LAYANAN KONSELING PRIBADI SOSIAL UNTUK MENINGKATKAN SELF ESTEEM REMAJA YANG TERLIBAT PROSTITUSI : Studi Kasus Terhadap Remaja Usia 15-18 Tahun di KAP Indonesia-Bandung.

(1)

LAYANAN KONSELING PRIBADI SOSIAL UNTUK

MENINGKATKAN SELF ESTEEM REMAJA

YANG TERLIBAT PROSTITUSI

(Studi Kasus terhadap Remaja Usia 15-18 Tahun di KAP Indonesia – Bandung)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan

Oleh: Septri Ardiani

0800883

JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG


(2)

Saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul “Layanan Konseling Pribadi Sosial untuk Meningkatkan Self Esteem Remaja yang Terlibat Prostitusi” sepenuhnya karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pun pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko/sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya ini.

Bandung, Desember 2013 Yang membuat pernyataan,


(3)

LAYANAN KONSELING PRIBADI SOSIAL UNTUK MENINGKATKAN SELF ESTEEM REMAJA YANG TERLIBAT PROSTITUSI

(Studi Kasus terhadap Remaja Usia 15-18 Tahun di KAP Indonesia – Bandung)

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING:

Pembimbing I

Prof. Dr. Uman Suherman AS, M.Pd NIP. 19620623 198610 1 001

Pembimbing II

H. Nandang Budiman, S.Pd, M.Si NIP. 19710219 199802 1 001

Mengetahui

Ketua Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Fakultas Ilmu Pendidikan

Universitas Pendidikan Indonesia

Dr. H. Nandang Rusmana, M.Pd NIP. 19600501 198603 1 004


(4)

ABSTRAK

Septri Ardiani. (2013). Layanan Konseling Pribadi Sosial untuk Meningkatkan Self Esteem Remaja yang Terlibat Prostitusi (Studi Kasus Terhadap Remaja Usia 15-18 Tahun di KAP Indonesia-Bandung).

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, metode yang digunakan metode studi kasus. Pengumpulan data diperoleh melalui observasi, questionnaire, daftar cek/checklist, pedoman wawancara dan studi dokumentasi mengenai layanan konseling pribadi sosial untuk meningkatkan self esteem remaja yang terlibat prostitusi, subjek penelitian yang dipilih empat orang yang berusia 15-18 tahun di KAP Indonesia-Bandung. Penelitian bertujuan mengetahui gambaran secara mendalam mengenai self esteem remaja yang terlibat prostitusi dan membuat rancangan layanan konseling pribadi sosial untuk meningkatkan self esteem remaja yang terlibat prostitusi. Hasil penelitian: (1) self esteem remaja yang terlibat prostitusi masih tergolong rendah; dan (2) rancangan layanan konseling individual bidang pribadi-sosial dengan pendekatan konseling realitas. Rekomendasi penelitian ditunjukkan kepada (1) guru BK: sebagai rujukan dalam pembuatan layanan konseling individual yang efektif untuk membantu peserta didik yang memiliki self esteem rendah dengan menggunakan konseling realitas; (2) sekolah: mengidentifikasi peserta didik yang memiliki self esteem rendah; dan (3) peneliti selanjutnya: dapat melakukan penelitian mengenai self esteem yang dihubungkan dengan variabel lain, dapat memberikan treatment pada remaja yang memiliki self esteem rendah, dan melakukan penelitian bukan hanya di LSM tetapi dapat juga dilakukan di tempat lain.


(5)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ………... i

KATA PENGANTAR ……… ii

UCAPAN TERIMAKASIH ………... iv

DAFTAR ISI ………... vii

DAFTAR TABEL ………... viii

DAFTAR LAMPIRAN ……….. ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ………... 1

B. Fokus Kajian ……… 6

C. Tujuan Penelitian ………. 8

D. Manfaat Penelitian ………... 8

E. Definisi Istilah ……….. 9

F. Struktur Organisasi Skripsi ……….. 9

BAB II SELF ESTEEM REMAJA DAN KONSELING PRIBADI SOSIAL A. Konsep Self Esteem (Harga Diri) ………. 11

B. Konsep Prostitusi ………. 19

C. Konsep Remaja ……… 22

D. Konsep Bimbingan dan Konseling Pribadi Sosial Untuk Remaja yang Terlibat Prostitusi ……… 26

E. Strategi Layanan ………... 32

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Metode Penelitian ……….. 38

B. Unit Analisis dan Lokasi Penelitian ………. 39

C. Instrumen ……….. 45

D. Teknik Pengumpul Data ………... 47

E. Analisis dan Interpretasi Data ……….. 50

F. Pemeriksaan Keabsahan Data ……….. 52

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ……… 53

B. Pembahasan ……….. 78

C. Keterbatasan Penelitian ……… 84

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan ……….. 85

B. Rekomendasi ……… 85

DAFTAR PUSTAKA ………. 87

LAMPIRAN-LAMPIRAN ………


(6)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Masa remaja merupakan salah satu diantara rentang kehidupan individu yaitu antara masa anak-anak dan masa dewasa. Masa remaja adalah suatu tahap dalam perkembangan kehidupan individu yang sangat penting dan berdampak luas bagi perkembangan berikutnya di masa dewasa, karena jika pada tugas perkembangan remaja tidak optimal maka akan menjadi penghambat bagi perkembangan individu selajutnya. Masa remaja juga merupakan suatu tahap dalam perkembangan dimana individu mengalami perubahan-perubahan yang sangat pesat diantaranya adalah perubahan fisik, terutama pada awal masa remaja. Ini dinyatakan oleh Sarwono (2011: 62):

Perubahan fisik merupakan gejala primer dalam pertumbuhan remaja, dan perubahan psikologis muncul akibat dari terjadinya perubahan fisik. Perubahan fisik meliputi penampilan fisik seperti bentuk tubuh dan proporsi tubuh dan fisiologis (kematangan organ-organ seksual).

Perubahan fisik yang dialami oleh individu pada masa remaja terutama perkembangan seksual. Dalam perkembangan seksualitas remaja ditandai dengan seks primer dan seks sekunder. Kematangan organ-organ seksual dan perubahan-perubahan hormonal mengakibatkan munculnya dorongan-dorongan seksual dalam diri remaja. selanjutnya Desmita (2007: 222) menyatakan:

Kematangan organ-organ seksual dan perubahan-perubahan hormonal, mengakibatkan munculnya dorongan-dorongan seksual orang dewasa. Remaja mencoba mengekspresikan dorongan seksualnya dalam berbagai bentuk tingkah laku seksual, mulai dari melakukan aktivitas berpacaran (dating), berkencan, bercumbu, sampai melakukan kontak seksual.

Proses biologis yang terjadi pada remaja tersebut menyebabkan semakin sempurna kematangan seksual yang menimbulkan beberapa konsekuensi seperti munculnya minat seksual, berkembangnya perilaku seksual pada remaja, minat terhadap lawan jenis, dan minat keintiman secara fisik.

Seks yang dulu disakralkan serta ditabukan bagi anak-anak remaja, kini demikian terbuka sampai menjadi kebiasaan (trend) dan gaya hidup (life style).


(7)

Dalam Harian Bali Kabar Anyar (18 Juli 2007), Rasmini menyatakan bahwa trend seks pra nikah menjadi fenomena yang menggiurkan bagi gaya hidup remaja sekarang, terlebih dukungan dari budaya permisif yang tampak melegalkan perilaku seks pra nikah. Pernyataan tersebut diperkuat lewat penelitian yang dilakukan oleh Rasmini terhadap 812 remaja di Kota Bali. Dalam penelitian tersebut, Rasmini menemukan fakta, bahwa dari 812 remaja yang menjadi responden, 432 remaja telah melakukan hubungan seks pra nikah dengan pacar, 158 remaja melakukan hubungan seks pra nikah dengan teman, 112 remaja melakukan hubungan seks pra nikah dengan teman tapi mesra (TTM), 61 responden melakukan hubungan seks pra nikah dengan pasangan yang tidak jelas hubungan statusnya (HTS) dan 49 responden melakukan aktivitas seks pra nikah dengan pekerja seks komersial (PSK).

Pada tahun 2008, Survey Komnas Perlindungan Anak di 33 Provinsi menyimpulkan bahwa 97% remaja SMP dan SMA pernah menonton film porno, 93,7% remaja SMP dan SMA pernah melakukan genital stimulation (meraba alat kelamin) dan oral seks, 62,7% remaja SMP dan SMA tidak perawan, dan 21,2% remaja mengaku pernah aborsi. Data Pusat Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) pada tahun 2006 menunjukkan, bahwa kisaran umur melakukan hubungan seks pranikah pada umur 13-18 tahun.

Hasil-hasil penelitian di atas dan penelitian-penelitian lainnya, kerapkali menempatkan remaja perempuan sebagai fokus penelitian atau pun pembahasan. Hal ini dikarenakan pihak yang lebih banyak mengalami kerugian adalah pihak remaja perempuan. Berdasarkan dengan masalah perempuan Suyanto (2002: 159) menyatakan:

Hilangnya keperawanan seorang remaja perempuan akibat seks bebas (pra nikah), menimbulkan bekas fisik yang bisa diketahui, mengakibatkan kehamilan yang tidak diinginkan yang berujung pada tindakan aborsi dan stigmatisasi sebagai “gadis” yang sudah tidak lagi perawan oleh masyarakat yang menyebabkan mereka merasa tidak lagi nyaman bergaul dalam lingkungan masyarakat. Dan salah satu faktor yang mendorong remaja perempuan terjerumus atau nekad menjadi pekerja seks komersial (PSK) atau pelacur, dikarenakan stigmatisasi masyarakat atas hilangnya keperawanan mereka.


