KESENIAN GAOK DI DESA KULUR KECAMATAN MAJALENGKA KABUPATEN MAJALENGKA PADA UPACARA BABARIT PARE.

(1)

KESENIAN GAOK DI DESA KULUR KECAMATAN MAJALENGKA KABUPATEN MAJALENGKA PADA UPACARA BABARIT PARE

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Jurusan Pendidikan Seni Musik

Oleh

LIA FEBRIA KURNIANINGSIH 0807501

JURUSAN PENDIDIKAN SENI MUSIK FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2013


(2)

ABSTRAK

KESENIAN GAOK DI DESA KULUR KECAMATAN MAJALENGKA KABUPATEN MAJALENGKA PADA UPACARA BABARIT PARE

Kesenian Gaok merupakan kesenian tradisonal Kabupaten Majalengka. Kesenian Gaok ini selalu hadir mempertunjukan permainannya dalam berbagai upacara tradisi salah salah satunya yaitu dalam upacara babarit pare. Istilah Gaok diambil dari kata ngagorowok (berteriak) yang dinyanyikan secara ngagorowok dengan bentuk pupuh atau kakawen, sedangkan istilah babarit pare yaitu sebelum keluarnya padi atau ketika padi itu mulai berenas (berisi). Sama halnya dengan wanita yang sedang mengandung di usia tujuh bulan. Pertunjukan seni Gaok pada upacara babarit pare ini selalu rutin diadakan setiap tahunnya. Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah untuk menjawab pertanyaan penelitian dari rumusan masalah.

Adapun metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif, yaitu metode yang menganalisis dan menggambarkan data yang terkumpul dan digunakan untuk membuat kesimpulan yang dibutuhkan oleh peneliti.

Penelitian ini dibatasi pada struktur pertunjukan dan fungsi kesenian Gaok pada upacara babarit pare. Bentuk pertunjukan Seni Gaok pada upacara babarit

pare di Desa Kulur Kabupaten Majalengka pada dasarnya masih tetap terstruktur

dengan baik. Seni Gaok ini terdapat di Kabupaten Majalengka dan merupakan warisan leluhur yang harus kita lestarikan.


(3)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Metode Penelitian ... 5

E. Manfaat Penelitian ... 7

F. Asumsi ... 9

G. Struktur Organisasi Skripsi ... 10

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 11

A. Kebudayaan dan Seni Tradisi ... 11

1. Kebudayaan ... 11

2. Kesenian ... 13

3. Seni Tradisi ... 14

B. Konsep Seni Pertunjukan ... 17

1. Upacara Adat ... 17

2. Seni Pertunjukan ... 17

3. Struktur Seni Pertunjukan ... 20

4. Fungsi Seni Pertnjukan ... 22

C. Kesenian Tradisonal Sunda ... 25

D. Gambaran Seni Gaok ... 26

BAB III METODE PENELITIAN ... 31

A. Metode Penelitian ... 31

B. Lokasi ... 32

C. Teknik Pengumpulan Data ... 32

1. Observasi ... 32

2. Wawancara ... 33

3. Studi Litelatur ... 36

4. Dokumentasi ... 38

D. Teknik Pengolahan Data ... 38

E. Prosedur Pengolahan Data ... 39

1. Reduksi Data ... 39

2. Penyajian Data ... 40


(4)

F. Langkah-Langkah Pelitian ... 41

1. Persiapan ... 41

2. Pelaksanaan Penelitian ... 41

3. Penyusunan Laporan penelitian ... 42

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 43

A. Hasil Penelitian ... 43

1. Gambaran Umum Kesenian Gaok ... 43

2. Gambaran Umum Kesenian Gaok Pada Upacara Babarit Pare ... ... 45

B. Pembahasan ... 47

1. Struktur Pertunjukan Kesenian Gaok Pada Upacara Babarit Pare Di Desa Kulur Kecamatan Majalengka Kabupaten Majalengka... 47

2. Tempat, Waktu Pertunjukan ... 74

3. Waditra ... ... 75

4. Wawacan ... ... 78

5. Tata Busana ... 81

6. Tata Cahaya Dan Soundsystem ... 82

7. Fungsi Kesenian Gaok Pada Upacara Babarit Pare Di Desa Kulur Kecamatan Majalengka Kabupaten Majalengka ... 83

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 88

A. Kesimpulan ... 88

B. Saran ... 90

DAFTAR PUSTAKA ... 92


(5)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

4.1 Para Pemain Gaok ... 47

4.2 Sesajen ... 54

4.3 Pembakaran Kemenyan di Dalam Parupuyan Sambil Membacakan Jampe-Jampe ... 55

4.4 Diibingan ... 69

4.5 Air Bunga Yang Akan Disiramkan Untuk Padi ... 73

4.6 Pertunjukan Seni Gaok di Balai Kampung Tarikolot ... 74

4.7 Buyung dan Songsong ... 76

4.8 Waditra Pada Saat Pertunjukan ... 77

4.9 Wawacan Sulanjana Saat Ini Berbahasa Sunda ... 80

4.10 Gambar Wawacan Sulanjana Berbahasa Arab Gundul .. 80

4.11 Busana Yang Dipakai ... 82


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lampiran Gambar ... 94

Lampiran 2 Lampiran Lagu... 98

Lampiran 3 Pedoman Wawancara... 127

Lampiran 4 Pedoman Observasi ... 130

Lampiran 5 Surat Perubahan Judul dan Perpanjangan Masa Bimbimbing Skripsi ... 133

Lampiran 6 Surat Izin Penelitian ... 135

Lampiran 7 Profil Desa dan Kelurahan Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa, Perempuan dan Keluarga Berencana (BPMDPKB) Kabupaten Majalengka... 136


(7)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Seni tradisional yang ada di Indonesia merupakan salah satu unsur kebudayaan yang menjadi bagian hidup masyarakat dalam suatu kaum suku bangsa tertentu. Seni tradisional tersebut berasal dari kebudayaan nenek moyang terdahulu. Jawa Barat merupakan daerah yang sangat terkenal akan berbagai ragam keseniannya. Selain itu Jawa Barat pun dikenal sebagai obyek pariwisata mancanegara dan domestik dan berbagai keragaman jenis kesenian tradisional, Keragaman kesenian tradisional ini disebabkan oleh kondisi geografis, sistem kepercayaan dan adat istiadat yang berbeda-beda. Salah satu kesenian tradisonal Jawa Barat tersebut adalah kesenian Gaok Di Desa Kulur Kecamatan Majalengka Kabupaten Majalengka.

