PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN TARI UNTUK MENINGKATKAN KREATIVITAS SISWA TUNANETRA DAN TUNARUNGU.

(1)

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN TARI UNTUK

MENINGKATKAN KREATIVITAS

SISWA TUNANETRA DAN TUNARUNGU

DISERTASI

Diajukan untuk memenuhi sebagian syarat untuk memperoleh gelar

Doktor Program Studi Pengembangan Kurikulum

Promovendus:

Heni Komalasari

NIM. 0807946

PROGRAM STUDI PENGEMBANGAN KURIKULUM (S3)

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2014


(2)

==================================================================

Pengembangan Model Pembelajaran Tari

untuk Meningkatkan Kreativitas Siswa

Tunanetra dan Tunarungu

Oleh

Heni komalasari

S.Pd UPI, 1998

M.Pd Pada Pengembangan Kurikulum, 2004

Sebuah Disertasi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Doktor Pendidikan (Dr.) pada Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni

© Heni Komalasari 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

Agustus 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Disertasi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

Disetujui dan disahkan oleh panitia disertasi:

Promotor merangkap Ketua

Prof. Dr. Wina Sanjaya, M,Pd. NIP. 196205181986101000

Kopromotor merangkap Sekretaris

Dr. Zaenal Alimin, M.Ed.

NIP.195903241984031002

Anggota

Juju Masunah, M.Hum,. Ph.D. NIP. 196305171990032001

Mengetahui,

Ketua Jurusan/Ketua Program Studi Pengembangan Kurikulum

Prof. Dr. H. Ishak Abdulhak, M.Pd. NIP. 194902271977031002


(4)

(5)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN...i

ABSTRAK...ii

ABSTRACT...iii

KATAPENGANTAR...iv

DAFTAR ISI...v

DAFTAR TABEL ...ix

DAFTAR GAMBAR ...xi

DAFTAR GRAFIK ...xiii

DAFTAR LAMPIRAN……….………..xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ...1

1.2 Identifikasi masalah………...………9

1.3 Rumusan Masalah ...10

1.4 Tujuan Penelitian ...11

1.5 Manfaat Penelitian ...12

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Pengembangan kurikulum pendidikan seni tari di SDLB A dan B…...13

2.1.1 Landasan prinsip pengembangan………13

2.2.2 Pengembangan kurikulum pembelajaran seni tari di SDLB A dan B….17 2.2Karakteristik siswa berkebutuhan khusus…..……...…...……..………21

2.2.1Karakteristik siswa tunanetra dan tunarungu….………...……….22


(6)

2.4 Pengembangan kreativitas siswa tunanetra dan tunarungu melalui

pembelajaran tari………..…….33

2.5 Pengembangan kecerdasan majemuk pada siswa tunanetra dan tunarungu melalui pembelajaran seni tari………...……..37

2.6 Pengembangan model pembelajaran sinektik………...…...37

2.6.1 Model pembelajaran pemrosesan informasi………39

2.6.2 Model sinektik……….44

2.7Pengembangan model sinektik dalam pembelajaran seni tari………...51

2.8Tari sebagai media ajar bagi siswa tunanetra dan tunarungu…..……..52

2.8.1 Kontentari………..………...52

2.8.2 Konsep tari sebagai media untuk mendidik………..……….55

2.8.3 Fungsi tari sebagai media terapi bagi siswa tunanetra dan tunarungu..58

2.9Penelitian yang relevan……….60

2.10 Asumsi………...65

2.11 Hipotesis………...……….67

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian, Populasi dan Sampel...68

3.2 Desain Penelitian...69

3.3 Metode Penelitian...74

3.4 Defenisi Operasional...77

3.5 Instrumen Penelitian...78

3.6 Pengembangan Instrumen...79

3.7 Teknik Pengumpulan Data...81

3.8 Teknik Analisis Data...82

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil penelitian...83


(7)

4.1.1 Gambaran umum pembelajaran seni tari di SD Luar Biasa di Kota dan

Kabupaten Bandung...83

4.1.2 Keadaan dan kondisi guru pada SDLB ...86

4.1.3 Kurikulum dan implementasi pembelajaran seni tari ...87

4.1.4 Motivasi belajar siswa SDLB A dan B ...88

4.2 Hasil pengembangan model pembelajaran tari untuk siswa tunanetra dan tunarunggu ...89

4.2.1 Draf awal model...89

4.3 Uji coba tahap 1 model pembelajaran tari untuk siswa SDLB A Pajajaran dan SDLB B Cicendo ...108

4.4 Revisi pengembangan desain model pembelajaran tari………...121

4.5 Orientasi pengembangan model pembelajaran……...128

4.6 Hasil uji coba terbatas (Ujicoba tahap II)...133

4.6.1 Deskripsi model pembelajaran tari untuk tunanetra berdasarkan model sinektik……….……….133

4.6.2 Deskripsi model pembelajaran tari untuk tunarungu berdasarkan model sinektik……….……….143 4.6.3 Deskripsi proses pembelajaran hasil uji coba terbatas (uji coba tahap II) di SDLB A Pajajaran………...……150 4.6.4 Deskripsi proses embelajaran Hasil Ujicoba Terbatas ( Tahap II ) di SDLB B di Cicendo ...159

4.7 Hasil Uji coba luas Tahap III ...166

4.7.1 Hasil Ujicoba luas (Tahap III) di SDLB YPKR Warung Lahang Kecamatan Cicalengka ………..………….…….166

4.7.2 Deskripsi model pembelajaran untuk tunarunggu berdasarkan model sinektik...167

4.7.3 Deskripsi proses pembelajaran hasil uji coba luas di SDLB B YPKR Warung Lahang Kecamatan Cicalengka...175


(8)

4.8 Hasil uji coba luas ( tahap III) di SDLB A YPKR Cicalengka

…………...……….……..184

4.8.1 Deskripsi pelaksanaan model pembelajaran tari siswa tunanetra dengan tahapan sinektik...185

4.8.2 Hasil pelaksanaan uji coba luas di SDLB A YPKR Cicalengka...192

4.9 Hasil validasi model……….……..…..203

4.9.1 Desain eksperimen yang di gunakan ………..………...203

4.10 Uji normalitas………..………...206

4.10.1 Hasil implementasi tahap 1,2 dan 3 pada model pembelajaran tari dengan mengembangakan kreativitas siswa tunanetra dan tunarunggu...207

4.11 Pembahasan penelitian ...217

4.11.1 Pembahasan studi pendahuluan...221

4.11.2 Pembahasan hasil pengembangan...223

4.11.3 Pembahasan hasil validitas model...229

4.11.4 Hasilfocus groupdiscussion……....230

4.12 Temuan hasil penelitian………...233

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan...241

5.2 Saran...244

5.3 Daftar Pustaka ...247


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel

2.1 Tahapan strategi sinektik...49 3.1 Rentang nilai kreativitas pada siswa tunanetra………..……..80 3.2 Rentang nilai kreativitas pada siswa tunarungu……….…..80 4.1 Syntakpembelajaran tari untuk siswa tunanetra dan tunarungu..….…...…91 4.2 Tahapan strategi sinektik………..………...92 4.3 Syntax model tari untuk siswa tunanetra dan tunarungu dengan

menggunakan tahapan sinektik……….…………..………..………...93 4.4 Deskripsi individual siswa tunanetra dalam proses pembelajaran….…...111 4.5Nilai tingkat kreativitas siswa tunanetra SDLB A Pajajaran………...…...115 4.6Deskripsi individual siswa tunarungu dalam pembelajaran tari di SDLB B

Cicendo………...…………...………..………118

4.7Nilai tingkat kreativitas siswa tunarungu SDLB B Cicendo………….…..121 4.8 Revisi syntax model tari untuk siswa tunanetra dan tunarungu dengan menggunakan tahapan sinektik……...……...………...…127 4.9 Deskripsi individual siswa tunanetra dalam proses pembelajaran

di SDLB A Pajajaran……...……...……….153

4.10 Nilaitingkatkreativitassiswa tunanetra ...156 4.11 Deskripsi individual siswa tunarungu dalam proses pembelajaran ... ...161 4.12 Hasil uji coba model pembelajaran seni tari di SDLB B Cicendo…….….163 4.13 Daftarnamasiswa tunarungu di SDLB BCD YPKR Warung Lahang...…166 4.14 Deskripsiperkembangan siswa tunarungu SDLB B YPKR Cicalengk…..178 4.15 Penilaiankreativitas tari siswa tunarungu warung lahang………..……....181 4.16 Daftar nama siswa tunanetra di SDLB A YPKR Cicalengka Kabupaten

Bandung………..….…..184

4.17 Deskripsi individual siswa tunanetra SDLB A YPKR Cicalengka….…..196 4.18 Penilaian kreativitas tari siswa tunanetra………...200


(10)

4.19 Uji normalitas implementasi model tahap 1 pada siswa tunanetra…..207 4.20 Uji normalitas implementasi model tahap 1 pada siswa tunarungu…208 4.21Uji normalitas implementasi model tahap 2 pada siswa tunanetra…..208 4.22Uji normalitas implementasi model tahap 2 pada siswa tunarungu….209 4.23Uji normalitas implementasi model tahap 3 pada siswa tunanetra…..209 4.24Uji normalitas implementasi model tahap 3 pada siswa tunarungu….210 4.25Uji-t sampel berpasangan aspek implementasi model tahap 1

Padasiswa tunanetra…………..………..…..211

4.26 Uji-t sampel berpasangan aspek implementasi model tahap 1

padasiswa tunarungu………..212

4.27Uji-t sampel berpasangan aspek implementasi model tahap 2

padasiswatunanetra……….……..………213

4.28 Uji-t sampel berpasangan aspek implementasi model tahap 2

padasiswa tunarungu………...……..214

4.29Uji-t sampel berpasangan aspek implementasi model tahap 3

padasiswa tunanetra……….………..……215

4.30Uji-t sampel berpasangan aspek implementasi model tahap 3

padasiswa tunarungu……….….216

4.31Pengembangan syntax model tari untuk siswa tunanetra dan tunarungu dengan menggunakan tahapan sinektik………..…….…..225


(11)

DAFTAR GAMBAR Gambar

1.1 Pemetaan masalah ... …...9

2.1 The teaching and learning process model in dance………..……...20

2.2 Sistem pemrosesan informasi……….……….…….41

2.3 Keterpaduan materi dalam tari ... .…58

2.4 Model pengembangan pembelajaranberorientasi model sinektik (penelitianhibah pasca)………..…………..…….……....…………..64

2.5 Kerangka berpikir penelitian………66

3.1 Alur prosedur pengembangan model pembelajaran………73 3.2 Langkah-langkah modifikasi R&D………..……...………….77

4.1 Desain pengembangan model………...90 4.2 Revisi desain pengembangan model pembelajaran sinektik……….……123

4.3 Pengembangan model sinektik………...124

4.4Bentuk-bentuk reliefyang meniru bentuk-bentuk bagian kereta api...134

4.5 Bentuk relief untuk mendikreksikan gerak ... ...137

4.6 Topeng Klana berkarakterkan gagah ... ...139

4.7 Topeng Pamindo yang berkarakter lincah……….. ... ...140

4.8 Proses mengenal bentuk relief………158

4.9 Proses mengenal bentuk relief………158

4.10 Proses Mengenal Bentuk Relief……….…………....158

4.11 Proses Mengenal Bentuk Relief……….…....158

4.12 Beragam Gerak Kreatif Yang Di Eksplorasi………...159

4.13 Beragam Gerak Kreatif Yang Di Eksplorasi……….159

4.14 Proses Pembelajaran Dengan Menggunakan Stimulasi Visual………...165

4.15 Proses Pembelajaran Dengan Menggunakan Stimulasi Visual…...……..165 4.16 Siswa Beranalogi Tentang Topeng Lincah………..…..165