(8)

Istilah pekerja seks komersial (PSK) remaja atau pun pelacur remaja, tidaklah tepat digunakan, karena kebanyakan dari remaja terperosok bekerja sebagai pekerja seks komersial bukan dengan sukarela dan atas dasar kemauan atau pun kesadaran sendiri, melainkan karena berbagai macam modus tipu daya, bujuk rayu, pemaksaan atau pun ketidakmengertian mereka terhadap resiko yang akan mereka alami nantinya.

Umroh (Suyanto, 2002: 164) menyatakan bahwa „sebagian remaja perempuan terpaksa bekerja menjadi pekerja seks komersial (PSK) karena lari dari rumah akibat kurangnya perhatian orang tua, ketidakharmonisan dalam keluarga, korban tindak kekerasan dalam keluarga (child abuse). Sebagian yang lain dikerenakan kemiskinan, dorongan memenuhi kebutuhan mengikuti perkembangan mode yang sedang trend atau dorongan mengikuti gaya hidup kehidupan urban yang konsumtif dan hedonis, dan sebagian lagi dikarenakan dorongan untuk memenuhi kecanduan akan psikotropika dan obat-obatan terlarang.‟

Perubahan sosial masyarakat yang makin konsumtif dan hedonis, serta pola pikir dan sikap masyarakat terhadap pendidikan kesehatan reproduksi dan seks yang bertanggung jawab, masih acuh tak acuh, ikut andil dalam menjerumuskan remaja Indonesia dalam perilaku seks bebas (pra nikah). Remaja perempuan yang tidak memiliki bekal dasar pendidikan seks yang bertanggung jawab, khususnya mengenai cara dan bagaimana mereka harus menghargai tubuh miliknya sendiri dengan benar, cenderung terjerumus melakukan hubungan seks pra nikah dan sedikit banyak akan mendorong anak-anak remaja perempuan tersebut terjerumus dalam dunia pelacuran jika kemudian mereka dikecewakan oleh pacar yang tidak bertanggung jawab atas hubungan seks pra nikah yang telah terjadi. Kekecewaan yang disertai hilangnya harga diri dan stigma lingkungan masyarakat sebagai “gadis” yang sudah tidak lagi perawan, mengakibatkan anak remaja perempuan tersebut tidak merasa nyaman lagi bergaul dan akhirnya terpedaya masuk dalam dunia prostitusi.

Hasil penelitian Subandriyo (Puspita, 2008: 8) menyatakan hubungan seksual di luar nikah memberikan dampak hilangnya harga diri seseorang wanita


(9)

yaitu penderitaan kehilangan keperawanan 82%, rasa bersalah 51%, merasa dirinya kotor 63%, tidak percaya diri 41%, dan rasa takut tidak diterima 59%.

Kehilangan harga diri, akibat stigma dari lingkungan masyarakat sebagai “gadis” yang sudah tidak perawan, mengakibatkan anak remaja perempuan tersebut memiliki harga diri rendah. Tidak hanya perempuan yang mengalami hal tersebut.

Coopersmith (1967: 4-5) menyatakan pengertian self esteem sebagai:

The evaluation which the individual makes and customarily maintains with regard to himself: it expresses an attitude of approval or disapproval, and indicates the extent to which the invidual believes himself to be capable, significant, successful and worthy. In short, self esteem is a personal judgement of worthiness that is expressed in the attitudes the individual holds toward himself.

Kemudian diartikan bahwa harga diri adalah evaluasi individu yang dibuat dan dijadikan kebiasaan dalam memandang dirinya, ini diperlihatkan melalui sikap menerima dan menolak, yang mengidentifikasi besarnya percaya diri atas kemampuan, keberartian, kesuksesan dan keberhargaan. Ringkasnya harga diri adalah penilaian pribadi mengenai keberhargaan dan keberartian yang ditunjukkan melalui sikap individu terhadap dirinya.

Ciri-ciri individu yang berekspektasi sangat rendah terhadap masa depan menurut Coopersmith (1967: 47) kesadaran mengenai diri sendiri yang tinggi, tidak ingin mengekspos diri mereka, kemarahan mereka, atau bentuk-bentuk perilaku lain yang mengundang perhatian, menyukai hidup di dalam bayang-bayang kelompok sosial, lebih menyukai kesunyian dari pada harus ikut berpartisipasi, mempunyai sikap yang negatif terhadap diri mereka sendiri; seperti pesimis, merasa terisolasi, merasa tidak pantas dicintai, memiliki perasaan ditolak, selalu merasa ragu dan selalu merasa tidak berharga.

Perkembangan harga diri tidak begitu saja terbentuk, tetapi perkembangan harga diri berlangsung sejak usia dini. Sidik (2008: 20-21) menyatakan bahwa perkembangan harga diri (self esteem) individu atau manusia, dapat dilihat sejak usia dini. Pada usia satu atau dua tahun, ekspresi perasaan senang mulai tampak.


(10)

Kepekaan terhadap evaluasi orang dewasa mulai muncul. Di usia dua tahun keatas dan seiring bertambahnya usia, harga diri (self esteem) seorang anak meningkat secara pesat dan dimensinya akan semakin kompleks. Hal tersebut dimungkinkan karena anak mulai dapat menilai dirinya. Memasuki periode remaja, perkembangan harga diri (self esteem) menjadi semakin menarik. Remaja mulai memiliki gambaran harga diri (self esteem) secara menyeluruh sebagai seorang individu atau manusia. Namun, di sisi lain justru ada saat dimana pada periode atau fase-fase remaja, harga diri (self esteem) mengalami penurunan yang drastis, terutama ketika memasuki masa-masa peralihan ke Sekolah Menengah Pertama atau Sekolah Menengah Atas. Hal tersebut dikarenakan munculnya harapan mendapatkan lingkungan baru yang menyenangkan, baik itu teman-teman baru ataupun guru-guru baru.

Ketika remaja dihadapkan pada masalah-masalah dalam hidupnya, remaja memerlukan pendamping yang tepat agar tidak salah langkah atau salah dalam mengambil keputusan untuk mengatasi permasalahan-permasalahan yang dihadapinya. Jika remaja tidak didampingi oleh orang yang tepat maka kemungkinan remaja akan terjerumus dalam penyalahgunaan narkoba, seks bebas, dan lebih buruk lagi adalah terjerumus dalam dunia prostitusi.

Hasil wawancara dengan Direktur salah satu LSM di Bandung ada beberapa kasus yang berkaitan dengan perilaku seksual remaja. Semua remaja yang berada di LSM tersebut mengakui pernah melakukan hubungan seksual (intercourse) di luar nikah, beberapa diantara mereka pernah sampai menemani tidur. Hasil pengamatan penulis di LSM, baik pria dan wanita perbincangan diantara mereka pun membahas tentang hubungan seksual yang mereka lakukan dengan pacar atau teman kencan mereka.

Berkaitan dengan permasalahan yang terjadi pada remaja yang berada di KAP Indonesia maka perlu adanya perhatian khusus, yaitu dengan pemberian layanan konseling pribadi sosial untuk memberikan pemahaman mengenai harga diri perlu diberikan kepada remaja. Hal ini dimaksudkan agar remaja lebih menghargai dirinya, memiliki rencana masa depan, dapat dihargai orang lain, dan dapat diterima di lingkungan masyarakat dengan baik. Maka sebaiknya remaja


(11)

tersebut diberikan perhatian khusus, dengan memberikan konseling individu dimaksudkan untuk membantu perkembangan remaja secara optimal, seperti yang dinyatakan oleh Nurihsan (2005: 10-11) bahwa koseling individu merupakan proses belajar yang bertujuan agar konseli dapat mengenal diri sendiri, menerima diri sendiri serta realistis dalam proses penyesuaian dengan lingkungannya.

Dalam konseling diharapkan konseli dapat mengubah sikap, keputusan diri sendiri, sehingga remaja dapat lebih baik menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan memberikan kesejahteraan pada diri sendiri dan masyarakat sekitarnya. Konseling bertujuan membantu individu untuk memecahkan masalah-masalah pribadi, baik sosial maupun emosional, yang dialami saat sekarang dan yang akan datang, membantu individu mendalami arti nilai hidup pribadi, kini dan mendatang, memberikan bantuan kepada individu untuk mengembangkan kesehatan mental, perubahan sikap, dan tingkah laku.

