Suatu Studi Mengenai Korelasi Antara Store Atmosphere dan Dimensi-dimensi Perilaku Konsumen di Kampung Daun Culture Gallery & Cafe.

(1)

terhadap perilaku konsumen Kampung Daun Culture Gallery & Café. Pemilihan sampel menggunakan metode accidental sampling dan sampel dalam penelitian ini berjumlah 100 orang. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan penelitian korelasional dalam mencari hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya.

Terdapat dua alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini. Alat ukur variabel pertama yaitu store atmosphere dibuat oleh peneliti berdasarkan teori store atmosphere oleh Barry dan Evans (2004) dan terdiri atas 38 item. Sedangkan alat ukur yang digunakan untuk mengukur perilaku konsumen dibuat oleh peneliti berdasarkan teori perilaku approach dan avoidance oleh Mehrabian dan Russel

(1974) dan kemudian disesuaikan dengan lingkungan lokasi perbelanjaan oleh Donovan dan Rossiter (1982) kemudian disesuaikan dengan keadaan lingkungan

Kampung Daun Culture Gallert & Café.

Berdasarkan pengolahan data secara statistik, maka didapat koefisien korelasi store atmosphere dengan dimensi fisik adalah 0,570 Lalu koefisien korelasi store atmosphere dengan dimensi eksplorasi adalah 0,376. Untuk koefisien korelasi store atmosphere terhadap dimensi komunikasi adalah 0,291 dan yang terakhir koefisien korelasi store atmosphere terhadap dimensi performa dan kepuasan adalah 0,203. Kesimpulan yang diperoleh adalah secara keseluruhan terdapat korelasi yang positif antara store atmosphere dengan dimensi-dimensi perilaku konsumen.

Peneliti memberikan saran agar peneliti selanjutnya melakukan penelitian mengenai korelasi antara store atmosphere dengan perilaku approach dan avoidance secara lebih mendalam. Selain itu peneliti juga menyarankan agar Kampung Daun dapat memertahankan dan meningkatkan kualitas store atmosphere dengan menambahkan beberapa atribut tambahan di dalam Kampung Daun karena sudah terbukti atmosphere Kampung Daun dapat menarik pengunjung untuk datang ke Kampung Daun.


(2)

This research is a correlational studies concerning the consumer behavior in Kampung Daun Culture Gallery & Café. The purpose of this research is to overview the correlation between store atmosphere to dimensions of consumer behavior in Kampung Daun Culture Gallery & Café. This research includes in correlational techniques use the survey technique. The population for this research is the consumer who came to Kampung Daun and willing to fill the questionnaire. Total respondents for this study are 100 consumers.

The instrument that being use to collect data about store atmosphere is based on the store atmosphere theory by Barry and Evans (2004) that consist of 38 items. The standardization had been done on this questionnaire to search out reliability value and validation value. Meanwhile, the instrument that being use to collect data about consumer behavior is based on an approach-avoidance on an environment theory by Mehrabian and Russel (1974) and be modified to fit to a store environmental by Donovan and Rossiter (1982). This questionnaire consists of 32 items.

From the final result we can see that store atmosphere correlation with physical dimension 0,570 and performance and satisfied dimension with 0,376 . On the other hand, store atmosphere correlation with exploratory dimension 0,291% and communication dimension with 0,203. In conclusion, store atmosphere has positive correlational with four dimensions of consumer behavior. Researcher suggests for further examine of correlational between store atmosphere and approach-avoidance behavior specifically.


(3)

LEMBAR PENGESAHAN……….. i

ABSTRAK……… ii

ABSTRACT……….. iii

KATA PENGANTAR ………... iv

DAFTAR ISI ………. vii

DAFTAR TABEL ……….. xi

DAFTAR SKEMA ………... xii

DAFTAR LAMPIRAN ………... xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ……….. 1

1.2. Identifikasi Masalah ……….. 12

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian ………. 12

1.4. Kegunaan Penelitian 1.4.1. Kegunaan Teoritis ……….. 13

1.4.2. Kegunaan Praktis ……… 13

1.5. Kerangka Pemikiran ………... 14

1.6. Asumsi ………27


(4)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Store Atmosphere ……….. 30

2.1.1. Exterior (Bagian Luar Toko) ………. 30

2.1.2. General interior (Bagian Dalam Toko) ………. 34

2.1.3. Layout Ruangan (Tata Letak Toko) ………... 36

2.2. Proses Persepsi ……….. 38

2.3. Perilaku Konsumen ………... 39

2.4. Faktor yang memengaruhi konsumen dalam berbelanja 2.4.1. Motivasi dan kebutuhan ………... 41

2.4.2. Gaya hidup (lifestyle) dan status sosial ……….. 46

2.4.3. Kehidupan dan lingkungan sosial ……….. 46

2.4.4. Kepribadian ……… 47

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian ……… 50

3.2Bagan Rancanangan Penelitian ……….. 50

3.3Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 3.3.1 Variabel Penelitian ……… 51


(5)

3.4.2 Alat Ukur Perilaku Konsumen ……….. 59

3.4.3 Data Pribadi dan Data Penunjang ……….. 61

3.4.4 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur 3.4.4.1 Validitas Alat Ukur ………... 62

3.4.4.2 Reliabilitas Alat Ukur ………... 63

3.5Populasi Sasaran dan Teknik Penarikan Sampel 3.5.1 Populasi Sasaran ……….. 64

3.5.2 Karakteristik Populasi ………... 64

3.5.3 Teknik Penarikan Sampel ………. 65

3.6Teknik Analisis Data ……….. 65

3.7Statistik Uji ………. 65

3.8Hipotesa Statistik ……… 66

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian ………. 67

4.2. Gambaran Hasil Penelitian 4.2.1. Korelasi antara store atmosphere dengan dimensi perilaku konsumen ……….. 68


(6)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan ……… 82 5.2. Saran ……….. 83

DAFTAR PUSTAKA DAFTAR RUJUKAN LAMPIRAN


(7)

Tabel 3.3. Sistem Penilaian ………..……… 61 Tabel 3.5. Validitas Alat Ukur Store Atmosphere ……… 63 Tabel 3.6. Validitas Alat Ukur Perilaku Konsumen ………. 63 Tabel 3.7. Reliabilitas Alat Ukur Store Atmosphere ……… 64 Tabel 3.8. Reliabilitas Alat Ukur Perilaku Konsumen ………. 64 Tabel 4.1. Tabel Korelasi Store Atmosphere dengan Perilaku Konsumen………. 68 Tabel 4.2. Korelasi store atmosphere terhadap dimensi fisik ……….…... 69 Tabel 4.3. Korelasi antara store atmosphere dengan dimensi eksplorasi ……..…. 69 Tabel 4.4. Korelasi antara store atmosphere dengan dimensi komunikasi……….. 70 Tabel 4.5. Korelasi antara store atmosphere dengan dimensi performa dan


(8)

Skema 1.1 Kerangka Pikir ……… 26 Skema 3.1 Bagan Rancangan Penelitian ……….. 50


(9)

Lampiran 2 Kisi-kisi Alat Ukur Perilaku Konsumen Lampiran 3 Kuesioner

Lampiran 4 Pengaruh dan Signifikansi Store Atmosphere terhadap Perilaku Konsumen

Lampiran 5 Pengaruh dan Signifikansi Elemen-Elemen Store Atmosphere terhadap Dimensi-Dimensi Perilaku Konsumen

Lampiran 6 Perilaku approach dan avoidance per dimensi perilaku Lampiran 7 Tabel Crosstab (Tabulasi Silang)


(10)

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Perkembangan perekonomian yang semakin pesat di Indonesia menciptakan suatu kondisi persaingan di berbagai sektor industri. Salah satu bentuk bidang industri yang tidak luput dari persaingan adalah industri kuliner. Industri kuliner merupakan salah satu industri yang tengah berkembang dan diminati oleh berbagai pengusaha di seluruh Indonesia. Akibat persaingan ini, para pengusaha dituntut untuk menciptakan suatu gebrakan baru bagi bisnis kuliner mereka agar tidak tenggelam di antara para pesaingnya di bidang industri sejenis.

Bandung merupakan salah satu kota besar di Indonesia yang juga tidak luput dari persaingan tersebut, terlebih lagi Bandung dikenal sebagai pusat kuliner/jajanan. Tidak heran jika bisnis kuliner sangat menjamur di kota Bandung. Berdasarkan data dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) terdapat 3000 restoran dan café di wilayah Bandung (Galamedia.com diakses September 2013). Hal ini jelas menggambarkan ketatnya persaingan bisnis kuliner di Bandung.

Berbagai jenis restoran dan café mulai dari yang bernuansa tradisional sampai yang modern dapat ditemukan dimana-mana. Saat ini, sekedar menawarkan makanan pada bisnis kuliner sudah tidak cukup lagi untuk menarik konsumen. Berbagai cara dilakukan oleh para pebisnis kuliner untuk menghasilkan warna baru dalam teknik


(11)

marketing bisnis mereka agar dapat menarik perhatian konsumen, mulai dari

menciptakan jenis makanan dengan nama-nama yang unik dan memberikan diskon atau promo. Teknik pemasaran lain yang sedang populer dan efektif saat ini adalah dengan memasukkan unsur psikologis ke dalam teknik marketing itu sendiri. Para ahli dari berbagai disiplin ilmu menggunakan dan memanipulasi komponen lingkungan fisik untuk memengaruhi perilaku konsumen dalam berbelanja, dimana komponen lingkungan fisik merupakan salah satu situasi yang dapat memengaruhi perilaku seseorang dalam membeli (Belk, 1975 dalam Foxall et al., 1982).

Hal ini sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Kotler (1973 dalam Foxall

et al., 1982) bahwa konsumen tidak hanya sekedar membeli produk saja, namun total product, yang tidak hanya terbatas sebagai item fisik, namun komponen lain yang

dapat menunjang seperti pengiklanan, image dan atmosfer tempat jual beli berlangsung atau yang biasa dikenal sebagai store atmosphere. Store atmosphere merupakan segala komponen fisik yang dapat dimanipulasi sehingga menimbulkan keterlibatan emosi konsumen terhadap tempat jual beli berlangsung dan setiap toko memiliki store atmosphere-nya tersendiri.

Kotler (1973) menambahkan bahwa identitas toko dapat dikomunikasikan dengan atmosfer yang diciptakan oleh suatu toko. Meskipun atmosfer toko tidak secara langsung mengomunikasikan kualitas produk, namun atmosfer toko dapat menjadi komunikasi yang terjadi secara terselubung atau diam-diam sehingga tidak secara langsung disadari oleh konsumen. Berdasarkan anggapan tersebut, Kotler


(12)

(1973) mengatakan bahwa, store atmosphere dapat dijadikan sebagai alat untuk membujuk konsumen untuk menggunakan jasa atau membeli produk-produk yang ditawarkan. Store atmosphere dapat diaplikasikan ke dalam segala jenis toko termasuk restoran dan café yang juga melibatkan kegiatan menjual dan membeli. Untuk membangun store atmosphere banyak komponen yang perlu dimanipulasi sedemikian rupa sehingga dapat menciptakan keterlibatan emosi antara konsumen dengan toko tersebut.

Salah satu restoran yang juga berusaha untuk menciptakan store atmosphere yang khas adalah Kampung Daun Culture Gallery & Café yang berlokasi tidak jauh dari Lembang. Berdasarkan wawancara dengan perwakilan dari bagian Food and

Beverage (F&B) konsep yang diusung Kampung Daun yaitu culture gallery & café.

Dengan tujuan tersebut, Kampung Daun tidak hanya berusaha untuk memberikan produk tangible kepada konsumen berupa makanan dan minuman, namun intangible

product seperti yang didapatkan dari atmosfer yang dibangun di dalamnya.

Dekorasi-dekorasi yang menarik, penggunaan musik, pelayanan yang baik dan penempatan fasilitas-fasilitas yang dapat digunakan oleh konsumen merupakan contoh dari

intangible product yang disuguhkan oleh Kampung Daun.

Sebagai culture gallery, Kampung Daun mengangkat budaya Sunda ke dalam sentuhan dekorasi yang digunakan. Konsep yang bergaya tradisional ini tidak membuat Kampung Daun dipandang sebelah mata dalam industri kuliner, bahkan banyak turis mancanegara yang menyempatkan diri untuk mampir ke Kampung Daun


(13)

ketika berkunjung ke Bandung. Hal ini terbukti dalam setiap harinya, jumlah konsumen yang merupakan turis asing seperti turis dari Arab, India, Malaysia, Singapura, Korea dan negara lainnya dapat menyaingi jumlah konsumen lokal yang mengunjungi Kampung Daun. Bahkan seringkali Kampung Daun dijadikan salah satu tempat makan yang digunakan berbagai bisnis travel dalam program perjalanannya. Jumlah konsumen yang mendatangi Kampung Daun masih berkisar 300 sampai 400 orang di hari biasa (Senin - Jumat) dan mencapai 1000 orang pada akhir pekan (Sabtu, Minggu) dan pada libur panjang.

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa Kampung Daun berusaha untuk memberikan intangible product kepada konsumennya. Intangible product tersebut diberikan melalui atmosfer yang diciptakan bahkan sejak konsumen memasuki kompleks perumahan tempat Kampung Daun berada. Pada saat konsumen akan memasuki café ini, konsumen disambut dengan gerbang yang bertuliskan ‘Wilujeng Sumping’ yang dalam bahasa Indonesia berarti ‘Selamat Datang’. Tidak begitu jauh dari gerbang, terdapat sebuah toko di sisi kanan yang menjual makanan dan berbagai jenis merchandise untuk oleh-oleh, sedangkan di sisi kiri terdapat beberapa outlet-outlet yang berukuran tidak begitu besar yang biasanya digunakan untuk menjual jajanan pasar pada event-event tertentu. Setelah melewati area tersebut, konsumen juga dapat menemukan jajanan seperti kerak telor dan putu yang dijual dengan menggunakan gerobak tradisional yang selalu ada setiap hari. Konsumen


(14)

dapat memesan langsung kepada penjual sambil melihat proses pembuatan makanannya atau memesan kepada pramusaji.

Sebelum konsumen mendapatkan meja untuk makan, konsumen terlebih dulu harus menuju ke meja reservasi dan petugas akan memberikan nomor saung yang dapat digunakan. Yang membedakan Kampung Daun Culture Gallery & Café dengan restoran lainnya adalah jika pada umumnya restoran hanya menyediakan meja dan kursi yang disusun dalam suatu ruangan, Kampung Daun menyediakan saung-saung yang berukuran 1,5 m x 1,5 m beserta bantal-bantal. Kampung Daun memiliki 52 buah saung berukuran kecil dan 4 saung berukuran besar yang dapat menampung sampai kapasitas + 100 orang. Tidak hanya itu saja, terdapat sebuah joglo yang menjadi kebanggaan dari Kampung Daun. Joglo tersebut terletak di area tengah Kampung Daun dan joglo tersebut sudah berusia lebih dari 400 tahun yang dibeli bersamaan dengan pembelian tanah untuk Kampung Daun. Selain itu, terdapat pula ornamen original peninggalan VOC yang terdapat di tiang-tiang joglo tersebut.

