fa transmedia edi 5 low rev3
EDISI 05 I 2016
20
Ragam Aspek
Pengelolaan
Transportasi Perkotaan
44
Pintu Gerbang
Kawasan Utara
Indonesia
66
Penanganan
Kemacetan
Ala Beijing
Kami Mendengar dan Melayani
Aktif 7 Hari 24 Jam
Layanan Informasi,
Keluhan dan Pengaduan
Jasa Transportasi
Hubungi :
Contact Center 151
Kementerian
Perhubungan
EDISI 05 I 2016
Menuju
Pengintegrasian
Transportasi
Perkotaan
EDITORIAL
EDISI 05 I 2016
20
44
Ragam Aspek
Pengelolaan
Transportasi Perkotaan
Pintu Gerbang
Kawasan Utara
Indonesia
66
Penanganan
Kemacetan
Ala Beijing
EDISI 05 I 2016
Menuju
Pengintegrasian
Transportasi
Perkotaan
Cover :
Proyek Pembangunan Terowongan
Mass Rapid Transit (MRT), Jakarta.
Foto : Novita Puspa
Integrasi
Antarmoda
Pembaca Budiman,
Majalah Kementerian Perhubungan
No.STT. No. 349 SK/Ditjen PPG/STT 1976
ISSN : 0853179X
PEMBINA :
Menteri Perhubungan RI
PENASEHAT :
Staf Khusus Menteri Perhubungan
Bidang Keterbukaan Informasi Publik
dan Organisasi Sosial
Sekretaris Jenderal Kementerian Perhubungan
Inspektur Jenderal Kementerian Perhubungan
Direktur Jenderal Perhubungan Darat
Direktur Jenderal Perhubungan Laut
Direktur Jenderal Perhubungan Udara
Direktur Jenderal Perkeretaapian
Kepala Badan Pengembangan SDM Perhubungan
Kepala Badan Litbang Perhubungan
Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek
PENANGGUNG JAWAB :
Hemi Pamuraharjo
PEMIMPIN REDAKSI :
Bambang Sutrisna
REDAKTUR PELAKSANA :
Tinitah S. Amrantasi
Muhammad Pamungkas
REDAKSI :
Franky Houtman Simatupang, Gatut Aribowo S,
Romauli Fransiska, Revi Yohana, Daniel Pietersz,
Yosephin Parsaulian, Muhammad Mifdhal,
R. Achmad Herdin, Hari Supriyono,
Hariyadi Dwi Putera H, Christanto Agung
TIM REDAKSI :
Andesrianta Rakhmad, Andung Bayumurti,
Prayogie, Syarifah Noor Hidayati
REDAKSI FOTO :
Muhamad Nurcholis, Okto Berbudi, Nur Fitrianto
Alfian, Chairudi Bharata Dharma, Abdullah Baraja,
Dyota Laksmi Tenerezza
ALAMAT REDAKSI :
Jl. Medan Merdeka Barat No.8, Jakarta Pusat
Telp. (021) 3504631, 3811308 Ext. 1122, 1419
Fax (021) 3504631, 3511809
K
onektivitas antarmoda perkotaan menjadi pilihan utama
penanganan kemacetan di kota-kota besar di Indonesia.
Penyelenggaraan transportasi perkotaan di Jakarta dan sekitarnya
sering menjadi bahan pertimbangan kota-kota lain untuk mengatasi
tantangan yang sama. Beragam kebijakan transportasi berbasis
BRT Trans Jakarta (busway) diikuti oleh kota-kota lain dengan
pembangunan serupa. Pun dengan rencana pengembangan MRT, LRT, dan jenis
angkutan massal berbasis rel lainnya.
Bagi kota Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek),
pengembangan angkutan umum massal perkotaan menjadi sebuah keharusan.
Pengintegrasian semua moda angkutan massal tersebut juga menjadi pilihan yang
sulit untuk diabaikan. Integrasi angkutan umum,-- termasuk penyatuan tarif semua
angkutan—akan memudahkan orang memanfaatkan angkutan umum dengan
pelayanan yang baik dan terjangkau (murah). Diharapkan dari pelayanan yang
baik, masyarakat bisa beralih dari kendaraan pribadi,-- baik mobil maupun sepeda
motor-- ke angkutan umum.
Pandangan inilah yang menjadi titik tolak sejumlah pemerintah daerah di Indonesia
untuk menetapkan kebijakan di bidang transportasi mereka. Selain Jakarta,
beberapa kota di Indonesia yang rencananya mengembangkan angkutan massal
yang terintegrasi satu sama lainnya ada di Surabaya dan sekitarnya, Bandung,
Medan, Semarang, Yogyakarta, Denpasar dan kota-kota lainnya. Konektivitas
pelayanan antarmoda di perkotaan terbukti berhasil mengatasi kepadatan lalulintas
di kota-kota besar Eropa dan Asia karena ledakan arus urbanisasi yang semakin
meningkat pesat.
Tantangan transportasi di daerah khusus Ibukota dan sekitarnya memang berat.
Mobilitas masyarakat di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi
membutuhkan transportasi massal yang terintegrasi secara baik.
Bagaimana bentuk pengembangan transportasi yang dijalankan untuk kawasan
Jabodetabek dan kota-kota lainnya di Indonesia? Pada edisi kelima Tahun 2016 ini,
Transmedia mengulas hal ihwal itu sebagai tema utama penulisan. Diharapkan ada
keberpihakan dari semua pihak ,-- baik Pemda, swasta, dan masyarakat luas,-terhadap upaya-upaya pengintegrasian antarmoda untuk semua kawasan perkotaan
di Tanah Air tercinta ini. Demikian pembaca, semoga bermanfaat. (*)
E-MAIL :
[email protected]
PENERBIT :
Kementerian Perhubungan RI
2016
EDISI 05
TRANSMEDIA
3
DAFTAR ISI
TRANSMEDIA I EDISI 05 I 2016
3
EDITORIAL
6
INFOGRAFIS
8
MATA
10
TRANS UTAMA
Menuju
Pengintegrasian Transportasi
Perkotaan
TRANS DARAT
TRANS LAUT
TRANS UDARA
TRANS PERKERETAAPIAN
18
Peningkatan Layanan
Transportasi Massal
22
26
30
20
Ragam Aspek
Pengelolaan
Transportasi Perkotaan
Deretan KRL di Jalur Stabling Dipo KRL Depok
Foto : Istimewa
4
TRANSMEDIA
EDISI 05
2016
Menggalang Dukungan
Bagi Poros Maritim
Dunia
Progres Positif Dunia
Penerbangan Nasional
Antisipasi Kemacetan di
Jalur Rel
KILAS BERITA
34
Fasilitas Terminal
Pulogebang Perlu
Ditambah
35
Juklak Tarif PNBP
Sektor Laut
Diterbitkan
Dua Kapal Pengamat
Perambuan
Dioperasikan
35
36
Pembangunan
LRT Palembang
Dipercepat
38
Tarif KRL Naik
39
Pelepasan Balon
Udara Harus Berizin
40
Memanfaatkan Jalur
Udara Selatan Jawa
41
KNKT Investigasi
Tenggelamnya Kapal
Pompong
42
Kontrak KA Perintis
Lintas Lubukalung
– Kayutanam
Ditandatangani
43
Penanganan Kargo
Perlu Ditingkatkan
TRANSPORTASI HIJAU
PERSPEKTIF
62
66
Bandara Ramah
Lingkungan
Penanganan
Kemacetan Ala Beijing
64
INTERNASIONAL
‘Surga’ Para Pesepeda
68
TRANS WISATA
Pulau Komodo, Menikmati Pesona Alam Liar
Tanah Timor
TEKNOLOGI
70
52
SENGGANG
Airbag Pelindung
Pejalan Kaki
72
Berimajinasi Dengan
Miniatur Kereta
SEJARAH
SEHAT
74
76
POTRET
Terpikat Keramahan & Kesederhanaan Bumi
Paguntaka
Jejak Tram Di Serambi
Mekah
2016
Menangkal Polusi
Dengan Masker
EDISI 05
TRANSMEDIA
5
INFOGRAFIS
JUMLAH PENDUDUK
31.077.315
& 24.897.391
JUMLAH KENDARAAN
JABODETABEK
KOTA TANGERANG
SELATAN
KOTA TANGERANG
DKI JAKARTA
10.075.300 Jiwa
13.084.372 Unit
4.399.595 Unit
1.543.209 Jiwa
206.122 Unit
63.874 Unit
2.047.105 Jiwa
629.441 Unit
133.360 Unit
KOTA BEKASI
3.122.698 Jiwa
1.044.530 Unit
165.431 Unit
KABUPATEN
TANGERANG
KABUPATEN BEKASI
3.370.594 Jiwa
765.553 Unit
328.223 Unit
2.523.032 Jiwa
1.050.000 Unit
450.000 Unit
KABUPATEN
TANGERANG
KOTA
TANGERANG
DKI JAKARTA
KOTA
BEKASI
KOTA
TANGERANG
SELATAN
KABUPATEN
BEKASI
KOTA
DEPOK
KOTA
BOGOR
6
KABUPATEN
BOGOR
KOTA DEPOK
KOTA BOGOR
KABUPATEN BOGOR
2.033.508 Jiwa
822.406 Unit
157.462 Unit
1.030.720 Jiwa
345.567 Unit
88.477 Unit
5.331.149 Jiwa
541.441 Unit
53.327 Unit
TRANSMEDIA
EDISI 05
2016
INFOGRAFIS
PENGEMBANGAN RUTE &
PENINGKATAN PELAYANAN PEMADU MODA
Hotel
Hotel
Borobudur Indonesia
Kempinski
Hotel
JW Mariot
Bandara
Soekarno Hatta
Hotel Mulia
Rawamangun
Mangga Dua Square
KABUPATEN
TANGERANG
Pulo Gebang
Karawaci Hatta
KOTA
TANGERANG
Pasar Modern HI
DKI JAKARTA
Bekasi Royal Class
Bekasi Timur
WTC Serpong
KOTA
BEKASI
KOTA
TANGERANG
SELATAN
KABUPATEN
BEKASI
KOTA
DEPOK
Cileungsi
Depok
KOTA
BOGOR
KABUPATEN
BOGOR
PENGEMBANGAN RUTE PEMADU RUTE
RUTE 1
SOETA - Sentra Kuningan
JW Mariot Hotel
Manhattan Hotel
Park Lane Jakarta
Hotel Grand Meila Jakarta
PENINGKATAN
PELAYANAN
PENGEMBANGAN ITS
Reader for Ticketing System
Drive Console
CCTV Camera
Wifi on Bus
LED Display
Voice Amplification for Information
KEMUDAHAN PROSES PERIJINAN
RUTE 2
SOETA - Semanggi
Hotel Mulia Jakarta
Riz Carlton Hotel
Crowne Plaza
RUTE 3
SOETA - Dukuh Atas
Intercontinental Mid Plaza
Sahid Jaya Jakarta
Le Meridien Hotel
Four Season Hotel
Hotel Shanri-La Jakarta
RUTE 4
SOETA - HI
Grand Hyatt Jakarta
Hotel Kempinski Jakarta
Hotel Sari Pan Pacific
Hotel Milenium
TERMINAL
JABODETABEK
Pulo Gadung (Kota Jakarta Timur)
Pulo Gebang (Kota Jakarta Timur)
Kalideres (Kota Jakarta Barat)
Pondok Cabe (Kota Tangsel)
Kp. Rambutan (Kota Jakarta Timur)
Jatijajar (Kabupaten Bogor)
Baranangsiang (Kota Bogor)
PANJANG JALAN
NASIONAL JABODETABEK
Grogol (Kota Jakarta Barat)
Muara Angke (Kota Jakarta Utara)
Tanjung Priok (Kota Jakarta Utara)
Rawamangun (Kota Jakarta Timur)
Pinang Ranti (Kota Jakarta Timur)
Cibinong (Kabupaten Bogor)
RENCANA PEMBANGUNAN TERMINAL
BUS SCEDULING
Cikarang Baru (Kabupaten Bekasi
Jati Asih (Kota Bekasi)
Bitung (Kabupaten Tangerang)
RUTE 5
SOETA - HI
Hotel Borobudur
Hotel Arya Duta Tugu Tani
Hotel Alila
DKI Jakarta
: 53 Km
Kota Tangerang +
Kota Tangsel + Kab. Tangerang : 81 Km
Kota Bekasi + Kab. Bekasi
: 43 Km
Kota Depok + Kota Bogor
+ Kab. Bogor
: 214 Km
TOTAL : 391 Km
Cibinong Baru (Kota Depok)
Tanah Baru (Kota Bogor)
2016
EDISI 05
TRANSMEDIA
7
MATA
1
2
8
TRANSMEDIA
EDISI 05
2016
MATA
3
4
1. Kapal-kapal
Speedboat
Penyeberangan
di Pelabuhan
Tengkayu 1 Kota Tarakan,
Kalimantan Utara
(Foto. Abdullah
Baraja).
2. Pesawat
Garuda Indonesia
edisi Retro
(Foto. Gatut).
3. Ruang Tunggu
Terminal Bis
Tirtonadi Solo
(Foto. Gatut)
4. Stasiun Palmerah Jakarta Selatan
(Foto. Abdullah
Baraja)
2016
EDISI 05
TRANSMEDIA
9
TRANS UTAMA
Menuju
Pengintegrasian
Transportasi
Perkotaan
Pemerintah kini tengah menggiatkan
pengembangan angkutan massal
di sejumlah kota aglomerasi. Selain
Jabodetabek, pengembangan angkutan
massal juga dikembangkan di
Gerbangkertasusila (Gresik, Bangkalan,
Surabaya, Mojokerto, Pasurian dan
Sidoarjo), Mebidang (Medan, Binjai dan
Deli Serdang), dan kota lainnya.
Selain pengembangan Bus Rapid
Transit (BRT), pemerintah juga
memprioritaskan pembangunan moda
angkutan massal berbasis rel,- Mass
Rapid Transit (MRT), Light Rail Train
(LRT) maupun Kereta Rel Listrik (KRL).
Dua moda angkutan massal
tersebut, kini menjadi pilihan utama
pengelolaan transportasi perkotaan.
Penyelenggaraan transportasi di
Jakarta dan sekitarnya sering menjadi
parameter pengembangan transportasi
nasional, meskipun hingga saat ini
belum juga maksimal.
Pembangunan Trans Jakarta (busway)
kini dapat ditemukan di Kota
Palembang, Jogja, Semarang, Solo, dan
Medan.
Bagi kota Jakarta, Bogor, Depok,
Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek),
pengembangan angkutan umum
1. Bis TransJakarta
2. Commuter Line
3. Pembangunan MRT
10
TRANSMEDIA
EDISI 05
2016
Tantangan transportasi di daerah
khusus Ibukota dan sekitarnya cukup
massal perkotaan menjadi sebuah
keharusan. Seiring perjalanan waktu,
pengintegrasian antarmoda juga
menjadi pilihan yang sulit untuk
diabaikan. Integrasi angkutan umum,- termasuk penyatuan tarif—akan
memudahkan orang memanfaatkan
sarana transportasi massal tersebut.
Dengan pelayanan yang baik dan
terjangkau (murah) diharapkan
masyarakat bisa beralih dari kendaraan
pribadi ke angkutan umum.
Pandangan inilah yang menjadi titik
tolak sejumlah pemerintah daerah di
Indonesia untuk menetapkan kebijakan
di bidang transportasi mereka. Selain
Jakarta, beberapa kota yang berencana
mengembangkan angkutan massal
yang terintegrasi diantaranya; Surabaya,
Bandung, Medan, Semarang, Jogjakarta,
dan Denpasar.
Konektivitas pelayanan antarmoda di
perkotaan terbukti berhasil mengatasi
kepadatan lalulintas di sejumlah kota
dunia seperti di Paris, London, Tokyo,
Seoul, dan beberapa kota lainnya.
Konektivitas transportasi berhasil
mengatasi kemacetan akibat ledakan
arus urbanisasi yang besar.