(12)

4.18 Proses Ekplorasi Gerak………..………..……..166

4.19 Proses Ekplorasi Gerak………..………....166

4.20 Gambar nilai ketukan 1, ½ dan ¼ ……….………...171

4.21 Proses berkreasi gerak melalui analogi personal terhadap benda di sekitar………..………...183

4.22 Proses berkreasi gerak melalui analogi personal terhadap benda di sekitar……….183

4.23Ekplorasi beragam lintasan gerak...183

4.24Ekplorasi beragam lintasan gerak………..183

4.25Eksplorasi beragam karakter gerak kuat dan lemah………...183

4.26 Eksplorasi beragam karakter gerak kuat dan lemah………….…………..183

4.27Proses menghayati rasa irama iringan gerak tari dengan merasakan getaran dari musik pada radio tape…….………..…………...……...184

4.28Proses menghayati rasa irama iringan gerak tari dengan merasakan getaran dari musik pada radio tape………..….………...…...184

4.29Rangsang perabaan untuk berkreasi gerak melalui proses analogi ….…..202

4.30Rangsang perabaan untuk berkreasi gerak melalui proses analogi ….…..202

4.31Rangsang perabaan untuk berkreasi gerak melalui proses analogi ……...202

4.32Beranalogi dan berekspresi karakter melalui rangsang raba pada topeng Klana……….……….…………....……202

4.33Beranalogi dan berekspresi karakter melalui rangsang raba pada topeng Klana……….……….…202

4.34Beranalogi dan berekspresi karakter melalui rangsang raba pada topeng Pamindo………..………….…….….203

4.35Beranalogi dan berekspresi karakter melalui rangsang raba pada topeng Pamindo………...………….….203

4.36Kurva uji-t dua Pihakuji tahap 1 pada siswa tunanetra………..212


(13)

4.38Kurva uji-t dua pihakuji tahap 3 pada siswa tunanetra………..216 4.39Kurva uji-t dua pihak uji tahap 3pada siswa tunarungu……..…….…..217

4.40Prosespengembangan model………...…..221


(14)

DAFTAR GRAFIK

Grafik

4.1 Hasil nilai perlakuan pada siswa tunanetra SDLB Cicendo……157 4.2 Perbandingan hasil pre-test dan post test siswa SDLB Cicendo..158 4.3 Nilai kreativitas siswa tunarunggu ...164 4.4 Perbanding Pre-test dan Post-test ...165

4.5 Hasil perkembangan kreatifitas siswa tunarungu ………182 4.6 Perbandingan perkembangan kreativitas siswa tuna rungu...182 4.7 Hasil uji coba model pembelajaran seni tari di Tari

di SDLB B YPKR Warung Lahang Cicalengka………..200 4.8 Perbandingan pre-test dan post-test pembelajaran Tari

di SDLB A YPKR Cicalengka……….………201

4.9 Perbandingan pre-testdan post-testpembelajaran tari


(15)

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1

Format observasi lapangan pra survey………...250 Lampiran 2

Formatobservasilapangan pelaksanaan penelitian………..…………...253 Lampiran 3

RPP model pembelajaran tari tunanetra uji coba tahap 1………...…...255 Lampiran 4

RPP model pembelajaran tari tunarungu uji coba tahap I……….…..……258 Lampiran 5

RPP model pembelajaran tari tunanetra ujicoba tahap II………..…..…261 Lampiran 6

RPP model pembelajaran tari tunarungu uji coba tahap II………..………264 Lampiran 7

RPP model pembelajaran tari tunanetra uji coba tahap III………..267 Lampiran 8

RPP model pembelajaran tari tunarungu uji coba tahap III………..…...270 Lampiran 9

Format observasikreativitas pada siswa tunanetra pada implementasi pengembangan model pembelajaran sinektik pada pembelajaran seni tari…….273

Lampiran 10

Format observasikreativitas pada siswa tunarungu pada implementasi pengembangan model pembelajaran sinektik pada pembelajaran seni tari…….274


(16)

Rentang nilai kreativitas pada siswa tunanetra………275

Lampiran 12 Rentang nilai kreativitas pada siswa tunarungu……….…..………...276

Lampiran 13 Proses pembelajaran tari di SDLB A Pajajaran………...….…………..277

Lampiran 14 Proses pembelajaran seni tari di SDLB B Cicendo…………..………….…….279

Lampiran 15 Proses pembelajaran tari di SDLB YPKR Warunglahang………..281

Lampiran 16 Proses pembelajaran seni tari di SDLB A YPKR Cicalengka……….283

Lampiran 17 SK Pembimbing……….…………..288

Lampiran 18……….………290

Lampiran 19……….………291


(17)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan mengembangkan model pembelajaran tari untuk meningkatkan kreativitas siswa tunanetra dan tunarungu yang berorientasi pada model sinektik. Kreativitas perlu dikembangkan karena merupakan potensi yang dapat membentuk sikap dan cara berfikir dalam memecahkan masalah sehingga dapat membantu siswa tunanetra dan tunarungu dalam perkembangannya menuju kedewasaannya. Pengembangan model sinektik dengan tahapan analoginya dapat melatih kreativitas.Kegiatan menari dapat dijadikan media untuk mengembangkan kemampuan kreativitas siswa tunanetra dan tunarungu dengan menggunakan tahapan model sinektik melalui kegiatan seperti menemukan ide gerak, bergerak sesuai dengan interpretasi siswa terhadap stimulus yang diberikan, menyusun gerak-gerak secara kreatif, dan menampilkan gerak hasil kreativitas siswa.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Research and depelovment¸yang dilakukan dalam tiga tahap uji coba, dengan maksud untuk memperoleh hasil model yang efektif dan efisien serta peningkatan kreativitas siswa tunanetra dan tunarungu yang signifikan. Pada penelitian ini peneliti melibatkan 4 sekolah dasar bagi tunanetra dan tunarungu di kota dan kabupaten Bandung.

Dari hasil pengujian data dilapangan menunjukan bahwa kreativitas siswa tunanetra dan tunarungu dapat berkembang baik dari setiap uji coba. Dari hasil tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pengembangan model pembelajaran seni tari ini memiliki kontribusi yang tinggi terhadap peningkatan kualitas proses belajar mengajar pendidikan seni tari dan peningkatan kreativitas siswa tunanetra dan tunarungu. Hallainnya adalah model pembelajaran yang dikembangkan mampu mengeliminir faktor-faktor penghambat yang dimiliki oleh siswa tunanetra dan tunarungu, sehinggapembelajaran seni tari dapat terlaksana dengan baik.

Kata kunci: pengembangan model pembelajaran, sinektik, kreativitas, siswa tunanetra, siswa tunarungu, seni tari.


(18)

ABSTRACT

The research aimed to develop a dance learning model to improve the creativity of visually impaired and hearing-impaired students oriented at synectic model. The development of synectic model with its analogous stages can train creativity. Creativity has to be developed because it is potential to shape attitude and ways of thinking in problem solving, which can consequently help visually impaired and hearing-impaired students in their development to maturity. Dance activities can be made media to develop creativity of visually impaired and hearing-impaired students using the stages of synectic model through the activities such as, finding ideas of movements, moving according to students’ interpretation of the given stimuli, composing movements creatively, and performing the movements as outcomes of students’ creativity.

The method employed in this research was Research and Development, conducted in three stages of trials, intending to gain an effective and efficient model and to significantly improve the creativity of visually impaired and hearing-impaired students. In this research, the researcher involved four elementary schools for visually impaired and hearing-impaired students located in Bandung Municipality and Bandung Regency.

Tests of data in the field demonstrated that the creativity of visually impaired and hearing-impaired students could develop well in each test. From these results, it can be concluded that the development of dance learning model had a high contribution towards the improvement of teaching and learning quality of dance education and the improvement of visually impaired and hearing-impaired students’ creativity. In addition, the developed learning model was able to eliminate the inhibiting factors among visually impaired and hearing-impaired students, so that the teaching and learning of dance could be well executed.

Keywords: Development of learning model, synectic, creativity, visually impaired students, hearing-impaired students, dance.


(19)

(20)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang penelitian

Pendidikan memiliki relevansi dengan pembentukan manusia yang berkualitas yakni menyiapkan individu yang memiliki potensi yang berkaitan dengan moral, intelektual, dan jasmani untuk mencapai tujuan hidupnya. Sekolah sebagai agen perubahan merupakan tempat untuk mempersiapkan peserta didik untuk menjadi individu yang utuh yang siap untuk hidup di masyarakat melalui proses pendidikan. Seperti yang disebutkan dalam Undang-undang (UU) No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), yakni:

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara” (Cahyo, 2013, hlm.18).

Pendidikan seni tari merupakan bagian dalam proses pendidikan yang berkontribusi terhadap penyiapan peserta didik . Pendidikan seni tari khususnya di sekolah dasar merupakan salah satu bidang ajar yang secara fundamental memberikan nilai-nilai estetis bagi para siswa. Siswa sebagai hasil proses pendidikan dapat menjadi manusia indonesia yang utuh, serta siap hidup di masyarakat. Pendidikan seni tari dapat berkontribusi mengembangkan cita rasa keindahan, serta mempunyai kemampuan menghargai karya seni yang dapat membentuk individu yang apresiatif terhadap seni budayanya. Proses pembelajaran seni tari berfungsi menjadi media ekspresi, komunikasi, pengembangan kreativitas yang dapat merangsang kemampuan berfikir salah satunya adalah kemampuan kreativitas.

Kreativitas merupakan salah satu potensi yang harus dikembangkan pada peserta didik. Kreativitas perlu ditanam, dipupuk dan dikembangkan sejak dini. Menurut Seto (2004, hlm.12) pengertian tentang kreativitas adalah,


(21)

2

Ditinjau dari produknya, kreativitas diartikan sebagai kemampuan menghasilkan produk-produk baru. Pengertian “baru” disini tidak perlu berarti benar-benar baru namun dapat berarti kombinasi atau gabungan dari beberapa hal yang sebelumnya sudah ada.

