PENGGUNAAN METRONOM LAMPU UNTUK MENINGKATKAN KOORDINASI GERAK TARI SISWA TUNARUNGU.

(1)

PENGGUNAAN METRONOM LAMPU UNTUK

MENINGKATKAN KOORDINASI GERAK TARI

SISWA TUNARUNGU

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebahagian dari Syarat untuk

Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

OLEH:

NOVIARDI TUPAN

NIM 1104498

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KEBUTUHAN KHUSUS

SEKOLAH PASCA SARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2013


(2)

PENGGUNAAN METRONOM LAMPU UNTUK

MENINGKATKAN KOORDINASI GERAK TARI

SISWA TUNARUNGU

Oleh

Noviardi Tupan, S.Pd S.Pd, UPI Bandung, 2005

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Program Studi Pendidikan Kebutuhan Khusus

© Noviardi Tupan 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Desember 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis


(3)

(4)

ii

Noviardi Tupan, 2014

Penggunaan metronom lampu untuk meningkatkan koordinasi gerak tari siswa Tunarungu

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

ABSTRACT

This thesis entitled "The Use of Light Metronome to Improve the Coordination of the Motion of Dance of Students with Hearing Impairment". The study is based on the fact that students with hearing impairment have difficulty in dancing to the rhythm. The purpose of this study is to investigate the use of a metronome lights in improving the coordination aspects of dance motion, which includes: 1) The accuracy of dance motion coordination with the rhythm, 2) The harmony of dance motion coordination with the rhythm. The research method used is a Single Subject Research (SSR) with AB research design. The subjects of the study were DK, a 10 years and 11 months child with hearing impairmaent who studied at grade 5 of SDLB Hasrat Mulia, along with FD, an 11 years and 7 months child with hearing impairment who studied at grade 6 of SDLB Hasrat Mulia. The results of the study showed an increase in both aspects of dance motion coordination in each subject. It can be seen from the chart display changes in the baseline stage to interventions in a good level.The graphic display on the accuracy of the dance motion at baseline stage was ascending, that means the opposite or worsening (-), whereas at the intervention stage the graphic display was descending or improved (+). The graphic display on the harmony of the dance motion at baseline stage was ascending, that means the opposite or worsening (-), whereas at the intervention stage the graphic display was descending or improved (+). Therefore, this study proves that the use of light metronome can improve the coordination of the motion of dance to the rhythm of students with hearing impairment. The light metronome can be an alternative learning media in helping teachers improve the coordination of motion to the rhythm on students with hearing impairment.


(5)

iii

Noviardi Tupan, 2014

Penggunaan metronom lampu untuk meningkatkan koordinasi gerak tari siswa Tunarungu

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

ABSTRAK

Tesis ini berjudul “Penggunaan Metronom Lampu Untuk Meningkatkan

Koodinasi Gerak Tari Siswa Tunarungu”. Penelitian ini berdasarkan pada pengalaman dilapangan bahwa siswa tunarungu mempunyai kesulitan menari mengikuti irama, dan terlihat kaku ketika menari. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penggunaan metronom lampu dalam meningkatkan aspek koordinasi gerak tari, yang meliputi: 1) Ketepatan koordinasi gerak tari dengan irama, 2) Keselarasan koordinasi gerak tari dengan irama. Metode yang digunakan penelitian ini adalah Single Subject Research (SSR) dengan desain A-B. Subjek penelitiannya adalah DK siswa tunarungu berusia 10 tahun 11 bulan yang duduk di kelas 5, beserta FD berusia 11 tahun 7 bulan yang duduk di kelas 6 SDLB Hasrat Mulia Kabupaten Bandung. Hasil dari penelitian menunjukkan peningkatan kedua aspek koordinasi gerak tari pada masing-masing subyek. Hal ini dapat dilihat dari perubahan tampilan grafik pada tahapan

baseline ke tahapan intervensi dengan level yang baik. Grafik aspek ketepatan

koordinasi gerak pada tahapan baseline menaik yang berarti sebaliknya atau memburuk (-), kemudian pada tahapan intervensi menurun atau membaik (+). Sedangkan grafik aspek keselarasan koordinasi gerak pada tahapan baseline menurun/memburuk (-), kemudian pada tahapan intervensi menaik/membaik (+). Dengan demikian, penelitian ini membuktikan bahwa penggunaan metronom lampu dapat meningkatkan koordinasi gerak tari siswa tunarungu dengan irama. Metronom lampu dapat menjadi media pembelajaran alternatif dalam membantu guru meningkatkan koordinasi gerak pada siswa tunarungu.


(6)

viii

Noviardi Tupan, 2014

Penggunaan metronom lampu untuk meningkatkan koordinasi gerak tari siswa Tunarungu

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN

LEMBAR PERNYATAAN………..………..i

ABSTRACT……….....……..ii

ABSTRAK………...……..iii UCAPAN TERIMAKASIH……….………....…iv

KATA PENGANTAR………...vi

DAFTAR ISI………...viii

DAFTAR TABEL……….…….…x

DAFTAR GAMBAR……….………xi

DAFTAR LAMPIRAN………xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang……….…….1

B. Rumusan Masalah……….………....7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian………...8

BAB II KAJIAN TEORITIS A. Koordinasi Gerak Dalam Seni Tari ...……….…………...…10 B. Media Pembelajaran...………..………..…...…19 C. Tunarungu...……...………..….24

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian……….………31 B. Prosedur Penelitian……….………33

C. Setting Materi, dan Subyek Penelitian……….……….……36

D. Teknik Pengumpulan Data………40


(7)

ix

Noviardi Tupan, 2014

Penggunaan metronom lampu untuk meningkatkan koordinasi gerak tari siswa Tunarungu

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

E. Jadwal Penelitian………48

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian……......………...…..…………50

1. Ketepatan Koordinasi Gerak Dengan Irama……….……....51

2. Keselarasan Koordinasi Gerak Dengan Irama………..….…...…54

B.Analisis Data……...57

1. Analisis Dalam Kondisi Subyek DK Pada Ketepatan Koordinasi Gerak……...…...57

2. Analisis Antar Kondisi Subyek DK Pada Ketepatan Koordinasi Gerak……...……64

3. Analisis Dalam Kondisi Subyek FD Pada Ketepatan Koordinasi Gerak……...……68

4. Analisis Antar Kondisi Subyek FD Pada Ketepatan Koordinasi Gerak………...….74

5. Analisis Dalam Kondisi Subyek DK Pada Keselarasan Koordinasi Gerak…….…..77

6. Analisis Antar Kondisi Subyek DK Pada Keselarasan Koordinasi Gerak…………84

7. Analisis Dalam Kondisi Subyek FD Pada Keselarasan Koordinasi Gerak…….…...87

8. Analisis Antar Kondisi Subyek FD Pada Keselarasan Koordinasi Gerak…….……93

C.Pembahasan……...97

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ………..………...100

B. Saran………..…………..…….……..103

DAFTAR PUSTAKA………..……….…….….105


(8)

x

Noviardi Tupan, 2014

Penggunaan metronom lampu untuk meningkatkan koordinasi gerak tari siswa Tunarungu


(9)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Ketunarunguan merupakan gangguan yang terdapat pada indera pendengaran. Siswa tunarungu adalah anak yang mengalami gangguan pendengaran, sehingga memiliki keterbatasan dalam aktifitas sehari-harinya termasuk dalam pembelajaran. Berikut kutipan Somad dan Hernawati (1995: 27) menyatakan bahwa anak tunarungu adalah seseorang yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar baik sebagian atau seluruhnya yang diakibatkan karena tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran, sehingga ia tidak dapat menggunakan alat pendengarannya dalam kehidupan sehari-hari yang membawa dampak terhadap kehidupannya secara kompleks. Gangguan pendengaran juga menyebabkan siswa tunarungu mengalami hambatan pada perkembangan motoriknya sepeti yang diungkapkan Ittyerah & Sharma (1997) dalam Alimin (2008), bahwa anak tunarungu memiliki kesulitan dalam hal kesimbangan dan koordinasi gerak umum, dalam menyelesaikan tugas-tugas yang memerlukan kecepatan serta gerakan-gerakan yang kompleks. Sangat diperlukan bimbingan dan pendidikan khusus untuk melayani kebutuhan belajar hingga terpenuhi kebutuhan hidupnya baik lahir maupun batin.

Kehilangan/gangguan pendengaran akan mengakibatkan manusia kesulitan dalam berkomunikasi dengan lingkungan sekitarnya. Karena informasi yang bersifat auditif merupakan salah satu penunjang manusia dalam


(10)

2

berkomunikasi dan berinteraksi dengan sekitarnya. Dengan kehilangan/mengalami gangguan dalam pendengarannya, akan menyebabkan siswa tunarungu mengandalkan kemampuan penglihatannya untuk berkomunikasi dan berinteraksi dalam segala aktifitasnya.