Desa Kulur berada di sebelah Timur di wilayah Kabupaten Majalengka dan tinggi rata-rata tempat wilayahnya berada antara 200-400 m dari permukaan laut. Batas-batas wilayah Desa Kulur, yaitu sebelah Utara yang berbatasan dengan Kecamatan Cigasong. Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Sindangkasih, sebelah Timur berbatasan dengan Desa Kawunghilir. Sedangkan sebelah Selatan Desa Kulur ini berbatasan dengan Desa Cibodas. Mayoritas penduduk di Desa Kulur yaitu beragama Islam dan mata pencahariannya sebagai petani.


(8)

Kesenian yang hidup di Desa Kulur Kecamatan Majalengka Kabupaten Majalengka yaitu Kesenian Gaok yang berkembang di Majalengka. Sejak masuknya agama Islam di Wilayah Kabupaten Majalengka sekitar abad ke-15 yang pada masa itu pangeran muhammad berusaha menyebarkan agama Islam di Daerah Kabupaten Majalengka.

Sejak dahulu kesenian Gaok ini selalu hadir memepertunjukan permainannya dalam berbagai upacara tradisi, misalnya ngayun (upacara 40 hari kelahiran bayi dan pemberian nama) babarit pare (sebelum keluarnya padi),

muludan, halal bihallal, khitanan dan pernikahan. Kata babarit yang artinya „selametan tujuh bulan yang sedang hamil‟ sedangkan kata pare yang artinya

„padi‟ (Kamus Bahasa Sunda-Bahasa Indonesia Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Jakarta (1994:72 & 325).

Upacara babarit pare dilaksanakan rutin setiap satu tahun sekali yaitu pada bulan Desember dimana pada bulan ini musim kemarau berakhir selanjutnya datang musim penghujan barulah padi mulai tumbuh berenas (berisi). Naskah wawacan yang digunakan yaitu wawacan Sulanjana. Waditra pengiring upacara babarit pare yaitu goong dan kempul, kendang ditambahkan kecrek yang terbuat dari logam dan tarompet sebagai pelengkap dalam pertunjukan upacara

babarit pare.

Kesenian Gaok tersebut termasuk seni sastra mamacan yang artinya membaca teks. Atau juga bisa disebut sebagi wawacan yakni singkatan wawar ka


(9)

orang-orang yang belum mengetahui. Sastra adalah seni yang menggunakan bahasa sebagai alat ekspresi, baik lisan maupun tulisan. (Rosidi, 1966a:134-135) selain Rosidi, Wellek dan Warren, (1995:3) menjelaskan bahwa “sastra adalah sebuah kegiatan kreatif sebuah karya seni”.

Kesenian Gaok sampai saat ini masih terpelihara dan tetap terjaga. Proses pewarisan di dalam kesenian Gaok ini yaitu secara turun temurun sejak tahun 1963 oleh kedua orang tua Abah Rukmin yang juga seniman Gaok. Untuk mempertahankan keberadaanya maka seni Gaok diharapkan agar terus berkarya serta mempertahankan kelestarian secara utuh.

Dari urian tersebut, maka peneliti berkeinginan untuk melakukan penelitian terhadap kesenian tradisonal yang ada Di Desa Kulur yaitu kesenian Gaok pada upacara babarit pare. Adapun judul yang peneliti ambil dalam peneilitian ini adalah ”KESENIAN GAOK DI DESA KULUR KECAMATAN

MAJALENGKA KABUPATEN MAJALENGKA PADA UPACARA


(10)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, peneliti perlu mengidentifikasi dan membatasi masalah apa saja yang akan diteliti di dalam

Kesenian Gaok di Desa Kulur Kecamatan Majalengka Kabupaten Majalengka Pada Upacara Babarit Pare”. Dalam penelitian ini penulis merumuskan masalah dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana struktur pertunjukan Kesenian Gaok di Desa Kulur Kecamatan Majalengka Kabupaten Majalengka Pada Upacara Babarit Pare ?

2. Bagaimana fungsi Kesenian Gaok di Desa Kulur Kecamatan Majalengka Kabupaten Majalengka Pada Upacara Babarit Pare ?

Agar penelitian ini sesuai dengan sasaran yang akan dicapai, maka diperlukan adanya pembatasan istilah guna menghindari kesalahtafsiran terhadap judul penelitian ini, maka peneliti memeberikan batasan-batasan istilah sebagai berikut :

Kesenian : Nilai keindahan (estetika) yang berasal dari ekspresi hasrat manusia akan keindahan yang dinikmati dengan mata ataupun telinga (Kurniawan, 2012:114).

Gaok : Gaok yang diambil dari kata ngagorowok (berteriak)

yaitu jenis kesenian trdisional yang dinyanyikan secara ngagorowok dengan bentuk pupuh atau

kakawen. Dalam buku profil kesenian Majalengka


(11)

Babarit pare : Sebelum keluarnya padi atau ketika padi itu mulai berenas (berisi). Sama halnya dengan wanita yang sedang mengandung di usia tujuh bulan. Alamat keterangan dari Abah Rukmin (wawancara pada tanggal 4 Oktober 2012).

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk menjawab berbagai permasalahan yang ada pada penelitian yang dilakukan, antara lain mempunyai tujuan untuk menjawab pertanyaan sebelumnya. Tujuan tersebut adalah :

1. Ingin mengetahui struktur pertunjukan Kesenian Gaok di Desa kulur Kecamatan Majalengka Kabupaten Majalengka Pada Upacara Babarit Pare. 2. Ingin mengetahui fungsi Kesenian Gaok di Desa Kulur Kecamatan

Majalengka Kabupaten Majalengka Pada Upacara Babarit Pare.

D. Metode Penelitian 1. Metode

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode desktiptif dengan pendekatan kualitatif. Dengan menggunakan meode deskriptif pendekatan kualitatif peneliti dapat menggambarkan kembali, menguraikan dan memaparkan hal-hal, atau gejala-gejala sebagaimana adanya untuk mengidentifikasi tentang berbagai data yang berhasil dikumpulkan dari lapangan. Selain itu pula penelitian


(12)

ini menggunakan struktur pertunjukan dan fungsi kesenian Gaok di Desa Kulur Kecamatan Majalengka Kabupaten Majalengka pada upacara babarit pare.

2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Observasi

Observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi nonpartisipan karena peneliti tidak terlibat dan hanya sebagai pengamat independen. Observasi dilakukan untuk mengamati hal-hal yang berhubungan dengan objek penelitian, yaitu tentang struktur pertunjukan dan fungsi dalam seni Gaok di Desa Kulur Kecamatan Majalengka.

b. Wawancara

Wawancara dilakukan untuk melengkapi data yang tidak didapatkan dalam observasi, karena dalam observasi hanya sebatas melihat dan mengamati. Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara terstruktur, karena peneliti menggunakan pedoman wawancara yang tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya, namun dalam pelaksanaannya lebih bersifat fleksibel.

c. Studi literatur

Studi literatur dilakukan peneliti untuk mendukung atau memperkuat konsep-konsep yang dapat dijadikan sebagai landasan pemikiran dalam penelitian yang berhubungan dengan masalah yang ada di lapangan.


(13)

d. Dokumentasi

Dokumentasi berfungsi sebagai data dalam bentuk fisik yang berbentuk

audio dan visual. Kesenian Gaok pada upacara babarit pare

didokumentasikan berupa foto dan rekaman video. Dari semua data yang didapat, dipergunakan sebagai keterangan yang nyata untuk diolah.

3. Teknik Pengolahan Data

Pengolahan data dalam penelitian kualitatif dapat diartikan sebagai sebuah proses mengolah data setelah semua data terkumpul seperti catatan, rekaman, gambar-gambar maupun bentuk lainnya untuk kemudian dilakukan tahapan-tahapan pengolahan sebagai berikut:

1. Mengumpulkan dan mengelompokkan data-data berdasarkan jenis data hasil penelitian.

2. Menyesuaikan dan melakukan perbandingan antara hasil data yang diperoleh dari lapangan dengan literatur yang diperoleh, sebagai bahan kesimpulan penelitian.

3. Mendeskripsikan hasil penelitian berupa kesimpulan dari hasil pengolahan data dalam bentuk laporan tulisan.

E. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian dilakukan untuk mencapai tujuan yang sesuai dengan harapan. Penelitian ini diharapkan juga bermanfaat bagi beberapa objek diantaranya sebagai berikut:


(14)

1. Peneliti

a. Dapat memberikan manfaat, wawasan, dan dapat dijadikan sebagai masukan dan pengalaman yang bermanfaat untuk sekarang maupun dimasa yang akan datang.

b. Sebagai salah satu kajian yang dapat memberikan informasi, kontribusi, akademisi peneliti serta memperkaya bidang kajian dalam rangka mengembangkan dan mengetahui kesenian Gaok di Desa Kulur Kecamatan Majalengka Kabupaten Majalengka pada upacara babarit pare.

c. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan dalam bidang kesenian tradisional dan dapat mengetahui lebih jauh tentang penyajian seni Gaok pada upacara babarit pare di Desa Kulur Kecamatan Majalengka Kabupaten Majalengka.

2. Lembaga Pendidikan dan Mahasiswa

a. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, sebagai masukan dalam upaya pelestarian, pembinaan, dan pemeliharaan budaya daerah sebagai kekayaan budayaan bangsa.

b. Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), untuk memberikan referensi kepustakaan dan sebagai dokumentasi kesenian khususnya kesenian Gaok pada upacara babarit pare pada Jurusan Pendidikan Seni Musik.

c. Untuk menambah pembendaharaan bacaan dan dokumentasi bagi para mahasiswa, serta menjadikan acuan untuk meningkatkan pemahaman terhadap kesenian tradisional di Jawa Barat.


(15)

3. Masyarakat

a. Dapat mengetahui dan mengenal kesenian Gaok sehingga diharapkan dapat memberikan motivasi kepada masyarakat untuk tetap melestarikan, mengembangkan kesenian daerah khususnya kesenian Gaok.

b. Memberikan informasi kepada masyarakat luas khususnya bagi pengembangan kebudayaan dan kesenian tradisional yang religius, yaitu kesenian Gaok. Serta menjadi bahan masukan dan peningkatan mutu, pengembangan popularitas kesenian di daerah Majalengka.

F. Asumsi

Anggapan dasar yang dijadikan penelitian ini adalah bahwa kesenian Gaok pada pertunjukannya diawali dengan bacaan basmallah, sedangkan bahasa yang disampaikan dengan bahasa sunda, sebagai media penyampaian pesan. Naskah atau wawacan yang dibawakan yaitu wawacan Sulanjana. Kesenian Gaok ini masih memiliki fungsi ritual, yaitu sebagai media upacara seperti upacara babarit

pare pada masyarakat Desa Kulur Kecamatan Majalengka Kabupaten Majalengka

yang cara penyajiannya masih lekat dengan kepercayaan animisme (roh nenek moyang) dan sebagai sarana hiburan. Untuk memepertahankan keberadaannya maka seni Gaok diharapkan agar terus berkarya serta mempertahankan kelestarian secara utuh.


(16)

G. Struktur Organisasi Skripsi BAB I PENDAHULUAN

a. Latar Belakang Penelitian b. Rumusan Masalah

c. Tujuan Penelitian d. Metode Penelitian e. Manfaat Penelitian f. Asumsi

g. Struktur Organisasi Skripsi

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


(17)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Data-data mengenai kesenian Gaok pada upacara babarit pare di Desa Kulur Kecamatan Majalengka Kabupaten Majalengka adalah berupa data kualitatif dimaksudkan untuk memaparkan permasalahan yang terkait, khususnya ditujukan agar mampu menjawab permasalahan-permasalahan dalam melakukan penelitian dan menggambarkannya sesuai dengan fakta yang ada seperti struktur pertunjukan dan fungsi dari kesenian Gaok pada upacara babarit pare di Desa Kulur Kecamatan Majalengka Kabupaten Majalengka.

Berdasarkan pada uraian tersebut di atas, maka untuk mendapatkan kualitas penelitian yang baik, peneliti bermaksud menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Metode deskriptif yang dimaksudkan yaitu dapat menggambarkan kembali, menguraikan dan memaparkan hal-hal atau gejala sebagaimana adanya untuk mengidentifikasi tentang berbagai data yang berhasil dikumpulkan dari lapangan. Dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif hal ini di dasarkan pada alasan bahwa data-data tentang kesenian Gaok pada upacara

babarit pare di Desa Kulur Kecamatan Majalengka Kabupaten Majalengka

tersebut semuanya bersifat naturalistik, karena situasi lapangan penelitian bersifat natural atau wajar sebagaimana adanya.


(18)

B. Lokasi

Penelitian ini mengambil lokasi di Desa Kulur Kecamatan Majalengka Kabupaten Majalengka, karena kesenian Gaok yang akan diteliti hanya hidup dan berkembang di Desa Kulur Kecamatan Majalengka Kabupaten Majalengka dikarenakan di daerah lain tidak terdapat kesenian Gaok yang dipimpin oleh Abah Rukmin dalam pelaksanaan babarit pare.

Desa Kulur berada di sebelah Timur di wilayah Kabupaten Majalengka dan tinggi rata-rata tempat wilayahnya berada antara 200-400 m dari permukaan laut. Batas-batas wilayah Desa Kulur, yaitu sebelah Utara yang berbatasan dengan Kecamatan Cigasong. Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Sindangkasih, sebelah Timur berbatasan dengan Desa Kawunghilir. Sedangkan sebelah Selatan Desa Kulur ini berbatasan dengan Desa Cibodas. (Dalam Buku Profil Desa dan Kelurahan Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa, Perempuan dan Keluarga Berencana (BPMDPKB) Kabupaten Majalengka 2011:1-3)

C. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan suatu cara yang digunakan untuk memperoleh data. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Observasi

Dalam penelitian ini, peneliti melakukan observasi atau pengamatan secara langsung dan mencatat semua data yang diperoleh dari lokasi penelitian yang menyangkut data-data mengenai tentang kesenian Gaok sebanyak tiga kali.


(19)

Adapun yang dilakukan penulis dalam observasi ini adalah mengapresiasi pertunjukan Seni Gaok pada upacara babarit pare untuk selanjutnya diolah hingga menghasilkan sebuah kesimpulan penelitian.

Observasi pertama dilakukan pada tanggal 14 September 2012 yaitu melihat lokasi dimana kesenian Gaok berada, selain itu juga berkenalan dengan Abah Rukmin selaku narasumber sekaligus pimpinan dari kesenian Gaok dan meminta izin untuk melakukan penelitian kepada kepala Desa Kulur Kecamatan Majalengka Kabupaten Majalengka mulai pukul 10:00 s/d 15:00.

Observasi kedua pada tanggal 6 Desember 2012 mempersiapkan tanggal acara pertunjukan kesenian Gaok pada upacara babarit pare Di Desa Kulur Kecamatan Majalengka Kabupaten Majalengka di kediaman rumah Abah Rukmin yaitu di waktu senggang yakni antara pukul 13:00 sampai dengan 16:30, hal ini dilaksanakan agar tidak mengganggu aktivitas para pemain Gaok yang mayoritas para pemainnya bekerja sebagai petani.

Observasi ketiga pada tanggal 23 Desember 2012 mengamati struktur dari awal hingga akhir pertunjukan yang dimulai pada pukul 20:00 s/d 23:00 di Balai Kampung Tarikolot Desa Kulur Kecamatan majalengka Kabupaten Majalengka.

2. Wawancara

Teknik berikutnya yang dilakukan penulis dalam penelitian skripsi ini adalah teknik wawancara. Teknik ini merupakan teknik yang paling penting dalam penyusunan skripsi karena sebagian besar sumber diperoleh melalui wawancara. Wawancara ini bertujuan untuk memperoleh sumber lisan terutama


(20)

sejarah lisan, yang dilakukan dengan cara berkomunikasi dan berdiskusi dengan beberapa tokoh yang terlibat atau mengetahui secara langsung maupun tidak langsung bagaiman pertunjukan kesenian Gaok pada upacara babarit pare.

Wawancara yang dilakukan adalah teknik wawancara gabungan yaitu perpaduan antara wawancara terstruktur dan tidak terstruktur. Wawancara terstruktur atau berencana adalah wawancara yang terdiri dari suatu daftar pertanyaan yang telah direncanakan dan disusun sebelumnya. Semua wawancara yang diwawancarai diberi pertanyaan yang sama sengan kata-kata dan tata urutan yang seragam. Sedangkan wawancara yang tidak terstruktur adalah wawancara yang tidak mempunyai persiapan sebelumya dari suatu daftar pertanyaan dengan susuna kata-kata dan tata urut yang harus dipatuhi peneliti.

Kebaikan dari penggabungan wawancara terstruktur dan tidak terstruktur adalah agar tujuan wawancara lebih fokus. Selain itu agar data yang diperoleh agar lebih mudah diolah dan yang terakhir narasumber lebih bebas mengungkapkan apa saja yang dia ketahui. Dalam teknis wawancara penulis mencoba mengkolaborasikan atara kedua teknik tersebut, yaitu dengan wawancara terstruktur penulis membuat susunan pertanyaan yang sudah dibuat, kemudian diikuti dengan wawancara yang tidak terstruktur yaitu penulis memberikan pertanyaan-pertanyaan yang sesuai dengan pertanyaan sebelumya dengan tujuan untuk mencari jawaban dari setiap pertanyaan yang brkembang kepada tokoh atau pelaku sejarah.

Wawancara dilakukan pada tanggal 29 Oktober 2012 dikediaman beliau dengan narasumber utama Abah Rukmin (Dalang) yang terletak di RT/13 RW/06


(21)

No. 18 Kampung Tarikolot Desa Kulur Kecamatan Majalengka Kabupaten Majalengka tentang bagaimana sejarah kesenian Gaok pada upacara babarit pare. Selanjutnya wawancara dengan anggota pemain Gaok pada tanggal 5 Desember 2012 dikediaman Abah Domo yang terletak di RT/09 RW/04 Blok Ahad Desa Kulur Kecamatan Majalengka Kabupaten Majalengka dan dikediaman Abah Kari RT/03 RW/01 Blok Sabtu Desa Kulur Kecamatan Majalengka Kabupaten Majalengka mengenai awal mula mereka gabung dalam kesenian Gaok. Selain itu juga wawancara dilakukan kepada beberapa pemain waditra, salah satunya adalah Bapak Oman (pemain goong) pada tanggal 14 Januari 2013 mengenai ada berapa macam pola pukulan dan awal mulai gabung dalam kesenian Gaok. Kemudian dengan masyarakat setempat yaitu Bapak Wawan, Ukan, dan Edoh pada tanggal 20 Oktober 2012 mengenai bagaimana respon penonton jika pertunjukan seni

Gaok di Desa Kulur Kecamatan Majalengka Kabupaten Majalengka

dipertunjukan.

Selain narasumber tersebut, wawancara juga dilakukan dengan pihak pemerintahan Desa Kulur, yaitu Ibu Nyai Yunengsih selaku Kepala Desa Kulur guna mendapatkan informasi yang tentang keberadaan seni Gaok pada upacara

babarit pare di Kabupaten Majalengka. wawancara terhadap beliau dilakukan

pada tanggal 14 Januari 2013 di Balai Desa Kulur Kecamatan Majalengka Kabupaten Majalengka. Wawancara yang bersangkutan tersebut menggunakan pedoman wawancara terlampir. Instrumen yang digunakan adalah alat tulis, media rekam, dan kamera digital.


(22)

3. Studi Litelatur

Studi litelatur dalam penelitian ini yaitu mengumpulkan data yang diperoleh melalui sumber-sumber tertulis baik berupa buku, majalalah, surat kabar, maupun hasil-hasil laporan penelitian yang memuat bahan menjadi sumber dalam pengumpulan data yang telah diakui kebenarannya sumber-sumber tertulis tersebut yang berkaitan dengan masalah yang sedang penulis peneliti yaitu kesenian Gaok pada upacara babarit pare di Desa Kulur Kecamatan Majalengka Kabupaten Majalengka yang dikaji dari beberapa teori pendapat serta temuan-temuan berbagi media. Untuk mendapatkan data sebanyak-banyaknya yang lebih akurat dilengkapi dengan data dari sumber yang sudah ada terlebih dahulu. Data tersebut disusun, diolah, kemudian dianalisis sehingga dapat menunjang kelancaran dan tujuan dari penelitian ini. Beberapa sumber yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya:

- Purnama Prima dengan judul Perkembangan Seni Tradisi Gaok di

Kabupaten Majalengka: Kajian Sosial-Budaya Tahun 1963-1966

(2010:126) memaparkan terjadi adanya akulturasi antara nilai-nilai Keislaman dengan nilai tau unsur-unsur Hindu-Budha. Dampak yang mungkin dapat dirasakan dari seni Tradisi Gaok bagi masyarakat Kabupaten Majalengka pro dan kontra antara pihak yang mendukung karena berfikir bahwa seni tradisi ini merupakan suatu warisan yang harus dilestarikan dengan pihak yang menolak dengan keberadaan seni tradisi karena bersifat musyrik. Sedangkan


(23)

dalam isi tulisan ini peneliti menekankan struktur seni pertunjukan kesenian Gaok pada acara babarit pare dan fungsinya.

- Nono Sudarmono dengan judul Struktur Pertunjukan dan Fungsi

Sosiologis Tradisi Gaok Serta Model Pelestariannya (2009:7).

Berkaitan dengan kondisi seni tradisi Gaok pada saat sekarang. Dalam tulisannya Sudarmono (2009:7) memaparkan bagaimana kondisi suatu kesenian yang merupakan identitas diri dari suatu masyarakat, pada saat sekarang mulai ditinggalkan dan bahkan terancam punah.

- Muhammad Faezar Ibrahim dengan judul Pertunjukan Seni Gaok

Kombinasi Sinar Kiara Rambay Di Desa Kulur Kabupaten Majalengka (2011:75) memaparkan perkembangan seni Gaok

terbagi menjadi beberapa aspek, pertama apabila dilihat dari pertunjukannya saat ini seni Gaok bisa dikatakan stabil namun ada beberapa yang berkembang. Struktur dari pertunjukan seni Gaok Kombinasi Sinar Kiara Rambay masih tetap terjaga sampai saat ini, langkahnya yaitu rancag, digaokeun, alok, dan kidung pangrajah. Hanya saja ditambahkan sedikit pengembangan berupa alok

nembalan di dalam pertunjukanya agar menjadi lebih semarak.

Bahkan tak jarang penonton yang ingin menari pada saat alok. Sedangkan dalam isi tulisan ini peneliti menekankan kepada struktur pertunjukan dan fungsi kesenian Gaok pada acara babarit


(24)

pare di Desa Kulur Kecamatan Majalengka Kabupaten

Majalengka.

4. Dokumentasi

Dokumentasi berfungsi sebagai data dalam bentuk fisik yang berbentuk

audio dan visual. Pertunjukan kesenian Gaok pada upacara babarit pare ini

didokumentasikan berupa foto dan rekaman video. Dari semua data yang didapat, dipergunakan sebagai keterangan yang nyata untuk diolah. Alat bantu yang digunakan adalah kamera digital sebagai penyimpan data yang dimulai dari bulan Oktober 2012.

Dokumentasi dilakukan pada saat observasi, diantaranya mengambil gambar wawacan (naskah) yang digunakan, sesajen serta para anggota Kesenian

Gaok pada acara babarit pare. Video digunakan peneliti pada saat observasi untuk

merekam pertunjukan kesenian Gaok, dan hasil video diamati untuk membantu proses penelitian. Dari semua data yang didapat, dipergunakan sebagai keterangan yang nyata untuk diolah menjadi suatu karya ilmiah.

D. Teknik Pengolahan Data

Pengolahan data dalam penelitian kualitatif dapat diartikan sebagai sebuah proses mengolah data setelah semua data terkumpul seperti catatan, rekaman audio dan visual, dan gambar-gambar untuk kemudian dilakukan tahapan-tahapan pengolahan sebagai berikut:


(25)

1. Mengumpulkan dan mengelompokkan data-data berdasarkan jenis data hasil penelitian.

2. Menyesuaikan dan melakukan perbandingan antara hasil data yang diperoleh dari lapangan dengan literatur yang diperoleh, sebagai bahan kesimpulan penelitian.

3. Mendeskripsikan hasil penelitian berupa kesimpulan dari hasil pengolahan data dalam bentuk laporan tulisan.

E. Prosedur Pengolahan Data

Dalam penelitian kualitatif, proses pengolahan data dilakukan sebelum memasuki lapangan, selama di lapangan dan setelah selesai di lapangan. Artinya peneliti harus mampu melihat gejala permasalahan dan informasi sebanyak-banyaknya sebelum, selama dan setelah melakukan penelitian. Hal ini dikarenakan pada penelitian kualitatif, permasalahan belum jelas. Setelah melakukan studi pendahuluan, kemungkinan peneliti akan mendapatkan fokus permasalahan. Prosedur dalam penelitian dibutuhkan untuk mengarahkan peneliti melakukan tahapan-tahapan penelitian sebagai berikut:

1. Reduksi Data

Proses reduksi data dalam penelitian ini terdiri dari pemilihan hal-hal yang berhubungan dengan aspek-aspek penting. Sampai pada akhirnya peneliti mereduksi data-data yang dianggap penting, dan membuang data-data yang tidak diperlukan. Data-data yang diambil yaitu data mengenai struktur kesenian Gaok dan fungsinya serta mencakup berbagai aspek yang menunjang penelitian.


(26)

2. Penyajian Data

Penyajianan data merupakan langkah kedua setelah reduksi data dilakukan oleh peneliti. Penyajian data diikuti oleh proses mengumpulkan data-data yang saling berhubungan satu sama lain melalui wawancara, pendokumentasian dan pengamatan yang lebih mendalam. Hal ini dimaksudkan untuk memperkuat hasil reduksi data untuk diolah lebih lanjut sehingga pada akhirnya akan menghasilkan suatu kesimpulan.

Setelah data diperoleh berupa tulisan baik dari catatan maupun rekaman yang sudah direduksi, data kemudian disajikan dalam bentuk deskripsi. Data-data yang saling berhubungan dikelompokkan sehingga terbentuk kelompok-kelompok data yang selanjutnya akan disimpulkan.

3. Pengambilan Kesimpulan

Langkah terakhir dalam pengolahan data kualitatif yaitu penarikan kesimpulan. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif mungkin dapat menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal tentang struktur pertunjukan Gaok dan fungsinya. tetapi mungkin juga tidak, karena rumusan masalah dalam penelitian kualitatif bersifat sementara. Setelah peneliti menarik kesimpulan dari hasil penelitian, peneliti mempelajari dan memahami kembali data-data hasil penelitian, meminta pertimbangan kepada berbagai pihak mengenai data-data yang diperoleh di lapangan.


(27)

F. Langkah-langkah Penelitian 1. Persiapan

a. Observasi awal

Peneliti melakukan observasi awal ke lokasi penelitian dengan tujuan untuk mengetahui gambaran lokasi penelitian, mengenal pencetus kesenian Gaok, dan mengetahui para anggota atau personilnya. Observasi awal ini dilakukan pada tanggal 14 September 2012.

b. Merumuskan Masalah

Rumusan masalah sangat penting dalam sebuah penelitian. Peneliti harus merumuskan masalah setelah melakukan beberapa studi pendahuluan. Dengan adanya rumusan masalah, peneliti akan lebih terfokus dan mudah untuk membuat laporan hasil penelitian.

c. Merumuskan Asumsi

Peneliti harus merumuskan asumsi atau anggapan sementara yang pada akhir penelitian akan disesuaikan dengan hasil penelitian.

2. Pelaksanaan Penelitian

Setelah melakukan persiapan, peneliti melaksanakan penelitian sesuai dengan acuan pada metode penelitian. Selama penelitian, peneliti mengumpulkan data-data yang diperoleh di lapangan kemudian mengolah data tersebut untuk dijadikan laporan pada akhir penelitian.


(28)

3. Penyusunan Laporan Penelitian

Setelah proses penelitian selesai dilaksanakan, peneliti membuat laporan penelitian berupa hasil penelitian yang sebenarnya, yang diperoleh dari lapangan seperti catatan-catatan, hasil wawancara, dokumentasi dan rekaman yang kemudian digambarkan atau dideskripsikan ke dalam tulisan.


(29)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil temuan dilapangan mengenai Kesenian Gaok Pada Upacara Babarit Pare Di Desa Kulur Kecamatan Majalengka Kabupaten Majalengka, maka terdapat beberapa hal yang ingin penulis simpulkan. Yaitu pertama, seni tradisi Gaok pada upacara babarit pare terlahir tidak diketahui pasti dimana Gaok dilahirkan, proses terbentuknya, dan bagaimana hubungannya upacara babarit pare dengan kesenian Gaok. Walaupun Kabupaten Majalengka mengakui bahwa seni tradisi Gaok merupakan kesenian asli Majalengka namun tidak dipungkiri terdapat beberapa daerah yang memiliki seni tradisi yang menyerupai Beluk di Sumedang. Keberadaan Seni Gaok Di Desa Kulur Kabupaten Majalengka diperkirakan antara abad ke-15 yaitu didirikan sekitar tahun 1963. Seni tradisi terlahir secara turun temurun oleh orangtua Abah Rukmin yang juga seniman Gaok.

Kesimpulan kedua, dilihat dari seni pertunjukannya saat ini seni Gaok pada upacara babarit pare bisa dikatakan stabil dan rutin dilaksanakan setiap tahunnya. Struktur dari pertunjukannya kesenian Gaok pada upacara babaarit pare masih tetap terjaga sampai saat ini. Ada sedikit pengembangan yaitu beberapa penonton yang ingin ikut menari pada saat alok.

Kesimpulan ketiga, perkembangan ini terjadi perubahan fungsi yang dahulu berfungsi sebagai media untuk meminta restu kepada Tuhan Yang Maha


(30)

Esa melalui perantara para leluhur (nenek moyang), namun sejak tahun 1980-an sampai kini berangsur-angsur kesenian Gaok berubah dan berkembang menjadi kesenian pertunjukan yang memiliki fungsi sebagai hiburan di masyarakat Kabupaten Majalengka. Tak jarang apabila Gaok dalam hajatannya misalnya dalam khitanan, pernikahan, dan ulang tahun hari jadi Majalengka.

Kesimpulan keempat terlihat dari perubahan waditra pengiring menggunakan yang pada saat ini goong dan kempul, kendang, tarompet dan

kecrek yang terbuat dari logam. Walaupun pada saat ini tidak ada yang mampu

lagi meniup waditra buyung dan songsong, hal ini bisa juga terlihat dikarenakan memang tidak ada usaha regenerasi terhadap generasi penerus dari para pemain

Gaok untuk memainkan waditra buyung dan songsong.

Kesimpulan kelima wawacan Sulanjana dalam seni Gaok pada upacara

babarit pare yaitu dengan menggunakan lagu-lagu tembang (pupuh) yang artinya

tidak mengikat pada aturan-aturan yang baku atau bebas aturan irama dan waditra yang digunakan bisa ditambahkan dengan kacapi indung, kacapi rincik, suling,

rebab atau bisa juga ditambahkan dengan biola.

Selanjutnya kesimpulan keenam walaupun Seni Tradisi Gaok bisa dikatakan sebagai kesenian tradisi yang diwariskan secara turun temurun dari satu generasi ke generasi selanjutnya, namun dalam perkembangannya kesenian ini masih belum dapat dikenal secara luas oleh masyarakat di Kabupaten Majalengka. Seni Tradisi Gaok hanya dapat dikenal sebatas pada lingkungan pelaku dan orang-orang yang menggemarinya. Keadaan seperti ini bila dilanjutkan secara terus


(31)

menerus bukan tidak mungkin akan berpengaruh buruk terhadap perkembangan dalam seni Gaok di Kabupaten Majalengka.

B. Saran

Sehubungan dengan kesimpulan pada bagian sebelumnya, maka penulis akan memberikan beberapa hal yang ingin penulis sampaikan sebagai bahan dasar pertimbangan dalam rangka melesatarikan Seni Tradisi Gaok sebagai warisan leluhur masyarakat Majalengka dan memupuk nilai-nilai budaya lokal yang terkandung di dalamnya, maka penulis memiliki beberapa msukan atau saran di antaranya:

a. Agar pemerintah lebih memperhatikan organisasi-organisasi kesenian dan dipandang perlu memberikan bantuan baik secara moral maupun material dalam membina wadah-wadah seni Tradisi Gaok, baik dari segi pembinaan untuk memperkaya bentuk pertunjukan maupun dari segi pengelolaan wadah-wadah agar lebih dapat bersaing dan berdaya guna dalam perubahan arus global.

b. Pengembangan dan pelestarian Seni Tradisi Gaok saat ini perlu dilakukan dengan cara mensosialisasikan kepada masyarakat luas khususnya generasi muda melalui Dinas Pendidikan dengan cara memasukan pengetahuan seni tradisonal baik secara teori maupun praktek kedalam kurikulum mulai dari tingkat Sekolah Dasar sampai tingkat Sekolah Menengah Atas.

c. Mengupayakan untuk mengadakan pementasan dari apresiasi melaui media masa baik cetak maupun elektronik seperti televisi lokal, nasional untuk masyarakat luas sehingga seni tradisi Gaok ini tetap lestari.


(32)

d. Mengadakan pendokumentasian atau pendataan terhadap Seni Tradisi Gaok di Kabupaten Majalengka secara periodik dan teliti, agar Seni Tradisi Gaok tidak mengalami kepunahan. Hasil pendokumentasian dapat dibaca dan dapat dipelajari oleh generasi selanjutnya.

e. Tiap-tiap grup di Kabupaten Majalengaka sebagai pelestarian Seni Tradisi

Gaok, hendaknya agar selalu tetap mempertahankan nilai keaslian dan juga

eksistensinya dalam memepertunjukan Seni Tradisi Gaok.

f. Kepada pelaku seni diantaranya ketua dan pimpinan Seni Tradisi Gaok serta para personilnya, kiranya perlu dilakukan pembenahan sususnan sajian dan penataan kembali manjemen organisasi dengan langkah-langkah yang tepat sehingga penyajian keseluruhannya akan lebih menarik lagi. g. Memberikan dan mengusahakan motivasi pengkaderan kepada generasi


(33)

DAFTAR PUSTAKA

Durachman, Yoyo C. (2009). Teater Tradisonal dan Teater Baru. Bandung STSI Press.

Ibrahim, Mukhamad Faezar. (2011). Perrtunjukan Seni Gaok Sinar Kiara Rambay

Di Desa Kulur Kecamatan Majalengka Kabupaten Majalengka. Skripsi

Sarjana pada UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Iswari, Yayu (2011). Pertunjukan Seni Bangkolung Di Kelurahan Argasari

Kecamatan Cihideung Kota Tasikmalaya. Skripsi Sarjana pada UPI

Bandung: tidak diterbitkan.

Jojo, (2002). Seni Gaok Di Desa Sindangkasih. Skripsi Sarjana pada STSI. Bandung: tidak diterbitkan.

Kayam, Umar. (1981). Seni Tradisi Masyarakat. Jakarta: Sinar Harapan.

Koentjaraningrat. (1974). Kebudayaan, Mentalitet Dan Pembangunan. Jakarta: PT. Gramedia.

Komalasari, Elis. (2003). Kesenian Tabuh Bedug Dorban Di Pesantren Cipasung

Desa Cipakat Kecamatan Singaparna Kabupaten Tasikmalaya. Skripsi

Sarjana pada UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Kurniawan, Benny. (2012). Ilmu Budaya Dasar. Tangerang Selatan: Jelajah Nusa Kusnadi, E. (2005). Profil Kesenian Daerah Majalengka. Majalengka: Kantor

Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Majalengka.

Purnama, Prima. Perkembangan Seni Budaya Tradisi Gaok Di Kabupaten

Majalengka: Kajian Sosial-Budaya Tahun 1963-1996. Skripsi Sarjana

Pada UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. (1999). Kamus Besar Bahasa

Indonesia Edisi Kedua. Jakarta: Balai Pustaka.

Rinjani, Yayu Ananda. (2010). Penyajian Tutunggulan Dalam Acara Hiburan

Panen Padi Di Kampung Sembah Dalem Desa Puspasari Kecamatan Puspahiang Kabupaten Tasikmalaya. Skripsi Sarjana Pada UPI Bandung:


(34)

Rosidi, Ajip. 1966a. Dur Pandjak!. Bandung: Pustaka Sunda.

Santoso, Djojo. (2011). Profil Desa Dan Kelurahan. Majalengka: Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa, Perempuan dan Keluarga Berencana (BPMDPKB).

Sedyawati, Edi. (1981). Pertumbuhan Seni Pertunjukan. Jakarta: Sinar Harapan. Soedarsono. (1999). Seni Pertunjukan Indonesia Di Era Globalisasi. Yogyakarta:

Gadjah Mada University Press.

Soepandi, Atik. (1985). Lagu Pupuh: Pengetahuan dan Notasinya. Bandung: Pustaka Buana.

Soepandi dan Atmadibrata. (1977). Khasanah Kesenian Daerah Jawa Barat. Bandung: Pelita Masa.

Sudarmono, Nono. (2009). Struktur Pertunjukan dan Fungsi Sosiologis Tradisi

Gaok Serta Model Pelestariannya Melalui Pembelajaran Sastra di SMA.

Tesis Magister pada Sekolah Pascasarjana UPI: tidak diterbitkan.

Sumantri, Maman (1994). Pusat Pembinaan dan Pengembangan Departemen Pendiddikan dan Kebudayaan. Kamus Bahasa Sunda-Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan.

Sumardjo, Jakob. (2001). Seni Pertunjukan Indonesia. Bandung: STSI Press. Wellek & Warren (1995). Teori Kesusastraan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil temuan dilapangan mengenai Kesenian Gaok Pada Upacara Babarit Pare Di Desa Kulur Kecamatan Majalengka Kabupaten Majalengka, maka terdapat beberapa hal yang ingin penulis simpulkan. Yaitu pertama, seni tradisi Gaok pada upacara babarit pare terlahir tidak diketahui pasti dimana Gaok dilahirkan, proses terbentuknya, dan bagaimana hubungannya upacara babarit pare dengan kesenian Gaok. Walaupun Kabupaten Majalengka mengakui bahwa seni tradisi Gaok merupakan kesenian asli Majalengka namun tidak dipungkiri terdapat beberapa daerah yang memiliki seni tradisi yang menyerupai Beluk di Sumedang. Keberadaan Seni Gaok Di Desa Kulur Kabupaten Majalengka diperkirakan antara abad ke-15 yaitu didirikan sekitar tahun 1963. Seni tradisi terlahir secara turun temurun oleh orangtua Abah Rukmin yang juga seniman Gaok.

Kesimpulan kedua, dilihat dari seni pertunjukannya saat ini seni Gaok pada upacara babarit pare bisa dikatakan stabil dan rutin dilaksanakan setiap tahunnya. Struktur dari pertunjukannya kesenian Gaok pada upacara babaarit pare masih tetap terjaga sampai saat ini. Ada sedikit pengembangan yaitu beberapa penonton yang ingin ikut menari pada saat alok.


(2)

Esa melalui perantara para leluhur (nenek moyang), namun sejak tahun 1980-an sampai kini berangsur-angsur kesenian Gaok berubah dan berkembang menjadi kesenian pertunjukan yang memiliki fungsi sebagai hiburan di masyarakat Kabupaten Majalengka. Tak jarang apabila Gaok dalam hajatannya misalnya dalam khitanan, pernikahan, dan ulang tahun hari jadi Majalengka.

Kesimpulan keempat terlihat dari perubahan waditra pengiring menggunakan yang pada saat ini goong dan kempul, kendang, tarompet dan kecrek yang terbuat dari logam. Walaupun pada saat ini tidak ada yang mampu lagi meniup waditra buyung dan songsong, hal ini bisa juga terlihat dikarenakan memang tidak ada usaha regenerasi terhadap generasi penerus dari para pemain Gaok untuk memainkan waditra buyung dan songsong.

Kesimpulan kelima wawacan Sulanjana dalam seni Gaok pada upacara babarit pare yaitu dengan menggunakan lagu-lagu tembang (pupuh) yang artinya tidak mengikat pada aturan-aturan yang baku atau bebas aturan irama dan waditra yang digunakan bisa ditambahkan dengan kacapi indung, kacapi rincik, suling, rebab atau bisa juga ditambahkan dengan biola.

Selanjutnya kesimpulan keenam walaupun Seni Tradisi Gaok bisa dikatakan sebagai kesenian tradisi yang diwariskan secara turun temurun dari satu generasi ke generasi selanjutnya, namun dalam perkembangannya kesenian ini masih belum dapat dikenal secara luas oleh masyarakat di Kabupaten Majalengka. Seni Tradisi Gaok hanya dapat dikenal sebatas pada lingkungan pelaku dan orang-orang yang menggemarinya. Keadaan seperti ini bila dilanjutkan secara terus


(3)

menerus bukan tidak mungkin akan berpengaruh buruk terhadap perkembangan dalam seni Gaok di Kabupaten Majalengka.

B. Saran

Sehubungan dengan kesimpulan pada bagian sebelumnya, maka penulis akan memberikan beberapa hal yang ingin penulis sampaikan sebagai bahan dasar pertimbangan dalam rangka melesatarikan Seni Tradisi Gaok sebagai warisan leluhur masyarakat Majalengka dan memupuk nilai-nilai budaya lokal yang terkandung di dalamnya, maka penulis memiliki beberapa msukan atau saran di antaranya:

a. Agar pemerintah lebih memperhatikan organisasi-organisasi kesenian dan dipandang perlu memberikan bantuan baik secara moral maupun material dalam membina wadah-wadah seni Tradisi Gaok, baik dari segi pembinaan untuk memperkaya bentuk pertunjukan maupun dari segi pengelolaan wadah-wadah agar lebih dapat bersaing dan berdaya guna dalam perubahan arus global.

b. Pengembangan dan pelestarian Seni Tradisi Gaok saat ini perlu dilakukan dengan cara mensosialisasikan kepada masyarakat luas khususnya generasi muda melalui Dinas Pendidikan dengan cara memasukan pengetahuan seni tradisonal baik secara teori maupun praktek kedalam kurikulum mulai dari tingkat Sekolah Dasar sampai tingkat Sekolah Menengah Atas.

c. Mengupayakan untuk mengadakan pementasan dari apresiasi melaui media masa baik cetak maupun elektronik seperti televisi lokal, nasional untuk


(4)

d. Mengadakan pendokumentasian atau pendataan terhadap Seni Tradisi Gaok di Kabupaten Majalengka secara periodik dan teliti, agar Seni Tradisi Gaok tidak mengalami kepunahan. Hasil pendokumentasian dapat dibaca dan dapat dipelajari oleh generasi selanjutnya.

e. Tiap-tiap grup di Kabupaten Majalengaka sebagai pelestarian Seni Tradisi Gaok, hendaknya agar selalu tetap mempertahankan nilai keaslian dan juga eksistensinya dalam memepertunjukan Seni Tradisi Gaok.

f. Kepada pelaku seni diantaranya ketua dan pimpinan Seni Tradisi Gaok serta para personilnya, kiranya perlu dilakukan pembenahan sususnan sajian dan penataan kembali manjemen organisasi dengan langkah-langkah yang tepat sehingga penyajian keseluruhannya akan lebih menarik lagi. g. Memberikan dan mengusahakan motivasi pengkaderan kepada generasi


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Durachman, Yoyo C. (2009). Teater Tradisonal dan Teater Baru. Bandung STSI Press.

Ibrahim, Mukhamad Faezar. (2011). Perrtunjukan Seni Gaok Sinar Kiara Rambay Di Desa Kulur Kecamatan Majalengka Kabupaten Majalengka. Skripsi Sarjana pada UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Iswari, Yayu (2011). Pertunjukan Seni Bangkolung Di Kelurahan Argasari Kecamatan Cihideung Kota Tasikmalaya. Skripsi Sarjana pada UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Jojo, (2002). Seni Gaok Di Desa Sindangkasih. Skripsi Sarjana pada STSI. Bandung: tidak diterbitkan.

Kayam, Umar. (1981). Seni Tradisi Masyarakat. Jakarta: Sinar Harapan.

Koentjaraningrat. (1974). Kebudayaan, Mentalitet Dan Pembangunan. Jakarta: PT. Gramedia.

Komalasari, Elis. (2003). Kesenian Tabuh Bedug Dorban Di Pesantren Cipasung Desa Cipakat Kecamatan Singaparna Kabupaten Tasikmalaya. Skripsi Sarjana pada UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Kurniawan, Benny. (2012). Ilmu Budaya Dasar. Tangerang Selatan: Jelajah Nusa Kusnadi, E. (2005). Profil Kesenian Daerah Majalengka. Majalengka: Kantor

Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Majalengka.

Purnama, Prima. Perkembangan Seni Budaya Tradisi Gaok Di Kabupaten Majalengka: Kajian Sosial-Budaya Tahun 1963-1996. Skripsi Sarjana Pada UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. (1999). Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua. Jakarta: Balai Pustaka.

Rinjani, Yayu Ananda. (2010). Penyajian Tutunggulan Dalam Acara Hiburan Panen Padi Di Kampung Sembah Dalem Desa Puspasari Kecamatan Puspahiang Kabupaten Tasikmalaya. Skripsi Sarjana Pada UPI Bandung: tidak diterbitkan.


(6)

Rosidi, Ajip. 1966a. Dur Pandjak!. Bandung: Pustaka Sunda.

Santoso, Djojo. (2011). Profil Desa Dan Kelurahan. Majalengka: Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa, Perempuan dan Keluarga Berencana (BPMDPKB).

Sedyawati, Edi. (1981). Pertumbuhan Seni Pertunjukan. Jakarta: Sinar Harapan. Soedarsono. (1999). Seni Pertunjukan Indonesia Di Era Globalisasi. Yogyakarta:

Gadjah Mada University Press.

Soepandi, Atik. (1985). Lagu Pupuh: Pengetahuan dan Notasinya. Bandung: Pustaka Buana.

Soepandi dan Atmadibrata. (1977). Khasanah Kesenian Daerah Jawa Barat. Bandung: Pelita Masa.

Sudarmono, Nono. (2009). Struktur Pertunjukan dan Fungsi Sosiologis Tradisi Gaok Serta Model Pelestariannya Melalui Pembelajaran Sastra di SMA. Tesis Magister pada Sekolah Pascasarjana UPI: tidak diterbitkan.

Sumantri, Maman (1994). Pusat Pembinaan dan Pengembangan Departemen Pendiddikan dan Kebudayaan. Kamus Bahasa Sunda-Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan.

Sumardjo, Jakob. (2001). Seni Pertunjukan Indonesia. Bandung: STSI Press. Wellek & Warren (1995). Teori Kesusastraan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka