Bimbingan dan Konseling Islam untuk meningkatkan Self Control remaja putri yang terlibat dalam pergaulan bebas di MTS Al-Jadid Waru Sidoarjo.
BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM UNTUK MENINGKATKAN
SELF CONTROL REMAJA PUTRI YANG TERLIBAT DALAM
PERGAULAN BEBAS DI MTS AL-JADID WARU SIDOARJO SKRIPSI
Diajukan kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Sarjana Sosial
(S.Sos)
Oleh:
Zulfiyah Nur Maulidati B03213034
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM JURUSAN DAKWAH
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA 2017
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
ABSTRAK
Zulfiyah Nur Maulidati (B03213034), Bimbingan Konseling Islam untuk
meningkatkan Self Control remaja putri yang terlibat dalam pergaulan bebas di MTS Al-Jadid Waru Sidoarjo.
Fokus penelitian adalah (1) bagaimana proses Bimbingan Konseling Islam dengan teknik Behavior untuk meningkatkan Self Control remaja putri yang terlibat dalam pergaulan bebas di MTS Al-Jadid waru Sidoarjo ? (2) bagaimana hasil proses Bimbingan Konseling Islam dengan teknik behavior dalam meningkatkan Self Control remaja putri yang terlibat dalam pergaulan bebas di MTS Al-Jadid Waru Sidoarjo ?
Dalam menjawab permasalahan tersebut, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif dengan analisa data menggunakan deskriptif yaitu berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka. Disini penulis menjelaskan tentang bagaimana proses Bimbingan Konseling Islam dengan teknik Behavior untuk meningkatkan Self Control remaja putri yang terlibat dalam pergaulan bebas di MTS Al-Jadid Waru Sidoarjo yaitu salah satu siswa kelas IX yang terlibat dalam pergaulan bebas, ia sering bolos sekolah, merokok, berbohong, menutup diri, bahkan ia juga pernah meminum alcohol, dan sering keluar malam untuk berkumpul dengan teman temannya.. Faktor internal yaitu faktor yang timbul dari dalam dirinya sendiri dan faktor eksternal yaitu faktor yang timbul dari luar seperti kondisi lingkungan. Hasil analisis menunjukkan bahwa klien mengalami Self Control yang rendah yang dipengaruhi oleh faktor internal yaitu keinginan yang timbul dari dirinya sendiri tanpa ada paksaan dari siapapun untuk melakukan penyimpangan disekolah dan faktor eksternalnya berupa salah pergaulan dengan teman sepermainannya yang mengakibatkan klien memiliki kebiasaan yang buruk. Karena sulit berkonsentrasi atau fokus ketika di dalam kelas dan kurangnya tindakan tegas dari orangtua, maka dampaknya klien sering bolos sekolah, terlambat ke sekolah, mengantuk, merokok, dan melakukan penyimpangan lainnya diluar sekolah juga.
Pada proses konseling dengan menggunakan terapi Behavior dengan teknik modelling, konselor hanya memberikan motivasi melalui video dan juga live model yang pernah terlibat dalam pergaulan bebas seperti klien. Dengan teknik modelling klien dapat melihat sendiri cerita dan pengalaman yang diceritakan oleh live model sehingga klien dapat lebih memahami bahwa apa yang ia lakukan adalah suatu perbuatan yang menyimpang dan dapat merugikan dirinya sendiri. Klien mengatakan bahwa dirinya ingin berubah dan meninggalkan kebiasaan buruknya.Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Bimbingan Konseling Islam dengan terapi behavior dapat meningkatkan Self Control remaja putri yang terlibat dalam pergaulan bebas. Dan hasil akhir dari proses konseling ini dapat dikatakan cukup berhasil karena separuh dari gejala yang dialami mulai ada perubahan yang baik.
Kata Kunci : Bimbingan Konseling Islam, Terapi Behavior, Pergaulan bebas.
(7)
(8)
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN... ii
PENGESAHAN ... iii
MOTTO ... iv
PERSEMBAHAN ... v
PERNYATAAN OTENTISITAS SKRIPSI ... vii
ABSTRAK ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xii
BAGIAN INTI BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 7
C. Tujuan Penulisan ... 7
D. Manfaat Penelitian ... 7
E. Definisi Konsep ... 8
F. Metode Penelitian... 13
1. Pendekatan Dan Jenis Penelitian ... 13
2. Sasaran Dan Lokasi Penelitian ... 16
3. Jenis Dan Sumber Data ... 16
4. Tahap-Tahap Penelitian ... 19
5. Teknik Pengumpulan Data ... 23
6. Teknik Analisis Data ... 27
7. Teknik Keabsahan Data ... 30
G. Sistematika Pembahasan ... 31
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teoritik ... 32
1. Bimbingan Konseling Islam ... 32
a. Pengertian Bimbingan Konseling Islam ... 32
b. Tujuan Bimbingan dan Konseling Islam... 32
c. Latar belakang Bimbingan dan Konseling ... 33
d. Asas asas Bimbingan dan Konseling... 36
2. Terapi Behavior... 38
a. Pengertian Terapi Behavior... 40
(9)
c. Macam macam terapi dalam Teknik Behavior ... 55
3. Self Control ... 56
a. Pengertian Self Control ... 56
b. Ciri-Ciri Self Control ... 58
c. Faktor Faktor yang mempengaruhi Self Control ... 60
d. Jenis-Jenis Self Control... 61
e. Prinsip-Prinsip Self Control ... 64
f. Self Control dalam Islam ... 65
g. Self Control pada remaja... 67
h. Langkah-langkah dalam meningkatkan Self Control.. 68
4. Pergaulan Bebas ... 69
a. Pengertian Pergaulan Bebas... 69
b. Ciri-ciri remaja yang terlibat dalam pergaulan bebas . 70 c. Faktor penyebab pergaulan bebas ... 70
d. Akibat pergaulan bebas ... 70
B. Penelitian Terdahulu Yang Relevan ... 70
BAB III : PENYAJIAN DATA A. Deskripsi Umum Objek Penelitian ... 74
1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 74
a. Identitas Sekolah ... 78
b. Visi dan Misi MTS Unggulan Al-Jadid ... 80
c. Struktur Sekolah... 82
d. Sarana dan Prasarana MTS Unggulan Al-Jadid... 86
2. Deskripsi Konselor ... 86
a. Identitas Pribadi ... 86
b. Riwayat Pendidikan ... 86
c. Pengalaman ... 86
3. Deskripsi Konseli ... 86
a. Identitas Konseli ... 86
b. Kehidupan Sehari-Hari Konseli ... 87
c. Latar Belakang Keluarga Konseli ... 87
d. Latar Belakang Pendidikan Konseli ... 87
e. Latar Belakang Lingkungan Sosial Konseli ... 87
4. Deskripsi Masalah ... 87
B. Deskripsi Hasil Penelitian ... 88
1. Deskripsi Proses Pelaksanaan Terapi ... 88
a. Identifikasi Masalah ... 88
b. Diagnosis ... 89
c. Prognosis ... 89
d. Terapi(Treatment)... 89
e. Evaluasi(Follow Up) ... 90
2. Deskripsi Hasil Pelaksanaan Terapi ... 91
BAB IV : ANALISIS DATA A. Analisis Proses Pelaksanaan Terapi ... 95
(10)
B. Analisis Hasil Pelaksanaan Terapi ... 100 C. Kendala Selama Proses Pelaksanaan Terapi ... 110 BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan ... 115 B. Saran ... 118 DAFTAR PUSTAKA ... 120 LAMPIRAN-LAMPIRAN
(11)
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG
Masa remaja, menurut Mappiare, berlangsung antara umur 12
tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22
tahun bagi pria. Rentang usia remaja ini dapat dibagi menjadi dua bagian,
yaitu usia 12/13 tahun sampai dengan 17/18 tahun adalah remaja awal, dan
usia 17/18 tahun sampai dengan 21/22 tahun remaja akhir. Remaja, yang
dalam bahasa aslinya disebut adolescence, berasal dari bahasa latin
adolescere yang artinya “tumbuh atau tumbuh untuk mencapai
kematangan”. Perkembangan lebih lanjut, istilah adolescence sesungguhnya memiliki arti yang luas, mencakup kematangan mental,
emosional, sosial, dan fisik. Pandangan ini didukung oleh piaget yang
mengatakan bahwa secara psikologis, remaja adalah suatu usia dimana
individu menjadi terintegrasi ke dalam masyarakat dewasa, suatu usia
dimana anak tidak merasa bahwa dirinya berada dibawah tingkat orang
yang lebih tua melainkan merasa sama, atau paling tidak sejajar. 1
Remaja adalah bagian dari masyarakat, yang mempunyai ciri-ciri
psikologis dan tingkah laku atau budaya sendiri. Rasa keingintahuan yang
tinggi mendorong remaja untuk selalu berbuat apa yang diinginkan tanpa
memikirkan akibatnya. Posisi remaja dalam suatu masyarakat sangatlah
penting, karena remaja merupakan generasi penerus dengan kualitas
1
Mohammad Ali dan Mohammad Asrori, Psikologi remaja Perkembangan Peserta Didik, (Jakarta, Bumi Aksara, 2008)hal, 9
(12)
2
sumber daya manusia yang baik, kreatif, produktif, bermoral tinggi serta
memiliki iman religius yang tinggi.