Pribadi-sosial sebagai salah satu bidang dalam bimbingan, menjadi fokus dalam upaya konselor untuk meningkatkan harga diri remaja. Winkel (Sukardi, 2008: 53) „bimbingan pribadi-sosial berarti bimbingan dalam menghadapi keadaan batinnya sendiri dan mengatasi pergumulan dalam hatinya sendiri dalam mengatur dirinya sendiri dibidang kerohanian, perawatan jasmani, pengisian waktu luang, penyaluran nafsu seksual dan sebagainya, serta bimbingan dalam membina hubungan kemanusiaan dengan sesama diberbagai lingkungan.‟

Berdasarkan fenomena keterlibatan remaja dalam dunia prostitusi, peneliti tertarik untuk meneliti mengenai harga diri yang dimiliki oleh remaja yang terlibat dalam prostitusi. Oleh karena itu, dalam penelitian ini judul penelitian ini adalah

Layanan Konseling Pribadi Sosial untuk Meningkatkan Harga Diri (Self Esteem) Remaja Yang Terlibat Prostitusi”.

B. Fokus Kajian

Pentingnya pemenuhan kebutuhan self esteem individu, khususnya pada remaja, terkait erat dengan dampak negatif jika mereka tidak memiliki self esteem yang mantap. Remaja akan mengalami kesulitan dalam menampilkan perilaku sosialnya, merasa inferior dan canggung. Namun apabila kebutuhan self esteem


(12)

remaja dapat terpenuhi secara memadai, remaja akan memperoleh sukses dalam menampilkan perilaku sosialnya, tampil dengan kayakinan diri (self-confidence) dan merasa memiliki nilai dalam lingkungan sosialnya.

Self esteem mengalami penurunan yang drastis, terutama ketika memasuki

masa-masa peralihan ke Sekolah Menengah Pertama atau Sekolah Menengah Atas. Hal tersebut juga dikaitkan dengan masa transisi memasuki sekolah yang baru disertai dengan harapan mendapatkan guru dan teman baru yang menyenangkan (Sidik, 2008: 21). Hubungan seksual di luar pernikahan merupakan salah satu hal yang memberikan dampak negatif diantaranya hilangnya

self esteem seseorang yaitu penderitaan kehilangan keperawanan, rasa bersalah,

merasa dirinya kotor, tidak percaya diri dan rasa takut tidak diterima. Remaja dengan self esteem rendah adalah remaja yang kurang percaya terhadap diri sendiri, keterlibatan dalam diskusi hanyalah sebagai pendengar, lebih menyukai kesunyian, merasa bahwa dirinya bukan orang yang penting dan pantas disukai, tidak yakin dengan ide, kemampuan, pandangan mereka sendiri, merasa terisolasi, tidak pantas dicintai, tidak mampu mengekspresikan diri dan tidak mampu mempertahankan diri sendiri, memiliki perasaan ditolak, ragu-ragu, dan tidak berharga. Hal ini menyebabkan ekspektasi akan masa depan sangat rendah pada remaja yang memiliki self esteem rendah.

Merujuk pada dampak negatif self esteem maka orang tua, guru, dan juga konselor memiliki kewajiban untuk membantu dan memfasilitasi remaja untuk lebih mengerti dan memahami self esteem dirinya. Para remaja perlu kasih sayang yang tulus sehingga remaja dapat tumbuh dan berkembang secara wajar dan sehat, yang didalamnya terkandung perasaan harga diri yang stabil dan mantap.

Banyak hal yang perlu diketahui agar orang tua, guru dan konselor memahami apa yang membuat remaja memiliki self esteem rendah. Misalnya kemampuan untuk bisa mengatur dan mengontrol tingkah laku orang lain, memiliki kepedulian, perhatian dan afeksi yang diterima dari orang lain, ketaatan atau mengikuti standar moral dan etika dan kemampuan untuk sukses memenuhi tuntutan prestasi.


(13)

Jika berbagai informasi telah diketahui dan dimengerti tentunya akan menghasilkan kemudahan bagi orang tua, guru dan juga konselor untuk menentukan unsur mana yang akan diberi bimbingan dan konseling. Sehingga kelak remaja dapat mengerti dan memahami sendiri untuk menjadi pribadi yang memiliki self esteem yang tinggi. Fokus kajian dari penelitian ini ialah meningkatkan self esteem remaja yang terlibat prostitusi.

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan self esteem remaja yang terlibat prostitusi di KAP Indonesia-Bandung.

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini, adalah sebagai berikut:

a. Mengetahui gambaran secara mendalam mengenai self esteem remaja yang terlibat prostitusi di KAP Indonesia-Bandung.

b. Merumuskan racangan layanan konseling pribadi-sosial untuk meningkatkan self esteem remaja yang terlibat prostitusi di KAP Indonesia-Bandung.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis penelitian ini bermanfaat untuk memberikan kontribusi pemikiran dalam memperkuat ilmu di bidang Psikologi Pendidikan dan Bimbingan, khususnya dalam mengetahui layanan konseling pribadi-sosial dalam meningkatkan harga diri (self esteem) remaja yang terlibat prostitusi.

2. Manfaat Praktis

Manfaat praktis dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti, meliputi: a. Bagi Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan kajian dan memperkaya bahan dan informasi bagi Jurusan Pendidikan Psikologi dan


(14)

Bimbingan mengenai layanan konseling pribadi-sosial untuk meningkatkan harga diri (self esteem) remaja yang terlibat prostitusi.

b. Bagi Konselor

Hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan bahan ketika melakukan proses konseling dan rehabilitasi bagi remaja korban prostitusi. c. Bagi para pendidik atau guru-guru

Hasil penelitian ini dapat menjadi gambaran dari fenomena prostitusi remaja dan bahan pedoman dalam memberikan bimbingan dan arahan edukatif kepada remaja untuk meningkatkan self esteem, khususnya dilingkungan sekolah.

d. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi inspirasi mengenai topik penelitian dan menjadi pemacu untuk melakukan penelitian lebih jauh lagi mengenai harga diri (self esteem).

E. Definisi Istilah

1. Self esteem merupakan evaluasi remaja usia 15-18 tahun yang terlibat

prostitusi di KAP Indonesia-Bandung yang dibuat dan dijadikan kebiasaan dalam memandang dirinya, ini diperlihatkan melalui sikap menerima dan menolak, yang mengidentifikasi besarnya percaya diri atas kemampuan, keberartian, kesuksesan dan keberhargaan.

2. Rancangan konseling individual pribadi-sosial merupakan rancangan proses pemberian bantuan dari konselor untuk memfasilitasi remaja usia 15-18 tahun yang terlibat prostitusi di KAP Indonesia-Bandung dalam meningkatkan self esteem.

F. Struktur Organisasi Skripsi

Bab I berisikan Pendahuluan yang terdiri atas: latar belakang penelitian, fokus telaah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi istilah dan struktur organisasi skripsi.


(15)

Bab II merupakan Kajian Pustaka. Kajian pustaka mencakup konsep dasar

self esteem, remaja dan konseling pribadi sosial.

Bab III merupakan Metode Penelitian. tempat dan unit analisis, pendekatan dan metode penelitian, teknik pengumpulan data serta analisis data.

Bab IV adalah Hasil Penelitian dan Pembahasan. Bab hasil penelitian dan pembahasan terdiri dari: (a) Deskripsi aspek kekuasaan (power) pada remaja yang terlibat prostitusi di KAP Indonesia-Bandung; (b) Deskripsi aspek keberartian (significance) pada remaja yang terlibat prostitusi di KAP Indonesia-Bandung; (c) Deskripsi aspek kebajikan (virtue) pada remaja yang terlibat prostitusi di KAP Indonesia-Bandung; (d) Deskripsi aspek kompetensi (competence) pada remaja yang terlibat prostitusi di KAP Indonesia-Bandung; (e) Racangan layanan konseling pribadi-sosial untuk meningkatkan self esteem remaja yang terlibat prostitusi di KAP Indonesia-Bandung; dan (f) Keterbatasan Penelitian.

Bab V meliputi Kesimpulan dan Saran. Bab kesimpulan dan saran menyajikan penafsiran dan pemaknaan terhadap hasil temuan penelitian.


(16)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Metode Penelitian 1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan kualitatif. Sesuai dengan tujuan pendekatan kualitatif penelitian yang sudah dilakukan bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek peneliti misalnya, perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moleong, 2007: 6).

Bogdan dan Biklen (Sugiyono, 2009: 9) mengemukakan bahwan „karakteristik pendekatan kualitatif ditandai dengan mengamati unit analisis pada kondisi yang alamiah (natural setting), lebih bersifat deskriptif, lebih menekankan proses dari pada hasil (outcome), analisis data secara induktif dan lebih menekankan makna (data dibalik yang teramati).‟ Pengamatan yang dilakukan adalah pengamatan terhadap perilaku remaja yang terlibat prostitusi serta mengetahui gambaran umum tentang self esteem rejama yang terlibat prostitusi. 2. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kasus. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode studi kasus. Metode studi kasus digunakan agar penelitian difokuskan pada satu fenomena yang ingin dipahami secara mendalam. Sesuai dengan karakteristik penelitian kualitatif yang lebih menekankan proses dari pada produk, sehingga dalam hal ini peneliti lebih mempertanyakan “bagaimana” atau “mengapa” dari pada “apa” karena proses terjadinya sesuatu itu lebih penting dari pada adanya sesuatu (Basrowi dan Suwandi, 2008: 187). Studi kasus diarahkan untuk menghimpun data, mengambil makna, memperoleh pemahaman dari kasus. Kasus dapat terdiri atas satu orang, satu kelas, satu sekolah dan sebagainya.