PENYELENGGARAAN TRANSPORTASI
PERKOTAAN DI JABODETABEK
Penanganan transportasi perkotaan
di Jabodetabek masih dipengaruhi
oleh kondisi masing-masing daerah
yang berbeda. Perbedaan baik dari
segi perencanaan, kemampuan
finansial, maupun kondisi infrastruktur
membutuhkan koordinasi yang
baik antara semua stakeholder
perhubungan. Koordinasi melibatkan
regulator dan operator maupun
sinergi antarpemerintah daerah.
Guna memenuhi kebutuhan tersebut,
pemerintah membentuk Badan
Foto : Anita
S
trategi pemerintah menangani
kemacetan di perkotaan
cukup beragam. Penyediaan
transportasi publik yang
memadai dan mampu mengangkut
penumpang dalam jumlah besar,
menjadi kebutuhan yang mendesak
diwujudkan.
Pengelola Transportasi Jabodetabek
(BPTJ) untuk mengatasi tantangan
transportasi di Jakarta dan sekitarnya,
agar layanan transportasi dapat
terintegrasi, terus menerus dan
tidak terkotak-kotak oleh wilayah
administrasi pemerintahan.
1
berat. Data BPTJ mengungkapkan
mobilitas masyarakat di wilayah Jakarta,
Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi
merupakan pergerakan ulang-alik
harian yang berjumlah sekitar 47,5 juta
perjalanan perhari dan tidak mengenal
batas wilayah pemerintahan. Dengan
penduduk yang mencapai 31 juta
jiwa, -- dan akan terus bertambah
setiap tahunnya,-- pembangunan
sistem transportasi di kawasan ini
memerlukan penanganan khusus. Bila
tidak, kapasitas infrastruktur transportasi
yang ada tak mampu mengimbangi laju
pertumbuhan penduduk yang cepat dari
tahun ke tahun.
Menurut Kepala BPTJ Elly A
Sinaga penanganan transportasi
se-Jabodetabek membutuhkan
pengembangan sistem transportasi
massal yang terintegrasi dengan baik
dan terus menerus (seamless).
Dalam rangka peningkatan layanan
transportasi yang lebih baik, maka
TRANS UTAMA
langkah utama pemerintah salah
satunya adalah sinkronisasi kebijakan
masing-masing daerah. Salah satu
contohnya, Pemerintah Kota Bekasi
perlu mendapatkan informasi yang
tepat terkait perlintasan jalur Light
Rail Transit (LRT) yang kini tengah
dibangun. Di titik-titik mana saja LRT
akan melintas, “pemerintah kota Bekasi
misalnya bisa membangun terminal
dengan sejumlah kepala daerah
terkait RITJ ini. Kepala BPTJ Elly Sinaga
melakukan roadshow dan berdiskusi
langsung dengan Wali Kota Bogor Bima
Arya, Wali Kota Depok Idris Abdul
Shomad, Wali Kota Bekasi Rahmat
Effendi, Bupati Tangerang Ahmed Zaki
Iskandar dan semua kepala daerah
lainnya secara bergantian. RITJ disusun
melibatkan masing-masing daerah agar
3
Foto : Abdullah
Foto : Istimewa
2
adanya beberapa usulan yang terkait
penyinergian kebijakan transportasi
perkotaan. Selain pengembangan
transportasi yang ramah lingkungan
seperti peningkatan penggunaan bio
fuel dan gas, pemerintah provinsi
DKI mengharapkan adanya rencana
penyatuan tarif antarmoda yang
terintegrasi. Pengintegrasian akan
menciptakan kemudahan dan biaya
atau trayek angkutan feeder yang
terintegrasi dengan LRT tersebut,”
ungkap Elly.
Guna mewujudkan sistem yang
terintegrasi, BPTJ kini tengah menyusun
rancangan Rencana Induk Transportasi
Jabodetabek (RITJ) yang akan ditetapkan
presiden dan menjadi panduan
pembangunan se-Jabodetabek .
ROADSHOW PENYUSUNAN RITJ
Sejak awal berdiri, BPTJ telah
melakukan roadshow ke semua
wilayah Jabodetabek untuk meminta
masukan dan saran terkait penyusunan
rancangan RITJ tersebut. Di dalam RITJ
tidak hanya mencantumkan rencana
pembangunan sarana dan prasarana
transportasi di masing-masing daerah
tetapi juga pengembangan integrasi
transportasi perkotaan, dan sistem
manajemen keselamatan.
Kepala Dinas Perhubungan Provinsi DKI
Jakarta, Adriansyah mengungkapkan
angkutan umum yang murah. Selain
itu perlunya penerapan tarif khusus
kendaraan pribadi di jalan utama
kota, tachograph sebagai pengukur
kecepatan sebagai upaya menekan
kecelakaan, dan penambahan fasilitas
pejalan kaki serta pengguna sepeda.
Beberapa hal penting yang menjadi
pembahasan rancangan RITJ adalah
pengembangan jaringan prasarana,
pengembangan sistem transportasi
berbasis jalan dan rel, serta manajemen
rekayasa dan pengawasan lalu
lintas. Dari RITJ ini kebijakan terkait
pembangunan transportasi bisa sejalan
dan memudahkan masyarakat dengan
ketersediaan jaringan angkutan massal
yang cepat, murah, dan memenuhi
standar keselamatan, maupun
kenyamanan. Beberapa daerah
lain seperti Bekasi dan Bogor, juga
mencantumkan pembangunan terminal
dan angkutan feeder dalam Rencana
Induk Transportasi Jabodetabek itu.
BPTJ telah mengintensifkan komunikasi
rancangan pengintegrasian program
transportasi se-Jabodetabek mendapat
dukungan dari mereka.
LANGKAH STRATEGIS
PENGINTEGRASIAN ANTARMODA
Salah satu langkah penting bagi
pengintegrasian wilayah Jabodetabek
adalah optimalisasi jalan nasional agar
terjalin konektivitas antarkota. Rencana
ini dilakukan untuk menciptakan
sistem transportasi Jabodetabek yang
terintegrasi melalui akses jalan nasional
dan mewujudkan Jabodetabek menjadi
satu kota.
Langkah lain dari penanganan
kemacetan lalulintas di ruas jalan
utama ibukota dan daerah sekitar
Jakarta adalah rencana pengembangan
Transjabodetabek Ekspres. Program BPTJ
ini untuk mengatasi kemacetan di jalur
Jakarta – Bogor dan beberapa jalur lintas
lain keluar perbatasan Jakarta. BPTJ
telah menyiapkan sarana transportasi
berbasis BRT (Bus Rapid Transit)
2016
EDISI 05
TRANSMEDIA
11
TRANS UTAMA
Rendahnya
penggunaan angkutan
massal menyebabkan
tingkat kemacetan
perkotaan semakin
tinggi, khususnya
penggunaan sepeda
motor.
tersebut dan akan memperbanyak
jumlahnya untuk menampung tingginya
permintaan dari warga kawasan
permukiman. (lihat gambar 4)
Target dari pengembangan jalur bis
Transjabodetabek Ekspres yang akan
melalui jalan tol tersebut adalah para
pengguna mobil pribadi. Mereka
diharapkan bisa beralih ke angkutan
umum dan kemacetan di ruas-ruas jalan
menuju dan dari ibu kota bisa dikurangi.
Rencana BPTJ lainnya, terkait
pengintegrasian antarmoda
akan dilakukan di simpul-simpul
pengintegrasian yang ada di terminal
terpadu antarmoda di Sudirman /
Dukuh Atas, Manggarai, Cawang dan
Kampung Rambutan.
semua jenis angkutan di ibukota dan
sekitarnya. Selama ini pemanfaatan
angkutan massal perkotaan BRT
baru mencapai 2-3 persen, dan KRL
Jabodetabek hanya sekitar 3-4 persen.
Persentase terbesar alat transportasi di
perkotaan adalah pengguna sepeda
motor yang mencapai 18,4 juta unit
(75%), dan pengguna kendaraan pribadi
(mobil) sekitar 5,8 juta unit (23%).
alokasi anggaran untuk pengembangan
sistem transportasi yang baik. Anggaran
untuk transportasi di daerah-daerah
itu, kata Elly, jauh dibawah alokasi
anggaran pembangunan transportasi
Provinsi Jakarta. Tanpa ada perhatian
dan koordinasi lintas wilayah, maka
potensi terjadinya kemacetan parah di
daerah-daerah penyangga ibukota bakal
semakin tidak teratasi.
Persentase pengguna angkutan umum
ini tergolong kecil jika dibandingkan
dengan pemanfaatan angkutan umum
di kota-kota besar Eropa dan kotakota maju lainnya di Asia. Sebagai
perbandingan, penggunaan angkutan
umum di kota Paris mencapai 62% dan
Tokyo Jepang (51%). (lihat gambar 6
dan 7)
TANTANGAN TRANSPORTASI
PERKOTAAN
Penerimaan rancangan RITJ yang
disusun BPTJ oleh masing-masing
kepala daerah menunjukkan bukti
adanya keinginan daerah untuk
mengikuti kebijakan pemerintah
pusat. Selama ini perencanaan sistem
transportasi yang terpisah-pisah antara
daerah satu dengan lainnya, dianggap
tidak efektif dan justru menimbulkan
tingkat kemacetan di Jabodetabek sulit
diatasi.
Rendahnya penggunaan angkutan
massal menyebabkan tingkat
kemacetan perkotaan semakin tinggi,
khususnya penggunaan sepeda
motor. Pemerintah terus bertekad
meningkatkan kapasitas angkutan bis
dan KA untuk memenuhi kebutuhan
perjalanan (travel demand) masyarakat.
Bagi daerah, keberadaan sarana dan
prasarana transportasi yang terintegrasi
menjadi harapan semua pihak.
Umumnya daerah di sekitar Jakarta
menghadapi tantangan terbatasnya
Terminal terpadu antarmoda di
Sudirman / Dukuh Atas akan
mengintegrasikan stasiun MRT Dukuh
Atas, Stasiun KA Bandara Sudirman,
Stasiun KRL Sudirman, dan Halte
Busway Dukuh Atas. Sementara
terminal terpadu antarmoda di Cawang
akan menyatukan halte busway, stasiun
LRT, stasiun KRL dan KA Bandara.
Sedangkan, terminal terpadu antarmoda
di Manggarai bakal menghubungkan
terminal tipe B Manggarai, stasiun KA
Bandara dan angkutan KRL. Pun dengan
Terminal Kampung Rambutan yang
mengintegrasikan terminal dengan
stasiun Light Rail Transit (LRT). (lihat
gambar 5)
Pengintegrasian antarmoda ini akan
memberi kemudahan masyarakat
dalam bertransportasi. Ada harapan
peningkatan pelayanan transportasi
memiliki korelasi positif bagi
penggunaan angkutan massal yang
ditargetkan mencapai 60 persen dari
12
TRANSMEDIA
EDISI 05
2016
4
Garis biru : jalur transjakarta ekspres
Anggota Dewan Transportasi Kota
Jakarta (DTKJ) yang pernah menjabat
Direktur Jenderal Perhubungan Darat
Kementerian Perhubungan Iskandar
Abubakar menilai kemacetan lalulintas
di sejumlah ruas jalan di Jabodetabek
sudah tergolong parah. Rata-rata laju
kendaraan pada jam-jam sibuk sudah
berada di bawah 7 km/jam. “Ini
TRANS UTAMA
Kementerian Perhubungan
Republik Indoneisa
TERMINAL TERPADU
ANTAR MODA
PARIS (Paris et Petite Couronne)
Population : 6.5 million
Land Area : 762 km2
Mode Share in Paris et Petite Couronne
Public
Transport
Private
Transport
62%
32%
Mode Share:
Based on the number of journeys by
main mode of transport. It includes all
modes for all purposes. Mass transit
constitutes 62% of all journeys.
4%
Data Sources:
1%
Walk
Cycle
National Transport Survey 2008 (in French only,
Enquete Nationale Transport et Deplacement)
Taxi
Mode Share in Tokyo 23 Ward
TOKYO (Tokyo 23 Ward)3
Population : 8.8 million
Land Area : 622 km2
Sudirman / Dukuh Atas
Stasiun MRT Dukuh Atas
Stasiun KA Bandara Sudirman
Stasiun CL Sudirman
Halte Dukuh Atas 2
Manggarai
Terminal Tipe B Manggarai
Stasiun CL Manggarai
Stasiun KA Bandara Manggarai
Cawang
Halte Bis Cawang BNN
Halte Bis Cawang Otista
Halte Bis Cawang Ciliwung
Stasiun KA Bandara Cawang
Stasiun LRT Cawang
Stasiun CL Cawang
Kampung Rambutan
Terminal Kampung Rambutan
Stasiun LRT Kampung Rambutan
5
membutuhkan penanganan khusus agar
sistem transportasi di Jabodetabek tidak
collaps (runtuh),” ungkapnya dalam
diskusi terbatas dengan Transmedia di
Jakarta, beberapa waktu lalu.
Langkah awal untuk menanggulangi
kemacetan yang parah salah satunya
dengan menerapkan tarif yang tinggi
bagi pengguna kendaraan pribadi
di ruas-ruas jalan tertentu. Cara ini
cukup efektif mengurangi penggunaan
kendaraan pribadi di jalan-jalan
utama dan sudah terbukti berhasil di
kota-kota modern di Eropa dan Asia.
Congestion Charge atau penerapan tarif
yang tinggi bagi pemakai kendaraan
pribadi di Kota London sebagai contoh,
membuat pemilik berfikir ulang untuk
menggunakan kendaraan pribadi
mereka ke tengah kota. Masyarakat
akhirnya lebih memilih angkutan
umum. Kebijakan serupa berjalan baik
di kota-kota lainnya seperti di Jepang
dan Singapura. “Orang akan berfikir
dua kali jika dibebani dengan biaya
1%
6
Cycle
Private
Transport
14%
12%
Mode Share:
Based on the number of journeys by
main mode of transport. It includes all
modes for all purposes. Mass transit
constitutes 51% of all journeys.
Bus
3%
Walk
23%
Rail
48%
Data Sources:
Tokyo Statistical Yearbook 2009, Japan
Tokyo Metropolitan Area Travel Survwy 2008
transportasi yang tinggi,” kata Iskandar.
Hal serupa diberlakukan di Singapura
dengan sistem ERP (Electronic Road
Pricing).
Langkah kedua, memberi pilihan
pelayanan angkutan massal yang
optimal sebagai alternatif dari penerapan
tarif yang tinggi itu. Pelayanan angkutan
umum yang cepat, murah dan nyaman
akan menjadi primadona masyarakat
dan ini akan mengalihkan penggunaan
angkutan pribadi ke angkutan umum.
Pemerintah mesti membangun sarana
transportasi memadai yang memenuhi
standar pelayanan minimum agar ketiga
aspek pelayanan tersebut ,-- yang
mencakup kecepatan, keterjangkauan
(murah) dan kenyamanan -- bisa
menarik minat para pengguna
kendaraan pribadi secara masif.
Selain itu, menurut Iskandar,
peningkatan pelayanan angkutan
umum juga mencakup kemudahan
akses pada angkutan, kecepatan transit
atau pindah antarmoda di terminal/
stasiun tertentu, dan ketersediaan
feeder atau angkutan pengumpan di
awal maupun akhir perjalanan. Semua
aspek harus terbangun dalam satu
pelayanan yang terpadu dan tidak bisa
mengabaikan salah satunya.
Iskandar mencontohkan, keberadaan
BRT Trans Jakarta yang dianggapnya
7
akan berhasil adalah jalur busway
jurusan Ciledug. Ini karena kecepatan
bis transjakarta yang melalui jalur itu
rata-rata jauh diatas laju kendaraan
pribadi yang terjebak kemacetan
parah. Kemacetan lalulintas di jalan
arah Cileduk pada jam-jam sibuk
mengalihkan orang pada angkutan
busway yang lebih lancar.