Indera penglihatan merupakan indera utama siswa tunarungu dalam menerima informasi data, hal ini menjadi suatu pembiasaan bagi siswa tunarungu dalam menyerap kegiatan pembelajaran yang sebagian besar melalui proses melihat/visual. Misalnya seni tari yang mempelajari tentang keindahan gerakan yang dihasilkan oleh koordinasi gerakan yang terpola secara sistematis. Seperti kutipan dari Atmadibrata (1979:8) yang mengungkapkan definisi tari adalah:

“ungkapan perasaan manusia yang digambarkan melalui gerakan yang teratur untuk dapat memberikan kepuasan dan penyampaian jenis informasi kepada penonton”. Dapat dijabarkan bahwa Seni tari merupakan cabang kesenian yang penyajiannya adalah hasil dari koordinasi gerakan dari seluruh anggota tubuh yang terpola, memiliki ketepatan dan keselarasan, serta mencerminkan suatu maksud atau tujuan tertentu yang disampaikan penari kepada para penonton.

Seni tari merupakan pembelajaran seni gerak yang biasa di berikan kepada siswa tunarungu di Sekolah Luar Biasa. Mereka mampu menerima pembelajaran seni tari, dan dalam prosesnya mereka termasuk yang cepat menyerap pembelajaran tari. Seperti contoh pengakuan dari Wayan Suatra seorang guru tari SLB-B N PTN Jimbaran Bali yang dikutip dari www.erabaru.net, “untuk mengajar tari bagi tuna rungu harus mengandalkan hati dan perasaan untuk berkomunikasi dengan mereka”. Tidak seperti anggapan kebanyakan orang yang


(11)

3

menganggap susah untuk mengajari anak-anak yang tuna rungu. Suatra malah berkata sebaliknya, ia merasa lebih mudah mengajari anak yang tunarungu dibandingkan dengan anak normal pada umumnya. Karena mereka bisa lebih

berkonsentrasi dan lebih serius dalam menerima pelajaran, “dan kebanyakan

mereka pintar-pintar”, tambah Suatra. Kutipan tersebut diperkuat lagi oleh pendapat Siregar-1985 dalam Sadjaah-2006, yang menjelaskan tentang psikolog yang bekerja menangani anak-anak tunarungu mengungkapkan, bahwa mereka (siswa tunarungu) menunjukkan kemampuan dalam bidang motorik mekanika serta integelensi konkrit walaupun memiliki keterbatasan dalam intelegensi verbal. Dapat disimpulkan, siswa tunarungu tidak bermasalah dalam melakukan kegiatan motorik apapun termasuk menari. Mereka memiliki keterbatasan berkomunikasi dengan gurunya, namun cepat memahami informasi dari gurunya jika diberikan langsung secara nyata (dapat dilihat).

Lebih lanjut menurut Sadjaah-2006, bahwa seni tari tidak hanya diberikan kepada siswa tunarungu yang mempunyai bakat ataupun yang tidak berbakat. Yang diutamakan adalah dalam belajar tari, siswa memahami makna-makna unsur kebaikan dan keindahan dari tari tersebut. Karena tujuan luas dari pendidikan tari antara lain sebagai berikut:

a. Pendidikan didalam mengajarkan seni tari, untuk guru harus pandai memilih gerakan yang sesuai dengan kemampuan anak dan mempunyai sifat mendidik, tanpa disadari wawasan anak tentang sesuatu yang mempunyai nilai positif bertambah, sebagai contoh konkrit, tarian menanam padi, disini anak diajarkan begaimana cara menanam padi.


(12)

4

b. Melatih perasaan; dengan menari diharapkan anak dapat menjiwai tarian tersebut misalnya gerakan-gerakan yang gembira, ekspresi wajah akan terlihat ceria dan gerakan-gerakan yang menyiratkan kesedihan ekspresi wajahnya akan terlihat sedih. Dengan cara membiasakan diri menjiwai gerakan dalam tarian, daya jiwa anak akan berkembang.

c. Melatih Ingatan: untuk dapat membawakan suatu tarian, anak perlu hapal gerakan-gerakannya, dengan menghapal suatu tarian daya ingat anak akan terlatih.

d. Mengembangkan potensi: bagi anak yang mempunyai bakat dalam seni tari, dengan mengikuti pelajaran-pelajaran menari secara kontinyu bakat yang dimiliki anak akan berkembang.

Keempat poin di atas juga didukung oleh kurikulum seni tari untuk siswa tunarungu. Di sekolah luar biasa, kurikulum seni tari untuk siswa tunarungu ada di setiap jenjang pendidikan dari SDLB hingga SMALB. Materi yang diberikan sama dengan sekolah reguler yang meliputi seni tari tradisional dan modern. Para siswa tunarungu diberikan stimulus ritmis untuk mengatualisasikan dirinya melalui gerak.

Tak dapat dipungkiri besar kendala yang dialami guru dalam memberikan materi pelajaran seni tari untuk siswa tunarungu. Kemampuan guru sangat diuji dalam melatih koordinasi gerak tari siswa tunarungu agar tepat dan luwes sesuai hitungan dan irama. Selama ini pembelajaran seni tari terhadap siswa tunarungu masih dilakukan secara konvensional. Materi karya tari pada umumnya diberikan melalui pengimitasian. Siswa tunarungu sangat mengandalkan isyarat


(13)

5

gerakan dan hitungan yang diberikan guru. Hal ini akan membutuhkan waktu yang lebih lama, karena guru menemui kesulitan dalam mengatur koordinasi gerak dan hitungan secara bersamaan. Seperti ketika salah satu pola koordinasi gerak tarinya melakukan gerakan menghadap arah belakang, guru harus cepat bergerak ke posisi depan para siswanya karena kontak visual harus selalu terjadi. Pada pembelajaran secara berpasangan atau berkelompok, guru akan kesulitan ketika pola koordinasi gerak tarinya berupa sebuah ornamen (variasi gerakan) berupa canon/pengulangan, guru harus mampu mengatur waktu yang tepat kapan kondisi siswa bergerak melakukannya. Hal ini akan membutuhkan kesabaran dan tenaga ekstra dari guru untuk bermobilisasi tinggi. Guru harus mampu setiap saat berada di hadapan siswa, untuk menjaga ritme/irama gerakan agar selalu harmonis/selaras.

Besar kendala yang dialami siswa tunarungu dalam melakukan koordinasi gerak tari adalah menyesuaikan gerakan dengan irama dari karya tari. Karena keterbatasannya membuat individu tidak merasakan hitungan/ketukan dari irama, sehingga dalam menafsirkan gerakan tari akan tidak sama dan kurang berkualitas. Pada kasus tari berkelompok, siswa memiliki kecenderungan melihat dan mengikuti gerakan teman yang berada di sebelahnya, atau selalu menoleh ke arah gurunya untuk mengetahui isyarat hitungan atau gerakan dari gurunya. Tentu saja, semua hal tersebut akan mempengaruhi kualitas gerakan yang siswa sajikan. Hasilnya akan bertolak belakang dengan esensi dari seni tari sendiri, yaitu seni yang menyajikan keindahan gerakan dari si penari.


(14)

6

Dapat disimpulkan untuk penyelenggaraan yang baik selama proses serta pada saat pentas tari secara individu, berpasangan, maupun berkelompok, sangat membutuhkan banyak pemandu sign/isyarat. Bahkan di luar negeri pembelajaran tari untuk siswa tunarungu menggunakan layar lebar dan pemandu yang berjumlah hingga enam orang. Ada juga pemberian stimulus ketukan dengan alat musik yang cara kerjanya getaran suara yang dihasilkan dari alat tersebut merangsang kulit siswa, siswa tunarungu diharuskan memiliki kepekaan pada indera rabanya.

Beberapa permasalahan di atas menjadi dasar peneliti untuk menggunakan perangkat/media yang membantu mengkoordinasikan gerak tari siswa tunarungu. Media bantu ini berupa metronom lampu yang dapat mengidikasikan cepat dan lambatnya tempo suatu irama, dengan menandai hitungan/ketukan dari irama musik melalui kedipan cahaya lampu.

Metronom lampu ini di setting untuk birama 4/4 dalam bentuk boks yang berisi empat lampu sorot dengan warna-warna berbeda. Hitungan satu menggunakan lampu berwarna merah, hitungan kedua menggunakan lampu berwarna biru, hitungan ketiga menggunakan lampu berwarna kuning, dan hitungan keempat menggunakan lampu berwarna hijau. Pada bentuk yang lain, metronom lampu ini di desain menjadi rangkaian lampu bohlam yang disusun di empat sisi luar pada area/tempat menari. Lampu-lampu yang berada pada setiap sisi luar area sudah terdiri dari empat lampu yang berbeda warna.

Pada penelitian ini, metronom lampu sebagai media/strategi pengganti musik yang diharapkan efektif serta efesien selama proses pemberian perlakuan


(15)

7

terhadap siswa tunarungu. Produk dari media ini berupa kedipan cahaya, sehingga diharapkan dapat menyesuaikan dengan kondisi siswa tunarungu yang menggunakan visualnya sebagai alat utama dalam pembelajaran. Dari segi keefesienan, penggunaan media ini diharapkan tidak memerlukan lagi bantuan pemandu sign/isyarat. Untuk setting panggung, diharapkan menambah keindahan panggung pentas, karena didesain berupa lampu-lampu yang menyala kerlap-kerlip.

Pada saat proses pelaksanaan pembelajaran tari, siswa tunarungu mengikuti/menyesuaikan gerakannya dengan hitungan kedipan cahaya yang dihasilkan oleh metronom lampu tersebut.

Dengan pemberian perlakuan/intervensi menggunakan metronom lampu, pada akhir tujuan pembelajarannya, siswa tunarungu diharapkan mengalami peningkatan pada koordinasi gerak tarinya yang meliputi ketepatan koordinasi gerak tari dengan irama, beserta keselarasan koordinasi gerak tari dengan irama.

B. RUMUSAN MASALAH DAN PERTANYAAN PENELITIAN

1. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

”Apakah penggunaan metronom lampu dapat meningkatkan koordinasi gerak tari siswa tunarungu?”


(16)

8 2. Pertanyaan Penelitian

Agar penelitian ini terfokus pada masalah tertentu, maka penelitian ini dibatasi pada hal-hal berikut:

a) Apakah penggunaan metronom lampu dapat meningkatkan ketepatan koordinasi gerak tari siswa tunarungu dengan irama?

b) Apakah penggunaan metronom lampu dapat meningkatkan keselarasan koordinasi gerak tari siswa tunarungu dengan irama?

C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

1. Tujuan

Adapun tujuan dari penelitian ini dapat menemukan informasi dalam hal-hal sebagai berikut:

a) Untuk mengetahui penggunaan metronom lampu dalam meningkatkan ketepatan koordinasi gerak tari siswa tunarungu dengan irama

b) Untuk mengetahui penggunaan metronom lampu dalam meningkatkan keselarasan koordinasi gerak tari siswa tunarungu dengan irama

2. Manfaat

a) Secara teoritis

Untuk menambah wawasan dan teori pembelajaran tari siswa tunarungu, tentang bagaimana melakukan koordinasi gerak tari baik secara individu, berpasangan maupun berkelompok.


(17)

9

b) Secara Praktis

Penggunaan metronom lampu dapat menjadi suatu media strategi efektif yang membantu guru mengkoordinasikan gerak tari pada siswa tunarungu.


(18)

31

Noviardi Tupan, 2014

Penggunaan metronom lampu untuk meningkatkan koordinasi gerak tari siswa Tunarungu

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB III

METODE PENELITIAN

Suatu penelitian dapat terlaksana dengan baik, jika menggunakan metode penelitian yang tepat. Metode penelitian akan membantu peneliti dalam mendapatkan data sesuai tujuan yang diharapkan peneliti. Seperti kutipan dari Sugiyono (2004:1) yang menyatakan:

“Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mengumpulkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian itu didasarkan pada ciri-ciri keilmuan yaitu rasional, empiris dan sistematis”.

Secara rasional dapat diartikan; menurut pemikiran yang baik dan pertimbangan yang logis. Empiris berarti; berdasarkan pengalaman terutama yang diperoleh dari penemuan, percobaan, pengamatan yg telah dilakukan. Sedangkan Sistematis yaitu; teratur dengan menggunakan sistem; atau cara yang telah diatur baik-baik dari awal hingga akhir. Dengan pemilihan metode penelitian yang tepat, maka tujuan dari penelitian dapat terwujud.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan Kuantitatif dengan Metode Eksperimen dalam bentuk Penelitian dengan Subjek Tunggal/ Single

Subject Research

A. Desain Penelitian

Penelitian dengan subyek tunggal adalah penelitian eksperimen yang dilaksanakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh dari suatu perlakuan (treatment) yang diberikan kepada subyek secara berulang-ulang dalam waktu tertentu menurut tawney dan gast (1984) dalam Sunanto et al. Lebih lanjut


(19)

32

Noviardi Tupan, 2014

Penggunaan metronom lampu untuk meningkatkan koordinasi gerak tari siswa Tunarungu

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Sunanto (2005: 56) menerangkan bahwa “disain subyek tunggal ini memfokuskan pada data individu sebagai sampel penelitian.” Pada disain subyek tunggal pengukuran variabel terikat dilakukan berulang-ulang dalam periode waktu tertentu. Perbandingan dilakukan pada subyek yang sama dengan kondisi berbeda. Kondisi yang dimaksud disini adalah kondisi baseline dan kondisi intervensi. Kondisi baseline adalah kondisi dimana pengukuran target behaviour dilakukan pada keadaan natural sebelum diberikan intervensi. Kondisi eksperimen adalah kondisi dimana suatu intervensi telah diberikan dan target

behaviour diukur dibawahkondisi tersebut.

Desain penelitian yang digunakan berpola A - B. Desain penelitian A - B merupakan desain dasar dari penelitian di bidang prilaku dengan subjek tunggal (Sunanto, 2006:42). Berikut ini merupakan rincian desain A - B yang digunakan dalam penelitian.

(1) A adalah kondisi baseline. Baseline merupakan perkiraan terbaik dari apa yang terjadi ketika perlakuan/intervensi belum diberikan. Waktu yang di

gunakan untuk melakukan pengukuran pada sesi baseline ini selama 4 menit.

(2) B adalah kondisi intervensi. Kondisi intervensi adalah kondisi ketika suatu intervensi telah diberikan dan perilaku sasaran diukur di bawah kondisi tersebut. Intervensi yang digunakan pada siswa adalah dengan menggunakan metronom lampu. Waktu yang digunakan dalam intervensi selama 4 menit.


(20)

33

Noviardi Tupan, 2014

Penggunaan metronom lampu untuk meningkatkan koordinasi gerak tari siswa Tunarungu

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Desain A-B dipilih sebagai desain dalam penelitian ini, dilatarbelakangi oleh terbatasnya waktu yang tersedia. Alternatif yang dilakukan untuk mengatasi keterbatasan tersebut adalah dengan menggunakan desain A - B.

Contoh grafik penelitian subyek tunggal dengan desain A – B dapat dilihat sebagai berikut:

Gambar 3.1. Grafik desain AB

B. Prosedur Penelitian

Dapat diartikan bahwa secara umum dokumentasi merupakan suatu catatan otentik atau dokumen asli yang dapat dijadikan bukti dalam penelitian. Selama proses penelitian kita sangat perlu sekali dalam mendokumentasikan apa apa yang telah kita lakukan saat meneliti.

Untuk mendapatkan hasil yang maksimal dalam pendokumentasian, peneliti menggunakan alat dokumentasi berupa camcoder/kamera video digital. Data yang dihasilkan berupa rekaman digital yang bisa diolah lagi dengan bantuan


(21)

34

Noviardi Tupan, 2014

Penggunaan metronom lampu untuk meningkatkan koordinasi gerak tari siswa Tunarungu

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

software video editing yang mampu memberikan keterangan frame-perframe

gambar di dalam satuan waktu. 1. Tahapan baseline (A)

Untuk menentukan kondisi baseline, pertama-tama yang dilakukan adalah membuat dokumentasi berupa rekaman video siswa ketika melakukan koordinasi gerak dari sebuah model/karya tari yang telah diberikan. Kegiatan ini dilaksanakan di dalam sebuah ruangan yang berukuran 5 X 10 m. Selama pendokumentasian siswa ditempatkan pada posisi yang sudah ditentukan dengan area panggung sekitar 5 x 5 m.

Pada kondisi baseline ini, siswa melakukan koordinasi gerak dari sebuah model/karya tari hasil kreasi dari peneliti sendiri. Untuk dapat melakukan tarian dari model tersebut, siswa terlebih dahulu diajarkan gerak tari secara konvensional. Pemberian materi tari dilakukan secara langsung oleh peneliti yang disertai dengan bantuan media video berupa rekaman gerak tari dari awal hingga akhir, agar siswa lebih cepat menerima materinya.

Pada kondisi baseline, aspek-aspek yang diukur di dalam koordinasi gerak siswa meliputi ketepatan gerak serta keselarasan gerak siswa. Jumlah sesi pada kondisi baseline akan ditentukan setelah kondisi subjek pada tahap ini mengalami kejenuhan atau pada pengukuran grafiknya menunjukkan kestabilan.

Dalam mengukur aspek ketepatan koordinasi gerak dengan irama, peneliti membandingkan kesesuaian hitungan gerak siswa dengan irama musik dari karya tari. Setting tempo dari irama model tari bernilai 100 bpm (beat per minute). Peneliti menggunakan media video editor agar pengukuran lebih terperinci.


(22)

35

Noviardi Tupan, 2014

Penggunaan metronom lampu untuk meningkatkan koordinasi gerak tari siswa Tunarungu

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Sedangkan untuk mengukur aspek keselarasan koodinasi gerak dengan irama, peneliti dibantu tiga orang ahli seni tari untuk mengamati koordinasi gerak siswa dari awal hingga akhir materi karya tari. Pengamatan dilakukan berdasar data rekaman video pada tiap-tiap sesi.

Tahapan intervensi (B)

Dalam menentukan target behaviour subjek, peneliti melakukan intervensi dengan penggunaan metronom lampu pada tiap-tiap aspek. Diharapkan dengan pemberian intervensi ini, koodinasi gerak siswa dapat meningkat pada tiap aspeknya. Pemberian intervensi ini dilakukan sebanyak 8 sesi.

Adapun pengukuran pada aspek ketepatan koordinasi gerak tari dengan irama, peneliti membandingkan kesesuaian hitungan/beat gerak siswa dengan hitungan yang dihasilkan dari metronom lampu. Setting tempo dari metronom lampu bernilai 100 bpm (beat minute persecond). Alat ukur yang digunakan peneliti sama dengan kondisi baseline, yakni penggunaan media video editor dengan cara kerja penyesuaian kondisi siswa melakukan gerak dengan kedipan lampu dari metronom.

Pada aspek keselarasan koordinasi gerak tari ketika pelaksanaan intervensi, pengamatan dilakukan berdasar data rekaman video pada tiap-tiap sesi. Data yang diamati dari tiga ahli tersebut diolah apakah mengalami peningkatan ataupun sebaliknya.


(23)

36

Noviardi Tupan, 2014

Penggunaan metronom lampu untuk meningkatkan koordinasi gerak tari siswa Tunarungu

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

C. Setting, Materi, Subjek Penelitian 1. Setting

Praktek percobaan koodinasi gerak dilakukan dalam 15 kali sesi sesuai dengan program kegiatan yang telah disusun pada tabel. Percobaan awal dilakukan di dalam sebuah ruangan (5 m x 10 m). Di dalam ruangan tersebut, anak di posisikan di area lantai dengan ukuran bentangan 5 x 5 m yang digunakan selama melakukan kordinasi gerak., sementara lampu-lampu metronom dibentangkan di sekitar luar area lantai tersebut membentuk persegi empat. Jumlah keseluruhan lampu pada metronom lampu ada 16 buah. Dengan tiap sisi bentangan terdiri dari empat buah lampu merah, biru, kuning, dan hijau. Mesin metronom di simpan di luar area bentangan lampu metronom. Tepatnya di sisi kanan depan bersama tape recoder dan laptop. Semua sesi direkam menggunakan kamera video yang di letakkan di posisi depan panggung.

2. Materi

Materi yang diberikan pada koordinasi gerak ini meliputi perpaduan gerak sederhana, misalnya: antara kepala dengan tangan, tangan dengan badan, badan dengan tangan dan kaki, dan sebagainya. Gerakan-gerakan tersebut diberikan pada siswa secara per-part (bagian) secara menyeluruh. Sebelum menentukan baseline, anak harus menguasai dulu materi dari karya tari yang diberikan.

Materi koordinasi gerakan tari diambil dari tari kreasi sinanggar tulo. Karya ini diaransemen dengan birama 4/4 dengan tempo ditentukan 100 beat per


(24)

37

Noviardi Tupan, 2014

Penggunaan metronom lampu untuk meningkatkan koordinasi gerak tari siswa Tunarungu

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

minute (100 hitungan per menitnya). Durasi karya berkisar 4 menit saja.

Koordinasi gerakan di dalam karya tari terdiri dari gerakan yang bernilai 1 hitungan, 2 hitungan, dan 4 hitungan.

Gambar 3.2. Gerak dasar tari Sinanggar tulo

Berikut rincian gerakan tari yang menjadi materi dalam koordinasi gerak tari:

Gerakan dasar pada tari sinanggar tulo ini adalah memutar setengah pergelangan serta jari kedua tangan yang dibentang ke depan dari arah bawah ke atas. Kedua kaki agak menekuk ke depan, kemudian bergerak dengan berdiri lurus kembali.


(25)

38

Noviardi Tupan, 2014

Penggunaan metronom lampu untuk meningkatkan koordinasi gerak tari siswa Tunarungu

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

a) Pola 1, terdiri dari 4 bar (4x4 hitungan). Tangan menghormat dan maju empat langkah, kemudian digoyangkan ke kanan dan ke kiri, kemudian tangan dibuka. (terlampir)

b) Pola 2, terdiri dari 5 bar (5x4 hitungan). Gerakan dasar tarian yang mengayunkan tangan ke atas ke bawah, dengan posisi badan, kepala, serta tangan menyerong ke kanan, tengah, kiri, kmbali ke tengah. (terlampir) c) Pola 3, terdiri dari 5 bar (5x4 hitungan). Melakukan gerakan dasar dengan

melangakah maju ke depan empat langkah dan ke belakang empat langkah. (terlampir)

d) Pola 4, terdiri dari 4 bar (4x4 hitungan) Mengayunkan lengan kanan dan kiri masing-masing empat hitungan sebanyak dua kali bergantian. (terlampir).

e) Pola 5, terdiri dari 4 bar (4x4 hitungan). Mengayunkan lengan kanan dan kiri masing-masing empat hitungan sebanyak dua kali bergantian, sambil berpindah tempat ke arah nya masing-masing sesuai dengan koreografi tari ( terlampir).

f) Pola 6, terdiri dari 5 bar (5x4 hitungan). Gerakan dasar tarian yang mengayunkan tangan ke atas ke bawah, dengan posisi badan, kepala, serta tangan menyerong ke kanan, tengah, kiri, kmbali ke tengah. (ada dalam lampiran)

g) Pola 7, terdiri dari 5 bar (5x4 hitungan). Sama dengan pola 2, melakukan gerakan dasar dengan melangkah maju ke samping empat langkah dan


(26)

39

Noviardi Tupan, 2014

Penggunaan metronom lampu untuk meningkatkan koordinasi gerak tari siswa Tunarungu

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

kembali lagi empat langkah, sesuai dengan koreografinya masing-masing. (terlampir)

h) Pola 8, terdiri dari 4 bar (4x4 hitungan), Melakukan gerak berpasangan dengan menempelkan masing-masing tangan kanannya ke pasangannya, sambil melakukan gerak ke arah berlawanan. (terlampir)

i) Pola 9, terdiri dari 4 bar (4x4 hitungan). Melakukan gerak berpasangan dengan menempelkan masing-masing tangan kanannya ke pasangannya, sambil melakukan gerak ke arah berlawanan. (terlampir)

j) Pola 10, terdiri dari 5 bar (5x4 hitungan). Melakukan gerak dasar sambil berputar mengelilingi area tari. (terlampir)

k) Pola 11, terdiri dari 4 bar (4x4 hitungan). Melakukan gerakan dasar, kemudian sambil mundur empat langkah, Pada ketukan empat bertepuk. Dan terakhir memberi hormat. (terlampir)

3. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah dua orang siswa di SLB Hasrat Mulia Kabupaten Bandung.

a) Subjek pertama berinisial DK, jenis kelamin laki-laki dan berusia 11 tahun 05 bulan. DK dipilih untuk penelitian ini karena dia merupakan anak tunarungu dengan klasifikasi tunarungu berat. DK memiliki intelegensi yang normal dengan perkembangan motorik yang baik. DK sangat cepat menangkap pengetahuan melalui visualnya. DK memiliki keterampilan yang baik di bidang olahraga, namun untuk keterampilan


(27)

40

Noviardi Tupan, 2014

Penggunaan metronom lampu untuk meningkatkan koordinasi gerak tari siswa Tunarungu

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

menari memiliki kekurangan dari gerakannya yang masih kaku dalam melakukan gerakan tarian. DK termasuk cepat mengerti dalam berkomunikasi secara verbal, sehingga memudahkan Peneliti dalam memberikan materi.

b) Subjek kedua berinisial FD, jenis kelamin laki-laki dan berusia 12 tahun 03 bulan. FD dipilih untuk penelitian ini karena dia merupakan anak tunarungu dengan klasifikasi tunarungu berat. FD memiliki intelegensi di bawah DK, dan untuk perkembangan motorik cukup baik. FD kurang cepat menangkap pengetahuan melalui visualnya. FD juga memiliki keterampilan yang baik di bidang olahraga, namun untuk keterampilan menari memiliki kekurangan dari gerakannya yang masih kaku dalam melakukan gerakan. FD termasuk cepat mengerti dalam berkomunikasi secara verbal, sehingga memudahkan peneliti dalam memberikan materi.