Kreativitas merupakan manivestasi dari individu untuk mewujudkan dirinya yang juga termasuk salah-satu kebutuhan pokok dalam hidup. Kreativitas adalah kemampuan ekspresi diri yang bebas dari hambatan-hambatan sehingga bisa mewujudkan diri tanpa harus ragu oleh orang lain. Dampak yang lebih diharapkan adalah kemampuan kreatif setiap individu tersebut dapat terbawa sampai kehidupannya menuju kedewasaan untuk hidup di masyarakat, sehingga menjadi individu yang dapat memecahkan berbagai permasalahan hidup yang dihadapinya. Pentingnya pembinaan kreativitas disebutkan juga dalam tujuan pendidikan nasional sebagai berikut,

Tujuan pendidikan nasional bertujuan membentuk manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, beretika (beradab dan berwawasan budaya bangsa Indonesia), memiliki nalar (maju, cakap, cerdas, kreatif, inovatif dan bertanggungjawab), berkemampuan komunikasi sosial (tertib dan sadar hukum, kooperatif dan kompetitif, demokratis), dan berbadan sehat sehingga menjadi manusia mandiri. (Mulyasa, 2004, hlm.21)

Seperti disebutkan pada bahasan sebelumnya bahwa kreativitas perlu dikembangkan pada semua peserta didik. Setiap peserta didik memiliki pribadi serta potensi tersendiri, dimana setiap pribadi memiliki persamaan dan perbedaan dengan peserta didik lainnya. Siswa tunanetra dan tunarungu memiliki perbedaan pribadi dan potensi tersendiri, kreativitas merupakan salahsatu potensi yang bisa dikembangkan untuk membantu kemampuan mereka dalam memecahkan persoalan kehidupan. Oleh sebab itu, pelayanan pendidikan sudah selayaknya dapat diberikan kepada seluruh peserta didik baik yang memiliki kondisi normal ataupun yang memiliki keterbatasan dalam hal ini adalah siswa berkebutuhan khusus yakni siswa tunanetra dan tunarungu untuk mengembangkan potensi dirinya khususnya kreativitas. Hidayat dkk. (2006, hlm. 10) menyebutkan,

Pada dekade terakhir ini pandangan masyarakat terhadap penyandang kelainan telah bergeser ke arah yang semakin positif dan sampai pada


(22)

3

anggapan bahwa penyandang kelainan itu pada dasarnya tidak berbeda (sama) dengan yang tidak kelainan (normal). Artinya mereka mempunyai hak yang sama dengan manusia yang normal dalam menikmati kehidupan, pelayanan pendidikan yang berkualitas, dalam kehidupan sosial dan kemasyarakatan.

Siswa tunanetra dan tunarungu merupakan siswa berkebutuhan khusus yang perlu diberikan kesempatan dan pelayanan yang sama dalam hal pendidikan dengan siswa lainnya yang normal, hal ini memiliki relevansi dengan pendidikan multikultural. Pendidikan multikultural menekankan pada demokrasi, pelayanan yang sama, saling memahami, dan saling menghargai tanpa memandang perbedaan yang dimiliki. Pendapat Masunah (2008, hlm. 28) tentang pendidikan multikultural adalah sebagai berikut,

An important goal of multicultural education is to develop an understanding of oneself and other. Multicultural education aims to help individual develop an understanding of how they may shape and reshape their identity by viewing themselves from the perspectives of the cultures Konsep multikultural sebaiknya menjadi landasan dalam pelayanan pendidikan seni tari di sekolah sehingga semua siswa dengan berbagai perbedaan yang dimiliki khususnya siswa tunanetra dan tunarungu mendapatkan pelayanan yang sama dalam pembelajaran. Efendi (2008, hlm.1) tentang pelayanan penyandang cacat disebutkan bahwa,

Dengan memberikan kesempatan yang sama kepada anak berkelainan untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran, berarti memperkecil kesenjangan angka partisipasi pendidikan anak normal dengan anak berkelainan. Untuk investasi jangka panjang dengan lahirnya para penyandang cacat yang terdidik dan terampil, secara tidak langsung dapat mengurangi biaya pos perawatan dan pelayanan kebutuhan sehari-hari. Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa setiap siswa berkebutuhan khusus mempunyai hak yang sama dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan khususnya dalam pelayanan pendidikan. sejalan dengan pernyataan dalam Hodkinson (2009, hlm. 30) tentang hak pelayanan yang sama, yakni sebagai berikut,


(23)

4

2. Children should not be devalued or discriminated agains by being excluded or sent away becouse of their disability difficulty.

3. Disabled adult, describing themselves as special school survivor, are demanding an edn to segregation

4. There are no legitimate reasons to separate children for their education. Children belong together – with advantages and benefits for everyone. They do not need to be protected from each other

Merujuk pendapat tersebut kurikulum pendidikan seni yang dikembangkan harus memperhatikan kebutuhan dan kondisi peserta didik khususnya siswa berkebutuhan khusus dalam hal ini siswa tunanetra dan tunarungu. Sangatlah perlu dilakukan inovasi pembelajaran tentang pembelajaran khususnya seni tari yang dapat berkontribusi terhadap perkembangan kompetensi siswa tunanetra dan tunarungu. Khusus bagi siswa tunanetra pada saat ini tidak ada kurikulum untuk pembelajaran seni tari bagi mereka di sekolah. Sebenarnya tari dapat diajarkan bagi siswa tunanetra. Anggapan siswa khususnya tunanetra sulit diajari menari dapat diatasi dengan melakukan inovasi tentang strategi pembelajaran yang berorientasi pada kondisi dan kebutuhan siswa. Begitupula dengan siswa tunarungu, walaupun pada beberapa sekolah yang peneliti observasi pembelajaran seni tari dilaksanakan namun masih perlu pengembangan dan inovasi pembelajaran seni tari yang dapat lebih berkontribusi bagi keterbatasan mereka. Sesuai dengan pernyataan Hidayat dkk. (2006, hlm. 15) yang menyebutkan bahwa,

kurikulum seyogyanya disesuaikan dengan kebutuhan anak bukan sebaliknya. Oleh karena itu sekolah seyogyanya memberikan kesempatan kurikuler yang disesuaikan dengan anak yang memiliki bermacam-macam kemampuan dan minat.

Berdasarkan pernyataan tersebut perlu kiranya guru sebagai pelaksana kurikulum harus mampu menjabarkan melalui menyelenggarakan proses pembelajaran seni tari secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, kreatif, berpeluang untuk berprakarsa, dan mandiri sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis siswa tunanetra dan tunarungu. Bila inovasi pembelajaran seni tari yang dapat berkontribusi terhadap perkembangan


(24)

5

kompetensi siswa tunanetra dan tunarungu dilakukan tentulah akan berpengaruh terhadap pengembangan kurikulum yang diberlakukan.

Dalam penelitian ini, kegiatan menari dijadikan suatu media atau alat untuk mengembangkan kemampuan kreatif melalui pengalaman yang menyenangkan bagi siswa berkebutuhan khusus di Sekolah Dasar Luar Biasa khususnya bagi siswa tunanetra (SDLB A) yang meliputi buta total dan juga low vision, juga siswa tunarungu (SDLB B) yang meliputi deaf (tuli), dan low hearing. Sebagai media, tari dapat mengarahkan siswa tunanetra dan tunarungu untuk mengekspresikan dirinya secara bebas namun melalui bimbingan, sehingga mereka dapat mengetahui bagaimana ia bergerak tari, memanfaatkan gerak anggota tubuhnya sebagai media gerak, dan menemukan kekuatannya sebagai alat komunikasi. Belajar menari khususnya di sekolah dasar luar biasa tidak terpatok pada tarian yang sudah jadi dengan tahapan-tahapan gerak bakunya, namun kegiatan menari dijadikan suatu kegiatan berekspresi dan bereksplorasi melalui pengalaman gerak dan irama, bersifat terapis yang kegiatannya mengarah atau berpusat pada anak.Gerak yang mereka lakukan diharapkan mampu mengembangkan beragam kepekaan yang mampu berkontribusi terhadap pengembangan dirinya, dan membantu meminimalisir kekurangan yang selama ini mereka rasakan. Dalam Delphie (2006, hlm. 69) menyebutkan tentang fungsi gerak dan irama bagi program pendidikan luar biasa yaitu sebagai berikut:

1. Meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan fisik 2. Meningkatkan kesegaran jasmani dan kesehatan 3. Meningkatkan keterampilan gerak

4. Meningkatkan daya-nalar dan kecerdasan

5. Menumbuhkan kehidupan yang kreatif, reaktif, dan dapat bermasyarakat

Berdasarkan pernyataan tersebut, kondisi siswa SDLB khususnya tunanetra dan tunarungu sangat menentukan tujuan serta proses pembelajaran pendidikan seni tari yang dilakukan oleh guru. Guru harus mampu memahami kebutuhan siswa terhadap materi tari yang diajarkan, salah satunya adalah bagaimana guru dapat mengidentifikasi kemampuan dari siswa yang dihadapinya. Seperti diungkapkan oleh Kaufman (2006, hlm.15),


(25)

6

Identifying a student’s abilities is essential part of modifying instruction. When student’s ability is covered, often new talents arise that were previously unrecognized. As a teacher, in this process is to identify the facility, talent, and skills in each student and present opportunities to use and enhance these qualities in dance learning.

Peneliti telah melakukan observasi awal yang dilakukan terhadap siswa tunanetra di SDLB A yang bertempat di Jalan Pajajaran Bandung, dan siswa tunarungu di SDLB B yang beralamat di Jl Cicendo Bandung pada tanggal 7 s/d 14 Oktober 2009, diperoleh data bahwa siswa tunanetra cenderung kurang memiliki rasa percaya diri, orientasi mobilitas yang kurang. Ketunanetraan menyebabkan keterbatasan yang serius pada perkembangan fungsi kognitif siswa tunanetra yaitu dari segi pengalamannya, kemampuannya untuk bergerak di dalam lingkungannya, serta interaksinya dengan lingkungan sosialnya. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Tarsidi (2002, hlm. 5) tentang Kompetensi sosial anak tunanetra yakni,

Anak tunanetra bawaan (congenitally blind) tidak dapat meperoleh pola prilaku atas dasar peniruan secara visual. Bagi anak awas, peniruan visual memberikan banyak kesempatan belajar secara sosial-seperti postur tubuhyang normal pada saat berjalan, cara bermain, berbagai gerakan ekspresi serta cara melaksanakan berbagai keterampilan kehidupan sehari-hari.dengan intervensi yang tepat dari orang dewasa,keterbatasan-keterbatasan tersebut dapat diminimalkan.

Siswa tunanetra mengalami hambatan penglihatan sehingga kondisi tersebut juga berpengaruh terhadap perkembangan kemampuan kreatif mereka. Kecenderungan sekolah dalam mengajarkan materi secara imitatif, satu arah, tanpa memotivasi dan menggali kreativitas membuat siswa tunanetra cenderung pasif dalam pembelajaran.

Survey terhadap siswa tunarungu menunjukan kondisi siswa cenderung agresif, individual, bahasa tubuh dan ekspresi yang kurang terkontrol. Siswa tunarungu merupakan siswa yang memiliki keterbatasan dalam pendengaran, memiliki kedala dalam hal aspek perkembangan bahasa, perkembangan intelektual, serta interaksi sosial. Pendapat Kaufman (2006, hlm.12) yakni,


(26)

7

Hearing impairment : this term referm refers to a partial or total hearing loss in which the student is unable to process language through hearing, with or with or without an amplification device. Many deaf people do not consider themselves disadbled. Being deaf today means being a member of a subculture of society that has its role in the hearing world. Generally, deaf children equal nondeaf peers in motor skills, unless the semicircular canals of the inner ear are damaged and balance problems exist.

Kemampuan kreativitas siswa tunarungu sebenarnya tidak mengalami hambatan apabila proses pembelajaran yang dilakukan tidak bersifat pasif dan satu arah. Hal ini memiliki kesamaan dengan proses pembelajaran yang dialami oleh siswa tunanetra. Kondisi kreativitas siswa tunarungu pada saat peneliti melakukan survey khususnya dalam pembelajaran seni tari sangat rendah disebabkan pola pembelajaran yang cenderung satu arah, imitatif, dan kurang memberikan kesempatan siswa untuk bereksplorasi.