Area Kampung Daun dibuat dengan berusaha sebanyak mungkin mempertahankan kondisi alaminya. Di dalam café ini, konsumen disuguhkan dengan pemandangan yang sangat alami seperti bebatuan yang membatasi bagian dalam Kampung Daun dengan area luar, air terjun alami, bahkan terdapat sungai dengan air yang bersumber dari mata air di Gunung Tangkuban Parahu. Air yang kaya dengan kandungan mineral membuat sungai yang terbentang di sepanjang Kampung Daun memiliki bebatuan berwarna merah. Telinga konsumen dimanjakan dengan suara


(15)

gemerecik air dan alunan musik khas Sunda yang sangat menenangkan ditambah lagi dengan suhu yang sejuk cenderung dingin khas daerah dataran tinggi. Pada waktu-waktu tertentu seperti akhir pekan, ada kelompok musik yang tampil sehingga konsumen juga dapat menikmati pertunjukkan musik. Untuk penerangan pada malam hari, Kampung Daun Culture Gallery & Café berusaha untuk meminimalisir penggunaan listrik dan menggunakan obor yang diletakkan di sepanjang jalur yang dilewati konsumen. Pertimbangan lain yang dilakukan oleh pihak Kampung Daun dalam menggunakan obor adalah untuk menambah nuansa tradisional.

Kampung Daun Culture Gallery & Café memiliki layout yang cenderung menanjak, maka semakin besar nomor saung yang didapatkan, konsumen harus berjalan agak jauh dan menanjak. Namun demikian, konsumen yang mendapatkan saung di atas disuguhi dengan pemandangan yang lebih luas dan indah seperti air terjun yang terletak di bagian tengah. Jika konsumen sudah siap untuk memesan makanan, konsumen hanya perlu membunyikan ‘kentungan’ yang terdapat di muka tiap-tiap saung dan pramusaji yang menggunakan seragam khas Sunda akan segera melayani pesanan konsumen. Menurut perwakilan pihak Food and Beverage (F&B) Kampung Daun, kentungan merupakan daya tarik dari Kampung Daun karena banyak turis asing yang merasa bahwa memanggil dengan menggunakan ‘kentungan’ adalah cara yang sangat unik.

Semua ornamen yang di bagian luar Kampung Daun mulai dari pintu gerbang, tempat parkir, dekorasi pada pintu gerbang merupakan bagian-bagian yang


(16)

membangun elemen eksterior Kampung Daun. Sedangkan saung, suara musik dan ornamen-ornamen yang terdapat di bagian dalam Kampung Daun merupakan bagian-bagian yang membentuk elemen general interior pada Kampung Daun. Elemen terakhir yaitu layout dapat dilihat dari luas saung yang dapat digunakan konsumen dan jalur yang digunakan di sepanjang Kampun Daun. Ketiga elemen inilah yang akan membangun store atmosphere Kampung Daun secara keseluruhan (Barry & Evans, 2004). Sebenarnya terdapat satu elemen lagi yaitu interest point of display yang pada akhirnya tidak digunakan oleh peneliti karena elemen ini berkaitan dengan dekorasi yang digunakan pada event-event tertentu dan peneliti melakukan penelitian pada saat tidak ada event khusus sehingga elemen ini tidak muncul. Oleh karena itu, peneliti hanya menggunakan tiga elemen dari empat elemen disebutkan oleh teori.

Layaknya bisnis kuliner lainnya, cita rasa makanan yang disajikan harus dijadikan sebagai prioritas utama. Meskipun Kampung Daun terkenal dengan nuansa tradisionalnya, Kampung Daun menyediakan tiga jenis kuliner di dalam daftar menunya, yaitu menu tradisional, Italia dan western. Meskipun begitu, berdasarkan informasi yang didapatkan dari perwakilan Food and Beverage (F&B), pihak Kampung Daun pernah mendapatkan keluhan dari konsumennya mengenai cita rasa makan yang biasa-biasa saja namun harganya terbilang mahal. Hal ini pernah menjadi salah satu sumber kekhawatiran dari pihak Kampung Daun, namun pihak Kampung Daun juga mengatakan bahwa tidak terjadi penurunan jumlah konsumen sehubungan dengan kritik tersebut.


(17)

Saat berada di Kampung Daun, konsumen dapat memunculkan berbagai macam perilaku yang dikelompokkan ke dalam empat jenis dimensi perilaku, yaitu dimensi fisik, eksplorasi, komunikasi dan performa serta kepuasan. Dimensi fisik menjelaskan apakah konsumen akan memilih Kampung Daun dibandingkan tempat makan lainnya dan apa yang akan mereka lakukan saat berada di Kampung Daun. Dimensi eksplorasi menjelaskan apakah konsumen akan melihat-lihat area sekitar Kampung Daun atau memilih untuk diam di dalam saung saja. Saat memesan makanan pun konsumen dapat memutuskan apakah mereka hanya akan membeli satu jenis makanan atau menambah makanan sampingan seperti camilan/dessert. Dimensi komunikasi menjelaskan apakah konsumen bersedia untuk berinteraksi dengan pramusaji atau menghindarinya. Setelah konsumen mendapatkan pengalaman selama berada di Kampung Daun, selanjutnya konsumen dapat menentukan apakah mereka akan kembali lagi untuk makan di Kampung Daun atau tidak yang dijelaskan dalam dimensi performa dan kepuasan (Donovan & Rossiter, 1982).

Berdasarkan survey yang dilakukan kepada 15 orang konsumen yang pernah mengunjungi Kampung Daun, sembilan konsumen mengatakan bahwa harga dan cita rasa makanan tidak lagi menjadi pertimbangan utama bagi mereka untuk mengunjungi Kampung Daun. Suasana yang asri dan tenang merupakan tujuan utama mereka. Sementara empat konsumen lainnya mengatakan bahwa mereka hanya sekedar mencari makanan di Kampung Daun. Dua konsumen lainnya mengunjungi Kampung Daun karena diajak oleh teman-temannya dan menurut mereka harga


(18)

makanan di Kampung Daun mahal sehingga mereka hanya mencari makanan yang harganya terjangkau. Dari ke 15 konsumen tersebut semuanya mengatakan bahwa Kampung Daun memiliki konsep yang sangat unik dibandingkan dengan restoran pesaing lainnya dan keunikan ini yang dicari oleh para konsumen tersebut. Kesan-kesan yang dimunculkan oleh ke-15 konsumen tersebut mengenai Kampung Daun adalah asri, rimbun, sejuk dan menenangkan. Dari 15 orang konsumen tersebut, sebanyak enam konsumen mengatakan bahwa mereka lebih menyukai tempat makan yang memiliki konsep outdoor, sementara sembilan konsumen lainnya tidak begitu memperdulikan apakah restoran tersebut indoor atau outdoor.

Sementara itu enam orang konsumen mengeluhkan bahwa pada saat mereka mengunjungi Kampung Daun, mereka selalu kesulitan mencari tempat parkir di area dalam karena seringkali semua tempat parkir penuh, sehingga konsumen harus memarkir mobil agak jauh dari pintu gerbang, ini lebih banyak dialami oleh konsumen yang mengunjungi Kampung Daun pada malam hari. Saat ke-15 konsumen tersebut diajukan pertanyaan apakah mereka memperhatikan tulisan Wilujeng Sumping di gerbang depan, hanya empat konsumen yang mengetahui ada tulisan tersebut, sementara 11 orang lainnya tidak memperhatikan. Begitu pula saat ditanya mengenai kesan terhadap gerbang Kampung Daun, hanya empat orang yang mengatakan bahwa gerbang tersebut memiliki gaya sentuhan Sunda, sementara 11 lainnya mengatakan bahwa mereka tidak memerhatikan bentuk gerbang.