(17)

B. Unit Analisis dan Lokasi Penelitian 1. Unit Analisis

Subjek penelitian dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik purpose sampling, yaitu teknik pengambilan sampel bedasarkan sumber data dan informasi yang akan menjadi dasar dari rancangan dan teori yang muncul. Subjek penelitian adalah remaja (15-18 tahun) di Bandung yang telah terlibat prostitusi. Subjek dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel 3.1 Identitas Unit Anlisis

No Unit Analisis Jenis Kelamin Usia Alamat

1 AWR L 18 Tegalega

2 APA L 16 Kopo

3 RM P 17 Cibereum

4 AS P 17 Cimahi

1. Unit Analisis 1 (AWR)

Subjek penelitian pertama berinisial AWR yang berjenis kelamin laki-laki, masih aktif sekolah di salah satu SMA Swasta di Bandung kelas XII. Usia AWR 18 tahun, AWR lahir di Jakarta pada tanggal 6 Februari 1995. Profil AWR antara lain bertubuh sedang, memiliki kulit sawo matang, hidungnya tidak terlalu mancung, berambut lurus hitam, mata bulat dengan kornea yang berwarna hitam, golongan darah O. Postur tubuh AWR dapat digambarkan dengan tinggi badan sekitar 169 cm dengan berat badan 40 kg. AWR beralamat di Jalan Nyengseret Gang Bapak Suhaya 3. AWR saat ini tinggal bersama dengan kedua orang tuanya, AWR merupakan anak ke empat dari enam bersaudara. AWR sangat menyukai

dance dan AWR bercita-cita menjadi guru dance.

Penampilan AWR dilihat dari kesehariannya sering kali mengenakan kaos dan kemeja kotak-kotak, memakai celana jeans ketat. Celana seragam sekolah AWR pun sangat ketat dan melipat lengan baju seragam putih yang panjang sampai ke siku. Sepatu yang sering dikenakan AWR saat sekolah adalah

Converse warna hitam, sedangkan untuk di luar sekolah AWR sering kali


(18)

selalu mengenakan jam tangan, baik di sekolah maupun di luar sekolah. AWR sangat jeli dalam segi penampilan, dapat dikatakan AWR sangat pintar untuk menyesuaikan penampilan, baik di sekolah, berpenampilan clasic atau berpenampilan santai yang hanya mengenakan kaos oblong yang trendi. Gadget yang digunakan AWR adalah gadget yang trend saat ini yaitu blackberry. Dari pakaian baik itu celana, baju, sepatu, tas, jam tangan, merupakan barang yang bermerk. Dari penampilan AWR dapat terlihat bahwa AWR berasal dari keluarga yang berada. Pekerjaan Ayah AWR adalah wiraswasta dengan gaji ± 3.000.000 rupiah per bulan, sedangkan Ibu AWR sebagai ibu rumah tangga.

Didapatkan pengakuan dari AWR bahwa, ia merupakan anak keempat dari enam bersaudara. Hubungan AWR dengan keluarganya kurang baik karena AWR merasa bahwa dirinya kurang mendapatkan perhatian dari kedua orang tuangya, tetapi komunikasi AWR dan saudaranya cukup baik, AWR mengatakan “orang tua sie ga tau kalo aku suka sama laki-laki tapi ada kakak yang tau kalo aku suka laki-laki”. Kegiatan sepulang sekolah yang sering AWR lakukan adalah menghabiskan waktu bersama teman-temannya dari mulai jalan-jalan di mal, makan, karoke bahkan clubing.

2. Unit Analisis 2 (APA)

Subjek penelitian yang kedua berinisial APA yang berjenis kelamin laki-laki, masih aktif sekolah di salah satu SMA Swasta di Bandung kelas XII. Usia AS 16 tahun, APA lahir di Bandung pada tanggal 20 Desember 1996. Profil APA antara lain bertubuh tinggi kurus, memiliki kulit sawo matang, hidungnya tidak terlalu mancung, berambut lurus hitam, mata sipit dengan kornea yang berwarna hitam. Postur tubuh APA dapat digambarkan dengan tinggi badan sekitar 175 cm dengan berat badan 45 kg. APA beralamat di Jalan Kopo. APA saat ini tidak tinggal bersama dengan kedua orang tuanya (kos), APA merupakan anak ke enam dari enam bersaudara. Hobi APA adalah dance, APA dan AWR pernah mengikuti perlombaan dance di Bandung dan di Jakarta. Makanan kesukaan APA adalah ayam gorang dan minum kesukaannya adalah vodca.

Penampilan APA dilihat dari kesehariannya sering kali mengenakan kaos dengan warna cerah, memakai celana jeans ketat dan memakai sepatu Converse.


(19)

Seragam sekolah APA cukup rapi, dengan baju dan celana yang tidak begitu ketat. Sepatu yang sering dikenakan APA saat sekolah maupun di luar sekolah adalah

Converse warna hitam, APA selalu mengenakan masker saat berada di luar. APA

lebih suka berpenampilan santai dengan mengenakan kaos oblong. Gadget yang digunakan APA adalah gadget yang trend saat ini yaitu blackberry. Walau pun penampilan APA dapat dibilang trendi tetapi APA berasal dari keluarga yang sederhana. Ayah APA bekerja sebagai buruh dengan pendapatan ± 500.000 rupiah per bulan dan Ibu APA seorang ibu rumah tangga.

Didapatkan pengakuan dari APA bahwa, ia merupakan anak bungsu dari enam bersaudara. Hubungan APA dengan keluarganya kurang baik karena APA merasa bahwa dirinya kurang mendapatkan perhatian dari kedua orang tuangya, Ayahnya sibuk bekerja, dan saudara APA jarang di rumah, meskipun saudara APA sudah bekerja tapi tidak pernah memberikan uang untuk orang tua dan dirinya, APA mengatakan “kakak uda kerja ko, tapi ga pernah ngasih uang ke orang tua, uangnya habis buat foya-foya dan dugem”. Komunikasi antara APA

dan saudaranya memang tidak baik dikarenakan saudara APA jarang di rumah dan APA pun lebih memilih untuk kos dan menghidupi dirinya. Kegiatan sepulang sekolah yang sering APA lakukan adalah menghabiskan waktu bersama pacarnya, diam di kos atau sesekali pulang ke rumahnya. Hampir setiap weekend APA selalu mengunjungi club malam, APA mengatakan “clubing paling seminggu sekali, pernah sampai mabuk parah”.

3. Unit Analisis 3 (RM)

Unit análisis yang ketiga berinisial RM yang berjenis kelamin perempuan, masih aktif sekolah di salah satu SMA Swasta di Bandung kelas XII. Usia RM 17 tahun, RM lahir di Bandung pada tanggal 4 Februari 1996. Profil RM antara lain bertubuh cukup berisi, memiliki kulit sawo matang, hidungnya tidak terlalu mancung, berambut ikal dengan warna kecoklatan, mata bulat dengan kornea yang berwarna hitam, golongan darah AB. Postur tubuh RM dapat digambarkan dengan tinggi badan sekitar 150 cm dengan berat badan 42 kg. RM beralamat di Jalan Tirta Indah 3. RM saat ini tinggal bersama dengan kedua orang tuanya, RM merupakan anak ke lima dari lima bersaudara.


(20)

Penampilan RM dilihat dari kesehariannya sering kali mengenakan kemeja, memakai celana jeans ketat dan sepatu atau sandal model wedges. Seragam sekolah yang dikenakan RM cukup rapi, tidak terlalu ketat, rok yang dikenakan RM adalah rok dengan model rampel dengan sedikit mengatung, sepatu yang lebih sering dikenakan saat sekolah adalah sepatu Converse dengan warna hitam dan menggunakan kaos kaki warna putih panjang sampai hampir selutut. Dari penampilan RM di luar sekolah, RM terlihat feminin, dengan rambut ikalnya yang selalu digerai. Gadget yang digunakan RM adalah gadget yang trend saat ini yaitu blackberry. Dari pakaian dan gadget yang dimiliki, RM bukan lah dari keluarga yang kaya, RM dari keluarga menengah. Ayah RM bekerja sebagai buruh dengan penghasilan ± 500.000 per bulan dan Ibu RM sebagai PNS dengan penghasilan ± 1.500.000 per bulan.

Didapatkan pengakuan dari RM bahwa, ia merupakan anak bungsu dari lima bersaudara. Hubungan RM dengan keluarganya cukup baik, RM tidak merasa dirinya kurang perhatian dan komunikasi yang terjalin dalam keluarga cukup baik. RM mengatakan “kalo ada apa-apa selalu cerita sama mama dan kalo mau main juga selalu ijin dulu”. Kegiatan sepulang sekolah yang sering RM lakukan adalah menghabiskan waktu bersama teman-temannya dari mulai jalan-jalan di mal, makan, dan kadang mengerjakan tugas dengan teman.

4. Unit Analisis 4 (AS)

Unit análisis yang keempat berinisial AS yang berjenis kelamin perempuan, masih aktif sekolah di salah satu SMA Swasta di Bandung kelas XII. Usia AS 17 tahun, AS lahir di Bandung pada tanggal 16 September 1996. Profil AS antara lain bertubuh cukup berisi, memiliki kulit sawo matang, hidungnya tidak terlalu mancung, berambut panjang, ikal dengan hitam, mata bulat dengan kornea yang berwarna kecoklatan, golongan darah B. Postur tubuh AS dapat digambarkan dengan tinggi badan sekitar 155 cm dengan berat badan 40 kg. AS beralamat di Cimahi. AS saat ini tinggal bersama dengan kedua orang tuanya, AS merupakan anak ke dua dari tiga bersaudara.

Penampilan AS dilihat dari kesehariannya sering kali mengenakan kemeja dan blouse, memakai celana jeans ketat dan sepatu model flat. Seragam


(21)

sekolah yang dikenakan AS cukup rapi, tidak terlalu ketat, rok yang dikenakan AS adalah rok dengan model rampel panjang rok pun pas tidak mengatung, sepatu yang dikenakan saat sekolah adalah sepatu Converse dengan warna hitam dan menggunakan kaos kaki warna putih panjang sampai hampir selutut. Dari penampilan AS di luar sekolah, AS terlihat feminin, dengan rambut ikalnya yang selalu digerai. Gadget yang digunakan AS adalah gadget yang trend saat ini yaitu

blackberry. Dari pakaian dan gadget yang dimiliki, AS bukan lah dari keluarga

yang kaya, AS dari keluarga menengah. Ayah AS bekerja sebagai wiraswasta dengan penghasilan ± 2.000.000 rupiah per bulan dan Ibu AS sebagai ibu rumah tangga.

Didapatkan pengakuan dari AS bahwa, ia merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Hubungan AS dengan keluarganya cukup baik, AS tidak merasa dirinya kurang perhatian dari kedua orang tuanya dan komunikasi yang terjalin antara AS dan keluarga sangat baik. AS mengatakan “kalo aku pulang telat, ayah pasti telepon, nanyain ada di mana dan pulang jam berapa”. Kegiatan sepulang sekolah yang sering AS lakukan adalah menghabiskan waktu bersama teman-temannya dari mulai jalan-jalan di mal, makan, dan kadang mengerjakan tugas dengan teman sekolahnya, AS biasa diantar pulang sampai rumah oleh pacarnya. 2. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian secara umum adalah Bandung. Alasan Kota Bandung sebagai lokasi penelitian adalah dari hasil penelitian yang sudah ada, menunjukkan bahwa Bandung termasuk Kota yang tingkat prostitusinya tinggi. Lokasi penelitian secara khusus adalah LSM dengan nama KAP Indonesia (Konfederasi Anti Pemiskinan Indonesia) yang memiliki program penanganan Eksploitasi Seks Komersial Anak usia 15-18 Tahun di seluruh Bandung.

a. Latar Belakang KAP Indonesia

Konfederasi Anti Pemiskinan Indonesia atau di singkat KAP Indonesia adalah lembaga yang dibangun oleh 22 Ornop yang tersebar dari Aceh sampai Papua. KAP Indonesia lahir dari hasil refleksi atas keterlibatan para individu dari 22 Ornop tersebut dalam Program Pemulihan Keberdayaan Masyarakat (PPKM). Pengalaman berjaringan dan perlembaga dalm konteks Program PKM maupun


(22)

dalam konteks lain dalam membebaskan kelompok-kelompok marjinal dari ketidakadilan atas sumber daya (ekonomi, sosial-budaya dan politik) telah memperkaya cara berpikir dan kesadaran bersama untuk memperjelas peran dan posisi, mempertajam prioritas dan arah gerakan anti pemiskinan baik ditingkat mikro maupun makro.

KAP Indonesia memahami kemiskinan rakyat sebagai suatu kondisi yang lahir dari tatanan yang tidak adil (akses yang tidak sama karena hanya dikuasi segelintir orang) yang dijalankan terus menerus secara sistematis sehingga melahirkan ketimpangan ekonomi, politik, sosial, budaya dan hukum. Proses panjang penyingkiran, pemiskinan, dan pembodohan terhadap rakyat terutama terjadi pada mereka yang berada pada lapisan sosial-ekonomi, politik dan budaya terpinggir dan terbawah. Semua proses dan bentuk pemiskinan tersebut harus dihentikan dan, karena itu, diperlukan upaya yang lebih sistematis untuk membela, mempertahankan, dan memperkuat masyarakat sipil memperjuangkan hak-haknya serta diperlukan upaya menumbuhkan kesadaran kritis rakyat untuk memahami latar belakang dari semua pemiskinan yang telah mereka alami dan derita selama ini. Upaya tersebut dilakukan sendiri oleh rakyat dan karena itu, memerlukan serangkaian kerja keras untuk mengorganisasikan dan meningkatkan kemampuan mereka agar benar-benar mampu menjadi pelaku sadar dan aktif suatu gerakan perubahan sosial kea rah pemulihan hak, otonomi, dan mertabat mereka sebagai warga masyarakat, warga Negara, warga dunia dan di atas segalanya sebagai manusia.

b. Visi

KAP Indonesia berusaha membuka akses, partisipasi dan kontrol kelompok masyarakat marjinal atas politik, ekonomi, sosial, budaya, dan hokum.

c. Misi

1. Mendorong lahirnya kebijakan, yang berpihak pada kelompok marjinal. 2. Membangun jaringan dan aliansi strategis dalam penanggulangan

kemiskinan struktural.

3. Mengambangkan kapasitas organisasi masyarakat sipil dalam upaya melakukan advokasi atas persoalan kemiskinan struktural.


(23)

C. Instrumen

Sebagaimana diutarakan Nasution (Sugiyono, 2009: 60) bahwa dalam „penelitian kualitatif tidak ada pilihan lain dari pada menjadikan manusia sebagai instrumen penelitian utama‟. Alasannya ialah bahwa, segala sesuatunya belum mempunyai bentuk yang pasti. Masalah, fokus penelitian, prosedur penelitian, hipotesis yang digunakan, bahkan hasil yang diharapkan, itu semuanya tidak dapat ditentukan secara pasti dan jelas sebelumnya. Segala sesuatu masih perlu dikembangkan sepanjang penelitian ini. Dalam keadaan yang serba tidak pasti dan tidak jelas itu, tidak ada pilihan lain dan hanya peneliti itu sendiri sebagai alat satu-satunya yang dapat mencapainya.

Berdasarkan pernyataan tersebut, maka instrumen utama dalam penelitian kualitatif ialah peneliti sendiri. Namun, selanjutnya setelah fokus penelitian menjadi jelas, kemungkinan akan dikembangkan instrumen sederhana, yang diharapkan dapat melengkapi data dan membandingkan dengan data yang telah ditemukan melalui observasi, quetionare, checklist dan wawancara. Peneliti akan terjun ke lapangan sendiri sebagai perencana, pelaksana pengumpul data, analisis, penafsir data, membuat kesimpulan dan pada akhirnya menjadi pelapor hasil penelitian.

Tabel 3.2

Alat Pengumpul Data

NO ALAT KEGIATAN SUMBER DATA HASIL

1 Pedoman Wawancara (dua belas sesi)

Wawancara 1. 4 Unit Analisis a. AWR b. APA c. RM d. AS Deskripsi ciri-ciri prostitusi, deskripsi faktor penyebab terlibat prostitusi dan deskripsi self esteem.

2. 1 orang

Konselor LSM a. Ibu Dewi

Deskripsi tentang perubahan

perilaku unit analisis sebelum dan sesudah berada di LSM. Deskripsi faktor


(24)

penyebab unit analisis terlibat prostitusi dan deskripsi self esteem unit analisi. 3. 2 orang Staff

LSM

a. Pak Roki b. Pak Wecay

Deskripsi tentang perilaku unit nalisis secara individual maupun secara sosial di lingkungan LSM. 4. 4 orang teman

unit analisis a. R b. MR c. S d. D Keterangan mengenai perilaku unit analisis di sekolah dan di luar

sekolah, sikap unit analisis selama di sekolah dan di luar

sekolah. 5. Orangtua Unit

Analisis

Informasi mengenai

kegiatan apa saja yang dilakukan oleh unit analisis selama di rumah. 2 Pedoman

Observasi

Observasi 1. 4 Unit Analisis a. AWR b. APA c. RM d. AS Kegiatan unit analisis selama bersama peneliti.

3 Pedoman Studi Dokumentasi

Studi

Dokumentasi

1. 4 Unit Analisis a. AWR b. APA c. RM d. AS

Status facebook

selama masa penelitian.

4 Daftar

Checklist

Pengumpulan informasi

1. 4 Unit Analisis a. AWR b. APA Deskripsi ciri-ciri prostitusi, deskripsi faktor penyebab terlibat


(25)

c. RM d. AS

prostitusi dan deskripsi self

esteem.

5 Questionnaire Pengumpulan informasi

1. 4 Unit Analisis a. AWR b. APA c. RM d. AS

Deskripsi ciri-ciri prostitusi,

deskripsi faktor penyebab terlibat prostitusi dan deskripsi self

esteem.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian kualitatif bersifat fleksibel, menggunakan aneka kombinasi dari teknik-teknik untuk mendapatkan data yang valid dengan peneliti sebagai instrumen utama. Pengumpulan data dapat dilakukan dalam berbagai setting, berbagai sumber, dan berbagai cara. Dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data dilakukan pada kondisi yang alamiah (natural setting), sumber data primer, dan teknik pengumpulan data lebih banyak pada observasi berperan serta (participant observation), wawancara mendalam (in

depth interview) serta dokumentasi (Sugiyono, 2009: 63).

Data primer diperoleh langsung melalui observasi dan wawancara, sedangkan data sekunder diperoleh secara tidak langsung seperti informasi dari orang lain atau melalui dokumen. Cara atau teknik pengumpulan data menggunakan protokol wawancara, observasi, dan studi dokumentasi dalam kurun waktu satu bulan pada setiap unit analisis. Setelah masalah yang akan dipelajari cukup jelas, peneliti dapat mengembangkan instrumen sederhana untuk memperoleh data yang lebih spesifik dan mendalam mengenai prokrastinasi akademik peserta didik. Penggunaan instrumen seperti interview schedules, dan

time and motion logs dapat digunakan peneliti dalam pengumpulan data. Begitu

pula questionnaires, atau sociometric devices dapat menghasilkan data yang langsung dilengkapi oleh unit analisis.

Berbagai teknik pengumpulan data tersebut digunakan untuk saling melengkapi sehingga dapat diperoleh dan diklarifikasikan berdasarkan jenisnya


(26)

yaitu data primer dan data sekunder. Beberapa teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini sebagai berikut.

1. Observasi

Burns menyatakan bahwa dengan „observasi atau pengamatan, peneliti dapat mendokumentasikan dan merefleksi secara sistematis terhadap kegiatan dan interaksi unit analisis penelitian‟ (Basrowi dan Suwandi, 2008: 93). Data observasi berupa deskripsi yang bersifat faktual, cermat dan terinci mengenai keadaan lapangan, kegiatan yang dilakukan, situasi sosial serta konteks dimana kegiatan-kegiatan terjadi.

Dengan demikian, pelaksanaan observasi dalam penelitian ini ditujukan untuk: a) keadaan lapangan (unit analisis) baik ketika di kelas, di lingkungan sekolah, maupun di rumah, b) kegiatan atau tindakan yang dilakukan unit analisis baik ketika di kelas, di lingkungan sekolah, maupun di rumah, dan c) situasi sosial unit analisis. Hal-hal tersebut perlu diobservasi dalam rangka mendokumentasikan dan merefleksi secara sistematis terhadap kegiatan dan interaksi unit analisis penelitian. Observasi dilakukan dengan cara melihat langsung kegiatan peserta didik dalam kehidupan sehari-hari terkait dengan kebiasaan pokrastinasinya, yakni peneliti masuk ke kelas unit analisis (pada mata pelajaran tertentu), mengamati unit analisis dalam situasi belajar di kelas, menggunakan observer lain dalam proses observasi, juga melakukan home visit (minimal satu kali). Observasi dilakukan pada masing-masing unit analisis selama 2 bulan.

Dalam menunjang perolehan informasi yang optimal, peneliti menggunakan instrumen sederhana yang dapat digunakan selama proses observasi, seperti pedoman observasi, catatan lapangan, time and motion logs, kamera foto, dan Pedoman observasi berisi kata kunci dalam melaksanakan observasi partisipasi (participant observation) agar peneliti tetap fokus pada hal yang ingin diobservasi. Pada observasi partisipasi ini, partisipasi yang dilakukan ialah partisipasi pasif, yakni peneliti datang ke tempat kegiatan orang yang diamati, tetapi tidak ikut terlibat dalam kegiatan tersebut (Sugiono, 2009: 66). Hasil observasi kemudian dicatat dalam catatan lapangan (field notes).


(27)

Jika memerlukan hasil observasi yang sangat mendetail, peneliti juga dapat menggunakan time and motion logs. Instrumen ini akan membantu peneliti dalam merekam tindakan unit analisis dalam periode waktu tertentu. Alat lain yang dapat digunakan dalam proses observasi dan merupakan hal yang cukup penting ialah kamera foto.

Tabel 3.3 Pedoman Observasi

No Instrumen yang diamati

Subjek yang

Diamati Alat Hasil

1 Ciri-ciri Prostitusi 1. AWR 2. APA 3. RM 4. AS

Kamera Foto, alat tulis, buku catatan.

Catatan tentang perilaku hubungan seksual subjek yang diamati 2 Faktor-faktor

penyebab terlibat prostitusi 1. AWR 2. APA 3. RM 4. AS Kamera Foto, alat tulis, buku catatan.

Catatan tentang faktor penyebab keterlibatan subjek yang diamati 3 Self esteem Peneliti dan

orangtua

Kamera foto, alat tulis, buku catatan.

Catatan tentang self

esteem subjek yang

diamati 2. Wawancara

Wawancara dilaksanakan untuk mengetahui hal-hal yang tidak dapat diketahui dalam observasi dan mengetahui apa yang terkandung dalam pikiran, pandangan dan hati responden (unit analisis).

Dalam penelitian ini, jenis wawancara yang digunakan ialah wawancara semiterstruktur (semistructure interview). Jenis wawancara ini sudah termasuk dalam kategori in depth interview, di mana dalam pelaksanaannya lebih bebas bila dibandingkan dengan wawancara terstruktur. Tujuannya ialah untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka, di mana pihak yang diajak wawancara diminta pendapat, dan ide-idenya (Sugiono, 2009: 73). Wawancara dilakukan beberapa kali sesuai kebutuhan untuk mengungkap setiap aspek kepada masing-masing unit analisis. Sedangkan wawancara dengan guru, keluarga atau teman-teman terdekat unit analisis dilakukan minimal satu kali. Wawancara dilakukan dengan tatap muka langsung, begitu pula dengan keluarga unit analisis (ketika home visit).


(28)

Selain itu, dalam proses wawancara, digunakan juga instrumen seperti

questionnaires dengan tujuan untuk memperoleh data lebih spesifik dan untuk

menghindari kecanggungan unit analisis dalam menjawab pertanyaan.

Questionnaires diisi atau dilengkapi oleh unit analisis sendiri, kemudian bila

aspek yang dimaksud telah terungkap.

E. Analisis dan Interpretasi Data

Bogdan dan Taylor (Basrowi dan Suwandi, 2008: 91) mendefinisikan analisis data sebagai proses yang merinci usaha secara formal untuk menemukan tema dan merumuskan hipotesis (ide) seperti yang disarankan oleh data dan sebagai usaha untuk memberikan bantuan pada tema dan hipotesis itu. Dalam penelitian ini, analisis data akan menggunakan model analisis data kualitatif perspektif fenomenologi yang dikembangkan Bogdan dan Taylor. Secara aplikatif Bogdan dan Taylor memberikan arahan penelitian fenomenologi dilakukan meliputi tiga tahap, yakni tahap pralapangan, tahap di lapangan, dan tahap pascalapangan. Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, selama di lapangan dan setelah selesai di lapangan.

1. Analisis sebelum di lapangan

Pada tahap sebelum di lapangan, peneliti berperan dalam menyusun rancangan penelitian, memilih lapangan penelitian dan cara memasukinya, mengurus perizinan, menjajaki dan menilai lapangan, memilih dan memanfaatkan informan juga menyiapkan perlengkapan penelitian. Analisis data sebelum di lapangan atau pralapangan dilakukan terhadap data hasil studi pendahuluan atau data sekunder yang akan digunakan untuk menentukan fokus penelitian. Namun demikian fokus penelitian ini masih bersifat sementara, dan akan berkembang setelah peneliti masuk dan selama di lapangan.

2. Analisis data selama di lapangan (model Spradley)

Analisis data selama di lapangan berlangsung ketika pengambilan data. Hal-hal yang perlu dilaksanakan ketika di lapangan ialah menjalin hubungan (rapport), membina hubungan yang sudah terjalin, mempelajari bahasa unit analisis, mengajukan pertanyaan/wawancara secara mendalam (depth interview),


(29)

membuat catatan lapangan juga mengumpulkan dokumen pribadi. Spradley (Sugiono, 2009: 99) membagi analisis data dalam penelitian kualitatif berdasarkan tahapan dalam penelitian kualitatif, yakni analisis domain, taksonomi, komponensial, dan analisis tema kultural.

a. Analisis domain

Analisis domain pada umumnya dilakukan untuk memperoleh gambaran yang umum dan menyeluruh tentang situasi sosial yang diteliti atau objek penelitian. Data diperoleh dari grand tour dan minitour question. Hasilnya berupa gambaran umum tentang objek yang diteliti, yang sebelumnya belum pernah diketahui. Dalam analisis ini informasi yang diperoleh belum mendalam, masih di permukaan, tetapi sudah menemukan domain-domain atau kategori dari situasi sosial yang diteliti

b. Analisis taksonomi

Analisis taksonomi ialah analisis terhadap keseluruhan data yang terkumpul berdasarkan domain yang telah ditetapkan. Dengan demikian domain yang ditetapkan menjadi cover term oleh peneliti dapat diurai secara lebih rinci dan mendalam melalui analisis taksonomi ini. Hasil analisis taksonomi dapat disajikan dalam bentuk diagram kotak (box diagram), diagram garis dan simpul (lines and node diagram) dan diagram outline.

c. Analisis komponensial

Dalam analisis komponensial, yang diurai adalah domain yang telah ditetapkan menjadi fokus. Pada analisis ini, yang dicari untuk diorganisasikan dalam domain bukanlah keserupaan dalam domain, tetapi justru yang memiliki perbedaan atau yang kontras.

d. Analisis tema kultural

Sanapiah Faisal (Sugiono, 2009: 114) menyatakan analisis tema atau

discovering cultural themes, sesungguhnya merupakan upaya mencari “benang

merah” yang mengintegrasikan lintas domain yang ada. Dengan ditemukan benang merah dari hasil analisis domain, taksonomi dan komponensial tersebut, maka selanjutnya akan dapat tersusun suatu “konstruksi bangunan” suatu situasi


(30)

sosial/objek penelitian yang sebelumnya masih gelap atau remang-remang, dan setelah dilakukan penelitian, maka menjadi lebih terang dan jelas.