Berdasarkan data tersebut peneliti menyimpulkan hasil survey bahwa guru perlu mengenali modalitas siswa tunanetra dan tunarungu dan dijadikan orientasi dalam mengembangkan stimulus dalam pembelajaran seni tari untuk mengoptimalkan beragam potensi dan kecerdasan. Guru dapat mengoptimalkan modalitas yang dimiliki siswa dalam hal ini indera lainnya yang dimiliki siswa tunanetra dan tunarungu. DePorter (2007, hlm. 110) menyebutkan pengertian modalitas yakni, “ Bagaimana kita menyerap informasi (modalitas)”. Modalitas yang dimiliki setiap peserta didik terdiri dari penglihatan, pendengaran, perabaan, dan kinestetik (gerak). Siswa tunanetra baik yang total maupun yang low vision memiliki indra peraba dan pendengaran dan siswa tunarungu memiliki indra penglihatan dan perabaan yang dapat dijadikan orientasi guru dalam mengembangkan strategi dalam pembelajaran seni tari. Dalam Kaufman (2006) mengungkapkan bahwa ada lima kemampuan menari siswa ABK yang dapat ditingkatkan hal tersebut meliputi body awarenes, spatial awarenes, waching movement cues, danvisualization skill and recall. Pendapat tersebut dapat dijadikan rujukan pembelajaran seni tari yang mengembangkan kreativitas bagi siswa tunanetra dan tunarungu.


(27)

8

Selain data tentang kondisi obyektif kreativitas tunanetra dan tunarungu, peneliti juga memperoleh data yang mendukung kondisi lapangan tentang pembelajaran seni tari di sekolah luar biasa. Dari hasil pembagian kuesioner tentang pelaksanaan pembelajaran seni budaya khususnya seni tari pada 41 guru PLB pada saat pelatihan mata pelajaran seni budaya se-provinsi Jawa Barat pada tanggal 22 April 2010 diperoleh data bahwasekitar 15 % dari jumlah peserta adalah guru pendidikan seni serta mengajarkan seni budaya, serta 21,5 % membelajarkan seni tarinamun dari hasil wawancara mereka mengajarkan dengan sistem pembelajaran tradisional, yaitu secara peniruan. Hal tersebut diperkuat dengan hasil penelitian Tesis Ariswati (2010) tentang pembelajaran seni tari di SLB B dan Penelitian Tesis Prasasti untuk pembelajaran seni musik di SLB B (2010), yang membuktikan bahwa sistem pembelajaran yang dilakukan dengan model training atau pelatihan, yang lebih menekankan pada pembelajaran peniruan.Hal-hal yang terjadi di lapangan menjadi bahan kajian peneliti untuk melakukan penelitian lebih lanjut.

Berdasarkan paparan permasalah tersebut peneliti mengembangkan model pembelajaran tari untuk meningkatkan kreativitas siswa tunanetra dan tunarungu dengan berorientasi pada model sinektik. Strategi dalam sinektik dirancang untuk membantu para siswa memahami masalah, ide, dalam mengenalkan sesuatu yang baru. Sinektik merupakan model yang dapat diaplikasikan dalam pembelajaran untuk meningkatkan kreativitas baik secara individual ataupun kelompok. Dalam kelompok siswa dapat saling belajar tetang bagaimana temannya bereaksi dalam mengembangkan ide saat memecahkan masalah. Selain itu model sinektik melatih siswa mengembangkan kemampuan imajinasi melalui bermain analogi melalui metapora dalam proses berkreativitas.

Dalam pelaksanaan pembelajaran tari dengan orientasi model sinektik ini, gerak-gerak yang dieksplorasi oleh siswa tunanetra dan tunarungu merupakan gerak sederhana yang ditemukan secara kreatif oleh siswa sendiri dengan dibantu melalui stimulus raba melalui relief dan pendengaran melalui musik yang dikembangkan oleh guru melalui kegiatan beranalogi. Gerak yang dikembangkan


(28)

9 Heni Komalasari, 2014

Pengembangan Model Pembelajaran Tari Untuk Meningkatkan Kreativitas Siswa Tunanetra Dan Tunarungu

berorientasi pada gerak dari bagian anggota tubuh yang dapat mengembangkan sensitivitas gerak juga membantu kemampuan orientasi mobilitas siswa tunanetra. Sedangkan pada siswa tunarungu gerak yang ditemukan secara kreatif diawali dengan mengapresiasi gambar dan mengekspresikannya melalui gerak kreatif yang mereka temukan dan sesuai dengan ekspresi gambar yang mereka lihat. Sistem pembelajaran tidak hanya menekankan pada eksplorasi gerak saja, namun jugamengembangkan kecerdasan siswa secara verbal saat siswa mencoba menjelaskan gerak yang mereka temukan , spasial saat membuat pola gerak, pola lantai, matematis saat menemukan rasa hitungan ritmis pada gerak, mencoba bekerjasama untuk menyusun gerak dan membuat desain pola lantai.

1.2 Identifikasi Masalah

Untuk memperjelas permasalahan penelitian yang dilakukan peneliti mengidentifikasi masalah penelitian sebagai berikut:

1. Kurangnya pengembangan kemampuan kreativitas siswa tunanetra dan tunarungu pada pembelajaran seni khususnya seni tari;

2. Kurangnya inovasi pengembangan model pembelajaran seni tari yang menekankan pada kreativitas siswa tunanetra dan tunarungu.

Berdasarkan paparan permasalahan dan identifikasi masalah, untuk lebih memperjelas peta permasalahan dalam penelitian ini peneliti memetakan permasalahan sebagai berikut:

Gambar 1.1 Pemetaan masalah

RAW INPUT Siswa TunaNetra dan TunaRungu yang memiliki keterbatasan

PROSES PEMBELAJARAN Yang berorientasi pada model sinektik

OUTPUT Siswa tuna netra dan tuna rungu yang dapat mengembangkan kretivitasnya untuk meminimalisir keterbatasan INSTRUMENTAL INPUT

- Kebijakan Pendidikan ABK

- Kurikulum - Guru

- Bahan ajar yang dikembangkan


(29)

10

1.3 Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah tentang kurangnya pengembangan kreativitas siswa tunanetra dan tunarungu, serta kurangnya pengembangan inovasi model pembelajaran seni tari bagi siswa tunanetra dan tunarungu, peneliti membagi pertanyaan penelitian menjadi beberapa bagian dan merumuskannya ke dalam beberapa pertanyaan penelitian, yaitu sebagai berikut.

1. Berhubungan dengan studi pendahuluan:

a. Bagaimana pembelajaran pendidikan seni tari saat ini di SDLB A dan B saat ini?

b. Bagaimana kemampuan guru dalam pembelajaran seni tari di SDLB A dan B saat ini?

c. Apa yang menjadi rujukan guru dalam pembelajaran tari di SDLB A dan B saat ini?

d. Bagaimana motivasi siswa di SDLB A dan B saat ini dalam pembelajaran pendidikan seni tari?

2. Berhubungan dengan pengembangan model:

a. Model pembelajaran yang bagaimana yang dapat meningkatkan kreativitas siswa tunanetra dan tunarungu di kota dan kabupaten Bandung

b. Bagaimana mengimplementasikan pengembangan model pembelajaran sinektik yang dapat mengembangkan kreativitas siswa tunanetra dan tunarungu?

3. Berhubungan dengan validasi model:

a. Bagaimana efektivitas model pembelajaran hasil pengembangan model sinektik dalam meningkatkan kreativitas siswa tunanetra dan tunarungu?


(30)

11

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan pertanyaan penelitian, peneliti menyajikan hasil yang ingin dicapai melalui penelitian yang dilakukan, meliputi:

1. Tujuan umum

Untuk menghasilkan pengembangan model pembelajaran pendidikan seni tari yang dapat digunakan dan dijadikan alternatif bagi pembelajaran seni tari bagi para guru di SDLB khususnya di SDLB A dan SDLB B yang berorientasi pada pengembangan kreativitas siswa.

2. Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah untuk menemukan data dan mendeskripsikan tentang:

a. Pembelajaran pendidikan seni tari saat ini di SDLB tunanetra dan tunarungu saat ini;

b. Kemampuan guru dalam pembelajaran seni tari di SDLB A dan B saat ini;

c. Rujukan guru dalam pembelajaran tari di SDLB A dan B saat ini; d. Motivasi siswa di SDLB A dan B saat ini dalam pembelajaran

pendidikan seni tari;

e. Model pembelajaran yang bagaimana yang dapat meningkatkan kreativitas siswa tunanetra dan tunarungu di kota dan kabupaten Bandung;

f. Proses implementasikan pengembangan model pembelajaran sinektik yang dapat mengembangkan kreativitas siswa tunanetra dan tunarungu;

g. Efektivitas model pembelajaran tari hasil pengembangan model sinektik dalam meningkatkan kreativitas siswa tunanetra dan tunarungu.


(31)

12

1.5 Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis:

a. Pengembangan model pembelajaran tari untuk meningkatkan kreativitas siswa tunanetra dan tunarungu yang ditemukan melalui penelitian ini dapat memperkaya khasanah pengetahuan baik dalam pengembangan kurikulum maupun implementasinya, khususnya untuk pendidikan siswa berkebutuhan khusus.

2. Manfaat Praktis:

a. Pendidik seni, sebagai bahan referensi tentang pengembangan model pembelajaran tari kreatif bagi siswa berkebutuhan khusus, dengan memberikan alternatif metodologis tentang pembelajaran pendidikan seni tari pada lingkup Nasional maupun Internasional.

b. Peneliti seni, hasil penelitian tentang model pembelajaran tari kreatif untuk siswa berkebutuhan khusus ini dapat dijadikan motivasi dan masukan dalam melaksanakan penelitian selanjutnya.

c. Guru SLB, memberikan masukan tentang desain model, serta metoda dalam proses pembelajaran untuk siswa berkebutuhan khusus sehingga dapat meningkatkan proses dan hasil pembelajaran seni khususnya seni tari

d. Pemerintah, penelitian ini dapat menjadi masukan dan pertimbangan khususnya bagi dinas provinsi dan Direktorat Jendral Pendidikan Luar Biasa, sebagai bahan untuk pembelajaran pendidikan seni di sekolah-sekolah luar biasa di Indonesia.

e. Orang tua dan Masyarakat, dapat mengambil manfaat dari hasil penelitian ini sebagai bahan pengetahuan dalam mendidik siswa-siswi tunanetra dan tunarungu dalam mengenalkan pendidikan seni tari dari segi teknik dan manfaatnya.


(32)

(33)

14


(34)

68

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1Lokasi penelitian, populasi dan sampel

Lokasi penelitian yang dipilih dalam penelitian ini adalah di Kabupaten Bandung, dan kota Bandung. Untuk kota Bandung peneliti memilih SDLB A Pajajaran yang beralamat di Jalan Pajajaran Bandung dan SDLB B yang berlokasi di Jl Cicendo No. 02 Kecamatan Sumur Bandung Kelurahan Babakan Ciamis kota Bandung. Alasan pemilihan lokasiini adalah kestrategisan lokasi untuk dijangkau oleh peneliti yang juga berdomisili di Bandung.

Populasi siswa SDLB A dari kelas rendah ke kelas tinggi adalah 42 orang, sampel yang digunakan pada uji coba tahap 1 adalah kelas tinggi yakni kelas V dan VI yang berjumlah 8 orang.Populasi siswa di SDLB Cicendo pada uji coba tahap 1 dari kelas rendah sampai kelas tinggi berjumlah 41 orang, sedangkan sampel yang digunakan adalah siswa untuk kelas tinggi saja yakni kelas V dan VI berjumlah 7 orang. Pada uji coba tahap 2 pada tahun 2010 sampel yang digunakan untuk SDLB A adalah kelas V berjumlah 8 orang, sedangkan siswa SDLB B sampel yang digunakan adalah kelas V yang berjumlah 6 orang.

Uji coba tahap 3 dilakukan di Kabupaten Bandung pada tahun 2011 dengan populasi siswa yang sangat terbatas baik siswa tunanetra maupun siswa tunarungu. Pada SDLB A di Kecamatan Cicalengka jumlah siswa tunanetra dari di sekolah hanya ada 6 orang 4 di kelas tinggi dan 2 di kelas rendah, sampel yang digunakan adalah kelas tinggi yakni kelas V dan 1 orang dari kelas III karena umurnya sama dengan siswa kelas IV, sehingga sampel berjumlah 5 orang. Begitupun dengan jumlah siswa tunarungu di SDLB C D YPKR Kecamatan Cicalengka, siswa tunarungu sangat terbatas ada di kelas III, IV dan V dan jumlahnya 6 orang sehingga semua peneliti libatkan.

Teknik sampling digunakan purposive sampling, dengan memberikan kesempatan kepada seluruh siswa untuk dijadikan subjek penelitian. Setiap sekolah hanya ada 1 kelompok eksperimen sehingga jumlah semua ada 6


(35)

69

kelompok eksperimen yaitu siswa tunanetra terdiri dari tiga kelas dan tiga kelas untuk kelompok siswa tunarungu yang ditreatmen untuk menemukan hasil apakah model yang dikembangkan dan diuji cobakan lebih baik dibandingkan model sebelumnya.

3.2Desain penelitian

Penelitian ini mengunakan metode penelitian dan pengembangan atau research and development (R&D).Adapun desain penelitian adalah sebagai berikut. Pada pelaksanaan penelitian, peneliti mengacu pada tahapan yang diungkapkan oleh Sukmadinata (2005:184), modifikasi model penelitian dan pengembangan yang dikembangkan oleh Borg and Gall dilaksanakan dalam 3 tahapan yakni: 1) studi pendahuluan, 2) Pengembangan model dan 3) uji coba model. Secara spesifik peneliti melakasanakan tiga tahapan melalui kegiatan sebagai berikut.

1. Studi pendahuluan.

Merupakan langkah awal untuk persiapan pengembangan yang terdiri dari tiga tahapan kegiatan, pertama studi kepustakaan, kedua survai lapangan, dan ketiga penyusunan produk awal atau draf model. Studi kepustakaan dilakukan untuk mengkaji dan mempelajari konsep-konsep dan teori-teori yang berkenaan dengan model pembelajaran yang peneliti kembangkan yakni tentang model pembelajaran seni tari untuk meningkatkan kreativitas siswa tunanetra dan tunarungu. Selain itu juga mengkaji hasil-hasil penelitian terdahulu yang berkenaan dengan pembelajaran seni tari bagi siswa tunanetra dan tunarungu dan bagaimana cara mengembangkan kreativitas mereka melalui pembelajaran seni tari. Selanjutnya melakukan survai lapangan untuk menemukan potensi yang dimiliki lapangan serta permasalahan yang terjadi. Peneliti juga memaparkan bagaimana faktor yang menghambat dan mendukung siswa tunanetra dan tunarungu dalam pembelajaran seni tari. Adapun teknik pengumpulan data yang dilaksanakan saat survai lapangan adalah:


(36)

70

- Observasi mengenai keadaan pembelajaran seni tari yang dilaksanakan di SDLB A dan B;

- Wawancara dengan teknik tertutup untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan pembelajaran seni tari di SDLB A dan SDLB B, sebelum model diterapkan;

- Studi dokumen, untuk mengetahui data-data yang berkaitan dengan siswa yang diteliti, serta yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran.

2. Pengembangan model

Data-data yang telah terkumpul didukung dengan teori dan konsep yang peneliti peroleh selama pelaksanaan studi pendahuluan menjadi landasan bagi peneliti untuk menyusun draf awal model pembelajaran seni tari untuk meningkatkan kreativitas siswa sekolah dasar tunanetra dan siswa tunarungu. Draf yang peneliti olah kemudian direviu dalam sebuah pertemuan Focus Group Discusion yang dihadiri oleh para ahli dibidang seni tari, musik, dan pendidikan luar biasa. Focus group Discussion, dilakukan untuk mengetahui kesiapan rancangan yang dibuat, serta membandingkan dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Berdasarkan hasil masukan dari kegiatan tersebut peneliti memperbaiki draf model tersebut untuk diuji cobakan di lapangan.

3. Uji coba model a. Uji coba tahap 1

Uji coba model pembelajaran secara terbatas ini dilaksanakan pada kelas tinggi di 2 sekolah yakni masing-masing 1 sekolah untuk tunarungu dan 1 sekolah untuk tunanetra. Untuk sekolah tunanetra peneliti akan mengujicobakan di SDLB A Pajajaran Bandung. Sedangkan untuk tunarungu peneliti akan melakukan uji coba terbatas di SDLB B Cicendo Bandung. Peneliti dibantu oleh 2 observer yang memiliki latar belakang keilmuan pendidikan seni tari serta guru kelas melakukan pengamatan selama dilaksanakan uji coba terbatas. Berdasarkan masukan dari para observer dan guru kelas peneliti akan melakukan perbaikan dan


(37)

71

penyempurnaan model yang dikembangkan. Focus group discussion juga dilakukan pada tahap ini untuk melihat bagaimana hasil dan perbaikan dari model yang dikembangkan. Peneliti mempresentasikan hasillapangan di depan para ahli pendidikan kebutuhan khusus dan pendidikan seni baik musik maupun seni tari.

b. Uji coba tahap 2

Uji coba lebih luas dilakukan pada siswa sekolah SDLB yang berbeda dari uji coba terbatas sebelumnya. Uji coba lebih luas ini dilaksanakan di SDLB untuk tunanetra dan SDLB untuk tunarungu di Kota Bandung. Peneliti dibantu oleh 2 observer yang memiliki latar belakang keilmuan pendidikan seni tari serta guru kelas melakukan pengamatan selama dilaksanakan uji coba. Focus group Discussion, dilakukan juga yang dihadiri oleh para ahli yang sama untuk mengetahui perubahan model dan hasil dari uji coba lebih luas di lapangan.

c. Uji coba tahap 3

Uji tahap 3 merupakan tahap untuk menguji keampuhan dari model yang dikembangkan. Pada tahap ini, peneliti tetap melakukan Focus group Discussion, dilakukan juga yang dihadiri oleh para ahli yang sama untuk mengetahui perubahan model dan hasil dari uji coba lebih pada tahap sebelumnya di lapangan.Peneliti meminta pendapat dari para akhli dengan memberikan model yang telah diujicobakan, baik berupa tulisan, dokumen hasil lapangan tertulis dan rekaman dari hasil uji coba tahap 2. Setelah itu peneliti akan melaksanakan seminar yang mempresentasikan hasil penelitian lapangan dan hasil uji coba melibatkan para pakar serta mengundang pula beberapa guru dari SDLB di kota dan Kabupaten Bandung.

Pada saat pelaksanaan uji coba tahap 1,2 dan 3 peneliti menggunakan metode eksperimen. Adapun desain eksperimen yang digunakan adalah One-Group Pre test-Post test Design, menggunakan pre test sebelum perlakuan atau sebelum diterapkannya model pembelajaran tari dan post test sesudah perlakuan


(38)

72

atau sesudah diterapkannya model pembelajaran tari. Pre test dan post test dilakukan untuk melihat perlakuan dapat terlihat keberhasilannya dengan akurat. Desain One-Group Pre test-Post test Design ini dalam Sugiyono (2007:74) dapat digambarkan seperti berikut:

O1 = nilai pretest (sebelum perlakuan) O2 = nilai posttest (sesudah perlakuan) X = Perlakuan

Pengaruh perlakuan terhadap peningkatan kreativitas siswa tunanetra dan tunarungu adalah (O2 – O1). Setelah tahap eksperimen selesai dilakukan, selanjutnya peneliti melakukan analisis statistik uji perbedaan dari perolehan hasil

pretest dan hasil posttest. “ Uji perbedaan yang dihitung adalah perbedaan antara hasil pre test dengan post test pada kelompok eksperimen. Setelah selesai melakukan analisis statistik dan melihat tingkat keberhasilan dari model yang diujicobakan, peneliti melakukan sosialisasi pada sekolah-sekolah lain untuk diaplikasikan. Untuk lebih jelasnya prosedur penelitian pengembangan model pembelajaran digambarkan pada gambar 3.1,


(39)

73

Gambar 3.1

Alur prosedur pengembangan model pembelajaran

I STUDI PENDAHULUAN NNN 1 Studi literatur 1) Teori

2) Hasil penelitian terdahulu 2 Studi Pendahuluan (Survey lapangan) 1. pembelajaran pendidikan seni tari saat ini di SDLB A dan B

2. kemampuan guru 3. rujukan guru dalam pembelajaran tari

4. motivasi siswa

4 Uji CobaTerbatas

1) Desain model

2) Implementasi

3) Evaluasi model

4) Penyempurnaan model II PENGEMBANGAN MODEL Hasil studi literatur & studi lapangan menjadi dasar menyusun draft model III UJICOBA MODEL 5 Uji Luas Model Hipotetik Model Akhir 3 Penyusunan Draft Awal Uji ahli Kebutuhan pembuatan draf

awal model berdasarkan analisis lapangan


(40)

74

3.3Metode penelitian

Penelitian ini merupakan Reseach and depelovment atau penelitian pengembangan. Penelitian yang dilakukan merupakan suatu proses atau langkah-langkah untuk mengembangkan suatu produk atau menyempurnakan produk dalam hal ini adalah model pembelajaran tari untuk siswa tunanetra dan tunarungu. Dalam pelaksanaan penelitian digunakan metode:

1. Deskriptif, penelitian awal menghimpun data tentang kondisi yang ada dalam hal ini dipaparkan bagaimana potensi yang dimiliki., dimana peneliti melakukan observasi tentang proses pembelajaran seni tari di sekolah luar biasa dengan berbagai faktor pendukungnya.

2. Evaluatif, evaluasi proses uji coba pengembangan produk dimana peneliti mencoba mendisain model pembelajaran serta mengevaluasi untuk memperbaiki ulang model yang dikembangkan melalui ujicoba tersebut.

3. Eksperimen, uji keampuhan produk yang dihasilkan dimana peneliti menguji cobakan keampuhan dari model yang didisain tersebut. Untuk lebih memperjelas pernyataan di atas berikut adalah langkah-langkah penelitian yang dilakukan dalam penelitian dan pengembangan ini sepertiyang disebutkan dalam Sugiono (2007, hlm. 298) dimana langkah penelitian tersebut sebagai berikut:

a. Potensi dan masalah, dalam hal ini peneliti melihat potensi yang dimiliki lapangan serta permasalahan yang terjadi sehingga dapat ditemukan solusinya.

b. Pengumpulan data, Peneliti melakukan studi literatur dengan mengesplorasi beragai informasi yang berkaitan dengan penelitian dan mengobservasi pembelajaran yang dilaksanakan dilapangan.

c. Desain Produk, dalam hal ini peneliti membuat rencana penelitian, merumuskan tujuan, membuat disain penelitian khususnya membuat desainmodel pembelajaranseni budaya sesuai dengan kebutuhan lapangan yang sebelumnya telah diobservasi.


(41)

75

d. Validasi Desain, yakni dengan melakukan penilaian terhadap produk dengan cara meminta pendapat dari para ahli tentang kelemahan dan kekuatan dari desain model pembelajaran yang dikembangkan.

e. Perbaikan Desain Model, peneliti memperbaiki model pembelajaran berdasarkan masukan-masukan dari para ahli.

f. Uji Coba Produk, dalam hal ini peneliti melakukan eksperimen dengan mengujicobakan model yang telah diperbaiki tersebut di lapangan dengan memakai 2 sekolah untuk untuk uji coba.

g. Revisi Produk, pada pelaksanaannya peneliti melakukan perbaikan model pembelajaran berdasarkan masukan dari kegiatan uji coba produk yang dilakukan sebelumnya.

h. Uji Coba Pemakaian Data kuantitatif yang diperoleh melalui uji coba yang lebih luas ini dievaluasi, dibandingkan untuk melihat tingkat keberhasilan dari model yang diujicobakan

i. Revisi Produk, peneliti menyempurnakan model hasil uji coba berdasarkan hasil lapangan dari segi kekurangan dan kelemahanya, sehingga membuat model pembelajaran yang semakin terjamin validitasnya.

j. Pembuatan Produk Masal, dalam hal ini model pembelajaran yang telah teruji dan layak akan disosialisasikan.

Borg and Gall dalam (Syaodih, 2005, hlm. 168). Langkah-langkah penelitian pengembangan yang dilaksanakan dalam penelitian ini terdiri dari sepuluh langkah yaitu:

1. Penelitian dan pengumpulan data (research and information collecting). Pengukuran kebutuhan, studi literatur, penelitian dalam skala kecil, dan pertimbangan –pertimbangan dari segi nilai.

2. Perencanaan (planing). Menyusun rencana penelitian, meliputi kemampuan-kemampuan yang diperlukan dalam pelaksanaan penelitian, rumusan tujuan yang hendak dicapai dengan penelitian


(42)

76

tersebut, desain atau langkah-langkah penelitian, kemungkinan pengujian dalam lingkup terbatas.

3. Pengembangan draf produk (develop preliminary form of product). Pengembangan bahan pembelajaran, proses pembelajaran dan instrumen evaluasi.

4. Uji coba lapangan awal (preliminary field testing). Uji coba di lapangan pada 1 sampai 3 sekolah dengan 6 sampai 12 subyek uji coba guru. Selama uji coba diadakan pengamatan, wawancara dan pengedaran angket.

5. Revisi hasil uji coba (main product revision). Memperbaiki atau menyempurnakan hasil uji coba.

6. Uji coba lapangan (main field testing). Melakukan uji coba yang lebih luas pada lima sampai 15 sekolah dengan 30 sampai dengan 100 orang subjek ujicoba.Data kuantitatif tingkat kreativitas siswa sebelum dan sesudah menggunakan model yang dicobakan dikumpulkan, hasil-hasil data dievaluasi dan dibandingkan dengan kelompok pembanding. 7. Penyempurnaan produk hasil uji lapangan (operational product

revision). Menyempurnakan produk hasil lapangan.

8. Uji pelaksanaan lapangan (operasional field testing). Dilaksanakan pada 10 sampai dengan 30 sekolah yang melibatkan 40 sampai dengan subjek. Pengujian dilakukan melalui angket, wawancara, observasi dan analisis hasilnya.

9. Penyempurnaan produk akhir (final product revision) penyempurnaan didasarkan masukan dari uji pelaksanaan lapangan.

10.Disemenasi dan implementasi (dissementation and implementation). Melaporkan hasil dalam pertemuan profesional dan dalam jurnal. Bekerjasama dengan penerbit untuk penerbitan. Memonitor penyebaran dan pengontrolan kualitas.

Untuk memperjelas proses penelitian dengan menggunakan metode R&D digambarkan alurnya sebagai berikut:


(43)

77

Langkah-langkah Modifikasi

Studi Pendahuluan Pengembangan Pengujian

Studi Pustaka

Survai Lapangan

Penyusun-An Draft Produk

Uji Coba Terbatas

Uji Coba Lebih Luas

Pre test

Perlakuan

Post test

Gambar 3.2

Langkah-langkah modifikasi R&D 3.4 Defenisi operasional

Peneliti membuat defenisi operasional untuk menyamakan persepsi tentang defenisi yang digunakan dalam penelitian ini, yakni sebagai berikut: Model pembelajaran, merupakan pola atau desain tentang langkah-langkah pembelajaran dalam hal ini langkah-langkah pengembangan model pembelajaran tari kreatif bagi siswa-siswa berkebutuhan khusus dalam model ini menekankan pada pengembangan kreativitas siswa dalam proses pembelajaran seni tari dengan menggunakan multi stimulus berdasarkan pada modalitas belajar yang dimiliki oleh siswa tunanetra dan tunarungu.

Tari merupakan ekspresi jiwa yang ritmis dan indah, dalam hal ini tari dijadikan media untuk mengembangkan beragam potensi serta kepekaan yang dimiliki oleh siswa tunanetra dan tunarungu khusus. Kesempurnaan hasil akhir bukan tujuan utama dalam pembelajaran tari namun efek faedah yang menekankan pada pengembangan kreatvitas pada siswa tunanetra dan tunarungu.


(44)

78

Model pembelajaran, merupakan desain atau pola yang berisi langkah-langkah metodologis dalam mencapai tujuan pembelajaran. Model pembelajaran yang dimaksud adalah model pembelajaran seni tari yang berisi langkah-langkah instruksional yang menekankan pada penggalian kreativitas dalam mengajarkan materi seni tari bagi siswa tunanetra dan tunarungu.

Sinektik, merupakan model pembelajaran yang ada pada rumpun model pemrosesan informasi. Model sinektik menekankan pada peningkatan kapasitas berfikir kreatif siswa dengan memiliki tahapan pembelajaran yang melatih kemampuan kreativitas siswa melalui beranalogi secara personal dan secara langsung. Sinektik memiliki dua strategi, yakni strategi pertama berisi tahapan analogi untuk menghasilkan sesuatu yang baru, dan strategi kedua adalah berisi tahapan analogi untuk membuat sesuatu yang asing menjadi familiar.

Kreativitas, merupakan kemampuan untuk menemukan, menyusun, memodifikasi suatu ide dalam hal ini adalah ide gerak kreatif sehingga berbeda dengan ide gerak sebelumnya.Kreativitas ditekankan pada bagaimana siswa bersikap dan bertindak. Pengembangan kreativitas seni tari bagi siswa tunanetra dan tunarungu melatih cara berfikir kritis dan pemecahan masalah dengan menggunakan tari sebagai media atau alat berekspresi.

3.5. Instrumen penelitian

Dalam proses penelitian yang dilaksanakan teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan:

1. Wawancara, kegiatan ini dilakukan dengan tujuan untuk menemukan data yang mendalam tentang pengalaman siswa sebelum dan sesudah model pembelajaran diaplikasikan. Begitupun dengan guru-guru yang ikut mengobservasi (mitra) ataupun guru yang dilatih, diberikan wawancara untuk menemukan data tentang keteraplikasian serta manfaat dari model pembelajaran yang disosialisasikan.Instrumen yang digunakan untuk wawancara ini adalah pedoman wawancara. Wawancara yang digunakan


(45)

79

adalah jenis wawancara tertutup dimana peneliti membatasi jumlah serta kedalaman dari pertanyaan yang diberikan.

2. Tes, kegiatan tes dilakukan sebelum dan sesudah treatmen (Pre-test dan Post-test) tujuannya untuk mengetahui tingkat perkembangan kemampuan gerak tari dan kreativitas siswa sebelum dan sesudah treatmen diberikan. Instrumen yang digunakan adalah format test perbuatan.

3. Observasi, kegiatan ini dilaksanakan untuk mengamati kemampuan awal siswa, proses pembelajaran sebelum dan selama model pembelajaran diaplikasikan dengan mengobservasi berbagai aspek yang berkembang selama proses penelitian. Instrumen yang digunakan adalah format observasi yang telah dipersiapkan peneliti.

4. Dokumentasi dilaksanakan sebagai upaya untuk menemukan data awal siswa tentang karakteristik dan tingkat kemampuan yang dimiliki siswa (studi dokumen siswa). Hal ini sangat berguna dalam mengembangkan treatmen yang diberikan untuk disesuaikan dengan kekhususan yang dimiliki setiap siswa. Dokumentasi yang dilakukan lainnya adalah proses pendokumentasian hasil-hasil penelitian melalui foto dan video, pengarsipan hasil-hasil observasi dan hasil wawancara.Instrumen atau alat yang digunakan adalah kamera foto, tape recorder, dan handycam.

3.6 Pengembangan instrumen

Peneliti mengembangkan instrumen penelitian , hal tersebut dilakukan untuk melakukan pengumpulan data yang lebih spesifik khususnya untuk mengobservasi peningkatan kreativitas pada siswa tunanetra dan tunarungu selama perlakuan.


(46)

80

Tabel 3.1

Rentang nilai kreativitas pada siswa tunanetra Rentang

Nilai

Indikator Keberhasilan Siswa Keterangan

90 – 100 Mengesplorasi ide dan gagasan kreatif berdasarkan stimulus raba dan dengar, beranalogi personal dan langsung dan mengekpresikan ke dalam bahasa dan gerak kreatif

Sangat baik

70 - 80 Mengesplorasi ide dan gagasan kreatif namun tidak bisa

mengekpresikan ke dalam gerak ataupun kemampuan verbal (beranalogi personal dan langsung) atau sebaliknya

Cukup baik

60 – 70 Aktif meniru apa yang dilakukan temannya

Baik

50 – 60 Hanya bertindak apabila diminta guru guru

Kurang baik

< 50 Tidak mau bertindak apapun Sangat kurang

Tabel 3.2

Rentang nilai kreativitas pada siswa tunarungu Rentang

Nilai

Indikator Keberhasilan Keterangan


(47)

81

gagasan kreatif berdasarkan stimulus visual , beranalogi personal dan langsung dan mengekpresikan ke dalam bahasa dan gerak kreatif 70 - 80 Mengesplorasi ide dan

gagasan kreatif namun tidak bisa mengekpresikan ke dalam gerak ataupun kemampuan verbal (beranalogi personal dan langsung) atau sebaliknya

Cukup baik

60 – 70 Aktif meniru apa yang dilakukan temannya

Baik

50 – 60 Hanya bertindak apabila diminta guru

Kurang baik

< 50 Tidak mau bertindak apapun Sangat kurang

3.7Teknik pengumpulan data

Dalam penelitian ini, pengumpulan data dilakukan dengan cara:

1. Observasi. Kegiatan ini dilakukan untuk mengetahui kondisi awal SDLB yang dijadikan sebagai subjek penelitian.

2. Angket. Penyebaran angket dilakukan pada saat peneliti melakukan survey awal untuk melihat kondisi awal pembelajaran Seni Budaya khususnya pembelajaran seni tari di SDLB di Kota Bandung.

3. Dokumentasi. Kegiatan ini berkisar pada analisis dokumen siswa yang dilibatkan, profil sekolah, serta melihat kondisi sekolah yang memungkinkan untuk dilakukannya penelitian.

4. Wawancara. Kegiatan ini dilakukan pada kepala sekolah dan, guru, Kegiatan ini dipadukan diskusi bersamadosen pembimbing


(48)

82

dan tim focus discussion untuk menyamakan persepsi tentang model pembelajaran yang akan dikembangkan.

3.8Teknik analisis data

Dalam pelaksanaan penelitian dan pengembangan, ada dua metode yang digunakan, yaitu metode deskriptif kualitatif, digunakan dalam penelitian awal untuk menghimpun data tentang kondisi yang ada, metode evaluatif digunakan untuk mengevaluasi proses uji coba suatu produk. Deskriptif kualitatif digunakan untuk mendeskripsikan data yang dihasilkan pada observasi dan angket yang dihasilkan pada penelitian awal. Metode evaluatif digunakan untuk mengevaluasi proses dan hasil uji coba pengembangan suatu produk. Produk dikembangkan melalui serangkaian uji coba dan setiap uji coba diadakan evaluasi, baik evaluasi hasil maupun evaluasi proses. Berdasarkan temuan-temuan hasil uji coba tersebut diadakan penyempurnaan (Sukmadinata, 2005: 167).Adapun teknik analisis data kuantitatif menggunakan uji-t (two-tailed) aplikasi Program SPSS versi 13.0.


(49)

240

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah dilakukan pada Bab IV tentang hasil implementasi model pembelajaran tari yang mengembangkan kreativitas siswa tunanetra dan tunarungu, maka penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut:

Hasil implementasi model pembelajaran tari untuk meningkatkan kreativitas siswa berkebutuhan khusus dengan tahap-tahap uji coba yang dilakukan telah memberikan kontribusi dalam meningkatkan kualitas hasil pembelajaran siswa khususnya siswa tunanetra dan tunarungu. Hal tersebut terlihat dari peningkatan kreativitas siswa dari setiap pertemuan pada 3 tahap uji coba yang dilakukan. Dari segi keberhasilan pembelajaran melalui uji coba model pembelajaran sinektik menampakan hasil yang signifikan. Hal tersebut dapat dilihat dari data yang menggambarkan tentang tingkat kreativitas siswa tunanetra dan tunarungu diperoleh hasil data dari indikator-indikator kreativitas meningkat dengan baik. Kemampuan beranalogi dalam proses kreativitas pada siswa tunanetra dan tunarungu hampir sama walau cara mengungkapkannya yang sedikit berbeda. Hal tersebut menunjukan kemampuan kognitif siswa dapat terolah dengan baik melalui pembelajaran tari dengan menggunakan model sinektik. Siswa tunanetra karena belum pernah mengalami menari sedikit lambat dalam merespon stimulus untuk beranalogi, walaupun selanjutnya mereka mulai terbiasa untuk berekspresi gerak kreatif. Sedangkan pada siswa tunarungu kemampuan beranalogi sangat tinggi dan lancar walau memiliki keterbatasan dalam mengungkapkannya melalui bahasa, namun dari segi ekspresi gerak mereka lebih cepat untuk merespon secara kreatif dari setiap stimulus yang diberikan. Hal tersebut menunjukan kemampuan psikomotor dan afeksi dapat berkembang dengan baik. Dari hasil tersebut maka dapat disimpulkan bahwa penelitian ini memiliki kontribusi yang tinggi terhadap peningkatan kualitas proses belajar mengajar di Sekolah Dasar Luar Biasa


(50)

241

khususnya bagi siswa tunanetra dan tunarungu. Proses pembelajaran dengan menggunakan model tersebut mampu mengembangkan tidak hanya kreativitas dalam berfikir dan bergerak namun juga munculnya kecerdasan multi pada siswa tersebut. Kemampuan siswa dalam proses mengeksplor gerak, menyusun gerak dan menampilkan gerak melalui proses belajar dengan bermain analogi dan berinteraksi dengan lingkungan berdampak terhadap munculnya multi kecerdasan. Tidak hanya kecerdasan verbal bagi siswa tunanetra, namun kecerdasan kinestetik, musikal, matematis-logis, spasial, juga kecerdasan dalam interpersonal dapat dikembangkan. Begitupula dengan siswa tunarungu, kecerdasan yang berkembang hampir sama dengan siswa tunanetra yakni kecerdasan kinestetik, musikal, spasial, matematis logis, interpersonal, dan kecerdasan verbal melalui tulisan dan bahasa isyarat. Pengembangan model sinektik merupakan model pembelajaran yang dapat diaplikasikan dalam pembelajaran untuk meningkatkan kreativitas baik secara individual ataupun kelompok. Dalam kelompok siswa dapat saling belajar tetang bagaimana temannya bereaksi dalam mengembangkan ide saat memecahkan masalah. Selain itu sinektik melatih siswa mengembangkan kemampuan imajinasi melalui bermain analogi dalam proses berkreativitas.

Pengembangan stimulus berdasarkan pada modalitas dalam pembelajaran seni tari bagi siswa tunanetra dan tunarungu sangat diperlukan. Stimulus membantu sekali dalam mengembangkan kemampuan abstrak siswa tunanetra saat membayangkan gerak yang sebelumnya belum mereka ketahui melalui bermain analogi, dan sangat membantu siswa tunanetra dalam mengembangkan kemampuan beranalogi untuk mengembangkan gerak-gerak kreatif. Jadi peran stimulus yang sesuai dengan kondisi siswa tunanetra dan tunarungu sangat penting dan menentukan keberhasilan belajar. Dalam pelaksanaan pembelajaran tari dengan pengembangan model sinektik gerak-gerak yang dieksplorasi oleh siswa tunanetra dan tunarungu merupakan gerak sederhana yang ditemukan secara kreatif oleh siswa sendiri dengan dibantu stimulus raba melalui relief dan stimulus pendengaran melalui musik yang dikembangkan oleh guru. Gerak yang dikembangkan berorientasi pada gerak dari bagian anggota tubuh yang dapat


(51)

242

mengembangkan sensitivitas gerak juga membantu kemampuan orientasi mobilitas siswa tunanetra. Sedangkan pada siswa tunarungu gerak yang ditemukan secara kreatif diawali dengan mengapresiasi gambar dan mengekspresikannya melalui gerak kreatif yang mereka temukan dan sesuai dengan ekspresi gambar yang mereka lihat.Gerak-gerak sederhana muncul dari mengolah dan mengembangkan gerak tubuh secara estetis melalui stimulus visual baik untuk stimulus gerak maupun musik.

Hasil penelitian lainnya adalah pengaruh hasil penelitian terhadap perubahan pandangan yang positif guru kelas SDLB A dan B Padjajaran dan Cicendo tentang pelaksanan proses belajar mengajar pendidikan seni di sekolah dasar luar biasa yang mereka bina untuk mau membelajarkan pembelajaran seni tari. Guru-guru yang bersangkutan berupaya menerapkan dan mengembangkan model pembelajaran pendidikan seni dengan menggunakan konsep metodologi yang dikembangkan pada model yang dilaksanakan dalam penelitian ini. Pengembangan model pembelajaran seni tari bagi siswa tunanetra dan tunarungu yang dikembangkan berlandaskan pada model sinektik dapat menjadi tawaran metodologis bagi para guru pendidikan luar biasa dalam mengembangkan kreativitas siswa berkebutuhan khusus. Strategi dalam sinektik dirancang untuk membantu para siswa memahami masalah, ide, dalam mengenalkan sesuatu yang baru. Berdasarkan hal tersebut, kenyataan di lapangan bahwa seni tari tidak diajarkan di SDLB A kelas tunanetra berdasarkan berbagai pertimbangan antara lain (a) siswa tunanetra dianggap tidak dapat diajarkan menari karena keterabatasan mereka, (b) tidak tersedia pembelajaran tari dalam kurikulum bagi siswa tunanetra, (c) guru tidak memiliki kemampuan metodologis dalam mengajarkan seni tari. Adapun dalam kasus tunarungu, tari diajarkan namun kurang mengembangkan kemampuan kreativitas siswa karena hanya bersifat imitatif, kedua masalah tersebut dapat terminimalisir dengan pembuktian hasil penelitian yang dilakukan. Dengan demikian hasil pengembangan model sinektik dalam pembelajaran tari dapat menjadi bukti bahwa siswa tunanetra dapat mengembangkan kreativitasnya dan dapat menjadi masukan dan orientasi guru


(52)

243

SLB dalam mengajarkan seni tari bagi siswa tunanetra begitupula dengan siswa tunarungu.

Faktor pendukung yang mendorong keberhasilan pelaksanaan model sinektik adalah antusiasme siswa mengikuti pembelajaran, suasana kelas yang kondusif, sarana yang memadai dan dukungan guru serta kepala sekolah. Hal yang dinilai menghambat pelaksanaan model pembelajaran tersebut adalah ketidaksiapan guru dalam melaksanakan model dan menganggap pembelajaran seni tari di kelas tunarungu dan tunanetra hanya dapat diajarkan oleh pihak tertentu bukan oleh guru di sekolah tersebut.Hasil penelitian memiliki implikasi teoritis maupun praktis. Implikasi teoretis menghasilkan dalil dalam studi Pendidikan Seni terutama Seni tari. Dalil tersebut adalah (1) pendidikan seni tari tidak hanya dapat diajarkan kepada siswa normal saja namun juga pada siswa berkebutuhan khusus dengan model pembelajaran tertentu, (2) pembelajaran seni tari tidak hanya berkontribusi terhadap perkembangan kemampuan motorik (gerak) siswa semata namun juga berpengaruh terhadap perkembangan kemampuan afektif dan kemampuan kognitif siswa, serta kecerdasan majemuk siswa, (3) pembelajaran seni tari yang menekankan kepada pengembangan kreativitas lebih memberikan keleluasaan kepada siswa untuk menemukan pemahaman kreatif berupa apa dan bagaimana bergerak, (4) pembelajaran tari dengan model sinektik dapat meningkatkan pemahaman siswa dalam mengkomunikasikan gerak sebagai bahasa tubuh yang bebas dan kreatif , (5) modalitas siswa merupakan kemampuan dasar siswa tunanetra dan tunarungu yang dapat menjadi orientasi guru dalam melaksanakan pembelajaran secara efektif dan efisien.

5.2Saran

Berdasarkan pernyataan tentang pentingnya peningkatan mutu dan kualitas proses belajar mengajar pendidikan seni tari di SDLB A dan SDLB B, maka dengan dilakukan penelitian pengembangan model pembelajaran tari bagi siswa tunanetra dan tunarungu diharapkan hasil yang diperoleh dapat dijadikan referensi


(53)

244

bagi pengembangan inovasi metodologi pendidikan seni khususnya pendidikan seni tari bagi siswa berkebutuhan khusus. Bagi guru serta mahasiswa calon guru, konsep metodologi tari dari model pembelajaran ini dapat dijadikan rujukan untuk mengembangkan model-model tari lainnya.

Bagi para peneliti pendidikan seni, pengembangan model pembelajaran tari untuk meningkatkan kreativitas bagi siswa berkebutuhan khusus ini dijadikan motivasi dalam mengembangkan penelitian metodologi pembelajaran tari selanjutnya. Harapan yang lebih besar, semoga pihak sekolah dengan diperkenalkan inovasi model pembelajaran tari, akan lebih memberikan perhatian terhadap pentingnya pendidikan seni tari dalam perannya bagi perkembangan peserta didik khususnya peserta didik berkebutuhan khusus.

Kemampuan guru dalam mengelola kelas harus diperhatikan. Bagaimana mengatur sebuah proses pembelajaran dari mulai perencanaa, pelaksanaan, sampai evaluasi sangat menentukan keberhasilan. Bagaimana guru menemukan ide dalam membuat sebuah pembelajaran yang bermakna dan berkontribusi bagi peserta didiknya sangatlah perlu diperhatikan. Tahapan metodologis yang dirancang oleh guru secara inovatif akan menentukan hasil pembelajaran yang optimal. Hal tersebut sangat dirasakan peneliti dalam mengelola berbagai aspek yang berhubungan dengan pembelajaran. Pada setiap tahap ujicoba peneliti menemukan berbagai kendala yang harus ditemukan solusinya. Misalnya ketika peneliti menemukan pada uji tahap 3 bahwa peneliti perlu mengefektifkan pertemuan dari lima pertemuan menjadi 4 pertemuan, atau ketika peneliti harus merubahan tahapan materi untuk memahamkan gerak kepada anak. Hal tersebut membuktikan bahwa untuk mencapai hasil pembelajaran yang optimal, seorang guru harus memperhatikan faktor-faktor yang berkaitan dengan pembelajaran dan tentunya berorientasi pada kondisi dan karakteristik siswa yang dihadapi yakni siswa tunanetra dan tunarungu. Penggalian kretivitas pada siswa dengan kondisi tertentu pulu pula treatmen yang tepat dari seorang guru. Hal tersebut membuktikan teori yang diungkapkan oleh Dean (2006:2), tentang pentingnya kreativitas bagi anak serta bagaimana melibatkan anak dalam proses kreatif.


(1)

Hasil penelitian tentang pengembangan model sinektik ini diharapkan dapat menjadi model rujukan bagi pengembangan model pembelajaran seni tari selanjutnya khususnya bagi siswa berkebutuhan khusus. Model pembelajaran yang dikembangkan dapat dipertimbangkan sebagai alternatif pengembangan kreativitas melalui pembelajaran tari khususnya bagi guru di SLB, sekolah inklusi ataupun para orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus.

Hasil penelitian tentang pengembangan model sinektik yang membuktikan bahwa siswa tuna tunanetra dan tunarungu dapat meningkatkan kreativitas dengan media tari dapat menjadi masukan pada dinas provinsi dan Direktorat Jendral Pendidikan Luar Biasa, sebagai bahan untuk pembelajaran pendidikan seni di sekolah-sekolah luar biasa di Indonesia. Bahkan pertimbangan bagi kurikulum pendidikan seni tari pada pendidikan SLB dan pendidikan inklusi yang diberlakukan secara nasional. Perlu satu pertimbangan untuk dapat memasukan pembelajaran tari untuk siswa tunanetra karena pada kurikulum yang berkembang siswa tidak mendapatkan pembelajaran tari dengan kata lain dibedakan, padahal berdasarkan penelitian yang peneliti lakukan tari dapat berkontribusi tinggi bagi siswa tunanetra. Harapan peneliti hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat terhadap pengembangan pembelajaran tari bagi siswa berkebutuhan khusus pada lingkup Nasional maupun Internasional.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Aditama.Siegel, (1997). Statistik non parametrik untuk ilmu-ilmu sosial, Jakarta: Gramedia.

Anurrahman. (2009). Belajar dan pembelajaran. Bandung: Alfabeta.

Ariswati, I. (2012). Pembelajaran seni tari bagi anak berkebutuhan khusus. (Tesis). Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. Ayan, E. J. (2002). Bengkel kreativitas. Bandung:Kaifa.

Brog, R. dan Gall, D. M. (1979). Educational research. america: Longman.

Cahyo, N. A. (2013). Panduan aplikasi teori- teori belajar mengajar teraktual dan terpopuler. Yogyakarta: Diva Press.

Dahar, W.R. (1996). Teori-teoribelajar: Jakarta: Erlangga.

Dahlan, M. D. (1984). Model-model mengajar: Synectyc, model pengembangan kreativitas. Bandung: CV. Dipenegoro.

Danim, S. (2010). Perkembangan peserta didik. Bandung: Alfabeta.

Dean, Joan. (2006). Meeting the learning needs of allchildren. USA: Routledge. Delphie, B. (2009). Pembelajaran anak berkebutuhan khusus dalam setting

pendidikan inklusi. Jakarta: KTSP

Delphie, B. (2006). Gerak irama sebuah pengantar penyusunan program pembelajaran individual special needs student melalui pola gerak irama. Bandung: Rizqi Press.

Djohan. (2006). Terapi music. Yogyakarta: Galang Press.

Deporter,B. and Hernacki, M. (2003). Quantum learning. Bandung: Kaifa.

Desfina. (2014). Kajian tari kreatif di sekolah menengah pertama negeri Jawa Barat Indonesia. (Disertasi). Universitas Malaya Kualalumpur,Malaysia.

Dewey, John. (2004). Experience and education/pendidikan berbasis pengalaman. Jakarta: Teraju.

Efendi,M. (2006). Pengantar psikopedagogik anak berkelainan. Jakarta: PT Bumi Aksara.


(3)

Fogarty, R. (1991). How to integratedthe curricula. New York: IRI/Skylight Publishing,Inc.

Gardner, H. (2003). Multiple intelegences, kecerdasan majemuk,. Batam: Interaksara.

Gufhron, N. danRisnawita, R. (2012). Gaya belajar: kajian teoritik. Yogyakarta: PustakaPelajar

Hadkinson, A. dan Vickerman, P. (2009). Key issues in special education needs and inclusion. London: Sage Publication.

Harijanto, Sutji.(2011). Kurikulum dan pendidikan inklusif. [Online]. Tersedia di:

http://sepucuktunasbangsa.blogspot.com/2011/01/kurikulum-dan-pendidikan-inklusif-bagi.html. Diakses 3 Januari 2011.

Hawkins, M. A. (2003). Bergerak menurut kata hati. Jakarta: Ford Foundation dan Masyarakat seni pertunjukan Indonesia ( MSPI).

Hidajat, R. (2005). Menerobos pembelajaran tari pendidikan. Malang: Belajar Seni Gantar Gumelar.

Hidayat, H, Y. danSetiawan, A. (2006). Bimbingan anak berkebutuhan khusus. Bandung: UPI Press.

Joyce, B. dan Wiel, M. (2009). Models of teaching, model-model pengajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Joyce, Mary. (1994). First step in teacing creative dance to children, California: Mayfield Publishing Company.

Kaufmann, K, A. (2006). Inclusive creative movement dance. America: Versa press.

Kassing, G. dan Jay, M. D. (2003). Dance teaching methods and curriculum design. Amerika: Human Kinetics.

Lusli, M. (2009). Membantu anak dengan kehilangan penglihatan. Jakarta: PT Ikrar Mandiri abadi

Masunah, J. A case study of the multicultural practice of two united states dance educators: implications for Indonesian K-9 dance education (2008). Laporan penelitian mandiri Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.


(4)

Masunah, J. (2011). Konsep dan praktik pendidikan multikultural di amerika serikat dan Indonesia. Jurnal Ilmu Pendidikan. LPTK dan ISPI, 17 (4), hlm. 298-306.

Masunah, J, dkk. Pengembangan model pendidikan seni bagi siswa berkebutuhan khusus (2012). Laporan hasil penelitian. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Masunah, J, dan Narawati,T. (2003). Seni dan pendidikan seni. Bandung: P4STUPI Press.

Mulyadiprana, A. (1997). Penerapan model sinetik dalam mengembangkan kreativitas siswa (studi pengembangan PBM pada masa sd kelas 5), (Tesis). Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Mulyati, L. (2002). Penerapan metode pembelajaran sinetik dalam mengapreasiasi drama untuk mengembangkan kreativitas berpikir dan meningkatkan hasil belajar siswa, (Tesis). Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Munandar, U. (2009). Pengembangan kreativitas anak berbakat. Jakarta: Rineka Cipta.

Nalini, H. (2012) Effectivenes of synectics model of teaching in enhancing language creativity learners. [Online]. Tersedia di:

http://theglobaljournals.com/ijsr/file.php?val=June_2013_1370004897_b7b 23_47.pdf. Diakses 3 Juli 2014.

Oliva, F.P. (1992). Developing the curriculum. New York: Haper Colins Publisher, Inc.

Ostroff, L. W. (2013). Memahami cara anak-anak belajar. Jakarta: PT. Indeks. Prasasti. (2010). pembelajaran seni musik di SLB B, (Tesis). Sekolah

Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Pondok Bahasa. (2008).Penerapan sinektik dalam meningkatka kreativitas

menulis. [Online]. Tersedia di

pondokbahasa.wordpress.com/2008/12/15/penerapan- model-sinektik-dalam-meningkatkan-kreativitas-menulis/. Diakses 30 Juli 2014.

Poole, M.(1980). Creativity across curriculum. Australia: George Allen & Unwin Australia Pty. Ltd.


(5)

Rusman.(2009). Manajemen kurikulum.Jakarta: PT.Rajagrafindo.

Sadja’ah, E. (2013). Bina bicara persepsi bunyi dan irama. Bandung: Refika Sanjaya,W. (2002). Kurikulum dan pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada

Media Group.

Seto, M. (2004). Bermain dan kreativitas. Jakarta: Papas Sinar Sinanti.

Somantri, T. Sutjihati. (2006). Psikologi anak luar biasa. Bandung: PT. RefikaAditama.

Sudarma, M. (2013). Mengembangkan keterampilan berfikir kreatif. Jakarta: PT. Raja Grafindo.

Sugiono. (2007). Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan R&D. Jakarta:IKAPI.

Sutjihati-Somantri, T. (2006). Psikologi anak luar biasa. Bandung: RefikaAditama.

Syaodih, N. (2005). Metode penelitian pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Syaodih , N. (2000). Pengembangan kurikulum teori dan praktik. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Tarsidi, D. (2002). Kompetensi sosial anak tunanetra, (Tesis). Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Trianto, (2007). Model-model pembelajaran inovatif berorientasi konstruktivistik. Prestasi Pustaka: Jakarta.

Trihendradi, C. (2009). 7 Langkah mudah melakukanan alisis statistic menggunakan SPSS 17. Yogyakarta: ANDI.

Wati, S. (2002). Penerapan modelsinektik dalam meningkatkan kreativitas menulis kelas 1 SMP, (Tesis). Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Willis, M, C. (2004). Dance education tips from the trenches. America: United Grafics.


(6)

Yulaelawati, E. (1993). Kurikulum dan pembelajaran filosofi, teori dan aplikasi. Bandung:Pakar Raya Pustaka.

UPI. (2013). Pedoman penulisan karya ilmiah Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung: UPI Press.