(19)

Hal yang menjadi masalah bagi konsumen adalah jika mendapatkan saung yang letaknya agak di atas, mereka mengatakan bahwa sebenarnya mereka tidak terlalu suka jika mendapatkan saung yang letaknya di atas karena konsumen harus berjalan menanjak dan lokasinya jauh dari jajanan-jajanan yang hanya terdapat di bagian bawah saja. Jika konsumen ingin membeli jajanan, konsumen harus berjalan kembali menuju dekat pintu gerbang lagi. Meskipun jika konsumen mendapatkan saung yang terletak di atas konsumen dapat melihat pemandangan yang menarik mereka mengatakan bahwa mereka lebih fokus dengan rasa letihnya berjalan ke atas. Hal ini dialami oleh 11 dari 15 konsumen.

Kelima belas konsumen sepakat bahwa mereka lebih suka mengunjungi Kampung Daun pada sore atau malam hari, karena pemandangannya lebih menarik. Meskipun agak gelap, tapi penerangan yang terbuat dari obor membuat pemandangan jadi lebih menarik, ditambah lagi dengan udara yang sejuk dan suara gemericik air sungai yang membuat konsumen ingin berlama-lama di Kampung Daun. Kondisi seperti itu membuat 13 konsumen merasa senang saat berada di Kampung Daun meskipun bagi mereka, kualitas makanan yang ditawarkan biasa-biasa saja bahkan beberapa merasa menyesal telah membeli beberapa jenis makanan tertentu karena rasa makanan dan harga yang dibayar untuk makanan tersebut tidak sesuai. Meskipun begitu, terkadang konsumen menghabiskan waktu lebih dari satu sampai dua jam di dalam Kampung Daun karena setelah makan konsumen masih bersantai-santai terlebih dahulu. Apalagi di setiap saung dilengkapi dengan alas duduk yang empuk


(20)

dan dua guling berukuran besar. Ketiga belas konsumen tersebut mengatakan bahwa udara yang sejuk juga membuat konsumen merasa mengantuk sehingga akhirnya menunda kepulangan setelah selesai makan.

Menunda kepulangan setelah selesai makan membuat enam konsumen melakukan pemesanan makanan lagi seperti menambah makanan pencuci mulut atau sekedar memesan minuman tambahan. Konsumen merasa, saat berada di Kampung Daun, mereka merasa cepat lapar lagi. Ketika akan memesan makanan, hanya dua orang konsumen yang mau bertanya kepada pramusaji jika ada jenis makanan yang dirasa perlu dijelaskan terlebih dahulu. Lima orang konsumen lainnya mengatakan bahwa mereka akan langsung memesan meskipun tidak tahu makanan seperti apa yang akan disuguhkan dan bagaimana porsinya. Delapan konsumen lainnya memilih untuk memesan menu makanan yang mereka sudah tahu pasti seperti apa jenis dan rasanya.

Selagi menunggu makanan, 10 konsumen memilih bersantai-santai di saung, lima konsumen memilih untuk berjalan-jalan mengelilingi Kampung Daun dan mencari tempat untuk berfoto. Saat ditanya apakah ke 15 konsumen tersebut akan datang lagi ke Kampung Daun, hanya delapan orang yang mengatakan bahwa mereka pasti akan datang, lima konsumen ragu-ragu apakah akan datang lagi, sementara tiga konsumen lainnya memutuskan untuk tidak datang lagi karena kecewa dengan makanan yang ditawarkan.


(21)

Dari hasil survey di atas menunjukkan bahwa atmosfer Kampung Daun menciptakan respon yang berbeda-beda dari konsumen. Sebagian besar dari konsumen yang mengisi survey awal mengatakan bahwa mereka datang ke Kampung Daun untuk menikmati suasananya tapi mereka tidak tertarik untuk memesan lebih banyak makanan atau mencoba makanan yang belum pernah dicoba sebelumnya. Untuk itu peneliti merasa tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai korelasi antara

store atmosfer Kampung Daun Culture Gallery & Café dan dimensi-dimensi

perilaku konsumen.

1.2. Identifikasi Masalah

Dari penelitian ini ingin diketahui bagaimana korelasi store atmosphere dan perilaku konsumen di Kampung Daun Culture Gallery & Café.

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1. Maksud Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah untuk memeroleh informasi mengenai korelasi antara store atmosphere dan dimensi-dimensi perilaku konsumen di Kampung Daun Culture Gallery & Café.

1.3.2. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memeroleh informasi mengenai derajat korelasi antara store atmosphere terhadap dimensi-dimensi perilaku


(22)

konsumen di Kampung Daun Culture Gallery & Café dengan melihat setiap elemen-elemen yang membangun atmosfer.

1.4. Kegunaan Penelitian 1.4.1. Kegunaan Teoretis

Kegunaan teoretis dari penelitian ini adalah:

1. Memberi sumbangan informasi bagi pengembangan dalam bidang Psikologi Industri dan Organisasi dan Psikologi Lingkungan (Environmental psychology) terkait dengan pengaruh store atmosphere terhadap perilaku konsumen.

2. Memberikan masukan bagi peneliti lain yang berminat untuk melakukan penelitian lanjutan mengenai korelasi store atmosphere terhadap perilaku konsumen dalam suatu lokasi perbelanjaan.

3. Memberi informasi bagi para pembaca mengenai korelasi store

atmosphere terhadap perilaku konsumen di Kampung Daun Culture Gallery & Café.

1.4.2. Kegunaan Praktis

Memberikan masukan kepada pihak manajemen Kampung Culture Gallery &

Café mengenai derajat korelasi store atmosphere beserta elemen-elemennya


(23)

dapat dijadikan masukan yang dapat digunakan sebagai feedback mengenai elemen-elemen pembangun atmosfer.

1.5 Kerangka Pemikiran

Dewasa ini para pebisnis kuliner tidak lagi cukup untuk hanya sekedar menawarkan makanan dan minuman kepada konsumen. Kualitas tangible product dalam suatu bisnis memang diperlukan termasuk di dalam bisnis kuliner namun total

product atau produk secara keseluruhan perlu diperhatikan dengan seksama karena

konsumen tidak lagi hanya membeli produk, melainkan total product. Hal ini menunjukkan bahwa konsumen juga memerhatikan aspek lain dari produk seperti kemasan, tempat produk dipasarkan dan pelayanan (service). Untuk itu, pebisnis kuliner mulai memerhatikan aspek-aspek lain yang dapat menunjang kualitas bisnisnya dengan memberikan intangible product kepada konsumen. Pada bisnis restoran, Intangible product dapat diberikan melalui lingkungan fisik tempat jual beli berlangsung lebih jauh sampai menciptakan suatu atmosfer pada tempat tersebut dan diharapkan dengan memanipulasi lingkungan restoran/café, dapat menimbulkan respon emosional dan memberikan efek perilaku kepada konsumen (Kotler,1973 dalam Foxall et al., 1982).

Barry dan Evans (2004) memberikan gambaran yang mendetail mengenai

store atmosphere dan membagi store atmosphere ke dalam beberapa elemen-elemen,


(24)

ruangan (store layout). Teori ini kemudian diaplikasikan ke dalam lingkungan Kampung Daun dan disesuaikan dengan kondisi yang ada. Kampung Daun merupakan salah satu café yang berusaha untuk menciptakan atmosfer yang berbeda dibandingkan para pesaingnya. Kampung Daun mengusung tema culture gallery &

café dimana Kampung Daun berusaha untuk mempertahankan budaya lokal yaitu

Sunda ke dalam temanya dengan tambahan sentuhan alami.

Bagian luar (exterior) Kampung Daun terdiri atas beberapa sub-elemen, antara lain: lingkungan sekitar (surrounding area), area parkir, storefront (bagian muka toko) yang merupakan kombinasi dari marquee (simbol) dan entrance (pintu masuk), tinggi dan ukuran gedung. Lingkungan sekitar merupakan keadaan lingkungan masyarakat di sekitar Kampung daun, lingkungan sekitar ini dapat memengaruhi citra Kampung Daun. Lingkungan sekitar Kampung Daun sangat asri dan banyak pepohonan, selain itu terkesan aman karena adanya pos penjagaan yang terletak di bagian muka kompleks tempat Kampung Daun berada.

Area parkir merupakan hal yang penting bagi konsumen, parkir yang luas, aman dan jarak yang dekat dengan Kampung Daun menciptakan atmosfer yang positif bagi Kampung Daun. Kemudian konsumen akan menemukan storefront dengan kombinasi pintu gerbang dan marquee. Storefront Kampung Daun merupakan aspek yang penting karena konsumen akan menilai Kampung Daun dari penampilannya terlebih dahulu. Storefront harus dibuat sedemikian rupa dan harus mencerminkan keunikan, kemantapan, kekokohon atau hal-hal lain yang


(25)

mencerminkan citra Kampung Daun. Untuk Kampung Daun, mereka membuat pintu gerbang dengan tambahan ornamen rumah-rumahan di setiap tiangnya yang menggambarkan warna yang khas dari budaya Sunda.

Marquee atau simbol merupakan tanda yang digunakan untuk memajang

nama atau logo Kampung Daun. Marquee dapat dibuat dengan memerhatikan teknik pewarnaan, penulisan huruf, atau menggunakan lampu neon. Marquee dapat terdiri dari nama atau logo saja dan dikombinasikan dengan slogan atau informasi lainnya.

Marquee Kampung Daun terdiri atas logo dan nama Kampung Daun ditambah

dengan tulisan ‘Wilujeng Sumping’ yang berarti ‘Selamat Datang’. Selain itu ada sub-elemen mengenai keunikan Kampung Daun dan tinggi serta ukuran gedung di elemen eksterior.

Bagian dalam (general interior) yang terbagi atas sub-elemen: lantai, warna dan pencahayaan, musik, fixture (penempatan), tekstur tembok, suhu udara, pramusaji, tingkat pelayanan, harga, teknologi pembayaran, dan kebersihan. Sub-elemen lantai berkaitan dengan penentuan jenis lantai, ukuran, desain dan warna lantai Kampung Daun. Kampung Daun menggunakan bebatuan sebagai lantainya dan menjaga warna alami bebatuan tersebut. Untuk warna dan pencahayaan, pada siang hari penerangan menggunakan cahaya matahari sedangkan pada malam hari Kampung Daun menggunakan perpaduan antara obor-obor dan beberapa bohlam di sepanjang Kampung Daun dan saung.


(26)

Musik dapat memberikan suasana yang lebih santai kepada konsumen terutama untuk konsumen yang ingin bersantai. Kampung Daun memutarkan musik khas Sunda, dan Kampung Daun juga memasang beberapa mesin suara yang menghasilkan suara hewan-hewan sehingga bagi konsumen yang mendengarkan terkesan bahwa itu adalah suara hewan alami. Tekstur tembok merupakan sub-elemen yang dapat menimbulkan kesan tertentu dari Kampung Daun, seperti bebatuan alami yang digunakan oleh Kampung Daun dapat menambah kesan alami dari Kampung Daun.

Fixture (penempatan) berkaitan dengan penempatan meja yang sesuai dan

nyaman sehingga dapat menciptakan image yang berbeda pula. Penempatan saung pada Kampung Daun dibuat sedemikian rupa sehingga hampir tiap saung memiliki pemandangan yang berbeda-beda tergantung tempat saung tersebut. Di depan tiap saung terdapat kentungan yang dapat digunakan untuk memanggil pramusaji. Pramusaji akan segera datang untuk melayani konsumen.

Elemen ketiga adalah layout yang menjelaskan tentang pemanfaatan ruangan Kampung Daun dengan seefektif mungkin. Layout terbagi menjadi alokasi ruangan untuk penjualan (selling space), ruangan pelanggan (customer space) dan traffic flow (arus lalu lintas). Dalam Kampung Daun selling space yang merupakan ruangan untuk menempatkan dan berinteraksi antara konsumen dan pramusaji terletak di sepanjang area Kampung Daun. Customer space merupakan ruangan yang disediakan untuk meningkatkan kenyamanan konsumen. Customer space Kampung Daun


(27)

ditampilkan melalui saung-saung yang dapat digunakan oleh konsumen. Kampung Daun juga menyediakan toilet yang bersih untuk digunakan oleh konsumen. Traffic

flow atau arus lalu lintas di sepanjang Kampung Daun memiliki pola spine layout,

dimana gang utama terbentang dari depan sampai belakang Kampung Daun dan membawa pengunjung dalam dua arah.

Meskipun atmosfer dapat memengaruhi perilaku konsumen secara tidak langsung, terdapat faktor-faktor internal lainnya yang juga dapat memengaruhi perilaku konsumen di dalam Kampung Daun. Faktor-faktor internal tersebut antara lain: tipe kepribadian, gaya hidup, kebutuhan dan motivasi. Tipe kepribadian yang berbeda pada tiap konsumen dapat memengaruhi konsumen dalam membeli. Konsumen Kampung Daun yang memiliki tipe kepribadian yang dogmatis/kaku hanya akan membeli jenis makanan yang sudah diketahuinya saja tanpa ada keinginan untuk mencoba menu lain yang terbilang baru. Berbeda dengan konsumen Kampung Daun yang memiliki tipe kepribadian fleksibel. Konsumen yang fleksibel dapat menerima menu makanan yang terbilang baru (Coney 1972; Jacoby 1971; McClurg dan Andrews 1974; cf Ostlund 1974 dalam Foxall et al., 1982)

Gaya hidup (lifestyle) menggambarkan cara hidup konsumen, bagaimana mereka menghabiskan waktu dan uang yang mereka miliki dan apa yang dianggap penting bagi mereka. Gaya hidup juga mencakup aktivitas yang dikerjakan, ketertarikan terhadap suatu objek dan opini. Sehingga ketertarikan yang dimiliki oleh konsumen yang terbiasa dengan gaya hidup mewah dan konsumtif akan berbeda


(28)

dengan konsumen yang memiliki gaya hidup lebih sederhana. Konsumen Kampung Daun yang memiliki gaya hidup mewah mungkin dapat lebih sering mengunjungi Kampung Daun meskipun harga makanan yang ditawarkan terbilang mahal bagi konsumen dengan gaya hidup seperti ini, harga bukan lagi menjadi prioritas utama dalam mengunjungi dan membeli makanan di Kampung daun. Sebaliknya konsumen yang memiliki gaya hidup sederhana mungkin hanya akan mengunjungi Kampung Daun pada moment-moment tertentu saja.

Faktor internal lainnya yang tidak bisa dilepaskan dari diri konsumen adalah faktor motivasi dan kebutuhan konsumen dalam membeli. Kebutuhan yang berbeda-beda pada tiap konsumen dapat menghasilkan perilaku yang berberbeda-beda-berbeda-beda. Kebutuhan konsumen ini akan dimunculkan pada alasan konsumen dalam mengunjungi Kampung Daun. Terdapat enam jenis kebutuhan yang terjadi dalam proses ini, antara lain: kebutuhan fisik, kebutuhan sosial, kebutuhan simbolis, kebutuhan hedonis, kebutuhan kognitif dan experiental needs. Konsumen yang mengunjungi Kampung Daun karena kebutuhan fisik yaitu memenuhi rasa lapar hanya akan melihat Kampung Daun secara fungsional yaitu tempat untuk mencari makan. Berbeda dengan konsumen yang memiliki kebutuhan sosial. Konsumen akan melihat Kampung Daun sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan sosial yaitu berinteraksi dengan rekan atau keluarga. Kegiatan makan hanya dianggap sebagai sampingan dari kegiatan sosial itu sendiri.