D. Teknik Pengumpulan Data 1. Observasi dan Pengukuran

Pengambilan data pada tiap sesi diperoleh dengan observasi lewat perekaman dengan menggunakan camcoder, karena memudahkan peneliti untuk menganalisis dan mengolah data, selanjutnya mengambil pengukuran dari data hasil observasi tersebut.

Pengukuran kondisi baseline pada aspek ketepatan koordinasi gerak dengan irama menggunakan kriteria penilaian berdasar pada pengambilan selisih


(28)

41

Noviardi Tupan, 2014

Penggunaan metronom lampu untuk meningkatkan koordinasi gerak tari siswa Tunarungu

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

waktu antara gerak dengan beat irama lagu, sedangkan pada kondisi intervensi mengukur selisih waktu antara gerak dengan beat pada metronom lampu. Untuk aspek keselarasan koordinasi gerak tari dengan irama, pengukuran dilakukan oleh

observer/pengamat yang menilai data rekaman pada tiap-tiap sesi berdasar pada

unsur-unsur penunjang keindahan gerak tersebut.

Adapun format pengukuran kriteria ketepatan koordinasi gerak tari dengan irama pada tiap sesi ditunjukkan pada tabel berikut:

No Kategori Hitungan/ Beat

1 Pola 1

2 Pola 2

3 Pola 3

4 Pola 4

5 Pola 5

6 Pola 6

7 Pola 7

8 Pola 8

9 Pola 9

10 Pola 10

11 Pola 11

Tabel 3. 1. Kriteria pengukuran Ketepatan Koordinasi Gerak Tari dengan Irama


(29)

42

Noviardi Tupan, 2014

Penggunaan metronom lampu untuk meningkatkan koordinasi gerak tari siswa Tunarungu

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Banyak Data

Keterangan :

Penilaian berdasarkan terjadinya selisih waktu antara gerak dengan beat irama lagu atau metronom lampu

 Pemberian nilai langsung dituliskan di dalam kotak

Adapun format pengukuran kriteria keselarasan gerak tari dengan irama pada tiap sesi ditunjukkan pada tabel berikut:

NO INDIKATOR

SESI

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

1 WIRASA 2 WIRAGA

TOTAL

Tabel 3.2. Kriteria pengukuran Keselarasan Koordinasi Gerak dengan Irama

Skor = Jumlah Data Banyak Data Keterangan :


(30)

43

Noviardi Tupan, 2014

Penggunaan metronom lampu untuk meningkatkan koordinasi gerak tari siswa Tunarungu

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Sebelum skor diberikan diperlukan tiga orang ahli sebagai

observer/pengamat untuk dapat menilai pada aspek keselarasan koordinasi gerak

dengan irama. Kemudian dilakukan kesesuaian penilaian dari para pengamat. Kesesuaian antara para pengamat dihitung dengan jalan mengambil mean/rata-rata nilai tiap-tiap sesi dari ketiga pengamat. Contoh format untuk kesesuaian antar pengamat adalah seperti pada tabel di bawah:

Tabel 3.3 Kesesuaian Antar Pengamat

2. Teknik Analisis Data

Data yang sudah terkumpul diolah dan dianalisis ke dalam statistik deskriptif dengan tujuan untuk memperoleh gambaran secara jelas dalam jangka waktu tertentu. Penyajian data diolah dengan menggunakan grafik atau diagram. Penggunaan analisis grafik ini diharapkan dapat lebih memperjelas gambaran dari pelaksanaan eksperimen, sebelum diberi perlakuan maupun pada saat setelah diberikan perlakuan dan pelaksanaan pengukuran data dilakukan selama kurang lebih satu setengah bulan yaitu mulai tanggal 17 Oktober 2013 sampai dengan tanggal 3 Desember 2013. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Tawney dan Gast (1995:143) dalam Sania (2004:41) bahwa terdapat beberapa fungsi grafik diantaranya:

Sesi 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Pengamat 1 Pengamat 2 Pengamat 3 kesesuaian


(31)

44

Noviardi Tupan, 2014

Penggunaan metronom lampu untuk meningkatkan koordinasi gerak tari siswa Tunarungu

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

1. Membantu untuk mengumpulkan data selama dalam proses pengumpulan data yang pada akhirnya dapat juga lebih memudahkan pengevaluasian yang bersifat formatif.

2. Memudahkan untuk mengambilkan kesimpulan secara numerik sehingga analisis data dengan menggunakan grafik adalah suatu cara yang efisien di dalam menyimpulkan data (Sunanto dkk., 2006:29).

Pada dasarnya bentuk grafik itu bermacam-macam namun bentuk grafik yang digunakan dalam penelitian ini adalah grafik garis (Sunanto, dkk, 2006:29).

Adapun langkah-langkah yang dapat diambil dalam menganalisis data dengan menggunakan grafik menurut Sumanto (1995:152) sebagai berikut:

a. Menskor hasil pengukuran baseline dari subjek.

b. Menskor hasil pengukuran pada fase tretment/intervensi.

c. Membuat tabel perhitungan skor-skor pada fase baseline dan fase intervensi. d. Membandingkan skor-skor pada fase baseline dengan skor-skor pada fase

intervensi.

e. Membuat analisis dalam bentuk grafik sehingga dapat terlihat secara langsung perubahan yang terjadi dari kedua fase tersebut. Analisis grafik dibuat dari subjek penelitian.

Beberapa komponen penting dalam grafik menurut (Sunanto, et al, 2006:30) adalah: (1) Absis, absis adalah sumbu X yang merupakan sumbu mendatar dan menunjukkan satuan waktu (misalnya sesi hari dan tanggal). Perbandingan yang dianggap paling baik antara ordinat dan absis adalah 2:3


(32)

45

Noviardi Tupan, 2014

Penggunaan metronom lampu untuk meningkatkan koordinasi gerak tari siswa Tunarungu

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

karena perbandingan ini dianggap paling sedikit mengandung kesalahan persepsi. Grafik dengan ordinat terlalu panjang menyebabkan arah grafik yang menaik atau menurun kelihatan terlalu tajam, sedangkan kalau absis yang terlalu panjang menyebabkan sebaliknya kenaikan atau penurunan grafik tidak terlalu tampak, (2) Variabel terikat, Variabel terikat atau perilaku sasaran (target behavior) selalu diletakkan pada ordinat (sumbu y). Dengan demikian pada ordinat akan tertulis nama variabel terikat atau prilaku sasaran, dalam hal ini jumlah kemampuan (3) Judul dan Kondisi, judul grafik harus dibuat dengan pertimbangan agar hubungan antara variabel terikat dan bebas tampak jelas oleh pembaca. Di samping itu, antara variabel terikat dan bebas harus dapat segera diketahui, (4) Penampilan data, Tampilan data pada grafik harus menggunakan bentuk tertentu, misalnya lingkaran, segitiga, atau kotak yang dapat dibedakan secara jelas untuk masing-masing data, (5) Jejak data, Jejak data adalah garis yang menghubungkan antara satu data dengan data yang lain. Garis yang digunakan sebagai jejak data adalah garis penuh bukan putus-putus untuk menunjukkan bahwa setiap data berhubungan secara kontinu. Bila garis putus-putus digunakan berarti menunjukkan bahwa pada saat itu tidak terjadi kontinuitas, (6) Label dan kondisi, Label kondisi digunakan untuk menunjukkan kondisi baseline dan kondisi intervensi. Label yang digunakan adalah A untuk baseline dan B untuk intervensi, (7) Garis perubahan kondisi, untuk menunjukkan perubahan kondisi eksperimen dibatasi dengan garis vertikal berbentuk garis penuh atau putus-putus. Garis ini dibuat vertikal ke atas dan berada antara dua sesi. Data yang berada di depan dan di belakang garis pembatas kondisi ini tidak dihubungkan.


(33)

46

Noviardi Tupan, 2014

Penggunaan metronom lampu untuk meningkatkan koordinasi gerak tari siswa Tunarungu

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

E. Variabel Penelitian

1. Definisi Konsep Variabel a. Koordinasi Gerak Tari

Konsep koordinasi gerak tari diungkapkan oleh P.Sidiq Nugraha (2013:7) yang menyatakan bahwa, koordinasi gerak dalam tari merupakan penggabungan dari beberapa gerak anggota tubuh, sebagai contoh gerak tangan yang dipadukan dengan gerak kaki, gerak badan yang dipadukan dengan gerak kepala yang dilakukan secara tepat. Namun pengertian koordinasi gerak dalam tari mendapatkan penambahan keindahan/keselarasan pada gerak-gerak tersebut. Seperti yang diungkap Soedarsono bahwa gerak dalam tari memiliki gerak ritmis yang indah, pola dan struktur dari alur gerakan lebih berirama, porsi alur gerak anggota tubuh diselaraskan dengan bunyi musik. Dapat disimpulkan gerak yang dilakukan memiliki keselarasan dengan iramanya. Maksud selaras di sini adalah adanya sikap lepas dalam melakukan gerak; tidak ragu-ragu; atau percaya diri dalam melakukan gerak. Sehingga menghasilkan gerakan yang tidak kaku, dan tidak melakukan kesalahan gerak pada karya tarinya.

Dalam penelitian ini, koordinasi gerak tari meliputi dua target behaviour yang meliputi aspek ketepatan dan keselarasan.

b. Metronom Lampu

Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008;953, mendefinisikan bahwa

metronom dapat diartikan sebagai alat mekanis (seperti pada jam) yang dapat

dipergunakan untuk mengatur tempo dengan tepat. Alat mekanis ini dapat mengindikasikan tempo yang tepat dari sebuah karya musik, dengan


(34)

47

Noviardi Tupan, 2014

Penggunaan metronom lampu untuk meningkatkan koordinasi gerak tari siswa Tunarungu

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

menghasilkan suara klik dari ayunan bandulnya. Sedangkan lampu adalah sebuah peranti yang memproduksi cahaya. Kata "lampu" dapat juga berarti bola lampu. Sehingga pengertian metronom lampu adalah sebuah mekanik dari lampu yang berfungsi mengindikasikan tempo secara tepat dan teratur melalui cahaya lampu.

2. Definisi Operasional Variabel

Agar terhindar dari kesalahan penafsiran serta keraguan pada variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini. Berikut dijelaskan dua variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini. Variabel pertama adalah variabel bebas yang dikenal dengan istilah intervensi atau perlakuan dalam penelitian dengan subyek tunggal. Sedangkan variabel terikat dikenal dengan istilah target behavior atau perilaku sasaran. (Sunanto et al, 2002:120).

a. Variabel bebas (independent variable)

Variabel bebas/Intervensi dalam penelitian ini adalah metronom lampu. Alat mekanis ini berfungsi menandai hitungan dari irama musik yang ditampilkan berupa kedipan cahaya lampu. Alat ini di desain berupa seperangkat lampu berjumlah 16 buah yang menghasilkan cahaya merah, biru, kuning, dan hijau, serta alat pengatur temponya. Setiap satu warna lampu berjumlah empat lampu (merah = 4, biru = 4, kuning = 4, hijau = 4), kemudian lampu-lampu di pasang di empat sisi area tari. Tiap sisi area tari diwakili empat warna lampu yang berbeda. Alat ini disetting menggunakan birama 4/4, yaitu: hitungan pertama di ubah jadi


(35)

48

Noviardi Tupan, 2014

Penggunaan metronom lampu untuk meningkatkan koordinasi gerak tari siswa Tunarungu

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

kedipan lampu warna merah, hitungan kedua diubah jadi kedipan lampu warna biru, hitungan ketiga diubah jadi kedipan lampu warna kuning, dan hitungan keempat diubah jadi kedipan lampu warna hijau. Dalam penggunaannya, siswa tunarungu melakukan koordinasi gerak tari dengan mengikuti kedipan cahaya lampu.

b. Variabel terikat (target behavior)

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah koordinasi gerak tari yang meliputi aspek ketepatan dan keselarasan, yaitu:

1) Aspek ketepatan koordinasi gerak

Kesesuaian dalam waktu antara gerak dengan hitungan irama. Semakin akurat/tidak memiliki selisih waktu antara gerak dengan iramanya, maka semakin baik nilainya. Misalnya ketika posisi subyek berdiri, melakukan gerak mengayunkan pergelangan jari tangan yang terbuka dari bawah ke atas, bersamaan dengan kaki melakukan gerak menekuk kemudian berdiri lurus. Jika ayunan jari tangan di atas, beserta kaki berdiri lurus sesuai dengan hitungan, maka dinilai tepat. Sebaliknya, jika ayunan gerakkan tersebut tidak sesuai/terlambat/mendahului, maka dinilai tidak tepat karena memiliki selisih waktu lebih dari 0 detik.

Untuk pengukurannya menggunakan software video editor, yang mampu menampilkan gerak gambar per frame dengan ukuran waktu 0,0 detik. Untuk penilaian diambil dari keseluruhan selisih waktu antara gerakkan dengan hitungan dari irama


(36)

49

Noviardi Tupan, 2014

Penggunaan metronom lampu untuk meningkatkan koordinasi gerak tari siswa Tunarungu

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 2) Aspek keselarasan koordinasi gerak

Keselarasan adalah ketika siswa melakukan gerakan secara percaya diri/lepas, sehingga menghasilkan gerakan yang bertenaga serta tidak kaku.

Untuk pengukuran aspek keselarasan koordinasi gerak ini, peneliti dibantu tiga orang ahli seni tari yang mengukur sepenuhnya dengan mengamati data video koordinasi gerak tari yang dilakukan oleh kedua subyek subyek pada tiap sesi.

F. Jadwal Kegiatan Penelitian

Kegiatan penelitian ini dilaksanakan dari tanggal 17 Oktober 2013 sampai dengan tanggal 3 Desember 2013 adapun jadwal kegiatan penelitian sebagai berikut:

No Hari Tanggal Waktu

Kegiatan

Uraian Pelaksanaan

Kegiatan Keterangan

1. Kamis 17-10-2013 10.30-11.00 Siswa diberikan materi Catatan lapangan 2. Sabtu 19-10-2013 10.30-11.00 Siswa diberikan materi Catatan

lapangan 3. Selasa 22-10-2013 10.30-11.00 Pemahaman birama4/4 Catatan

lapangan 4. Kamis 24-10-2013 10.30-11.00 Pemberian materi

dengan praktek birama 4/4

Catatan lapangan 5. Sabtu 26-10-2013 10.30-11.00 Berlatih materi karya Catatan

lapangan 6. Selasa 29-10-2013 10.30-11.00 Berlatih materi karya Catatan

lapangan 7. Kamis 31-10-2013 10.30-10.35 Menentukan baseline Perekaman

Camcoder 8. Sabtu 2-11-2013 10.30-10.35 Menentukan baseline Perekaman

Camcoder 9. Selasa 5-11-2013 10.30-10.35 Menentukan baseline Perekaman


(37)

50

Noviardi Tupan, 2014

Penggunaan metronom lampu untuk meningkatkan koordinasi gerak tari siswa Tunarungu

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

10. Kamis 7-11-2013 10.30-10.35 Menentukan baseline Perekaman Camcoder 11. Sabtu 9-11-2013 10.30-10.35 Menentukan baseline Perekaman

Camcoder 12. Selasa 12-11-2013 10.30-10.35 Menentukan baseline Perekaman

Camcoder 13. Kamis 14-11-2013 10.30-10.35 Menentukan baseline Perekaman

Camcoder 14. Sabtu 16-11-2013 10.30-10.35 Pemberian Intervensi Perekaman

Camcoder 15. Selasa 19-11-2013 10.30-10.35 Pemberian Intervensi Perekaman

Camcoder 16. Kamis 21-11-2013 10.30-10.35 Pemberian Intervensi Perekaman

Camcoder 17. Sabtu 23-11-2013 10.30-10.35 Pemberian Intervensi Perekaman

Camcoder 18. Selasa 26-11-2013 10.30-10.35 Pemberian Intervensi Perekaman

Camcoder 19. Kamis 28-11-2013 10.30-10.35 Pemberian Intervensi Perekaman

Camcoder 20. Sabtu 30-11-2013 10.30-10.35 Pemberian Intervensi Perekaman

Camcoder 21. Selasa 3-12-2013 10.30-10.35 Pemberian Intervensi Perekaman


(38)

100

Noviardi Tupan, 2014

Penggunaan metronom lampu untuk meningkatkan koordinasi gerak tari siswa Tunarungu

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan seluruh hasil analisis data dapat ditarik kesimpulan bahwa subyek DK dan FD adalah anak tunarungu dengan gangguan pendengaran berat yang mengalami hambatan dalam koordinasi gerak tarinya sebelum diberikan intervensi dengan metronom lampu yang meliputi aspek ketepatan koordinasi gerak dengan irama, serta keselarasan koordinasi gerak dengan irama. Berikut ini kesimpulan dari kedua subyek pada kondisi baseline:

1. Ketepatan Koordinasi Gerak Dengan Irama Pada subyek DK :

Data pertama, yaitu pada aspek ketepatan gerak dengan irama dari metronom lampu, data menunjukkan bahwa ketepatan gerak yang dilakukan subyek DK masih jauh dari baik, karena belum sesuai dengan beat dari irama lagu. Grafik menunjukkan skor rata-rata dari tiap sesi memiliki selisih waktu yang terpaut jauh dari akurat. Hal ini dapat dilihat saat subyek DK melakukan gerak sering mengalami keterlambatan atau lebih cepat dari beat lagu.

2. Keselarasan Koordinasi Gerak Dengan Irama Pada subyek DK :

Sedangkan pada aspek yang kedua, yaitu pada keselarasan gerak tari data grafikpun menunjukkan rendahnya kemampuan subyek DK pada aspek ini. Hal ini dapat dilihat ketika subyek DK tidak bersemangat dalam melakukan gerak, dikarenakan kurangnya minat terhadap materi yang diberikan. Keselarasan gerak yang dilakukan siswa DK masih lemah dan


(39)

101

Noviardi Tupan, 2014

Penggunaan metronom lampu untuk meningkatkan koordinasi gerak tari siswa Tunarungu

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

kaku, serta penempatan posisi anggota tubuh secara keseluruhan masih tidak pas dengan koreografi dari karya tari.

3. Ketepatan Koordinasi Gerak tari Dengan Irama Pada siswa FD :

Data pada aspek ketepatan gerak dengan irama dari menunjukkan bahwa ketepatan gerak yang dilakukan subyek FD juga masih jauh dari baik. Gerak yang dilakukan FD belum sesuai dengan beat yang dihasilkan dari lagu, sehingga mengakibatkan aspek ketepatan gerak tarinya masih tidak baik. Grafikpun menunjukkan skor rata-rata tiap sesi yang didapat subyek FD masih jauh dari akurat. Hal ini pun dapat dilihat saat subyek FD sering mengalami keterlambatan atau melakukan gerak mendahului iramanya. 4. Ketepatan Koordinasi Gerak tari Dengan Irama Pada siswa FD :

Pada aspek ini data grafikpun menunjukkan rendahnya kemampuan subyek FD. Hal ini dapat dilihat ketika subyek FD sama halnya dengan subyek DK yang kurang bersemangat dalam melakukan gerak. Hal ini dikarenakan kurangnya minat pada materi, sehingga beberpa kali lupa akan gerakkan. Akibatnya keselarasan gerak yang dilakukan subyek FD juga tidak baik, gerakan masih lemah, serta penempatan posisi anggota tubuh masih tidak tepat dengan koreografi pada materi tarinya.


(40)

102

Noviardi Tupan, 2014

Penggunaan metronom lampu untuk meningkatkan koordinasi gerak tari siswa Tunarungu

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Setelah diberikan intervensi dengan penggunaan metronom lampu sebagai alat bantu koordinasi gerak tari bagi siswa tunarungu, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Ketepatan Koordinasi Gerak Dengan Irama Pada subyek DK :

Pada aspek pertama, yaitu aspek ketepatan gerak dengan irama, data menunjukkan peningkatan, meskipun belum mencapai akurat namun dapat dinilai baik. Hal ini dapat dilihat ketika subyek DK lebih tepat dalam melakukan gerak tarinya dengan beat. DK juga mengalami peningkatan konsentrasi terhadap geraknya yang dipandu dengan metronom lampu, sehingga ketepatan geraknya dengan beat lagu jauh lebih baik dari sebelum diberikan intervensi.

2. Keselarasan Koordinasi Gerak Dengan Irama Pada subyek DK :

Sedangkan pada aspek kedua, yaitu keselarasan gerak tari, data grafikpun menunjukkan peningkatan kemampuan subyek pada aspek ini. Hal ini dapat dilihat ketika subyek DK terlihat sangat bersemangat dan bertenaga dalam melakukan gerak. Kondisi DK yang bersemangat dikarenakan gerak yang dilakukannya memiliki alur atau panduan dari metronom lampu, sehingga dalam melakukan gerak lebih bertenaga, lebih berkualitas, dan terjadi peningkatan pula pada kehapalan akan koreografinya.

3. Ketepatan Koordinasi Gerak Dengan Irama Pada subyek FD :

Pada aspek pertama, yaitu pada aspek ketepatan gerak dengan irama, data menunjukkan peningkatan, meskipun masih belum akurat. Hal ini dapat dilihat, ketika subyek FD lebih tepat dalam melakukan gerak tarinya


(41)

103

Noviardi Tupan, 2014

Penggunaan metronom lampu untuk meningkatkan koordinasi gerak tari siswa Tunarungu

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dengan irama. Subyek FD juga mengalami peningkatan konsentrasi terhadap geraknya dengan hitungan yang dipandu dengan metronom lampu, sehingga ketepatan geraknya lebih baik dibandingkan sebelum diberikan intervensi.

4. Keselarasan Koordinasi Gerak Dengan Irama Pada subyek DK :

Sedangkan pada aspek yang kedua, yaitu keselarasan gerak tari, data grafikpun menunjukkan peningkatan kemampuan subyek pada aspek ini. Hal ini dapat dilihat ketika subyek FD terlihat bersemangat dan bertenaga dalam melakukan gerak. Keselarasan gerak yang dilakukan subyek FD bersemangat dikarenakan gerak yang dilakukannya memiliki alur atau panduan dari metronom lampu, sehingga dalam melakukan gerak lebih bertenaga, lebih ekspresif, dan terjadi peningkatan pula pada hapalan koreografinya.

B. Saran

Atas dasar hasil penelitian ini, maka peneliti memberikan saran-saran sebagai berikut:

1. Bagi Guru

Diharapkan guru di sekolah dapat menggunakan metronom lampu sebagai alat bantu media koordinasi gerak tari bagi siswa tunarungu, atau juga bisa digunakan untuk siswa berkebutuhan khusus lainnya.


(42)

104

Noviardi Tupan, 2014

Penggunaan metronom lampu untuk meningkatkan koordinasi gerak tari siswa Tunarungu

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 2. Peneliti selanjutnya

Diharapkan kepada peneliti selanjutnya agar lebih menyempurnakan kekurangan yang ada pada media metronom ini, seperti halnya dapat mensinkronkan antara beat suatu irama lagu dengan beat dari metronom lampu secara otomatis. Terakhir, pada penelitian yang lain untuk mengunakan metode penelitian lain, sehingga dapat diketahui perbedaannya.


(43)

105

Noviardi Tupan, 2014

Penggunaan metronom lampu untuk meningkatkan koordinasi gerak tari siswa Tunarungu

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR PUSTAKA

Bompa, Tudor ).(1994) Theory and Methodology of Training. Kendal. Iowa: Hunt Publishing Company

Edja Sadjaah. 2003. Pendidikan Bahasa Bagi Anak gangguan Pendengaran

dalam Keluarga. Jakarta: Depdiknas Dirjend. Pend. Tinggi Direktorat

Pembinaan Pend.Tenaga Kependidikan dan Ketenagaan Perguruan Tinggi. Edja Sadjaah-2006 .Penguasaan Keterampilan Menari Melalui Latihan

Kelenturan Gerak pada Anak Tunarungu. Jakarta

Enoch Atmadibrata, (1979), Seni Tari dalam Pendidikan. Buletin Kebudayaan Jawa Barat Bandung, NV. Duta Baru

Harsono, 1988, Coaching dan Aspek-Aspek Psikologis dalam Coaching.. C.V. Tambak Kusuma, Jakarta.

Karen A. Kaufmann. 2006. Inclusive Creative Movement and Dance. USA: University Of Montana

Leni Bunawan. 2000. Penguasaan Bahasa Anak Tunarungu. Jakarta : Yayasan Santi Rama

Moh. Muttaqin, dkk. 2008. Seni Musik Klasik Untuk SMK. Jakarta: Depdiknas Permanarian Somad & Tati Hernawati. (1995). Orthopedagogik Anak Tunarungu.

Jakarta: Depdikbud.

___________. (1996). Orthopedagogik Anak Tunarungu. Jakarta: Depdikbud.

Prof. DR. RM. Soedarsono. 1996. Tari Tradisional Indonesia. Jakarta : Yayasan Harapan Kita

Prof. Dr. Sugiono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung. Alfabeta Bandung

P.Sidik Nugraha BP. 2013. Mengenal Berbagai Macam Variasi Gerak di Tempat. Modul Seni P4TK Seni dan Budaya Yogyakarta

Rahmida Setiawati. 2009. Seni Tari untuk SMK. Jakarta. Kementrian Pendidikan Nasional


(44)

106

Noviardi Tupan, 2014

Penggunaan metronom lampu untuk meningkatkan koordinasi gerak tari siswa Tunarungu

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Sardjono.1997. Orthopaedagogiek Tuna Rungu I (Seri Pendidikan bagi Anak

Tuna Rungu). UNS Press

Sutjihati Sumantri.1996. Psikologi Anak Luar Biasa, Jakarta : Depdikbud

Suharno HP. (1982). Ilmu Coaching Umum (diktat). Yogyakarta: IKIP Yogyakarta

Sunanto. J : (2005) Pengantar Penelitian dengan Subjek Tunggal. Bandung. UPI Yulia Hendrilianti. 2009. Seni Tari untuk SMA. Jakarta. Kementrian Pendidikan

Nasional.

Pete C. (2013). Practicing with a metronome (Online) Tersedia:http://www.practicingmusician.com/2011/09/practicing-with-a-metronome-some-pros-cons-and-tips/ (20 November 2013)

Zainal Alimin (2011). Hambatan belajar dan hambatan perkembangan anak tunarungu [Online]. Tersedia:http://z-alimin.blogspot.com/2008/03/hambatan-belajar-dan-hambatan.html (12 Desember 2013)


(1)

101 kaku, serta penempatan posisi anggota tubuh secara keseluruhan masih tidak pas dengan koreografi dari karya tari.

3. Ketepatan Koordinasi Gerak tari Dengan Irama Pada siswa FD :

Data pada aspek ketepatan gerak dengan irama dari menunjukkan bahwa ketepatan gerak yang dilakukan subyek FD juga masih jauh dari baik. Gerak yang dilakukan FD belum sesuai dengan beat yang dihasilkan dari lagu, sehingga mengakibatkan aspek ketepatan gerak tarinya masih tidak baik. Grafikpun menunjukkan skor rata-rata tiap sesi yang didapat subyek FD masih jauh dari akurat. Hal ini pun dapat dilihat saat subyek FD sering mengalami keterlambatan atau melakukan gerak mendahului iramanya. 4. Ketepatan Koordinasi Gerak tari Dengan Irama Pada siswa FD :

Pada aspek ini data grafikpun menunjukkan rendahnya kemampuan subyek FD. Hal ini dapat dilihat ketika subyek FD sama halnya dengan subyek DK yang kurang bersemangat dalam melakukan gerak. Hal ini dikarenakan kurangnya minat pada materi, sehingga beberpa kali lupa akan gerakkan. Akibatnya keselarasan gerak yang dilakukan subyek FD juga tidak baik, gerakan masih lemah, serta penempatan posisi anggota tubuh masih tidak tepat dengan koreografi pada materi tarinya.


(2)

Setelah diberikan intervensi dengan penggunaan metronom lampu sebagai alat bantu koordinasi gerak tari bagi siswa tunarungu, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Ketepatan Koordinasi Gerak Dengan Irama Pada subyek DK :

Pada aspek pertama, yaitu aspek ketepatan gerak dengan irama, data menunjukkan peningkatan, meskipun belum mencapai akurat namun dapat dinilai baik. Hal ini dapat dilihat ketika subyek DK lebih tepat dalam melakukan gerak tarinya dengan beat. DK juga mengalami peningkatan konsentrasi terhadap geraknya yang dipandu dengan metronom lampu, sehingga ketepatan geraknya dengan beat lagu jauh lebih baik dari sebelum diberikan intervensi.

2. Keselarasan Koordinasi Gerak Dengan Irama Pada subyek DK :

Sedangkan pada aspek kedua, yaitu keselarasan gerak tari, data grafikpun menunjukkan peningkatan kemampuan subyek pada aspek ini. Hal ini dapat dilihat ketika subyek DK terlihat sangat bersemangat dan bertenaga dalam melakukan gerak. Kondisi DK yang bersemangat dikarenakan gerak yang dilakukannya memiliki alur atau panduan dari metronom lampu, sehingga dalam melakukan gerak lebih bertenaga, lebih berkualitas, dan terjadi peningkatan pula pada kehapalan akan koreografinya.

3. Ketepatan Koordinasi Gerak Dengan Irama Pada subyek FD :

Pada aspek pertama, yaitu pada aspek ketepatan gerak dengan irama, data menunjukkan peningkatan, meskipun masih belum akurat. Hal ini dapat


(3)

103 dengan irama. Subyek FD juga mengalami peningkatan konsentrasi terhadap geraknya dengan hitungan yang dipandu dengan metronom lampu, sehingga ketepatan geraknya lebih baik dibandingkan sebelum diberikan intervensi.

4. Keselarasan Koordinasi Gerak Dengan Irama Pada subyek DK :

Sedangkan pada aspek yang kedua, yaitu keselarasan gerak tari, data grafikpun menunjukkan peningkatan kemampuan subyek pada aspek ini. Hal ini dapat dilihat ketika subyek FD terlihat bersemangat dan bertenaga dalam melakukan gerak. Keselarasan gerak yang dilakukan subyek FD bersemangat dikarenakan gerak yang dilakukannya memiliki alur atau panduan dari metronom lampu, sehingga dalam melakukan gerak lebih bertenaga, lebih ekspresif, dan terjadi peningkatan pula pada hapalan koreografinya.

B. Saran

Atas dasar hasil penelitian ini, maka peneliti memberikan saran-saran sebagai berikut:

1. Bagi Guru

Diharapkan guru di sekolah dapat menggunakan metronom lampu sebagai alat bantu media koordinasi gerak tari bagi siswa tunarungu, atau juga bisa digunakan untuk siswa berkebutuhan khusus lainnya.


(4)

2. Peneliti selanjutnya

Diharapkan kepada peneliti selanjutnya agar lebih menyempurnakan kekurangan yang ada pada media metronom ini, seperti halnya dapat mensinkronkan antara beat suatu irama lagu dengan beat dari metronom lampu secara otomatis. Terakhir, pada penelitian yang lain untuk mengunakan metode penelitian lain, sehingga dapat diketahui perbedaannya.


(5)

105

DAFTAR PUSTAKA

Bompa, Tudor ).(1994) Theory and Methodology of Training. Kendal. Iowa: Hunt Publishing Company

Edja Sadjaah. 2003. Pendidikan Bahasa Bagi Anak gangguan Pendengaran dalam Keluarga. Jakarta: Depdiknas Dirjend. Pend. Tinggi Direktorat Pembinaan Pend.Tenaga Kependidikan dan Ketenagaan Perguruan Tinggi. Edja Sadjaah-2006 .Penguasaan Keterampilan Menari Melalui Latihan

Kelenturan Gerak pada Anak Tunarungu. Jakarta

Enoch Atmadibrata, (1979), Seni Tari dalam Pendidikan. Buletin Kebudayaan Jawa Barat Bandung, NV. Duta Baru

Harsono, 1988, Coaching dan Aspek-Aspek Psikologis dalam Coaching.. C.V. Tambak Kusuma, Jakarta.

Karen A. Kaufmann. 2006. Inclusive Creative Movement and Dance. USA: University Of Montana

Leni Bunawan. 2000. Penguasaan Bahasa Anak Tunarungu. Jakarta : Yayasan Santi Rama

Moh. Muttaqin, dkk. 2008. Seni Musik Klasik Untuk SMK. Jakarta: Depdiknas Permanarian Somad & Tati Hernawati. (1995). Orthopedagogik Anak Tunarungu.

Jakarta: Depdikbud.

___________. (1996). Orthopedagogik Anak Tunarungu. Jakarta: Depdikbud.

Prof. DR. RM. Soedarsono. 1996. Tari Tradisional Indonesia. Jakarta : Yayasan Harapan Kita

Prof. Dr. Sugiono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung. Alfabeta Bandung

P.Sidik Nugraha BP. 2013. Mengenal Berbagai Macam Variasi Gerak di Tempat. Modul Seni P4TK Seni dan Budaya Yogyakarta

Rahmida Setiawati. 2009. Seni Tari untuk SMK. Jakarta. Kementrian Pendidikan Nasional


(6)

Sardjono.1997. Orthopaedagogiek Tuna Rungu I (Seri Pendidikan bagi Anak Tuna Rungu). UNS Press

Sutjihati Sumantri.1996. Psikologi Anak Luar Biasa, Jakarta : Depdikbud

Suharno HP. (1982). Ilmu Coaching Umum (diktat). Yogyakarta: IKIP Yogyakarta

Sunanto. J : (2005) Pengantar Penelitian dengan Subjek Tunggal. Bandung. UPI Yulia Hendrilianti. 2009. Seni Tari untuk SMA. Jakarta. Kementrian Pendidikan

Nasional.

Pete C. (2013). Practicing with a metronome (Online) Tersedia:http://www.practicingmusician.com/2011/09/practicing-with-a-metronome-some-pros-cons-and-tips/ (20 November 2013)

Zainal Alimin (2011). Hambatan belajar dan hambatan perkembangan anak tunarungu [Online]. Tersedia:http://z-alimin.blogspot.com/2008/03/hambatan-belajar-dan-hambatan.html (12 Desember 2013)