Di kutip oleh Singgih Gunarsa dalam bukunya yang berjudul
Psikologi perkembangan anak dan remaja, Bandura berpendapat bahwa
masa remaja menjadi suatu masa pertentangan dan “pemberontakan”
karena terlalu menitik beratkan ungkapan-ungkapan bebas dan ringan dari
ketidak patuhan seperti misalnya model gunting rambut dan pakaian yang
nyentrik. Bacaan, film dan penerangan massa lainnya sering
menggambarkan para remaja sebagai kelompok yang tidak bertanggung
jawab, memberontak, melawan dan perilaku mereka sering dinilai secara
umum dengan kemungkinan berakibat sensasional. Sikap dan pandangan
yang negatif terhadap remaja tidak menunjang pemunculan sifat-sifat lebih
baik, lebih dewasa dalam masa peralihan ini.Menyadari banyaknya
tuntutan dan harapan lingkungan terhadap remaja, E Spanger
mengemukakan bahwa pada masa remaja ini sangat memerlukan
pengertian dari orang lain, bantuan dapat diberikan melalui pemahaman
tentang diri remaja.2
Di kutip oleh Willis Sofyan, Cavan didalam bukunya yang berjudul “Juvenile Delinguency” mengatakan bahwa kenakalan anak dan remaja itu disebabkan karena kegagalan mereka dalam memperoleh penghargaan
dari masyarakat tempat tinggal mereka.Penghargaan yang mereka
harapkan adalah tugas dan tanggung jawab seperti orang dewasa.mereka
2
Singgih Gunarsa, Yulia Singgih Gunarsa, Psikologi Perkembangan Anak Dan Remaja, (Jakarta, Gunung Mulia, 2003)hal, 206
(13)
3
menuntut suatu peranan sebagaimana yang dilakukan oleh orang dewasa.
tetapi orang dewasa tidak dapat memberikan tanggung jawab dan peranan
itu, karena belum adanya rasa kepercayaan terhadap mereka. Menurut
Hurlock kenakalan anak remaja bersumber dari moral yang sudah
berbahaya atau beresiko. Menurutnya, kerusakan moral bersumber dari:
(1) keluarga yang sibuk, keluarga retak, dan keluarga dengan single parent
dimana anak hanya diasuh oleh ibu, (2) menurunnya kewibawaan sekolah
dalam mengawasi anak, (3) peranan tempat ibadah yang tidak mampu
menangani masalah moral. Perubahan social (social change) yang
demikian cepat, menyebabkan pergaulan remaja dipengaruhi oleh basis
budaya barat, sehingga remaja jaman sekarang kerap kali melakukan
pergaulan bebas dengan teman lawan jenisnya.3
Remaja seringkali merasa bahwa dirinya “populer” apabila memiliki banyak teman dari lawan jenis.Berbeda dengan remaja jaman
dulu yang masih sembunyi sembunyi atau malu malu jika berduaan
dengan lawan jenisnya.Remaja jaman sekarang justru merasa bangga
memperlihatkannya kepada masyarakat umum.Mereka sudah tidak malu
lagi jika harus saling berpegangan tangan, berpelukan, bahkan berciuman
ditempat umum. Hal itu sudah sangat biyasa kita jumpai ditempat-tempat
umum seperti alun-alun kota, mall, bahkan di sekolah ataupun universitas.
Keberadaan orang dewasa disekitar mereka sudah sama sekali tidak ada
3
(14)
4
pengaruhnya bagi mereka, karena yang mereka fikirkan hanyalah
kesenangan dan kepuasan mereka saja.
Banyaknya pergaulan bebas yang terjadi pada remaja jaman
sekarang adalah karena rendahnya Self Control yang dimiliki oleh remaja
jaman sekarang. Self Control adalah control diri yang seringkali diartikan
sebagai kemampuan untuk menyusun, membimbing, mengatur, dan
mengarahkan bentuk perilaku yang dapat membawa ke a ah konsekuensi
positif. Control diri juga merupakan salah satu potensi yang dapat
dikembangkan dan digunakan oleh individu selama proses-proses dalam
kehidupan, termasuk dalam menghadapi kondisi yang terdapat
dilingkungan yang berada disekitarnya. Para ahli berpendapat bahwa
control diri dapat digunakan sebagai suatu intervensi yang bersifat
preventif selain dapat mereduksi efek-efek psikologis yang negative dari
lingkungan.
Sangat banyak sekali teori yang dapat dikemukakan sehubungan
dengan pengertian control diri ini. Misalnya saja pendapat Chaplin yang
menjelaskan bahwa Self Control atau control diri adalah kemampuan
untuk membimbing tingkah laku sendiri, kemampuan untuk menekan atau
merintangi implus-implus atau tingkah laku implusif. Atau seperti Carlson
yang mengartikan control diri sebagai kemampuan seseorang dalam
merespon sesuatu. Jadi, Self Control atau kontrol diri adalah kemampuan
(15)
5
sesuai dengan usia, serta kemampuan individu dalam merespon suatu
situasi.
Kemampuan mengontrol diri pada hakikatnya berkembang seiring
dengan bertambahnya usia. Salah satu tugas perkembangan yang harus
dikuasai remaja adalah mempelajari apa yang yang diharapkan oleh
kelompok darinya dan kemudian mau membentuk perilakunya agar sesuai
dengan harapan social tanpa harus dibimbing, diawasi, didorong, dan
diancam seperti hukuman seperti yang dialami waktu anak-anak.
Factor-faktor yang mempengaruhi control diri seseorang biasanya
dipengaruhi oleh banyak factor. Orang yang memiliki control diri pada
stimulus atau situasi tertentu belum tentu sama dengan stimulus atau
situasi orang lain. Namun pada dasarnya, control diri itu dipengaruhi oleh
factor internal dan factor eksternal.
Banyaknya pergaulan bebas yang terjadi dikalangan remaja jaman
sekarang yang juga dipengaruhi oleh rendahnya Self Control sangat
membutuhkan beberapa upaya preventif untuk meningkatkan Self Control
yang ada pada diri remaja.Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan Self Control pada diri remaja adalah dengan melakukan
Bimbingan Konseling Islam. Bimbingan Konseling Islam adalah upaya
untuk membantu individu belajar mengembangkan fitrah atau kembali
kepada fitrah dengan cara memberdayakan iman, akal, dan kemauan yang
(16)
6
Allah SWT dan Rasul-Nya agar fitrah yang ada pada individu itu
berkembang dengan benar dan kukuh sesuai tuntunan Allah SWT.
Rumusan diatas tampak bahwa konseling Islam adalah aktifitas yang bersifat “membantu” dikatakan membantu karena pada hakikatnya individu sendirilah yang perlu hidup sesuai tuntunan Allah agar mereka
selamat. Karena posisi konselor bersifat membantu, maka konsekuensinya
individu sendiri yang harus memahami dan sekaligus melaksanakan
tuntutan islam (Al-Qur’an dan Sunnah-Nya).Dan dengan adanya
Bimbingan Konseling Islam diharapkan para remaja putri dapat
meningkatkan Self Control mereka agar tidak lagi terjebak dalam
pergaulan bebas.
Setelah dipaparkan beberapa definisi tentang remaja, pergaulan
bebas, dan Self Control peneliti menemukan fenomena yang terjadi di
MTS Unggulan Al-Jadid Waru Sidoarjo, dimana seorang siswi yang
bernama Dewi Latifah telah terlibat dalam pergaulan bebas berupa
kedekatan yang berlebihan dengan lawan jenis serta telah mengkonsumsi
alkohol. Hal ini terjadi karena rendahnya Self Control yang dimiliki oleh
Dewi Latifah yang menyebabkan ia mudah terpengaruh dengan temannya
dalam melakukan hal yang negatif, yakni pergaulan bebas. Selain itu
kurangnya pengawasan dari orang tuanya juga menjadi salah satu pemicu
Dewi Latifah untuk melakukan pergaulan bebas.
Berdasarkan fenomena yang telah dipaparkan diatas dan yang telah
(17)
7
mengangkat permasalahan tersebut menjadi sebuah judul “BIMBINGAN
DAN KONSELING ISLAM UNTUK MENINGKATKAN SELF
CONTROL REMAJA PUTRI YANG TERLIBAT PERGAULAN BEBAS
DI MTS WARU AL-JADID SIDOARJO”.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana proses Bimbingan dan Konseling Islam dalam
meningkatkan Self Control remaja putri yang terlibat pergaulan bebas di
MTS Waru Al-Jadid Sidoarjo ?
2. Bagaimana hasil Bimbingan dan Konseling Islam dalam meningkatkan
Self Control remaja putri yang terlibat pergaulan bebas di MTS Waru
Al-Jadid Sidoarjo?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui bagaimana proses pelaksanaan Bimbingan dan
Konseling Islam dalam meningkatkan Self Control remaja putri yang
terlibat pergaulan bebas di MTS Waru Al-Jadid Sidoarjo.
2. Untuk mengetahui bagaimana hasil pelaksanaan Bimbingan dan
Konseling Islam dalam meningkatkan Self Control remaja putri yang
terlibat pergaulan bebas di MTS Waru Al-Jadid Sidoarjo.
D. MANFAAT PENELITIAN
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik
secara teoritis maupun praktis:
(18)
8
a. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan sumbangan
wawasan bagi peneliti selanjutnya pada program strata 1
Bimbingan Dan Konseling Islam Universitas Islam Negeri
Sunan Ampel Surabaya.
b. Bagi penulis dapat menambah khazanah keilmuan dan berfikir
ilmiah, karena dengan susunannya karya ilmiah ini sebagai alat
deskripsi dan implementasi ilmu pengetahuan yang sedang
diperoleh selama ini.
2. Manfaat Praktis
a. Penelitian ini dapat digunakan masukan pada berbagai
Mahasiswa/mahasiswi untuk mengetahui cara meningkatkan
Self Control pada remaja putri di MTS Waru Al-Jadid Sidoarjo.
b. Sebagai gambaran bagi setiap mahasiswa dalam upaya untuk
mengetahui cara meningkatkan Self Control pada remaja putri
di MTS Waru Al-Jadid Sidoarjo..
E. DEFINISI KONSEP
1. Bimbingan dan Konseling Islam
Di kutip dari Shahudi Siradj dalam bukunya yang berjudul
pengantar Bimbingan dan Konseling, Az-Zahrani mengemukakan
bahwa Konseling Islam adalah memberikan arahan dan petunjuk bagi
(19)
9
kejiwaan, maupun etika dan penerapannya sesuai dan sejalan dengan
sumber utama dan merupakan pedoman hidup.4
Dr. Hamid Zahran mengemukakan bahwa Konseling Islam yaitu
suatu proses dengan penuh kesadaran dan terencana untuk membantu
individu agar lebih baik mengenal dirinya sendiri, memahami dengan
baik, mempelajari kepribadiaanya, mengetahui kelebihan yang ada
pada dirinya, dan mengetahui permasalahan yang sedang dihadapi. 5
Berdasarkan penjelasan dari beberapa ahli diatas dapat
dikemukakan bahwa Konseling Islam merupakan suatu proses
pemberian bantuan yang diberikan konselor kepada konseli dengan
menggunakan landasan agama sebagai pengajaran dalam merubah
tingkah laku serta bentuk perenungan agar dia bisa kembali pada jalan
yang benar serta bisa menyelesaikan masalahnya dengan ajaran agama
yang benar.
2. Self Control
Di kutip oleh Dayaksini dalam bukunya yang berjudul Psikologi
Sosial, menurut Chaplin control diri adalah kemampuan untuk
membimbing tingkah lakunya sendiri. kemampuan untuk menekan
atau merintangi implus-implus atau tingkah laku yang implusif.