Namun, jika kecepatan perjalanan bis
transjakarta lebih lambat dari kendaraan
pribadi, maka orang akan tetap
bertahan menggunakan mobil pribadi
meski secara ekonomi berbiaya tinggi.
“Pelayanan BRT harus lebih cepat dan
nyaman. Pemilik mobil lebih memilih
kecepatan untuk sampai tujuan,
apalagi jika pelayanan angkutan umum
tidak nyaman tentu akan semakin
ditinggalkan.
Peningkatan pelayanan angkutan
massal untuk Jakarta, bisa dilakukan
dengan menciptakan sistem
perpindahan moda yang cepat dan
berdekatan. Jika fasilitas tempat transit
antara satu moda ke moda lain berjarak
cukup jauh, maka pelayanan kepada
penumpang juga tidak optimal.
4. Peta jalur transjakarta ekspres
5. Terminal Terpadu Antar Moda
6. Tabel Presentase pengguna angkutan umum di Paris
7. Tabel Presentase pengguna angkutan umum di Tokyo
2016
EDISI 05
TRANSMEDIA
13
TRANS UTAMA
Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
Organisasi Angkutan Darat Organda
DKI Jakarta Shafruhan Sinungan
menyatakan mendukung kebijakan
pemerintah yang akan menerapkan
pengintegrasian antarmoda dan
penyatuan tarif angkutan. Organda
mengharapkan Badan Pengelola
Transportasi Jabodetabek (BPTJ)
dapat mendorong kebijakan integrasi
antarmoda transportasi di seluruh
wilayah Jabodetabek.
Salah satu langkah yang perlu diambil
adalah dengan membangun terminal
besar di daerah-daerah perbatasan
sebagai lokasi bagi masyarakat untuk
mendapatkan moda lanjutan. Dia juga
berharap dinas perhubungan masingmasing daerah dapat berkomunikasi
secara intensif agar kebijakan
antardaerah terkait standarisasi
angkutan transportasi yang selama
ini berbeda dapat disatukan dalam
keputusan yang terpadu.
SISTEM TRANSPORTASI PERKOTAAN
SURAKARTA
Salah satu keberhasilan pengembangan
jaringan angkutan umum yang terpadu
ada di Kota Surakarta. Pengembangan
sistem transportasi perkotaan berbasis
BRT, menyediakan angkutan umum
massal yang murah, cepat dan nyaman
untuk warga kota. Pemerintah Kota Solo
menunjukkan bagaimana pembangunan
transportasi perkotaan mampu memberi
pelayanan yang baik kepada masyarakat.
Khususnya pembangunan integrasi
multimoda yang melibatkan angkutan
kota, bis kota, kereta api dan bandara.
kota. Untuk mewadahi para pelaku
transportasi swasta tersebut, dibentuklah
Konsorsium Bis Kota dan Koperasi yang
beranggotakan para pemilik angkutan
kota. Mereka inilah yang nantinya
mengoperasikan moda angkutan
perkotaan melewati badan hukum PT
BST dan Koperasi BST.
Kepala Dinas Perhubungan Kota Solo,
Yosca Herman Soedradjad, kepada
Transmedia, mengungkapkan dengan
keterlibatan para pengusaha transportasi
lokal, maka partisipasi dan pengalaman
para pengusaha angkutan itu akan
membantu menghidupkan sistem
transportasi yang baik.
Pertimbangan pada aspek sosial dan
ekonomi lokal itulah, maka Pemerintah
Kota Solo tidak memaksakan kebijakan
yang mematikan ekonomi lokal.
Pengusaha angkutan bis dan angkutan
kota tetap dilibatkan. Begitu pun dengan
Foto : Abdullah
Kebijakan pembangunan transportasi
perkotaan kini lebih memprioritaskan
terjalinnya konektivitas antarmoda.
Integrasi moda darat dan moda angkutan
kereta api, serta keterhubungan ke
pelabuhan dan bandara, menciptakan
banyak kemudahan. Konektivitas
antarmoda angkutan di kawasan
perkotaan akan menekan biaya
transportasi jauh lebih murah.
Untuk mengoperasikan bis Batik
Solo Trans (BST) pemerintah kota
Solo melibatkan peran pemilik bis
perseroan (PO) dan pemilik angkutan
1. Aktivitas penumpang Bis TransJakarta
2. Aktivitas penumpang Commuter Line
Tanpa keterlibatan para pengusaha
angkutan itu, proyek transportasi bisa
kurang optimal. Dengan keterlibatan
TRANSMEDIA
EDISI 05
2016
Jika ada bantuan dua armada bis,
maka dengan pengelolaan yang
benar bantuan tersebut dapat menjadi
stimulan bagi daerah untuk dapat terus
menambah jumlah armada yang ada.
Konsorsium merupakan bentuk
kerjasama antarpemilik angkutan yang
membentuk sebuah perusahaan yang
berbadan hukum. Melalui perusahaan
ini, pengelolaan transportasi perkotaan
bisa dilakukan dengan sistem
manajemen yang profesional. Salah
satunya, penerapan sistem gaji bulanan
untuk para pengemudi angkutan
sebagai pengganti sistem setoran.
Pembayaran tiket pun akan
memudahkan penumpang, yakni
8
pembangunan Terminal. Pemkot
Surakarta tidak melakukan relokasi
terminal Tirtonadi yang berada di
tengah kota bergeser ke pinggiran kota.
Pengoperasian bis kota yang terintegrasi
dengan angkutan kota yang tertata
dalam satu manajemen transportasi juga
melibatkan pelaku usaha transportasi
lokal dengan baik. Sehingga para pelaku
usaha lokal tidak mati, merekalah yang
akan melanjutkan sistem transportasi itu
ke depan.
14
pelaku lokal dalam pembangunan maka
setiap ada bantuan dari pemerintah
pusat, bisa berkembang dengan baik
pula.
dengan sistem smart card di bis (on
bus). Peningkatan pelayanan juga
terlihat dari fasilitas penyejuk udara
(Air Conditioner/AC) di semua bis dan
jadwal yang tetap setiap 10 menit.
Disamping itu BST memiliki rute trayek
yang saling berintegrasi, kondisi bis
yang terstandarisasi sehingga standar
keselamatan dan pelayanan minimal
bisa terpenuhi. Masyarakat Solo
merasakan keselamatan, keamanan,
dan kenyamanan dalam bertransportasi
di dalam kota. Integrasi antarmoda dan
kemudahan akses halte BST ke terminal
dan stasiun pun memudahkan mereka
bepergian keluar kota.
TRANS UTAMA
Integrasi BST dengan angkutan bis jarak
jauh dilakukan di terminal Tirtonadi Solo.
Terminal Tirtonadi yang merupakan
terminal tipe A itu kini telah menjadi
salah satu pilot project pembangunan
terminal ideal di Indonesia. Selain
melayani angkutan bis antarkota
antarpropinsi (AKAP), Terminal Tirtonadi
merupakan salah satu simpul integrasi
antara BST dengan angkutan kota
mikrolet dan rencananya terintegrasi
dengan Stasiun Balapan Solo.
dilakukan dengan penyusunan master
plan yang baik. Rencananya, integrasi
dilakukan dengan menghubungkan
antara jalur BRT dari barat dan timur
kota dengan jalur rel dari selatan dan
utara yang menggunakan trem dan
monorel. Titik simpul pertemuan ke
empat jalur tersebut ada di empat titik
integrasi.
Diantaranya, di Terminal Purabaya
(Bungurasih), Stasiun Wonokromo
dengan Terminal Joyoboyo dan Stasiun
Pasar Turi di Utara serta Terminal
Bratang di Timur. Beberapa ruas jalur
BRT dihubungkan dengan halte-halte
khusus yang juga terhubung dengan
jalur trem, monorel dan angkutan kota.
Selain integrasi dengan stasiun kereta
jarak jauh, jaringan bus kota BST juga
melayani angkutan umum ke bandara.
Hanya saja, harga tiket penumpang
menuju bandara lebih mahal karena
pertimbangan jarak yang relatif jauh.
Kendati demikian, BST yang telah
terintegrasi ke bandara tetap menjadi
pilihan terbaik masyarakat. Dengan
harga sekitar Rp 20 ribu per orang dari
pusat kota, maka harga tiket tersebut
Konsep pengembangan menurut Kepala
Badan Perencanaan Pembangunan Kota
(Bappeko) Surabaya, Agus Imam Sonhaji,
lebih mengutamakan angkutan massal
berbasis rel. Seperti halnya Jakarta
dan Solo, rencana pembangunan BRT
melibatkan pelaku usaha angkutan lokal,
sehingga mereka tidak tersisihkan.
Foto : Abdullah
9
jauh lebih murah jika penumpang
menggunakan angkutan taksi yang
rata-rata mencapai Rp 75 ribu per orang
/ perjalanan dari pusat kota ke Bandara
Adi Sumarmo Solo. Kecuali, jika naik
taksi bersama tiga atau empat orang,
maka pilihan taksi tentu lebih murah.
INTEGRASI ANTARMODA KOTA
SURABAYA
Pengintegrasian antarmoda merupakan
kebijakan pilihan kota terbesar kedua
di Indonesia, Surabaya. Seperti halnya
di Jabodetabek, model pengintegrasian
antara jalur bis kota dan angkutan
massal berbasis rel di Surabaya
Untuk pengembangan jalur rel,
Pemkot Surabaya menyiapkan dua
jalur yang akan dilewati monorel
dan trem. Pembangunan trem yang
melintasi pusat kota pahlawan itu,
merupakan bagian dari program untuk
menghidupkan kembali jalur trem
peninggalan Belanda. Jika terwujud,
maka Surabaya adalah satu-satunya
kota yang akan memiliki moda
angkutan trem di Indonesia. Konsep
pengembangan transportasi antarmoda
di Surabaya, menunjukkan sisi lain
dari kerjasama yang sinergis antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Kota.
Karakteristik Kota Surabaya lebih
sesuai dengan moda angkutan massal
berbasis rel di samping BRT. Tak
beda dengan Kota Solo dan Jakarta,
jaringan transportasi berbasis rel akan
diintegrasikan dengan jalur kereta api
jarak jauh. Ada dua jalur kereta api
jarak jauh di Surabaya, yakni angkutan
kereta api lewat jalur selatan, yang
menghubungkan jalur Surabaya-Jakarta.
Jalur ini berangkat dari Stasiun Gubeng.
Dan kedua, jalur kereta api SurabayaJakarta dan Surabaya-Banyuwangi yang
berangkat dari Stasiun Pasar Turi.
Salah satu strategi kota Surabaya
mengatasi kemacetan dilakukan dengan
Selain integrasi
dengan stasiun
kereta jarak jauh,
jaringan bus kota
BST juga melayani
angkutan umum ke
bandara.
rencana pembukaan dua jalur bis BRT
yang keduanya tersambung dengan dua
jalur rel kereta yakni monorel dan trem
dari arah selatan.
Sementara untuk jalur kereta jarak
jauh terhubung dengan stasiun
Gubeng maupun Stasiun Wonokromo.
Di dua stasiun itu, nantinya BRT juga
tersambung dengan pembangunan
halte dan terminal yang berlokasi
berdekatan. Dengan begitu, masyarakat
bisa memiliki kemudahan untuk akses
transportasi ke mana pun arahnya,
dan terlayani dengan semua moda
angkutan, mulai angkutan feeder yang
berasal dari pinggiran kota kemudian
BRT di jalur tengah kota dan kedua
jalur rel yang bertemu pada titik-titik
tertentu.
Sistem pelayanan ini akan mampu
memangkas biaya transportasi menjadi
sangat murah. Surabaya dengan
jumlah penduduk yang mencapai
sekitar 3 juta jiwa lebih dan dengan
luas kota sekitar 29.000 ha, berpotensi
mengalami kemacetan parah. Namun,
dengan perencanaan pengelolaan
transportasi yang baik, maka ancaman
tersebut bisa diantisipasi sejak dini.
Dengan adanya perencanaan yang baik,
maka harapan terselenggaranya sistem
transportasi massal yang terintegrasi
bisa diwujudkan. Pelayanan yang baik
bertolak dari sistem pengintegrasian
antarmoda yang mampu menampung
tingginya jumlah penumpang akan
kebutuhan mobilitas penduduk yang
mencakup seluruh kawasan perkotaan
baik di Jabodetabek, Gerbangkertasusila
(Gresik, Bangkalan, Mojokerto,
Surabaya, Sidoarjo dan Pasuruan), dan
kota-kota besar lainnya di Indonesia. (*)
2016
EDISI 05
TRANSMEDIA
15
TRANS UTAMA
Kuncinya:
Me-manage
Orang
Kapala Badan Pengelola
Transportasi Jabodetabek (BPTJ)
Elly Adriani Sinaga
Kemacetan di Jakarta, Bogor,
Depok, Tangerang, dan Bekasi
(Jabodetabek) membutuhkan
penanganan yang terpadu.
Tantangan Badan Pengelola
Transportasi Jabodetabek
(BPTJ),-- yang berperan
mengelola dan meningkatkan
pelayanan transportasi
secara terintegrasi di wilayah
Jabodetabek,-- cukup besar.
Kemacetan di semua wilayah
sudah masuk kategori
parah. Kondisi itu dipicu
oleh tingginya penggunaan
kendaraan pribadi baik
mobil dan sepeda motor.
Tercatat, laju perjalanan seJabodetabek yang mencapai
47,5 juta orang per hari. Dari
jumlah tersebut, hanya 16%
saja yang menggunakan
angkutan umum.
Lalu, bagaimana strategi
BPTJ mengatasi kondisi
tersebut? Berikut petikan
wawancara Transmedia (TM)
dengan Kepala BPTJ Elly
Adriani Sinaga (EAS) yang
juga mantan Kepala Badan
Litbang Perhubungan ini.
16
TRANSMEDIA
EDISI 05
2016
masyarakat semua. Ada beberapa
contoh di beberapa daerah yang
membutuhkan perhatian pemerintah.
Seperti perlunya pengembangan jalur
khusus untuk menghubungkan antara
terminal dan stasiun yang berjarak
tidak lebih dari 500 meter. Akan
tetapi daerah tidak memiliki anggaran
sedikitpun. Akhirnya rencana itu
sulit diwujudkan. Kemacetan
masih terjadi di pintu
keluar terminal
dan stasiun yang
bersangkutan.
Nah, hal seperti
inilah yang
membutuhkan
perhatian
bersama.
TM : Apa
saja langkah
BPTJ mengurai
kemacetan di wilayah
ibukota dan sekitarnya?
EAS : Langkah awal tentunya
membangun jaringan jalan yang
terkoneksi dan terstandarisasi. Kita
fokus pada jaringan jalan yang banyak
sekali, dan itu yang kita satukan dulu.
Semua harus sesuai standar, termasuk
pelayanan angkutan umum juga standar.
Seperti pelayanan jalur Transjakarta,
harus ada jalur lanjutan ke masingmasing daerah di luar Jakarta. Jika tidak
ada kelanjutan track, maka waktu
perjalanan menjadi lama dan pelayanan
belum optimal. Oleh karena itu semua
jalan dan angkutan umum akan kita
standarisasi terlebih dulu agar tidak
berbeda beda di tiap-tiap daerah.
TM : Adakah
solusi terkait
pembiayaan
untuk programprogram pembangunan
transportasi di daerah
pinggiran ibu kota ?
EAS : Sebenarnya pengelolaan
transportasi perkotaan sudah diatur
dalam undang-undang. Di situ
dijelaskan, untuk angkutan perkotaan,
terbuka adanya pemberian subsidi
dari negara. Pemerintah bisa memiliki
tanggungjawab untuk menyediakan
infrastruktur transportasi baik sarana
dan prasarana secara memadai
demi kepentingan umum. Peran
pemerintah juga mengatasi kesenjangan
pembiayaan yang terjadi. Saat ini kan,
antara Jakarta dan luar Jakarta gap-nya
cukup lebar.
TM : Tantangan terkait upaya
standarisasi ini apa saja?
EAS : Ada banyak memang. Ini terkait
anggaran juga. Beberapa daerah
tidak memiliki anggaran cukup untuk
membangun infrastruktur transportasi.
Untuk membangun jalur busway
sepanjang 500 meter saja ada yang
tidak bisa. Ini karena memang tidak
semua daerah di Bodetabek memiliki
kemampuan yang sama. Bahkan,
apabila dibandingkan dengan Jakarta,
tentu jauh sekali perbedaannya.
Di situlah peran BPTJ yang baru dibentuk
beberapa waktu lalu. Peran pembiayaan
itu peran utama. Masalah pembiayaan
ini harus kita padukan, mengingat
semua pembangunan untuk peningkatan
pelayanan transportasi ini kan untuk
Bila daerah tidak sanggup membangun
infrastruktur yang dibutuhkan, maka
mereka bisa mengajukan kepada
Kementerian Perhubungan, sehingga
Kementerian Perhubungan yang akan
melaksanakan pembangunannya.
Hanya saja, daerah juga mesti memberi
kontribusi seperti penyediaan lahan.
Upaya melibatkan partisipasi pihak
swasta tetap diperlukan. Apalagi saat ini,
ada penghematan alokasi anggaran dari
APBN.
TM : Bagaimana bentuk
keterlibatan pihak swasta dalam
pembangunan transportasi yang
akan dilakukan?
EAS : Skema kerjasama dengan pihak
swasta maupun masyarakat pengguna
TRANS UTAMA
jasa harus berdasarkan prinsip saling
menguntungkan. Salah satu contoh
yang sudah berjalan adalah di Bekasi
yang melibatkan PT Summarecon untuk
pembangunan jembatan layang yang
berdekatan dengan stasiun kereta
api. Disitu ada jembatan bagus yang
dibangun Summarecon dan dengan
adanya jembatan itu akses masyarakat
permukiman di Bekasi Utara bisa lebih
terbuka.
Jadi pembangunan fasilitas jembatan
itu tidak hanya untuk kepentingan
Summarecon saja, tapi masyarakat
Bekasi ikut menikmati. Keterlibatan
masyarakat juga diharapkan menjadi
salah satu sumber pembiayaan
pembangunan transportasi. Ada
contoh bagus di Nagoya, Jepang yang
mengembangan guide bus untuk
mewadahi kebutuhan masyarakat
setempat. Angkutan feeder ini
memanfaatkan infrastruktur yang
terbatas dan masyarakat tidak
keberatan dengan biaya yang lebih
mahal. Angkutan ini penting untuk
mengintegrasikan dengan moda lain.
TM : Apakah konsep serupa bisa
diterapkan di Jabodetabek?
EAS : Tentu saja bisa dilakukan dengan
mempertimbangkan kondisi dan
kebutuhan masyarakat setempat. Dalam
kerangka itu pula, BPTJ kini tengah
mengupayakan pelayanan angkutan
massal berbasis BRT untuk menjangkau
daerah permukinan di kota-kota luar
Jakarta.
Hasil survei yang telah dilakukan,
masyarakat di kawasan Cibubur
menyatakan setuju untuk menggunakan
angkutan umum BRT Transjabodetabek
yang akan disediakan BPTJ meski dengan
tarif Rp 30 ribu sekali jalan.
Para pengguna kendaraan pribadi
(mobil) juga tidak keberatan dengan
biaya itu karena mereka menilai
perjalanan angkutan bis Tranjabodetabek
ini lebih cepat dibandingkan dengan
kendaraan pribadi yang sering terjebak
kemacetan di jalur Tol Cibubur - Jakarta.
Jika rencana ini berhasil, maka angkutan
BRT yang melintasi jalur khusus di
jalan tol Cibubur – Jakarta tersebut
bisa mengurangi kemacetan hingga
30 persen. Jalan tol juga mendapat
keuntungan karena semakin arus lalu
lintas lancar, pendapatan mereka
lebih besar. Logikanya, semakin macet
semakin tidak mendapat duit.
TM : Bagaimana merealisasikan
rencana strategis tersebut agar
semua pihak bisa mendukung
program Transjabodetabek ?
EAS : Untuk merealisasikannya, kini BPTJ
sedang membicarakan hal itu dengan
pihak terkait, terutama dengan Badan
Pengelola Jalan Tol (BPJT) yang berada
di bawah koordinasi Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat (PUPERA). Masing-masing pihak
sebenarnya bisa diuntungkan. Pengelola
jalan tol untung, masyarakat untung, dan
Pemerintah Daerah juga untung dengan
pelayanan yang baik. Jadi sebenarnya
kuncinya itu hanya perlu me-manage
orang saja.
Salah satu
jalan keluar
dari tantangan
transportasi
di Jabodetabek
adalah
integrasi.
Untuk hal teknis, dibutuhkan titik
perpindahan (transfer point) saja
di Cibubur dan Jakarta. Angkutan
busway tersebut harus memiliki time
schedule yang tepat waktu. Busway
Transjabodetabek bisa memanfaatkan
lajur jalan tol yang kosong. Pada pagi
hari, jalur dari Jakarta ke Cibubur, kosong.
Jalur ini bisa dipakai untuk busway.
Hanya saja, arus contra flow memang
bisa membahayakan perjalanan. Oleh
karena itu perlu pembangunan beton
pembatas, untuk jalur busway yang
akan melintasi tol. Di luar negeri, proses
pembangunan beton pembatas tersebut
bisa efektif dengan adanya mobil
khusus. Namun, di Indonesia belum
ada. BPTJ masih melakukan koordinasi
dengan berbagai pihak terkait, karena
institusi pengelola jalan tol itulah yang
memiliki kemampuan finansial yang
cukup.
TM : Bagaimana dukungan dari
pihak operator angkutan umum?
EAS : Dari pihak operator banyak
yang siap. Bahkan, mereka sudah
banyak yang mengajukan ijin trayek.
Bayangkan saja, dengan harga tiket
Rp 30-35 ribu dan para penumpang
tidak keberatan, hal itu jelas
menguntungkan. Oleh karena itu, BPTJ
akan mengkoordinasikan semuanya.
Termasuk bentuk pelayanan rute tetap
menjadi perhatian. Transjabodetabek
ini rencananya terintegrasi dengan bis
Transjakarta. Begitu masuk kota, mereka
masuk ke jalur busway Transjakarta.
Ada titik simpul yang memungkinkan
Transjabodetabek bisa overlaping
(menyalip) agar tidak terjadi kemacetan
di titik perpindahan. Semoga saja bisa
berhasil dalam waktu dekat ini.
TM : Apa tantangan lain terkait
pengembangan sistem transportasi
se-Jabodetabek ini dan langkah apa
saja yang akan ditempuh?
EAS : Memang banyak hal yang
perlu dilakukan terkait penanganan
kemacetan, koordinasi dengan semua
pihak, dan langkah mewujudkan sistem
transportasi yang terintegrasi. Target
BPTJ menjadikan Jabodetabek ini menjadi
satu kesatuan kota, dan tak lagi terpisah
oleh wilayah administratif masingmasing daerah.
Salah satu jalan keluar dari tantangan
transportasi di Jabodetabek adalah
integrasi. Oleh karena itu, yang harus
dipikirkan ke depannya adalah simpulsimpul seperti terminal – terlebih
terminal-terminal besar. Seperti integrasi
antara terminal dan stasiun di Dukuh
Atas yang akan ada LRT, MRT, kereta
listrik, Transjakarta, dan KA bandara.
Harus dibuatkan dulu konsep integrasi
terminal secara keseluruhan sehingga
memudahkan orang dari mana mau
ke mana. Dengan begitu mereka
akan mendapatkan kemudahan ketika
berpindah moda transportasi. Begitupun
dengan rencana pengintegrasian di
Terminal Manggarai, Cawang dan
Kampung Rambutan.
Semua berharap pengintegarasian
antarmoda bisa meningkatkan
pelayanan angkutan. Termasuk di
dalamnya memperhatikan kecepatan
sarana angkutan umum agar masyarakat
mau pindah dari angkutan pribadi.
Dukungan semua pihak, baik pemerintah
daerah, pihak swasta dan masyarakat
umum turut menentukan keberhasilan
pengembangan sistem transportasi yang
ideal di Jabodetabek ini. (*)
2016
EDISI 05
TRANSMEDIA
17
TRANS DARAT
Kementerian Perhubungan, melalui Badan Pengelola
Transportasi Jabodetabek tengah mempersiapkan
sejumlah jurus untuk meningkatkan kualitas pelayanan
transportasi massal di kawasan Jabodetabek.
R
encana pengintegrasian
tarif pembayaran angkutan
massal antarmoda
merupakan bagian tak
terpisahkan dari upaya
peningkatan pelayanan angkutan
massal perkotaan. Penyeragaman ini
diharapkan mampumenarik minat
masyarakat pengguna kendaraan
pribadi beralih ke angkutan umum.
Rancangan penyeragaman
tarifpembayaran angkutan massal yang
terintegrasi menjadi salah satu pilihan
kebijakan pemerintah dalam menyusun
rancangan Rencana Induk Transportasi
Jabodetabek (RITJ). Penyusunan RITJ
yang dilakukan Badan Pengelola
Transportasi Jabodetabek (BPTJ)
bersama-sama Pemerintah Kota dan
Kabupaten se-Jabodetabek ini, tentu
tidak mengabaikan perlunya kebijakan
pengintegrasian antarmoda yang
menjangkau hingga daerah-daerah
sekitaribukota.
Selain kereta listrik KRL, pengembangan
jaringan dan layanan Bus Rapid
Transit (BRT), Light Rail Transit (LRT)
maupun Mass Rapid Transit (MRT)
menjadi solusi terbaik penanganan
kemacetan di kawasan perkotaan.
Dengan pengintegrasian angkutan
massal antarmoda dan penyeragaman
tarif pembayaran,diharapkan dapat
meningkatkan kualitas layanan
1-2. TransJakarta
3. Fasilitas TransJakarta
18
TRANSMEDIA
EDISI 05
2016
Pengintegrasian tarif antarmoda (single
ticketing) lanjut Elly, akan menghapus
kompetisi diantara moda angkutan
umum. Kompetisi antar angkutan
umum, -- dengan ketentuan tarif yang
berbeda-beda –akan mengurangi minat
masyarakat pada sarana angkutan itu
secara masif.
APLIKASI PASSENGER INFORMATION
SYSTEM
Pelayanan dalam hal tarif akan
semakin baik dengan adanya aplikasi
Passenger Information System. Sistem
informasi untuk penumpang ini akan
memudahkan masyarakat mengetahui
Foto : Abdullah
Peningkatan
Layanan
Transportasi
Massal
bisa diberikan kepada angkutan umum
yang berbadan hukum tetap.
terhadap masyarakat.
Peningkatan pelayanan transportasi
perkotaan menurut Kepala BPTJ, Elly
Sinaga, mutlak dilakukan. Kebijakan
pemerintah terkait hal itu sebagai
pilihan untuk mengatasi tingginya
penggunaan kendaraan pribadi dan
tingginya kebutuhan perjalanan (travel
demand) masyarakat. “Penerapan
tarif tinggi bagi kendaraan pribadi dan
penyeragaman tarif semua angkutan
umum yang terintegrasi merupakan
alternatif terbaik untuk mengatasi
kemacetan yang parah,” ujar Elly.
Penyeragaman tarif bisa dilakukan
dengan penetapan berdasarkan wilayah
(zona). Sistem tarif yang diberlakukan
mesti mempertimbangkan zona khusus
dalam kota, maupun pinggiran dan luar
kota. Sebagai misal, untuk Jakarta bisa
diterapkan zona khusus di dalam kota
dengan ketentuan biaya berbeda dari
zona lainnya. Masyarakat yang ingin naik
moda angkutan apapun akan dikenakan
tarif sekitar Rp 3000 – Rp 3.500.
Salah satu tantangan dari penerapan
tarif tersebutadalah perlunya
pembentukan badan hukum bagi semua
sarana angkutan umum yang ada.
Hingga kini, sistem angkutan umum di
kota-kota maupun daerah lebih banyak
dimiliki perseorangan dan bukan
perusahaan. Dampaknya, pemerintah
akan menghadapi tantangan lebih
besar dalam memberikan subsidi tarif
angkutan umum tersebut, baik berupa
Public Service Obligation (PSO) atau
subsidi lainnya. Perludiketahui pula,
bahwa subsidi dalambentuk PSO hanya
1
rute perjalanan dan moda angkutan
yang tersedia pada rute tersebut,
sehingga para masyarakat akan memiliki
keleluasan memilih moda transportasi
massal sesuai kebutuhan mereka.
Kemudahan seperti ini sudah dilakukan
BPTJ dengan penerapan aplikasi
Passenger information System yang
diluncurkan BPTJ melalui kerjasama
dengan perusahaan multinasional
Google. “Melalui aplikasi yang dibuat
google, masyakat bisa mengakses
Transjakarta secara real time,”
tambahnya.
Penerapan aplikasi yang mendukung
sistem transportasi yang ideal bagi kota
Jabodetabek akan terus dilakukan. Saat
TRANS DARAT
2
program-program BPTJ yang diusulkan
di dalam RITJ.
Umumnya daerah di luar Jakarta
menghadapi tantangan minimnya
alokasi anggaran untuk pengembangan
sistem transportasi yang baik. Minimnya
pendanaan pembangunan angkutan
umum menyebabkan lalulintas di
Bodetabek kurang mendapat perhatian.
Anggaran untuk transportasi di daerahdaerah itu, kata Elly, jauh dibawah
alokasi anggaran pembangunan
transportasi Provinsi Jakarta. Tanpa ada
perhatian dan koordinasi lintas wilayah,
maka potensi terjadinya kemacetan
parah di daerah-daerah penyangga
ibukota bakal semakin tidak teratasi.
Penyelenggaraan transportasi di
Jabodetabek, memang membutuhkan
peran BPTJ yang bertanggung jawab
mengelola dan mengkoordinasikan
Foto : Abdullah
KERJA SAMA DENGAN BERBAGAI
PIHAK
Bagi daerah maupun kawasan
yang berada di sekitar kota Jakarta,
keberadaan sarana dan prasarana
transportasi yang terintegrasi menjadi
harapan baru yang pemenuhannya
sangat dinantikan. Masyarakat
menunggu kebijakan pengintegrasian
itu terwujud secepatnya. Ini terlihat dari
dukungan sebagian besar pemerintah
daerah dan kota se-Jabodetabek pada
Peran para kepala daerah itulah, yang
menjadi sumber energi dan semangat
bagi BPTJ untuk mengimplementasikan
program pengintegrasian sistem
transportasi se-Jabodetabek ke dalam
satu pengelolaan yang terpadu.
“Dukungan ini memberi harapan
optimisme agar Jabodetabek tidak lagi
dilihat sebagai daerah yang terpisah,
namun sebagai satu kesatuan kota
dengan satu sistem transportasi yang
terpadu,” tegas Elly.
DUKUNGAN DAERAH
Harapan terwujudnya sistem
transportasi yang terintegrasi dengan
pelayanan yang baik semakin besar
seiring dengan banyaknya dukungan
daerah kepada peran BPTJ untuk
mengatur transportasi di kawasan
aglomerasi Jabodetabek ini. Walikota
Bekasi Rahmat Effendi menyatakan
dukungannya terhadap Rencana Induk
Transportasi Jabodetabek (RITJ) yang
dilakukan Badan Pengelola Transportasi
Jabodetabek (BPTJ). RITJ menurut
Rahmat akan banyak memberikan
manfaat bagi kota Bekasi dalam
pengembangan transportasi ke depan.
Kepala BPTJ juga mengakui RITJ
diharapkan bisa menjadi acuan
pembangunan transportasi di
Jabodetabek sehingga memudahkan
masyarakat yang menetap di wilayah
penyangga Jakarta untuk menjangkau
Ibukota dengan aman, nyaman dan
cepat.
Pertemuan dengan semua kepala
daerah se-Jabodetabek secara
bergantian memberi kontribusi positif
bagi kelancaran proses koordinasi
antarinstansi pemerintahan dan
juga s
20
Ragam Aspek
Pengelolaan
Transportasi Perkotaan
44
Pintu Gerbang
Kawasan Utara
Indonesia
66
Penanganan
Kemacetan
Ala Beijing
Kami Mendengar dan Melayani
Aktif 7 Hari 24 Jam
Layanan Informasi,
Keluhan dan Pengaduan
Jasa Transportasi
Hubungi :
Contact Center 151
Kementerian
Perhubungan
EDISI 05 I 2016
Menuju
Pengintegrasian
Transportasi
Perkotaan
EDITORIAL
EDISI 05 I 2016
20
44
Ragam Aspek
Pengelolaan
Transportasi Perkotaan
Pintu Gerbang
Kawasan Utara
Indonesia
66
Penanganan
Kemacetan
Ala Beijing
EDISI 05 I 2016
Menuju
Pengintegrasian
Transportasi
Perkotaan
Cover :
Proyek Pembangunan Terowongan
Mass Rapid Transit (MRT), Jakarta.
Foto : Novita Puspa
Integrasi
Antarmoda
Pembaca Budiman,
Majalah Kementerian Perhubungan
No.STT. No. 349 SK/Ditjen PPG/STT 1976
ISSN : 0853179X
PEMBINA :
Menteri Perhubungan RI
PENASEHAT :
Staf Khusus Menteri Perhubungan
Bidang Keterbukaan Informasi Publik
dan Organisasi Sosial
Sekretaris Jenderal Kementerian Perhubungan
Inspektur Jenderal Kementerian Perhubungan
Direktur Jenderal Perhubungan Darat
Direktur Jenderal Perhubungan Laut
Direktur Jenderal Perhubungan Udara
Direktur Jenderal Perkeretaapian
Kepala Badan Pengembangan SDM Perhubungan
Kepala Badan Litbang Perhubungan
Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek
PENANGGUNG JAWAB :
Hemi Pamuraharjo
PEMIMPIN REDAKSI :
Bambang Sutrisna
REDAKTUR PELAKSANA :
Tinitah S. Amrantasi
Muhammad Pamungkas
REDAKSI :
Franky Houtman Simatupang, Gatut Aribowo S,
Romauli Fransiska, Revi Yohana, Daniel Pietersz,
Yosephin Parsaulian, Muhammad Mifdhal,
R. Achmad Herdin, Hari Supriyono,
Hariyadi Dwi Putera H, Christanto Agung
TIM REDAKSI :
Andesrianta Rakhmad, Andung Bayumurti,
Prayogie, Syarifah Noor Hidayati
REDAKSI FOTO :
Muhamad Nurcholis, Okto Berbudi, Nur Fitrianto
Alfian, Chairudi Bharata Dharma, Abdullah Baraja,
Dyota Laksmi Tenerezza
ALAMAT REDAKSI :
Jl. Medan Merdeka Barat No.8, Jakarta Pusat
Telp. (021) 3504631, 3811308 Ext. 1122, 1419
Fax (021) 3504631, 3511809
K
onektivitas antarmoda perkotaan menjadi pilihan utama
penanganan kemacetan di kota-kota besar di Indonesia.
Penyelenggaraan transportasi perkotaan di Jakarta dan sekitarnya
sering menjadi bahan pertimbangan kota-kota lain untuk mengatasi
tantangan yang sama. Beragam kebijakan transportasi berbasis
BRT Trans Jakarta (busway) diikuti oleh kota-kota lain dengan
pembangunan serupa. Pun dengan rencana pengembangan MRT, LRT, dan jenis
angkutan massal berbasis rel lainnya.
Bagi kota Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek),
pengembangan angkutan umum massal perkotaan menjadi sebuah keharusan.
Pengintegrasian semua moda angkutan massal tersebut juga menjadi pilihan yang
sulit untuk diabaikan. Integrasi angkutan umum,-- termasuk penyatuan tarif semua
angkutan—akan memudahkan orang memanfaatkan angkutan umum dengan
pelayanan yang baik dan terjangkau (murah). Diharapkan dari pelayanan yang
baik, masyarakat bisa beralih dari kendaraan pribadi,-- baik mobil maupun sepeda
motor-- ke angkutan umum.
Pandangan inilah yang menjadi titik tolak sejumlah pemerintah daerah di Indonesia
untuk menetapkan kebijakan di bidang transportasi mereka. Selain Jakarta,
beberapa kota di Indonesia yang rencananya mengembangkan angkutan massal
yang terintegrasi satu sama lainnya ada di Surabaya dan sekitarnya, Bandung,
Medan, Semarang, Yogyakarta, Denpasar dan kota-kota lainnya. Konektivitas
pelayanan antarmoda di perkotaan terbukti berhasil mengatasi kepadatan lalulintas
di kota-kota besar Eropa dan Asia karena ledakan arus urbanisasi yang semakin
meningkat pesat.
Tantangan transportasi di daerah khusus Ibukota dan sekitarnya memang berat.
Mobilitas masyarakat di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi
membutuhkan transportasi massal yang terintegrasi secara baik.
Bagaimana bentuk pengembangan transportasi yang dijalankan untuk kawasan
Jabodetabek dan kota-kota lainnya di Indonesia? Pada edisi kelima Tahun 2016 ini,
Transmedia mengulas hal ihwal itu sebagai tema utama penulisan. Diharapkan ada
keberpihakan dari semua pihak ,-- baik Pemda, swasta, dan masyarakat luas,-terhadap upaya-upaya pengintegrasian antarmoda untuk semua kawasan perkotaan
di Tanah Air tercinta ini. Demikian pembaca, semoga bermanfaat. (*)
E-MAIL :
[email protected]
PENERBIT :
Kementerian Perhubungan RI
2016
EDISI 05
TRANSMEDIA
3
DAFTAR ISI
TRANSMEDIA I EDISI 05 I 2016
3
EDITORIAL
6
INFOGRAFIS
8
MATA
10
TRANS UTAMA
Menuju
Pengintegrasian Transportasi
Perkotaan
TRANS DARAT
TRANS LAUT
TRANS UDARA
TRANS PERKERETAAPIAN
18
Peningkatan Layanan
Transportasi Massal
22
26
30
20
Ragam Aspek
Pengelolaan
Transportasi Perkotaan
Deretan KRL di Jalur Stabling Dipo KRL Depok
Foto : Istimewa
4
TRANSMEDIA
EDISI 05
2016
Menggalang Dukungan
Bagi Poros Maritim
Dunia
Progres Positif Dunia
Penerbangan Nasional
Antisipasi Kemacetan di
Jalur Rel
KILAS BERITA
34
Fasilitas Terminal
Pulogebang Perlu
Ditambah
35
Juklak Tarif PNBP
Sektor Laut
Diterbitkan
Dua Kapal Pengamat
Perambuan
Dioperasikan
35
36
Pembangunan
LRT Palembang
Dipercepat
38
Tarif KRL Naik
39
Pelepasan Balon
Udara Harus Berizin
40
Memanfaatkan Jalur
Udara Selatan Jawa
41
KNKT Investigasi
Tenggelamnya Kapal
Pompong
42
Kontrak KA Perintis
Lintas Lubukalung
– Kayutanam
Ditandatangani
43
Penanganan Kargo
Perlu Ditingkatkan
TRANSPORTASI HIJAU
PERSPEKTIF
62
66
Bandara Ramah
Lingkungan
Penanganan
Kemacetan Ala Beijing
64
INTERNASIONAL
‘Surga’ Para Pesepeda
68
TRANS WISATA
Pulau Komodo, Menikmati Pesona Alam Liar
Tanah Timor
TEKNOLOGI
70
52
SENGGANG
Airbag Pelindung
Pejalan Kaki
72
Berimajinasi Dengan
Miniatur Kereta
SEJARAH
SEHAT
74
76
POTRET
Terpikat Keramahan & Kesederhanaan Bumi
Paguntaka
Jejak Tram Di Serambi
Mekah
2016
Menangkal Polusi
Dengan Masker
EDISI 05
TRANSMEDIA
5
INFOGRAFIS
JUMLAH PENDUDUK
31.077.315
& 24.897.391
JUMLAH KENDARAAN
JABODETABEK
KOTA TANGERANG
SELATAN
KOTA TANGERANG
DKI JAKARTA
10.075.300 Jiwa
13.084.372 Unit
4.399.595 Unit
1.543.209 Jiwa
206.122 Unit
63.874 Unit
2.047.105 Jiwa
629.441 Unit
133.360 Unit
KOTA BEKASI
3.122.698 Jiwa
1.044.530 Unit
165.431 Unit
KABUPATEN
TANGERANG
KABUPATEN BEKASI
3.370.594 Jiwa
765.553 Unit
328.223 Unit
2.523.032 Jiwa
1.050.000 Unit
450.000 Unit
KABUPATEN
TANGERANG
KOTA
TANGERANG
DKI JAKARTA
KOTA
BEKASI
KOTA
TANGERANG
SELATAN
KABUPATEN
BEKASI
KOTA
DEPOK
KOTA
BOGOR
6
KABUPATEN
BOGOR
KOTA DEPOK
KOTA BOGOR
KABUPATEN BOGOR
2.033.508 Jiwa
822.406 Unit
157.462 Unit
1.030.720 Jiwa
345.567 Unit
88.477 Unit
5.331.149 Jiwa
541.441 Unit
53.327 Unit
TRANSMEDIA
EDISI 05
2016
INFOGRAFIS
PENGEMBANGAN RUTE &
PENINGKATAN PELAYANAN PEMADU MODA
Hotel
Hotel
Borobudur Indonesia
Kempinski
Hotel
JW Mariot
Bandara
Soekarno Hatta
Hotel Mulia
Rawamangun
Mangga Dua Square
KABUPATEN
TANGERANG
Pulo Gebang
Karawaci Hatta
KOTA
TANGERANG
Pasar Modern HI
DKI JAKARTA
Bekasi Royal Class
Bekasi Timur
WTC Serpong
KOTA
BEKASI
KOTA
TANGERANG
SELATAN
KABUPATEN
BEKASI
KOTA
DEPOK
Cileungsi
Depok
KOTA
BOGOR
KABUPATEN
BOGOR
PENGEMBANGAN RUTE PEMADU RUTE
RUTE 1
SOETA - Sentra Kuningan
JW Mariot Hotel
Manhattan Hotel
Park Lane Jakarta
Hotel Grand Meila Jakarta
PENINGKATAN
PELAYANAN
PENGEMBANGAN ITS
Reader for Ticketing System
Drive Console
CCTV Camera
Wifi on Bus
LED Display
Voice Amplification for Information
KEMUDAHAN PROSES PERIJINAN
RUTE 2
SOETA - Semanggi
Hotel Mulia Jakarta
Riz Carlton Hotel
Crowne Plaza
RUTE 3
SOETA - Dukuh Atas
Intercontinental Mid Plaza
Sahid Jaya Jakarta
Le Meridien Hotel
Four Season Hotel
Hotel Shanri-La Jakarta
RUTE 4
SOETA - HI
Grand Hyatt Jakarta
Hotel Kempinski Jakarta
Hotel Sari Pan Pacific
Hotel Milenium
TERMINAL
JABODETABEK
Pulo Gadung (Kota Jakarta Timur)
Pulo Gebang (Kota Jakarta Timur)
Kalideres (Kota Jakarta Barat)
Pondok Cabe (Kota Tangsel)
Kp. Rambutan (Kota Jakarta Timur)
Jatijajar (Kabupaten Bogor)
Baranangsiang (Kota Bogor)
PANJANG JALAN
NASIONAL JABODETABEK
Grogol (Kota Jakarta Barat)
Muara Angke (Kota Jakarta Utara)
Tanjung Priok (Kota Jakarta Utara)
Rawamangun (Kota Jakarta Timur)
Pinang Ranti (Kota Jakarta Timur)
Cibinong (Kabupaten Bogor)
RENCANA PEMBANGUNAN TERMINAL
BUS SCEDULING
Cikarang Baru (Kabupaten Bekasi
Jati Asih (Kota Bekasi)
Bitung (Kabupaten Tangerang)
RUTE 5
SOETA - HI
Hotel Borobudur
Hotel Arya Duta Tugu Tani
Hotel Alila
DKI Jakarta
: 53 Km
Kota Tangerang +
Kota Tangsel + Kab. Tangerang : 81 Km
Kota Bekasi + Kab. Bekasi
: 43 Km
Kota Depok + Kota Bogor
+ Kab. Bogor
: 214 Km
TOTAL : 391 Km
Cibinong Baru (Kota Depok)
Tanah Baru (Kota Bogor)
2016
EDISI 05
TRANSMEDIA
7
MATA
1
2
8
TRANSMEDIA
EDISI 05
2016
MATA
3
4
1. Kapal-kapal
Speedboat
Penyeberangan
di Pelabuhan
Tengkayu 1 Kota Tarakan,
Kalimantan Utara
(Foto. Abdullah
Baraja).
2. Pesawat
Garuda Indonesia
edisi Retro
(Foto. Gatut).
3. Ruang Tunggu
Terminal Bis
Tirtonadi Solo
(Foto. Gatut)
4. Stasiun Palmerah Jakarta Selatan
(Foto. Abdullah
Baraja)
2016
EDISI 05
TRANSMEDIA
9
TRANS UTAMA
Menuju
Pengintegrasian
Transportasi
Perkotaan
Pemerintah kini tengah menggiatkan
pengembangan angkutan massal
di sejumlah kota aglomerasi. Selain
Jabodetabek, pengembangan angkutan
massal juga dikembangkan di
Gerbangkertasusila (Gresik, Bangkalan,
Surabaya, Mojokerto, Pasurian dan
Sidoarjo), Mebidang (Medan, Binjai dan
Deli Serdang), dan kota lainnya.
Selain pengembangan Bus Rapid
Transit (BRT), pemerintah juga
memprioritaskan pembangunan moda
angkutan massal berbasis rel,- Mass
Rapid Transit (MRT), Light Rail Train
(LRT) maupun Kereta Rel Listrik (KRL).
Dua moda angkutan massal
tersebut, kini menjadi pilihan utama
pengelolaan transportasi perkotaan.
Penyelenggaraan transportasi di
Jakarta dan sekitarnya sering menjadi
parameter pengembangan transportasi
nasional, meskipun hingga saat ini
belum juga maksimal.
Pembangunan Trans Jakarta (busway)
kini dapat ditemukan di Kota
Palembang, Jogja, Semarang, Solo, dan
Medan.
Bagi kota Jakarta, Bogor, Depok,
Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek),
pengembangan angkutan umum
1. Bis TransJakarta
2. Commuter Line
3. Pembangunan MRT
10
TRANSMEDIA
EDISI 05
2016
Tantangan transportasi di daerah
khusus Ibukota dan sekitarnya cukup
massal perkotaan menjadi sebuah
keharusan. Seiring perjalanan waktu,
pengintegrasian antarmoda juga
menjadi pilihan yang sulit untuk
diabaikan. Integrasi angkutan umum,- termasuk penyatuan tarif—akan
memudahkan orang memanfaatkan
sarana transportasi massal tersebut.
Dengan pelayanan yang baik dan
terjangkau (murah) diharapkan
masyarakat bisa beralih dari kendaraan
pribadi ke angkutan umum.
Pandangan inilah yang menjadi titik
tolak sejumlah pemerintah daerah di
Indonesia untuk menetapkan kebijakan
di bidang transportasi mereka. Selain
Jakarta, beberapa kota yang berencana
mengembangkan angkutan massal
yang terintegrasi diantaranya; Surabaya,
Bandung, Medan, Semarang, Jogjakarta,
dan Denpasar.
Konektivitas pelayanan antarmoda di
perkotaan terbukti berhasil mengatasi
kepadatan lalulintas di sejumlah kota
dunia seperti di Paris, London, Tokyo,
Seoul, dan beberapa kota lainnya.
Konektivitas transportasi berhasil
mengatasi kemacetan akibat ledakan
arus urbanisasi yang besar.
PENYELENGGARAAN TRANSPORTASI
PERKOTAAN DI JABODETABEK
Penanganan transportasi perkotaan
di Jabodetabek masih dipengaruhi
oleh kondisi masing-masing daerah
yang berbeda. Perbedaan baik dari
segi perencanaan, kemampuan
finansial, maupun kondisi infrastruktur
membutuhkan koordinasi yang
baik antara semua stakeholder
perhubungan. Koordinasi melibatkan
regulator dan operator maupun
sinergi antarpemerintah daerah.
Guna memenuhi kebutuhan tersebut,
pemerintah membentuk Badan
Foto : Anita
S
trategi pemerintah menangani
kemacetan di perkotaan
cukup beragam. Penyediaan
transportasi publik yang
memadai dan mampu mengangkut
penumpang dalam jumlah besar,
menjadi kebutuhan yang mendesak
diwujudkan.
Pengelola Transportasi Jabodetabek
(BPTJ) untuk mengatasi tantangan
transportasi di Jakarta dan sekitarnya,
agar layanan transportasi dapat
terintegrasi, terus menerus dan
tidak terkotak-kotak oleh wilayah
administrasi pemerintahan.
1
berat. Data BPTJ mengungkapkan
mobilitas masyarakat di wilayah Jakarta,
Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi
merupakan pergerakan ulang-alik
harian yang berjumlah sekitar 47,5 juta
perjalanan perhari dan tidak mengenal
batas wilayah pemerintahan. Dengan
penduduk yang mencapai 31 juta
jiwa, -- dan akan terus bertambah
setiap tahunnya,-- pembangunan
sistem transportasi di kawasan ini
memerlukan penanganan khusus. Bila
tidak, kapasitas infrastruktur transportasi
yang ada tak mampu mengimbangi laju
pertumbuhan penduduk yang cepat dari
tahun ke tahun.
Menurut Kepala BPTJ Elly A
Sinaga penanganan transportasi
se-Jabodetabek membutuhkan
pengembangan sistem transportasi
massal yang terintegrasi dengan baik
dan terus menerus (seamless).
Dalam rangka peningkatan layanan
transportasi yang lebih baik, maka
TRANS UTAMA
langkah utama pemerintah salah
satunya adalah sinkronisasi kebijakan
masing-masing daerah. Salah satu
contohnya, Pemerintah Kota Bekasi
perlu mendapatkan informasi yang
tepat terkait perlintasan jalur Light
Rail Transit (LRT) yang kini tengah
dibangun. Di titik-titik mana saja LRT
akan melintas, “pemerintah kota Bekasi
misalnya bisa membangun terminal
dengan sejumlah kepala daerah
terkait RITJ ini. Kepala BPTJ Elly Sinaga
melakukan roadshow dan berdiskusi
langsung dengan Wali Kota Bogor Bima
Arya, Wali Kota Depok Idris Abdul
Shomad, Wali Kota Bekasi Rahmat
Effendi, Bupati Tangerang Ahmed Zaki
Iskandar dan semua kepala daerah
lainnya secara bergantian. RITJ disusun
melibatkan masing-masing daerah agar
3
Foto : Abdullah
Foto : Istimewa
2
adanya beberapa usulan yang terkait
penyinergian kebijakan transportasi
perkotaan. Selain pengembangan
transportasi yang ramah lingkungan
seperti peningkatan penggunaan bio
fuel dan gas, pemerintah provinsi
DKI mengharapkan adanya rencana
penyatuan tarif antarmoda yang
terintegrasi. Pengintegrasian akan
menciptakan kemudahan dan biaya
atau trayek angkutan feeder yang
terintegrasi dengan LRT tersebut,”
ungkap Elly.
Guna mewujudkan sistem yang
terintegrasi, BPTJ kini tengah menyusun
rancangan Rencana Induk Transportasi
Jabodetabek (RITJ) yang akan ditetapkan
presiden dan menjadi panduan
pembangunan se-Jabodetabek .
ROADSHOW PENYUSUNAN RITJ
Sejak awal berdiri, BPTJ telah
melakukan roadshow ke semua
wilayah Jabodetabek untuk meminta
masukan dan saran terkait penyusunan
rancangan RITJ tersebut. Di dalam RITJ
tidak hanya mencantumkan rencana
pembangunan sarana dan prasarana
transportasi di masing-masing daerah
tetapi juga pengembangan integrasi
transportasi perkotaan, dan sistem
manajemen keselamatan.
Kepala Dinas Perhubungan Provinsi DKI
Jakarta, Adriansyah mengungkapkan
angkutan umum yang murah. Selain
itu perlunya penerapan tarif khusus
kendaraan pribadi di jalan utama
kota, tachograph sebagai pengukur
kecepatan sebagai upaya menekan
kecelakaan, dan penambahan fasilitas
pejalan kaki serta pengguna sepeda.
Beberapa hal penting yang menjadi
pembahasan rancangan RITJ adalah
pengembangan jaringan prasarana,
pengembangan sistem transportasi
berbasis jalan dan rel, serta manajemen
rekayasa dan pengawasan lalu
lintas. Dari RITJ ini kebijakan terkait
pembangunan transportasi bisa sejalan
dan memudahkan masyarakat dengan
ketersediaan jaringan angkutan massal
yang cepat, murah, dan memenuhi
standar keselamatan, maupun
kenyamanan. Beberapa daerah
lain seperti Bekasi dan Bogor, juga
mencantumkan pembangunan terminal
dan angkutan feeder dalam Rencana
Induk Transportasi Jabodetabek itu.
BPTJ telah mengintensifkan komunikasi
rancangan pengintegrasian program
transportasi se-Jabodetabek mendapat
dukungan dari mereka.
LANGKAH STRATEGIS
PENGINTEGRASIAN ANTARMODA
Salah satu langkah penting bagi
pengintegrasian wilayah Jabodetabek
adalah optimalisasi jalan nasional agar
terjalin konektivitas antarkota. Rencana
ini dilakukan untuk menciptakan
sistem transportasi Jabodetabek yang
terintegrasi melalui akses jalan nasional
dan mewujudkan Jabodetabek menjadi
satu kota.
Langkah lain dari penanganan
kemacetan lalulintas di ruas jalan
utama ibukota dan daerah sekitar
Jakarta adalah rencana pengembangan
Transjabodetabek Ekspres. Program BPTJ
ini untuk mengatasi kemacetan di jalur
Jakarta – Bogor dan beberapa jalur lintas
lain keluar perbatasan Jakarta. BPTJ
telah menyiapkan sarana transportasi
berbasis BRT (Bus Rapid Transit)
2016
EDISI 05
TRANSMEDIA
11
TRANS UTAMA
Rendahnya
penggunaan angkutan
massal menyebabkan
tingkat kemacetan
perkotaan semakin
tinggi, khususnya
penggunaan sepeda
motor.
tersebut dan akan memperbanyak
jumlahnya untuk menampung tingginya
permintaan dari warga kawasan
permukiman. (lihat gambar 4)
Target dari pengembangan jalur bis
Transjabodetabek Ekspres yang akan
melalui jalan tol tersebut adalah para
pengguna mobil pribadi. Mereka
diharapkan bisa beralih ke angkutan
umum dan kemacetan di ruas-ruas jalan
menuju dan dari ibu kota bisa dikurangi.
Rencana BPTJ lainnya, terkait
pengintegrasian antarmoda
akan dilakukan di simpul-simpul
pengintegrasian yang ada di terminal
terpadu antarmoda di Sudirman /
Dukuh Atas, Manggarai, Cawang dan
Kampung Rambutan.
semua jenis angkutan di ibukota dan
sekitarnya. Selama ini pemanfaatan
angkutan massal perkotaan BRT
baru mencapai 2-3 persen, dan KRL
Jabodetabek hanya sekitar 3-4 persen.
Persentase terbesar alat transportasi di
perkotaan adalah pengguna sepeda
motor yang mencapai 18,4 juta unit
(75%), dan pengguna kendaraan pribadi
(mobil) sekitar 5,8 juta unit (23%).
alokasi anggaran untuk pengembangan
sistem transportasi yang baik. Anggaran
untuk transportasi di daerah-daerah
itu, kata Elly, jauh dibawah alokasi
anggaran pembangunan transportasi
Provinsi Jakarta. Tanpa ada perhatian
dan koordinasi lintas wilayah, maka
potensi terjadinya kemacetan parah di
daerah-daerah penyangga ibukota bakal
semakin tidak teratasi.
Persentase pengguna angkutan umum
ini tergolong kecil jika dibandingkan
dengan pemanfaatan angkutan umum
di kota-kota besar Eropa dan kotakota maju lainnya di Asia. Sebagai
perbandingan, penggunaan angkutan
umum di kota Paris mencapai 62% dan
Tokyo Jepang (51%). (lihat gambar 6
dan 7)
TANTANGAN TRANSPORTASI
PERKOTAAN
Penerimaan rancangan RITJ yang
disusun BPTJ oleh masing-masing
kepala daerah menunjukkan bukti
adanya keinginan daerah untuk
mengikuti kebijakan pemerintah
pusat. Selama ini perencanaan sistem
transportasi yang terpisah-pisah antara
daerah satu dengan lainnya, dianggap
tidak efektif dan justru menimbulkan
tingkat kemacetan di Jabodetabek sulit
diatasi.
Rendahnya penggunaan angkutan
massal menyebabkan tingkat
kemacetan perkotaan semakin tinggi,
khususnya penggunaan sepeda
motor. Pemerintah terus bertekad
meningkatkan kapasitas angkutan bis
dan KA untuk memenuhi kebutuhan
perjalanan (travel demand) masyarakat.
Bagi daerah, keberadaan sarana dan
prasarana transportasi yang terintegrasi
menjadi harapan semua pihak.
Umumnya daerah di sekitar Jakarta
menghadapi tantangan terbatasnya
Terminal terpadu antarmoda di
Sudirman / Dukuh Atas akan
mengintegrasikan stasiun MRT Dukuh
Atas, Stasiun KA Bandara Sudirman,
Stasiun KRL Sudirman, dan Halte
Busway Dukuh Atas. Sementara
terminal terpadu antarmoda di Cawang
akan menyatukan halte busway, stasiun
LRT, stasiun KRL dan KA Bandara.
Sedangkan, terminal terpadu antarmoda
di Manggarai bakal menghubungkan
terminal tipe B Manggarai, stasiun KA
Bandara dan angkutan KRL. Pun dengan
Terminal Kampung Rambutan yang
mengintegrasikan terminal dengan
stasiun Light Rail Transit (LRT). (lihat
gambar 5)
Pengintegrasian antarmoda ini akan
memberi kemudahan masyarakat
dalam bertransportasi. Ada harapan
peningkatan pelayanan transportasi
memiliki korelasi positif bagi
penggunaan angkutan massal yang
ditargetkan mencapai 60 persen dari
12
TRANSMEDIA
EDISI 05
2016
4
Garis biru : jalur transjakarta ekspres
Anggota Dewan Transportasi Kota
Jakarta (DTKJ) yang pernah menjabat
Direktur Jenderal Perhubungan Darat
Kementerian Perhubungan Iskandar
Abubakar menilai kemacetan lalulintas
di sejumlah ruas jalan di Jabodetabek
sudah tergolong parah. Rata-rata laju
kendaraan pada jam-jam sibuk sudah
berada di bawah 7 km/jam. “Ini
TRANS UTAMA
Kementerian Perhubungan
Republik Indoneisa
TERMINAL TERPADU
ANTAR MODA
PARIS (Paris et Petite Couronne)
Population : 6.5 million
Land Area : 762 km2
Mode Share in Paris et Petite Couronne
Public
Transport
Private
Transport
62%
32%
Mode Share:
Based on the number of journeys by
main mode of transport. It includes all
modes for all purposes. Mass transit
constitutes 62% of all journeys.
4%
Data Sources:
1%
Walk
Cycle
National Transport Survey 2008 (in French only,
Enquete Nationale Transport et Deplacement)
Taxi
Mode Share in Tokyo 23 Ward
TOKYO (Tokyo 23 Ward)3
Population : 8.8 million
Land Area : 622 km2
Sudirman / Dukuh Atas
Stasiun MRT Dukuh Atas
Stasiun KA Bandara Sudirman
Stasiun CL Sudirman
Halte Dukuh Atas 2
Manggarai
Terminal Tipe B Manggarai
Stasiun CL Manggarai
Stasiun KA Bandara Manggarai
Cawang
Halte Bis Cawang BNN
Halte Bis Cawang Otista
Halte Bis Cawang Ciliwung
Stasiun KA Bandara Cawang
Stasiun LRT Cawang
Stasiun CL Cawang
Kampung Rambutan
Terminal Kampung Rambutan
Stasiun LRT Kampung Rambutan
5
membutuhkan penanganan khusus agar
sistem transportasi di Jabodetabek tidak
collaps (runtuh),” ungkapnya dalam
diskusi terbatas dengan Transmedia di
Jakarta, beberapa waktu lalu.
Langkah awal untuk menanggulangi
kemacetan yang parah salah satunya
dengan menerapkan tarif yang tinggi
bagi pengguna kendaraan pribadi
di ruas-ruas jalan tertentu. Cara ini
cukup efektif mengurangi penggunaan
kendaraan pribadi di jalan-jalan
utama dan sudah terbukti berhasil di
kota-kota modern di Eropa dan Asia.
Congestion Charge atau penerapan tarif
yang tinggi bagi pemakai kendaraan
pribadi di Kota London sebagai contoh,
membuat pemilik berfikir ulang untuk
menggunakan kendaraan pribadi
mereka ke tengah kota. Masyarakat
akhirnya lebih memilih angkutan
umum. Kebijakan serupa berjalan baik
di kota-kota lainnya seperti di Jepang
dan Singapura. “Orang akan berfikir
dua kali jika dibebani dengan biaya
1%
6
Cycle
Private
Transport
14%
12%
Mode Share:
Based on the number of journeys by
main mode of transport. It includes all
modes for all purposes. Mass transit
constitutes 51% of all journeys.
Bus
3%
Walk
23%
Rail
48%
Data Sources:
Tokyo Statistical Yearbook 2009, Japan
Tokyo Metropolitan Area Travel Survwy 2008
transportasi yang tinggi,” kata Iskandar.
Hal serupa diberlakukan di Singapura
dengan sistem ERP (Electronic Road
Pricing).
Langkah kedua, memberi pilihan
pelayanan angkutan massal yang
optimal sebagai alternatif dari penerapan
tarif yang tinggi itu. Pelayanan angkutan
umum yang cepat, murah dan nyaman
akan menjadi primadona masyarakat
dan ini akan mengalihkan penggunaan
angkutan pribadi ke angkutan umum.
Pemerintah mesti membangun sarana
transportasi memadai yang memenuhi
standar pelayanan minimum agar ketiga
aspek pelayanan tersebut ,-- yang
mencakup kecepatan, keterjangkauan
(murah) dan kenyamanan -- bisa
menarik minat para pengguna
kendaraan pribadi secara masif.
Selain itu, menurut Iskandar,
peningkatan pelayanan angkutan
umum juga mencakup kemudahan
akses pada angkutan, kecepatan transit
atau pindah antarmoda di terminal/
stasiun tertentu, dan ketersediaan
feeder atau angkutan pengumpan di
awal maupun akhir perjalanan. Semua
aspek harus terbangun dalam satu
pelayanan yang terpadu dan tidak bisa
mengabaikan salah satunya.
Iskandar mencontohkan, keberadaan
BRT Trans Jakarta yang dianggapnya
7
akan berhasil adalah jalur busway
jurusan Ciledug. Ini karena kecepatan
bis transjakarta yang melalui jalur itu
rata-rata jauh diatas laju kendaraan
pribadi yang terjebak kemacetan
parah. Kemacetan lalulintas di jalan
arah Cileduk pada jam-jam sibuk
mengalihkan orang pada angkutan
busway yang lebih lancar.
Namun, jika kecepatan perjalanan bis
transjakarta lebih lambat dari kendaraan
pribadi, maka orang akan tetap
bertahan menggunakan mobil pribadi
meski secara ekonomi berbiaya tinggi.
“Pelayanan BRT harus lebih cepat dan
nyaman. Pemilik mobil lebih memilih
kecepatan untuk sampai tujuan,
apalagi jika pelayanan angkutan umum
tidak nyaman tentu akan semakin
ditinggalkan.
Peningkatan pelayanan angkutan
massal untuk Jakarta, bisa dilakukan
dengan menciptakan sistem
perpindahan moda yang cepat dan
berdekatan. Jika fasilitas tempat transit
antara satu moda ke moda lain berjarak
cukup jauh, maka pelayanan kepada
penumpang juga tidak optimal.
4. Peta jalur transjakarta ekspres
5. Terminal Terpadu Antar Moda
6. Tabel Presentase pengguna angkutan umum di Paris
7. Tabel Presentase pengguna angkutan umum di Tokyo
2016
EDISI 05
TRANSMEDIA
13
TRANS UTAMA
Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
Organisasi Angkutan Darat Organda
DKI Jakarta Shafruhan Sinungan
menyatakan mendukung kebijakan
pemerintah yang akan menerapkan
pengintegrasian antarmoda dan
penyatuan tarif angkutan. Organda
mengharapkan Badan Pengelola
Transportasi Jabodetabek (BPTJ)
dapat mendorong kebijakan integrasi
antarmoda transportasi di seluruh
wilayah Jabodetabek.
Salah satu langkah yang perlu diambil
adalah dengan membangun terminal
besar di daerah-daerah perbatasan
sebagai lokasi bagi masyarakat untuk
mendapatkan moda lanjutan. Dia juga
berharap dinas perhubungan masingmasing daerah dapat berkomunikasi
secara intensif agar kebijakan
antardaerah terkait standarisasi
angkutan transportasi yang selama
ini berbeda dapat disatukan dalam
keputusan yang terpadu.
SISTEM TRANSPORTASI PERKOTAAN
SURAKARTA
Salah satu keberhasilan pengembangan
jaringan angkutan umum yang terpadu
ada di Kota Surakarta. Pengembangan
sistem transportasi perkotaan berbasis
BRT, menyediakan angkutan umum
massal yang murah, cepat dan nyaman
untuk warga kota. Pemerintah Kota Solo
menunjukkan bagaimana pembangunan
transportasi perkotaan mampu memberi
pelayanan yang baik kepada masyarakat.
Khususnya pembangunan integrasi
multimoda yang melibatkan angkutan
kota, bis kota, kereta api dan bandara.
kota. Untuk mewadahi para pelaku
transportasi swasta tersebut, dibentuklah
Konsorsium Bis Kota dan Koperasi yang
beranggotakan para pemilik angkutan
kota. Mereka inilah yang nantinya
mengoperasikan moda angkutan
perkotaan melewati badan hukum PT
BST dan Koperasi BST.
Kepala Dinas Perhubungan Kota Solo,
Yosca Herman Soedradjad, kepada
Transmedia, mengungkapkan dengan
keterlibatan para pengusaha transportasi
lokal, maka partisipasi dan pengalaman
para pengusaha angkutan itu akan
membantu menghidupkan sistem
transportasi yang baik.
Pertimbangan pada aspek sosial dan
ekonomi lokal itulah, maka Pemerintah
Kota Solo tidak memaksakan kebijakan
yang mematikan ekonomi lokal.
Pengusaha angkutan bis dan angkutan
kota tetap dilibatkan. Begitu pun dengan
Foto : Abdullah
Kebijakan pembangunan transportasi
perkotaan kini lebih memprioritaskan
terjalinnya konektivitas antarmoda.
Integrasi moda darat dan moda angkutan
kereta api, serta keterhubungan ke
pelabuhan dan bandara, menciptakan
banyak kemudahan. Konektivitas
antarmoda angkutan di kawasan
perkotaan akan menekan biaya
transportasi jauh lebih murah.
Untuk mengoperasikan bis Batik
Solo Trans (BST) pemerintah kota
Solo melibatkan peran pemilik bis
perseroan (PO) dan pemilik angkutan
1. Aktivitas penumpang Bis TransJakarta
2. Aktivitas penumpang Commuter Line
Tanpa keterlibatan para pengusaha
angkutan itu, proyek transportasi bisa
kurang optimal. Dengan keterlibatan
TRANSMEDIA
EDISI 05
2016
Jika ada bantuan dua armada bis,
maka dengan pengelolaan yang
benar bantuan tersebut dapat menjadi
stimulan bagi daerah untuk dapat terus
menambah jumlah armada yang ada.
Konsorsium merupakan bentuk
kerjasama antarpemilik angkutan yang
membentuk sebuah perusahaan yang
berbadan hukum. Melalui perusahaan
ini, pengelolaan transportasi perkotaan
bisa dilakukan dengan sistem
manajemen yang profesional. Salah
satunya, penerapan sistem gaji bulanan
untuk para pengemudi angkutan
sebagai pengganti sistem setoran.
Pembayaran tiket pun akan
memudahkan penumpang, yakni
8
pembangunan Terminal. Pemkot
Surakarta tidak melakukan relokasi
terminal Tirtonadi yang berada di
tengah kota bergeser ke pinggiran kota.
Pengoperasian bis kota yang terintegrasi
dengan angkutan kota yang tertata
dalam satu manajemen transportasi juga
melibatkan pelaku usaha transportasi
lokal dengan baik. Sehingga para pelaku
usaha lokal tidak mati, merekalah yang
akan melanjutkan sistem transportasi itu
ke depan.
14
pelaku lokal dalam pembangunan maka
setiap ada bantuan dari pemerintah
pusat, bisa berkembang dengan baik
pula.
dengan sistem smart card di bis (on
bus). Peningkatan pelayanan juga
terlihat dari fasilitas penyejuk udara
(Air Conditioner/AC) di semua bis dan
jadwal yang tetap setiap 10 menit.
Disamping itu BST memiliki rute trayek
yang saling berintegrasi, kondisi bis
yang terstandarisasi sehingga standar
keselamatan dan pelayanan minimal
bisa terpenuhi. Masyarakat Solo
merasakan keselamatan, keamanan,
dan kenyamanan dalam bertransportasi
di dalam kota. Integrasi antarmoda dan
kemudahan akses halte BST ke terminal
dan stasiun pun memudahkan mereka
bepergian keluar kota.
TRANS UTAMA
Integrasi BST dengan angkutan bis jarak
jauh dilakukan di terminal Tirtonadi Solo.
Terminal Tirtonadi yang merupakan
terminal tipe A itu kini telah menjadi
salah satu pilot project pembangunan
terminal ideal di Indonesia. Selain
melayani angkutan bis antarkota
antarpropinsi (AKAP), Terminal Tirtonadi
merupakan salah satu simpul integrasi
antara BST dengan angkutan kota
mikrolet dan rencananya terintegrasi
dengan Stasiun Balapan Solo.
dilakukan dengan penyusunan master
plan yang baik. Rencananya, integrasi
dilakukan dengan menghubungkan
antara jalur BRT dari barat dan timur
kota dengan jalur rel dari selatan dan
utara yang menggunakan trem dan
monorel. Titik simpul pertemuan ke
empat jalur tersebut ada di empat titik
integrasi.
Diantaranya, di Terminal Purabaya
(Bungurasih), Stasiun Wonokromo
dengan Terminal Joyoboyo dan Stasiun
Pasar Turi di Utara serta Terminal
Bratang di Timur. Beberapa ruas jalur
BRT dihubungkan dengan halte-halte
khusus yang juga terhubung dengan
jalur trem, monorel dan angkutan kota.
Selain integrasi dengan stasiun kereta
jarak jauh, jaringan bus kota BST juga
melayani angkutan umum ke bandara.
Hanya saja, harga tiket penumpang
menuju bandara lebih mahal karena
pertimbangan jarak yang relatif jauh.
Kendati demikian, BST yang telah
terintegrasi ke bandara tetap menjadi
pilihan terbaik masyarakat. Dengan
harga sekitar Rp 20 ribu per orang dari
pusat kota, maka harga tiket tersebut
Konsep pengembangan menurut Kepala
Badan Perencanaan Pembangunan Kota
(Bappeko) Surabaya, Agus Imam Sonhaji,
lebih mengutamakan angkutan massal
berbasis rel. Seperti halnya Jakarta
dan Solo, rencana pembangunan BRT
melibatkan pelaku usaha angkutan lokal,
sehingga mereka tidak tersisihkan.
Foto : Abdullah
9
jauh lebih murah jika penumpang
menggunakan angkutan taksi yang
rata-rata mencapai Rp 75 ribu per orang
/ perjalanan dari pusat kota ke Bandara
Adi Sumarmo Solo. Kecuali, jika naik
taksi bersama tiga atau empat orang,
maka pilihan taksi tentu lebih murah.
INTEGRASI ANTARMODA KOTA
SURABAYA
Pengintegrasian antarmoda merupakan
kebijakan pilihan kota terbesar kedua
di Indonesia, Surabaya. Seperti halnya
di Jabodetabek, model pengintegrasian
antara jalur bis kota dan angkutan
massal berbasis rel di Surabaya
Untuk pengembangan jalur rel,
Pemkot Surabaya menyiapkan dua
jalur yang akan dilewati monorel
dan trem. Pembangunan trem yang
melintasi pusat kota pahlawan itu,
merupakan bagian dari program untuk
menghidupkan kembali jalur trem
peninggalan Belanda. Jika terwujud,
maka Surabaya adalah satu-satunya
kota yang akan memiliki moda
angkutan trem di Indonesia. Konsep
pengembangan transportasi antarmoda
di Surabaya, menunjukkan sisi lain
dari kerjasama yang sinergis antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Kota.
Karakteristik Kota Surabaya lebih
sesuai dengan moda angkutan massal
berbasis rel di samping BRT. Tak
beda dengan Kota Solo dan Jakarta,
jaringan transportasi berbasis rel akan
diintegrasikan dengan jalur kereta api
jarak jauh. Ada dua jalur kereta api
jarak jauh di Surabaya, yakni angkutan
kereta api lewat jalur selatan, yang
menghubungkan jalur Surabaya-Jakarta.
Jalur ini berangkat dari Stasiun Gubeng.
Dan kedua, jalur kereta api SurabayaJakarta dan Surabaya-Banyuwangi yang
berangkat dari Stasiun Pasar Turi.
Salah satu strategi kota Surabaya
mengatasi kemacetan dilakukan dengan
Selain integrasi
dengan stasiun
kereta jarak jauh,
jaringan bus kota
BST juga melayani
angkutan umum ke
bandara.
rencana pembukaan dua jalur bis BRT
yang keduanya tersambung dengan dua
jalur rel kereta yakni monorel dan trem
dari arah selatan.
Sementara untuk jalur kereta jarak
jauh terhubung dengan stasiun
Gubeng maupun Stasiun Wonokromo.
Di dua stasiun itu, nantinya BRT juga
tersambung dengan pembangunan
halte dan terminal yang berlokasi
berdekatan. Dengan begitu, masyarakat
bisa memiliki kemudahan untuk akses
transportasi ke mana pun arahnya,
dan terlayani dengan semua moda
angkutan, mulai angkutan feeder yang
berasal dari pinggiran kota kemudian
BRT di jalur tengah kota dan kedua
jalur rel yang bertemu pada titik-titik
tertentu.
Sistem pelayanan ini akan mampu
memangkas biaya transportasi menjadi
sangat murah. Surabaya dengan
jumlah penduduk yang mencapai
sekitar 3 juta jiwa lebih dan dengan
luas kota sekitar 29.000 ha, berpotensi
mengalami kemacetan parah. Namun,
dengan perencanaan pengelolaan
transportasi yang baik, maka ancaman
tersebut bisa diantisipasi sejak dini.
Dengan adanya perencanaan yang baik,
maka harapan terselenggaranya sistem
transportasi massal yang terintegrasi
bisa diwujudkan. Pelayanan yang baik
bertolak dari sistem pengintegrasian
antarmoda yang mampu menampung
tingginya jumlah penumpang akan
kebutuhan mobilitas penduduk yang
mencakup seluruh kawasan perkotaan
baik di Jabodetabek, Gerbangkertasusila
(Gresik, Bangkalan, Mojokerto,
Surabaya, Sidoarjo dan Pasuruan), dan
kota-kota besar lainnya di Indonesia. (*)
2016
EDISI 05
TRANSMEDIA
15
TRANS UTAMA
Kuncinya:
Me-manage
Orang
Kapala Badan Pengelola
Transportasi Jabodetabek (BPTJ)
Elly Adriani Sinaga
Kemacetan di Jakarta, Bogor,
Depok, Tangerang, dan Bekasi
(Jabodetabek) membutuhkan
penanganan yang terpadu.
Tantangan Badan Pengelola
Transportasi Jabodetabek
(BPTJ),-- yang berperan
mengelola dan meningkatkan
pelayanan transportasi
secara terintegrasi di wilayah
Jabodetabek,-- cukup besar.
Kemacetan di semua wilayah
sudah masuk kategori
parah. Kondisi itu dipicu
oleh tingginya penggunaan
kendaraan pribadi baik
mobil dan sepeda motor.
Tercatat, laju perjalanan seJabodetabek yang mencapai
47,5 juta orang per hari. Dari
jumlah tersebut, hanya 16%
saja yang menggunakan
angkutan umum.
Lalu, bagaimana strategi
BPTJ mengatasi kondisi
tersebut? Berikut petikan
wawancara Transmedia (TM)
dengan Kepala BPTJ Elly
Adriani Sinaga (EAS) yang
juga mantan Kepala Badan
Litbang Perhubungan ini.
16
TRANSMEDIA
EDISI 05
2016
masyarakat semua. Ada beberapa
contoh di beberapa daerah yang
membutuhkan perhatian pemerintah.
Seperti perlunya pengembangan jalur
khusus untuk menghubungkan antara
terminal dan stasiun yang berjarak
tidak lebih dari 500 meter. Akan
tetapi daerah tidak memiliki anggaran
sedikitpun. Akhirnya rencana itu
sulit diwujudkan. Kemacetan
masih terjadi di pintu
keluar terminal
dan stasiun yang
bersangkutan.
Nah, hal seperti
inilah yang
membutuhkan
perhatian
bersama.
TM : Apa
saja langkah
BPTJ mengurai
kemacetan di wilayah
ibukota dan sekitarnya?
EAS : Langkah awal tentunya
membangun jaringan jalan yang
terkoneksi dan terstandarisasi. Kita
fokus pada jaringan jalan yang banyak
sekali, dan itu yang kita satukan dulu.
Semua harus sesuai standar, termasuk
pelayanan angkutan umum juga standar.
Seperti pelayanan jalur Transjakarta,
harus ada jalur lanjutan ke masingmasing daerah di luar Jakarta. Jika tidak
ada kelanjutan track, maka waktu
perjalanan menjadi lama dan pelayanan
belum optimal. Oleh karena itu semua
jalan dan angkutan umum akan kita
standarisasi terlebih dulu agar tidak
berbeda beda di tiap-tiap daerah.
TM : Adakah
solusi terkait
pembiayaan
untuk programprogram pembangunan
transportasi di daerah
pinggiran ibu kota ?
EAS : Sebenarnya pengelolaan
transportasi perkotaan sudah diatur
dalam undang-undang. Di situ
dijelaskan, untuk angkutan perkotaan,
terbuka adanya pemberian subsidi
dari negara. Pemerintah bisa memiliki
tanggungjawab untuk menyediakan
infrastruktur transportasi baik sarana
dan prasarana secara memadai
demi kepentingan umum. Peran
pemerintah juga mengatasi kesenjangan
pembiayaan yang terjadi. Saat ini kan,
antara Jakarta dan luar Jakarta gap-nya
cukup lebar.
TM : Tantangan terkait upaya
standarisasi ini apa saja?
EAS : Ada banyak memang. Ini terkait
anggaran juga. Beberapa daerah
tidak memiliki anggaran cukup untuk
membangun infrastruktur transportasi.
Untuk membangun jalur busway
sepanjang 500 meter saja ada yang
tidak bisa. Ini karena memang tidak
semua daerah di Bodetabek memiliki
kemampuan yang sama. Bahkan,
apabila dibandingkan dengan Jakarta,
tentu jauh sekali perbedaannya.
Di situlah peran BPTJ yang baru dibentuk
beberapa waktu lalu. Peran pembiayaan
itu peran utama. Masalah pembiayaan
ini harus kita padukan, mengingat
semua pembangunan untuk peningkatan
pelayanan transportasi ini kan untuk
Bila daerah tidak sanggup membangun
infrastruktur yang dibutuhkan, maka
mereka bisa mengajukan kepada
Kementerian Perhubungan, sehingga
Kementerian Perhubungan yang akan
melaksanakan pembangunannya.
Hanya saja, daerah juga mesti memberi
kontribusi seperti penyediaan lahan.
Upaya melibatkan partisipasi pihak
swasta tetap diperlukan. Apalagi saat ini,
ada penghematan alokasi anggaran dari
APBN.
TM : Bagaimana bentuk
keterlibatan pihak swasta dalam
pembangunan transportasi yang
akan dilakukan?
EAS : Skema kerjasama dengan pihak
swasta maupun masyarakat pengguna
TRANS UTAMA
jasa harus berdasarkan prinsip saling
menguntungkan. Salah satu contoh
yang sudah berjalan adalah di Bekasi
yang melibatkan PT Summarecon untuk
pembangunan jembatan layang yang
berdekatan dengan stasiun kereta
api. Disitu ada jembatan bagus yang
dibangun Summarecon dan dengan
adanya jembatan itu akses masyarakat
permukiman di Bekasi Utara bisa lebih
terbuka.
Jadi pembangunan fasilitas jembatan
itu tidak hanya untuk kepentingan
Summarecon saja, tapi masyarakat
Bekasi ikut menikmati. Keterlibatan
masyarakat juga diharapkan menjadi
salah satu sumber pembiayaan
pembangunan transportasi. Ada
contoh bagus di Nagoya, Jepang yang
mengembangan guide bus untuk
mewadahi kebutuhan masyarakat
setempat. Angkutan feeder ini
memanfaatkan infrastruktur yang
terbatas dan masyarakat tidak
keberatan dengan biaya yang lebih
mahal. Angkutan ini penting untuk
mengintegrasikan dengan moda lain.
TM : Apakah konsep serupa bisa
diterapkan di Jabodetabek?
EAS : Tentu saja bisa dilakukan dengan
mempertimbangkan kondisi dan
kebutuhan masyarakat setempat. Dalam
kerangka itu pula, BPTJ kini tengah
mengupayakan pelayanan angkutan
massal berbasis BRT untuk menjangkau
daerah permukinan di kota-kota luar
Jakarta.
Hasil survei yang telah dilakukan,
masyarakat di kawasan Cibubur
menyatakan setuju untuk menggunakan
angkutan umum BRT Transjabodetabek
yang akan disediakan BPTJ meski dengan
tarif Rp 30 ribu sekali jalan.
Para pengguna kendaraan pribadi
(mobil) juga tidak keberatan dengan
biaya itu karena mereka menilai
perjalanan angkutan bis Tranjabodetabek
ini lebih cepat dibandingkan dengan
kendaraan pribadi yang sering terjebak
kemacetan di jalur Tol Cibubur - Jakarta.
Jika rencana ini berhasil, maka angkutan
BRT yang melintasi jalur khusus di
jalan tol Cibubur – Jakarta tersebut
bisa mengurangi kemacetan hingga
30 persen. Jalan tol juga mendapat
keuntungan karena semakin arus lalu
lintas lancar, pendapatan mereka
lebih besar. Logikanya, semakin macet
semakin tidak mendapat duit.
TM : Bagaimana merealisasikan
rencana strategis tersebut agar
semua pihak bisa mendukung
program Transjabodetabek ?
EAS : Untuk merealisasikannya, kini BPTJ
sedang membicarakan hal itu dengan
pihak terkait, terutama dengan Badan
Pengelola Jalan Tol (BPJT) yang berada
di bawah koordinasi Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat (PUPERA). Masing-masing pihak
sebenarnya bisa diuntungkan. Pengelola
jalan tol untung, masyarakat untung, dan
Pemerintah Daerah juga untung dengan
pelayanan yang baik. Jadi sebenarnya
kuncinya itu hanya perlu me-manage
orang saja.
Salah satu
jalan keluar
dari tantangan
transportasi
di Jabodetabek
adalah
integrasi.
Untuk hal teknis, dibutuhkan titik
perpindahan (transfer point) saja
di Cibubur dan Jakarta. Angkutan
busway tersebut harus memiliki time
schedule yang tepat waktu. Busway
Transjabodetabek bisa memanfaatkan
lajur jalan tol yang kosong. Pada pagi
hari, jalur dari Jakarta ke Cibubur, kosong.
Jalur ini bisa dipakai untuk busway.
Hanya saja, arus contra flow memang
bisa membahayakan perjalanan. Oleh
karena itu perlu pembangunan beton
pembatas, untuk jalur busway yang
akan melintasi tol. Di luar negeri, proses
pembangunan beton pembatas tersebut
bisa efektif dengan adanya mobil
khusus. Namun, di Indonesia belum
ada. BPTJ masih melakukan koordinasi
dengan berbagai pihak terkait, karena
institusi pengelola jalan tol itulah yang
memiliki kemampuan finansial yang
cukup.
TM : Bagaimana dukungan dari
pihak operator angkutan umum?
EAS : Dari pihak operator banyak
yang siap. Bahkan, mereka sudah
banyak yang mengajukan ijin trayek.
Bayangkan saja, dengan harga tiket
Rp 30-35 ribu dan para penumpang
tidak keberatan, hal itu jelas
menguntungkan. Oleh karena itu, BPTJ
akan mengkoordinasikan semuanya.
Termasuk bentuk pelayanan rute tetap
menjadi perhatian. Transjabodetabek
ini rencananya terintegrasi dengan bis
Transjakarta. Begitu masuk kota, mereka
masuk ke jalur busway Transjakarta.
Ada titik simpul yang memungkinkan
Transjabodetabek bisa overlaping
(menyalip) agar tidak terjadi kemacetan
di titik perpindahan. Semoga saja bisa
berhasil dalam waktu dekat ini.
TM : Apa tantangan lain terkait
pengembangan sistem transportasi
se-Jabodetabek ini dan langkah apa
saja yang akan ditempuh?
EAS : Memang banyak hal yang
perlu dilakukan terkait penanganan
kemacetan, koordinasi dengan semua
pihak, dan langkah mewujudkan sistem
transportasi yang terintegrasi. Target
BPTJ menjadikan Jabodetabek ini menjadi
satu kesatuan kota, dan tak lagi terpisah
oleh wilayah administratif masingmasing daerah.
Salah satu jalan keluar dari tantangan
transportasi di Jabodetabek adalah
integrasi. Oleh karena itu, yang harus
dipikirkan ke depannya adalah simpulsimpul seperti terminal – terlebih
terminal-terminal besar. Seperti integrasi
antara terminal dan stasiun di Dukuh
Atas yang akan ada LRT, MRT, kereta
listrik, Transjakarta, dan KA bandara.
Harus dibuatkan dulu konsep integrasi
terminal secara keseluruhan sehingga
memudahkan orang dari mana mau
ke mana. Dengan begitu mereka
akan mendapatkan kemudahan ketika
berpindah moda transportasi. Begitupun
dengan rencana pengintegrasian di
Terminal Manggarai, Cawang dan
Kampung Rambutan.
Semua berharap pengintegarasian
antarmoda bisa meningkatkan
pelayanan angkutan. Termasuk di
dalamnya memperhatikan kecepatan
sarana angkutan umum agar masyarakat
mau pindah dari angkutan pribadi.
Dukungan semua pihak, baik pemerintah
daerah, pihak swasta dan masyarakat
umum turut menentukan keberhasilan
pengembangan sistem transportasi yang
ideal di Jabodetabek ini. (*)
2016
EDISI 05
TRANSMEDIA
17
TRANS DARAT
Kementerian Perhubungan, melalui Badan Pengelola
Transportasi Jabodetabek tengah mempersiapkan
sejumlah jurus untuk meningkatkan kualitas pelayanan
transportasi massal di kawasan Jabodetabek.
R
encana pengintegrasian
tarif pembayaran angkutan
massal antarmoda
merupakan bagian tak
terpisahkan dari upaya
peningkatan pelayanan angkutan
massal perkotaan. Penyeragaman ini
diharapkan mampumenarik minat
masyarakat pengguna kendaraan
pribadi beralih ke angkutan umum.
Rancangan penyeragaman
tarifpembayaran angkutan massal yang
terintegrasi menjadi salah satu pilihan
kebijakan pemerintah dalam menyusun
rancangan Rencana Induk Transportasi
Jabodetabek (RITJ). Penyusunan RITJ
yang dilakukan Badan Pengelola
Transportasi Jabodetabek (BPTJ)
bersama-sama Pemerintah Kota dan
Kabupaten se-Jabodetabek ini, tentu
tidak mengabaikan perlunya kebijakan
pengintegrasian antarmoda yang
menjangkau hingga daerah-daerah
sekitaribukota.
Selain kereta listrik KRL, pengembangan
jaringan dan layanan Bus Rapid
Transit (BRT), Light Rail Transit (LRT)
maupun Mass Rapid Transit (MRT)
menjadi solusi terbaik penanganan
kemacetan di kawasan perkotaan.
Dengan pengintegrasian angkutan
massal antarmoda dan penyeragaman
tarif pembayaran,diharapkan dapat
meningkatkan kualitas layanan
1-2. TransJakarta
3. Fasilitas TransJakarta
18
TRANSMEDIA
EDISI 05
2016
Pengintegrasian tarif antarmoda (single
ticketing) lanjut Elly, akan menghapus
kompetisi diantara moda angkutan
umum. Kompetisi antar angkutan
umum, -- dengan ketentuan tarif yang
berbeda-beda –akan mengurangi minat
masyarakat pada sarana angkutan itu
secara masif.
APLIKASI PASSENGER INFORMATION
SYSTEM
Pelayanan dalam hal tarif akan
semakin baik dengan adanya aplikasi
Passenger Information System. Sistem
informasi untuk penumpang ini akan
memudahkan masyarakat mengetahui
Foto : Abdullah
Peningkatan
Layanan
Transportasi
Massal
bisa diberikan kepada angkutan umum
yang berbadan hukum tetap.
terhadap masyarakat.
Peningkatan pelayanan transportasi
perkotaan menurut Kepala BPTJ, Elly
Sinaga, mutlak dilakukan. Kebijakan
pemerintah terkait hal itu sebagai
pilihan untuk mengatasi tingginya
penggunaan kendaraan pribadi dan
tingginya kebutuhan perjalanan (travel
demand) masyarakat. “Penerapan
tarif tinggi bagi kendaraan pribadi dan
penyeragaman tarif semua angkutan
umum yang terintegrasi merupakan
alternatif terbaik untuk mengatasi
kemacetan yang parah,” ujar Elly.
Penyeragaman tarif bisa dilakukan
dengan penetapan berdasarkan wilayah
(zona). Sistem tarif yang diberlakukan
mesti mempertimbangkan zona khusus
dalam kota, maupun pinggiran dan luar
kota. Sebagai misal, untuk Jakarta bisa
diterapkan zona khusus di dalam kota
dengan ketentuan biaya berbeda dari
zona lainnya. Masyarakat yang ingin naik
moda angkutan apapun akan dikenakan
tarif sekitar Rp 3000 – Rp 3.500.
Salah satu tantangan dari penerapan
tarif tersebutadalah perlunya
pembentukan badan hukum bagi semua
sarana angkutan umum yang ada.
Hingga kini, sistem angkutan umum di
kota-kota maupun daerah lebih banyak
dimiliki perseorangan dan bukan
perusahaan. Dampaknya, pemerintah
akan menghadapi tantangan lebih
besar dalam memberikan subsidi tarif
angkutan umum tersebut, baik berupa
Public Service Obligation (PSO) atau
subsidi lainnya. Perludiketahui pula,
bahwa subsidi dalambentuk PSO hanya
1
rute perjalanan dan moda angkutan
yang tersedia pada rute tersebut,
sehingga para masyarakat akan memiliki
keleluasan memilih moda transportasi
massal sesuai kebutuhan mereka.
Kemudahan seperti ini sudah dilakukan
BPTJ dengan penerapan aplikasi
Passenger information System yang
diluncurkan BPTJ melalui kerjasama
dengan perusahaan multinasional
Google. “Melalui aplikasi yang dibuat
google, masyakat bisa mengakses
Transjakarta secara real time,”
tambahnya.
Penerapan aplikasi yang mendukung
sistem transportasi yang ideal bagi kota
Jabodetabek akan terus dilakukan. Saat
TRANS DARAT
2
program-program BPTJ yang diusulkan
di dalam RITJ.
Umumnya daerah di luar Jakarta
menghadapi tantangan minimnya
alokasi anggaran untuk pengembangan
sistem transportasi yang baik. Minimnya
pendanaan pembangunan angkutan
umum menyebabkan lalulintas di
Bodetabek kurang mendapat perhatian.
Anggaran untuk transportasi di daerahdaerah itu, kata Elly, jauh dibawah
alokasi anggaran pembangunan
transportasi Provinsi Jakarta. Tanpa ada
perhatian dan koordinasi lintas wilayah,
maka potensi terjadinya kemacetan
parah di daerah-daerah penyangga
ibukota bakal semakin tidak teratasi.
Penyelenggaraan transportasi di
Jabodetabek, memang membutuhkan
peran BPTJ yang bertanggung jawab
mengelola dan mengkoordinasikan
Foto : Abdullah
KERJA SAMA DENGAN BERBAGAI
PIHAK
Bagi daerah maupun kawasan
yang berada di sekitar kota Jakarta,
keberadaan sarana dan prasarana
transportasi yang terintegrasi menjadi
harapan baru yang pemenuhannya
sangat dinantikan. Masyarakat
menunggu kebijakan pengintegrasian
itu terwujud secepatnya. Ini terlihat dari
dukungan sebagian besar pemerintah
daerah dan kota se-Jabodetabek pada
Peran para kepala daerah itulah, yang
menjadi sumber energi dan semangat
bagi BPTJ untuk mengimplementasikan
program pengintegrasian sistem
transportasi se-Jabodetabek ke dalam
satu pengelolaan yang terpadu.
“Dukungan ini memberi harapan
optimisme agar Jabodetabek tidak lagi
dilihat sebagai daerah yang terpisah,
namun sebagai satu kesatuan kota
dengan satu sistem transportasi yang
terpadu,” tegas Elly.
DUKUNGAN DAERAH
Harapan terwujudnya sistem
transportasi yang terintegrasi dengan
pelayanan yang baik semakin besar
seiring dengan banyaknya dukungan
daerah kepada peran BPTJ untuk
mengatur transportasi di kawasan
aglomerasi Jabodetabek ini. Walikota
Bekasi Rahmat Effendi menyatakan
dukungannya terhadap Rencana Induk
Transportasi Jabodetabek (RITJ) yang
dilakukan Badan Pengelola Transportasi
Jabodetabek (BPTJ). RITJ menurut
Rahmat akan banyak memberikan
manfaat bagi kota Bekasi dalam
pengembangan transportasi ke depan.
Kepala BPTJ juga mengakui RITJ
diharapkan bisa menjadi acuan
pembangunan transportasi di
Jabodetabek sehingga memudahkan
masyarakat yang menetap di wilayah
penyangga Jakarta untuk menjangkau
Ibukota dengan aman, nyaman dan
cepat.
Pertemuan dengan semua kepala
daerah se-Jabodetabek secara
bergantian memberi kontribusi positif
bagi kelancaran proses koordinasi
antarinstansi pemerintahan dan
juga s