(29)

Konsumen yang memiliki kebutuhan simbolis akan mengunjungi Kampung Daun dengan alasan tingkat eksklusifitas yang dimiliki Kampung Daun karena konsumen dengan tipe kepribadian ini membeli barang atau jasa untuk mengekspresikan dirinya yang berkaitan dengan kesuksesan, pencapaian dan kekuatan. Sedangkan konsumen yang memiliki kebutuhan hedonis mendatangi Kampung Daun untuk mendapatkan keuntungan sensori. Konsumen dengan tipe kebutuhan seperti ini akan mengunjungi Kampung Daun karena ingin memanjakan sensori dengan rangsangan sensori yang didapatkan dari lingkungan Kampung Daun, misalnya dengan menikmati pemandangan dan dekorasi yang menarik.

Kebutuhan selanjutnya adalah kebutuhan kognitif, kebutuhan ini dikatakan sebagai motif rasional yang mengekspresikan keingintahuan konsumen mengenai berbagai hal. Konsumen ini akan mendatangi Kampung Daun dengan alasan ingin memperbanyak referensi tempat makan yang menarik dan mengetahui keunggulan dari Kampung Daun dan tempat makan lain yang dikunjungi olehnya.

Faktor eksternal yang turut berperan pada perilaku konsumen di dalam lokasi Kampung Daun adalah keramaian. Keramaian memang merupakan komponen sosial yang terdapat di dalam lokasi perbelanjaan. Penelitian yang dilakukan oleh Saergert (1973 dalam Foxall et al., 1982) menyatakan bahwa pada suatu tempat yang ramai, ditemukan bahwa para pengunjung lebih sering pulang lebih awal dari pada yang direncanakan, karena seringkali keramaian menimbulkan sikap negatif pada suatu lokasi perbelanjaan.


(30)

Atmosfer Kampung Daun tidak dibuat tanpa alasan, selain untuk membangun

image pada Kampung Daun, pada akhirnya semua merupakan strategi manajemen

yang menginginkan konsumennya melakukan pembelian yang lebih banyak dan menghasilkan loyalitas konsumen kepada restoran. Kotler (1973) menyebutkan bahwa atmosfer suatu toko atau restoran tidak secara langsung mengomunikasikan kualitas produk dibandingkan dengan iklan, namun atmosfer toko merupakan komunikasi secara diam-diam yang dapat menunjukkan kelas sosial dari produk-produk yang ada di dalamnya. Sehingga menurut Kotler (1973), hal ini dapat dijadikan sebagai alat untuk membujuk konsumen menggunakan jasa atau membeli barang yang dijual di toko tersebut.

Stimulus yang terdapat pada atmosfer toko harus dapat ditangkap oleh organ sensori manusia. Terdapat lima buah organ sensori manusia, yaitu penglihatan, pendengaran, penciuman, pengecapan dan perabaan. Meskipun begitu, organ sensori manusia sangat selektif, sehingga konsumen dapat menentukan stimulus apa yang akan diberi makna. Stimulus atmosfer Kampung Daun harus cukup kuat agar dapat ditangkap oleh konsumen sehingga pada akhirnya konsumen terbujuk untuk melakukan pembelian. Setelah konsumen menyeleksi stimulus yang dapat ditangkap, konsumen akan mengolah segala informasi yang terdapat dalam stimulus pada kognitif mereka. Proses di dalam kognitif, konatif dan afektif merupakan variabel intervening sebelum akhirnya konsumen memunculkan perilaku tertentu. Dengan konsumen mau mendatangi Kampung Daun dan bertahan di dalam Kampung Daun


(31)

diasumsikan bahwa konsumen telah membangun sikap positif terhadap Kampung Daun.

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa store atmosfer berusaha untuk menciptakan keterkaitan emosi antara konsumen dan lingkungan toko. Jika konsumen memiliki keterlibatan emosi yang positif terhadap atmosfer Kampung Daun maka selanjutnya ada empat dimensi perilaku yang diharapkan muncul sebagai reaksinya terhadap lingkungan yaitu dimensi fisik, dimensi eksplorasi, dimensi komunikasi dan dimensi performa dan kepuasan. Setiap dimensi memiliki dua jenis perilaku yaitu perilaku approach (mendatangi) dan avoidance (menghindar). Dimensi pertama adalah dimensi fisik yang berkaitan dengan kesediaan konsumen untuk berada di dalam area Kampung Daun.

Dalam korelasinya dengan elemen-elemen store atmosphere, dimensi fisik pada konsumen akan dipengaruhi oleh ketiga elemen baik elemen exterior, general

interior, dan layout karena saat konsumen memutuskan untuk datang ke Kampung

Daun dan berlama-lama di dalamnya akan melibatkan pengalaman konsumen secara keseluruhan selama di Kampung Daun. Dimulai dari kesan pertama konsumen saat melihat bagian luar Kampung Daun. Elemen exterior pada store atmosphere memiliki peranan besar dalam membangun kesan pertama konsumen terhadap Kampung Daun (Barry dan Evans, 2004). Kemudian pengalaman konsumen akan dilengkapi saat konsumen berada di area dalam Kampung Daun yang dipengaruhi oleh elemen general interior dan layout. Pengalaman-pengalaman inilah yang akan


(32)

mengambil peran apakah konsumen akan memunculkan perilaku approach atau

avoidance pada dimensi fisik. Jika konsumen memunculkan perilaku approach dalam

dimensi fisik maka konsumen akan datang ke Kampung Daun dan berlama-lama di dalamnya. Sebaliknya, jika konsumen memunculkan perilaku avoidance maka konsumen akan meninggalkan Kampung Daun dengan segera.

Dimensi kedua adalah dimensi eksplorasi yang berkaitan dengan kesediaan konsumen untuk mengeksplorasi baik menu yang disediakan ataupun mengeksplorasi area Kampung Daun itu sendiri. Dimensi eksplorasi terjadi saat konsumen berada di bawah naungan elemen general interior dan layout, karena dimensi eksplorasi memang terjadi pada saat konsumen berada di area dalam Kampung Daun karena

general interior dan layout memiliki sub-sub elemen yang dapat menentukan

penempatan ornamen-ornamen (fixture), pencahayaan, warna dan sub-sub elemen lainnya yang dapat memperkuat store atmosphere Kampung Daun. Konsumen akan tertarik untuk mengeksplorasi lingkungan Kampung Daun atau tidak, dapat dipengaruhi oleh seberapa baik sub-sub elemen pada elemen general interior itu dibuat sehingga dapat menarik perhatian konsumen untuk mengelilingi area Kampung Daun. Konsumen juga akan tertarik untuk memesan makanan jika konsumen mendapatkan penjelasan dan pelayanan yang baik dari pramusaji Kampung Daun dan kualitas pelayanan terdapat di elemen general interior dan layout yang memiliki sub-elemen selling space. Sama seperti dimensi fisik, konsumen dapat memunculkan respon perilaku approach dan avoidance dalam dimensi eksplorasi.


(33)

Konsumen yang memunculkan respon perilaku approach akan bersedia untuk mencoba-coba menu yang belum pernah ia coba sebelumnya dan menghindari menu-menu yang bagi konsumen tersebut sudah biasa. Konsumen juga bersedia untuk mengeksplorasi area-area lain di Kampung Daun meskipun harus berjalan agak mendaki dari saung yang didapat oleh konsumen tersebut. Sebaliknya, jika konsumen memunculkan perilaku avoidance, maka konsumen tersebut hanya akan memesan makanan yang sudah biasa dipesan saja. Konsumen juga tidak tertarik untuk menjelajahi area lain di Kampung Daun dan hanya berdiam di saung saja.

Dimensi ketiga adalah dimensi komunikasi. Dimensi ini difokuskan terhadap komunikasi konsumen kepada pramusaji Kampung Daun. Dimensi komunikasi akan dipengaruhi oleh elemen layout yang memiliki sub-elemen selling space. Sub-elemen

selling space merupakan tempat komunikasi antara pramusaji dan konsumen terjadi

yaitu di sepanjang Kampung Daun. Saat konsumen memesan makanan, meminta penjelasan mengenai makanan, menanyakan lokasi toilet dan berbicara dengan pramusaji merupakan saat dimana komunikasi tersebut terjalin, namun tidak semua konsumen bersedia untuk berkomunikasi dengan pramusaji. Konsumen yang memunculkan perilaku approach, akan berinteraksi dengan pramusaji, misalnya untuk menanyakan menu makanan yang direkomendasikan atau meminta penjelasan mengenai jenis makanan yang tidak diketahui. Tapi jika konsumen memunculkan perilaku avoidance, konsumen akan menghindari segala bentuk interaksi dengan pramusaji.


(34)

Dimensi keempat adalah dimensi performa dan kepuasan. Dimensi ini berhubungan dengan loyalitas konsumen kepada Kampung Daun. Pada dimensi ini konsumen akan memutuskan untuk datang kembali ke Kampung Daun pada kesempatan lainnya atau tidak. Dimensi performa dan kepuasan akan dipengaruhi oleh seluruh pengalaman konsumen saat berada di Kampung Daun yang melibatkan ketiga elemen pembangun store atmosphere yaitu elemen exterior, general interior dan layout. Sama seperti ketiga dimensi lainnya, dimensi performa dan kepuasan dapat menimbulkan dua jenis respon perilaku yaitu approach dan avoidance. Jika konsumen menimbulkan perilaku approach, maka konsumen akan mendatangi Kampung Daun lagi pada kesempatan berikutnya. Sedangkan konsumen yang menimbulkan perilaku avoidance tidak akan mendatangi lagi Kampung Daun dan memilih restoran lain dibandingkan Kampung Daun.


(35)

Bagan 1.1 Kerangka Pemikiran Atmosfer Kampung Daun - Exterior - general interior - layout ruangan Screening Konsumen Kampung Daun Faktor internal: - Kepribadian - Gaya hidup - Kebutuhan - Motivasi Faktor eksternal - Keramaian Sikap - Kognitif - Afektif - Konatif Perilaku konsumen Dimensi fisik Dimensi eksplorasi Dimensi komunikasi Dimensi performa dan kepuasan approach avoidance approach avoidance avoidance avoidance approach approach


(36)

1.6 Asumsi Penelitian

Store atmosphere merupakan hasil dari manipulasi faktor-faktor fisik yang

berusaha menciptakan keterlibatan emosi antara konsumen dengan lingkungan Kampung Daun.

 Atmosfer Kampung Daun dibagi menjadi ke dalam tiga elemen, antara lain

exterior (bagian luar toko), general interior (bagian dalam toko) dan layout

ruangan

 Kekuatan stimulus dari atmosfer Kampung Daun akan memengaruhi konsumen dalam menentukan fokus perhatiannya.

 Gaya hidup, kebutuhan, motivasi dan tipe kepribadian akan memengaruhi perilaku konsumen Kampung Daun.

Store atmosphere memiliki pengaruh terhadap dimensi fisik, eksplorasi,

komunikasi dan performa serta kepuasan konsumen.

 Konsumen yang memiliki respon positif akan memunculkan perilaku

approach terhadap lingkungan Kampung Daun, sedangkan konsumen yang

memiliki respon negatif akan memunculkan perilaku avoidance.

Konsumen yang memunculkan perilaku approach pada dimensi fisik akan datang ke Kampung Daun dan berlama-lama di dalam Kampung Daun. Sedangkan konsumen yang memunculkan perilaku avoidance pada dimensi fisik akan menghindari untuk datang ke Kampung Daun dan memutuskan untuk segera pergi dari Kampung Daun.


(37)

Konsumen yang memunculkan perilaku approach pada dimensi eksplorasi bersedia untuk mengelilingi area Kampung Daun dan memesan makanan yang belum pernah dicoba sebelumnya. Sementara konsumen yang memunculkan perilaku avoidance akan tetap diam di dalam saung saja dan memesan makanan yang sudah biasa dipesan.

Konsumen yang memunculkan perilaku approach pada dimensi komunikasi bersedia untuk berkomunikasi dengan pramusaji. Sementara konsumen yang memunculkan perilaku avoidance akan menghindari segala bentuk komunikasi dengan pramusaji.

Konsumen yang memunculkan perilaku approach pada dimensi dimensi performa dan kepuasan bersedia untuk membeli lebih banyak makanan serta minuman dan datang lagi ke Kampung Daun pada kesempatan berikutnya. Sementara konsumen yang memunculkan perilaku avoidance hanya membeli sedikit dan memutuskan untuk tidak datang lagi ke Kampung Daun.


(38)

1.7Hipotesis Penelitian

Terdapat korelasi yang positif antara store atmosphere dan dimensi-dimensi perilaku konsumen di Kampung Daun Culture Gallery & Café.


(39)

5.1. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat ditarik suatu gambaran umum mengenai korelasi anatara store atmosphere dan dimensi-dimensi perilaku konsumen sebagai berikut:

1. Secara umum terdapat korelasi yang positif antara store atmosphere dan perilaku konsumen di Kampung Daun Culture Gallery & Café.

2. Dari keempat dimensi perilaku konsumen, store atmosphere memiliki korelasi paling besar dengan dimensi fisik diikuti oleh dimensi performa dan kepuasan. Dimensi ketiga adalah dimensi eksplorasi dan yang terakhir adalah dimensi komunikasi yang juga memiliki korelasi positif.

3. Dimensi fisik memiliki korelasi yang positif dengan elemen eksterior, general

interior dan layout.

4. Dimensi eksplorasi memiliki korelasi yang positif dengan elemen general interior, eksterior dan layout.

5. Dimensi komunikasi memiliki korelasi yang positif namun tidak signifikan dengan elemen eksterior dan general interior. Korelasi antara dimensi komunikasi dan elemen layout positif dan signifikan.


(40)

6. Dimensi performa dan kepuasan memiliki korelasi yang positif dan signifikan dengan elemen eksterior, general interior dan layout.

5.2 Saran Saran teoretis:

1. Bagi peneliti selanjutnya, jika ingin melakukan penelitian mengenai store

atmosphere dapat melakukan penelitian lanjutan dengan mengorelasikan store atmosphere dengan faktor-faktor yang memengaruhi secara lebih mendalam.

2. Peneliti selanjutnya juga dapat melakukan penelitian dengan melibatkan sampel yang berjumlah lebih banyak dari penelitian ini dengan jumlah item yang lebih banyak.

3. Bagi peneliti selanjutnya, jika ingin melakukan penelitian mengenai penelitian lanjutan dapat melakukan korelasi secara lebih spesifik mengenai korelasi store

atmosphere terhadap perilaku approach dan avoidance karena dalam penelitian

ini, peneliti tidak secara khusus meneliti hal ini.

Saran praktis:

1. Dimensi fisik merupakan dimensi yang memiliki derajat korelasi terkuat dengan dimensi perilaku konsumen. Dalam dimensi ini elemen eksterior memiliki derajat hubungan terlemah. Penenliti menyarankan agar pihak Kampung Daun meningkatkan kualitas elemen eksterior karena elemen ini berperan besar untuk


(41)

mengundang konsumen ke Kampung Daun, misalnya dengan memberi tambahan ornamen yang lebih mencerminkan budaya yang diusung oleh Kampung Daun dan memerbaiki lapangan parkir kendaraan roda dua dan roda empat yang masih menggunakan bebatuan karena konsumen terkadang merasa kesulitan untuk memarkir kendaraan dengan kondisi tanah seperti itu.

2. Saran yang dapat diberikan untuk meningkatkan keinginan konsumen untuk mengelilingi area Kampung Daun adalah dapat dengan membuat peta mengenai area Kampung Daun. Banyak konsumen yang tidak menyadari ada joglo berusia 400 tahun di Kampung Daun dan apabila keberadaan joglo ini disebarkan dengan memasang seperti papan berisi peta Kampung Daun di lokasi strategis seperti di area depan, joglo ini dapat digunakan lebih maksimal untuk menarik konsumen. Peta ini juga dapat digunakan untuk memudahkan konsumen dalam mencari letak saung.

3. Konsumen merasa kualitas cita rasa makanan juga dirasakan masih kurang sesuai dengan harga yang ditawarkan, sehingga disarankan untuk meningkatkan kualitas cita rasa makanan karena apabila atmosphere yang kuat ditunjang dengan kualitas makanan yang baik, akan menjadi kekuatan lebih bagi Kampung Daun dan dapat meningkatkan kepuasan konsumen.


(42)

Berman, B. , Evans Joel. 1997. Marketing, Seventh Edition. New Jersey: Prentice Hall. Inc.

Foxall, Gordon R, Ronald E. Goldsmith & Stephen Brown. 1998. Consumer

Psychology for Marketing. London: Thomson Learning

Kotler, P. 2005. Manajemen Pemasaran, Edisi Kesebelas, Jilid 2, Edisi Bahasa Indonesia, Jakarta: Penerbit Indeks.

Mehrabian, A., James A. Russell. 1974. An Approach to Environmental Psychology. Cambridge, Massachusetts: MIT Press

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta

Donovan, R., John Rossiter. 1982. Store Atmosphere: An Environmental Psychology

Aproach, Journal of Retailing, 34-57

Meldarianda, R., Henky Lisan S. 2012. Pengaruh Store Atmosphere terhadap Minat

Beli Konsumen pada Resort Café Atmosphere Bandung. Skripsi. Bandung:


(43)

(http://.www.klik-galamedia.com, diakses September 2013)

Kampung Daun. About Us. (Online). (www.kampungdaun.net, diakses 30 Oktober 2013)


(1)

1.7Hipotesis Penelitian

Terdapat korelasi yang positif antara store atmosphere dan dimensi-dimensi perilaku konsumen di Kampung Daun Culture Gallery & Café.


(2)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat ditarik suatu gambaran umum mengenai korelasi anatara store atmosphere dan dimensi-dimensi perilaku konsumen sebagai berikut:

1. Secara umum terdapat korelasi yang positif antara store atmosphere dan perilaku konsumen di Kampung Daun Culture Gallery & Café.

2. Dari keempat dimensi perilaku konsumen, store atmosphere memiliki korelasi paling besar dengan dimensi fisik diikuti oleh dimensi performa dan kepuasan. Dimensi ketiga adalah dimensi eksplorasi dan yang terakhir adalah dimensi komunikasi yang juga memiliki korelasi positif.

3. Dimensi fisik memiliki korelasi yang positif dengan elemen eksterior, general interior dan layout.

4. Dimensi eksplorasi memiliki korelasi yang positif dengan elemen general interior, eksterior dan layout.

5. Dimensi komunikasi memiliki korelasi yang positif namun tidak signifikan dengan elemen eksterior dan general interior. Korelasi antara dimensi komunikasi dan elemen layout positif dan signifikan.


(3)

6. Dimensi performa dan kepuasan memiliki korelasi yang positif dan signifikan dengan elemen eksterior, general interior dan layout.

5.2 Saran Saran teoretis:

1. Bagi peneliti selanjutnya, jika ingin melakukan penelitian mengenai store atmosphere dapat melakukan penelitian lanjutan dengan mengorelasikan store atmosphere dengan faktor-faktor yang memengaruhi secara lebih mendalam. 2. Peneliti selanjutnya juga dapat melakukan penelitian dengan melibatkan sampel

yang berjumlah lebih banyak dari penelitian ini dengan jumlah item yang lebih banyak.

3. Bagi peneliti selanjutnya, jika ingin melakukan penelitian mengenai penelitian lanjutan dapat melakukan korelasi secara lebih spesifik mengenai korelasi store atmosphere terhadap perilaku approach dan avoidance karena dalam penelitian ini, peneliti tidak secara khusus meneliti hal ini.

Saran praktis:

1. Dimensi fisik merupakan dimensi yang memiliki derajat korelasi terkuat dengan dimensi perilaku konsumen. Dalam dimensi ini elemen eksterior memiliki derajat hubungan terlemah. Penenliti menyarankan agar pihak Kampung Daun meningkatkan kualitas elemen eksterior karena elemen ini berperan besar untuk


(4)

84

mengundang konsumen ke Kampung Daun, misalnya dengan memberi tambahan ornamen yang lebih mencerminkan budaya yang diusung oleh Kampung Daun dan memerbaiki lapangan parkir kendaraan roda dua dan roda empat yang masih menggunakan bebatuan karena konsumen terkadang merasa kesulitan untuk memarkir kendaraan dengan kondisi tanah seperti itu.

2. Saran yang dapat diberikan untuk meningkatkan keinginan konsumen untuk mengelilingi area Kampung Daun adalah dapat dengan membuat peta mengenai area Kampung Daun. Banyak konsumen yang tidak menyadari ada joglo berusia 400 tahun di Kampung Daun dan apabila keberadaan joglo ini disebarkan dengan memasang seperti papan berisi peta Kampung Daun di lokasi strategis seperti di area depan, joglo ini dapat digunakan lebih maksimal untuk menarik konsumen. Peta ini juga dapat digunakan untuk memudahkan konsumen dalam mencari letak saung.

3. Konsumen merasa kualitas cita rasa makanan juga dirasakan masih kurang sesuai dengan harga yang ditawarkan, sehingga disarankan untuk meningkatkan kualitas cita rasa makanan karena apabila atmosphere yang kuat ditunjang dengan kualitas makanan yang baik, akan menjadi kekuatan lebih bagi Kampung Daun dan dapat meningkatkan kepuasan konsumen.


(5)

Berman, B. , Evans Joel. 1997. Marketing, Seventh Edition. New Jersey: Prentice Hall. Inc.

Foxall, Gordon R, Ronald E. Goldsmith & Stephen Brown. 1998. Consumer Psychology for Marketing. London: Thomson Learning

Kotler, P. 2005. Manajemen Pemasaran, Edisi Kesebelas, Jilid 2, Edisi Bahasa Indonesia, Jakarta: Penerbit Indeks.

Mehrabian, A., James A. Russell. 1974. An Approach to Environmental Psychology. Cambridge, Massachusetts: MIT Press

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta

Donovan, R., John Rossiter. 1982. Store Atmosphere: An Environmental Psychology Aproach, Journal of Retailing, 34-57

Meldarianda, R., Henky Lisan S. 2012. Pengaruh Store Atmosphere terhadap Minat Beli Konsumen pada Resort Café Atmosphere Bandung. Skripsi. Bandung: Universitas Kristen Maranatha


(6)

DAFTAR RUJUKAN

GM.2013. Banyak Café dan Restoran di Bandung Tak Berizin. (Online). (http://.www.klik-galamedia.com, diakses September 2013)

Kampung Daun. About Us. (Online). (www.kampungdaun.net, diakses 30 Oktober 2013)