Control diri didefinisikan Roberts sebagai suatu jalinan yang secara
4
Shahudi Siradj, pengantar Bimbingan dan Konseling. (Surabaya: Revka Petra media: 2012) Hal 140
5
Musfir Bin Said Az-Zahrani. Konseling Terapi. ( Jakarta: Gema Insani Press: 2005) Hal : 28
(20)
10
utuh atau terintegrasi antara individu dengan lingkungannya. Individu
yang memiliki control diri tinggi berusaha menemukan dan
menetapkan cara yang tepat untuk berperilaku dalam situasi yang
bervariasi. 6
Control diri menurut Marvin R. Goldfried dan Michael Marbum
adalah konsep dimana ada atau tidak adanya seseorang yang memiliki
kemampuan untuk dalam mengontrol tingkah lakunya yang tidak
hanya ditentukan cara dan teknik yang digunakan melainkan
berdasarkan konsekuensi dari apa yang mereka lakukan.
Hurlock mengatakan control diri berkaitan dengan bagaimana
individu mengendalikan emosi serta dorongan dalam dirinya. Menurut
Berk dalam Gunarsa control diri adalah kemampuan individu untuk
menahan keinginan atau dorongan sesaat yang bertentangan dengan
tingkah laku yang tidak sesuai dengan norma social.
Menurut Chalhon control diri menganut behaviorime memberikan
batasan-batasan, batasan tersebut adalah sebagai berikut : seseorang
menggunakan control dirinya bila tujuan jangka panjang individu
dengan dengaja menghindari perilaku yang biasa dikerjakan atau yang
segera memuaskannya yang tersedia secara bebas baginya, tetapi
malah menggantinya dengan perilaku yang kurang biasa atau
menawarkan kesenangan yang tidak segera dirasakan
6
Singgih Gunarsih. Psikologi perkembangan anak dan remaja. (Jakarta: Gunung Mulia Press: 2003) Hal 23
(21)
11
Ada berbagai macam teknik Self Control atau control diri
diantaranya yaitu: (1) pengendalian dan pertolongan diri, manipulasi
lingkungan untuk menciptakan beberapa respon lebih mudah untuk
dilakukan secara fisik, (2) merubah stimulus, memanipulasi
kesempatan untuk berperilaku dapat diubah dengan baik, (3)
Deprivasi dan Satiasi, individu dapat memanipulasi perilakunya
dengan cara mengafeksikan keadaan diri, (4) memanipulasi kondisi
emosional (5) menggunakan stimulasi aversif, hal ini merupakan
bagian dari pengkondisian penghindaran atau pelarian yang diperoleh
melalui pemberian penguatan negative, (6) Drugs, penggunaan
Self-administrated drugs ini memperbolehkan individu untuk menstimulasi
perubahan didalam sejarah kondisioningnya, (7) Punishment, Self
punishment dari berbagai respon akan masuk kedalam penyusunan
kesatuan punishment dari respon respon yang tidak menyenangkan,
(8) melakukan sesuatu/hal lain (9) Environment and Schooling,
lingkungan memainkan peran yang penting/signifikan bagi
perkembangan self control.7
Dari beberapa penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa Self
control adalah suatu tingkah laku yang membuat seseorang sulit untuk
mengontrol pola pikir dan tingkah lakunya yang membuat seseorang
mudah terpengaruh dengan keadaan sekitar seperti mengidentifikasi
suatu hal hingga melakukan kegiatan negatif.
7
(22)
12
3. Pergaulan Bebas
Dikutip dari Singgih Gunarsa, mengemukakan bahwa pergaulan
bebas adalah pergaulan yang bebas dari segala-galanya tanpa
memperhatikan nilai-nilai moral dan sosial.8
Fenomena pergaulan bebas, bergaul dengan siapa saja, dimana
saja, dan kapan saja diperbolehkan, asalkan tetap menjungjung
tanggung jawab atas kesejahteraan sesama manusia, saling
menghormati hak dan harga diri wanita dan pria, serta berpegang
teguh pada norma sosial, nilai moral, tata susila, dan norma hukum
yang berlaku.
Pergaulan yang tidak sesuai dengan nilai moral dan sosial dimana
pergaulan tersebut dapat membawa dampak negatif untuk dirinya
sendiri, sehingga hal itu dapat merugikan orang lain dan
lingkungannya. Pergaulan bebas yang dapat merugikan diri sendiri
dan orang lain itu diantaranya adalah minum minuman keras dan
melakukan pergaulan secara berlebihan dengan lawan jenis.
Dalam konsep diri remaja yang rentang akan masalah, ketertarikan
mereka terhadap sesuatu yang bisa membuat mereka melepas stress
dari masalah adalah hal yang lumrah, mengingat remaja awal adalah
fase dimana seorang remaja mempunyai rasa keingintahuan yang
tinggi terhadap hal-hal yang baru.9
8
Cathrine Gerdard. Konseling Remaja, (Yogyakarta: Pustaka Remaja, 2012) Hal : 68 9
(23)
13
Pergaulan bebas juga digambarkan sebagai kegagalan dalam
pemenuhan tugas perkembangan. Beberapa anak gagal dalam
mengembangkan control diri yang sudah dimiliki orang lain seusianya
selama masa perkembangan. Diantara maraknya pergaulan bebas yang
sekarang terjadi ada banyak factor yang mempengaruhinya diantaranya
: sikap mental yang tidak sehat yang membuat banyak remaja merasa
bangga terhadap pergaulan yang sebenarnya merupakan pergaulan
yang tidak pantas, tetapi mereka tidak memahami karena daya
pemahaman mereka yang lemah, pelampiasan rasa kecewa yaitu ketika
seorang remaja mengalami tekanan dikarenakan kekecewaannya
terhadap orang tuanya yang bersikap otoriter ataupun terlalu
membebaskan, sekolah yang memberikan tekanan terus menerus,
kegagalan remaja dalam menyerap norma, hal ini disebabkan karena
norma-norma yang ada sudah tergeser oleh modernisasi yang
sebenarnya.
Indicator atau ciri-ciri remaja yang terlibat dalam pergaulan bebas
adalah, seringnya remaja tersebut melakukan hal yang bertentangan
dengan masyarakat.Dan mereka merasa tidak peduli lagi dengan
pendapat masyarakat tentang perilakunya.Rasa ingin tahu yang besar,
rasa ingin mencoba dan merasakan, terjadi perubahan-perubahan
emosi pikiran, lingkungan pergaulan dan tanggung jawab yang
(24)
14
timbul akibat konflik karena keinginannya menjadi dewasa, banyak
mengalami tekanan mental dan emosi.
Dilihat dari sudut pandang seorang remaja merokok, minum
minuman keras, berpacaran, mungkin itu sebagai sebuah ritual akil
Balig yang esensial, maksudnya adalah pemberontakan melawan
pembatasan-pembatasan orang dewasa dengan berpatisipasi dalam
hobi orang dewasa, mencari kesenangan, rasa percaya diri, dan
identitas tampak lebih dapat dicapai dan lebih menyenangkan.
F. METODE PENELITIAN
1. Pendekatan dan Jenis penelitian
a. Pendekatan penelitian
Pendekatan yang digunakan peneliti dalam hal ini adalah
pendekatan kualitatif deskriptif dengan studi kasus. Karena
permasalahan penelitian ini belum jelas, objek yang akanditeliti
bersifat dinamis, penuh makna, dan pola pikir induktif atau
kualitatif dan terkadang hasil penelitian lebih menekankan makna
dari generalisasi (proses penalaran yang bertolak dari fenomena
individual menuju kesimpulan umum). 10Dari penelitian ini
diharapkan peneliti dapat mengetahui dan mengenali secara lebih
detail dan jelas berdasarkan hasil analisis Bimbingan dan
Konseling Islam untuk meningkatkan Self Control remaja putri
10
Sugiyono, DR, Metode Penelitian Bisnis, (Bandung, Alfabeta, 2012) hal 1, 14, 482
(25)
15
yang terlibat dalam pergaulan bebas di MTS Waru Al-Jadid
Sidoarjo.
2. Subyek Penelitian
Subyek penelitian yang menjadi pilihan penulis dalam penelitian
ini adalah Salah satu siswi Mts Al-Jadid Waru Sidoarjo serta guru di
Mts Al-Jadid Waru Sidoarjo. Maka dari itu peneliti akan melakukan
beberapa kali kunjungan dalam satu bulan dua kali pada waktu jam
istirahat siang hari sesuai waktu yang diberikan pihak lokasi penelitian
untuk proses pengambilan data hingga data dan waktu penelitian
cukup.
Adapun penelitian memilih lokasi ini, karena dinilai cocok untuk
diteliti karena di dukung oleh kondisi upaya guru BK dalam merubah
perilaku salah satu siswa bermasalah.
3. Obyek penelitian
Obyek yang akan diteliti oleh penulis adalah salah satu MTS Unggulan
Al-Jadid Waru, Sidoarjo.
4. Tahap-Tahap Penelitian
Dalam penelitian kualitatif terdapat beberapa tahapan yang
dijadikan patokan dalam penelitian, walaupun belum ditemukan
patokan yang baku dan berlaku umum, tetapi secara esensi dan
menurut beberapa ahli penelitian kualitatif, ada beberapa tahapan
(26)
16
penelitian kualitatif mengemukakan bahwa setidaknya terdapat lima
tahapan umum yang dapat dijadikan sebagai patokan dalam
menyelenggarakan penelitian kualitatif. Kelima tahapan tersebut
dijabarkan sebagai berikut.
a. Mengangkat permasalahan
Permasalahan yang diangkat dalam penelitian kualitatif biasanya
berupa permasalahan yang sifatnya unik, khas, memiliki daya tarik
tertentu, spesifik dan terkadang sangat bersifat
individual.Fenomena yang di angkat merupakan fenomena yang
sudah lama muncul, tetapi peneliti kualitatif melihat sisi yang unik,
khas, dan memiliki daya tarik tertentu, fenomena tersebut layak
untuk di angkat menjadi penelitian kualitatif.
b. Memunculkan pertanyaan penelitian
Pertanyaan penelitian merupakan cirri khas dari penelitian
kualitatif. Pertanyaan penelitian dapat bersifat fleksibel dapat
bertambah dan berkurang atau berubah sesuai dengan
perkembangan yang terjadi di lapangan, ketika pada awal
penelitian, mungkin saja pemahaman mengenai suatu fenomena
yang didapat oleh peneliti belum begitu dalam dan luas, sehingga
pertanyaan penelitian yang diajukan juga sesuai dengan
pemahamannya tersebut, akan tetapi, setelah terjun dan meleburkan
diri dengan fenomena yang diteliti sangat mungkin ia mendapat
(27)
17
pertanyaan dibenaknya dan hal tersebut dapat menambah jumlah
pertanyaan penelitian yang diajukan.
c. Mengumpulkan data yang relevan
Data merupakan sesuatu yang penting dalam penelitian, data dalam
penelitian kualitatif umumnya berupa kumpulan kata, kumpulan
kalimat, kumpulan pernyataan, atau uraian yang mendalam. Untuk
mendapatkan data yang relevan dibutuhkan metode pengumpulan
data yang juga relevan sesuai dengan kebutuhan data yang
diinginkan. Ada beberapa metode pengumpulan data yang biasa
digunakan dalam penelitian kualitatif antara lain, wawancara,
observasi, dan dokumentasi.
d. Melakukan analisis data
Analisis data merupakan langkah berikutnya setelah data relevan
diperoleh ada beberapa teknik analisis data dalam penelitian
kualitatif yang dapat dipergunakan, bergantung pada model yang
akan digunakan (groundate theory, case study, phenomenology,
ethnography, atau biography). Analisis data yang digunakan
biasanya bersifat manual (berdasarkan kepekaan atau kemampuan
atau ketajaman analisis peneliti.
Jadi, teknik analisis data yang digunakan disini adalah teknik
analisis data deskriptif komparatif. Deskriptif yaitu suatu penelitian
yang digunakan untuk mengetahui nilai variable mandiri, baik satu
(28)
18
membuat perbandingan dengan variable lain. Sedangkan
komparatif adalah penelitian yang bersifat membandingkan dua
kelompok populasi atau lebih.
e. Menjawab pertanyaan penelitian
Tahapan terakhir adalah menjawab pertanyaan penelitian.Hasil
analisis data yang dilakukan kemudian dikaitkan kembali dengan
fenomena yang diangkat untuk kemudian menjawab pertanyaan
penelitian dapat lebih menarik untuk dibaca.11
5. Jenis dan Sumber data
a. Jenis data
Data adalah pernyataan atau keterangan bahan dasar yang
dipergunakan untuk menyusun hipotesa atau segala sesuatu yang
diteliti. Yang dimaksud dengan sumber data dalam penelitian ini
adalah subyek darimana data dapat diperoleh, berdasarkan
sumbernya, jenis data dibagi menjadi dua yaitu jenis data primer
dan sekunder:12
1) Primer
Sumber data yang langsung memberikan data kepada
pengumpul data, atau data yang diperoleh langsung dari
sumbernya, diamati, dicatat, untuk pertama kalinya.13Data
primer ini diperoleh dari Klien saya yang bernama
11
Herdiansyah Haris, Metodologi Penelitian Kualitatif dan Ilmu-ilmu Sosial, (Jakarta: Salemba Humanika, 2012)hal,46-48
12
Arikunto, Suharsimi, Prosedur penelitian Suatu pendekatan praktek, (Jakarta, Rineka Cipta, 1996)hal.114
13
(29)
19
friska.Friska adalah seorang siswi yang bersekolah di MTS
Waru Al-Jadid Sidoarjo.Adapun data yang dimbil dari
sumber data primer adalah identitas klien serta latar
belakang keluarga klien.
2) Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber
kedua atau berbagai sumber yang mendukung peroleh data
guna melengkapi data primer.14Data sekunder ini diperoleh
dari guru BK di MTS Waru Al-Jadid Sidoarjo,
teman-teman Friska, serta ibu Friska.Adapun data yang diambil
dari sumber data sekunder adalah keseharian atau perilaku
klien ketika disekolah.
b. Sumber data
Untuk mempermudah mengidentifikasi sumber data, penulis
mengklasifikasikan menjadi tiga yaitu:
1) Informan
Dimana kami, peneliti membuat, mengajukan sejumlah
pertanyaan kepada responden (guru BK), yang sesuai dengan
apa yang akan diteliti, biasanya pertanyaan itu akan dilakukan
secara tatap muka, bahkan peneliti akan lebih tahu mimik (cara
bicara), cara responden menjawab intonasi pertanyaan yang
peneliti ajukan. Data yang peneliti tanyakan kepada responden
14
Burhan Bungin, Metode Penelitian Sosial: Format-format Kuantitatif,
(30)
20
antara lain mengenai sikap dan tingkah laku siswi tersebut di
MTS Waru Al-Jadid Sidoarjo.
2) Aktifitas atau peristiwa
Informasi juga dapat diperoleh dari pengamatan
terhadap peristiwa atau aktifitas yang berkaitan dengan
permasalahan yang diusung oleh peneliti. Dari aktifitas ini
peneliti dapat mengetahui secara langsung bagaimana proses
itu terjadi.
3) Dokumen atau arsip
Dokumen merupakan bahan tertulis atau benda yang
berkaitan dengan suatu peristiwa atau aktifitas tertentu.Baik itu
berupa rekaman, arsip, data base, surat-surat, dan gambar yang
mana itu bisa menghasilkan suatu informasi terkait dengan
judul penelitian ini.
6. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling
strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah
mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka
peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data
yang ditetapkan.
Pengumpulan sumber data dapat dilakukan dalam berbagai setting,
berbagai sumber, dan berbagai cara. Bila dilihat dari setting-nya, data
(31)
21
laboratorium dengan metode eksperimen, dirumah dengan berbagai
responden, pada suatu seminar, diskusi, dijalan dan lain-lain.Bila
dilihat dari sumber datanya, maka pengumpulan data dapat
menggunakan sumber primer, dan sumber sekunder.Sumber primer
adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada
pengumpul data, dan sumber sekunder merupakan sumber yang tidak
langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat
oranglain atau lewat dokumen. Selanjutnya bila dilihat dari segi cara
atau teknik pengumpulan data, maka teknik pengumpulan data dapat
dilakukan dengan observasi (pengamatan) interview (wawancara),
kuesioner (angket), dokumentasi dan gabungan keempatnya.15
Adapun teknik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah
sebagai berikut:
a. Observasi (pengamatan)
Observasi merupakan aktifitas seseorang peneliti terhadap
suatu proses atau objek dengan maksud merasakan dan kemudian
memahami pengetahuan dari sebuah fenomena berdasarkan
pengetahuan dan gagasan yang sudah diketahui sebelumnya, kalau
mendapatkan informasi-informasi yang dibutuhkan dalam
melanjutkan penelitian. Observasi adalah kemampuan seseorang
15
(32)
22
untuk menggunakan pengamatannya menggunakan hasil kerja
pancaindra mata serta dibantu dengan panca indra lainnya.16
Macam observasi meliputi, observasi partisipatif, terus terang
dan transparan, tidak terstruktur, yang dapat memahami konteks
data dalam situasi sosial dll. Dalam observasi partisipatif, peneliti
mengamati apa yang dikerjakan orang, mendengarkan apa yang
mereka lakukan dan berpartisipasi dalam aktifitas mereka jika
diperlukan.
Adapun data-data yang diambil dari metode observasi adalah,
sebagai berikut:
1). Upaya apa yang dilakukan oleh konselor dalam mengatasi
pergaulan bebas yang dilakukan oleh siswi di MTS Waru
Al-Jadid Sidoarjo.
2).Bimbingan dan Konseling Islam untuk meningkatkan Self
Control remaja putri yang terlibat dalam pergaulan bebas di
MTS Waru Al-Jadid Sidoarjo.
b. Interview (wawancara)
Peneliti mengadakan wawancara langsung dengan
responden yang mempunyai hubungan dengan obyek yang
diteliti.Merupakan pertemuan dua orang atau lebih untuk bertukar
informasi dan ide melalui Tanya jawab, sehingga dapat
dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu.
16
Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Social & Ekonomi (format-format Kuantitatif dan kualitatif untuk studi sosiologi, kebijakan publik, Komunikasi, Manajemen dan pemasaran, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013)hal, 142
(33)
23
Menurut pendapat lain wawancara atau interview yaitu
proses percakapan dengan maksud untuk mengkonstruksi orang,
kejadian, kegiatan, organisasi, motivasi, perasaan dan sebagainya,
yang dilakukan oleh kedua belah pihak yaitu:
interview.17Wawancara yang digunakan yaitu wawancara semi
terstruktur yang berpacu pada pedoman namun sifatnya masih
terbuka.
Dalam metode ini penulis mengadakan wawancara
langsung dengan sumber data, yaitu dengan guru BK yang
mengajar di MTS Waru Al-Jadid Sidoarjo dan siswa sebagai data
sekunder guna mendapatkan data yang berkaitan dengan perilaku
pergaulan bebas yang terjadi pada salah satu siswi di MTS Waru
Al-Jadid Sidoarjo.
Adapun data-data yang diambil dari metode interview atau
wawancara adalah sebagai berikut:
(1).Kepala Sekolah dan Guru BK yang terkait dengan nama, usia,
siswi yang bersangkutan.
(2). Klien terkait nama, usia, latar belakang klien, dan hasil dari
proses Bimbingan dan Konseling Islam.
(3). Informan terkait dengan obyek yang diteliti.
7. Teknik Analisis Data
17
(34)
24
Analisis data dalam penelitian kualitatif, dilakukan pada saat
pengumpulkan data berlangsung, dan setelah selesai pengumpulan data
dalam priode tertentu.Miles and Huberman (1984), mengemukakan
bahwa akitivitas dalam analisis data kualitatif di lakukan secara
interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas.
Aktivitas dalam analisis data, yaitu data reduction, data display, dan
conclusion drawing/ verification.
a. Data reduction (reduksi Data)
Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak,
untuk itu maka dicatat secara teliti dan rinci.Untuk itu perlu segera
dilakukan analisis data melalui reduksi data.mereduksi data berarti
merangkum, memiliki hal yang pokok, menfokuskan pada
hal-hal yang penting dicari tema dan polanya. Dengan demikian data
yang telah direduksi akan memberikan gambaran pengumpulan data
selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan. Dalam hal ini, peneliti
memfokuskan pada usaha guru BKdalam meningkatkan Self Control
pada diri siswi.
b. Data Display (penyajian data)
Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam
bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, dan
sejenisnya. Yang paling sering digunakan untuk menyajikan data
dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif,
(35)
25
Dalam perakteknya tidak semudah ilustrasi yang di berikan,
karena fenomena social bersifat kompleks, dan dinamis, sehingga
apa yang ditemukan pada saat memasuki lapangan dan setelah
berlangsung agak lama di lapangan akan mengalami perkembangan
data. Untuk itu maka peneliti harus selalu menguji apa yang telah
ditemukan pada saat memasuki lapangan yang masih bersifat
hipotetik itu berkembang atau tidak. Bila setelah lama memasuki
lapangan ternyata hipotesis yang di rumuskan selalu didukung oleh
data pada saat dikumpulkan di lapangan, maka hipotesis tersebut
terbukti, dan akan berkembang menjadi teori yang grounded. Teori
grounded adalah teori yang dikemukan secara induktif berdasarkan
data-data yang di temukan di lapangan, dan selanjutnya di uji
melalui pengumpulan data yang terus menerus. Peneliti
mendisplaikan data-data yang diperoleh dari lapangan
c. Conlusion Drawing/ Varification
Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles and
Huberman adalah penarikan kesimpulan dan varifikasi. Kesimpulan
awal yang dikemukan masih bersifat sementara, dan akan berubah
bila tidak di temukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada
tahap pengumpulan data berikutnya. Tapi apabila kesimpulan yang
dikemukan pada tahap awal, di dukung oleh bukti-bukti yang valid
(36)
26
data, maka kesimpulan yang dikemukan merupakan kesimpulan
yang kredibel.
Kesimpulan dalam penelitian kualitatif mungkin dapat
menjawab rumusan masalah yang di rumuskan sejak awal, tapi
mungkin juga tidak, karena seperti dikemukakan bahwa masal dan
rumusan masalah dalam penelitian kualitatif masih bersifat
sementara dan akan berkembang setelah peneliti berada di lapangan.
Kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah merupakan
temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada.Temuan dapat
berupa deskripsi atau gambaran suatu obyek yang sebelumnya masih
remang-remang gelap sehingga diteliti menjadi jelas, dapat berupa
hubungan kausal atau interaktif, hipotesis, atau teori. Dalam hal ini,
peneliti menyimpulkan hasil penelitian yang sesuai dengan rumusan
masalah yang telah dirumuskan, yakni yang berkaitan dengan
konseling spiritual dalam mengatasi kenakalan remaja di SMK
Agung Mulia Bangkalan .
8. Teknik keabsahan data
Ada beberapa teknik keabsahan data, namun peneliti menggunakan
teknik keabsahan data melalui triangulasi. Triangulasi adalah teknik
pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di
luar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding data
(37)
27
Peneliti menggunakan langkah-langkah yang ditempuh dalam tahap
triangulasi sebagai berikut:
a. Triangulasi dengan sumber yakni membandingkan dan mengecek
balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui
waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif. Peneliti
melakukan pengecekan tentang ini dari hasil membandingkan hasil
pengamatan dengan hasil wawancara, maupun hasil data yang
diperoleh dengan cara lain observasi. Teknik keabsahan data yang
dilakukan dengan cara triangulasi data merupakan upaya yang
dilakukan peneliti untuk melihat keabsahan data. Hal ini dilakukan
dengan cara menanyakan kembali kepada informan-informan
tentang data yang sudah di dapat. Denzin membedakan empat
macam triangulasi yang memanfaatkan penggunaan sumber,
metode, penyidik, dan teori.18 Data penelitian ini digunakan
triangulasi sumber yang berarti membandingkan dan memeriksa
kembali derajat kepercayaan informasi yang diperoleh dari waktu
dan alat yang berbeda dalam penelitian. Triangulasi dengan sumber
dapat dicapai dengan cara:
1) Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil
wawancara.
2) Membandingkan apa yang dikatakan seseorang di depan
umum dengan apa yang dikatakan seseorang secara pribadi.
18
Denzin, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung, Remaja Rosdakarya, 2010)hal,330
(38)
28
3) Membandingkan apa yang dikatakan seseorang mengenai
situasi penelitian dengan apa yang dikatakan sepanjang waktu.
4) Membandingkan pandangan dan perspektif seseorang dengan
pandangan orang lain.
G. SISTEMATIKA PEMBAHASAN
Dalam pembahasan suatu penelitian diperlukan sistematika
pembahasan yang bertujuan untuk memudahkan penelitian,
langkah-langkah pembahasan sebagai berikut
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini terdiri dari sepuluh sub-bab antara lain: Latar
belakang masalah, rumusan masalah, Tujuan penelitian,
Manfaat penelitian, Definisi konsep, Metode penelitian,
Sistematika pembahasan, Jadwal penelitian, Pedoman
wawancara.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini terdiri dari dua sub-bab, yakni Kajian Teoritik
(beberapa referensi yang digunakan untuk menelaah objek
kajian), dan Penelitian terdahulu yang relevan
BAB III PENYAJIAN PUSTAKA
Pada bab ini terdiri dari dua sub bab, yakni Deskripsi umum
(39)
29
BAB IV ANALISIS DATA
Pada bab ini berisi pemaparan tentang analisis data.
BAB V PENUTUP
Pada bab ini terdiri dari Simpulan dan Saran, yang
menjelaskan hasil simpulan dari data yang dipaparkan dan
saran bisa berupa rekomendasi untuk penelitian lanjutan yang
terkait dengan hasil penelitian, atau disarankan bagi
lembaga-lembaga lain untuk dijadikannya sebagai percontohan.
H. Jadwal Penelitian
NO Hari, Tanggal Kegiatan
1. Jum’at, 28 Oktober 2016
Peneliti meminta surat izin penelitian kepada
pihak akademik untuk memudahkan peneliti
melakukan observasi ke MTS Waru Al-Jadid
Sidoarjo.
2. Jum’at, 28 Oktober 2016
Peneliti meminta surat izin penelitian kepada
pihak akademik untuk memudahkan peneliti
melakukan observasi ke MTS Waru Al-Jadid
Sidoarjo.
3. Jumat, 28
Oktober 2016
Peneliti terjun ke lokasi penelitian untuk
menentukan objek yang akan di teliti.
(40)
30
Oktober 2016 wawancarai mengenai apa yang akan dijadikan
bahan penelitian.
5. Sabtu, 07
November 2016
Peneliti memberikan pertanyaan kepada 3 orang
guru terkait tentang perilaku pergaulan bebas
yang terjadi pada salah satu siswi di MTS Waru
Al-Jadid Sidorjo.
6. Sabtu, 19
November 2015
Peneliti menganalisis hasil data yang diperoleh
dari narasumber di MTS Waru Al-Jadid
Sidoarjo.
I. PEDOMAN WAWANCARA
Identitas informan
Nama :
Umur :
Status :
(41)
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Bimbingan Konseling Islam, Teori Behavioralal, Self Control, dan Pergaulan Bebas
1. Bimbingan Konseling
a. Pengertian Bimbingan dan Konseling Islam
Bimbingan dan konseling merupakan terjemahan dari
“guidance” dan “counseling” dalam bahasa inggris guidanceberarti
mengarahkan, memandu, mengelola, dan menyetir.Kata guidanceitu
sendiri berarti menunjukkan, membimbing, atau menuntun orang ke
jalan yang benar.
Bimbingan adalah proses pemberian bantuan pada seorang
atau kelompok orang secar tetatur dan terus menerus dan sistematis
oleh guu pembimbing agar individu itu menjadi pribadi yang
mandiri. pada dasarnya bimbingan merupakan upaya pembimbing
untuk membantu mengoptimalkan individu.
Sedangkan konseling adalah upaya membantu individu melalui
proses interaksi yang bersifat pribadi antara konselor dan konseli
agar konseli mampu memahami diri dan lingkungannya, mampu
membuat keputusan dan menentukan tujuan berdasarkan nilai yang
diyakininya sehingga konseli merasa bahagia dan efektif atas
(42)
31
Konseling merupakan salah satu bentuk hubungan yang
bersifat membantu. Makna bantuan itu sendiri, yaitu sebagai upaya
untuk membantu orang lain agar ia mampu tumbuh kearah yang
dipilihnya sendiri, mampu menyelasaikan masalah yang dihadapinya,
dan mampu menghadapi krisis-krisis yang dialami dalam
kehidupannya. Hubungan dalam konseling bersifat
interpersonal.hubungan konseling terjadi dalam bentuk wawancara
secara tatap muka antara konselor dengan klien.1
Sedangkan hakikat bimbingan dan konseling islam adalah
upaya membantu individu belajar mengembangkan fitrah dan atau
kembali kepada fitrah, dengan cara memberdayakan iman, akal, dan
kemauan yang dikaruniakan Allah SWT. Dari rumusan tersebut
tampak bahwa konseling islam adalah aktifitas yang bersifat
membantu .dikatakan membantu karena pada hakikatnya individu
sendirilah yang perlu hidup sesuai tuntutan Allah (jalan yang lurus)
agar mereka selamat. Karena posisi konselor sendiri bersifat
membantu maka konsekuensinya individu itu sendiri yang harus aktif
belajar memahami dan sekaligus melaksanakan tuntunan Islam
(Al-Qur’an dan Rasul-Nya).2
Pihak yang membantu adalah konselor, yaitu seorang mukmin
yangmemiliki pemahaman yang mendalam tentang tuntunan Allah
1
Ahmad Juntika Nurihsan, Bimbingan dan Konseling. (Bandung: Revika aditama: 2010) Hal 7-12
2
Anwar Sutoyo,Bimbingan dan Konseling Islami.(Yogyakarta: Pustaka pelajar: 2014) Hal 22-24
(43)
32
dan menaatinya.Bantuan itu terutama berbentuk pemberian dorongan
dan pendampingandalam memahami dan mengamalkan Syari’at Islam. Dengan memahami dan mengamalkan Syari’at Islam itu diharapkan segala potensi yang dikaruniakan Allah kepada individu
bias berkembang secara optimal. Yang pada akhirnya individu itu
menjadi hamba Allah yang muttaqin muhlasin, mukhsinin, dan
muttawakkilin, yang terjauh dari godaan setan, terjauh dari tindakan
maksiat, dan ikhlas melaksanakan ibadah kepada Allah.
Individu yang dibantu adalah individu yang dipandang sebagai
“hamba Allah” yang harus selalu tunduk dan patuh kepada-Nya. Oleh sebab itu, dalam kegiatan bimbingan, individu perlu dikenalkan siapa
sebenarnya dia, dan aturan yang harus dipatuhi dan larangan yang
harus dijauhi, serta tanggung jawab dari apa yang harus dikerjakan
selama hidup didunia. Dalam belajar memahami diri dan memahami
aturan Allah yang harus dipatuhi tidak jarang mereka mengalami
kegagalan, oleh sebab itu mereka membutuhkan bantuan khusus yang
disebut “konseling”.
b. Tujuan Bimbingan dan Konseling Islam
Tujuan Bimbingan dan Konseling adalah agar individu dapat:
1) merencanakan kegiatan penyelesaian studi, perkembangan karier
serta kehidupannya dimasa yang akan dating, 2) mengembangkan
seluruh potensi dan kekuatan yang dimilikinya secara optimal, 3)
(44)
33
masyarakat, serta lingkungan kerjanya, 4) mengatasi hambatan dan
kesulitan yang dihadapi dalam studi, penyesuaian dengan lingkungan
pendidikan, mayarakat, maupun lingkungan kerja.
Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut mereka harus
mendapatkan kesempatan untuk: 1) mengenal dan memahami potensi,
kekuatan, dan tugas-tugas perkembangannya, 2)mengenal dan
memahami potensi atau peluang yang ada dilingkungannya, 3)
mengenal dan menentukan tujuan rencana hidupnya serta rencana
pencapaian tujuan tersebut, 4) memahami dan mengatasi
kesulitan-kesulitan sendiri, 5) menggunakan kemampuannya untuk kepentingan
dirinya, kepentingan lembaga, tempat bekerja dan masyarakat,
f)menyesuaikan diri dengan keadaan dan tuntutan dari lingkungannya,
dan g) mengembangkan segala potensi dan kekuatan yang dimilikinya
secara tepat dan teratur secara optimal.3
c. Latar belakang perlunya Bimbingan dan Konseling Islam
1). Dari segi jasmaniah (biologis)
Karena manusia memiliki unsur jasmaniah atau biologis,
manusia memiliki kebutuhan biologis yang harus dipenuhinya,
misalnya makan, minum, udara, pakaian, tempat tinggal, dan
sebagainya. Upaya untuk memenuhi kebutuhan jasmaniyah
tersebut dapat dilakukan manusia selaras dengan ketentuan Allah .
3
Syamsu yusuf, A. Juntikan Nur Islam, landasan Bimbingan dan Konseling.(Bandung: Alfabeta,2010) Hal 117
(45)
34
Keyakinan bahwa ketentuan dan petunjuk Allah pasti akan
membawa manusia menjadi bahagia, individu yang berbahagia
tentunya adalah individu yng mampu hidup selaras dengan
ketentuan Allah dan petunjuk Allah SWT. Tetapi tidak semua
manusia mampu hidup dan memenuhi kebutuhan jasmaninya
ituseperti seharusnya, baik karena factor internal maupun dari
factor eksternal atau lingkungan sekitarnya.
Mengingat keadaan manusia serupa itulah, maka diperlukan
adanya bimbingan dan Konseling Islami, agar dalam upayanya
memenuhi kebutuhan jasmaninya itu manusia senantiasa selaras
dengan ketentuan dan petunjuk Allah SWT.
2). Dari segi rohaniah (psikologis)
Sesuai dengan hakikatnya, manusia memerlukan pul
pemenuhan kebutuhan rohaniah dalam arti psikologis. Dalam
kehidupan nyata, baik karena factor internalmaupun eksternal,apa
yang diperlukan manusia bagi psikologisnya itu bisa tidak
terpenuhi atau dicari dengan cara yang tidak selaras dengan
ketentuan dan petunjuk Allah
3). Dari sudut individu
Telah diketahui bahwa manusia merupakan makhluk
individu.Artinya seseorang memiliki kekhasannya sendiri sebagai
suatu pribadi.Segi-segi individual lainnya sedikit banyak telah
(46)
35
(psikologis).Problemproblem yang berkaitan dengan kondisi
individual dengan demikian akan kerap muncul dihadapan
manusia. Agar problem-problem tersebut tidak menjadikan
manusia menjadi pribadi yang kurang baik, maka Bimbingan dan
Konseling Islam diperlukan kehadirannya.
4). Dari segi sosial
Selain sebagai makhluk individual, manusia juga termasuk
makhluk sosial yang senantiasa berhubungan dengan manusia lain
dalam kehidupan kemasyarakatan. Semakin modern kehidupan
manusia semakin kompleks tatanan kehidupan kehidupan yang
harus dihadapi manusia.
5). Dari segi budaya
Manusia hidup dalam lingkungan fisik dan sosial.Semakin
maju tingkat kehidupan, manusia harus teru berupaya
meningkatkan berbagai perangkat kebudayaan dan
peradabannya.Manusia harus membudayakan alam sekitarnya
untuk keperluan hidupnya, biologis maupun spiritual. Dalam
mengelola maupun memanfaatkan alam sekitarnya ini manusia
kerapkali rakus, serakah, tidak memperhatikan kepentingan orang
lain dan kelestarian alam, yang pada dasarnya akan menjadikan
dirinya sendiripun terkena akibat negatifnya, tanpa disadarinya
(47)
36
6). Dari segi agama
Agama merupakan wahyu Allah .walaupun diakui bahwa
wahyu Allah itu benar, tetapi dalam penafsirannya bisa terjadi
banyak perbedaan antara berbagai ulama’ sehingga muncul
masalah-masalah khilafiyah yang kerapkali bukan saja
menimbulkan konflik sosial, tetapi juga menimbulkan konflik batin
dalam diri seseorang yang dapat menggoyahkan kehidupan atau
keimanannya.Asas-asas Bimbingan dan konseling Islam
(a). Asas-asas kebahagiaan dunia akhirat
Bimbingan dan konseling islami tujuan akhirnya adalah
membantu klien, atau konseli, yakni orang yang dibimbing
mencapai kebahagiaan hidup yang senantiasa didambakan oleh
setiap muslim.
Kebahagiaan hidup duniawi, bagi seorang muslim hanya
merupakan kebahagiaan yang sifatnya sementara, kebahagiaan
akhiratlah yang menjadi tujuan agama. Oleh karena itu maka
islam mengajarkan hidup dalam keseimbangan, keselarasan,
dan keserasian antara kehidupan dunia dan akhirat.
(b). Asas fitrah
Bimbingan dan Konseling Islam merupakan bantuan
kepada klien atau konseli untuk mengenal, memahami, dan
menghayati fitrahnya, sehingga gerak gerik dan tingkah laku
(48)
37
konseling Islam membantu klien untuk mengenal dan
memahami fitrahnya itu, sehingga demikian akan mampu
mencapai kebahagiaan hidup didunia dan di akhirat karena
bertingkah laku sesuai dengan fitrahnya.
(c).Asas “lillahita’ala”
Bimbingan dan konseling islam diselenggarakan semata
mata-karena allah. Konsekuensi dari asas ini bererti
pembimbing melakukan tugasnya dengan penuh keikhlasan,
tanpa pamrih.Sementara yang dibimbing pun menerima atau
meminta Bimbingan dan Konseling dengan ikhlas dan
sukarela.Karena semua pihak merasa bahwa semua yang
dilakukan adalah karena dan untuk pengabdian kepada Allah
semata.
(d). Asas bimbingan seumur hidup
Manusia hidup betapapun tidak aka nada yang sempurna
dan selalu bahagia. Dalam kehidupannya mungkin saja
manusia akan menjumpai berbagai kesulitan dan kesusahan.
Oleh karena itulah maka bimbingan dan konseling islam
diperlukan selama hayat masih dikandung badan.
(e). Asas kesatuan jasmaniah-rohaniah
Bimbingan dan konseling islam memperlakukan kliennya
sebagai makhluk jasmaniah-rohaniah, tidak memandangnya
(49)
38
semata. Bimbingan dan konseling islam membantu individu
untuk hidup dalam keseimbangan jasmaniah dn
rohaniahtersebut.
(f). Asas keseimbangan rohaniah
Orang yang dibimbing diajak untuk mengetahui apa-apa
yang perlu diketahuinya kemudian memikirkan apa-apa yang
perlu dipikirkannya, sehingga memperoleh keyakinan, tidak
menerima begitu saja, tetapi juga tidak menolak begitu saja.
Orang yang dibimbing diajak untuk menginternalisasikan
norma dengan menggunakan semua kemampuan rohaniah
potensialnya tersebut, bukan Cuma hanya mengikuti hawa
nafsu semata.4
2. Terapy Behavioralal
a. Pengertian terapiBehavioralal
Behavioralal merupakan salah satu pendekatan untuk
memahami individu yang dilihat dari sisi fenomenal fisik dan
cenderung mengabaikan aspek-aspek mental, pendekatan tingkah
laku atauBehavioralal menekan-kan pada dimensi kognitif individu
dan menawarkan berbagai metode yang berorientasi pada tindakan
(action-oriented) untuk membantu mengambil langkah yang jelas
dalam mengubah tingkah laku.Terapi tingkah laku (Behavioraltik)
4
Faqih, Aunur Rahim.Bimbingan dan Konseling dalam Islam.(Yogyakarta: UII Press Yogyakarta, 2004) Hal 21-23
(50)
39
adalah beberapa gabungan dari beberapa teori belajar yang di
kemukakan oleh para ahli yang berbeda-beda antara lain:
1). Rachman dan wolpe (dikutip dari Latipun) mengatakan bahwa
terapi Behavioraldapat menangani kompleksitas masalah klien
mulai dari kegagalan individu untuk merespons secara adaptif
hingga mengatasi masalah neurosis.
2). Gladding (dikutip dari lesmana) mengatakan bahwa terapi
Behavioraltik merupakan pilihan utama bagi konselor untuk
menangani klien yang menghadapi masalah spesifik seperti
gangguan makan, penyalah gunaan obat,dan disfungsi
psikoseksual.
Selain itu, masih ada berapa para ahli yang mengemukakan
pendapat tentang terapi Behavioralal, antara lain: Willis, Ivan Pav
Lov, B.F. Skiner dan J.B. Watson. Dan terapi Behavioraltik juga
dapat di gunakan untuk klien yang terkena gangguan yang
dihubungkan dengan kecemasan, sters, asertivitas dan menjalin
interaksi sosial.
b. Latar Belakang TerapiBehavioralal
Behavioralme lahir sebagai reaksi terhadap intropeksionisme
dan juga psikoanalisis. Perkembangan terapi Behavioraltik ditandai
oleh suatu pertumbuhan yang fenomenal sejak akhir tahun 1950-an.
Pada awal tahun 1960-an, laporan- laporan tentang penggunaan
(51)
40
kepustakaan profesional. John Watson, pendiri Behavioralme
menyingkirkan dari psikologi konsep-konsep seperti kesadaran,
determinasi diri, dan berbagai fenomena subjektif lainya. ia
mendirikan suatu psikologi tentang kondisi- kondisi tingkah laku
yang dapat diamati. John Waltson adalah seorang Behavioralal
radikal yang menyatakan bahwa ia bisa mengambil sejumlah bayi
yang sehat dengan menjadikan bayi- bayi itu apa saja yang
diinginkanya dokter, ahli hukum, dokter, seniman, pencopet dan lain
sebagainya. Ia ingin menganalisis hanya perilaku yang nampak saja,
yang dapat diukur, dilukiskan, dan diramalkan.5
TeoriBehavioralalini dihasilkan berdasarkan hasil eksperimen
paraBehavioralt yang memberikan sumbangan pada prinsip2 belajar
dalam tingkah laku manusia. Pendekatan ini memiliki perjalanan
panjang mulai dari penelitian laboratorium terhadap binatang hingga
terhadap manusia. Secara garis besar, perkembangan pendekatan
Behavioralal terdiri dari 3 trend utama. Yaitu Kondisioning Klasik
(classical conditioning), Kondisioning Operan (Operant
Conditioning), dan terapi kognitif (Cognitive Therapy).6
1). Kondisioning Klasik (classical conditioning)
Seorang tokoh Ivan Petrovich Pavlov, menggunakan anjing
sebagai bahan penelitiannya. ia menggunakan anjing yang dalam
keadaanya lapar ditempatkan pada ruang kedap suara. Dihadapan
5
Gantina Komalasari dan Wahyuni Eka, Teori dan Teknik Konseling, (Jakarta: Indeks, 2011) hal 142
6
(52)
41
si anjing diletakkan meja untuk meletakkan tempat makanan yang
mudah dijangkau anjing. Pada leher dipasang alat untuk kelenjar
ludahhnya yang dihubungkan dengan selang sehingga saat air liur
yang keluar dapat ditampung dan diukur dengan menggunakan
gelas ukuran.
Pada dasarnya pengondisian klasik itu melibatkan stimulus
tak terkondisi (UCS) yang secara otomatis berkondisi (CR), yang
sama dengan respons tak berkondisi (UCR) apabila diasosiasikan
dengan stimulus berkondisi (CS), lambat laun CS mengarahkan
kemunculan CR.
2). Kondisioning Operan (Operant Conditioning)
Operat Conditioningpada awalnya dikembangkan oleh E.L.
Thorndike. Jika padaclassical conditioning,organisme dipandang
sebagai responden yang pasif seperti penggunaan ludah pada
anjing. Sedangkan pada Operant Conditioning, organisme
dipandang sebagai responden yang aktif. Contoh tingkah laku
operant adalah membaca, menulis, mnyetir, dan makan dengan
menggunakan alat.
Tokoh lain yang mengembangkan Operant Conditioning
adalah B.F Skinner yang berpendapat bahwa tingkah laku
berdasarkan pada akibat-akibatnya yang diistilahkan dengan
reinforcer, atau punisher. Menurut Skinner satu-satunya aspek
(53)
42
yang teramati dan satu-stunya cara mengontrol dan meramalkan
tingkah laku adalahmengaitkanya dengan kejadian yang
mengawalai tingkah laku di lingkungan (event antecedent).
Asumsi dasar Operant Conditioning tentang tingkah laku
antara lain: tingkah laku mengikuti hukum, dapat diramalkan,
tingkah laku dikontrol dengan teknik analisis fungsional dalam
bentuk hubungan sebab akibat dan bagaimana suatu respons
timbul menikuti stimuli atau kondisi tertentu yang dikontrol
penyebabnya.
Didalam Operant Conditioning, Skinner menggunakan
burung merpati sebagai bahan penelitian. Burung merpati
dimasukkan kedalam kotak yang kedap suara, salah satu sisi
kotak akan keluar bintik merah jika dipatuk, dan diikuti oleh
keluarnaya makanan (reinforcement). Pada percobaan ini, merpati
berdiri di dekat bintik cahaya (dan lubang makanan) selanjutnya
merpati menatap makanan tersebut, mematuk dan menjadi sering
mematuk bintik cahaya kaena akan mendapat makanan (hadiah).
3). Kognitif (Cognitive Therapy).
Pada trend ketiga ini terkenal dengan tokoh Albert
Banduran dengan teori belajar sosial. Bandara berpandangan
bahwa manusia dapat berfikir dan mengatur tingkah lakunya
sendiri, manusia dan lingkungan saling mempengaruhidan fungsi
(54)
43
Teori ini menganggap bahwa individu dapat belajar
melakukan sesuatu hanya dengan mengamati dan mengulang apa
yang dilihat. Manusia sebagia npribadi dapat mengatur diri
sendiri (self regulation), dapat mempengaruhi tingkah laku
dengan mengatur lingkungan, dapat menciptakan dukungan
kognitif, dan dapat melihat konsekuensi bagi tingkah laku sendiri.
Tingkah laku ditentukan oleh antisipasi terhadap
konsekuensi. Teori ini menekankan pada kognisi dan regulasi diri.
Terdapat tiga proses yang dipaki untuk regulasi diri, yaitu
memanipulasi eksternal, memonitor, dan mengevaluasi tingkah
laku internal. Tingkah laku merupakan hasil pengaruh resiprokal
faktor eksternal dan internal.
(a). Internal
(1). Observasi Diri
(2). Penilaian Tingkah Laku
(3). Standar Pribadi
(4). Perbandingan sosial, orang lain, dan kolektif.
(5). Respons Diri
(b). Eksternal
(1). Memberi standar untuk mengevaluasi tingkah laku.
(55)
44
(3). Menurut Bandura, struktur kepribadian manusia terdiri
dari: sistem self (Self system), regulasi diri (Self
Regulation), dan efikasi kolektif (Collective efficacy).
Sistem self mengarah pada stuktur kognitif yang
memberi pedoman dan seperangkat fungsi persepsi,
evaluasi, dan pengaturan tingkah laku. Regulasi diri
adalah kemampuan yang digunakan untuk memanipulasi
lingkungan dengan baik untuk mencapai tujuan yang
lebih tinggi. Efikasi Diri adalah penilaian diri, apakah
individu memiliki kemampuan atau keyakinan dalam
mengambil tindakan dengan baik dan memuaskan sesuai
yang dipersyaratkan.
c. Tujuan TerapiBehavioral
1). Konseling Behavioral di dasarkan pada prinsip dan prosedur
metode ilmiah
2). Konseling Behavioralmenangani masalah-masalah konseli saat
ini dan faktor-faktor yang mempengaruhinya sebagai lawan
dari analis penentu historis
3). Konseli yang terlibat dalam konseling Behavioral di harapkan
untuk berperan aktif dalam melaksanakan tindakan spesifik
(56)
45
4). Konseling Behavioral menekankan pembelajaran keterampilan
konseli dalam mengelola diri
5). Fokus pada pengukuran perilaku tampak dan tidak tampak
secara langsung mengenali masalah dan menilai perubahan.
6). KonselingBehavioral menekankan pendekatan kendali diri saat
konseli mempelajari strategi pengelolaan diri.
7). Intervensi perilaku di sesuaikan dengan individu konseli
berdasarkan masalah specific yang di alami konseli.
8). Praktek konseling Behavioral dilaksanakan berdasarkan
kemitraan antara konselor dan konseli.
9). Penekanan pada aplikasi praktis.
10). Konselor berupaya mengembangkan prosedur yang sesuai
dengan budaya dan memperoleh kerjasama konseli.7
d. Peran dan Fungsi Konselor dalam TeoriBehavioral
Konselor dalam terapi Behavioral memegang peranan yang
aktif dalam pelaksanaan proses konseling dalam hal ini konselor
harus mencari pemecahan masalah klien.fungsi utama konselor
adalah bertindak sebagai :
1). Guru
7
(57)
46
2). Konsultan
3). Pengarah
4). Penasihat
5). Pemberi dukungan
6). Fasilitator
7). Menserperlisi orang-orang pendukung yang ada di lingkungan
klien yang membantu dalam proses pengubahan tingkah laku
klien.
Selain itu fungsi lain konselor adalah sebagai model bagi
kliennya.maksut tersebut seorang ahli yang bernama Bandura
corey mengatakan bahwa proses fundemental yang paling
memungkinkan klien dapat mempelejari tingkah laku baru adalah
melalui proses imitasi atau percontohan sosial.konselor di jadikan
model pribadi yang akan ditiru oleh klien .karena klien cenderung
memandang konselor sebagai orang yang patut untuk sikap dan
tingkah laku konselor. Maka dari itu ,seorang konselor diharapkan
menyadari perannya yang begitu penting dalam konseling sehingga
dengan sadar diri konselor tidak patut memunculkan perilaku yang
semestinya tidak untuk ditiru.
Dalam teori terapi Behavioral, seorang ahli yang bernama
(58)
47
berperan sebagai “Mesin Perkuatan” bagi klien. Dalam proses konseling, konselor selalu memberikan penguatan atau motivasi
yang positiv maupun negative untuk membentuk tingkah laku yang
baru pada klien. Hal ini didasarkan dalam teori Behaviorali
konselor beranggapan peran terapis untuk mengendalikan
konseling melalui pengetahuan dan keterampilannya dalam
menggunakan teknik- teknik terapi. Konselor memiliki kekuatan
untuk mengendalikan tingkah laku klien.
Seorang ahli yang bernama Senada juga mengungkapkan
bahwa dalam teori Behavioral konselor adalah pemberi perkuatan.
Konselor akan selalu mengawasi perkembangan tingkah laku klien
agar dapat diterima secara sosial.
e. Macam- macam Tehnik TerapiBehavioral
Setelah membahas mengenai pengertian pembahasan dan
latar belakang dari terapiBehavioralselanjutnya adalah mengenai
tehnik – tehnik yang terdapat dalam terapi Behavioral. Dalam
peraktiknya, koselor dalam terapi Behavioral menggunakan
beberapa tehnik terapi untuk menangani klien.
Seorang ahli bernama Lesmana membagi tehnik terapi
Behavioraldalam dua bagian, yaitu tehnik–tehnik tingkah laku
umum dan tehnik – tehnik spesifik. Uraiannya adalah sebagai
(59)
48
1). Tehnik-tehnik Tingkah Laku Umum
Tehnik ini terdapat dari beberapa bentuk, diantaranya adalah :
a). Skedul penguatan adalah suatu tehnik pemberian
penguatan pada klien ketika tingkah laku baru selesai
dipelajari dimunculkan oleh klien. Pemberian penguatan
harus dilakukan secara terus-menerus sampai tingkah laku
tersebut terbentuk dalam diri klien. Dan setelah terbentuk
dalam diri klien , frekuensi penguatan dapat dikurangi atau
dilakukan pada saat yang tertentu saja. Istiah ini sering
disebut sebagai penguatan intermiten. Hal ini dilakuakn
untuk mempertahankan tingkah laku baru yang telah
terbentuk.
2). Shaping adalah tehnik terapi yang dilakukan dengan
mempelajari tingkah laku secara bertahap. Konselor dapat
membagi-bagi tingkah laku yang ingin dicapai dalam
beberapa tahap, kemudian mempelajarinya mulai dari
tahap- tahap yang bawah.
(2).Ekstingsi adalahteknik terapi berupa penghapusan
penguatan agar tingkah laku maladaptif yang terbentuk
tidak terulang. Ini didasarkan pada pandangan bahwa
individu tidaka akan bersedia melakukan sesuatau apabila
tidak mendapatkan keuntungan. Misalnya, seseorang akan
(60)
49
konselor akan bertindak tidak memberi perhatian sehingga
klien tidak akan menggunakan cara sama lagi untuk
mendapatkan keinginanya.8
Selain tehnik –tehnik yang telah kemukakan diatas,
corey menambahkan tehnik yang juga diterapkan dalam
terapiBehavioral. Diantaranya adalah :
1). Pengutan positif adalah tehnik yang digunakan melalui
pembaerian ganjaran segera setelah tingkah laku yang
diharapkan muncul.
2). Token cconomy : tehnik in dapat diberikan apabila
persetujuan dan penguatan lainnya tidak memberiakn
kemajuan pada tingkah laku klien.
3). Selain itu Behavioral juga memiliki teknik lain, yaitu
teknikModelling
(a). Pengertian TeknikModelling
Modelling merupakan salah satu teknik dalam
terapi Behavioral yang menekankan pada prosedur
belajar. Pada prinsipnya terapi Behavioral itu sendiri
bertujuan untuk memperoleh perilaku baru,
mengeliminasi perilaku lama yang merusak diri dan
8
Lubis Lumongga dan Namora, Memahami Dasar- dasar Konseling, (Jakarta: KDT, 2011)
(61)
50
memperkuat serta mempertahankan perilaku yang
diinginnkan yang lebih sehat. Modelling ini seperti
salah satu metode yang digunakan oleh Nabi
Muhammad SAW dalam menyebarkan agama Islam
yang seringkali diajarkan lewat contoh perilaku
(uswatun hasanah) seperti sebuah ayat yang artinya
“sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu Uswatun Hasanah (suri tauladan yang baik) bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak
menyebut nama Allah.” (Qs. Al-Ahzab:21).
(b)TujuanModelling
Jadi dapat disimpulkan bahwa tujuan dari teknik
Modelling ini adalah seorang anak bisa mengubah
perilaku yang mal adaptif dengan menirukan model
yang nyata.
(c). Macam-macamModelling
(1). Model yang nyata (live model), contohnya
konselor sebagai model oleh konselinya itu
sendiri atau anggota keluarga tokoh itu yang
(62)
51
(2). Model Simbolik (symbolic model) tokoh yang
dilihat melalui film, video, atau media lain.
(3). Model ganda (multiple model), biasanya terjadi
dalam konseling kelompok, seorang anggota
dalam suatu kelompok mengubah sikap dan
mempelajari suatu sikap baru setelah mengamati
anggota lain dalam bersikap.
(d). Prinsip-prinsipModelling
(1). Belajar bisa diperoleh melalui pengalaman
langsung maupun tidak langsung dengan
mengamati tingkah laku orang lain berikut
konsekuensinya.
(2). Kecakapan sosial tertentu bisa diperoleh dengan
cara mengamati dengan mencontoh tingkah laku
model yang ada.
(3). Reaksi-reaksi emosianal yang terganggu bisa
dihapus dengan mengamati orang lain yang
mendekati objek atau situasi yang ditakuti tanpa
mengalami akibat menakutkan dari tindakan
(63)
52
(e). PengaruhModelling
(1). Pengambilan respon atau keterampilan baru dan
memperlihatkan melalui perilakunyasetelah
memadukan apa yang diperoleh dari
pengamatannya dengan pola perilaku yang baru.
(2). Hilangnya respon takut setelah melihat tokoh
(sebagai model) melakukan sesuatu yang oleh si
pengamat menimbulkan rasa takut, namun pada
tokoh yang dilihatnya tidak berpengaruh
apa-apa atau akibatkanya bahkan positif
(3). Pengambilan sesuatu respons dari respon respon
yang diperhatikan oleh tokoh yang memberikan
jalan untuk ditiru.
(f). Langkah-langkahModelling
(1). Menetapkan bentuk penokohan (live model,
symbolic model, multiple model).
(2). Pada live model pilih model yang bersahabat
atau sebaya yang memiliki kesamaan seperti
usia, status ekonomi, dan penampilan fisik.
(1)
117
karena konseli masih harus melaksanakan kewajiban dari sekolahnya
yaitu melaksanakan sholat dhuha setian jam istirahat pertama sekolah.
4. Perpustakaan yang biasanya digunakan konselor dalam melakukan proses
konseli juga terkadang ramai oleh anak anak yang juga membaca buku
selama jam istirahat, sehingga hal itu membuat konselor dan konseli
sedikit merasa kurang leluasa dalam melakukan proses konseling.
5. Observasi yang dilakukan peneliti hanya bisa sebatas saat bertemu dan
menjalankan proses konseling dengan konseli. Karena peneliti hanya bisa
(2)
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan analisis proses dan hasil pelaksanaan terapi Behavior
dengan teknik modellingyang dilakukan pada salah satu siswi yang terlibat
dalam pergaulan bebas di MTS Al-Jadid Waru Sidoarjo, maka dapat
disimpulkan bahwa :
1. Proses terapi behavior dengan teknik modelling ini diberikan konselor
kepada konseli untuk meningkatkan Self Control siswi yang rendah
dalam bergaul. Konselor menunjukkanlive modelkepada konseli dengan
tujuan supaya konseli dapat melihat dan mencontoh perubahan yang
terjadi pada live model. Selain itu konselor juga memberikan penguatan
positif dengan menyuruh konseli untuk melihat kondisi ibunya, yang hal
itu diharapkan konselor dapat merubah perilaku klien dan akan semakin
memperkuat keinginan konseli untuk berubah menjadi lebih baik lagi.
2. Hasil dari proses konseling dengan terapi behavior dengan teknik
modelling kepada siswi yang terlibat dalam pergaulan bebas ini cukup
membawa perubahan meskipun tidak semprna 100%. Hal ini dapat
dilihat dari hasil follow up yang dilakukan konselor bersama konseli dan
informan lainnya, yang mana dari beberapa perilaku yang ditunjukkan
konseli sebelum menjalani proses konseling dan treatment mengalami
(3)
11
ajakan negatif dari temannya, dan kontrol diri pada konseli juga
menunjukkan perubahan ke arah yang lebih baik sesuai dengan hasil
tabel skala kontrol diri konseli.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka dapat
dikemukakan saran-saran sebagai berikut:
1. Bagi konselor
Pelaksanaan konseling dengan terapi behavior dengan teknik
modelling ini hendaknya dipertahankan dan alangkah baiknya jika
konselor lebih banyak menambah ilmu pengetahuan dengan banyak
membaca buku dan mencari banyak pengalaman konseling sehingga
dalam melakukan proses konseling mendapatkan hasil yang sangat
memuaskan.
2. Bagi konseli
Memiliki kontrol diri sangat penting dalam berperilaku. Karena
jika kontrol diri rendah, perilaku yang ditampakkan akan tidak
bertanggung jawab, dan sebaliknya. Serta mengurangi untuk bergaul
dengan teman-teman yang membawa dampak buruk bagi konseli sangat
penting. Karena dalam usia konseli yang masih remaja, pengaruh teman
dan lingkungan sanagt kuat.
3. Bagi orangtua
Keluarga adalah pilar yang sangat menentukan pribadi dan
(4)
seberapa pentingnya pekerjaan sebaiknya agar orang tua menyempatkan
berinteraksi dan komunikasi tetap dijaga agar anak tidak larut dalam
dunianya sendiri dan menimbulkan kerugian bagi semua orang.
4. Bagi pembaca
Jadikanlah fenomena kenakalan remaja ini sebagai proses belajar
(5)
DAFTAR PUSTAKA
Asrori Moh,Psikologi remaja Perkembangan Peserta Didik, Jakarta: Bumi
Aksara, 2008
Gunarsah, Singgih dan Yulia, Singgih,Psikologi Perkembangan Anak Dan
Remaja, Jakarta: Gunung Mulia, 2003
Sofyan Willis,Remaja dan Masalahnya,Bandung: Alfa Beta, 2005
Shirad Sahudjij,pengantar Bimbingan dan Konseling.Surabaya: Revka
Petra media: 2012
Musfir Bin Said Az-Zahrani.Konseling Terapi. Jakarta: Gema Insani Press:
2005
Dayakisni, Tri.Psikologi social.Malang: UMM Press: 2003
Geldard Katryn,konseling remaja intervensi praktis bagi remaja beresiko,
Yogyakarta: Pustaka pelajar, 2012
Sugiyono, DR, ,Metode Penelitian Bisnis,Bandung: Alfabeta, 2012
Herdiansyah Haris,Metodologi Penelitian Kualitatif dan Ilmu-ilmu Sosial,
Jakarta: Salemba Humanika, 2012
Arikunto, Suharsimi,Prosedur penelitian Suatu pendekatan praktek,
Jakarta: Rineka Cipta, 1996
Marzuki,Metodologi Riset, (Yogyakarta, BPFE, 2002)
Burhan Bungin,Metode Penelitian Sosial: Format-format Kuantitatif,
Surabaya: Unair,2012
Sugiyono,Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung: Alfabeta, 2010
Burhan Bungin,Metodologi Penelitian Social & Ekonomi (format-format
Kuantitatif dan kualitatif untuk studi sosiologi, kebijakan publik, Komunikasi, Manajemen dan pemasaran, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013
Burhan Bungin,Metode Penelitian Kualitatif, Jakarta: PT. Grafindo
Persada,2001
Denzin,Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya,
2010
Ahmad Juntika Nurihsan, Bimbingan dan Konseling. Bandung: Revika aditama: 2010
Anwar Sutoyo,Bimbingan dan Konseling Islami.Yogyakarta: Pustaka
pelajar: 2014
Syamsu yusuf, A. Juntikan Nur Islam,landasan Bimbingan dan
Konseling.Bandung: Alfabeta,2010
Faqih, Aunur Rahim.Bimbingan dan Konseling dalam Islam.Yogyakarta:
UII Press Yogyakarta, 2004
Gantina Komalasari dan Wahyuni Eka, Teori dan Teknik Konseling, Jakarta: Indeks, 2011
Lubis Lumongga dan Namora, Memahami Dasar- dasar Konseling, Jakarta: KDT, 2011
Dayaksini, Tri dan Hudaniah,Psikologi Sosial,Malang : UMM Press
(6)
http://abdulrazakahmad.wordpress.com/2010/01/29/pengertian-pergaulan- bebas-dan-penyebab-maraknya-pergaulan-bebas-remaja-indonesia/diakses-pada-hari-selasa24januari2017-pukul23.41
http://yessy-test.blogspot.com/2012/03/faktor-faktor-pergaulan-bebas.html-diakses-pada-24-januari-2017-pukul-23.43
Daradjat, Z.memahami persoalan remajaJakarta: bulan bintang. 1983
Ika untari Wibawati,Bimbingan dan Konseling Islam dalam menangani
pergaulan bebas di SMA X,Jurnal Bimbingan dan Konseling Islam, Tahun 2015
Moh Ali dan Moh Anshori,Psikologi RemajaJakarta: PT Bumi Aksara,
2012
J.P Chaplin,kamus lengkap psikologiJakarta: PT Raja Geraldo persada,
1997