yang ada. Selain memberi peluang kepada peserta didik untuk belajar secara kontekstual, pendekatan ini juga memberi peluang dikembangkannya life skills pada diri peserta didik. Oleh karena itu, sangat relevan jika visi serta pendekatan SETS digunakan dalam pembelajaran di sekolah.
Sebagai visi, secara sengaja kita membawa pemikiran para peserta didik tentang keberadaan keempat unsur Salingtemas (SETS) serta berbagai implikasi yang terkandung atau tercakup di dalamnya ketika mereka ”melihat” sesuatu. Dari sana diharapkan peserta didik dapat menghasilkan pemikiran atau gagasan-gagasan baru (inovatif) yang dapat dihasilkan dari hasil ”penglihatan” itu sesuai dengan kemampuan mereka di jenjang usia atau jenjang pendidikan yang mereka lewati dengan memadukan berbagai macam pengalaman hidup mereka.
Sebagai pendekatan, Salingtemas (SETS) merupakan cara pembelajaran bersifat terpadu yang melibatkan unsur sain, teknologi, lingkungan, dan masyarakat. Pendekatan ini memadukan pemikiran SETS (Science, Environment, Technology and Society) dan EE (Environment Education) dengan memberi filosofi baru di dalamnya. Dengan pendekatan ini, peserta didik dikondisikan agar mau dan mampu mengetahui, memahami prinsip sain untuk menghasilkan karya teknologi (sederhana atau yang lebih rumit tergantung jenjang pendidikannya) disertai dengan pemikiran untuk mengurangi atau mencegah
(4)
Model Kurikulum yang Mmenerapkan Visi SETS
kemungkinan dampak negatif yang mungkin timbul dari munculnya suatu produk teknologi terhadap lingkungan dan masyarakat.
Pembelajaran yang menggunakan visi dan pendekatan SETS memandang kurikulum dalam konteks interdisiplin dengan perspektif personal dan sosial. Selain itu, pembelajaran dengan visi dan pendekatan ini berupaya membangun pengetahuan, keterampilan, dan kualitas yang efektif supaya dapat bertindak secara bertanggung jawab dalam mengambil keputusan atas isu-isu sain dan teknologi terkait masalah sosial.
B. Tujuan
Kegiatan ini bertujuan untuk menyediakan model kurikulum pendidikan yang menerapkan visi SETS agar dapat membantu guru dan tenaga kependidikan yang lain dalam mengembangkan kurikulum mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian yang mengacu pada standar isi dengan mempertimbangkan kesesuaiannya dengan kondisi dan kebutuhan peserta didik, daerah, dan satuan pendidikan masing-masing.
C. Ruang Lingkup
Secara umum ruang lingkup mencakup jenjang pendidikan menengah untuk beberapa mata pelajaran (Agama Islam, Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, Fisika, Kimia, Biologi, Geografi, Ekonomi, Sosiologi, dan Seni Budaya), dengan daerah uji coba di Semarang – Jawa Tengah, Makassar – Sulawesi Selatan, dan Imogiri - DI Yogyakarta. Pelaksanaan kegiatan ini melibatkan guru, ahli dari perguruan tinggi, Dinas Pendidikan, dan Pusat Kurikulum.
(5)
Model Kurikulum yang Mmenerapkan Visi SETS
BAB II. LANDASAN
A. Landasan Yuridis
1. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
a. Pasal 1 ayat (19) Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. b. Pasal 18 ayat (1) Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar. Ayat
(2) Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah kejuruan. Ayat (3) Pendidikan menengah berbentuk sekolah menengah atas (SMA), madrasah aliyah (MA), sekolah menengah kejuruan (SMK), dan madrasah aliyah kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat. Ayat (4) Ketentuan mengenai pendidikan menengah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
c. Pasal 35 ayat (2) Standar nasional pendidikan digunakan sebagai acuan pengembangan kurikulum, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, dan pembiayaan.
d. Pasal 36 ayat (1). Pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional; ayat (2). Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik, dan ayat (3). Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan: a) peningkatan iman dan takwa b) peningkatan akhlak mulia c) peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik; d) keragaman potensi daerah dan lingkungan; e) tuntutan pembangunan daerah dan nasional; f) tuntutan dunia kerja; g) perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; h) agama; i) dinamika perkembangan global; dan j) persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan. Ayat (4) Ketentuan mengenai pengembangan kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
e. Pasal 37 ayat (1). Kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat: a) pendidikan agama; b) pendidikan kewarganegaran; c) bahasa; d) matematika; e) ilmu pengetahuan alam; f) ilmu pengetahuan social; g) seni dan budaya; h) pendidikan jasmani dan olahraga; i) keterampilan/kejuruan; dan j) muatan lokal.
f. Pasal 38 ayat (1) Kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan dasar dan menengah ditetapkan oleh Pemerintah; Ayat (2) Kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota untuk pendidikan dasar dan propinsi untuk pendidikan menengah.
2. Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 14 ayat (f) yang berbunyi bahwa guru memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan ikut menentukan kelulusan, penghargaan, dan/atau sanksi kepada peserta didik sesuai dengan kaidah pendidikan, kode etik guru, dan peraturan perundang-undangan.
(6)
Model Kurikulum yang Mmenerapkan Visi SETS
3. Undang-undang No.23/2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 1 yang menyebutkan “Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya” juga menjadi landasan hukum yang sangat penting bagi pengembangan model pembelajaran bervisi dan berpendekatan Salingtemas.
4. Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
a. Pasal 1 ayat (5) Standar isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu, (13) Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu, (14 Kerangka dasar kurikulum adalah rambu-rambu yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah ini untuk dijadikan pedoman dalam penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya pada setiap satuan pendidikan, (15) Kurikulum tingkat satuan pendidikan adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. b. Pasal 5 ayat (1) Standar isi mencakup lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk
mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Ayat (2). Standar isi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat kerangka dasar dan struktur kurikulum, beban belajar, kurikulum tingkat satuan pendidikan, dan kalender pendidikan/akademik.
c. Pasal 6 ayat (1) Kurikulum untuk jenis pendidikan umum, kejuruan, dan khusus pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas: a) kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia; b) kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian; c) kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi; d) kelompok mata pelajaran estetika; serta e) kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan.
d. Pasal 7 ayat (1) Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia pada SD/MI/SDLB/Paket A, SMP/MTs/SMPLB/Paket B, SMA/MA/SMALB/ Paket C, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan agama, kewarganegaraan, kepribadian, ilmu pengetahuan dan teknologi, estetika, jasmani, olah raga, dan kesehatan. Ayat (2) Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian pada SD/MI/SDLB/Paket A, SMP/MTs/SMPLB/Paket B, SMA/MA/SMALB/ Paket C, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan agama, akhlak mulia, kewarganegaraan, bahasa, seni dan budaya, dan pendidikan jasmani. Ayat (3) Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada SD/MI/ SDLB/Paket A, atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, keterampilan/kejuruan, dan muatan lokal yang relevan. Ayat (4) Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada SMP/MTs/SMPLB/Paket B, atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, keterampilan/kejuruan,
(7)
Model Kurikulum yang Mmenerapkan Visi SETS
dan/atau teknologi informasi dan komunikasi, serta muatan lokal yang relevan. Ayat (5) Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada SMA/MA/SMALB/Paket C, atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, keterampilan/kejuruan, teknologi informasi dan komunikasi, serta muatan lokal yang relevan. Ayat (6) Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, keterampilan, kejuruan, teknologi informasi dan komunikasi, serta muatan lokal yang relevan. Ayat (7) Kelompok mata pelajaran estetika pada SD/MI/SDLB/Paket A, SMP/MTs/SMPLB/Paket B, SMA/MA/SMALB/Paket C, SMK/ MAK, atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan bahasa, seni dan budaya, keterampilan, dan muatan lokal yang relevan. Ayat (8) Kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan pada SD/MI/SDLB/ Paket A, SMP/MTs/SMPLB/Paket B, SMA/MA/SMALB/ Paket C, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan pendidikan jasmani, olahraga, pendidikan kesehatan, ilmu pengetahuan alam, dan muatan lokal yang relevan.
e. Pasal 7 ayat (5) Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada SMA/MA/SMALB/Paket C, atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, keterampilan/kejuruan, teknologi informasi dan komunikasi, serta muatan lokal yang relevan.
f. Pasal 10 ayat (1) Beban belajar untuk SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMLB, SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat menggunakan jam pembelajaran setiap minggu setiap semester dengan sistem tatap muka, penugasan terstruktur, dan kegiatan mandiri tidak terstruktur, sesuai kebutuhan dan ciri khas masing-masing. Ayat (3) Ketentuan mengenai beban belajar, jam pembelajaran, waktu efektif tatap muka, dan persentase beban belajar setiap kelompok mata pelajaran ditetapkan dengan Peraturan Menteri berdasarkan usulan BSNP.
g. Pasal 13 ayat (1) Kurikulum untuk SMP/MTs/SMPLB atau bentuk lain yang sederajat, SMA/MA/SMALB atau bentuk lain yang sederajat, SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat dapat memasukkan pendidikan kecakapan hidup. Ayat (3) Pendidikan kecakapan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) dapat merupakan bagian dari pendidikan kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, pendidikan kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian, pendidikan kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi, kelompok mata pelajaran pendidikan estetika, atau kelompok mata pelajaran pendidikan jasmani, olah raga, dan kesehatan. Ayat (4) Pendidikan kecakapan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1), (2), dan (3) dapat diperoleh peserta didik dari satuan pendidikan yang bersangkutan atau dari satuan pendidikan nonformal yang sudah memperoleh akreditasi.
h. Pasal 14 ayat (1) Kurikulum untuk SMP/MTs/SMPLB atau bentuk lain yang sederajat dan kurikulum untuk SMA/MA/SMALB atau bentuk lain yang sederajat dapat memasukkan pendidikan berbasis keunggulan lokal. Ayat (2) Pendidikan
(8)
Model Kurikulum yang Mmenerapkan Visi SETS
berbasis keunggulan lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat merupakan bagian dari pendidikan kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, pendidikan kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian, pendidikan kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi, pendidikan kelompok mata pelajaran estetika, atau kelompok mata pelajaran pendidikan jasmani, olah raga, dan kesehatan. Ayat (3) Pendidikan berbasis keunggulan lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) dapat diperoleh peserta didik dari satuan pendidikan yang bersangkutan atau dari satuan pendidikan nonformal yang sudah memperoleh akreditasi.
i. Pasal 16 ayat (1) Penyusunan kurikulum pada tingkat satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah berpedoman pada panduan yang disusun oleh BSNP. Ayat (2) Panduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi sekurang-kurangnya: a. Model-model kurikulum tingkat satuan pendidikan untuk SD/MI/ SDLB/SMP/MTs/SMPLB/SMA/MA/SMALB, dan SMK/MAK pada jalur pendidikan formal kategori standar; b. Model-model kurikulum tingkat satuan pendidikan untuk SD/MI/ SDLB/SMP/MTs/SMPLB/SMA/MA/SMALB, dan SMK/MAK pada jalur pendidikan formal kategori mandiri; Ayat (3 Penyusunan kurikulum pada tingkat satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah keagamaan berpedoman pada panduan yang disusun oleh BSNP. Ayat (4) Panduan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berisi sekurang-kurangnya model-model kurikulum satuan pendidikan keagamaan jenjang pendidikan dasar dan menengah. Ayat (5) Model-model kurikulum tingkat satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (4) sekurang-kurangnya meliputi model kurikulum tingkat satuan pendidikan apabila menggunakan sistem paket dan model kurikulum tingkat satuan pendidikan apabila menggunakan sistem kredit semester.
j. Pasal 17 ayat (1) Kurikulum tingkat satuan pendidikan SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/MALB, SMA/SMK/MA, atau bentuk lain yang sederajat dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah/karakteristik daerah, sosial budaya masyarakat setempat, dan peserta didik. Ayat (2) Sekolah dan komite sekolah, atau madrasah dan komite madrasah, mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan, dibawah supervisi dinas kabupaten/kota yang bertanggung jawab dibidang pendidikan untuk SD, SMP, SMA, dan SMK, dan departemen yang menangani urusan pemerintahan dibidang agama untuk MI, MTs, MA, dan MAK;
k. Pasal 19 ayat (1) Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Ayat (3) Setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien.
l. Pasal 20 Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pengajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar.
(9)
Model Kurikulum yang Mmenerapkan Visi SETS
m. Pasal 42 ayat (1) Setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.
n. Pasal 43 ayat (1): Standar keragaman jenis peralatan laboratorium ilmu pengetahuan alam (IPA), laboratorium bahasa, laboratorium komputer, dan peralatan pembelajaran lain pada satuan pendidikan dinyatakan dalam daftar yang berisi jenis minimal peralatan yang harus tersedia. Ayat (5) Kelayakan isi, bahasa, penyajian, dan kegrafikaan buku teks pelajaran dinilai oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
5. Peraturan Menteri No. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah
6. Peraturan Menteri No. 23 tahun 2006 tentang Standak Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah
Berdasarkan kenyataan tersebut di atas, tak terhindarkan bahwa unit pelaksana pendidikan memiliki kewajiban untuk mengembangkan kurikulum sesuai dengan standar isi, kompetensi dan penilaian yang ditetapkan pemerintah. Pengembangan model pembelajaran bervisi dan berpendekatan Salingtemas seperti model pembelajaran lainnya dengan implementasi serta evaluasinya ditingkat satuan pendidikan juga harus menyesuaikan dengan standar yang ditetapkan BSNP sebagai lembaga mandiri yang dibentuk pemerintah.
B. Landasan Filosofis
Pembelajaran dengan menerapkan visi SETS memliki landasan sebagai berikut: 1. Memandang kurikulum (materi pembelajaran) secara interdisipliner
2. Membangun pengetahuan dan keterampilan peserta didik supaya dapat bertindak secara bertanggung jawab dalam mengambil keputusan (sikap positif) atas isu-isu sosial dan lingkungan yang terkait dengan konsep sain dan teknologi.
3. Merupakan proses yang diarahkan untuk membangun empat fondasi literasi sain dan teknologi, yaitu:
a. Fondasi SETS
Membangun pemahaman tentang hakekat sain dan teknologi, keterkaitan sain dan teknologi, serta konteks sosial dan lingkungan dari sain dan teknologi.
b. Fondasi pengetahuan
Membangun pengetahuan dan pemahaman tentang sain dan menerapkan pemahaman ini untuk menginterpretasi, mengintegrasikan, dan mengembangkan pengetahuan.
c. Fondasi keterampilan
Membangun keterampilan yang diperlukan untuk melakukan inquiry sain dan teknologi, mengkomunikasikan ide dan hasil saintifik, bekerja sama, dan mengambil keputusan
(10)
Model Kurikulum yang Mmenerapkan Visi SETS
d. Fondasi sikap/nilai sosial
Membangun sikap yang bertanggung jawab dalam menerapkan sain dan teknologi menjadi produk yang menguntungkan bagi diri sendiri, masyarakat, dan lingkungan
C. Landasan Teoritik
1. Hakikat sain, lingkungan, teknologi, dan masyarakat (SETS)
Science, Environment, Technology, and Society (SETS) mengandung makna tertentu. Akronim SETS, bila diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia akan memiliki kepanjangan Sain, Lingkungan, Teknologi, dan Masyarakat. SETS diturunkan dengan landasan filosofis yang mencerminkan kesatuan unsur SETS dengan mengingat urutan unsur-unsur SETS dalam susunan akronim tersebut. Dalam konteks pendidikan SETS atau bervisi SETS, urutan ringkasan SETS membawa pesan bahwa untuk menggunakan sain (S-pertama) ke bentuk teknologi (T) dalam memenuhi kebutuhan masyarakat (S-kedua) diperlukan pemikiran tentang berbagai implikasinya pada lingkungan (E) secara fisik maupun mental. Dari sana, diharapkan akan diperoleh pemikiran penghasilan teknologi dari transformasi sain, tanpa harus merusak atau merugikan lingkungan dan masyarakat. Selanjutnya, kesalingterkaitan antar unsur SETS itu menandai bahwa masing-masing unsur itu saling mempengaruhi dalam proses perkembangannya masing-masing. Selanjutnya landasan filosofis tersebut dipakai sebagai dasar pengembangan konsep pendidikan bervisi dan pendekatan SETS atau yang bervisi SETS itu sendiri dalam implementasinya untuk ikut berperan dalam sistem pendidikan, di mana saja dia diadopsi.
Pada istilah SETS terkandung empat kata kunci, yaitu sain, lingkungan, teknologi, dan masyarakat. Karena itu, paradigma pendekatan SETS dalam pembelajaran sain pada hakikatnya dapat ditinjau dari asumsi dasar pengertian sain, lingkungan, teknologi, dan masyarakat, interaksi antar keempatnya serta keterkaitannya dengan tujuan-tujuan pendidikan.
2. Visi, Misi, dan Tujuan Pembelajaran dengan Pendekatan SETS
Visi dan pendekatan SETS sekurang-kurangnya dapat membuka wawasan peserta didik untuk memahami hakikat SETS secara utuh. Maksudnya ialah bahwa visi dan pendekatan SETS ditujukan untuk membantu peserta didik mengetahui sain dan bagaimana perkembangan sain dapat mempengaruhi lingkungan, teknologi, dan masyarakat secara timbal balik.
Ada dua visi dan tujuan pendekatan SETS dalam pendidikan seperti dikutip oleh Pedersen dari tulisan NSTA, yaitu: (1) SETS melibatkan peserta didik dalam pengalaman dan isu-isu/masalah-masalah yang berhubungan langsung dengan kehidupan mereka; dan (2) SETS memberdayakan peserta didik dengan berbagai keterampilan sehingga mereka menjadi warga negara yang bertanggung jawab dan lebih aktif merespons isu/masalah-masalah yang mempengaruhi kehidupan mereka (Pedersen, 1992:26). Program SETS telah menjadi suatu gerakan dalam pendidikan sain di negara-negara yang telah maju, bertujuan mengintegrasikan sain, lingkungan, dan teknologi dengan kehidupan masyarakat (Yager & Roy, 1993:7).
(11)
Model Kurikulum yang Mmenerapkan Visi SETS
Sementara dalam Diwa Learning System (Gregorio, 1991:37) dinyatakan bahwa: (1) SETS merupakan suatu perubahan penekanan dalam pengajaran sain di sekolah, dan bukan evolusi dalam pengajaran sain; (2) tujuannya adalah humanisasi pengajaran sain dengan menempatkannya dalam konteks sosial dan teknologi, dan bukan memandang sain sebagai tujuan yang terlepas dari atau di luar pengalaman sehari-hari; (3) SETS merupakan suatu pendekatan pembelajaran untuk sain yang disesuaikan dengan kecakapan kelompok, dan bukan melemahkan atau menghambat perkembangan sain; (4) SETS merupakan suatu program atau kurikulum sain, dan bukan sain itu sendiri; dan (5) SETS merupakan pendekatan interdisipliner dan multidisipliner, dan bukan suatu disiplin atau ruang lingkup pelajaran. Berhubungan dengan visi dan tujuan-tujuan Pendekatan SETS, Gregorio (1991:40) mengungkapkannya dengan suatu kalimat yang diletakkan di antara dua tanda kutip, yakni "Give a man a fish, and he will survive for a day, but teach him how to culture fish, and he will survive a lifetime". Sedangkan Yager (1993:13) menyatakan bahwa salah satu tujuan pokok dari pendekatan SETS adalah mengaktifkan peserta didik dalam kegiatan pemecahan isu-isu/masalah-masalah yang telah diidentifikasi. Demikian halnya Gregorio (1991:39) menyatakan bahwa dalam pembelajaran sain dengan Pendekatan SETS, peserta didik diikutsertakan dalam aktivitas pemecahan masalah dan pengambilan keputusan. Sementara (Gregorio, 1991:37) menyatakan bahwa isu-isu sosial dapat digunakan sebagai sarana untuk mencapai tujuan-tujuan dalam pembelajaran sain yang didasarkan pada aspek-aspek sosial dari sain. Sejalan dengan pernyataan Heath (Heath, 1992:55) bahwa isu-isu atau masalah-masalah dalam masyarakat dapat menjadi suatu basis pembelajaran dengan pendekatan SETS sekaligus sebagai "perekat" yang membolehkan integrasi belajar dan mengajar lintas disiplin ilmu dalam upaya membantu peserta didik dan warga negara untuk menyadari dan memahami adanya interaksi antara sain, lingkungan, teknologi, dan masyarakat.
Tujuan utama pendidikan dengan Pendekatan SETS adalah mempersiapkan peserta didik menjadi wagra negara dan warga masyarakat yang memiliki suatu kemampuan dan kesadaran untuk:
• menyelidiki, menganalisis, memahami dan menerapkan konsep-konsep/prinsip-prinsip dan proses sain dan teknologi pada situasi nyata
• melakukan perubahan
• membuat keputusan-keputusan yang tepat dan mendasar tentang isu/masalah-masalah yang sedang dihadapi yang memiliki komponen sain dan teknologi
• merencanakan kegiatan-kegiatan baik secara individu maupun kelompok dalam rangka pengambilan tindakan dan pemecahan isu-isu atau masalah-masalah yang sedang dihadapi
• bertanggung jawab terhadap pengambilan keputusan dan tindakannya
• mempersiapkan peserta didik untuk menggunakan sain bagi pengembangan hidup dan mengikuti perkembangan dunia teknologi,
• mengajar para peserta didik untuk mengambil tanggung jawab dengan isu-isu lingkungan, teknologi, atau masyarakat
• mengidentifikasi pengetahuan fundamental sehingga peserta didik secara tuntas memperoleh kepandaian dengan isu-isu SETS
(12)
Model Kurikulum yang Mmenerapkan Visi SETS
Dengan demikian, ada beberapa aspek yang perlu mendapat penekanan dan dipresentasikan secara proporsional dan terintegrasi dalam pembelajaran sain di sekolah dengan pendekatan SETS, yaitu: kemampuan peserta didik mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada alam dan menemukan jawabannya; kemampuan peserta didik mengidentifikasi isu/masalah-masalah yang sedang dihadapi masyarakat dan berupaya memecahkannya; penguasaan pengetahuan ilmiah (sain) dan keterampilan (teknologi) dan berupaya menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari; mempertimbangkan nilai-nilai dan konteks sosial budaya masyarakat; dan pengembangan sikap, nilai-nilai-nilai-nilai sosial budaya lokal, personal, dan global.
3. Pembelajaran dengan Pendekatan SETS
Pembelajaran dengan pendekatan SETS dapat dipandang sebagai turunan dari konsep pendidikan STS (Science, Technology, Society), STL (Science, Technology, Literacy) dan EE (Environment Education). SETS merupakan pembelajaran yang mengaitkan antara sain dan teknologi serta manfaatnya bagi masyarakat. STL merupakan pembelajaran yang menitikberatkan pada kemampuan literasi sain dan teknologi, ini berarti dalam pembelajaran peserta didik tidak hanya dituntut untuk mampu memahami sain dan teknologi tetapi menyadari dan peduli atas dampaknya terhadap lingkungan sosial maupun alam. Dengan demikian, pembelajaran STS dan STL ini bertujuan untuk membentuk individu yang memiliki literasi sain dan teknologi serta memiliki kepedulian terhadap masalah masyarakat dan lingkungannya. Sedangkan EE adalah pendidikan yang membawa setiap orang pada seluruh proses pembelajaran, dari mulai tahap mengetahui sampai tahap aksi dan evaluasi yang didapatkan melalui pembelajaran dan pengalaman langsung (konkret) di lingkungan sebenarnya. Hasil akhir dari EE adalah adanya perubahan pola pikir dan perilaku dari setiap orang dalam memandang lingkungan hidup di sekitarnya yang diwujudkan melalui aksi (tindakan) konkret. Dalam pendekatan SETS, konsep pendidikan STS, STL, dan EE dipandang sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Pendekatan SETS adalah belajar dan mengajarkan sain dan teknologi dalam konteks pengalaman manusia. Pendekatan SETScocok untuk mengintegrasikan domain konsep, keterampilan proses, kreativitas, sikap, nilai-nilai, penerapan, dan keterkaitan antar bidang studi (kurikulum) dalam pembelajaran dan penilaian pendidikan. Jadi, pembelajaran dengan pendekatan SETS menekankan pada konteks pembelajaran dan beraneka ragam hasil belajar.
Pendekatan SETS sebagai gerakan reformasi dalam pendidikan sain, diarahkan untuk literasi ilmiah (sain) dan teknologi untuk semua (scientific and technological literacy for all) sebagai megaproyek yang mendunia tahun 2000+ (UNESCO, 1993; ICASE, 1993, 1994a, 1994b). Melek sain dan teknologi merupakan salah satu syarat bagi seseorang untuk dapat hidup dan bekerja, serta mampu membuat keputusan-keputusan yang tepat dan dapat melakukan tindakan-tindakan pribadi dan sosial yang bertanggung jawab (Hidayat, 1997:10; 1996:14). Karena itu, pendidikan sain di sekolah juga memiliki tanggung jawab untuk menanamkan nilai-nilai dan kesadaran akan tanggung jawab pribadi dan sosial pada peserta didik sebagai warga negara dan warga masyarakat.
(13)
Model Kurikulum yang Mmenerapkan Visi SETS
Menurut Merryfield (1991:289), dalam perspektif dunia global, pembelajaran dengan pendekatan SETS merupakan kerangka kerja untuk mengajar dan membiasakan peserta didik berpikir global dan bertindak secara lokal. Artinya, pembelajaran sain di sekolah tidak dapat dipisahkan dari isu-isu atau masalah teknologi dan masyarakat. Teknologi merupakan bagian integral dari kehidupan, dan karena itu harus menjadi bagian integral dari sistem pendidikan (Maton, 1993:13). Dengan kata lain, upaya-upaya pembelajaran sain dan teknologi tidak dapat dipisahkan dari konteks dan nilai-nilai sosial budaya masyarakat lokal, regional, nasional, ataupun internasional, sehingga misi utama pendidikan sain untuk ‘membentuk’ peserta didik sebagai warga negara dan warga masyarakat yang melek sain dan teknologi serta berpikir global dan bertindak lokal dapat terwujud.
Menempatkan pembelajaran sain dalam suatu konteks lingkungan dan kehidupan masyarakat yang dikaitkan dengan teknologi akan membuat sain dan teknologi lebih dekat dan relevan dengan kehidupan nyata semua peserta didik.
Secara mendasar dapat dikatakan bahwa melalui pendidikan bervisi SETS ini diharapkan agar peserta didik akan memiliki kemampuan memandang sesuatu secara terintegrasi dengan memperhatikan keempat unsur SETS, sehingga dapat diperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang pengetahuan yang dimilikinya. Sebagai konsekuensinya, diharapkan agar pengetahuan yang dipahaminya secara mendalam itu, akan memungkinkan mereka memanfaatkan pengetahuan yang dimiliki dalam kehidupan dan untuk kehidupan setara dengan tingkat pendidikan yang diperolehnya dalam upaya memperoleh kehidupan yang lebih baik dari masa sebelumnya. Secara tidak langsung, hal ini menggambarkan arah pendekatan pembelajaran SETS yang relatif memiliki kepedulian terhadap lingkungan kehidupan atau sistem kehidupan (manusia) yang memuat juga unsur-unsur SETS selain lingkungan (E).
Dalam proses pembelajaran bervisi dan berpendekatan SETS, terdapat sejumlah ciri atau karakteristik yang perlu dipahami di dalam penerapan pembelajaran, sesuai dengan fokus pembelajarannya pada saat itu. Ciri-ciri tersebut di antaranya adalah:
• Tetap memberi pengajaran dan pembelajaran sain
• Isu-isu dan masalah-masalah dalam masyarakat dan kehidupan sehari-hari menjadi titik awal (basis) atau ‘kendaraan’ pertama dan utama untuk mempelajari dan menerapkan konsep-konsep/prinsip-prinsip dan proses sain dan teknologi dengan mempertimbangkan perhatian, minat, atau kepentingan peserta didik
• Mengikutsertakan peserta didik dalam pengembangan sikap dan keterampilan dalam pengambilan keputusan serta mendorong mereka untuk mempertimbangkan informasi tentang isu-isu sain, lingkungan, dan teknologi
• Peserta didik dibawa ke situasi untuk memanfaatkan konsep sain ke bentuk teknologi untuk kepentingan masyarakat.
• Peserta didik diminta untuk berpikir tentang berbagai kemungkinan akibat yang terjadi dalam proses pentransferan sain tersebut ke bentuk teknologi.
• Peserta didik diminta untuk menjelaskan keterhubungkaitan antara unsur sain yang dibincangkan dengan unsur-unsur lain dalam SETS yang mempengaruhi berbagai keterkaitan antar unsur tersebut.
(14)
Model Kurikulum yang Mmenerapkan Visi SETS • Peserta didik dibawa untuk mempertimbangkan manfaat atau kerugian penggunaan
konsep sain tersebut bila diubah dalam bentuk teknologi berkenaan.
• Peserta didik dapat diajak berpikir, misalnya tentang pengaruh lingkungan atau masyarakat terhadap pengembangan sain maupun teknologi tertentu, yang masih berkaitan dengan konsep sain yang dibelajarkan.
• Dalam konteks konstruktivisme, peserta didik dapat diajak berbincang tentang SETS dari berbagai macam arah dan dari berbagai macam titik awal tergantung pengetahuan dasar yang dimiliki oleh peserta didik bersangkutan.
• Mengitegrasikan belajar dan pembelajaran dari banyak ruang lingkup kurikulum; dan
• Memperkembangkan literasi sain, teknologi dan sosial peserta didik (improved students science, technology, and social literacy).
Pembelajaran sain yang bervisi SETS lebih menekankan pada isu/masalah-masalah yang sedang dihadapi oleh masyarakat yang berhubungan dengan sain dan teknologi sebagai titik awal mempelajari isi kurikulum, konsep-konsep/prinsip-prinsip dan keterampilan proses dasar sain dan teknologi; dan/atau menggunakan/menerapkan konsep-konsep/prinsip-prinsip dan keterampilan proses dasar sain dan teknologi dalam merespons isu-isu/masalah-masalah yang sedang dihadapi oleh masyarakat di lingkungannya. Di samping itu, pengembangan sikap, keterampilan pengambilan keputusan, kreativitas, nilai-nilai pribadi dan sosial, literasi sain dan teknologi, dan kemampuan peserta didik untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari adalah juga merupakan elemen-elemen penting dalam pembelajaran sain dengan pendekatan SETS.
Pendekatan SETS bisa amat beragam, mulai dari yang mengangkat topik atau isu sebagai payung pembelajaran lebih dari satu bidang, mulai dari Fisika, Kimia dan Ilmu Sosial, atau penggunaan isu lingkungan untuk pembahasan satu bab saja dalam Kimia, misalnya. Secara garis besar, berdasarkan cakupannya, kita bisa melakukan beragam pendekatan SETS, antara lain:
• Menempatkan pembelajaran bab tertentu bidang tertentu dalam konteks sain, teknologi dan masyarakat.
• Pendekatan SETS untuk pembelajaran lintas bab pada satu mata pelajaran.
• Pendekatan SETS untuk pembelajaran lintas mata pelajaran.
• Pendekatan SETS dengan perluasan tujuan instruksional secara eksplisit di luar tuntutan standar kompetensi yang tertulis di kurikulum dari mata-mata pelajaran yang terlibat dalam pembelajaran SETS tersebut, seperti kepekaan terhadap permasalahan lingkungan, atau pengenalan dampak sain dan teknologi pada pranata sosial, dan lain-lain.
• Pendekatan SETS yang disertai kerja nyata di masyarakat, seperti gerakan penyelamatan lingkungan, dan lain-lain.
Pada pembelajaran materi tertentu dengan pendekatan SETS, guru memulai dengan suatu topik dari lingkungan peserta didik yang berkaitan dengan materi tersebut. Untuk pembelajaran lintas bab, tentunya perlu persiapan yang lebih matang pada pemilihan topik dan penelusuran target kompetensi dasar yang bisa diikutsertakan lewat pembelajaran di bawah payung topik itu.
(15)
Model Kurikulum yang Mmenerapkan Visi SETS
Untuk pembelajaran lintas mata-pelajaran lewat pembelajaran berbasis SETS, diper-lukan koordinasi guru beberapa bidang yang relevan. Pendekatan ini akan berguna sebagai wahana integrasi pengetahuan peserta didik. Pemahaman peserta didik terhadap mata pelajaran tidak lagi terkotak-kotak, melainkan saling bertautan dan terpadu, yang amat berguna bagi peserta didik dalam memahami realitas kehidupan.
Jika pembelajaran bervisi SETS diterapkan diharapkan memunculkan kompetensi lain di luar kompetensi dasar yang tertulis dalam kurikulum saat ini, maka agar pencapaiannya optimal diperlukan penyesuaian standar nasional (khususnya standar isi) agar dapat mencakup semangat ini. Dalam hal ini, SETS tidak lagi sekedar metode pembelajaran, melainkan paradigma baru yang diharapkan menjiwai keseluruhan kurikulum.
Dengan pendekatan ini, peserta didik dikondisikan agar mau dan mampu mengetahui, memahami prinsip sain untuk menghasilkan karya teknologi sederhana disertai dengan pemikiran untuk mengurangi atau mencegah kemungkinan dampak negatif yang mungkin timbul dari munculnya suatu produk teknologi terhadap lingkungan dan rnasyarakat.
Model pembelajaran yang bervisi dan pendekatan SETS, sebagai wahana untuk mewujudkan Education Suistinable Development (ESD), perlu menitikberatkan pada: a. Kajian secara transdisiplin dan holistik berbasis isu dan kasus domestik atau global
tentang keterkaitan sain, teknologi, masyarakat, dan lingkungan dalam konteks pembangunan berkelanjutan.
b. Penumbuhan nilai, sikap, dan perilaku yang berpihak pada pembangunan berkelanjutan.
c.Belajar aktif, kooperatif, dan praktikal (hands-on) sehingga pembelajaran menyenangkan dan mengembangkan multi-kecerdasan peserta didik secara keseluruhan.
d. Kesesuaian kedalaman dan keluasan materi pelajaran dengan tingkat perkembangan kognitf, sosial dan fisik peserta didik.
e. Penilaian performasi peserta didik secara menyeluruh tidak hanya dimensi kognitif saja.
4. Domain Pendekatan SETS
Menurut Yager & McCormack (Yager, 1996b:3-4; 1992b:5-6), ada enam domain utama SETS untuk pengajaran dan penilaian, yaitu domain konsep, proses, kreativitas, sikap, aplikasi, dan keterkaitan. Keenam domain tersebut selanjutnya dinyatakan dalam Gambar 1.
(16)
Model Kurikulum yang Mmenerapkan Visi SETS
Gambar 1. Enam Domain SETS untuk Pembelajaran dan Penilaian
Domain konsep meliputi fakta-fakta, konsep-konsep, hukum (prinsip-prinsip), serta teori dan hipotesis yang digunakan oleh para saintis. Domain ini dapat juga disebut rana pengetahuan ilmiah/sain atau aspek minds-on/brains-on dalam belajar sain (Glynn & Duit, 1995; Butts & Hofman, 1993).
Domain proses meliputi aspek-aspek yang berhubungan dengan bagaimana para saintis berpikir dan bekerja, misalnya melakukan observasi dan eksplanasi; pengklasifikasian dan pengorganisasian data; pengukuran dan pembuatan grafik; pemahaman dan berkomunikasi; penyimpulan dan prediksi; perumusan dan pengujian hipotesis; identifikasi dan pengontrolan variabel; penginterpretasian data/informasi; pembuatan instrumen dan alat-alat sederhana; serta pemodelan. Domain ini dapat dibedakan antara keterampilan proses dasar (observasi, pengukuran, klasifikasi, prediksi, komunikasi, dan inferensi) dan keterampilan proses terintegrasi (perumusan/pengujian hipotesis, interpretasi data/informasi, dan pemodelan), atau aspek hands-on belajar sain (Rossman, 1993; Butts & Hofman, 1993; Hausfather, 1992; Pedersen, 1992; Alvarez, 1991; Glasson, 1989).
Domain kreativitas meliputi: visualisasi-produksi gambaran mental; pengkombinasian objek dan ide atau gagasan dalam cara baru; memberikan eksplanasi terhadap objek dan peristiwa-peristiwa yang dijumpai; mengajukan pertanyaan; menghasilkan alternatif atau menggunakan objek/ide yang luar biasa; menyelesaikan masalah dan hal-hal yang membingungkan atau menjadi teka-teki; merancang alat; menghasilkan ide-ide yang luar biasa; serta menguji alat baru untuk eksplanasi yang dibuat.
Domain sikap meliputi: pengembangan sikap positif terhadap guru-guru dan pelajaran sain di sekolah, kepercayaan diri, motivasi, kepekaan, daya tanggap, rasa kasih sayang sesama manusia, ekspresi perasaan pribadi, membuat keputusan tentang nilai-nilai pribadi, serta membuat keputusan-keputusan tentang isu-isu lingkungan dan sosial. Sejalan dengan pernyataan Alvarez (1991:80) bahwa sikap adalah perilaku yang diadaptasi dan diterapkan pada situasi khusus, dapat berupa minat/perhatian, apresiasi, suka, tidak suka, opini, nilai-nilai, dan ide-ide dari seseorang.
(17)
Model Kurikulum yang Mmenerapkan Visi SETS
Dalam literatur sain dibedakan antara sikap terhadap sain dan sikap ilmiah (Shibeci, 1984; Aiken & Aiken, 1969; Gardner, 1975). Sikap terhadap sain dihubungkan dengan reaksi emosional terhadap perhatian/minat peserta didik, kebingungan dan kesenangan pada sain, perasaan, dan nilai-nilai dalam kelas. Sedangkan sikap ilmiah mencakup karakter sifat ilmiah yang lainnya, seperti kejujuran, keterbukaan, dan keingintahuan (Alvarez, 1991:80).
Domain aplikasi dan keterkaitan meliputi: melihat/menunjukkan contoh konsep-konsep ilmiah dalam kehidupan sehari-hari; menerapkan konsep-konsep-konsep-konsep sain dan keterampilan pada masalah-masalah teknologi sehari-hari; memahami prinsip-prinsip ilmiah dan teknologi pada alat-alat teknologi yang ada dalam rumah tangga; menggunakan proses ilmiah dalam menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari; memahami dan mengevaluasi laporan media massa tentang perkembangan ilmiah; membuat keputusan yang berhubungan dengan kesehatan pribadi, nutrisi, dan gaya hidup yang didasarkan pada pengetahuan ilmiah; dan mengintegrasikan sain dengan pelajaran lain.
D. Landasan Empiris
Kebutuhan atas keberadaan bimbingan lengkap termasuk pengadaan dokumen-dokumen model yang dimaksud, yakni yang memungkinkan pelaksanaan pendidikan bervisi dan berpendekatan SETS secara baik dan benar, sungguh-sungguh sangat diperlukan. Hal ini dapat dilihat dari dua sisi. Sisi pertama adalah kebutuhan institusi pendidikan yang harus membimbing serta membawa peserta didik dari titik keberangkatan para individu peserta didik. Di sini, mereka diasumsikan masih tidak atau belum dapat melakukan sesuatu yang dia inginkan, berdasarkan pengetahuan yang diperkenalkan kepada mereka, hingga mampu melakukan sendiri tanpa bantuan pendidik. Yang kedua, dari sisi peserta didik yang telah melewati fase pendidikan yang memerlukan dokumen-dokumen pendukung yang dipersyaratkan agar menjadi lulusan dengan kualifikasi yang diharapkan. Apabila digabungkan di antara kedua entitas di atas, keduanya akan bermuara pada ketersediaan bahan-bahan rujukan pendukung secara mencukupi untuk dapat digunakan secara benar oleh institusi pelaksana pendidikan bagi keperluan peserta didik sebanyak yang mereka miliki pada institusi pendidikan tersebut.
Selama ini Pusat Kurikulum memiliki keterbatasan dalam pengadaan dokumen-dokumen rujukan semacam itu agar dapat digunakan sebagai acuan optimal bagi institusi pendidikan yang memerlukan, baik itu di peringkat pendidikan dasar maupun pendidikan menengah. Keterbatasan dokumen rujukan yang dimaksud dapat ditafsirkan seolah-olah pemerintah, tidak memberi perhatian secara mencukupi terhadap kecenderungan yang terjadi di institusi praktisi pendidikan yang dimaksud. Padahal, hal ini terjadi karena berbagai kendala yang menghambat proses penyediaan fasilitas semacam itu serta pengembangan dokumen pendukung yang dimaksud secara mencukupi.
(18)
Model Kurikulum yang Mmenerapkan Visi SETS
BAB III. POLA PENGEMBANGAN MODEL
A. Prinsip-prinsip Pengembangan
Model pengembangan kurikulum bervisi SETS harus dapat memberikan arah pemikiran pembaharuan kepada pelaksana di lapangan (guru dan peserta didik) sehingga memungkinkan mereka untuk tergerak melakukan kegiatan pembelajaran yang lebih produktif. Para pelaku pembelajaran, secara sekilas harus dapat segera melihat bahwa di dalam kurikulum itu terdapat tuntutan serta tuntunan yang memungkinkan mereka dapat melaksanakan kegiatan pembelajaran secara optimal dengan selalu mengaitkan antara konsep pengetahuan yang dipelajari dengan unsur-unsur SETS secara benar dengan memperhatikan letak mata pelajaran yang sedang dibahas tersebut di dalam peta SETS. Namun demikian, hendaknya tidak menimbulkan kesan bahwa pembelajaran yang diturunkan dari kurikulum bervisi SETS itu sangat sulit dilaksanakan di lapangan, karena pada dasarnya pembelajaran bervisi SETS dapat diturunkan dari kurikulum manapun, termasuk KTSP, dan dapat dilakukan dalam kondisi apapun, termasuk dalam kondisi satuan pendidikan paling minimal. Namun demikian, kurikulum bervisi SETS akan dapat terselenggarakan lebih baik bila semua kondisi pembelajaran yang diperlukan untuk mendukung kegiatan pembelajarannya dalam keadaan prima. Dengan demikian, produk pembelajaran dalam bentuk sumber daya manusia maupun non manusia akan menjadi jauh lebih unggul.
Prinsip pengembangan kurikulum bervisi SETS yaitu:
1. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya
Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut pengembangan kompetensi peserta didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan. Memiliki posisi sentral berarti kegiatan pembelajaran lebih berpusat kepada peserta didik, bukan pendidik yang selanjutnya berimplikasi pada lingkungan mereka.
Di dalam kurikulum bervisi SETS, yang selalu mengajak serta prosesnya bergerak ke arah kebaikan umat manusia serta organisme lain di muka bumi ini (sebelum kita betul-betul dapat berkomunikasi dan berinteraksi dengan mahkluk lain di luar planet bumi), semua hal di atas secara otomatis dapat tercakup dan diterapkan dengan relatif mudah, sejauh pendidik memahami esensi pernyataan di atas.
2. Beragam dan terpadu
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman karakteristik peserta didik, kondisi daerah, jenjang dan jenis pendidikan, serta menghargai dan tidak diskriminatif terhadap perbedaan agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, dan jender. Kurikulum meliputi substansi komponen muatan wajib
(19)
Model Kurikulum yang Mmenerapkan Visi SETS
kurikulum, muatan lokal, dan pengembangan diri secara terpadu, serta disusun dalam keterkaitan dan kesinambungan yang bermakna dan tepat antarsubstansi.
Di dalam konteks SETS keberagaman yang ada itu diharapkan dapat memberi nilai tambah yang memungkinkan peserta didik dari satuan pendidikan di daerah tertentu memungkinkan diajak berkomunikasi oleh teman dari daerah lain dalam bertukar informasi tentang topik serupa namun memiliki warna berbeda-beda karena kekhasan daerah yang berbeda itu.
3. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang berkembang secara dinamis. Oleh karena itu, semangat dan isi kurikulum memberikan pengalaman belajar peserta didik untuk mengikuti dan memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Hal di atas berkaitan erat dengan perlunya pengembangan kurikulum bervisi SETS, yang harus diartikan bahwa para pengembangan kurikulum perlu memberi peluang kepada para pelaksana di lapangan untuk selalu mendekatai perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni ini secara terus menerus. Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni itu sendiri merupakan bagian dari produk sekaligus sumber bagi pembelajaran bervisi SETS.
4. Relevan dengan kebutuhan kehidupan
Pengembangan kurikulum bervisi SETS dilakukan dengan melibatkan pendharbeni
(stakeholders) yang diharapkan memiliki pemahaman makna serta implikasi visi
SETS sebagaimana diharapkan. Hal ini untuk menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan kemasyarakatan, dunia usaha, dan dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan keterampilan pribadi, keterampilan berpikir, keterampilan sosial, keterampilan akademik, dan keterampilan vokasional merupakan kepastian yang harus ditampilkan dalam pengembangan kurikulum bervisi SETS. Hal di atas akan lebih membuat kurikulum bervisi SETS menjadi lebih bermakna dan berdaya guna dibandingkan dengan pengaitan konteks SETS pada informasi yang sulit dipahami dan ditangkap oleh para peserta didik
5. Menyeluruh dan berkesinambungan
Substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi kompetensi, bidang kajian keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan antar semua jenjang pendidikan.
Di dalam konteks SETS pengembangan kurikulum tersebut perlu contoh keterkaitan unsur SETS dalam pembelajaran yang diperkirakan sesuai dengan jenjang pendidikan tersebut. Dengan demikian, tak harus terjadi saling tumpang tindih antara informasi yang diberikan kepada peserta di jenjang rendah dan jenjang lebih tinggi. Sebaliknya, diharapkan agar informasi yang diberikan antar jenjang tersebut dapat bersifat saling melengkapi dan memperkaya.
(20)
Model Kurikulum yang Mmenerapkan Visi SETS
6. Belajar sepanjang hayat
Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan, dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Kurikulum mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal, nonformal, dan informal dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu berkembang serta arah pengembangan manusia seutuhnya. Di dalam konteks SETS, pembelajaran sepanjang hayat hendaknya diberi makna kepemilikan kemampuan berfikir kritis dan kreatif, inovatif dan inventif yang semakin meningkat dengan dimilikinya pengalaman hidup dikaitkan dengan konsep-konsep sain yang telah dipelajari sebelumnya. Dengan demikian, produktivitas dari seseorang yang memiliki kemampuan belajar sepanjang hayat akan jauh lebih meningkat dibanding dengan mereka yang belajar secara insidental.
7. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan nasional dan kepentingan daerah untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Kepentingan nasional dan kepentingan daerah harus saling mengisi dan memberdayakan sejalan dengan motto Bhinneka Tunggal Ika dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Dalam konteks SETS, kebhinekaan yang ada hendaknya dipakai sebagai dasar untuk menurunkan kurikulum yang memberi peluang kegiatan yang sangat terintegratif sekaligus adaptif terhadap kondisi yang ada di wilayah tertentu walau untuk mencapai tujuan yang sama. Untuk ini, bentuk penyatuan persepsi dalam lingkup daerah sangat diperlukan guna memperoleh landasan pengembangan kurikulum yang sama-sama disepakati dapat mendukung kebijakan daerah dari satuan-satuan pendidikan yang berada di satu wilayah, yang sekaligus mendukung kepentingan nasional. Hal ini perlu dilakukan dalam penyediaan sumber daya manusia maupun non manusia.
8. Menempatkan mata pelajaran dalam peta SETS secara benar
Di dalam pengembangan kurikulum bervisi SETS, masing-masing mata pelajaran dianggap memiliki kespesifikan atau kecenderungan dalam peta SETS karena hakikat dari mata pelajaran itu sendiri. Atas dasar itulah maka peletakan atau pemosisian mata pelajaran itu dalam konteks SETS perlu dibuat sehingga ketika dilakukan pengembangan kurikulum, arah pengembangannya menjadi lebih jelas serta memudahkan pelaksananya dalam melihat serta menetapkan keterhubungkaitannya.
B. Langkah-langkah Pengembangan
Dalam menyusun kurikulum yang bervisi SETS perlu diperhatikan langkah-langkahnya, yaitu:
1. Merumuskan visi, misi, dan tujuan sekolah yang mencerminkan kurikulum yang bervisi SETS
2. Mengkaji SK – KD pada standar isi yang dapat saling dikaitkan antara unsur sain, lingkungan, teknologi, dan masyarakat pada tiap mata pelajaran
(21)
Model Kurikulum yang Mmenerapkan Visi SETS
3. Merumuskan indikator bermuatan SETS
Kompetensi dasar yang dijabarkan menjadi indikator menunjukkan tanda-tanda yang bermuatan bermuatan SETS, yang ditampilkan oleh peserta didik dalam pembelajaran. Indikator juga sebagai penanda pencapai kompetensi dasar yang ditandai oleh perubahan perilaku yang dapat diukur mencakup sikap pengetahuan dan keterampilan. Satu Kompetensi Dasar dapat dijabarkan menjadi dua, tiga, atau empat/lebih indikator secara sistimatis.
4. Pengembangan materi pembelajaran bermuatan SETS
Materi dikembangkan berdasarkan indikator pencapaian kompetensi dasar dan bermuatan SETS. Dengan memperhatikan potensi peserta didik dan kebermanfaatannya serta alokasi waktu yang tersedia.
5. Merencanakan kegiatan pembelajaran bermuatan SETS
Dirancang dari indikator untuk memberikan pengalaman bermuatan SETS. Pengalaman belajar yang dimaksud dapat menggunakan pendekatan yang bervariasi. Pembelajaran berpusat kepada peserta didik.
6. Menentukan teknik dan jenis penilaian yang sesuai Penilaian harus dirancang sedemikian rupa:
• Mencapai kompetensi dasar
• Setiap indikator sudah mencerminkan alat penilaian yang akan digunakan
• Indikator itu juga dapat digunakan untuk penilaian jenis kognitif, afektif, dan psikomotorik.
7. Penentuan alokasi waktu
Penentuan alokasi waktu pada setiap KD yang dapat dikaitkan dengan materi pembelajaran bermuatan SETS disesuaikan dengan waktu yang tersedia.
8. Penentuan sumber bahan/alat bermuatan SETS
Sumber belajar dapat menggunakan buku pelajaran, media cetak dan elektronik, komputer dan internet, serta brosur. Karakteristik bahan ajar yang bermuatan SETS antara lain mengangkat isu lingkungan, teknologi, dan/atau sosial
(22)
Model Kurikulum yang Mmenerapkan Visi SETS
BAB IV. PELAKSANAAN
A. Pelaksanaan
Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran dengan menerapkan visi SETS menjanjikan kualitas pembelajaran yang lebih baik, tetapi pembelajaran bervisi SETS juga mengandung beberapa risiko. Model ini disusun untuk mengoptimalkan hasil pembelajaran bervisi SETS dan meminimalkan risiko yang mungkin terjadi.
Salah satu alternatif pembelajaran bervisi SETS secara garis besar mengikuti tahap-tahap pelaksanaan sebagai berikut:
1. Inisiasi: pendahuluan pembelajaran SETS dengan mengangkat dan mendiskusikan isu atau masalah
Pada tahap ini, guru mengangkat isu atau masalah yang ada dalam kehidupan peserta didik sehari-hari, atau yang hangat di media (koran, TV, dll.). Isu atau masalah yang diangkat bisa pula berasal dari peserta didik. Setelah pemilihan isu, dilakukan penggalian cara pandang dan pemahaman peserta didik terhadap isu atau masalah tersebut.
Untuk melangkah ke tahap berikut, guru bersama-sama peserta didik merumuskan masalah, atau menegaskan batas-batas topik isu tersebut untuk mengarahkan perhatian yang memusat pada isu yang jelas. Pembatasan ini akan memperjelas kompetensi sain apa yang diperlukan untuk memahami atau memecahkan masalah tersebut.
2. Penetapan kompetensi sain: mengumpulkan kompetensi sain yang diperlukan untuk lebih memahami dan memecahkan masalah yang dihadapi.
Guru mengkaji standar kompetensi dan kompetensi dasar yang terkait dengan isu yang diangkat. Seperti dijelaskan pada ragam pendekatan SETS, kompetensi dasar yang relevan bisa berasal dari satu bab, atau lintas bab, atau bahkan lintas mata pelajaran. Dari kajian ini, dikumpulkan kompetensi dasar (sain dan non-sain) yang diperlukan untuk lebih memahami dan memecahkan masalah yang dihadapi. Jika guru sebenarnya telah mempersiapkan topik yang akan diangkat sebelum tahap inisiasi, maka guru bisa mengetahui daftar target kompetensi sain sebelum pertemuan inisiasi di atas.
3. Dekontekstualisasi: pemisahan konsep dan prinsip sain (yang perlu dicapai kompetensinya) dari konteks isu atau masalah yang diangkat.
Pada tahap ini, peserta didik perlu dipersiapkan untuk menghadapi tahap sesudahnya yaitu pembelajaran konsep dan prinsip sain1, yang dalam kasus-kasus tertentu akan merupakan tahap yang memiliki learning curve yang tajam. Tahap penyiapan peserta didik ini disebut dekontekstualisasi, karena peserta didik perlu dipersiapkan agar fokus pada pembelajaran konsep dan prinsip-prinsip yang perlu dikuasai, tanpa terganggu oleh konteks, isu, atau masalah yang diangkat.
(23)
Model Kurikulum yang Mmenerapkan Visi SETS
Tahap ini bisa berupa peralihan yang tak kentara dan mulus dari tahap inisiasi pemilihan konteks ke tahap setelah dekontekstualisasi yaitu pembelajaran sain. Guru bisa menciptakan suasana kelas yang memungkinkan peralihan mulus ini. Tahap ini bisa pula berupa permintaan tegas kepada peserta didik, agar meninggalkan diskusi tentang isu/masalah, tapi mulai memusatkan perhatian pada pencapaian kompetensi sain (atau bidang lain) yang dibutuhkan untuk memahami atau menyelesaikan masalah.
Proses dekontekstualisasi yang gagal akan menyebabkan “keberhasilan-semu” pada pembelajaran berbasis SETS. Peserta didik terlihat antusias terhadap kegiatan pembelajaran, tertarik pada isu atau masalah yang diangkat, aktif dalam pencarian solusi masalah (atau bergairah dalam diskusi untuk memahami masalah), tetapi tidak terjadi pembelajaran konsep dan prinsip sain, yang justru merupakan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang hendak dicapai. Landasan keilmuan yang digunakan untuk berusaha memahami isu atau memecahkan masalah hanya konsep dan prinsip yang telah dimiliki peserta didik sebelumnya, dan tidak terjadi proses pembelajaran konsep dan prinsip baru yang diharapkan. Tanpa penguasaan prinsip dan konsep itu, pemecahan masalah yang dihasilkan tidak memiliki landasan yang kuat, atau bahkan keliru.
4. Pembelajaran konsep dan prinsip sain: pemantapan penguasaan konsep dan prinsip sain, melalui metode pembelajaran yang sesuai.
Pada tahap ini terjadi pembelajaran konsep dan prinsip sain (atau pembelajaran bidang-bidang lain yang relevan, jika pembelajaran bervisi SETS digunakan untuk lintas mata-pelajaran). Pada tahap ini, diperlukan sarana untuk memastikan bahwa peserta didik memahami dan diharapkan mampu menerapkan konsep dan prinsip yang mewakili kompetensi dasar dalam standar isi. Pengujian penguasaan peserta didik dapat pula dilakukan lewat pengamatan guru terhadap tahap sesudah ini (yaitu tahap menerapkan prinsip dan konsep untuk memecahkan atau memahami masalah, dengan landasan keilmuan yang lebih kuat).
Pada pembelajaran ini, guru dapat memilih metode pembelajaran yang sesuai dengan bahan yang disampaikan. Karena pembelajaran yang dilakukan telah diawali dengan konteks yang memayungi, yang dekat dengan kehidupan peserta didik, maka diharapkan kualitas pembelajaran bisa meningkat, dengan peserta didik yang lebih aktif, dan lain-lain.
Seperti dijelaskan sebelumnya, keberhasilan tahap ini selain ditentukan oleh metode pembelajaran yang dipilih dan proses pembelajaran yang terjadi, juga sangat ber-gantung pada keberhasilan tahap dekontekstualisasi sebelumnya, yang mempersiapkan suasana yang baik untuk tahap ini. Untuk sebagian peserta didik, proses dekonteks-tualisasi yang baik dan pembelajaran konsep/prinsip yang berhasil dapat secara tajam mengubah persepsi peserta didik terhadap permasalahan yang dihadapi.
(24)
Model Kurikulum yang Mmenerapkan Visi SETS
5. Penerapan: menerapkan konsep dan prinsip sain pada isu atau masalah
Pada tahap ini, guru dan peserta didik secara bersama menerapkan konsep dan prinsip sain pada isu atau masalah yang diangkat. Guru perlu menahan diri untuk tidak terlalu cepat membantu peserta didik menerapkan apa yang baru dipelajarinya pada isu tersebut. Guru sejauh mungkin hanya memfasilitasi usaha peserta didik untuk memahami atau memecahkan masalah yang dihadapi bersama.
Pada tahap ini, seharusnya terjadi pemantapan konsep dan prinsip pada diri peserta didik. Proses menerapkan pengetahuan, konsep, dan prinsip pada hal yang nyata akan memberi makna lebih terhadap pengetahuan tersebut.
Pada bentuknya yang paling sederhana, tahap ini tidak menuntut terjadinya proses pemecahan masalah, melainkan hanya peningkatan pemahaman peserta didik pada isu yang diangkat. Guru dapat mengajukan permintaan sederhana kepada peserta didik untuk mencoba menjelaskan isu tersebut berdasarkan pengetahuan baru yang telah diperoleh pada pembelajaran yang dilakukan.
6. Integrasi: membangun keterkaitan antar konsep dan prinsip sain, serta antar konsep/prinsip tersebut dengan spektrum terapannya dalam kehidupan.
Tahap penerapan dilanjutkan dengan usaha membangun keterkaitan antar konsep dan prinsip sain yang diajarkan. Wawasan terapan yang diperoleh pada tahap sebelumnya akan memperkaya cara pandang terhadap keterkaitan antar konsep dan prinsip tersebut. Wawasan tersebut juga akan memberi gambaran keterkaitan yang jelas antara konsep/prinsip sain dengan spektrum terapannya dalam kehidupan.
Untuk memperkaya tahap ini, guru dapat mengajak peserta didik untuk berdiskusi tentang kemungkinan penerapan konsep/prinsip baru yang dipelajari pada konteks selain isu atau masalah yang diangkat pada pembelajaran berbasis SETS ini. Pengayaan ini akan memberi kemampuan kepada peserta didik untuk menerapkan suatu prinsip pada situasi yang berbeda.
7. Perangkuman: merangkum kompetensi yang seharusnya telah dimiliki peserta didik, termasuk kemampuan menerapkannya pada kasus tertentu
Akhirnya, guru atau peserta didik dapat merangkumkan hasil pembelajaran bervisi SETS yang telah dilakukan. Lewat tahap perangkuman ini, ditegaskan berbagai kompetensi dasar yang telah dimiliki peserta didik, dan wawasan terapan yang telah dimiliki. Tahap ini harus dilaksanakan dengan tujuan meningkatkan kepercayaan diri peserta didik dalam mempelajari sesuatu yang baru, dan dalam memecahkan atau me-mahami masalah yang relevan dengan kehidupannya.
Alternatif lainnya dalam pelaksanaan pembelajaran SETS adalah dengan menggunakan metode siklus. Siklus pembelajaran bervisi SETS dapat dilakukan melalui kegiatan yang terdiri atas lima tahap kegiatan untuk setiap pokok bahasan atau kompetensi dasar, sebagai berikut:
(25)
Model Kurikulum yang Mmenerapkan Visi SETS
1. Tantangan (Challenge)
Tahapan tantangan merupakan proses untuk melihat permasalahan lingkungan yang terkait dengan materi yang dibahas dan tujuan pencapaian kompetensi dasar sesuai dengan indikator yang ditetapkan. Pada bagian ini peserta didik diminta untuk membaca sinopsis yang membawa mereka pada tujuan dari siklus kegiatan tersebut. Diakhir sinopsis ini ada beberapa pertanyaan yang harus dijawab peserta pada lembar kegiatan pemikiran awal (Initial Thoughts)
2. Jawaban awal (Initial thoughts)
Tahap ini merupakan jawaban atas permasalahan yang diberikan dalam tahap tantangan
(Challenge). Jawaban merupakan hasil pemikiran individual peserta didik dari
pengetahuannya sendiri, yang tergantung pada keluasan dan kedalaman pengetahuan dan pengalaman peserta dalam kegiatannya sehari-hari dan pandangan peserta didik ke depan.
3. Sumber (Resources)
Pada tahap ini peserta didik diuji berpikir kritisnya dan ketrampilan membacanya, dengan membaca sumber-sumber yang diberikan yang terkait langsung dengan masalah yang diberikan pada tahap tantangan (Challenge) atau hanya sebagai pendukung yang dapat membawa peserta didik pada pemikiran-pemikiran baru untuk
Sumber Informasi Revisi
Jawaban Kerja
Kelompok Jawaban
Awal Tantangan
(26)
Model Kurikulum yang Mmenerapkan Visi SETS
menjawab masalah-masalah pada tahap pertama. Pada kegiatan ini peserta diberikan dua macam sumber. Pertama berupa bahan bacaan yang diperoleh dari berbagai sumber, baik melalui CD SPM, maupun dari internet. Kedua berupa dialog langsung dengan guru sebagai fasilitator.
4. Revisi jawaban (Revised thinking)
Tahap ini masih merupakan kerja individual peserta didik yang merupakan respon atas sumber-sumber yang diperoleh dari tahap ketiga, baik dari sumber tertulis maupun dialog interaktif dengan guru atau fasilitator. Pada tahap ini peserta didik diberi kesempatan untuk memperbaiki hasil pemikiran awalnya pada tahap kedua. Pada tahap ini peserta didik diuji tingkat keterbukaan berpikirnya dengan mempertimbangkan masukan informasi tertulis, guru atau fasilitator pada tahap ketiga.
5. Kerja kelompok (Group work)
Setelah melakukan kegiatan individual, peserta didik diminta dalam kelompoknya untuk membandingkan hasil-hasil pemikirannya, dengan pemikiran kelompok. Dan diharapkan terdapat kesepakatan yang diwujudkan dalam hasil pemikiran kelompok untuk menjawab permasalah dalam tahap tantangan (Challenge). Hasil pemikiran kelompok ini selain dituliskan pada lembar kegiatan sendiri, juga diminta untuk dituliskan dalam kertas post it untuk ditempel pada bidang tempel yang telah disediakan. Kemudian setiap kelompok melakukan perbandingan antar pemikiran kelompok (Gallery Walk) dengan membaca hasil pemikiran kelompok lain. Fasilitator akan memberi kesempatan pada peserta didik untuk menuliskan dan menyampaikan hasil pemikiran seluruh kelompok jika dapat dilakukan, atau membuat membuat daftar keragaman berpikir kelompok sebagai hasil dari siklus kegiatan hari itu.
B. Peralihan Menuju Pembelajaran Bervisi SETS
Karena pembelajaran bervisi SETS akan terus berkembang, maka akan terus hadir berbagai pendekatan yang berbeda untuk meningkatkan efisiensi dan ketercapaian pembelajaran bervisi SETS. Pendekatan yang digunakan bisa amat beragam, dari mulai penyederhanaan terhadap tahap-tahap di atas untuk awal peralihan menuju pembelajaran berbasis SETS hingga penambahan tahap pengayaan dengan mengundang pakar yang berkompeten dalam bidang yang relevan dengan isu/masalah yang diangkat. Untuk yang terakhir ini, pakar diundang untuk turut berdiskusi dengan peserta didik setelah peserta didik mendapat pembekalan pemahaman konsep dan prinsip dasar yang diperlukan. Yang diharapkan adalah terciptanya suasana diskusi yang saling mengisi: peserta didik mendapat tambahan kompetensi dari pakar yang diundang, sebaliknya pakar tersebut bisa saja memperoleh gagasan-gagasan segar dari peserta didik.
Untuk mulai beralih menuju pembelajaran bervisi SETS, guru perlu merasa bebas untuk bereksperimen. Tahap-tahap di atas bisa disederhanakan, disesuaikan dengan keadaan yang dihadapi (peserta didik, prasarana, sumber belajar, dan lain-lain). Pada tingkatan yang paling sederhana, guru harus mengenal ciri minimal berikut yang membedakannya dari pembelajaran tradisional. Pembelajaran tradisional mulai dengan pembelajaran konsep dan prinsip, diikuti dengan contoh-contoh terapan, sedangkan pembelajaran yang baru ini memulai dengan isu atau masalah yang dekat dengan kehidupan peserta didik,
(27)
Model Kurikulum yang Mmenerapkan Visi SETS
diikuti dengan pembelajaran konsep dan prinsip, untuk akhirnya kembali ke isu/masalah untuk difahami atau dipecahkan dengan menerapkan konsep atau prinsip yang dipelajari. Pada keadaan dimana guru belum siap dengan pembelajaran bervisi SETS, guru bisa tetap mulai mengumpulkan gagasan isu atau masalah melalui peserta didik, yang dapat digunakan untuk pembelajaran SETS di kemudian hari. Tahap brainstorming ini bisa dengan pertanyaan sederhana kepada peserta didik tentang peristiwa atau isu apa saja yang menarik perhatiannya akhir-akhir ini, di lingkungan terdekatnya atau dalam berita, dan lain-lain. Untuk sedikit memperkaya isu/topik/masalah, bisa dilakukan diskusi kecil tentang beberapa isu tersebut. Guru bisa mencatat isu-isu yang kira-kira dapat digunakan untuk merancang pembelajaran berbasis SETS suatu saat nanti.
Akhirnya, tidak ada peralihan yang sempurna dari pembelajaran tradisional. Kita tidak mungkin menghadapi kondisi ideal dimana seluruh kompetensi dasar yang dituntut oleh kurikulum atau standar isi dapat ditumbuhkan melalui pembelajaran bervisi SETS. Guru perlu mencatat kompetensi apa saja yang telah ditumbuhkan lewat pembelajaran bervisi SETS, dan melakukan pembelajaran non-SETS untuk mencapai kompetensi-kompetensi dasar yang belum disentuh.
C. Implikasi
Implementasi model pembelajaran dengan menggunakan visi dan pendekatan SETS, menuntun peserta didik untuk mengaitkan konsep sain dengan unsur lain dalam SETS. Cara ini memungkinkan peserta didik memperoleh gambaran lebih jelas tentang keterkaitan konsep tersebut dengan unsur lain dalam SETS, baik dalam bentuk kelebihan ataupun kekurangannya.
Setiap peserta didik memiliki kemampuan dasar berbeda-beda, melalui penerapan konstruktivisme peserta didik dapat melakukan pembelajaran dari berbagai titik awal yang mereka kenal dekat dengan konsep sain yang akan dipelajari. Model pembelajaran bervisi dan berpendekatan SETS dengan sain sebagai titik awal yang disesuaikan dengan minat dan bakat peserta didik diharapkan mendorong keingintahuan dan memperkuat inisiatif peserta didik untuk mengaitkan dengan unsur-unsur SETS lainnya. Tanggung jawab pendidik yang terutama adalah tidak hanya sadar akan prinsip umum mengenai pengalaman belajar sain sesuai dengan kondisi lingkungan keseharian peserta didik, tetapi juga mengaitkan dengan teknologi, lingkungan, masyarakat yang terus berkembang untuk memperoleh pengalaman yang membawa ke arah pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan.
Implikasi terkait dengan penerapan model pembelajaran bervisi dan berpendekatan SETS adalah:
a. Diperlukan penurunan silabus mata pelajaran berdasarkan standar isi dan kompetensi yang bervisi dan berpendekatan SETS.
b. Diperlukan pengembangan perencanaan pembelajaran yang subjeknya bervisi dan berpendekatan SETS
c. Diperlukan pengembangan atau penyediaan bahan pembelajaran yang bervisi dan berpendekatan SETS.
(28)
Model Kurikulum yang Mmenerapkan Visi SETS
d. Diperlukan pengembangan instrumen penilaian bervisi dan berpendekatan SETS untuk pembelajaran topik pada subyek yang diperkenalkan.
(1)
Model Kurikulum yang Mmenerapkan Visi SETS
Tahap ini bisa berupa peralihan yang tak kentara dan mulus dari tahap inisiasi pemilihan konteks ke tahap setelah dekontekstualisasi yaitu pembelajaran sain. Guru bisa menciptakan suasana kelas yang memungkinkan peralihan mulus ini. Tahap ini bisa pula berupa permintaan tegas kepada peserta didik, agar meninggalkan diskusi tentang isu/masalah, tapi mulai memusatkan perhatian pada pencapaian kompetensi sain (atau bidang lain) yang dibutuhkan untuk memahami atau menyelesaikan masalah.
Proses dekontekstualisasi yang gagal akan menyebabkan “keberhasilan-semu” pada pembelajaran berbasis SETS. Peserta didik terlihat antusias terhadap kegiatan pembelajaran, tertarik pada isu atau masalah yang diangkat, aktif dalam pencarian solusi masalah (atau bergairah dalam diskusi untuk memahami masalah), tetapi tidak terjadi pembelajaran konsep dan prinsip sain, yang justru merupakan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang hendak dicapai. Landasan keilmuan yang digunakan untuk berusaha memahami isu atau memecahkan masalah hanya konsep dan prinsip yang telah dimiliki peserta didik sebelumnya, dan tidak terjadi proses pembelajaran konsep dan prinsip baru yang diharapkan. Tanpa penguasaan prinsip dan konsep itu, pemecahan masalah yang dihasilkan tidak memiliki landasan yang kuat, atau bahkan keliru.
4. Pembelajaran konsep dan prinsip sain: pemantapan penguasaan konsep dan prinsip sain, melalui metode pembelajaran yang sesuai.
Pada tahap ini terjadi pembelajaran konsep dan prinsip sain (atau pembelajaran bidang-bidang lain yang relevan, jika pembelajaran bervisi SETS digunakan untuk lintas mata-pelajaran). Pada tahap ini, diperlukan sarana untuk memastikan bahwa peserta didik memahami dan diharapkan mampu menerapkan konsep dan prinsip yang mewakili kompetensi dasar dalam standar isi. Pengujian penguasaan peserta didik dapat pula dilakukan lewat pengamatan guru terhadap tahap sesudah ini (yaitu tahap menerapkan prinsip dan konsep untuk memecahkan atau memahami masalah, dengan landasan keilmuan yang lebih kuat).
Pada pembelajaran ini, guru dapat memilih metode pembelajaran yang sesuai dengan bahan yang disampaikan. Karena pembelajaran yang dilakukan telah diawali dengan konteks yang memayungi, yang dekat dengan kehidupan peserta didik, maka diharapkan kualitas pembelajaran bisa meningkat, dengan peserta didik yang lebih aktif, dan lain-lain.
Seperti dijelaskan sebelumnya, keberhasilan tahap ini selain ditentukan oleh metode pembelajaran yang dipilih dan proses pembelajaran yang terjadi, juga sangat ber-gantung pada keberhasilan tahap dekontekstualisasi sebelumnya, yang mempersiapkan suasana yang baik untuk tahap ini. Untuk sebagian peserta didik, proses dekonteks-tualisasi yang baik dan pembelajaran konsep/prinsip yang berhasil dapat secara tajam mengubah persepsi peserta didik terhadap permasalahan yang dihadapi.
(2)
Model Kurikulum yang Mmenerapkan Visi SETS
5. Penerapan: menerapkan konsep dan prinsip sain pada isu atau masalah
Pada tahap ini, guru dan peserta didik secara bersama menerapkan konsep dan prinsip sain pada isu atau masalah yang diangkat. Guru perlu menahan diri untuk tidak terlalu cepat membantu peserta didik menerapkan apa yang baru dipelajarinya pada isu tersebut. Guru sejauh mungkin hanya memfasilitasi usaha peserta didik untuk memahami atau memecahkan masalah yang dihadapi bersama.
Pada tahap ini, seharusnya terjadi pemantapan konsep dan prinsip pada diri peserta didik. Proses menerapkan pengetahuan, konsep, dan prinsip pada hal yang nyata akan memberi makna lebih terhadap pengetahuan tersebut.
Pada bentuknya yang paling sederhana, tahap ini tidak menuntut terjadinya proses pemecahan masalah, melainkan hanya peningkatan pemahaman peserta didik pada isu yang diangkat. Guru dapat mengajukan permintaan sederhana kepada peserta didik untuk mencoba menjelaskan isu tersebut berdasarkan pengetahuan baru yang telah diperoleh pada pembelajaran yang dilakukan.
6. Integrasi: membangun keterkaitan antar konsep dan prinsip sain, serta antar konsep/prinsip tersebut dengan spektrum terapannya dalam kehidupan.
Tahap penerapan dilanjutkan dengan usaha membangun keterkaitan antar konsep dan prinsip sain yang diajarkan. Wawasan terapan yang diperoleh pada tahap sebelumnya akan memperkaya cara pandang terhadap keterkaitan antar konsep dan prinsip tersebut. Wawasan tersebut juga akan memberi gambaran keterkaitan yang jelas antara konsep/prinsip sain dengan spektrum terapannya dalam kehidupan.
Untuk memperkaya tahap ini, guru dapat mengajak peserta didik untuk berdiskusi tentang kemungkinan penerapan konsep/prinsip baru yang dipelajari pada konteks selain isu atau masalah yang diangkat pada pembelajaran berbasis SETS ini. Pengayaan ini akan memberi kemampuan kepada peserta didik untuk menerapkan suatu prinsip pada situasi yang berbeda.
7. Perangkuman: merangkum kompetensi yang seharusnya telah dimiliki peserta didik, termasuk kemampuan menerapkannya pada kasus tertentu
Akhirnya, guru atau peserta didik dapat merangkumkan hasil pembelajaran bervisi SETS yang telah dilakukan. Lewat tahap perangkuman ini, ditegaskan berbagai kompetensi dasar yang telah dimiliki peserta didik, dan wawasan terapan yang telah dimiliki. Tahap ini harus dilaksanakan dengan tujuan meningkatkan kepercayaan diri peserta didik dalam mempelajari sesuatu yang baru, dan dalam memecahkan atau me-mahami masalah yang relevan dengan kehidupannya.
Alternatif lainnya dalam pelaksanaan pembelajaran SETS adalah dengan menggunakan metode siklus. Siklus pembelajaran bervisi SETS dapat dilakukan melalui kegiatan yang terdiri atas lima tahap kegiatan untuk setiap pokok bahasan atau kompetensi dasar, sebagai berikut:
(3)
Model Kurikulum yang Mmenerapkan Visi SETS 1. Tantangan (Challenge)
Tahapan tantangan merupakan proses untuk melihat permasalahan lingkungan yang terkait dengan materi yang dibahas dan tujuan pencapaian kompetensi dasar sesuai dengan indikator yang ditetapkan. Pada bagian ini peserta didik diminta untuk membaca sinopsis yang membawa mereka pada tujuan dari siklus kegiatan tersebut. Diakhir sinopsis ini ada beberapa pertanyaan yang harus dijawab peserta pada lembar kegiatan pemikiran awal (Initial Thoughts)
2. Jawaban awal (Initial thoughts)
Tahap ini merupakan jawaban atas permasalahan yang diberikan dalam tahap tantangan
(Challenge). Jawaban merupakan hasil pemikiran individual peserta didik dari
pengetahuannya sendiri, yang tergantung pada keluasan dan kedalaman pengetahuan dan pengalaman peserta dalam kegiatannya sehari-hari dan pandangan peserta didik ke depan.
3. Sumber (Resources)
Pada tahap ini peserta didik diuji berpikir kritisnya dan ketrampilan membacanya, dengan membaca sumber-sumber yang diberikan yang terkait langsung dengan masalah yang diberikan pada tahap tantangan (Challenge) atau hanya sebagai pendukung yang dapat membawa peserta didik pada pemikiran-pemikiran baru untuk
Sumber Informasi Revisi
Jawaban Kerja
Kelompok Jawaban
Awal Tantangan
(4)
Model Kurikulum yang Mmenerapkan Visi SETS
menjawab masalah-masalah pada tahap pertama. Pada kegiatan ini peserta diberikan dua macam sumber. Pertama berupa bahan bacaan yang diperoleh dari berbagai sumber, baik melalui CD SPM, maupun dari internet. Kedua berupa dialog langsung dengan guru sebagai fasilitator.
4. Revisi jawaban (Revised thinking)
Tahap ini masih merupakan kerja individual peserta didik yang merupakan respon atas sumber-sumber yang diperoleh dari tahap ketiga, baik dari sumber tertulis maupun dialog interaktif dengan guru atau fasilitator. Pada tahap ini peserta didik diberi kesempatan untuk memperbaiki hasil pemikiran awalnya pada tahap kedua. Pada tahap ini peserta didik diuji tingkat keterbukaan berpikirnya dengan mempertimbangkan masukan informasi tertulis, guru atau fasilitator pada tahap ketiga.
5. Kerja kelompok (Group work)
Setelah melakukan kegiatan individual, peserta didik diminta dalam kelompoknya untuk membandingkan hasil-hasil pemikirannya, dengan pemikiran kelompok. Dan diharapkan terdapat kesepakatan yang diwujudkan dalam hasil pemikiran kelompok untuk menjawab permasalah dalam tahap tantangan (Challenge). Hasil pemikiran kelompok ini selain dituliskan pada lembar kegiatan sendiri, juga diminta untuk dituliskan dalam kertas post it untuk ditempel pada bidang tempel yang telah disediakan. Kemudian setiap kelompok melakukan perbandingan antar pemikiran kelompok (Gallery Walk) dengan membaca hasil pemikiran kelompok lain. Fasilitator akan memberi kesempatan pada peserta didik untuk menuliskan dan menyampaikan hasil pemikiran seluruh kelompok jika dapat dilakukan, atau membuat membuat daftar keragaman berpikir kelompok sebagai hasil dari siklus kegiatan hari itu.
B. Peralihan Menuju Pembelajaran Bervisi SETS
Karena pembelajaran bervisi SETS akan terus berkembang, maka akan terus hadir berbagai pendekatan yang berbeda untuk meningkatkan efisiensi dan ketercapaian pembelajaran bervisi SETS. Pendekatan yang digunakan bisa amat beragam, dari mulai penyederhanaan terhadap tahap-tahap di atas untuk awal peralihan menuju pembelajaran berbasis SETS hingga penambahan tahap pengayaan dengan mengundang pakar yang berkompeten dalam bidang yang relevan dengan isu/masalah yang diangkat. Untuk yang terakhir ini, pakar diundang untuk turut berdiskusi dengan peserta didik setelah peserta didik mendapat pembekalan pemahaman konsep dan prinsip dasar yang diperlukan. Yang diharapkan adalah terciptanya suasana diskusi yang saling mengisi: peserta didik mendapat tambahan kompetensi dari pakar yang diundang, sebaliknya pakar tersebut bisa saja memperoleh gagasan-gagasan segar dari peserta didik.
Untuk mulai beralih menuju pembelajaran bervisi SETS, guru perlu merasa bebas untuk bereksperimen. Tahap-tahap di atas bisa disederhanakan, disesuaikan dengan keadaan yang dihadapi (peserta didik, prasarana, sumber belajar, dan lain-lain). Pada tingkatan yang paling sederhana, guru harus mengenal ciri minimal berikut yang membedakannya dari pembelajaran tradisional. Pembelajaran tradisional mulai dengan pembelajaran konsep dan prinsip, diikuti dengan contoh-contoh terapan, sedangkan pembelajaran yang baru ini memulai dengan isu atau masalah yang dekat dengan kehidupan peserta didik,
(5)
Model Kurikulum yang Mmenerapkan Visi SETS
diikuti dengan pembelajaran konsep dan prinsip, untuk akhirnya kembali ke isu/masalah untuk difahami atau dipecahkan dengan menerapkan konsep atau prinsip yang dipelajari. Pada keadaan dimana guru belum siap dengan pembelajaran bervisi SETS, guru bisa tetap mulai mengumpulkan gagasan isu atau masalah melalui peserta didik, yang dapat digunakan untuk pembelajaran SETS di kemudian hari. Tahap brainstorming ini bisa dengan pertanyaan sederhana kepada peserta didik tentang peristiwa atau isu apa saja yang menarik perhatiannya akhir-akhir ini, di lingkungan terdekatnya atau dalam berita, dan lain-lain. Untuk sedikit memperkaya isu/topik/masalah, bisa dilakukan diskusi kecil tentang beberapa isu tersebut. Guru bisa mencatat isu-isu yang kira-kira dapat digunakan untuk merancang pembelajaran berbasis SETS suatu saat nanti.
Akhirnya, tidak ada peralihan yang sempurna dari pembelajaran tradisional. Kita tidak mungkin menghadapi kondisi ideal dimana seluruh kompetensi dasar yang dituntut oleh kurikulum atau standar isi dapat ditumbuhkan melalui pembelajaran bervisi SETS. Guru perlu mencatat kompetensi apa saja yang telah ditumbuhkan lewat pembelajaran bervisi SETS, dan melakukan pembelajaran non-SETS untuk mencapai kompetensi-kompetensi dasar yang belum disentuh.
C. Implikasi
Implementasi model pembelajaran dengan menggunakan visi dan pendekatan SETS, menuntun peserta didik untuk mengaitkan konsep sain dengan unsur lain dalam SETS. Cara ini memungkinkan peserta didik memperoleh gambaran lebih jelas tentang keterkaitan konsep tersebut dengan unsur lain dalam SETS, baik dalam bentuk kelebihan ataupun kekurangannya.
Setiap peserta didik memiliki kemampuan dasar berbeda-beda, melalui penerapan konstruktivisme peserta didik dapat melakukan pembelajaran dari berbagai titik awal yang mereka kenal dekat dengan konsep sain yang akan dipelajari. Model pembelajaran bervisi dan berpendekatan SETS dengan sain sebagai titik awal yang disesuaikan dengan minat dan bakat peserta didik diharapkan mendorong keingintahuan dan memperkuat inisiatif peserta didik untuk mengaitkan dengan unsur-unsur SETS lainnya. Tanggung jawab pendidik yang terutama adalah tidak hanya sadar akan prinsip umum mengenai pengalaman belajar sain sesuai dengan kondisi lingkungan keseharian peserta didik, tetapi juga mengaitkan dengan teknologi, lingkungan, masyarakat yang terus berkembang untuk memperoleh pengalaman yang membawa ke arah pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan.
Implikasi terkait dengan penerapan model pembelajaran bervisi dan berpendekatan SETS adalah:
a. Diperlukan penurunan silabus mata pelajaran berdasarkan standar isi dan kompetensi yang bervisi dan berpendekatan SETS.
b. Diperlukan pengembangan perencanaan pembelajaran yang subjeknya bervisi dan berpendekatan SETS
c. Diperlukan pengembangan atau penyediaan bahan pembelajaran yang bervisi dan berpendekatan SETS.
(6)
Model Kurikulum yang Mmenerapkan Visi SETS
d. Diperlukan pengembangan instrumen penilaian bervisi dan berpendekatan SETS untuk pembelajaran topik pada subyek yang diperkenalkan.