3. Analisis tahap pascalapangan

Pada tahap pascalapangan, begitu data yang terkumpul telah dianggap cukup untuk memahami aspek-aspek lingkungan yang menarik perhatiannya, peneliti kemudian segera meninggalkan lapangan untuk memulai analisis secara intensif, mencari tema, merumuskan hipotesis juga bekerja dengan hipotesis.

Setelah analisis data, peneliti melakukan interpretasi terhadap data. Moleong (2010: 151) mendefinisikan interpretasi data sebagai upaya untuk memperoleh arti dan makna yang lebih mendalam dan luas terhadap hasil penelitian yang sedang dilakukan. Pembahasan hasil penelitian dilakukan dengan cara meninjau hasil penelitian secara kritis dengan teori yang relevan seperti hasil penelitian sebelumnya terkait dengan prokrastinasi, dan dengan refleksi personal peneliti.

F. Pemeriksaan Keabsahan Data

Keabsahan penelitian kualitatif terletak pada teknik pengumpulan data dan analisis data. Data yang ditemukan diatur, diurutkan, diberi kode, dikategorikan secara sistematik dan ditafsirkan berdasarkan pengalaman. Teknik yang dapat digunakan untuk mendapatkan keabsahan data salah satunya ialah triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Teknik triangulasi yang paling banyak digunakan ialah pemeriksaan melalui sumber lainnya. Triangulasi merupakan cara terbaik untuk menghilangkan perbedaan-perbedaan konstruksi kenyataan yang ada dalam konteks suatu studi sewaktu mengumpulkan data tentang berbagai kejadian dan hubungan dari berbagai pandangan (Moleong, 2010: 330).


(31)

Septri Ardiani, 2014

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

1. Gambaran self esteem berdasarkan aspek kekuasaan (power): Konseli belum bisa mengontrol perilaku orang lain, belum mendapatkan rasa hormat dari orang lain, belum bisa mengontrol perilaku diri sendiri; aspek keberartian (significance): belum mendapatkan penerimaan diri dengan baik, belum mendapatkan penerimaan diri dari orang tua (keluarga) dengan baik, popularitas diri masih rendah; aspek kebajikan (virtue): belum taat pada etika dan moral, belum taat pada aturan/prinsip agama, tidak mampu melaksanakan tugas/tanggung jawab dengan baik; aspek kompetensi (competence): mampu menghadapi situasi sosial dengan baik, belum mampu menyelesaikan masalahnya sendiri, dan belum mampu mengambil keputusan sendiri.

2. Rancangan layanan yang diberikan pada konseli yang terlibat prostitusi usia 15-18 tahun di KAP Indonesia-Bandung adalah layanan konseling individual yang bertujuan untuk meningkatkan self esteem remaja yang terlibat prostitusi dengan menggunakan teknik konseling realitas.

B. Rekomendasi

Hasil dari studi kasus ini memiliki beberapa rekomendasi, diantaranya : 1. Guru Bimbingan dan Konseling

Bagi guru Bimbingan dan Konseling, hasil studi kasus ini dapat digunakan sebagai rujukan dalam pembuatan layanan konseling individual yang efektif untuk membantu peserta didik yang memiliki self esteem rendah dengan menggunakan konseling realitas yang langkah-langkahnya mencakup (1) pengembangan keterlibatan; (2) ekplorasi keinginan, kebutuhan dan persepsi; (3) eksplorasi arah dan tindakan; (4) evaluasi diri; dan (5) rencana dan tindakan.


(32)

Septri Ardiani, 2014

Layanan Konseling Pribadi Sosial untuk Meningkatkan Self Esteem Remaja yang Terlibat 2. Bagi Sekolah

Bagi sekolah, dengan adanya hasil penelitian studi kasus ini, diharapkan pihak sekolah dapat bekerja sama dengan wali kelas, guru bidang studi, guru mata pelajaran, orangtua peserta didik dalam mengidentifikasi peserta didik yang terlibat prostitusi dan memiliki self esteem rendah.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Rekomendasi yang dapat diberikan kepada peneliti selanjutnya yaitu sebagai berikut.

a. Diharapkan peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian mengenai self

esteem yang dihubungkan dengan variabel lain seperti dihubungkan

dengan pola asuh orang tua, kelompok teman sebaya, dan sebagainya. b. Melakukan penelitian yang dapat memberikan treatment pada remaja yang

terlibat prostitusi.

c. Melakukan penelitian bukan hanya di LSM tetapi dapat juga dilakukan di tempat lain seperti tempat lokalisasi, keluarga dan sebagainya.


(33)

DAFTAR PUSTAKA

Basrowi dan Suwandi (2008). Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta

Branden, Nathaniel. (1992). The Power of Self Esteem. Florida: Health Communication Inc. Deerfield Beach

Burn, R.B. (1993). Konsep Diri: teori, Pengukuran, Perkembangan dan Perilaku. Alih bahasa oleh Eddy. Jakarta: Arcan

Cakra. 2010. Pernikahan = rostitusi Legal?. [Online]. Tersedia: http://c4kra.multiply.com/journal/item/221. [9 Desember 2011]

Coopersmith, S. (1967). The Antecedent of Self Esteem. San Fransisco: W.H. freeman & Company

Corey, Gerald. (2009). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: PT Refika Aditama

Creswell, John W. (1994). Research Design Quantitative & Qualitative

Approaches. New Jersey: Sage Publications, Inc.

Departemen Pendidikan Nasional. (2008). Penataan Pendidikan Profesional

Konselor dan Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal. Jakarta: Depdikbud.

Desmita. (2007). Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Hadi, Saktiawan Adwin. (2010). Prostitusi Bisnis Atau Kejahatan. Makalah pada

Program Studi Akuntansi fakultas Ekonomi Universitas Swadaya Gunung Jati Cirebon

Haris, SH. (2009). Analisa Kriminologis terhadap Prostitusi Yang Dilakukan

Mahasiswi di Malang. [Online]. Tersedia: http://ejournal.umm.ac.id/index.php/legality/article/view/276/289. [4 Desember 2011]

Hurlock E. B. (2004). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang


(34)

Kantor Perburuhan Internasional. (2004). Perdagangan Anak Untuk Tujuan

Pelacuran Di Jakarta Dan Jawa Barat. Sebuah Kajian Cepat. Switzerland:

ILO

Latipun. (2006). Psikologi Konseling. Malang: UMM Press

Rasmini, M. (2007). Menguak Perilaku Seks Remaja Denpasar. [Online]. Tersedia: http://www.balebengong.net/kabar-anyar/2007/07/18/menguak-perilaku-seks-remaja-denpasar. [5 Desember 2011]

Masway. (2009). Prostitusi, Bisnis atau kejahatan. [Online]. Tersedia: http://masway.wordpress.com/2009/01/15/prostitusi-bisnis-atau-kejahatan. [4 Desember 2011]

Moleong. (2010). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT.Remaja Rosdakarya

Nurjanah, Neneng. (2011). Efektivitas Konseling Analisis Transaksional Untuk Meningkatkan Self Esteem Siswa: Studi Kasus Terhadap Siswa SMAN 1 Cikalongwetan Kabupaten Bandung Barat. Tesis PPB FIP UPI Bandung: Tidak diterbitkan

Nurihsan, Achmad Juntika. (2005). Strategi Layanan Bimbingan dan Konseling. Bandung : Refika Aditama

Palmer, Stephen. (2010). Konseling dan Psikoterapi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Puspita, Sari Citra. (2008). Jurnal Harga Diri Pada Remaja Putri Yang Telah

Melakukan Hubungan Seks Pranikah. [Online]. Tersedia di : http://skripsistikes.files.wordpress.com/2009/08/12.pdf [4 Desember 2011] Santrock, John W. (2007). Remaja (Edisi 11 Jidil 1). Jakarta: Erlangga

Sarwono, Sarlito W. (2011). Psikologi Remaja (Edisi Revisi). Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada

Sidik, Purnama. (2008). Profil Harga Diri Remaja Panti Asuhan. Skripsi PPB FIP UPI Bandung: Tidak diterbitkan

Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,


(35)

Sukardi, Dewa Ketut & Desak P.E Nila Kusmawati. (2008). Proses Bimbingan

dan Konseling di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta

Suyanto, Bagong. (2002). Perdagangan Anak Perempuan, Kekerasan Seksual,

dan Gagasan Kebijakan. Jogyakarta: Pusat Studi Kependudukan dan

Kebijakan UGM dan Ford Foundation

Suyanto, Bagong. (2003). Masalah Sosial Anak. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Tanpa Nama. 11 Januari 2011. Memprihatinkan 2000 Anak Terjerumus Prostitusi

di Medan. Ruang Hati. [Online]. Tersedia: http://ruanghati.com/2011/01/11/memprihatinkan-2000-anak-terjerumus-prostitusi-di-medan/. [9 Desember 2011]

Winkel, W.S. (1997). Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia

Yusuf, Syamsu. 2004. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya


(1)

52

sosial/objek penelitian yang sebelumnya masih gelap atau remang-remang, dan setelah dilakukan penelitian, maka menjadi lebih terang dan jelas.

3. Analisis tahap pascalapangan

Pada tahap pascalapangan, begitu data yang terkumpul telah dianggap cukup untuk memahami aspek-aspek lingkungan yang menarik perhatiannya, peneliti kemudian segera meninggalkan lapangan untuk memulai analisis secara intensif, mencari tema, merumuskan hipotesis juga bekerja dengan hipotesis.

Setelah analisis data, peneliti melakukan interpretasi terhadap data. Moleong (2010: 151) mendefinisikan interpretasi data sebagai upaya untuk memperoleh arti dan makna yang lebih mendalam dan luas terhadap hasil penelitian yang sedang dilakukan. Pembahasan hasil penelitian dilakukan dengan cara meninjau hasil penelitian secara kritis dengan teori yang relevan seperti hasil penelitian sebelumnya terkait dengan prokrastinasi, dan dengan refleksi personal peneliti.

F. Pemeriksaan Keabsahan Data

Keabsahan penelitian kualitatif terletak pada teknik pengumpulan data dan analisis data. Data yang ditemukan diatur, diurutkan, diberi kode, dikategorikan secara sistematik dan ditafsirkan berdasarkan pengalaman. Teknik yang dapat digunakan untuk mendapatkan keabsahan data salah satunya ialah triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Teknik triangulasi yang paling banyak digunakan ialah pemeriksaan melalui sumber lainnya. Triangulasi merupakan cara terbaik untuk menghilangkan perbedaan-perbedaan konstruksi kenyataan yang ada dalam konteks suatu studi sewaktu mengumpulkan data tentang berbagai kejadian dan hubungan dari berbagai pandangan (Moleong, 2010: 330).


(2)

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

1. Gambaran self esteem berdasarkan aspek kekuasaan (power): Konseli belum bisa mengontrol perilaku orang lain, belum mendapatkan rasa hormat dari orang lain, belum bisa mengontrol perilaku diri sendiri; aspek

keberartian (significance): belum mendapatkan penerimaan diri dengan

baik, belum mendapatkan penerimaan diri dari orang tua (keluarga) dengan baik, popularitas diri masih rendah; aspek kebajikan (virtue): belum taat pada etika dan moral, belum taat pada aturan/prinsip agama, tidak mampu melaksanakan tugas/tanggung jawab dengan baik; aspek

kompetensi (competence): mampu menghadapi situasi sosial dengan baik,

belum mampu menyelesaikan masalahnya sendiri, dan belum mampu mengambil keputusan sendiri.

2. Rancangan layanan yang diberikan pada konseli yang terlibat prostitusi usia 15-18 tahun di KAP Indonesia-Bandung adalah layanan konseling individual yang bertujuan untuk meningkatkan self esteem remaja yang terlibat prostitusi dengan menggunakan teknik konseling realitas.

B. Rekomendasi

Hasil dari studi kasus ini memiliki beberapa rekomendasi, diantaranya :

1. Guru Bimbingan dan Konseling

Bagi guru Bimbingan dan Konseling, hasil studi kasus ini dapat digunakan sebagai rujukan dalam pembuatan layanan konseling individual yang efektif untuk membantu peserta didik yang memiliki self esteem rendah dengan menggunakan konseling realitas yang langkah-langkahnya mencakup (1) pengembangan keterlibatan; (2) ekplorasi keinginan, kebutuhan dan persepsi; (3) eksplorasi arah dan tindakan; (4) evaluasi diri; dan (5) rencana dan tindakan.


(3)

86

2. Bagi Sekolah

Bagi sekolah, dengan adanya hasil penelitian studi kasus ini, diharapkan pihak sekolah dapat bekerja sama dengan wali kelas, guru bidang studi, guru mata pelajaran, orangtua peserta didik dalam mengidentifikasi peserta didik yang terlibat prostitusi dan memiliki self esteem rendah.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Rekomendasi yang dapat diberikan kepada peneliti selanjutnya yaitu sebagai berikut.

a. Diharapkan peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian mengenai self

esteem yang dihubungkan dengan variabel lain seperti dihubungkan

dengan pola asuh orang tua, kelompok teman sebaya, dan sebagainya. b. Melakukan penelitian yang dapat memberikan treatment pada remaja yang

terlibat prostitusi.

c. Melakukan penelitian bukan hanya di LSM tetapi dapat juga dilakukan di tempat lain seperti tempat lokalisasi, keluarga dan sebagainya.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Basrowi dan Suwandi (2008). Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta

Branden, Nathaniel. (1992). The Power of Self Esteem. Florida: Health Communication Inc. Deerfield Beach

Burn, R.B. (1993). Konsep Diri: teori, Pengukuran, Perkembangan dan Perilaku. Alih bahasa oleh Eddy. Jakarta: Arcan

Cakra. 2010. Pernikahan = rostitusi Legal?. [Online]. Tersedia: http://c4kra.multiply.com/journal/item/221. [9 Desember 2011]

Coopersmith, S. (1967). The Antecedent of Self Esteem. San Fransisco: W.H. freeman & Company

Corey, Gerald. (2009). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: PT Refika Aditama

Creswell, John W. (1994). Research Design Quantitative & Qualitative

Approaches. New Jersey: Sage Publications, Inc.

Departemen Pendidikan Nasional. (2008). Penataan Pendidikan Profesional

Konselor dan Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal. Jakarta: Depdikbud.

Desmita. (2007). Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Hadi, Saktiawan Adwin. (2010). Prostitusi Bisnis Atau Kejahatan. Makalah pada

Program Studi Akuntansi fakultas Ekonomi Universitas Swadaya Gunung Jati Cirebon

Haris, SH. (2009). Analisa Kriminologis terhadap Prostitusi Yang Dilakukan

Mahasiswi di Malang. [Online]. Tersedia:

http://ejournal.umm.ac.id/index.php/legality/article/view/276/289. [4 Desember 2011]

Hurlock E. B. (2004). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang


(5)

88

Kantor Perburuhan Internasional. (2004). Perdagangan Anak Untuk Tujuan

Pelacuran Di Jakarta Dan Jawa Barat. Sebuah Kajian Cepat. Switzerland:

ILO

Latipun. (2006). Psikologi Konseling. Malang: UMM Press

Rasmini, M. (2007). Menguak Perilaku Seks Remaja Denpasar. [Online]. Tersedia: http://www.balebengong.net/kabar-anyar/2007/07/18/menguak-perilaku-seks-remaja-denpasar. [5 Desember 2011]

Masway. (2009). Prostitusi, Bisnis atau kejahatan. [Online]. Tersedia: http://masway.wordpress.com/2009/01/15/prostitusi-bisnis-atau-kejahatan. [4 Desember 2011]

Moleong. (2010). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT.Remaja Rosdakarya

Nurjanah, Neneng. (2011). Efektivitas Konseling Analisis Transaksional Untuk Meningkatkan Self Esteem Siswa: Studi Kasus Terhadap Siswa SMAN 1 Cikalongwetan Kabupaten Bandung Barat. Tesis PPB FIP UPI Bandung: Tidak diterbitkan

Nurihsan, Achmad Juntika. (2005). Strategi Layanan Bimbingan dan Konseling. Bandung : Refika Aditama

Palmer, Stephen. (2010). Konseling dan Psikoterapi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Puspita, Sari Citra. (2008). Jurnal Harga Diri Pada Remaja Putri Yang Telah

Melakukan Hubungan Seks Pranikah. [Online]. Tersedia di : http://skripsistikes.files.wordpress.com/2009/08/12.pdf [4 Desember 2011] Santrock, John W. (2007). Remaja (Edisi 11 Jidil 1). Jakarta: Erlangga

Sarwono, Sarlito W. (2011). Psikologi Remaja (Edisi Revisi). Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada

Sidik, Purnama. (2008). Profil Harga Diri Remaja Panti Asuhan. Skripsi PPB FIP UPI Bandung: Tidak diterbitkan

Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,


(6)

Sukardi, Dewa Ketut & Desak P.E Nila Kusmawati. (2008). Proses Bimbingan

dan Konseling di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta

Suyanto, Bagong. (2002). Perdagangan Anak Perempuan, Kekerasan Seksual,

dan Gagasan Kebijakan. Jogyakarta: Pusat Studi Kependudukan dan

Kebijakan UGM dan Ford Foundation

Suyanto, Bagong. (2003). Masalah Sosial Anak. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Tanpa Nama. 11 Januari 2011. Memprihatinkan 2000 Anak Terjerumus Prostitusi

di Medan. Ruang Hati. [Online]. Tersedia:

http://ruanghati.com/2011/01/11/memprihatinkan-2000-anak-terjerumus-prostitusi-di-medan/. [9 Desember 2011]

Winkel, W.S. (1997). Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia

Yusuf, Syamsu. 2004. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya