PERKEMBANGAN UPACARA NADAR DI KECAMATAN JATIGEDE KABUPATEN SUMEDANG TAHUN 1985-2005: Suatu Kajian Historis terhadap Tradisi Masyarakat.

(1)

No. Daftar FPIPS: 1502/UN.40.2.3/PL/2013

PERKEMBANGAN UPACARA NADAR DI KECAMATAN

JATIGEDE KABUPATEN SUMEDANG TAHUN 1985-2005

(Suatu Kajian Historis terhadap Tradisi Masyarakat)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Jurusan Pendidikan Sejarah

Oleh

RATNASIH WIDANINGSIH 0800264

JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH

FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA


(2)

PERKEMBANGAN UPACARA NADAR DI KECAMATAN JATIGEDE KABUPATEN SUMEDANG TAHUN 1985-2005

(Suatu Kajian Historis terhadap Tradisi Masyarakat)

Oleh

Ratnasih Widaningsih

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

© Ratnasih Widaningsih 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Mei 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

PERKEMBANGAN UPACARA NADAR DI KECAMATAN JATIGEDE KABUPATEN SUMEDANG TAHUN 1985-2005 (Suatu Kajian Historis

terhadap Tradisi Masyarakat) Oleh:

RATNASIH WIDANINGSIH 0800264

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING : Pembimbing I

Drs. Ayi Budi Santosa, M.Si. NIP: 19630311 198901 1 001

Pembimbing II

Drs. Syarif Moeis NIP: 19590305 198901 1 001

Mengetahui,

Ketua Jurusan Pendidikan Sejarah

Prof. Dr. H. Dadang Supardan, M.Pd. NIP: 19570408 198403 1 003


(4)

(5)

ABSTRACT

This research entitled “The Development of Nadar Ceremony on District Jatigede in Sumedang Year 1985-2005” (a history study of people tradition). The background event came from the wandering of the researcher to the situation and condition of the development of traditional ceremony in Sumedang whose in risk. The main problem

of this research was “How is the development of Nadar Ceremony in Jatigede district

in Kabupaten Sumedang in the period of 11985-2005?” this problem were divided into three point; 1) why the people of Jatigede celebrating Nadar? 2) How is the process of Nadar Ceremony?; 3) How the response of people into the celebration of Nadar?; 4) How the afford of government to preserve the continuity of Nadar tradition? The main purpose of this researcher were, to describe the background event of Nadar Ceremony; the process of Nadar; the response of people of Nadar; and to describe the afford of government to preserve the tradition of Nadar. The method that was used for this research is the history method. The social approach were used for analyzing this problem, common used the concepts from sociology and anthropology. The main sources came from the result of interviews with the subjects and by study literature. The result of the research were, nadar was anonym and was heradited from one generation to the next generation time by time. The Nadar Ceremony divided into three session (preparation, procession, and after procession). The Nadar Ceremony was celebrated in any kind of celebration in the society such as marriage and to say thank for the blessing of God. The Nadar Ceremony since 2004 were celebrated in family momentums. Community District Jatigede have different views on the existence of the ceremony is the notion that nadar ceremony smelling shirk and therefore contributes to the number of participants nadar ceremony. Nadar ceremony conservation efforts undertaken by community supporters and local government.


(6)

Abstrak

Skripsi ini berjudul “Perkembangan Upacara Nadar di Kecamatan Jatigede Kabupaten Sumedang Tahun 1985-2005 (Suatu Kajian Historis terhadap Tradisi

Masyarakat)”. Adapun mengenai latar belakang permasalahan yang dikaji yaitu

karena kekhawatiran peneliti terhadap pertumbuhan upacara tradisional di Kabupaten Sumedang. Pada umumnya masyarakat di Kabupaten Sumedang belum banyak yang mengetahui keberadaan upacara-upacara tradisional. Permasalahan yang diangkat

dalam penelitian ini adalah “bagaimana perkembangan upacara nadar di Kecamatan Jatigede Kabupaten Sumedang tahun 1985-2005 ?”. Peneliti merumuskan empat pertanyaan yaitu : 1). Mengapa masyarakat di Kecamatan Jatigede Kabupaten Sumedang melaksanakan upacara nadar? 2). Bagaimana proses pelaksanaan upacara nadar di Kecamatan Jatigede Kabupaten Sumedang? 3). Bagaimana tanggapan masyarakat terhadap keberadaan upacara nadar di Kecamatan Jatigede Kabupaten Sumedang? 4). Bagaimana upaya yang dilakukan untuk melestarikan upacara nadar di Kecamatan Jatigede Kabupaten Sumedang?. Tujuan penelitian ini antara lain, mendeskripsikan latar belakang upacara nadar, prosesi pelaksanaan upacara nadar, tanggapan masyarakat terhadap keberadaan upacara nadar dan mendeskripsikan upaya yang dilakukan untuk melestarikan upacara nadar. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode historis. Peneliti juga menggunakan pendekatan interdisipliner dengan memakai konsep-konsep dari ilmu sosiologi dan antropologi yang relevan dengan permasalahan penelitian. Sumber tertulis yang membahas mengenai upacara nadar sangat terbatas sehingga peneliti melakukan wawancara. Berdasarkan hasil temuan di lapangan, upacara nadar merupakan upacara yang telah ada sejak dahulu yang diwariskan secara turun-temurun. Upacara nadar bersifat anonim artinya tidak diketahui siapa penciptanya dan kapan upacara nadar itu muncul. Prosesi upacara nadar terdiri dari tahap persiapan, tahap pelakasaan dan tahap pasca pelaksaan upacara nadar. Upacara nadar mengalami perubahan, di antaranya awalnya upacara nadar menjelang hajatan pernikahan, khitanan dan gusaran dilakukan di makam keramat namun sejak tahun 2004 upacara tersebut dilaksanakan di rumah yang mempunyai hajatan. Masyarakat Kecamatan Jatigede memiliki pandangan yang berbeda mengenai keberadaan upacara nadar yaitu adanya anggapan bahwa upacara nadar berbau syirik sehingga berpengaruh terhadap jumlah peserta upacara nadar. Upaya pelestarian upacara nadar dilakukan oleh masyarakat pendukungnya dan pemerintah setempat.


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

DAFTAR ISI ... . v

DAFTAR PETA...viii

DAFTAR GAMBAR...ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Penelitian ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 5

1.4. Manfaat Penelitian ... 5

1.5. Metode Penelitian... 6

1.6. Struktur Organisasi Skripsi ... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 10

2.1. Kebudayaan...10

2.2. Kebudayaan Sunda ... ... 14

2.3. Sejarah Kepercayaan Orang Sunda ... 16

2.4. Upacara Tradisional ... 19

2.5. Perubahan Sosial dan Budaya ... 21

2.6. Penelitian Terdahulu………. 26

BAB III METODE PENELITIAN ... 29

3.1. Metode Penelitian... 29

3.1.1. Teknik penelitian ... 33


(8)

3.2.2. Penyusunan Rancangan Penelitian ... 38

3.2.3. Perizinan ... 39

3.2.4. Mempersiapkan Perlengkapan Penelitian ... 39

3.2.5. Proses Bimbingan ... 40

3.3. Pelaksanaan Penelitian ... 40

3.3.1. Heuristik ... 40

3.3.1.1. Sumber Tertulis... 41

3.3.1.2. Sumber Lisan...………...43

3.3.2. Kritik Sumber ... ..45

3.3.2.1. Kritik Eksternal... 46

3.3.2.2. Kritik Internal... 49

3.3.3. Interpretasi... 51

3.3.4. Historiografi ... 53

BAB IV TRADISI NADAR PADA MASAYARAKAT JATIGEDE ... 56

4.1 Gambaran Umum Kecamatan Jatigede ... 56

4.1.1. Keadaan Geografis dan Demografis Kecamatan Jatigede………. 56

4.2 Upacara Tradisional di Kecamatan Jatigede ... 64

4.2.1 Masyarakat dan Upacara Tradisional ... 64

4.2.2 Bentuk-bentuk Upacara Tradisional di Kecamatan Jatigede.. ... ..66

4.3. Upacara Nadar di Kecamatan Jatigede Kabupaten Sumedang Tahun 1985-2005………...67

4.3.1. Latar Belakang Munculnya Upacara Nadar………..67

4.3.2. Perubahan-perubahan dalam Upacara Nadar………71

4.3.2.1 Pelaksanaan Upacara Nadar………..71


(9)

4.3.2.3 Fungsi Upacara Nadar ………...80

4.4. Tanggapan Masyarakat terhadap Keberadaan Upacara Nadar….. ….81

4.5. Upaya Pelestarian Upacara Nadar………...83

4.5.1. Pelaku……….84

4.5.2. Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olahraga……….85

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... …...86

5.1. Kesimpulan ... ..….86

5.2. Saran ... …...87

DAFTAR PUSTAKA ... .…..89 LAMPIRAN

DAFTAR NARASUMBER RIWAYAT HIDUP PENELITI


(10)

DAFTAR PETA Peta

4.1. Peta Kabupaten Sumedang ... 57 4.2. Peta Kecamatan Jatigede ... 59


(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar

4.1 Penataan Sesajen ... 75

4.2. Penataan Sesajen ... 75

4.3. Makan Bersama dalam Upacara Nadar...76

4.4. Masyarakat yang Membawa Tumpeng...76


(12)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Menurut Simon Kemoni yang dikutip oleh Esten (2001: 22) globalisasi dalam bentuk yang alami akan meninggikan berbagai budaya dan nilai-nilai budaya. Globalisasi ini menciptakan berbagai tantangan dan permasalahan baru yang harus dijawab dan dipecahkan, termasuk mengenai permasalahan kebudayaan yaitu kesenian/upacara adat tradisional yang semakin tersisihkan sebagai dampak dari globalisasi. Sejalan dengan pernyataan tersebut, salah satu konsekuensi dari globalisasi adalah terpinggirkannya budaya lokal. Hal ini bisa dilihat dari masyarakat di Kabupaten Sumedang yang kurang mengetahui upacara nadar.

Upacara nadar adalah upacara yang dilakukan di makam leluhur dan tempat keramat tertentu. Upacara nadar ini dilakukan sebelum khitanan, gusaran, pernikahan dan ketika seseorang memiliki nazar tertentu. Selain itu upacara nadar dilaksanakan pula sebelum menanam dan setelah memanen padi. Upacara nadar memiliki makna yang sama dengan nyadran. Maksud dari nyadran adalah untuk menghormati arwah para leluhur yang sudah meninggal dunia. Selain dilakukan pada bulan ruwah, nyadran (mengirim doa di makam leluhur) ini dilakukan pada saat-saat penting misalnya akan menikah dan acara penting lainnya (Rostiyati, 1995: 22).

Menurut Robertson Smith yang dikutip oeh Koentjaraningrat (1990: 24), upacara religi atau agama, yang biasa dilaksanakan oleh banyak warga masyarakat pemeluk religi atau agama yang bersangkutan bersama-sama mempunyai fungsi sosial untuk mengintensifkan solidaritas masyarakat. Motivasi mereka tidak hanya untuk berbakti kepada Dewa atau Tuhannya atau untuk mengalami kepuasaan


(13)

keagamaan secara pribadi, tetapi juga karena mereka menganggap melakukan upacara sebagai kewajiban sosial.

Senada dengan pernyataan di atas, masyarakat Jatigede masih melaksanakan upacara nadar adalah untuk menjaga hubungan baik dengan Sang Maha Pencipta dan memohon keselamatan serta keberkahan dalam hidup. Selain itu, upacara nadar juga masih tetap dilaksanakan adalah untuk menjaga hubungan manusia dengan manusia misalnya untuk menjaga sikap gotong royong dan rasa solidaritas antar sesama. Dengan demikian upacara nadar memiliki makna yang penting dalam kehidupan manusia.

Rostiyati (1995: 2) menyatakan bahwa dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi, nilai-nilai lama yang semula menjadi acuan suatu kelompok masyarakat menjadi goyah akibat masuknya nilai-nilai baru dari luar. Orang cenderung bertindak rasional dan sepraktis mungkin. Akibatnya nilai-nilai lama yang terkandung dalam pranata sosial milik masyarakat yang semula tradisional menjadi pudar dan aus. Demikian pula upacara tradisional sebagai pranata sosial dan nilai-nilai lama dalam kehidupan kultural masyarakat pendukungnya, lambat laun akan terkikis oleh pengaruh modern dan nilai-nilai baru tersebut. Dengan kata lain upacara tradisional mengalami perubahan atau pergeseran akibat pengaruh modern tersebut.

Sesuai dengan pernyataan di atas, upacara nadar mengalami perkembangan dari masa ke masa dari proses upacara, alat-alat yang digunakan, sesajen dan warga yang mengikuti upacara nadar meskipun aturan-aturan pokok dalam melaksanakan upacara nadar masih tetap. Perubahan ini terjadi sebagai akibat dari modernisasi dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Awalnya upacara nadar dilaksanakan di makam leluhur dengan cara anak yang akan disunat diiring ke makam oleh kaum kerabat, pemerintah desa dan anggota masyarakat yang lainnya dengan diiringi bunyi kentungan, dogdog dan kesenian beluk. Lambat laun upacara nadar mengalami perkembangan yaitu upacara nadar dilaksanakan di rumah yang mempunyai hajatan dan yang menghadiri upacara


(14)

tersebut hanya juru kunci dan pemerintah desa sehingga masyarakat yang lain terkadang tidak mengetahui apakah keluarga yang akan melakukan hajatan sudah melakukan upacara nadar atau belum. Hal tersebut mengurangi sikap gotong royong, rasa solidaritas dan komunikasi sosial. Keadaan seperti ini dikhawatirkan akan menimbulkan sikap individualis. Dengan demikian nilai-nilai yang terkandung di dalam upacara nadar dikhawatirkan bisa hilang. Nilai-nilai tersebut misalnya hidup harus senantiasa bergotong royong dan mengembangkan sikap solidaritas antar sesama.

Di samping alasan yang telah dipaparkan di atas, alasan lain yang mendorong peneliti untuk melakukan penelitian mengenai perkembangan upacara nadar adalah masih sedikit penulisan tentang asal usul upacara tersebut, sehingga penjelasan mengenai asal mula dan tata cara pelaksanaan upacara nadar hanya dilakukan secara lisan dari generasi ke generasi sehingga dikhawatirkan akan memudarnya salah satu identitas budaya. Maka dari itu peneliti berharap karya ilmiah ini dapat dijadikan sebagai sumber tertulis yang memuat informasi mengenai upacara nadar di Kecamatan Jatigede Kabupaten Sumedang.

Periodisasi yang dikaji dalam penelitian ini adalah antara tahun 1985 sampai tahun 2005. Dalam kurun waktu tahun 1985-2005 peneliti melihat adanya suatu dinamika dalam pelaksanaan upacara nadar. Pada tahun 1985 populasi penduduk yang melaksanakan upacara nadar berkurang. Pada tahun 1990-an generasi muda mulai meninggalkan upacara nadar karena memiliki keyakinan bahwa upacara nadar bertentangan dengan keyakinan yang dianut. Perubahan tersebut senada dengan pernyataan Suhamihardja dalam Ekadjati (1984: 283) yang menyatakan bahwa:

Selain mereka taat menjalankan agama, sering pula menjalankan upacara-upacara yang tidak terdapat dalam ajaran agama, Unsur-unsur Islam dan unsur-unsur kepercayaan asli (adat-istiadat), tampaknya telah terintegrasikan menjadi satu dalam sistem kepercayaan dan ditanggapi oleh mereka dengan emosi yang sama. Tidaklah heran apabila ada sekelompok orang Sunda yang ingin betul-betul menjalankan syariat Islam yang


(15)

bersumber hanya kepada Hadis dan Quran. Mereka ingin menghilangkan unsur-unsur adat dan menjalankan syariat Islam yang murni.

Sekitar tahun 2004 dan 2005 pelaksanaan upacara nadar mengalami perubahan, seperti upacara nadar dilaksanakan di rumah yang mempunyai hajatan. Beberapa faktor penyebab perubahan tersebut adalah masyarakat mulai memperhitungkan waktu, biaya dan tenaga dalam melaksanakan upacara nadar sehingga upacara tersebut dilaksanakan lebih praktis dan sistematis. Hal tersebut senada dengan penjelasan Max-Weber yang dikutip oleh Rostiyati (1995: 6), ada gejala meluasnya pemikiran rasional ke dalam kehidupan masyarakat yang tradisional sekalipun. Orang harus mengatur hidupnya secara sistematis, rasional, praktis, termasuk dalam usaha ekonomi. Ini berarti pelaksanaan upacara tradisional mulai diperhitungkan dalam masalah biaya, waktu dan tenaga, terutama pelaksanaan selamatan individu.

Berdasarkan permasalahan tersebut, peneliti merasa tertarik untuk mengkaji lebih dalam mengenai upacara nadar di Kecamatan Jatigede Kabupaten Sumedang. Peneliti akan melakukan penulisan yang berjudul “Perkembangan Upacara Nadar di Kecamatan Jatigede Kabupaten Sumedang Tahun 1985-2005” (Suatu Kajian Historis terhadap Tradisi Masyarakat).

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan judul yang telah dikemukakan di atas, peneliti merumuskan masalah utama dalam penulisan skripsi ini, yaitu “bagaimana perkembangan upacara nadar di Kecamatan Jatigede Kabupaten Sumedang tahun 1985-2005?”. Untuk lebih mempermudah dan mengarahkan penelitian maka masalah penelitian tersebut dibatasi dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:

1. Mengapa masyarakat di Kecamatan Jatigede Kabupaten Sumedang melaksanakan upacara nadar?

2. Bagaimana proses pelaksanaan upacara nadar di Kecamatan Jatigede Kabupaten Sumedang?


(16)

3. Bagaimana tanggapan masyarakat terhadap keberadaan upacara nadar di Kecamatan Jatigede Kabupaten Sumedang?

4. Bagaimana upaya yang dilakukan untuk melestarikan upacara nadar di Kecamatan Jatigede Kabupaten Sumedang?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan latar belakang upacara nadar di Kecamatan Jatigede Kabupaten Sumedang.

2. Mendeskripsikan prosesi pelaksanaan upacara nadar di Kecamatan Jatigede Kabupaten Sumedang.

3. Mendeskripsikan tanggapan masyarakat terhadap keberadaan upacara nadar di Kecamatan Jatigede Kabupaten Sumedang.

4. Mendeskripsikan upaya yang dilakukan untuk melestarikan upacara nadar di Kecamatan Jatigede Kabupaten Sumedang.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Penulisan karya ilmiah ini diharapkan dapat memperkaya khazanah dalam penulisan sejarah lokal yang dapat dijadikan sebagai sumber referensi penulisan sejarah lokal lainnya.

2. Memberikan sumbangan pemikiran bagi pihak lain yang akan mengkaji lebih lanjut mengenai upacara nadar di Kecamatan Jatigede Kabupaten Sumedang.

3. Penelitian mengenai upacara nadar di Kecamatan Jatigede Kabupaten Sumedang diharapkan dapat menumbuhkan apresiasi baik dari masyarakat maupun pemerintah untuk berusaha menjaga dan melestarikan kebudayaan lokal.


(17)

4. Penelitian mengenai upacara nadar di Kecamatan Jatigede Kabupaten Sumedang ini diharapkan dapat menumbuhkan dan meningkatkan apresiasi masyarakat terutama generasi muda terhadap upacara nadar sebagai kebudayaan lokal.

5. Penelitian ini dapat dijadikan salah satu sumber acuan untuk pengembangan materi mata pelajaran sejarah tepatnya di SMA kelas X semester 1 dengan standar kompetensi memahami prinsip dasar ilmu sejarah dan kompetensi dasarnya adalah mendeskripsikan tradisi sejarah dalam masyarakat Indonesia masa pra-aksara dan masa aksara.

1.5 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan peneliti dalam skripsi yang berjudul “Perkembangan Upacara Nadar di Kecamatan Jatigede Kabupaten Sumedang Tahun 1985-2005 (Suatu Kajian Historis terhadap Tradisi Masyarakat)” adalah metode historis yang merupakan sebuah metode yang lazim dipergunakan dalam penelitian sejarah. Dalam penelitian ini dituntut menemukan fakta, mengkritik dan menafsirkan fakta-fakta yang diperoleh secara sistematis dan objektif untuk memahami masa lampau. Selain itu metode historis juga mengandung pengertian sebagai suatu proses menguji dan menganalisis secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau (Gottschalk, 1986: 32).

Adapun langkah-langkah yang akan peneliti gunakan dalam melakukan penelitian sejarah ini sebagaimana dijelaskan oleh Ismaun (2005: 48-50), yaitu terdiri atas heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi.

Langkah pertama adalah heuristik, yaitu kegiatan pencarian dan pengumpulan sumber-sumber yang relevan. Pada tahap ini peneliti harus menentukan sumber yang cocok untuk menjawab persoalan-persoalan yang peneliti dapatkan dan kemudian dirumuskan dalam rumusan masalah. Sumber-sumber tersebut berasal dari Sumber-sumber buku, dokumentasi, wawancara dengan pihak yang bersangkutan, maupun sumber lainnya yang didapatkan dari hasil pencarian di internet.


(18)

Langkah kedua adalah melakukan kritik yaitu melakukan analisis sumber, dimana data-data yang telah ditemukan apakah sesuai dengan masalah penelitian atau tidak, karena peneliti tidak bisa menerima begitu saja apa yang tercantum dan tertulis dalam sumber yang didapat tersebut, hal ini bertujuan memudahkan peneliti dalam mencari jawaban permasalahan. Tahap kritik ini dibagi menjadi dua, yaitu kritik eksternal dan internal. Pengertian kritik eksternal seperti yang dikemukakan oleh Sjamsuddin (2007: 132) ialah “cara melakukan verifikasi atau pengujian terhadap aspek-aspek „luar‟ dari sumber sejarah”. Dalam kritik eksternal dipersoalkan tokoh yang menjadi sumber lisan, umur, daya ingat. Sedangkan kritik internal lebih ditunjukan untuk menilai kredibilitas sumber dengan mempersoalkan isinya, kemampuan perbuatannya, tanggung jawab dan moralnya.

Langkah ketiga adalah penafsiran atau interpretasi. Setelah melewati tahapan di atas, peneliti melakukan proses penafsiran dan menyusun makna kata-kata. Fakta-fakta yang telah disusun tersebut kemudian ditafsirkan dengan cara menghubungkan satu fakta dengan yang lainnya sehingga didapatkan gambaran yang jelas tentang fokus penelitian. Proses interpretasi yang peneliti lakukan dalam penelitian kali ini berupaya untuk dilakukan secara obyektif sehingga hasil dari penelitian ini tidak memiliki kecenderungan untuk memihak pihak manapun yang terkait.

Tahap terakhir dalam metode historis adalah historiografi, peneliti berusaha melakukan historiografi dengan merangkai berbagai fakta yang ada sehingga dapat menjadi suatu cerita sejarah yang baik dan dapat dipercaya kebenarannya. Penulisan sejarah ini juga dilakukan dengan menggunakan kaidah bahasa yang baik dan benar serta dituliskan dengan sederhana sehingga diharapkan dapat menarik minat untuk membacanya serta dapat dengan mudah dimengerti. Selain metode historis, penelitian ini juga menggunakan pendekatan interdisipliner. Pendekatan interdisipliner merupakan suatu pendekatan yang menggunakan konsep disiplin ilmu-ilmu sosial lain. Peneliti menggunakan ilmu sosiologi dan antropologi.


(19)

1.6 Struktur Organisasi Skripsi

Hasil dari penelitian skripsi ini akan disusun ke dalam lima bab yang terdiri dari Pendahuluan, Kajian Pustaka, Metode Penelitian, Pembahasan, Kesimpulan dan Saran. Adapun fungsi dari pembagian ini bertujuan memudahkan penulisan agar sistematis.

Bab I Pendahuluan, menjelaskan tentang latar belakang penelitian yang di dalamnya berisi penjelasan mengapa masalah tersebut diteliti dan penting untuk diteliti. Bab ini juga berisi perumusan masalah yang disajikan dalam bentuk pertanyaan untuk mempermudah peneliti mengkaji dan mengarahkan pembahasan, tujuan penelitian, metode penelitian serta struktur organisasi skripsi.

Bab II Kajian Pustaka. Pada bab ini peneliti memaparkan secara lebih terperinci mengenai teori yang berhubungan dengan permasalahan-permasalahan dalam penelitian ini. Kajian-kajian yang bersifat teoritis tersebut dijadikan landasan pemikiran yang relevan dengan permasalahan dalam skripsi mengenai

”Perkembangan Upacara Nadar di Kecamatan Jatigede Kabupaten Sumedang

Tahun 1985-2005 (Suatu Kajian Historis terhadap Tradisi Masyarakat)”.

Bab III Metode Penelitian. Dalam bab ini peneliti memaparkan mengenai metode atau cara-cara yang akan dilaksanakan dalam melakukan penelitian. Metode yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan metode historis serta studi literatur, studi dokumentasi dan wawancara. Teknik penulisannya disesuaikan dengan Pedoman Penulisan Karya Ilmiah UPI dan berdasarkan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD).

Bab IV Tradisi Nadar pada Masyarakat Jatigede. Dalam bab ini akan dipaparkan mengenai latar belakang upacara nadar di Kecamatan Jatigede Kabupaten Sumedang, selain itu dalam bab ini juga akan dibahas mengenai proses pelaksanaan upacara nadar, tanggapan masyarakat terhadap keberadaan upacara nadar. Di samping itu, akan memaparkan upaya yang dilakukan untuk melestarikan upacara nadar di Kecamatan Jatigede Kabupaten Sumedang.


(20)

Bab V Kesimpulan dan Saran, merupakan inti jawaban serta analisis peneliti terhadap masalah-masalah secara keseluruhan yang merupakan hasil dari penelitian. Hasil akhir ini merupakan hasil penelitian serta interpretasi peneliti mengenai inti dari pembahasan. Pada bab ini peneliti mengemukakan beberapa kesimpulan yang didapatkan setelah mengkaji permasalahan yang telah diajukan sebelumnya. Selain itu peneliti mengemukakan saran-saran baik untuk masyarakat maupun pemerintah setempat.


(21)

(22)

BAB III

METODE PENELITIAN

Bab ini merupakan pemaparan mengenai metode dan teknik penelitian yang dilakukan oleh peneliti dalam mengkaji permasalahan mengenai Perkembangan Upacara Nadar di Kecamatan Jatigede Kabupaten Sumedang Tahun 1985-2005 (Suatu Kajian Historis terhadap Tradisi Masyarakat). Metode yang digunakan adalah metode historis, dan untuk teknik penelitian peneliti menggunakan studi literatur, wawancara dan studi dokumentasi. Sedangkan untuk pendekatannya peneliti menggunakan pendekatan interdisipliner.

3.1 METODE PENELITIAN

Metode merupakan suatu prosedur, proses, atau teknik yang sistematis dalam melakukan penyidikan suatu disiplin ilmu tertentu untuk mendapatkan objek (bahan-bahan) yang diteliti (Sjamsuddin, 2007: 13). Sedangkan metode historis adalah suatu proses menguji dan menganalisis secara kritis rekaman peninggalan masa lampau (Gottschalk, 1986: 32). Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode historis. Adapun langkah-langkah penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan merujuk pada metode historis menurut Sjamsuddin (2007: 85-239) adalah heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi. Untuk lebih jelasnya akan dijelaskan sebagai berikut.

Heuristik (Heuristics) atau dalam bahasa Jerman Quellenkunde, sedangkan dalam bahasa Yunani disebut Heurishein yang berarti memperoleh. Heuristik merupakan suatu kegiatan mencari sumber-sumber untuk mendapatkan data-data atau materi sejarah, atau evidensi sejarah yang berhubungan dengan permasalahan yang akan dikaji oleh peneliti (Sjamsuddin, 2007: 86). Sedangkan menurut


(23)

Renier yang dikutip oleh Abdurahman (2007: 64) menjelaskan Heuristik adalah suatu teknik, suatu seni, dan bukan suatu ilmu. Oleh karena itu heuristik tidak mempunyai peraturan-peraturan umum. Namun, heuristik sering kali merupakan suatu keterampilan dalam menemukan, menangani dan merinci bibliografi atau mengklasifikasi dan merawat catatan-catatan.

Dalam kegiatan pencarian serta pengumpulan sumber-sumber mengenai upacara nadar, peneliti melakukannya dengan mencari buku di toko-toko buku seperti di toko buku Palasari Bandung, toko buku Gramedia Bandung, toko buku Toga Mas Bandung dan lain-lain. Pencarian sumber ini juga peneliti lakukan di berbagai perpustakaan, seperti Perpustakaan Universitas Pendidikan Indonesia Bandung (UPI), Perpustakaan Universitas Padjadjaran Bandung (UNPAD), Perpustakaan Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI), Perpustakaan Institut Teknologi Bandung (ITB), Perpustakaan Daerah Sumedang, Perpustakaan Daerah Bandung, Perpustakaan Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olahraga Sumedang dan Perpustakaan Dinas Pariwisata Jawa Barat.

Selain di tempat-tempat tersebut, pencarian sumber ini peneliti lakukan dengan melakukan browsing di internet sebagai tambahan pengetahuan serta wawasan peneliti mengenai penelitian yang dikaji. Selain itu, sumber tertulis lainnya yang relevan dengan penelitian yang dikaji dapat peneliti temukan dari dokumentasi berupa foto yang merupakan koleksi pribadi masyarakat Jatigede. Dari proses pencarian sumber-sumber di berbagai tempat tersebut, peneliti mendapatkan bermacam-macam sumber yang memberikan banyak informasi seperti buku yang berjudul ”Fungsi Upacara Tradisional Bagi Masyarakat Pendukungnya Masa Kini” karangan Ani Rostiyati, buku yang berjudul

Masyarakat Sunda dan Kebudayaannnya“ karangan Ekadjati, buku yang berjudul ”Masyarakat dan Kebudayaannya di Indonesia“ karangan Koentjaraningrat, buku ”Ritus Peralihan di Indonesia” karangan Koentjraningrat, buku ”Kebudayaan Sunda Suatu pendekatan Sejarah” karangan Edi Ekadjati dan masih banyak lagi buku-buku yang lainnya.


(24)

Kritik sumber, setelah peneliti mendapatkan berbagai sumber yang dianggap relevan dengan permasalahan yang dikaji, tahap selanjutnya adalah peneliti mengkritisi sumber-sumber yang telah ditemukan tersebut baik dari buku, dokumen, browsing internet, sumber tertulis dan hasil dari penelitian serta sumber lainnya. Menurut Sjamsuddin (2007: 131) seorang sejarawan tidak akan menerima begitu saja apa yang tercantum dan tertulis pada sumber-sumber yang diperoleh. Melainkan ia harus menyaringnya secara kritis, terutama terhadap sumber pertama, agar terjaring fakta-fakta yang menjadi pilihannya. Sehingga dari penjelasan tersebut dapat ditegaskan bahwa tidak semua sumber yang ditemukan dalam tahap heuristik dapat menjadi sumber yang digunakan oleh peneliti, tetapi harus disaring dan dikritisi terlebih dahulu keotentikan sumber tersebut.

Ismaun (2005: 48) menambahkan bahwa dalam tahap inilah timbul kesulitan yang sangat besar dalam penelitian sejarah, karena kebenaran sejarah itu sendiri tidak dapat didekati secara langsung dan karena sifat sumber sejarah juga tidak lengkap serta kesulitan menemukan sumber-sumber yang diperlukan dan dapat dipercaya. Sehingga agar peneliti mendapatkan sumber-sumber yang dapat dipercaya, relevan dan otentik, maka peneliti harus melakukan kritik eksternal dan kritik internal terhadap sumber-sumber tersebut.

Menurut Sjamsuddin yang dikutip oleh Abdurahman (2007: 68-69) kritik eksternal adalah cara melakukan verifikasi atau cara pengujian terhadap

aspek-aspek “luar” dari sumber sejarah. Aspek-aspek luar tersebut bisa diuji dengan pertanyaan-pertanyaan seperti: kapan sumber itu dibuat?, dimana sumber itu dibuat?, siapa yang membuat?, dari bahan apa sumber itu dibuat? dan apakah sumber itu dalam bentuk asli atau tidak?. Sedangkan untuk kritik internal menurut Ismaun (2005: 50) adalah kritik yang bertujuan untuk menilai kredibilitas sumber dengan mempersoalkan isinya, kemampuan pembuatannya, tanggung jawab dan moralnya. Isinya dinilai dengan membandingkan kesaksian-kesaksian di dalam sumber dengan kesaksian-kesaksian dari sumber lain. Untuk menguji kredibilitas sumber (sejauh mana dapat dipercaya) diadakan penilaian intrinsik terhadap


(25)

sumber dengan mempersoalkan hal-hal tersebut. Kemudian dipungutlah fakta-fakta sejarah melalui perumusan data yang didapat, setelah diadakan penelitian terhadap evidensi-evidensi dalam sumber.

Interpretasi, menurut Kuntowijoyo yang dikutip Abdurahman (2007: 73) interpretasi sejarah atau yang biasa disebut juga dengan analisis sejarah merupakan tahap dimana peneliti melakukan sintesis atas sejumlah fakta yang diperoleh dari sumber-sumber sejarah dan bersama-sama dengan teori-teori disusunlah fakta itu dalam suatu interpretasi yang menyeluruh. Gottschalk yang dikutip oleh Ismaun (2005: 56) menambahkan bahwa interpretasi atau penafsiran sejarah itu memiliki tiga aspek penting, yaitu : pertama, analisis-kritis yaitu menganalisis stuktur intern dan pola-pola hubungan antar fakta-fakta. Kedua, historis-substantif yaitu menyajikan suatu uraian prosesual dengan dukungan fakta-fakta yang cukup sebagai ilustrasi suatu perkembangan. Sedangkan ketiga adalah sosial-budaya yaitu memperhatikan manifestasi insani dalam interaksi dan interrelasi sosial-budaya.

Historiografi adalah usaha mensintesiskan seluruh hasil penelitian atau penemuan yang berupa data-data dan fakta-fakta sejarah menjadi suatu penulisan yang utuh, baik itu berupa karya besar ataupun hanya berupa makalah kecil (Sjamsuddin, 2007: 156). Sama halnya menurut Ismaun (2005: 28) historiografi ialah usaha untuk mensintesiskan data-data dan fakta-fakta sejarah menjadi suatu kisah yang jelas dalam bentuk lisan maupun tulisan. Tahap historiografi yang peneliti lakukan adalah dalam bentuk tulisan setelah melewati tahap pengumpulan dan penafsiran sumber-sumber sejarah. Fakta-fakta yang peneliti peroleh disajikan menjadi satu kesatuan tulisan dalam skripsi yang berjudul ”Perkembangan Upacara Nadar di Kecamatan Jatigede Kabupaten Sumedang Tahun 1985-2005 (Suatu Kajian Historis terhadap Tradisi Masyarakat) dan dalam hal ini peneliti akan menuliskannya dalam bentuk skripsi.


(26)

Wood Gray yang dikutip oleh Sjamsuddin (2007: 89) mengemukakan enam langkah dalam metode sejarah, yaitu:

1. Memilih suatu topik yang sesuai.

Topik mengenai upacara nadar dipilih peneliti dalam penulisan ini karena peneliti merasa tertarik untuk mengkaji tradisi yang masih dilakukan oleh masyarakat Kecamatan Jatigede Kabupaten Sumedang.

2. Mengusut semua evidensi (bukti) yang relevan dengan topik.

Pada tahap ini, peneliti mencari dan mengumpulkan sumber-sumber yang berhubungan dengan topik yang dikaji yaitu mengenai upacara nadar dan teori-teori yang relevan dengan topik kajian.

3. Membuat catatan tentang apa saja yang dianggap penting dan relevan dengan topik yang ditemukan ketika penelitian sedang berlangsung. Peneliti membuat suatu catatan-catatan kecil ketika melakukan penelitian di lapangan, baik ketika melakukan wawancara maupun studi pustaka. 4. Mengevaluasi secara kritis semua evidensi yang telah dikumpulkan (kritik

sumber). Semua sumber-sumber tentang upacara nadar di Kecamatan Jatigede Kabupaten Sumedang yang diperoleh kemudian dievaluasi melalui tahapan kritik sumber untuk mendapatkan data yang akurat.

5. Menyusun hasil-hasil penelitian (catatan fakta-fakta) ke dalam suatu pola yang benar dan berarti yaitu sistematika tertentu yang telah disiapkan sebelumnya. Setelah diperoleh data-data yang akurat mengenai upacara nadar, kemudian peneliti menyusunnya secara sistematis.

6. Menyajikan dalam suatu cara yang dapat menarik perhatian dan mengkomunikasikannya kepada para pembaca sehingga dapat dimengerti sejelas mungkin.


(27)

Teknik penelitian merupakan cara-cara yang digunakan dalam penelitian untuk memperoleh data-data yang diperlukan dalam penyusunan karya ilmiah ini. Dalam penelitian mengenai upacara nadar di Kecamatan Jatigede Kabupaten Sumedang, peneliti menggunakan beberapa macam teknik penelitian di antaranya adalah studi literatur, studi dokumentasi dan wawancara yang akan diuraikan sebagai berikut.

1. Studi Literatur

Studi literatur merupakan teknik pengumpulan data dengan cara mempelajari sumber-sumber tertulis yang relevan dengan permasalahan yang dikaji. Studi literatur yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan cara mencari dan mengumpulkan berbagai buku yang berhubungan dengan konsep-konsep maupun teori yang digunakan dalam menjelaskan upacara nadar. Sehingga informasi yang peneliti dapatkan dari studi literatur ini dapat digunakan sebagai rujukan atau landasan untuk memperkuat pembahasan mengenai upacara nadar.

Berkaitan dengan permasalahan yang menjadi kajian dalam penelitian ini adalah kajian sejarah lokal, peneliti mengalami kesulitan untuk menemukan sumber tertulis yang mengkaji secara khusus mengenai upacara nadar di Kecamatan Jatigede Kabupaten Sumedang. Literatur yang digunakan sebagian besar menjelaskan konsep-konsep yang berhubungan dengan upacara nadar. Sehingga penggunaan literatur dinilai sangat penting untuk melandasi argumen dalam pembahasan mengenai upacara nadar, terutama literatur yang mengkaji tentang sosial dan budaya karena kajian dalam penelitian ini merupakan kajian sosial dan budaya.

Dalam upaya mencari dan mengumpulkan sumber dalam studi literatur ini, maka penelti melakukan kegiatan kunjungan pada perpustakaan-perpustakaan seperti Perpustakaan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Perpustakaan Umum Daerah Sumedang, Perpustakaan Daerah Jawa Barat, Perpustakaan Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI), Perpustakaan Universitas Padjajaran Bandung, Perpustakaan Departemen Kebudayaan Pariwisata dan Olahraga Kabupaten Sumedang, dan perpustakaan lainnya yang mendukung dalam


(28)

penulisan skripsi ini. Setelah berbagai sumber berhasil dikumpulkan dan dianggap relevan sebagai acuan dalam penulisan skripsi, kemudian peneliti mempelajari, mengkaji dan mengidentifikasikan serta memilih sumber yang relevan dan dapat digunakan sebagai sumber dalam penulisan skripsi ini melalui tahapan kritik.

2. Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi merupakan teknik penelitian yang dilakukan terhadap sumber-sumber yang terdokumentasikan berupa rekaman baik gambar, suara maupun tulisan. Kartodirdjo (1993: 65) mengemukakan bahwa bahan dokumen sangat berguna dalam membantu penelitian ilmiah untuk memperoleh pengetahuan yang dekat dengan gejala yang dipelajari, dengan memberikan pengertian menyusun persoalan yang tepat, mempertajam perasaan untuk meneliti, membuat analisa yang lebih subur, pendeknya membuka kesempatan memperluas pengalaman ilmiah.

Walaupun studi dokumentasi sangat membantu dalam penelitian ilmiah, namun dalam pelaksanaannya peneliti mengalami kesulitan dalam memperoleh dokumen-dokumen yang berkaitan dengan upacara nadar. Hal itu disebabkan karena dokumentasi seperti foto maupun video tentang upacara nadar tidak terawat dengan baik, sehingga ada yang hilang ataupun rusak.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan studi dokumentasi dengan mencari berbagai rekaman mengenai upacara nadar baik rekaman video maupun foto-foto pelaksanaan upacara nadar. Dokumentasi yang didapatkan memiliki arti penting dalam penelitian ini. Dengan adanya dokumentasi dan bukti fisik mengenai upacara nadar menjadikan peneliti merasa yakin dalam melakukan penelitian.

3. Wawancara

Teknik wawancara yang digunakan dalam penelitian ini merupakan teknik yang paling penting karena pengumpulan data sebagian besar menggunakan teknik wawancara karena mengingat terbatasnya sumber tertulis yang membahas mengenai upacara nadar. Wawancara adalah suatu cara yang digunakan peneliti


(29)

untuk memperoleh informasi lisan yang dilakukan melalui proses tanya jawab dengan responden kemudian responden tersebut menjawab beberapa pertanyaan yang diajukan oleh peneliti. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Abdurahman (2007: 57) yang menyatakan pendapatnya sebagai berikut:

”Wawancara dan interview merupakan teknik yang sangat tepat untuk mengumpulkan sumber-sumber lisan. Melalui wawancara sumber-sumber

lisan dapat diungkap dari para pelaku sejarah.”

Koentjaraningrat (1993: 130) mengemukakan bahwa sebelum peneliti memulai wawancara yakni sebelum dapat berhadapan muka dengan seseorang dan mendapat keterangan lisan, maka ada beberapa soal mengenai persiapan untuk melakukan wawancara yaitu sebagai berikut:

1. Seleksi individu untuk diwawancara,

2. Pendekatan orang yang telah diseleksi untuk diwawancara,

3. Pengembangan suasana lancar dalam wawancara, serta usaha untuk menimbulkan pengertian dan bantuan sepenuhnya dari orang yang diwawancara.

Menurut Koentjaraningrat (1993: 138-139) teknik wawancara dibagi menjadi dua bagian, yaitu:

1. Wawancara terstruktur atau berencana yang terdiri dari suatu daftar pertanyaan yang telah direncanakan dan disusun sebelumnya. Semua responden yang diselidiki untuk diwawancara diajukan pertanyaan yang sama dengan kata-kata dan urutan yang seragam,

2. Wawancara tidak berstruktur atau tidak berencana adalah wawancara yang tidak mempunyai suatu persiapan sebelumnya dari suatu daftar pertanyaan dengan suasana kata-kata dan tata urut yang harus dipatuhi penulis.

Wawancara dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai permasalahan yang dikaji yakni tentang upacara nadar di Kecamatan Jatigede Kabupaten Sumedang. Peneliti berusaha mencari narasumber yang dianggap berkompeten untuk memberikan informasi yang diperlukan. Narasumber terdiri dari pelaku upacara nadar, masyarakat Kecamatan Jatigede serta pemerintah setempat.


(30)

Sementara itu, teknik wawancara yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah teknik wawancara gabungan antara wawancara terstruktur dan wawancara tidak terstruktur. Penggunaan teknik wawancara gabungan ini dilakukan agar mempermudah proses pengumpulan data sehingga lebih bersifat fleksibel. Teknik wawancara terstruktur dilakukan dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan disusun secara seragam mulai dari pertanyaan yang diberikan dan urutan pertanyaan kepada setiap narasumber. Wawancara tidak terstruktur dilakukan dengan cara melakukan tanya jawab langsung dengan narasumber tanpa menggunakan daftar pertanyaan yang dipersiapkan. Proses tanya jawab antara peneliti dengan narasumber berlangsung secara spontan dan fleksibel sesuai dengan kebutuhan.

3.2. PERSIAPAN PENELITIAN

Tahap ini merupakan langkah awal untuk memulai proses penelitian. Penelitian dimulai dari pemilihan dan penentuan topik yang akan dikaji. Topik yang dipilih peneliti mengenai upacara tradisional yang terdapat di Jawa Barat, dilanjutkan dengan mengambil tema tentang sejarah lokal mengenai perkembangan upacara nadar di Kecamatan Jatigede Kabupaten Sumedang. Setelah judul diterima oleh dosen yang bersangkutan dan disetujui dijadikan dalam bentuk skripsi, peneliti meneruskan atau melaksanakan pra-penelitian mengenai masalah yang akan dikaji baik melalui observasi ke lapangan atau mencari dan membaca berbagai literatur yang berhubungan dengan tema yang peneliti kaji. Berdasarkan hasil observasi awal pembacaan literatur, peneliti selanjutnya mengajukan rancangan judul penelitian kepada Tim Pertimbangan Penulisan Skripsi (TPPS) yang secara khusus menangani masalah penulisan skripsi di Jurusan Pendidikan Sejarah UPI Bandung. Persiapan penelitian merupakan titik awal dalam suatu tahapan penelitian yang harus dipersiapkan dengan matang. Tahap ini dilakukan dengan beberapa langkah yaitu tahap penentuan dan pengajuan tema penelitian, penyusunan rancangan penelitian serta bimbingan.


(31)

3.2.1 Penentuan dan Pengajuan Tema Penelitian

Penelitian dimulai dari pemilihan dan penentuan topik yang akan dikaji. Topik yang dipilih peneliti mengenai upacara tradisional yang terdapat di Kecamatan Jatigede Kabupaten Sumedang Provinsi Jawa Barat. Skripsi yang

berjudul ”Perkembangan Upacara Nadar di Kecamatan Jatigede Kabupaten Sumedang Tahun 1985-2005 (Suatu Kajian Historis terhadap Tradisi

Masyarakat) ” ini merupakan suatu kajian sejarah lokal. Penentuan tema dan

judul skripsi ini dipengaruhi oleh ketertarikan peneliti terhadap mata kuliah sistem sosial budaya di Indonesia. Berangkat dari ketertarikan tersebut peneliti berniat untuk menulis sebuah skripsi yang bertemakan tentang sejarah lokal.

Terlepas dari ketertarikan pada kuliah tersebut, ketika peneliti sedang mencari-cari judul penelitian untuk mata kuliah penulisan karya ilmiah, ada seorang teman yang menyarankan untuk menulis mengenai upacara nadar. Mengikuti saran tersebut, peneliti mulai mencari-cari informasi mengenai upacara nadar. Ide tersebut peneliti tuangkan dalam sebuah proposal penelitian dan peneliti presentasikan dalam seminar skripsi. Setelah melakukan konsultasi dengan sekretaris TPPS (Tim Pertimbangan Penulisan Skripsi) ternyata penelitian tentang upacara nadar di lingkungan Jurusan Pendidikan Sejarah Universitas Pendidikan Indonesia belum pernah ada yang menulis, sehingga tidak ada salahnya jika proposal ini diseminarkan untuk penelitian skripsi. Setelah peneliti memperbaiki proposal tersebut dan mengajukannya ke TPPS, pada bulan Mei 2012 peneliti mempresentasikannya kembali dalam seminar skripsi.

3.2.2 Penyusunan Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian merupakan kerangka dasar dalam suatu penelitian. Rancangan penelitian ini disusun sejak peneliti mengikuti mata kuliah seminar penulisan karya ilmiah pada semester 7. Proposal tersebut kemudian diajukan kepada TPPS untuk dapat diikutsertakan dalam seminar skripsi dengan judul


(32)

Tahun 1985-2005 (Suatu Kajian Historis terhadap Tradisi Masyarakat)”. Adapun rancangan penelitian ini mencakup judul penelitian, latar belakang penelitian, tujuan penelitian, kajian pustaka, metode penelitian, struktur organisasi skripsi dan daftar pustaka.

Dalam seminar skripsi yang berlangsung pada bulan Mei 2012, peneliti memperoleh banyak masukan baik dari calon dosen pembimbing maupun dosen lainnya yang hadir pada saat itu. Ibu Dra. Murdiyah, M.Hum menyarankan agar pengambilan periodesasi disertai alasan yang kuat. Bapak Drs. Syarif Moeis sebagai calon pembimbing II memberi masukan tentang permasalahan yang dikaji beserta pertanyaan penelitian. Dengan beberapa perbaikan yang disarankan tersebut, proposal ini diterima TPPS dan lolos untuk dijadikan penelitian skripsi. Beberapa hari setelah seminar skripsi dilakukan, peneliti mengajukan kembali proposal yang telah direvisi kepada TPPS untuk mendapatkan SK (Surat Keputusan). Kemudian panitia TPPS memberikan SK penunjukkan dosen pembimbing I dan dosen pembimbing II pada tanggal 19 Juni 2012 dengan nomor 030/TPPS/JPS/PEM/2012.

3.2.3 Perizinan

Langkah awal perizinan penelitian yaitu menentukan instansi-instansi yang memungkinkan dapat memberikan data dan fakta yang terkait dengan masalah yang dikaji. Perizinan dilakukan untuk memperlancar proses penelitian dalam mencari sumber-sumber yang diperlukan. Adapun surat perizinan tersebut diberikan kepada beberapa instansi seperti Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olahraga Kabupaten Sumedang, Badan Statistik Kabupaten Sumedang dan Kantor Kecamatan Jatigede.

3.2.4 Mempersiapkan Perlengkapan Penelitian

Sebelum melakukan kegiatan penelitian langsung ke lapangan, peneliti mempersiapkan beberapa hal yang diperlukan dalam menyediakan perlengkapan yang akan dibutuhkan dalam penelitian. Hal pertama yang dilakukan peneliti


(33)

adalah membuat surat keputusan izin penelitian guna memperlancar penelitian yang akan digunakan. Selain itu peneliti juga mempersiapkan perlengkapan yang dibutuhkan dalam penelitian di antaranya sebagai berikut:

1. Jadwal kegiatan penelitian, 2. Instrumen wawancara, 3. Alat perekam dan kamera, 4. Catatan lapangan.

3.2.5 Proses Bimbingan

Bimbingan merupakan suatu kegiatan konsultasi yang dilakukan oleh peneliti dengan dosen pembimbing I dan dosen pembimbing II dalam menyelesaikan permasalahan dalam penelitian. Proses bimbingan dilakukan setelah peneliti memperoleh SK penunjukan pembimbing pada tanggal 29 Juni 2012 dengan nomor SK 030/TPPS/JPS/PEM/2012. Berdasarkan SK tersebut, dosen pembimbing terdiri dari dua orang yaitu Bapak Drs. Ayi Budi Santosa, M.Si sebagai pembimbing I dan Bapak Drs. Syarif Moeis sebagai pembimbing II. Masih pada hari yang sama, yaitu pada tanggal 29 Juni 2012 peneliti menyerahkan hasil revisi proposal kepada pembimbing I untuk ditindaklanjuti dalam proses bimbingan selanjutnya.

Proses bimbingan ini sangat diperlukan oleh peneliti untuk membantu peneliti dalam menentukan kegiatan penelitian, fokus penelitian serta proses penelitian skripsi ini. Proses bimbingan ini memfasilitasi peneliti untuk berdiskusi dengan Dosen Pembimbing I dan Dosen Pembimbing II mengenai permasalahan yang dihadapi selama penelitian ini dilakukan. Manfaat yang peneliti peroleh selama proses bimbingan adalah mengetahui kelemahan dan kekurangan dalam penelitian skripsi ini serta diarahkan untuk konsisten terhadap fokus kajian.

3.3 PELAKSANAAN PENELITIAN

Tahapan ini merupakan sebuah proses yang sangat penting dalam suatu penelitian. Melalui tahapan ini peneliti memperoleh data serta fakta yang


(34)

dibutuhkan untuk penyusunan skripsi. Beberapa langkah yang harus ditempuh dalam tahapan ini adalah sebagai berikut:

3.3.1 Heuristik

Heuristik berasal dari bahasa Yunani heurishein yang berarti menemukan (Abdurahman, 2007: 64). Heuristik merupakan proses mencari dan mengumpulkan fakta-fakta sejarah dari sumber-sumber yang relevan dengan permasalahan yang dikaji peneliti. Sama halnya dengan pendapat Sjamsuddin (2007: 86), heuristik adalah suatu kegiatan mencari sumber-sumber untuk mendapatkan data-data atau materi sejarah, atau evidensi sejarah yang berhubungan dengan permasalahan yang dikaji oleh peneliti. Pada tahap ini peneliti berusaha mencari sumber-sumber yang relevan bagi permasalahan yang sedang dikaji. Menurut Sjamsuddin (2007: 730) yang dimaksud dengan sumber sejarah adalah segala sesuatu yang langsung atau tidak langsung menceritakan kepada kita, tentang sesuatu kenyataan atau kegiatan di masa lalu. Sumber sejarah berupa bahan-bahan sejarah yang memuat bukti-bukti aktifitas manusia di masa lampau yang berbentuk tulisan atau cerita. Sumber tertulis berupa buku dan artikel yang berhubungan dengan permasalahan yang dikaji dan juga ditambah dengan sumber lisan dengan menggunakan teknik wawancara kepada narasumber yang

menjadi pelaku dan juga mengetahui tentang ”Perkembangan Upacara Nadar di Kecamatan Jatigede Kabupaten Sumedang Tahun 1985-2005 (Suatu Kajian Historis terhadap Tradisi Masyarakat) ”. Untuk lebih jelasnya akan dipaparkan di bawah ini:

3.3.1.1 Sumber Tertulis

Berkaitan dengan penelitian ini, proses heuristik yang dilakukan peneliti sudah dimulai sejak bulan April 2012. Sejak saat itu peneliti telah mencari sumber-sumber yang berhubungan dengan upacara nadar. Dalam pencarian sumber-sumber ini, peneliti mendatangi berbagai toko buku yang ada di Bandung


(35)

seperti toko buku Palasari, toko buku Toga Mas, toko buku Gramedia dan lain-lain.

Selain mencari di berbagai toko buku tersebut, peneliti pun mengunjungi berbagai perpustakaan seperti Perpustakaan Universitas Pendidikan Indonesia Bandung, Perpustakaan Universitas Padjadjaran Bandung, Perpustakaan Sekolah Tinggi Seni Indonesia, Perpustakaan Institut Teknologi Bandung, Perpustakaan Daerah Sumedang, Perpustakaan Dinas Pariwisata Jawa Barat dan Perpustakaan Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olahraga Kabupaten Sumedang. Dari berbagai toko buku dan perpustakaan, peneliti mendapatkan bermacam-macam sumber yang relevan dengan penelitian yang dikaji yaitu mengenai upacara nadar. Penjelasan mengenai penemuan sumber-sumber tersebut peneliti paparkan sebagai berikut:

1. Toko Buku Palasari Bandung, di toko buku ini peneliti mendapatkan beberapa sumber buku yaitu buku yang berjudul ”Beberapa Pokok Antropologi Sosial” karangan Koentjaraningrat, buku yang berjudul

”Materi Dasar Ilmu Budaya Sunda ” karangan Rachmat, buku

Manusia dan Kebudayaan di Indonesia” karangan Koentjaraningrat,

buku ”Masyarakat Sunda dan Kebudayaannya” karangan Edi Ekadjati, buku ”Masyarakat Sunda Budaya dan Problema“ karangan Surjadi, dan buku yang berjudul“ Benturan Budaya Islam: Puritan &

Sinkretis“ karangan Sutiyono. Buku-buku tersebut sangat bermanfaat

bagi peneliti dan memberikan berbagai informasi mengenai upacara nadar.

2. Perpustakaan Universitas Pendidikan Indonesia, dari perpustakaan ini peneliti mendapatkan buku yang berjudul ”Kebudayaan Sunda Suatu

Pendekatan Sejarah Jilid 1” karangan Edi Ekadjati, buku ”Ritus

Peralihan di Indonesia” karangan Koentjaraningrat, buku ”Sosiologi Suatu Pengantar“ karangan Bruce Cohen, buku Adat Istiadat Daerah Jawa Barat“ karangan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, buku


(36)

Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan”, buku ”Pengantar Antropologi” karangan Koentjaraningrat, buku “Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda” karangan George Ritzer, buku

Budaya Indonesia Kajian Arkeologi, Seni, dan Sejarah“ karangan Edi Sedyawati, buku Setangkai Bunga Sosiologi” karangan Sello

Soemardjan dan Soelaeman Soemardi, buku ”Pengantar Sejarah Sebagai Ilmu dan Wahana Pendidikan karangan Ismaun, buku

Mengerti Sejarah” karangan Louis Gottschalk yang diterjemahkan

oleh Nugroho Notosusanto dan buku ”Metode Penelitian Sejarah” karangan Dudung Abdurahman dan berbagai buku lainnya.

3. Perpustakaan Dinas Pariwisata Jawa Barat, dari perpustakaan ini peneliti mendapatkan buku yang berjudul ”Rucatan Bumi Sumedang”. Sumber ini merupakan sumber penting yang memberikan informasi mengenai tradisi-tradisi yang ada di Sumedang.

4. Perpustakaan Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI), peneliti berhasil menemukan sumber-sumber yang berkenaan dengan masalah yang

dikaji seperti, buku ”Budaya Sunda: Melintasi Waktu Menantang Masa Depan karangan Judistira Garna, buku ”Pengantar Antropologi karangan Harsojo, buku “Kebudayaan dan Lingkungannya dalam Perspektif Antropologi” karangan Hari Poerwanto, buku “Manusia, Kebudayaan, dan Lingkungannya” karangan Parsuadi Suparlan dan buku-buku lainnya.

3.3.1.2 Sumber Lisan

Sumber lisan ini memiliki peranan yang penting sebagai sumber sejarah yang lainnya. Dalam menggali sumber lisan dilakukan dengan teknik wawancara, yaitu mengajukan beberapa pertanyaan yang relevan dengan permasalahan yang dikaji kepada pihak-pihak sebagai pelaku dan saksi. Sumber lisan ini peneliti peroleh melalui proses wawancara. Orang yang peneliti wawancarai disebut narasumber. Sumber lisan dalam penelitian ini digunakan bukan hanya sebagai


(37)

penunjang terhadap aspek-aspek yang tidak dijelaskan lebih rinci dalam sumber tertulis tetapi juga diposisikan sebagai bahan acuan karena pada umumnya dalam sejarah lokal sumber lisan menempati posisi yang penting juga, sebab biasanya sumber tertulis cukup sulit ditemukan. Teknik ini juga bertujuan untuk mendokumentasikan ingatan masyarakat terhadap peristiwa sejarah di daerahnya.

Adapun kegiatan yang dilakukan oleh peneliti pada tahap ini yaitu menentukan orang-orang yang dapat dijadikan narasumber dengan beberapa kriteria untuk dapat dijadikan bahan pertimbangan seperti faktor fisik maupun mental, usia serta kejujuran dalam mengemukakan hal-hal yang ia ketahui sehingga informasi yang diberikan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Peneliti melakukan pemilihan terhadap narasumber selain berdasarkan ketentuan yang disebutkan di atas juga berdasarkan pengetahuan dan keterlibatan mereka dalam upacara nadar. Berdasarkan hal tersebut peneliti mewawancarai mereka sehingga diperoleh informasi mengenai hal-hal yang diperlukan dalam penelitian ini di antaranya yaitu latar belakang lahirnya upacara nadar, perkembangan upacara nadar dari tahun 1985-2005, proses pelaksanaan upacara nadar, tanggapan masyarakat terhadap keberadaan upacara nadar dan upaya pelestarian upacara nadar.

Peneliti mengkategorikan narasumber ke dalam dua golongan yaitu pelaku dan saksi. Pelaku adalah mereka yang benar-benar mengalami peristiwa atau kejadian yang menjadi bahan kajian yang peneliti teliti seperti para pelaku upacara nadar yang merupakan pelaku sejarah yang mengikuti perkembangan upacara nadar dari waktu ke waktu, sedangkan saksi adalah mereka yang melihat dan mengetahui bagaimana peristiwa itu terjadi, misalnya masyarakat sebagai pendukung dan penikmat upacara tradisional serta pemerintah sebagai lembaga terkait.

Pertama, pihak pelaku yang terdiri dari orang yang terlibat langsung dalam pelaksanaan prosesi upacara nadar dan pemerhati atau pengamat upacara tersebut serta tokoh masyarakat yaitu narasumber yang memberikan informasi


(38)

atau memiliki pengetahuan mengenai upacara nadar. Kedua, pihak saksi yaitu pemerintah narasumber yang memberikan informasi atau pengetahuan tentang keberadaan upacara nadar dalam masyarakat pendukungnya.

Sebelum wawancara dilakukan, peneliti menyiapkan daftar pertanyaan terlebih dahulu. Daftar pertanyaan tersebut diatur dan diarahkan sehingga pembicaraan berjalan sesuai dengan pokok permasalahan. Apabila informasi yang diberikan oleh narasumber kurang jelas, maka peneliti mengajukan kembali pertanyaan yang masih terdapat dalam kerangka pertanyaan besar. Pertanyaan-pertayaan itu diberikan dengan tujuan untuk membantu narasumber dalam mengingat kembali peristiwa sehingga informasi menjadi lebih lengkap.

Narasumber yang diwawancarai adalah mereka yang mengetahui keadaan pada saat itu dan terlibat langsung maupun tidak langsung dengan peristiwa sejarah yang terjadi. Dalam penelitian ini peneliti telah mewawancarai beberapa orang yang terdiri dari, tokoh masyarakat sekaligus pelaku upacara nadar, kaum akademisi dan pemerintah sebagai lembaga yang terkait. Untuk narasumber dan pihak pelaku yang terdiri dari tokoh masyarakat sekaligus pelaku upacara nadar, peneliti telah mewawancarai Bapak Asmita, Bapak Turyana dan Bapak Carsan. Dari akademisi peneliti mewawancarai Bapak Dahyat, S.Pd dan Bapak Omon Satriman, S.Pd. Dari pihak pemerintah (DISBUDPARPORA) peneliti mewawancarai Bapak Suhadi dan Bapak Yayat.

Hasil wawancara dengan para narasumber kemudian disalin dalam bentuk tulisan untuk memudahkan peneliti dalam proses pengkajian yang akan dibahas pada bagian selanjutnya. Setelah semua sumber yang berkenaan dengan masalah penelitian diperoleh dan dikumpulkan, kemudian dilakukan penelaahan serta pengklasifikasian terhadap sumber-sumber yang relevan dengan masalah penelitian yang dikaji.


(39)

Tahapan selanjutnya dalam metode penelitian sejarah adalah tahapan kritik sumber. Tahapan ini dilakukan setelah peneliti berhasil mengumpulkan sumber-sumber melalui tahapan heuristik. Sumber-sumber-sumber yang peneliti dapatkan dalam tahapan heuristik tidak dapat digunakan secara langsung sebagai bahan penulisan skripsi melainkan harus melalui saringan atau seleksi yang dalam metode historis disebut sebagai tahapan kritik. Tahapan ini merupakan tahapan yang sangat penting karena menyangkut layak atau tidaknya pemakaian suatu sumber dalam penulisan karya ilmiah sejarah sehingga dapat dihasilkan suatu karya yang dapat dipertanggungjawabkan. Sebagaimana pendapat yang dipaparkan oleh Sjamsuddin (2007: 132) sebagai berikut.

” inilah fungsi kritik sehingga karya sejarah merupakan produk dari suatu proses ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan, bukan hasil dari suatu fantasi, manipulasi, atau fabrikasi sejarawan.”

Tahapan kritik menyangkut verifikasi sumber yaitu pengujian mengenai kebenaran atau ketepatan (akurasi) dari sumber itu. Dalam metode sejarah dikenal dengan cara melakukan kritik eksternal dan kritik internal. Kritik eksternal meliputi pengujian pada bahan materi sumber sedangkan kritik internal meliputi pengujian pada substansi atau isi sumber. Untuk lebih rinci peneliti akan memberikan penjelasan mengenai kritik eksternal dan kritik internal sebagai berikut:

3.3.2.1Kritik Eksternal

Secara sederhana kritik eksternal diartikan sebagai pengujian terhadap aspek-aspek terluar dari suatu sumber sejarah. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Sjamsuddin (2007: 132) bahwa yang dimaksud kritik eksternal adalah cara melakukan verifikasi atau pengujian terhadap aspek-aspek luar dari sumber sejarah. Lebih jauh Sjamsuddin (2007: 133-134) menerangkan mengenai pengertian kritik eksternal sebagai berikut.

“Kritik eksternal ialah suatu penelitian atas asal-usul dari sumber, suatu pemeriksaan atas catatan atau peninggalan itu sendiri untuk mendapatkan semua informasi yang mungkin, dan untuk mengetahui apakah pada suatu


(40)

waktu sejak asal mulanya sumber itu telah diubah oleh orang-orang

tertentu atau tidak.”

Dengan demikian setiap sumber yang diperoleh harus melalui uji kelayakan yang meliputi aspek-aspek terluar dari sumber tersebut. Menurut Lucey yang dikutip oleh Sjamsuddin (2007: 133), sebelum sumber-sumber sejarah dapat digunakan dengan aman, paling tidak ada lima pertanyaan yang harus dijawab dengan memuaskan, yaitu:

a.Siapa yang mengatakan itu?

b.Apakah dengan satu atau cara lain kesaksian itu telah diubah?

c.Apa sebenarnya yang dimaksud orang itu melalui kesaksiannya tersebut? d.Apakah yang memberikan kesaksian itu seorang saksi mata yang

kompeten; apakah ia mengetahui fakta itu?

e.Apakah orang tersebut memberikan informasi dengan sebenarnya?

Dengan demikian kritik eksternal pada dasarnya menitikberatkan pada pengujian otensitas dan integritas sumber. Sebagaimana dijelaskan oleh Sjamsuddin (2007: 134) bahwa kritik eksternal harus menegakkan fakta dari kesaksian bahwa:

1. Kesaksian itu benar-benar diberikan oleh orang itu atau pada waktu itu atau otentitas (authenticity),

2. Kesaksian yang telah diberikan itu telah bertahan tanpa ada perubahan, atau penambahan dan penghilangan fakta-fakta yang substansial, karena memori manusia dalam menjelaskan peristiwa sejarah terkadang berbeda setiap individu, malah ada yang ditambah ceritanya atau dikurangi tergantung pada sejauh mana narasumber mengingat peristiwa sejarah yang dikaji.

Dalam penelitian ini, peneliti melakukan kritik sumber terhadap sumber-sumber yang akan digunakan dalam penulisan skripsi, baik sumber-sumber tertulis maupun sumber lisan. Kritik eksternal terhadap sumber tertulis dilakukan dengan cara memperhatikan beberapa aspek diantaranya latar belakang akademis penulis, tahun penerbitan buku, penerbit, serta tempat penerbitan buku. Berdasarkan kriteria tersebut, peneliti menentukan apakah sumber-sumber tertulis yang diperoleh dalam penulisan ini layak atau tidak untuk digunakan sebagai bahan acuan dalam penulisan skripsi.


(41)

Buku yang diseleksi dalam kritik eksternal adalah buku yang berjudul Fungsi Upacara Tradisional Bagi Masyarakat Pendukungnya Masa Kini karangan Ani Rostiyati. Buku tersebut diterbitkan tahun 1995 di Yogyakarta. Penulis merupakan pemerhati keberadaan upacara tradisional dan perubahan-perubahan yang terjadi pada upacara tradisional tersebut.

Selanjutnya buku yang diseleksi dalam kritik eksternal adalah buku karangan Soerjono Soekanto. Buku tersebut berjudul Sosiologi Suatu Pengantar yang diterbitkan tahun 1990 di Jakarta. Soerjono Soekanto merupakan seorang sosiolog yang kompeten dalam ilmu sosiologi. Karyanya sering dijadikan sumber referensi bagi para peneliti yang melakukan kajian sosiologi. Dengan demikian, setelah dilakukan kritik eksternal peneliti berpendapat bahwa buku karangan Soerjono Soekanto yang berjudul Sosiologi Suatu Pengantar layak dijadikan sumber yang menunjang dalam penelitian ini.

Kemudian peneliti melakukan kritik eksternal pada buku yang berjudul Beberapa Pokok Antropologi Sosial karangan Koentjaraningrat diterbitkan di Jakarta tahun 1992. Penulis merupakan seorang antropolog yang tentunya merupakan seorang pemerhati perkembangan budaya. Berdasarkan hal tersebut peneliti menganggap buku ini layak untuk dijadikan sumber dalam penulisan karya ilmiah ini. Selain itu peneliti melakukan kritik eksternal terhadap dokumen yang berasal dari Badan Pusat Statistik Sumedang namun tidak dilaksanakan secara ketat karena tindakan ini diambil dengan pertimbangan instansi tersebut seacara nasional diakui sebagai lembaga yang dinilai kompeten dalam melakukan pendataan dan pendokumentasian hingga otensitasnya terjamin.

Peneliti juga melakukan kritik eksternal pada sumber lisan yakni narasumber. Hal itu dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kelayakan narasumber berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebagai bahan pertimbangan. Kritik eksternal terhadap sumber lisan dilakukan dengan mengidentifikasi narasumber apakah mengetahui, mengalami atau melihat peristiwa yang menjadi objek kajian dalam penelitian. Faktor-faktor yang harus


(42)

diperhatikan dari narasumber adalah mengenai usia, kesehatan baik fisik maupun maupun mental dan kejujuran narasumber.

Kritik eksternal terhadap sumber lisan dilakukan pada Bapak Turyana (45 tahun) dan Bapak Carsan (53 tahun). Bapak Turyana maupun Bapak Carsan merupakan orang yang terlibat aktif dalam dalam pelaksanaan upacara nadar. Beliau juga mempunyai perhatian terhadap kebudayaan khususnya dalam pelaksanaan upacara nadar. Melihat aspek eksternal tersebut, peneliti beranggapan bahwa informasi yang diperoleh Bapak Turyana dan Bapak Carsan layak dijadikan sebagai sumber dalam penulisan karya ilmiah yang berbentuk skripsi ini.

Selain itu, narasumber lainnya adalah Bapak Iden (42 tahun) dan Bapak Dahyat (46 tahun). Mereka merupakan tokoh yang memiliki pandangan berbeda terhadap upacara nadar, dapat dikatakan sebagai seorang yang berpendidikan di Desa Jemah. Latar belakang pendidikan tinggi beliau sangat berpengaruh pada cara pandangnya terhadap pelaksanaan upacara nadar yang diselenggarakan di daerahnya.

Narasumber lain yang juga peneliti seleksi pada kritik eksternal adalah Bapak Yayat (51 tahun) dan Bapak Suhadi, S.Kom (42 tahun). Baik Bapak Yayat maupun Bapak Suhadi adalah PNS di lingkungan Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olahraga Kabupaten Sumedang (DISBUDPARPORA). Bapak Yayat memiliki jabatan sebagai Kepala kepurbakalaan dan Bapak Suhadi sebagai Kepala kebudayaan. Melihat latar belakang profesi beliau, peneliti beranggapan bahwa informasi dari Bapak Yayat dan Bapak Suhadi dianggap dapat mewakili informasi yang peneliti harapkan dari kalangan aparat pemerintahan berkenaan dengan pelaksanaan upacara nadar.

Peneliti juga melakukan wawancara terhadap masyarakat yang menjadi peserta upacara nadar di antaranya, Bapak Apo (40 tahun), Bapak Narso (40 tahun), Bapak Taswin (42 tahun) dan Bapak Omon (41 tahun). Wawancara dilakukan untuk memperoleh informasi berkaitan dengan pandangan masyarakat terhadap pelaksanaan upacara nadar. Selain itu ditujukan untuk mengetahui


(43)

perubahan-perubahan yang terjadi pada pelaksanaan upacara nadar menurut pandangan mereka.

3.3.2.2Kritik Internal

Kritik internal merupakan kegiatan pengujian terhadap sumber dilihat dari aspek dalam yaitu substansi atau isi sumber. Sebagaimana yang dipaparkan oleh Sjamsuddin (2007: 143) bahwa kritik internal merupakan kebalikan dari kritik

eksternal yang menekankan pada aspek “dalam” yaitu isi dari sumber kesaksian

(testimony). Dalam tahapan ini, peneliti melakukan kritik internal terhadap sumber-sumber tertulis maupun sumber lisan yang akan digunakan dalam penyusunan skripsi. Kritik internal terhadap sumber-sumber tertulis dilakukan dengan cara membandingkan sumber-sumber tertulis berupa buku-buku yang akan dijadikan sebagai referensi penulisan skripsi.

Buku yang diseleksi dalam tahapan kritik internal adalah buku yang berjudul Fungsi Upacara Tradisional Bagi Masyarakat Pendukungnya Masa Kini karya Ani Rostiyati. Buku ini banyak menjelaskan mengenai upacara tradisional yang dilakukan masyarakat, fungsi dari upacara tradisional dan perubahan-perubahan dalam upacara tradisional. Peneliti mengangggap buku ini sesuai dengan kajian penelitian.

Selain itu, peneliti juga melakukan kritik internal terhadap buku yang berjudul Ritus Peralihan di Indonesia karangan Koentjaraningrat. Buku ini membahas tentang jenis-jenis upacara tradisional dan teori evolusi religi. Selain itu peneliti pun melakukan kritik internal terhadap buku karangan Koentjaraningrat lainnya yaitu buku yang berjudul Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Dalam buku tersebut dijelaskan tentang unsur-unsur upacara taradisional dan jenis-jenis upacara keagamaan. Peneliti menganggap kedua buku tersebut layak untuk dijadikan referensi dalam penelitia ini.

Peneliti juga melakukan kritik internal pada buku yang berjudul Masyarakat Sunda dan Kebudayaannya karangan Edi S. Ekadjati. Dalam buku tersebut dijelaskan mengenai agama, kepercayaan dan sistem pengetahuan masyarakat


(44)

Sunda selain itu dalam buku tersebut dijelaskan pula tentang karakteristik orang Sunda. Peneliti juga melakukan kritik internal pada buku karangan Ekadjati lainnya yaitu buku yang berjudul Kebudayaan Sunda Suatu Pendekatan Sejarah Jilid 1. Dalam buku tersebut dijelaskan mengenai sejarah Sunda. Peneliti mengangggap kedua buku tersebut sesuai dengan kajian peneliti.

Selain itu peneliti melakukan kritik internal terhadap hasil wawancara. Kritik ini pada dasarnya menekankan kompetensi dan kebenaran informasi yang dipaparkan narasumber kepada peneliti. Untuk menghindari subjektivitas informasi yang disampaikan narasumber, peneliti melakukan cross checking sumber yang satu dengan dengan yang lainnya untuk mendapatkan fakta sejarah yang relevan. Adapun dari proses ini, peneliti memperoleh fakta yang berkaitan dengan perkembangan upacara nadar di Kecamatan Jatigede Kabupaten Sumedang. Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Turyana dan Bapak Asmita terdapat kesamaan informasi mengenai hal tersebut. Namun antara Bapak Turyana dan Bapak Iden terdapat pandangan yang berbeda mengenai upacara nadar.

3.3.3 Interpretasi

Menurut Kuntowijoyo (2003: 101) interpretasi atau penafsiran sering disebut juga sebagai biang subjektivitas yang sebagian bisa benar, tetapi sebagiannya salah. Dikatakan demikian menurutnya bahwa benar karena tanpa penafsiran sejarawan data yang sudah diperoleh tidak bisa dibicarakan. Sedangkan salah karena sejarawan bisa saja keliru dalam menafsirkan data-data tersebut. Interpretasi merupakan langkah selanjutnya setelah dilakukan kritik dan analisis sumber. Interpretasi adalah kegiatan menafsirkan fakta-fakta yang sudah diperoleh peneliti melalui cara mengolah fakta yang telah dikritisi dengan merujuk beberapa referensi yang mendukung kajian peneliti.

Menurut Kuntowijoyo yang dikutip oleh Abdurahman (2007: 73) interpretasi sejarah atau yang biasa disebut juga dengan analisis sejarah merupakan tahap dimana peneliti melakukan sintesis atas sejumlah fakta yang


(45)

diperoleh dari sumber-sumber sejarah dan bersama-sama dengan teori-teori disusunlah fakta itu dalam suatu interpretasi yang menyeluruh. Dalam hal ini ada dua metode yang digunakan yaitu analisis dan sintesis. Analisis berarti menguraikan sedangkan sintesis yang berarti menyatukan. Keduanya dipandang sebagai metode utama di dalam interpretasi (Kuntowijoyo, 2003: 100).

Sebelum mengerjakan tahap penulisan sejarah terlebih dahulu peneliti memberikan tanggapan terhadap makna dari fakta-fakta yang telah diseleksi dalam kritik sumber. Peneliti mengkombinasikan semua sumber yang telah terkumpul baik dari buku, karya tulis ilmiah, hasil wawancara maupun observasi dengan tujuan agar sumber-sumber yang telah diperoleh terutama dari sumber lisan tidak saling bertentangan satu sama lain.

Langkah awal yang dilakukan oleh peneliti dalam tahap ini adalah mengolah, menyusun dan menafsirkan fakta yang telah diuji kebenarannya. Kemudian fakta yang telah diperoleh tersebut dirangkaikan dan dihubungkan sehingga menjadi satu kesatuan yang selaras. Dengan kegiatan ini, maka diperoleh suatu gambaran terhadap pokok-pokok permasalahan yang dibahas dalam penelitian. Makna yang kedua dari interpretasi ialah memberikan eksplanasi terhadap fenomena sejarah. Interpretasi menjelaskan argumentasi-argumentasi jawaban peneliti terhadap pertanyaan kausal, mengapa dan bagaimana peristiwa-peristiwa atau gejala-gejala di masa lampau.

Peneliti melakukan penafsiran terhadap data mengenai perkembangan upacara nadar. Berdasarkan keterangan dari ketiga narasumber yaitu Bapak Turyana, Bapak Iden dan Bapak Asmita yang menjelaskan bahwa upacara nadar mengalami perkembangan awalnya upacara nadar dilaksanakan di makam keramat dengan diiringi gamelan dan kesenian beluk namun sekarang ini upacara nadar dilakukan di rumah yang punya hajatan dengan tidak diiringi kesenian beluk dan populasi penduduk yang melaksanakan upacara nadar mulai berkurang. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa upacara nadar mengalami perkembangan yang dinamis yang menyesuaikan dengan karakteristik kondisi


(46)

sosial-budaya masyarakat. Namun dari segi penyajiannya upacara nadar masih mengandung hal-hal mistis, seperti adanya unsur-unsur animisme dan dinamisme.

Peneliti melakukan penafsiran terhadap data mengenai perkembangan upacara nadar. Pada proses interpretasi ini, peneliti menggunakan pendekatan interdisipliner. Pendekatan interdisipliner adalah pendekatan dalam suatu pemecahan masalah dengan menggunakan tinjauan berbagai sudut pandang ilmu serumpun yang relevan. Dalam hal ini, ilmu sejarah dijadikan sebagai disiplin ilmu utama dalam mengkaji permasalahan penelitian. Untuk membantu mempertajam analisis, peneliti menggunakan konsep ilmu-ilmu sosial lainnya seperti ilmu antropologi dan sosiologi, diharapkan peneliti dapat memperoleh gambaran yang jelas mengenai permasalahan yang dikaji dan mempermudah dalam proses penafsiran.

1.3.4. Historiografi

Tahap ini merupakan tahap terakhir dari penelitian yang memaparkan dan melaporkan seluruh hasil penelitian dalam bentuk tertulis setelah melalui tahap interpretasi fakta. Menurut Sjamsuddin (2007: 56) pada tahap ini seluruh daya fikiran dikerahkan bukan saja keterampilan teknis penggunaan kutipan-kutipan dan catatan-catatan. Namun yang paling utama adalah penggunaan pikiran-pikiran kritis dan analitis sehingga menghasilkan suatu sintesis dari seluruh hasil penelitian dan penemuan dalam suatu penelitian utuh yang disebut dengan historiografi.

Menurut Abdurahman (2007: 76) historiografi merupakan cara penulisan, pemaparan atau pelaporan hasil penelitian sejarah yang telah dilakukan. Layaknya laporan penelitian ilmiah, penulisan hasil penelitian sejarah hendaknya dapat


(47)

memberikan gambaran yang jelas mengenai proses penelitian dari awal (fase perencanaan) sampai dengan akhir (penarikan kesimpulan).

Sedangkan menurut Sjamsuddin (2007: 156) historiografi adalah usaha mensintesiskan seluruh hasil penelitian atau penemuan yang berupa data-data dan fakta-fakta sejarah menjadi suatu penulisan yang utuh, baik itu berupa karya besar ataupun hanya berupa makalah kecil. Hubungannya dengan penelitian ini, bahwa tahap historiografi yang dilakukan oleh peneliti merupakan tahap akhir dari tahap penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dari mulai tahap heuristik, kritik, interpretasi sampai pada historiografi. Tahap historiografi ini akan peneliti laporkan dalam sebuah tulisan berbentuk skripsi dan disusun berdasarkan pedoman penulisan karya ilmiah yang berlaku di lingkungan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Adapun tujuan dari laporan hasil penelitian ini adalah untuk memenuhi kebutuhan studi akademis tingkat sarjana pada Jurusan Pendidikan Sejarah FPIPS UPI.

Berdasarkan ketentuan penulisan karya ilmiah di lingkungan UPI tersebut, maka struktur organisasi skripsi ini adalah sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan, menjelaskan tentang latar belakang penelitian yang memaparkan mengapa masalah yang muncul itu penting untuk diteliti. Pada bab ini juga berisi perumusan dan pembatasan masalah yang disajikan dalam bentuk pertanyaan untuk mempermudah peneliti mengkaji dan mengarahkan pembahasan, tujuan penelitian, metode penelitian serta struktur organisasi skripsi. Adapun yang menjadi uraian dari bab 1 ini yakni: Latar Belakang Penelitian, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metode Penelitian, dan Struktur Organisasi Skripsi.

Bab II Kajian Pustaka, memaparkan berbagai sumber literatur yang peneliti anggap memiliki keterkaitan dan relevan dengan masalah yang dikaji dan didukung dengan sumber tertulis seperti buku dan dokumen yang relevan. Dalam kajian pustaka ini, peneliti membandingkan, mengkontraskan dan memposisikan


(48)

kedudukan masing-masing penelitian yang dikaji kemudian dihubungkan dengan masalah yang sedang diteliti. Hal ini dimaksudkan agar adanya keterkaitan antara permasalahan di lapangan dengan buku-buku atau secara teoritis, agar keduanya bisa saling mendukung, dimana dari teori yang sedang dikaji dengan permasalahan yang diteliti bisa berkaitan sedangkan fungsi dari kajian pustaka adalah sebagai landasan teori dalam analisis temuan.

Bab III Metode Penelitian, bab ini berisi mengenai tahap-tahap, langkah-langkah, metode penelitian yang digunakan oleh peneliti meliputi heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Semua prosedur dalam penelitian akan dibahas pada bab ini. Prosedur yang dimaksud adalah langkah-langkah peneliti dalam melakukan penelitian ini seperti tahap perencanaan, pengajuan judul penelitian, persiapan penelitian, proses bimbingan dan tahap pelaksanaan penelitian. Dalam bab ini juga peneliti mengungkapkan dan melaporkan pengalaman selama melaksanakan penelitian.

Bab IV Tradisi Nadar pada Masyarakat Jatigede, merupakan isi utama dari tulisan karya ilmiah ini mengenai permasalahan-permasalahan yang terdapat pada rumusan dan batasan masalah. Selain itu pada dasarnya bab IV ini merupakan hasil pengolahan dan analisis terhadap fakta-fakta yang telah ditemukan dan diperoleh selama penelitian berlangsung. Pada bab IV ini peneliti akan memaparkan hasil penelitian dengan gaya berceritanya sendiri.

Bab V Kesimpulan dan Saran, sebagai bab terakhir yakni menjelaskan kesimpulan yang merupakan jawaban dan analisis peneliti terhadap masalah-masalah secara keseluruhan yang merupakan hasil dari penelitian. Hasil akhir ini merupakan pandangan serta interpretasi peneliti mengenai inti dari bab IV yakni mengenai pembahasan. Selain itu dalam Bab V disajikan penafsiran peneliti terhadap hasil analisis dan temuan, hasilnya disajikan dalam bentuk kesimpulan penelitian.


(49)

Pada bab ini peneliti mengemukakan beberapa kesimpulan yang didapatkan setelah mengkaji permasalahan yang telah diajukan sebelumnya. Pada Bab V ini laporan yang dibuat dan dilampirkan bisa berbentuk uraian padat atau dengan cara butir demi butir, akan tetapi akan lebih baik jika bentuk yang disajikan adalah dengan uraian padat daripada dalam butir demi butir. Dalam bab ini pula biasanya peneliti mengharapkan saran dan kritik pembaca atas penelitian yang telah dilakukannya sebagai bahan masukan agar penelitian yang akan datang bisa lebih baik lagi.


(1)

Ratnasih Widaningsih, 2013

dipantau perkembangannya selain itu hasil pendokumentasian tersebut dapat dibaca dan dipelajari oleh generasi berikutnya.

d. Pemerintah diharapkan mau menciptakan karya tulis baik berupa buku ataupun makalah tentang upacara tradisional, karena peneliti merasakan sendiri kesulitan dalam mencari sumber tertulis mengenai upacara nadar ini.

e. Masyarakat dan pemerintah setempat harus bekerjasama untuk memperkenalkan upacara nadar ini kepada generasi muda di Kabupaten Sumedang. Salah satu pengenalan terhadap upacara nadar ini dapat dilakukan dengan cara mengundang siswa-siswa sekolah baik tingkat SD, SMP maupun SMA di Kabupaten Sumedang untuk menghadiri pelaksanaan upacara nadar di Kecamatan Jatigede sebagai studi lapangan sehingga di zaman yang modern ini para generasi muda setidaknya dapat mengetahui keberadaan upacara nadar sebagai kebudayaan daerahnya.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurahman, D. (2007). Metode Penelitian Sejarah. Jakarta: Logos Wacana Ilmu. Cohen, B. (1992). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rhineka Cipta.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1979). Adat Istiadat Daerah Jawa

Barat. Jakarta. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Dinas Pariwisata Jawa Barat. (1990). Rucatan Bumi Sumedang. Bandung: Dinas Pariwisata.

Ekadjati, E. (1984). Masyarakat Sunda dan Kebudayaannya. Bandung: Girimukti Pasaka.

Ekadjati, E. (2005). Kebudayaan Sunda Suatu Pendekatan Sejarah Jilid I. Jakarta: Dunia Pustaka Jaya

Esten, M. (2001). Kajian Transformasi Budaya. Bandung: Angkasa Budaya. Garna, J.K. (2008). Budaya Sunda: Melintasi Waktu Menantang Masa Depan.

Bandung: Lembaga Penelitian UNPAD.

Gottschalk, L. (1986). Mengerti Sejarah (Terjemahan Nugroho Notosusanto). Jakarta: UI Press.

Harsojo. (1988). Pengantar Antropologi. Bandung. Binacipta.

Harsojo. (2008). “Kebudayaan Sunda“ dalam Koentjaraningrat. Manusia dan

Kebudayaandi Indonesia. Jakarta: Djambatan.

Ismaun. (2005). Pengantar Sejarah Sebagai Ilmu dan Wahana Pendidikan. Bandung: Historia Utama Press.


(3)

Ratnasih Widaningsih, 2013

Kartodirdjo, S. (1993). Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodoloi Sejarah. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Kayam, U. (1981). Seni, Tradisi Masyarakat. Jakarta: Sinar Harapan.

Koentjaraningrat. (1990). Ritus Peralihan di Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Koentjaraningrat. (1992). Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta: Dian

Rakyat.

Koentjaraningrat. (1993). Metode-Metode Penelitian Masyarakat Edisi Ketiga. Jakarta: Gramedia.

Koentjaraningrat. (1994). Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Koentjaraningrat. (2008). Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan.

Koentjaraningrat. (2009). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta. Kuntowijoyo. (2003). Metodologi Penelitian Sejarah.Yogyakarta. Tiara Wacana. Lauer, R. H. (1993). Perspektif tentang Perubahan Sosial. Jakarta: Rineka Cipta. Nalan, S.A. dan Sarjono, A.R. (1998). Catatan Seni. Bandung: STSI Press.

Nazsir, N. (2008). Sosiologi: Kajian Lengkap Konsep dan Teori Sosiologi sebagai

Ilmu Sosial. Bandung: Widya Padjadjaran.

Poerwanto, H. (2000). Kebudayaan dan Lingkungannya dalam Perspektif

Antropologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar (IKAPI).

Rachmat, K. (2001). Materi Dasar Ilmu Budaya Sunda. Bandung: Universitas Pasundan.


(4)

Ritzer, G. (1992). Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Jakarta: Rajawali Pers.

Rohidi, R.T. (2000). Kesenian dalam Pendekatan Kebudayaan. Bandung: STSI.

Rosidi, A. (1984). ”Ciri-ciri Manusia dan Kebudayaan Sunda” dalam Ekadjati, E.

Masyarakat Sunda dan Kebudayaannya. Bandung: Girimukti Pasaka.

Rostiyati, A. (1995). Fungsi Upacara Tradisional Bagi Masyarakat

Pendukungnya Masa Kini. Yogyakarta: Departemen Pendidikan &

Kebudayaan.

Sedyawati, E. (2006). Budaya Indonesia Kajian Arkeologi, Seni, dan Sejarah. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Sjamsuddin, H. (2007). Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Ombak

Soekanto, S. (1990). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo.

Soemardjan, S dan Soemardi, S. (1964). Setangkai Bunga Sosiologi. Jakarta: Lembaga Penerbit FE-UI.

Subagjo. (1981). Agama Asli Indonesia. Jakarta: Sinar Harapan.

Suhamihardja, S. (1984). ”Agama, Kepercayaan dan Sistem Pengetahuan” dalam Ekadjati, E. Masyarakat Sunda dan Kebudayaannya. Bandung: Girimukti Pasaka.

Suparlan, P. (1984). Manusia, Kebudayaan, dan Lingkungannya. Jakarta: Rajawali.

Surjadi. (2010). Masyarakat Sunda Budaya dan Problema. Bandung: Alumni. Sutiyono. (2010). Benturan Budaya Islam: Puritan & Sinkretis. Jakarta: Kompas.


(5)

Ratnasih Widaningsih, 2013

Widagdho, D. (2008). Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: Bumi Aksara.

Sumber Jurnal:

Ardana, I. M. (2003). ”Budaya Lokal dalam Konteks Globalisasi”. Jurnal

Dinamika Kebudayaan. Denpasar: Universitas Udayana. 5. (1), 38-48.

Rizal, S. (2003). ”Agama dan Keberagaman”. Jurnal Kajian Pendidikan Umum. Bandung: Value Press. 1. (1), 2-3.

Rusliana, I. (2000). ”Wayang Wong Latar Belakang Kelahirannya”. Jurnal Seni

Budaya. Denpasar: STSI. (8), 45-55.

Soedarsono. (1995). ”Transformasi Budaya”. Jurnal Seni Budaya. Denpasar: STSI. (3). 20-30.

Walujo, K. (2000). ”Pola Perilaku Menonton Wayang Kulit”.Jurnal Seni Budaya. Denpasar: STSI. (8), 56-76.

Sumber Dokumen:

Badan Pusat Statistik. (2004). Kabupaten Sumedang dalam Angka Tahun 2004. Sumedang: BPS Kabupaten Sumedang.

Kecamatan Jatigede. (2005). Pendataan Profil Kecamatan Jatigede. Sumedang. Sumber Skripsi.

Hodijah, I. (2006). Upacara Adat Ruwatan Bumi di Kampung Banceuy Kabupaten Subang (Suatu Kajian Historis terhadap Tradisi Masyarakat). Skripsi pada FPIPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.


(6)

Wirawan, R. (2005). Upacara Adat Nagalaksa di Rancakalong Sumedang (Suatu

Kajian Historis terhadap Tradisi Masyarakat). Skripsi pada FPIPS UPI