Pengaruh self esteem terhadap resiliensi pada remaja.
vii
PENGARUH SELF ESTEEM TERHADAP RESILIENSI PADA REMAJA
Pricillia Risca Pah ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara Self-Esteem dan Resiliensi pada remaja. Partisipan adalah 357 anggota kelompok OMK dan PIR yang berusia 12-23 tahun di paroki-paroki Kota Yogyakarta. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Penelitian mengumpulkan data dari dua skala, yaitu Self-Esteem (α=0,913) dan Resiliensi (α=0,947). Uji korelasi dengan regresi linear sederhana menunjukkan bahwa Self-Esteem berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap Resiliensi (p=0,000). Dengan demikian, hipotesis dalam penelitian ini diterima.
(2)
viii
THE EFFECT OF SELF-ESTEEM TO RESILIENCE IN ADOLESCENT
Pricillia Risca Pah ABSTRACT
This research aimed to discover the effect of Self - Esteem and Resilience in adolescent. The participants of which are 357 Catholics Youth Organization (OMK) and Adolescent Faith Guidance (PIR) members aged 12-23 years old in several Yogyakarta parishes. This research is a quantitative research. The research collected data from two scales, which are Self - Esteem (α =
0.913) and Resilience (α = 0.947). Correlation with the simple linear regression showed that the Self - Esteem affect positively and significantly to the resilience ( p = 0.000 ) . Thus, the hypothesis in this research is acceptable.
(3)
PENGARUH SELF-ESTEEM TERHADAP RESILIENSI PADA REMAJA
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Pricillia Risca Pah 129114071
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
(4)
i
PENGARUH SELF-ESTEEM TERHADAP RESILIENSI PADA REMAJA
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Pricillia Risca Pah 129114071
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
(5)
ii
(6)
(7)
iv
HALAMAN MOTTO
Kesuksesan Hanya Dapat Diraih Dengan Segala UPAYA dan USAHA yang Disertai dengan DOA karena nasib seseorang manusia tidak akan berubah dengan
sendirinya tanpa BERUSAHA!
Selalu BERPIKIR BESAR dan BERTINDAK mulai SEKARANG!
(8)
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan kepada:
Tuhan Yesus Kristus
yang senantiasa membimbing dan melindungiku Keluargaku tercinta
(Mama Lily, alm. Papa Chris, Ricco, Oma, alm. Opa Surono, Om Reno, dan alm. Om Ery)
yang selalu mendukung dan mendoakanku disetiap waktu Sahabat, teman-teman, dan orang-orang
yang hadir dalam hidupku
Terima kasih atas semua doa, dukungan, bantuan, dan nasihat yang diberikan selama aku mengerjakan skripsi ini
(9)
vi
(10)
vii
PENGARUH SELF ESTEEM TERHADAP RESILIENSI PADA REMAJA
Pricillia Risca Pah ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara Self-Esteem dan Resiliensi pada remaja. Partisipan adalah 357 anggota kelompok OMK dan PIR yang berusia 12-23 tahun di paroki-paroki Kota Yogyakarta. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Penelitian mengumpulkan data dari dua skala, yaitu Self-Esteem (α=0,913) dan Resiliensi (α=0,947). Uji korelasi dengan regresi linear sederhana menunjukkan bahwa Self-Esteem berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap Resiliensi (p=0,000). Dengan demikian, hipotesis dalam penelitian ini diterima.
(11)
viii
THE EFFECT OF SELF-ESTEEM TO RESILIENCE IN ADOLESCENT
Pricillia Risca Pah ABSTRACT
This research aimed to discover the effect of Self - Esteem and Resilience in adolescent. The participants of which are 357 Catholics Youth Organization (OMK) and Adolescent Faith Guidance (PIR) members aged 12-23 years old in several Yogyakarta parishes. This research is a quantitative research. The research collected data from two scales, which are Self - Esteem (α =
0.913) and Resilience (α = 0.947). Correlation with the simple linear regression showed that the Self - Esteem affect positively and significantly to the resilience ( p = 0.000 ) . Thus, the hypothesis in this research is acceptable.
(12)
(13)
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas bimbingan, kasih setia, dan perlindungan-Mu, sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul Hubungan Self-Esteem dan Resiliensi Pada Remaja dengan baik dan lancar.
Penulis mengucapkan terima kasih pula kepada pihak-pihak yang telah mendoakan, membantu, dan mendukung penulis selama proses pengerjaan skripsi ini sebab penulis menyadari bahwa proses ini tidak akan berhasil tanpa doa, bantuan, dan dukungan dari pihak-pihak di bawah ini:
1. Bapak Dr. Tarsisius Priyo Widiyanto, M.Si, Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.
2. Bapak Paulus Eddy Suhartanto, M.Si, Kepala Program Studi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.
3. Romo Dr. A. Priyono Marwan, SJ, Dosen Pembimbing Skripsi. Terima kasih atas bimbingan romo selama proses penulisan skripsi ini.
4. Suster Lidwina TA., FCJ., MA, Dosen Pembimbing Akademik penulis. Terima kasih atas doa dan nasihat suster.
5. Segenap Dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma. Terima kasih atas ilmu, dinamika, dan pengalaman yang diberikan kepada penulis. 6. Seluruh staf Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma (Mas Gandung, Mbak Nanik, Mas Muji, Mas Doni, dan Pak Gi). Terima kasih atas bantuan dan pelayanan yang diberikan kepada penulis.
(14)
xi
7. Mama Lidia Lily dan Alm. Papa Christian Pah yang senantiasa mendoakan dan mendukung penulis, baik secara materi maupun moril. 8. Oma Titien, Alm. Opa Surono, Om Reno, Tante Ita, dan Alm. Om Ery
yang senantiasa mendoakan, membantu, dan mendukung penulis, baik secara materi maupun moril.
9. Adekku Ricco yang sudah menjadi adek yang pengertian dan perhatian. 10. Sahabat “Menunggu Besok” : Kak Gue, Karin, Elga, Ajeng, Igan, Novia,
Bli GM, dan Moka. Terima kasih sudah menjadi sahabat yang ada di kala senang maupun susah.
11. Teman-teman PKM-M “Sareng Dakocan”: Berto, Tika, Bertha, dan Valen. Terima kasih buat semangat dan doanya.
12. Teman-teman PSM Cantus Firmus USD angkatan 2012. Terima kasih buat suara dan pengalaman yang sudah dibagi bersama selama ini.
13. Teman-teman Kos Putri Pojok: Ina, Mega, Bella, dan Vira. Terima kasih buat semangat dan bantuannya.
14. Teman-teman OMK dan PIR semua paroki di Kota Yogyakarta. Terima kassih atas kesediaannya membantu penulis memperoleh data penelitian. 15. Kepada semua pihak yang telah membantu penulis selama proses
penyusunan skripsi ini dan tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. God Bless you all!
16. The Last but not least, Ignatius Gun Satya Atmaja. Terima kasih atas cinta, pengorbanan, perhatian, dukungan, kesabaran, kesetiaan, dan kebersamaan yang diberikan.
(15)
(16)
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……… i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING……….. ii
HALAMAN PENGESAHAN………... iii
HALAMAN MOTTO……… iv
HALAMAN PERSEMBAHAN……….. v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………... vi
ABSTRAK……….... vii
ABSTRACT………,,,…………… viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH……….. ix
KATA PENGANTAR……… x
DAFTAR ISI……… xiii
DAFTAR TABEL………... xvii
DAFTAR GAMBAR ……….. xix
DAFTAR LAMPIRAN………... xx
BAB I PENDAHULUAN………... 1
A. Latar Belakang Masalah………..… 1
(17)
xiv
C. Tujuan Penelitian……….. 10
D. Manfaat Penelitian……… 10
1. Manfaat teoritis………. 10
2. Manfaat praktis……….. 11
BAB II DASAR TEORI……… 12
A. Self-Esteem……… 12
1. Pengertian Self-Esteem……….. 12
2. Aspek Self-Esteem………. 13
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Self-Esteem………... 14
4. Tingkatan Self-Esteem………... 15
B. Resiliensi………... 16
1. Pengertian Resiliensi………. 16
2. Fungsi Resiliensi………... 17
3. Aspek-aspek Pembentukan Resiliensi………... 18
4. Faktor-faktor Pendukung Resiliensi……….. 20
5. Karakteristik Individu yang Memiliki Kemampuan Resiliensi… 20 C. Remaja………..……. 22
1. Pengertian Remaja……… 22
2. Periode Masa Remaja……… 22
3. Ciri-ciri Masa Remaja………... 23
4. Tugas-tugas Perkembangan Remaja………... 26
5. Perubahan Pada Masa Remaja……….. 26
(18)
xv
E. Hipotesis………... 31
BAB III METODOLOGI PENELITIAN……….. 32
A. Subjek Penelitian……….. 32
B. Prosedur Pengumpulan Data……… 32
C. Instrumen Penelitian……….……. 33
1. Skala Self-Esteem ……… 36
2. Skala Resiliensi………. 39
D. Metode Analisis Data……….... 43
BAB IV PERSIAPAN DAN HASIL PENELITIAN……….... 44
A. Persiapan Penelitian……….. 44
1. Uji Coba Skala Penelitian……….……… 44
a. Subjek Uji Coba ………... 44
b. Uji Validitas dan Reliabilitas Alat Penelitian ……….… 45
2. Deskripsi Konteks Penelitian……… 53
a. Usia dan Jenis Kelamin Subjek ……….……….. 55
b. Pendidikan dan Asal Institusi Pendidikan Subjek……… 56
B. Hasil Penelitian………. 58
1. Deskripsi Statistik Data Penelitian……… 58
2. Analisis Data Penelitian……… 61
a. Uji Asumsi ……….. 61
b. Uji Hipotesis...……….…. 63
3. Pembahasan…………..………. 65
(19)
xvi
A. Kesimpulan………... 72
B. Saran………. 72
DAFTAR PUSTAKA………... 74
(20)
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Skor Berdasarkan Sifat Item ……… 36 Tabel 3.2 Blueprint dan Distribusi Item Skala Self-Esteem (Sebelum Uji Coba). 38 Tabel 3.3 Blueprint dan Distribusi Item Skala Resiliensi (Sebelum Uji Coba)… 41
Tabel 4.1 Deskripsi Jumlah dan Asal Institusi Subjek Uji Coba ……….… 44
Tabel 4.2 Blueprint dan Distribusi Item Skala Self-Esteem (Setelah Uji Coba) .. 47
Tabel 4.3 Blueprint dan Distribusi Item Skala Resuliensi (Setelah Uji Coba)…. 49 Tabel 4.4 Hasil Uji Reliabilitas Alpha Cronbach Skala Self-Esteem …………... 52
Tabel 4.5 Hasil Uji Reliabilitas Alpha Cronbach Skala Resiliensi ……….. 53
Tabel 4.6 Waktu dan Tempat Pengambilan Data Subjek... 54
Tabel 4.7 Deskripsi Jumlah Anggota OMK dan PIR ………... 55
Tabel 4.8 Deskripsi Usia dan Jenis Kelamin Subjek Penelitian ………..… 56
Tabel 4.9 Deskripsi Pendidikan Subjek Penelitian ……….. 57 Tabel 4.10 Hasil Pengukuran Deskriptif Variabel ………..…………. 58 Tabel 4.11 Norma Kategorisasi ……… 59 Tabel 4.12 Kategorisasi Data Skor Self-Esteem ……….……….. 60
(21)
xviii
Tabel 4.13 Kategorisasi Data Skor Resiliensi ……….. 60
Tabel 4.14 Hasil Uji Normalitas ……….. 61
Tabel 4.15 Hasil Uji Linearitas ……….... 62
(22)
xix
DAFTAR GAMBAR
(23)
xx
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Reliabilitas Self-Esteem ………80 Lampiran 2. Reliabilitas Resiliensi………...….82 Lampiran 3. Pengukuran Deskriptif Variabel………....84 Lampiran 4. Uji Normalitas………. 85 Lampiran 5. Uji Linearitas………...…. 86 Lampiran 7. Skala Penelitian……….... 87
(24)
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Populasi remaja di Indonesia meningkat setiap tahunnya. Jumlah penduduk Indonesia tahun 2015 sebanyak 255 juta jiwa dan 27% di antaranya adalah remaja usia 10-24 tahun (Badan Pusat Statistik Nasional, 2015). Remaja di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), sebagai fokus subjek peneliti, pada tahun 2016 pula telah mencapai lebih dari 650 ribu jiwa. Jumlah ini terus meningkat sebanyak 1-5% setiap tahunnya atau sekitar 1000-3000 jiwa (Badan Pusat Statistik Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, 2016).
Peningkatan populasi ini disertai peningkatan kasus permasalahan remaja, terutama di Kota Yogyakarta. Pihak Panti Sosial Bina Remaja (PSBR) Kota Yogyakarta menerangkan bahwa jumlah anak berhadapan dengan hukum (ABH) terus meningkat. Salah satunya adalah kasus pencurian yang dilakukan oleh 20 anak di tahun 2011. Jumlah ini meningkat pada tahun berikutnya menjadi 105 anak dan bertambah menjadi 174 anak di tahun 2013. Kasus pencurian ini menjadi sebanyak 216 kasus di tahun 2014 (KRjogja.com, 2015). Hurlock (2006) mengatakan bahwa masa remaja merupakan masa yang menimbulkan ketakutan karena remaja menjadi sulit untuk diatur dan cenderung berperilaku yang tidak baik.
(25)
Masa remaja adalah periode transisi perkembangan masa kanak-kanak menuju masa dewasa, yang melibatkan perubahan-perubahan dalam aspek biologis, kognitif, dan sosio-emosional (Larson dkk, dalam Santrock, 2007). Masa remaja disebut pula masa peralihan karena individu meninggalkan tingkah laku kanak-kanak dan belajar menyesuaikan diri pada tata cara hidup orang dewasa (Ali & Ansori, 2009).
Santrock (2011) menyatakan bahwa perubahan biologis yang terjadi pada masa remaja adalah percepatan pertumbuhan, perubahan hormonal, dan kematangan seksual yang ditandai dengan pubertas. Dari segi kognitif, remaja mengalami peningkatan dalam berpikir abstrak dan logis. Pada segi sosio-emosional, seorang remaja mencari kebebasan, mengalami konflik dengan orang tua, dan keinginan untuk menghabiskan lebih banyak waktu dengan teman sebaya.
Cole (dalam Khan, 2012) menjelaskan bahwa perubahan dari anak-anak yang tergantung menjadi individu bebas dan mandiri menyebabkan remaja harus menyesuaikan diri dengan banyak hal demi menuju kedewasaan. Remaja harus lebih mampu mengendalikan emosi, mengembangkan ketertarikan terhadap lawan jenis, membangun hubungan sosial dengan orang lain, mampu mandiri secara finansial, dan memandang kehidupan secara lebih luas.
Penyesuaian diri ini diperoleh melalui proses belajar memahami, mengerti, dan berusaha melakukan apa yang diinginkan individu maupun lingkungannya. Individu yang mampu menyesuaikan diri dengan baik
(26)
menjadi lebih matang dalam berpikir dan bertindak. Individu mampu mencari sisi positif dan kreatif dalam mengelola kondisi serta mampu mengendalikan diri, sikap, dan perilakunya. Kemampuan tersebut membuat individu lebih mudah diterima dalam lingkungannya (Sandha, Hartati, & Fauziah, 2012).
Namun, Wong et al. (2008, dalam Asnita, Arneliwati, & Jumaini, 2015) mengatakan bahwa status kematangan emosional remaja masih belum terlihat jelas atau remaja masih belum mampu mengendalikan emosinya sendiri. Akibatnya emosi remaja masih mudah dan sering berubah- ubah. Hal ini menyebabkan remaja dijuluki sebagai orang yang tidak stabil, tidak konsisten, dan tidak mampu diprediksi. Masalah yang kecil dapat diinterpretasikan remaja menjadi sesuatu yang besar.
Hall (dalam Santrock, 2003) menambahkan bahwa emosi remaja usia 12-23 tahun mengalami badai dan stres (storm and stress). Remaja sesekali sangat bergairah dalam bekerja dan tiba-tiba berganti lesu, kegembiraan yang meledak bertukar rasa sedih yang sangat, rasa percaya diri berganti rasa ragu-ragu yang berlebihan, serta kebimbangan dalam menentukan cita-cita dan menentukan hal-hal yang lain.
Perubahan emosi yang cepat pada remaja membuat remaja rentan terhadap stress, depresi, kemarahan, kesulitan akademis, penyalahgunaan obat, kenakalan remaja, dan gangguan makan (Widuri, 2012). Stress timbul karena transisi berlangsung pada suatu masa ketika banyak perubahan yang terjadi pada individu, salah satunya adalah masa remaja
(27)
(Sandha, Hartanti, & Fauziah, 2012). Berbagai perubahan dan tuntutan sosial pada masa remaja menimbulkan tekanan-tekanan bagi remaja. Hal-hal tersebut menambah beban psikologis pada diri remaja sehingga remaja menjadi sangat sering merasa kecewa, tidak menghargai diri sendiri, dan menganggap dirinya sebagai orang yang gagal (Khan, 2012). Tidak mudah bagi remaja untuk beradaptasi sehingga mendorong terjadinya kenakalan remaja.
Mengenai kenakalan remaja, Tribun Jogja 16 Juli 2015 memberitakan peristiwa terjadinya tawuran pelajar antar dua Sekolah Menengah Pertama (SMP) swasta di Yogyakarta setelah memperoleh berita kelulusan. Kejadian ini dipicu oleh salah satu kelompok pelajar SMP swasta yang terlebih dahulu menyerang para pelajar SMP swasta lain.
Lonjakan emosi remaja juga memicu tindakan berlebihan dan membahayakan bagi diri remaja sendiri dan orang lain. Miler (dalam Pradhana, 2015) mengatakan bahwa para remaja kurang memiliki keterampilan dalam memecahkan masalah. Remaja yang mengalami tekanan cenderung kesulitan dalam menyelesaikan masalah, mudah memiliki emosi negatif, tidak mampu berpikir dengan jernih, dan cenderung berpikir pendek dalam bertindak (Widuri, 2012). Sehingga, remaja sering memilih untuk menghindari masalah, salah satunya adalah dengan mengonsumsi obat-obatan terlarang atau narkotika.
(28)
Mengenai penggunaan narkoba di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Tribun Jogja 25 Januari 2013 mengutip pernyataan Badan Narkotika Nasional (BNN) bahwa jumlah pengguna narkoba di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2012, jumlah pengguna narkoba usia remaja berjumlah 69.700 orang. Jumlah ini meningkat pada tahun 2013 menjadi sebanyak 87.432 orang. Badan Narkotika Nasional (BNN) memperkirakan jumlah ini terus meningkat pada tahun-tahun berikutnya.
Dari peristiwa kenakalan remaja di atas diketahui bahwa proses perkembangan remaja sangat sulit untuk dilewati dan membuat remaja merasa tertekan. Remaja menjadi sulit untuk diatur dan cenderung berperilaku yang tidak baik bahkan berani melakukan hal yang merugikan dirinya sendiri, seperti mengonsumsi narkoba. Namun, hal ini tidak menutup kemungkinan remaja untuk mampu menyesuaikan diri dengan berbagai perubahan dan tuntutan sosial sepanjang masa perkembangannya. Tidak sedikit yang mampu menjalani hidup dengan baik dan memaknai masa remaja secara sungguh-sungguh.
Dalam upaya untuk melewati proses perkembangan remaja dengan baik dibutuhkanlah suatu kemampuan penyesuaian diri terhadap berbagai perubahan dalam diri, baik fisik maupun psikis (emosi) dan tuntutan lingkungan, yang berupa harapan-harapan sosial terhadap diri remaja, disebut resiliensi. Boyce Rodgers dan Rose serta Kumpfer (dalam Veselska, Geckova, Orosova, Gajdosova, van Dijk & Reijneveld, 2012)
(29)
merumuskan resiliensi sebagai sebuah proses dari kapasitas atau hasil kesuksesan dalam beradaptasi dengan membangun kekuatan emosional atau psikologis yang positif. Desmita (2012) mengatakan bahwa individu yang memiliki kemampuan resiliensi, memiliki kehidupan yang lebih kuat dengan mampu menyesuaikan diri pada perubahan diri dan sosial serta tekanan lain dalam kehidupan.
Oleh karena itu, resiliensi menjadi faktor penting bagi remaja karena pada masa remaja tidak hanya terjadi perubahan fisik, psikis, dan sosial, namun perubahan-perubahan tersebut menuntut atau menekan remaja untuk menjadi dewasa seperti yang diharapkan lingkungan (Santrock, 2007). Remaja yang mampu bertahan dan beradaptasi pada situasi tersebut adalah remaja yang resilien. Remaja resilien memiliki tujuan, harapan, dan perencanaan terhadap masa depan, yang didukung oleh ketekunan dan ambisi dalam mencapai hasil yang diperoleh (Evarall, Altrows, & Paulson, dalam Hidayati, 2014). Kemampuan resiliensi yang optimal juga membantu remaja terhindar dari berbagai perilaku meladaptif, seperti perilaku bunuh diri, depresi, menyerang orang lain, dan mengalami ketergantungan obat-obatan terlarang (Santrock, 2007).
Proses menuju kemampuan resiliensi yang optimal dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satu diantaranya adalah faktor individu yang berupa harga diri (self-esteem). Self-esteem dipilih sebagai faktor yang mempengaruhi resiliensi remaja dalam penelitian ini karena remaja yang menerima dirinya sendiri dan menilai diri serta kehidupannya secara
(30)
positif, mampu beradaptasi secara positif dan mampu melewati proses perkembangan remaja dengan baik. Schwarz (2010) mendefinisikan self-esteem sebagai suatu penilaian pribadi atas keberhargaan (worthiness) yang diekspresikan melalui sikap implisit maupun eksplisit seseorang terhadap dirinya sendiri. Sorensen (dalam Aunillah & Adiyanti, 2015) merumuskan self-esteem sebagai pandangan yang mendasar atas diri atau bersifat personal tentang bagaimana merasa, menilai, dan menghargai diri sendiri.
Santrock (2007) mengatakan bahwa harga diri yang rendah disebabkan oleh penilaian negatif remaja terhadap diri maupun hidupnya. Hal ini menyebabkan remaja merasa tidak nyaman secara emosional dan menunnjukkan berbagai perilaku yang negatif serta menghindari resiko. Remaja dengan harga diri rendah cenderung merasa tidak berdaya, tidak bersemangat, dan kurang percaya diri terhadap kemampuannya dalam mengatasi masalah. Namun, remaja dengan harga diri tinggi, cenderung merasa bahagia, aman, mampu menahan diri, tenang, dan memiliki pikiran yang jernih dalam mengatasi masalah yang terjadi (Yusuf, 2008 dalam Fadillah, 2014). Hal-hal tersebut dikarenakan remaja memandang diri dan hidupnya secara lebih positif sehingga mendukung remaja untuk mencapai resiliensi.
Kemampuan penilaian atas diri individu ini berdampak pada tingkat motivasi, usaha dan ketekunan, kemampuan untuk bangkit dari kegagalan, dan mendapatkan kesuksesan dalam hidup (Lupo, dalam
(31)
Aunillah & Adiyanti, 2015). Dengan kata lain, self-esteem membantu remaja untuk beradaptasi terhadap berbagai perubahan dan tekanan yang terjadi dalam hidup (Branden, 1992, dalam Aunillah & Adiyanti, 2015). Individu dengan self-esteem yang tinggi lebih mampu mengenali diri sekaligus menerima setiap perubahan dalam dirinya, dan memiliki motivasi untuk mengembangkan perubahan ke arah positif. Remaja yang menilai dirinya secara positif cenderung memandang perubahan dan harapan masyarakat terhadap dirinya sebagai suatu tantangan. Remaja pun menjadi merasa lebih bahagia dan lebih efektif dalam mengatasi perubahan dan memenuhi tuntutan lingkungan (Coopersmith, 1967).
Sebaliknya, individu yang memiliki self-esteem rendah cenderung memandang perubahan dan harapan lingkungan sebagai suatu tuntutan yang menyebabkan remaja kesulitan dalam menampilkan perilaku sosialnya. Individu juga memberi pandangan negatif terhadap diri sendiri dan membiarkan pikiran tentang kelemahan-kelemahan diri mendominasi perasaannya (Sorensen, 2006, dalam Aunillah & Adiyanti, 2015). Hal ini menghambat individu untuk berkembang ke arah yang lebih positif. Individu menjadi cenderung memilih untuk melakukan sesuatu yang berbahaya dan merugikan karena merasa terasing, tidak dicintai, dan kurangnya pemahaman individu tersebut terhadap dirinya (Sandha, Hartanti, & Fauziah, 2012). Individu pula menjadi mudah stres ketika tidak mampu mencapai sesuatu yang diinginkan dan sulit mengembangkan potensi diri bahkan mencapai resiliensi.
(32)
Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa self-esteem memiliki pengaruh pada resiliensi. Di antaranya penelitian Smestha (2015) mengenai pengaruh self esteem dan dukungan sosial terhadap resiliensi pada mantan pecandu narkoba menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari self esteem dan dukungan sosial terhadap resiliensi. Penelitian yang dilakukan oleh Ekasari dan Andriyani (2013) juga menunjukkan pengaruh yang signifikan pula dari self-esteem dan peer group support terhadap resiliensi.
Kedua penelitian di atas (Smestha, 2015 & Ekasari dan Andriyani, 2013) memiliki kesamaan, yakni dari segi variabel yang diteliti, penelitian mengaitkan pengaruh variabel self-esteem dan resiliensi dengan variabel atau aspek lain. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini secara khusus mengeksplorasi bagaimana pengaruh self-esteem terhadap resiliensi karena peneliti menilai self-esteem memiliki pengaruh yang penting terhadap pembentukan resiliensi remaja.
Hal di atas didukung oleh Amalia (2014) yang mengatakan bahwa dalam proses membangun identitas diri, remaja membutuhkan penghargaan, baik yang datang dari dirinya sendiri maupun penghargaan yang didapatkan dari orang lain atau self-esteem need, istilah menurut Harold Maslow. Maslow menegaskan bahwa kebutuhan terhadap self-esteem pada masa remaja merupakan kebutuhan yang sangat penting.
(33)
Berdasarkan fenomena dan alasan penelitian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Pengaruh Harga Diri (Self-Esteem) terhadap Resiliensi pada Remaja.
B. Rumusan Masalah
Peneliti merumuskan masalah sebagai berikut: “Apakah terdapat
Pengaruh Self-Esteem terhadap Resiliensi pada Remaja?”
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum
Penelitian bertujuan untuk mengetahui Pengaruh Self-Esteem terhadap Resiliensi pada Remaja.
2. Tujuan Khusus
Penelitian bertujuan untuk mengetahui Pengaruh Self-Esteem terhadap Resiliensi pada Remaja di Kota Yogyakarta.
D. Manfaat Penelitian 1. Secara Teoritis
Hasil penelitian ini untuk pengembangan keilmuan dalam bidang Psikologi Perkembangan serta menambah khasanah kajian ilmiah tentang pengaruh antar aspek psikologis.
(34)
2. Secara Praktis
a. Bagi Subjek Penelitan
Penelitian ini memberikan informasi mengenai Pengaruh Self-Esteem terhadap Resiliensi dalam diri subjek.
b. Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini memberikan informasi terhadap penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan Self-Esteem dan Resiliensi pada remaja.
(35)
12 BAB II
LANDASAN TEORI
A. Self-Esteem
1. Pengertian Self-Esteem
Self-esteem adalah penilaian pribadi atas keberhargaan (worthiness) yang diekspresikan melalui sikap implisit maupun eksplisit seseorang terhadap dirinya sendiri (Schwarz, 2010).
Self-esteem pula adalah hasil evaluasi seseorang terhadap dirinya sendiri (Amalia, 2014). Evaluasi ini menunjukkan sejauh mana tingkat keyakinan individu bahwa dirinya mampu, berarti, berhasil, dan berharga (Coopersmith, 1967, dalam Kusuma, 2010).
Sorensen (dalam Aunillah & Adiyanti, 2015) menambahkan bahwa self-esteem merupakan gambaran diri yang bersifat subjektif karena tertanam di dalam pemikiran seseorang itu sendiri sehingga berpengaruh pada motivasi, kreativitas, ambisi, dan kesediaan untuk mengambil risiko. Gambaran diri ini dipengaruhi oleh sikap, interaksi, penghargaan dan penerimaan orang lain terhadap individu (Chaplin, 2000).
Sejalan dengan hal tersebut, Heatherton dan Wyland (2003) mengatakan bahwa self-esteem adalah pandangan diri secara keseluruhan ataupun spesifik tentang diri sendiri dan bagaimana perasaan diri terhadap lingkungan sosialnya, ras atau kelompok etnis, ciri-ciri fisik, keterampilan di bidang tertentu, dan performansi sekolah.
(36)
Berbagai pendapat di atas menghasilkan kesimpulan bahwa self-esteem adalah penilaian atas diri yang berkaitan dengan kemampuan yang dimiliki dan hubungan sosial, yang mampu mempengaruhi performansi atau perilaku seseorang.
2. Aspek Self-Esteem
Coopersmith (1967) menyebutkan aspek-aspek yang terkandung dalam self-esteem, yaitu:
a. Perasaan Berharga
Perasaan berharga merupakan perasaan individu ketika merasa dirinya berharga dan mampu menghargai orang lain. Individu yang merasa dirinya berharga mampu mengontrol tindakan-tindakannya. Selain itu individu mampu mengekspresikan diri dan menerima kritik dengan baik.
b. Perasaan Mampu
Perasaan mampu merupakan perasaan individu ketika merasa mampu mencapai suatu hasil yang diharapkan. Individu yang merasa mampu, memiliki nilai-nilai dan sikap yang demokratis serta realistis. Individu menyukai tugas baru yang menantang, aktif, dan tidak bingung bila segala sesuatu berjalan di luar rencana. Mereka sadar atas keterbatasan diri dan berusaha melakukan perubahan.
(37)
c. Perasaan Diterima
Perasaan diterima merupakan perasaan individu ketika dihargai dan diterima sebagai dirinya sendiri serta diperlakukan sebagai bagian dari suatu kelompok.
3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Self-esteem
Coopersmith (1967) mengatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi self-esteem, yaitu:
a. Penghargaan dan Penerimaan dari Orang-orang yang Signifikan Self-esteem dipengaruhi oleh orang yang dianggap penting dalam kehidupan individu yang bersangkutan. Orang tua dan keluarga merupakan contoh dari orang-orang yang signifikan sebab tempat terjadinya interaksi yang pertama kali dalam kehidupan seseorang.
b. Kelas Sosial dan Kesuksesan
Menurut Coopersmith (1967), kedudukan kelas sosial dilihat dari pekerjaan, pendapatan, dan tempat tinggal. Individu yang memiliki pekerjaan yang lebih baik, pendapatan yang lebih tinggi, dan tinggal dalam rumah yang lebih besar serta mewah, dipandang lebih sukses oleh masyarakat. Hal ini menyebabkan individu dengan kelas sosial yang tinggi meyakini bahwa diri mereka lebih berharga dari orang lain.
(38)
c. Nilai dan Inspirasi Individu dalam Menginterpretasi Pengalaman Pengalaman yang diterima oleh individu tidak mempengaruhi harga diri secara langsung melainkan disaring terlebih dahulu melalui tujuan dan nilai yang dimiliki oleh setiap individu.
d. Cara Individu dalam Menghadapi Devaluasi
Individu mampu meminimalisasi ancaman berupa evaluasi negatif yang datang dari luar dirinya. Mereka mampu memilah kritik orang lain dan tidak terpengaruh terhadap kritik tersebut.
4. Tingkatan Self-esteem
Coopersmith (1967, dalam Pratiwi, 2011) dalam penelitiannya mengenai self-esteem mengelompokkan subjek menjadi tiga kelompok, yaitu:
a. Self-esteem tinggi
Individu dengan self-esteem tinggi adalah individu yang yakin atas karakter dan kemampuan dirinya. Individu tersebut mempunyai ciri‐ciri seperti, aktif, ekspresif, cenderung berhasil dalam akademik dan kegiatan sosial, percaya diri yang didasarkan pada kemampuan, ketrampilan sosial, dan kualitas pribadinya. Selain itu, lebih mandiri, kreatif, dan yakin pada pendapatnya serta mempunyai motivasi untuk menghadapi masa depan. Individu menerima dan memberikan penghargaan positif terhadap dirinya
(39)
sehingga mampu menumbuhkan rasa aman ketika bereaksi terhadap stimulus dari lingkungan sosial.
b. Self-esteem sedang
Individu dengan self-esteem sedang mempunyai kesamaan dengan individu yang mempunyai harga diri tinggi dalam hal penerimaan diri. Individu cenderung optimis dan mampu menangani kritik. Selain itu, individu mampu bersikap terbuka dan menyesuaikan diri terhadap lingkungan.
c. Self-esteem rendah
Individu dengan self-esteem rendah menunjukkan sikap kurang percaya diri dan tidak mampu menilai kemampuan diri. Rendahnya penghargaan diri mengakibatkan individu tidak mampu mengekspresikan dirinya di lingkungan sosial, tidak mempunyai keyakinan diri, dan merasa tidak aman dengan keberadaannya di lingkungan. Individu kurang berani menyatakan pendapatnya, kurang aktif dalam masalah sosial, pesimis, dan perasaannya dikendalikan oleh pendapat yang ia terima dari lingkungan.
B. Resiliensi
1. Pengertian Resiliensi
Reivich dan Shatte (dalam Hidayati, 2014) menyatakan bahwa resiliensi adalah “The ability to persevere and adapt when thing go
(40)
bertahan dan beradaptasi ketika menghadapi suatu peristiwa yang buruk atau sesuatu yang tidak sesuai dengan ekspektasi.
Boyce Rodgers dan Rose serta Kumpfer (dalam Veselska, Geckova, Orosova, Gajdosova, van Dijk & Reijneveld, 2012) merumuskan resiliensi sebagai sebuah proses dari kapasitas atau hasil kesuksesan dalam beradaptasi dengan membangun kekuatan emosional atau psikologis yang sehat (Wolins, dalam Ekasari & Andriyani, 2013).
Henderson dan Milstein (dalam Djudiyah & Yuniardi, 2011) mendefinisikan pula resiliensi sebagai kemampuan seseorang untuk bangkit dari tekanan hidup, yakni dengan beradaptasi. Belajar dan mencari elemen positif dalam lingkungan untuk mengembangkan seluruh kemampuannya dan membantu mencapai kesuksesan dalam kondisi hidup tertekan, baik secara eksternal maupun internal.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, maka resiliensi adalah kemampuan individu untuk menyesuaikan diri atau beradaptasi pada suatu tekanan dengan membangun emosional yang positif.
2. Fungsi resiliensi
Reivich dan Shatte (2002) menyebutkan empat fungsi resiliensi dalam kehidupan manusia, yaitu:
a. Mengatasi hambatan-hambatan pada masa kecil. Melewati masa kecil yang sulit memerlukan usaha keras sehingga membutuhkan
(41)
kemampuan resiliensi untuk tetap fokus dan membedakan hal mana yang mampu dikontrol dan tidak.
b. Melewati tantangan-tantangan dalam kehidupan sehari-hari. Setiap orang membutuhkan resiliensi karena sering diperhadapkan oleh masalah, tekanan, dan kesibukan-kesibukan di dalam kehidupan. Orang yang resilien mampu melewati tantangan-tantangan tersebut dengan baik.
c. Bangkit kembali setelah mengalami kejadian traumatik atau kesulitan besar. Beberapa kesulitan tertentu mampu mendatangkan trauma. Kejatuhan yang sangat ekstrem mampu merusak kondisi emosional dalam diri sehingga dibutuhkannya resiliensi untuk pulih dari keadaan tersebut.
d. Mencapai prestasi terbaik. Beberapa orang memiliki kehidupan yang cenderung monoton atau mempunyai kegiatan yang rutin setiap harinya sehingga resiliensi dibutuhkan untuk mengatasi pengalaman negatif, mengatasi stres, dan memperkaya arti kehidupan di tengah rutinitas.
3. Aspek-Aspek Pembentukan Resiliensi
Reivich dan Shatee (2002, dalam Djudiyah & Yuniardi, 2011) menerangkan tujuh aspek kemampuan resiliensi individu, yaitu :
(42)
a. Regulasi Emosi (Emotion Regulation)
Kemampuan indvidu untuk tetap merasa tenang walaupun berada dalam tekanan atau pengendalian emosi
b. Pengendalian Impuls
Kemampuan individu untuk mengendalikan keinginan, dorongan, kesukaan, serta tekanan yang muncul dari dalam diri. c. Optimisme
Keyakinan pada kemampuan untuk mengatasi kemalangan atau ketidakberuntungan yang mungkin terjadi di masa depan. d. Analisis Penyebab Masalah (Causal Analysis)
Kemampuan individu dalam mengidentifikasi penyebab masalah yang dialaminya. Kemampuan menyesuaikan diri secara kognitif dan mampu mengenali penyebab dari kesulitan yang di hadapinya.
e. Empati (Emphaty)
Kemampuan individu dalam membaca tanda dari kondisi emosional dan psikologis orang lain.
f. Efikasi Diri (Self-efficacy)
Keyakinan individu pada kemampuan untuk menyelesaikan masalah dan berhasil dalam hidupnya.
g. Pencapaian (Reaching Out)
Kemampuan seseorang untuk menemukan dan membentuk suatu hubungan dengan orang lain, untuk meminta bantuan,
(43)
berbagi cerita dan perasaan, untuk saling membantu dalam menyelesaikan masalah baik personal maupun interpersonal.
4. Faktor-Faktor Pendukung Resiliensi
Reivich dan Shatee (2002, dalam Djudiyah & Yuniardi, 2011) membagi tiga faktor pendukung resiliensi, yaitu :
a. Individu
Individu memiliki harga diri (self-esteem), empati, rasa humor, intelegensi yang baik, dan mampu membimbing atau mengontrol diri.
b. Keluarga
Individu memperoleh dukungan dari orang tua dan hubungan antara orang tua dan anak yang harmonis.
c. Lingkungan
Individu dengan individu lainnya saling memberi dukungan. Pihak institusi atau sekolah juga mendorong pengembangan diri individu kearah positif serta memberi penghargaan terhadap tugas-tugas sosial.
5. Karakteristik Individu yang Memiliki Kemampuan Resiliensi
Sebuah penelitian telah menyatakan bahwa individu yang resilien adalah sebagai berikut (Reivich & Shatte, 2002):
(44)
a. Overcoming
Individu yang resilien biasanya menganalisa dan mengubah cara pandang menjadi lebih positif sekaligus meningkatkan kemampuan untuk mengontrol kehidupannya sendiri. Sehingga, tetap merasa termotivasi, produktif, terlibat, dan bahagia meskipun dihadapkan pada berbagai tekanan di dalam kehidupan.
b. Steering through
Individu yang resilien merasa yakin untuk mengatasi setiap masalah yang ada, tanpa merasa terbeban atau bersikap negatif terhadap kejadian yang terjadi. Individu yang resilien mampu mengendalikan dirinya dalam menghadapi masalah yang dihadapi. c. Bouncing back
Individu yang resilien biasanya aktif melakukan sesuatu untuk mengatasi kesulitan. Hal ini dikarenakan individu merasa mampu mengontrol setiap peristiwa dalam kehidupan.
d. Reaching out
Individu yang resilien sangat memahami diri dan kehidupannya. Individu mampu memperkirakan risiko yang terjadi dan menemukan makna serta tujuan dalam kehidupan mereka.
(45)
C.Remaja
1. Pengertian Remaja
Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin adolescere (kata bendanya, adolescentia yang berarti remaja) yang berarti ”tumbuh”
atau “ tumbuh menjadi dewasa (Hurlock, 1980). Piaget (dalam Hurlock, 1980) mengatakan bahwa istilah adolescence mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik. Sejalan dengan Larson dkk (dalam Santrock, 2007) yang mendefinisikan bahwa masa remaja merupakan periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa, yang melibatkan perubahan-perubahan biologis, kognitif, dan sosio-emosional.
Beberapa pendapat di atas menyimpulkan bahwa remaja adalah transisi perkembangan yang melibatkan proses pertumbuhan dan berbagai perubahan yang menuju kematangan, di antaranya biologis, kognitif, dan sosio-emosional.
2. Periode Masa Remaja
Hurlock (dalam Sandha, Hartati, dan Fauziah, 2012) membagi masa remaja menjadi tiga periode, yaitu:
a. Masa remaja awal (12-15 tahun)
Pada masa ini individu mulai meninggalkan peran sebagai anak-anak dan berusaha mengembangkan diri sebagai individu yang unik dan tidak bergantung pada orangtua. Fokus dari tahap
(46)
ini adalah penerimaan terhadap bentuk dan kondisi fisik serta adanya konformitas yang kuat dengan teman sebaya.
b. Masa remaja pertengahan (15-18 tahun)
Masa ini ditandai dengan berkembangnya kemampuan berpikir yang baru. Teman sebaya masih memiliki peran yang penting, namun individu sudah lebih mampu mengarahkan diri sendiri (self direct). Pada masa ini remaja mulai mengembangkan kematangan tingkah laku, mengendalikan impulsivitas, dan membuat keputusan-keputusan yang berkaitan dengan tujuan. Selain itu, penerimaan dari lawan jenis menjadi penting bagi individu.
c. Masa remaja akhir (19-22 tahun)
Masa ini ditandai oleh persiapan akhir untuk memasuki peran-peran orang dewasa. Selama periode ini remaja berusaha memantapkan tujuan dan mengembangkan sense of personal identity. Selain itu, memiliki keinginan yang kuat untuk menjadi matang dan diterima dalam kelompok teman sebaya dan orang dewasa.
3. Ciri-Ciri Masa Remaja
Menurut Hurlock (1980) ciri-ciri masa remaja adalah sebagai berikut:
(47)
a. Masa Remaja sebagai Periode yang Penting
Perkembangan fisik dan mental yang cepat pada masa remaja perlu disertai dengan adanya penyesuaian mental, pembentukan sikap, nilai, dan minat yang baru agar mampu menjalani proses perkembangan dengan baik.
b. Masa Remaja sebagai Periode Peralihan
Dalam setiap periode peralihan, seperti masa remaja sering timbul keraguan terhadap peran yang harus dilakukan sehingga para remaja mecoba gaya hidup yang berbeda untuk menentukan pola perilaku, nilai, dan sifat yang paling sesuai bagi dirinya. c. Masa Remaja sebagai Periode Perubahan
Perubahan fisik pada remaja yang cepat disertai dengan adanya perubahan perilaku dan sikap .Diantaranya, perubahan emosi, perubahan tubuh, minat, dan peran yang diharapkan oleh kelompok sosial, serta perubahan nilai.
d. Masa Remaja sebagai Usia Bermasalah
Masa ramaja dinilai kurang memiliki pengalaman dalam menyelesaikan masalah. Hal ini dikarenakan permasalahan yang dihadapi sewaktu masa kanak-kanak, diselesaikan oleh orang dewasa (guru atau orang tua). Sehingga, para remaja yang mencoba untuk menyelesaikan masalahnya sendiri, seringkali tidak berakhir atau selesai seperti apa yang diharapkan.
(48)
e. Masa Remaja sebagai Masa Mencari Identitas
Penyesuaian diri pada kelompok menjadi suatu hal yang penting di awal masa remaja. Kemudian, para remaja mencari identitas atau tampil berbeda dengan individu lain dalam kelompoknya
f. Masa Remaja sebagai Usia yang Menimbulkan Ketakutan
Banyak stereotip yang melekat pada remaja, yaitu ketidakrapihan, tidak mampu dipercaya, dan lainnya. Hal tersebut membuat orang dewasa merasa takut bertanggung jawab dan bersikap tidak simpatik terhadap para remaja.
g. Masa Remaja sebagai Masa yang Tidak Realistik
Remaja cenderung memandang kehidupan dari segi keingininan dan mengabaikan realitas. Namun, dengan bertambahnya pengalaman sosial dan meningkatnya kemampuan untuk berpikir rasional, membuat remaja mengalami proses belajar. h. Masa Remaja sebagai Ambang Masa Dewasa
Remaja yang memasuki masa dewasa merasa gelisah terhadap proses peralihan yang dialami. Sehingga, para remaja melakukan perbuatan yang biasa dilakukan oleh orang dewasa, seperti merokok, minum minuman keras, dan lainnya. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan rasa percaya diri sekaligus menunjukkan citra diri yang diinginkan.
(49)
4. Tugas-tugas Perkembangan Remaja
Tugas-tugas perkembangan masa remaja adalah sebagai berikut (Hurlock, 1980):
a. Mencapai hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita.
b. Mencapai peran sosial pria dan wanita.
c. Menerima kedaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif.
d. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggungjawab.
e. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang-orang dewasa lainnya.
f. Mempersiapkan karir ekonomi.
g. Mempersiapkan perkawinan dan keluarga.
h. Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk berperilaku mengembangkan ideologi.
5. Perubahan Pada Masa Remaja
Menurut Hurlock (1980), perubahan fisik yang terjadi dibagi menjadi 2, yakni
a. Perubahan Eksternal 1) Tinggi
(50)
2) Berat
3) Proporsi Tubuh 4) Organ Seks 5) Ciri-ciri Sekunder b. Perubahan Internal
1) Sistem Pencernaan 2) Sistem Peredaran Darah 3) Sistem Pernapasan 4) Sistem Endokrin 5) Jaringan Tubuh
D. Pengaruh Self-Esteem terhadap Resiliensi Pada Remaja
Reivich dan Shatee (2002, dalam Djudiyah & Yuniardi, 2011) mengatakan bahwa self-esteem merupakan faktor internal yang mempengaruhi pembentukan resiliensi seseorang. Self-esteem penting bagi perkembangan mental remaja dalam menyesuaikan diri dengan berbagai perubahan diri dan lingkungan ke arah resiliensi. Remaja yang memahami diri dan perasaan sendiri, lebih mampu menenangkan dirinya ketika dihadapkan pada kesulitan. Remaja mampu melihat sisi positif dari dirinya, sehingga merasa yakin dalam mengatasi tekanan dan mampu melewatinya (Aulia, 2013).
Penilaian positif mengenai diri ini mengarah pada self-esteem yang tinggi. Hal tersebut sangat berperan bagi pembentukan pribadi yang kuat dan
(51)
sehat. Remaja menerima dan memberikan penghargaan positif terhadap dirinya sehingga menumbuhkan rasa aman dan mampu beradaptasi terhadap perubahan dalam diri maupun lingkungan sosialnya. Remaja mampu menempatkan diri terhadap tuntutan dan kesulitan yang harus dihadapi ke arah yang lebih positif dengan memandang perubahan dan harapan masyarakat mengenai dirinya sebagai suatu tantangan (Widuri, 2012). Sikap ini mengarah pada resiliensi.
Hal di atas mengenai keadaan remaja dengan self-esteem tinggi juga berlaku bagi remaja yang memiliki self-esteem sedang. Remaja cenderung optimis dan mampu menangani kritik atau evaluasi dari orang lain secara lebih positif. Selain itu, remaja mampu bersikap terbuka dan membangun relasi yang baik dengan orang lain. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Berndt and Ladd, Werner and Smith (dalam Aulia, 2013), yang menyatakan bahwa individu resilien lebih mudah dalam menjalin hubungan yang lebih positif dengan orang lain termasuk menjalin persahabatan dengan teman sebaya.
Sedangkan, remaja dengan self-esteem yang rendah menunjukkan sikap kurang percaya diri dan cenderung memandang perubahan serta harapan lingkungan sebagai suatu tuntutan (Widuri, 2012). Hal ini mengakibatkan remaja kurang mampu mengekspresikan dirinya di lingkungan sosial dan cenderung merasa tidak aman. Individu kurang berani menyatakan pendapatnya, kurang aktif, pesimis, dan perasaannya dikendalikan oleh pendapat yang ia terima dari lingkungan (Aulia, 2013).
(52)
Rendahnya penghargaan diri ini menyebabkan remaja kurang mampu beradaptasi pula terhadap perubahan yang terjadi dalam diri maupun lingkungan sosialnya. Sikap ini tidak mengarah pada resiliensi. Remaja kesulitan untuk bertahan dalam kondisi yang sulit atau menekan (Widuri,2012). Remaja menjadi cenderung diliputi rasa takut gagal karena kurangnya pemahaman dan perasaan sendiri. Aulia (2013) menegaskan bahwa remaja yang kesulitan melihat sisi positif dari dirinya, cenderung merasa tidak yakin dalam mengatasi tekanan bahkan tidak mampu melewatinya. Remaja menjadi mudah down, rendah diri atau bahkan menjadi destruktif.
Berdasarkan penjelasan di atas, diperoleh kesimpulan bahwa self-esteem berpengaruh terhadap pembentukan resiliensi. Remaja yang memiliki self-esteem tinggi menerima dirinya sendiri dan melihat diri secara lebih positif sehingga merasa yakin untuk beradaptasi dengan orang lain dan situasi yang sedang dialami. Hal ini berlaku juga untuk remaja dengan self-esteem sedang. Remaja lebih bersikap terbuka dan menanggapi tuntutan lingkungan sosial secara lebih santai dan positif. Sedangkan, remaja dengan self-esteem rendah cenderung mudah terpengaruh oleh orang lain karena kurangnya rasa penerimaan atau penghargaan serta pemahaman atas diri. Remaja pula cenderung merasa tidak aman dan kesulitan untuk beradaptasi dengan lingkungan bahkan situasi yang dihadapi atau dengan kata lain, menjadi tidak resilien dibandingkan remaja dengan self-esteem tinggi dan sedang.
(53)
Gambar 1.1. Skema Pengaruh Self-Esteem Terhadap Resiliensi
SELF ESTEEM
RENDAH SEDANG TINGGI Menunjukkan sikap kurang percaya diri dan memandang perubahan dan harapan lingkungan sebagai suatu tuntutan sehingga kurang mampu beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi dalam diri maupun lingkungan sosialnya. Individu menerima dan memberikan penghargaan positif terhadap dirinya . Mampu bersikap terbuka dan menyesuaikan diri terhadap lingkungan. Individu menerima danmemberikan
penghargaan positif terhadap dirinya . Mampu menempatkan diri terhadap tuntutan dan kesulitan yang harus dihadapi ke arah yang lebih positif.
TIDAK
RESILIEN
RESILIEN
RESILIEN
(54)
E. Hipotesis
Penelitian ini mempunyai hipotesis bahwa self-esteem memiliki pengaruh yang signifikan terhadap resiliensi pada remaja.
(55)
32
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.Subjek Penelitian
Subjek penelitian diperoleh dengan teknik Porposive Sampling dan Accidental Sampling. Porposive Sampling, yakni teknik pengambilan sampel yang tidak memberi peluang sama besar antar anggota populasi. Accidental Sampling adalah teknik pengambilan sampel secara kebetulan, terkait dengan unit atau subjek yang tersedia bagi peneliti saat pengumpulan data (Suharsaputra, 2012). Subjek dalam penelitian ini adalah remaja yang berusia 12-23 tahun dan sedang menempuh jenjang pendidikan SMP, SMA, serta Perguruan Tinggi di Kota Yogyakarta.
Peneliti memilih subjek dengan kriteria usia 12-23 tahun dan sedang menempuh pendidikan karena Hall (dalam Santrock, 2003) mengatakan remaja pada rentang usia 12-23 tahun tersebut berada dalam fase strom dan stress dan remaja harus menghadapi berbagai tekanan di tempat ia menuntut ilmu atau sekolah. Remaja harus mampu beradaptasi dengan baik terhadap fase dan berbagai tuntutan pendidikan demi kelancaran pendidikan yang dijalani (Widuri, 2012).
B.Prosedur Pengumpulan Data
Pengambilan data penelitian dilakukan pada Bulan Juni di Kota Yogyakarta. Data penelitian diperoleh dengan menggunakan instrumen berupa
(56)
skala. Skala berisi aitem-aitem pernyataan dari aspek-aspek variabel yang diteliti. Peneliti memberikan skala penelitian secara langsung kepada subjek dan menitipkan skala kepada subjek untuk diberikan kepada subjek lainnya dengan kriteria yang telah ditentukan. Sebelum subjek mengisi skala, peneliti menjelaskan secara singkat tujuan pengisian skala dan cara mengisi skala. Proses pengisian skala oleh subjek tidak memiliki batas waktu tertentu, tetapi skala dikembalikan kepada peneliti pada hari yang sama atau paling lambat satu hari setelah skala diberikan kepada subjek. Hal ini bertujuan untuk menghargai privasi subjek selama mengisi skala.
C.Instrumen Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian asosiatif dengan metode survey yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel self-esteem terhadap resiliensi. Self-Esteem adalah evaluasi yang dibuat oleh individu mengenai hal-hal yang berkaitan dengan dirinya. Evaluasi ini menyatakan suatu sikap penerimaan atau penolakan, dan menunjukkan sejauh mana tingkat keyakinan individu bahwa dirinya sendiri mampu, berarti, berhasil, dan berharga (Coopersmith, dalam Kusuma, 2010). Self-Esteem diungkap dengan skala self- esteem yang disusun berdasarkan aspek-aspek self-esteem menurut Coopersmith, (1967), yaitu perasaan berharga, perasaan mampu, dan perasaan diterima.
Resiliensi adalah suatu kemampuan untuk bertahan dan beradaptasi. Individu dituntut untuk bertindak secara cepat dalam melakukan penyesuaian terhadap masalah atau tekanan dalam hidupnya (Reivich dan Shatte, dalam
(57)
Hidayati, 2014) . Resiliensi diungkap dengan skala resiliensi yang disusun berdasarkan aspek-aspek resiliensi menurut Reivich dan Shatee (dalam Djudiyah & Yuniardi, 2011), yaitu regulasi emosi, pengendalian impuls, optimisme, analisis penyebab masalah, empati, efikasi diri, dan pencapaian.
Instrumen penelitian yang digunakan adalah skala dengan metode skala Likert. Kuantifikasi skala Likert dilakukan dengan menghitung respon kesetujuan atau ketidaksetujuan terhadap objek sikap tertentu (Azwar, 2004). Model skala Likert menghendaki 5 alternatif jawaban, yaitu Sangat Setuju, Setuju, Tidak Pasti / Tidak Memutuskan, Tidak Setuju, dan Sangat Tidak Setuju. Namun, dalam skala ini alternatif jawaban Tidak Pasti / Tidak Memutuskan dihindarkan atau tidak digunakan untuk menghindari jawaban ragu-ragu, yang biasanya paling diminati oleh individu pada saat menjawab pertanyaan. Penghilangan alternatif jawaban tengah ini memberikan kesempatan untuk melihat kecenderungan subjek ke arah positif atau negatif (De Vellis, 1991, dalam Sandha, Hartati, & Fauziah, 2012).
Oleh karena itu, peneliti menggunakan skala Self Esteem dan Resiliensi dengan 4 alternatif jawaban, alasannya untuk menghindari jawaban ragu-ragu, sehingga subjek yang akan memilih jawaban yang sesuai dengan kondisi subjek. Penyusunan butir pertanyaan dalam skala ini dikelompokkan menjadi butir-butir favourable dan butir-butir unfavourable, dibuat dalam 4 alternatif jawaban. Pertanyaan dalam skala yang mendukung kecenderungan favourable memiliki alternative jawaban Sangat Sesuai (SS) skor 4, Sesuai (S) skor 3, Tidak Sesuai (TS) skor 2, dan Sangat Tidak Sesuai (STS) skor 1. Sedangkan,
(58)
pertanyaan yang mendukung kecederungan unfavourable memiliki alternative jawaban Sangat Sesuai (SS) skor 1, Sesuai (S) skor 2, Tidak Sesuai (TS) skor 3, dan Sangat Tidak Sesuai (STS) skor 4.
Selain itu, peneliti juga membuat jumlah aitem untuk tiap indikator dengan total aitem pernyataan sebanyak 8 butir aitem untuk skala self-esteem dan 4 aitem pernyataan untuk skala resiliensi atau dengan kata lain kurang dari 5 aitem pernyataan untuk masing-masing indikator aitem favourable dan unfavourable. Hal ini bertujuan untuk tidak menimbulkan kejenuhan subjek selama proses pengisian skala. Moleong (2002) mengatakan bahwa prosedur pembuatan skala yang baik adalah dengan memperkirakan kemampuan subjek yang diteliti atau memperhatikan relevansi skala dengan kondisi subjek.
(59)
Tabel 3.1
Skor Berdasarkan Sifat Item
Jawaban Skor
Favourable Unfavourable
Sangat Sesuai (SS) 4 1
Sesuai (S) 3 2
Tidak Sesuai (TS) 2 3
Sangat Tidak Sesuai (STS)
1 4
Berikut adalah rincian skala yang berisi aspek dan indikatornya: 1. Skala Self Esteem
Skala self esteem disusun berdasarkan aspek-aspek self esteem menurut Coopersmith (1967), yaitu: Perasaan Berharga, Perasaan Mampu, dan Perasaan Diterima.
a. Perasaan Berharga, mencakup: 1. Menerima diri
2. Mampu mengontrol tindakan yang dilakukan b. Perasaan Mampu, mencakup:
1. Merasa mampu mencapai keinginan 2. Cepat beradaptasi terhadap hal baru 3. Mengetahui kekurangan diri
(60)
c. Perasaan Diterima, mencakup:
1. Kekurangan dan kelebihan dalam diri mampu dipahami orang lain 2. Memahami hak dan menjalankan kewajiban antar individu
(61)
Tabel 3.2
Blue Print dan Distribusi Item Skala Self Esteem (Sebelum Uji Coba)
NO Aspek Indikator No. Item Jumlah Bobot (%) (+) (-)
1 Perasaan Berharga
Mampu
menerima diri
1,2,5,6 9,10,13,14 8 1,5
Mampu mengontrol tindakan yang dilakukan
3,4,7,8 17,18,21,22 8 1,5
2 Perasaan Mampu
Merasa mampu mencapai keinginan
11,12,15,16 19,20,25,26 8 1,5
Cepat beradaptasi terhadap hal baru
29,30,33,34 23,24,27,28 8 1,5
Mengetahui kekurangan diri
31,32,37,38 40,41,35,36 8 1,5
3 Perasaan Diterima Kekurangan dan kelebihan dalam diri mampu dipahami orang lain
(62)
Memahami hak dan menjalankan kewajiban antar individu
52,53,48,49 44,45,58,59 8 1,5
Merasa nyaman berada di tengah orang lain
62,63,56,57 60,61,64,39 8 1,5
TOTAL 64 100%
2. Skala Resiliensi
Skala resiliensi disusun berdasarkan aspek-aspek resiliensi menurut Reivich dan Shatee (2002, dalam Djudiyah & Yuniardi, 2011), yaitu: Regulasi Emosi (Emotion Regulation), Pengendalian Impuls, Optimisme, Analisis Penyebab Masalah (Causal Analysis), Empati (Emphaty), Efikasi Diri (Self-Efficacy), dan Pencapaian (Reaching Out).
a. Regulasi Emosi (Emotion Regulation), mencakup:
1. Mampu bersikap tenang ketika menghadapi tekanan dan masalah 2. Tidak berperilaku kasar atau menyakiti orang lain
b. Pengendalian Impuls, mencakup:
1. Mampu tetap fokus pada hal yang sedang dilakukan 2. Melakukan berbagai hal secara terencana dan matang
(63)
3. Memiliki nilai dalam hidup dan menjalaninya c. Optimisme, mencakup:
1. Mampu berpikir positif
2. Tidak mudah menyerah dan cemas
3. Memiliki keyakinan positif terhadap diri 4. Melakukan suatu perubahan
d. Analisis Penyebab Masalah (Causal Analysis), mencakup: 1. Mampu berpikir kritis
2. Tidak terburu-buru dalam menyelesaikan masalah 3. Berhati-hati dalam menyelesaikan masalah
e. Empati (Emphaty), mencakup:
1. Mampu mengenali (peka) perasaan dan pikiran orang lain 2. Mampu menempatkan diri di tengah orang lain
f. Efikasi Diri (Self-efficacy), mencakup: 1. Memiliki rasa percaya diri
2. Memiliki coping stress yang baik 3. Tidak bergantung kepada orang lain g. Pencapaian (Reaching Out), mencakup:
1. Mampu menjalin relasi dengan orang lain 2. Mampu bersikap terbuka
(64)
Tabel 3.3
Blue Print dan Distribusi Item Skala Resiliensi (Sebelum Uji Coba)
NO Aspek Indikator No. Item Jumlah Bobot (%) (+) (-)
1 Regulasi Emosi
Mampu bersikap tenang ketika
menghadapi tekanan dan masalah
1,2 5,6 4 1,3
Tidak berperilaku kasar atau menyakiti orang lain
3,4 9,10 4 1,3
2 Pengendalian Impuls
Mampu tetap fokus pada hal yang sedang dilakukan
13,14 7,8 4 1,3
Melakukan berbagai hal secara terencana dan matang
11,12 17,18 4 1,3
Memiliki nilai dalam hidup dan
menjalaninya
(65)
3 Optimisme Mampu berpikir positif
19,20 27,28 4 1,3 Tidak mudah
menyerah
31,32 35,36 4 1,3
Memiliki keyakinan positif terhadap diri
15,16 23,24 4 1,3 Melakukan suatu
perubahan
29,30 33,34 4 1,3 4 Analisis
Penyebab Masalah
Mampu berpikir kritis 39,40 41,42 4 1,3 Tidak terburu-buru
dalam menyelesaikan masalah
37,38 41,42 4 1,3
Berhati-hati dalam menyelesaikan masalah
47,48 45,46 4 1,3
5 Empati Mengenali (peka) perasaan orang lain
51,52 55,56 4 1,3
Mampu menempatkan diri di tengah orang lain
59,60 63,64 4 1,3
6 Efikasi Diri Memiliki rasa percaya diri
67,58 57,58 4 1,3 Memiliki coping stress
yang baik
65,66 61,62 4 1,3 Tidak bergantung
kepada orang lain
(66)
7 Pencapaian Mampu menjalin relasi dengan orang lain
75,76 49,50 4 1,3
Mampu bersikap terbuka
53,54 71,72 4 1,3
TOTAL 76 100%
D. Metode Analisis Data
Analisis data penelitian bertujuan untuk melihat pengaruh variabel self-esteem terhadap variabel resiliensi. Metode analisis data yang digunakan adalah Uji Asumsi Dasar berupa Uji Normalitas dan Uji Linearitas, serta Uji Hipotesis. Uji Hipotesis menggunakan metode Analisis Regresi Linear Sederhana. Penghitungan dilakukan dengan SPSS for Windows versi 21.
(67)
44 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Persiapan Penelitian
1. Uji Coba Skala Penelitian a. Subjek Uji Coba
Uji coba dilaksanakan pada tanggal 25 – 31 Mei 2016 terhadap 300 subjek yang terbagi atas siswa-siswi SMP, SMA, dan mahasiswa yang berusia 12-23 tahun. Para subjek berasal dari kelompok institusi pendidikan di Kota Yogyakarta. Berikut deskripsi jumlah dan asal institusi subjek uji coba:
Tabel 4.1
Deskripsi Jumlah dan Asal Institusi Subjek Uji Coba NO Jenjang Institusi Jumlah
1 SMP SMP Maria Immaculata
Marsudirini
50
2 SMA SMA Santa Maria Yogyakarta 80
SMA Sang Timur 15
SMK Marsudi Luhur I YK 29 3 Perguruan
Tinggi
Universitas Sanata Dharma Kampus II Mrican
50 Universitas Kristen Duta
Wacana
45 Universitas Negeri Yogyakarta 31
(68)
b. Uji Validitas dan Reliabilitas Alat Penelitian 1) Uji Validitas
Validitas adalah keadaan yang menggambarkan tingkat instrumen yang bersangkutan mampu mengukur apa yang akan diukur (Arikunto, dalam Taniredja & Mustafidah, 2011). Validitas dalam penelitian ini adalah validitas isi. Sumanto (2014) mengatakan bahwa dalam memilih (menyusun) suatu instrumen untuk penelitian, peneliti dapat berkonsultasi atau menerima peran dari ahli untuk menentukan apakah instrumen itu valid dalam hal isi. Dalam penelitian ini, peneliti menyusun aitem-aitem yang digunakan sebagai alat ukur (instrument) dan aitem-aitem tersebut telah diperiksa kesesuaiannya dengan aspek-aspek yang ada secara logik (logical) oleh dosen pembimbing sebagai professional judgment.
2) Seleksi Aitem
Dalam analisis aitem skala psikologi yang mengukur atribut non-kognitif, parameter yang paling penting adalah daya beda atau daya diskriminasi aitem. Daya diskriminasi aitem adalah sejauh mana aitem mampu membedakan antara individu atau kelompok individu yang memiliki dan yang tidak memiliki atribut yang diukur (Azwar, 2012).
(69)
Seleksi aitem menggunakan SPSS for Windows versi 21. Pengujian daya diskriminasi aitem dengan cara menghitung koefisien korelasi antara distribusi skor aitem dengan distribusi skor skala itu sendiri. Komputasi ini akan menghasilkan koefisien korelasi aitem-total (rix).
Kriteria pemilihan aitem didasarkan pada batasan korelasi aitem total, yakni rix ≥ 0,30. Semua aitem yang mencapai
koefisien korelasi minimal 0,30 daya bedanya dianggap tinggi atau baik dan digunakan dalam skala final. Sedangkan, aitem yang memiliki koefisien korelasi kurang dari 0,30 memiliki daya beda yang rendah atau kurang baik sehingga harus digugurkan (Azwar, 2012).
a) Skala Self Esteem
Berdasarkan hasil uji coba pada tanggal 25 – 31 Mei 2016 terhadap 300 subjek, skala self esteem memiliki 44 aitem yang lolos seleksi dari 64 aitem awal dengan koefisien korelasi aitem total rix ≥ 0,30. Berikut distribusi aitem skala
(70)
Tabel 4.2
Blue Print dan Distribusi Item Skala Self Esteem (Setelah Uji Coba)
NO Aspek Indikator No. Item Jumlah (+) (-)
1 Perasaan Berharga
Mampu menerima diri
1,2,5,6 9,10,13,14 6 10 Mampu mengontrol
tindakan yang dilakukan
3,4,7,8 17,18,21,22 4
2 Perasaan Mampu
Merasa mampu mencapai keinginan
11,12,15,16 19,20,25,26 8 19
Cepat beradaptasi terhadap hal baru
29,30,33,34 23,24,27,28 5 Mengetahui
kekurangan diri
(71)
Keterangan : aitem yang dicetak tebal (BOLD) adalah aitem yang gugur.
b) Skala Resiliensi
Berdasarkan hasil uji coba pada tanggal 25 – 31 Mei 2016 terhadap 300 subjek, skala resiliensi memiliki 48 aitem yang lolos seleksi dari 76 aitem awal dengan koefisien korelasi aitem total rix ≥ 0,30. Berikut distribusi
aitem skala resiliensi setelah uji coba dan melalui seleksi aitem:
3 Perasaan Diterima
Kekurangan dan kelebihan dalam diri mampu dipahami orang lain
42,43,46,47 50,51,54,55 5 15
Memahami hak dan menjalankan
kewajiban antar individu
52,53,48,49 44,45,58,59 3
Merasa nyaman berada di tengah orang lain
62,63,56,57 60,61,64,39 7
(72)
Tabel 4.3
Blue Print dan Distribusi Item Skala Resiliensi (Setelah Uji Coba)
NO Aspek Indikator No. Item Jumlah (+) (-)
1 Regulasi Emosi Mampu bersikap tenang ketika menghadapi tekanan dan masalah
1,2 5,6 3 7
Tidak berperilaku kasar atau
menyakiti orang lain
3,4 9,10 4
2 Pengendalian Impuls
Mampu tetap fokus pada hal yang sedang dilakukan
13,14 7,8 3 7
Melakukan
berbagai hal secara terencana dan matang
11,12 17,18 1
Memiliki nilai dalam hidup dan menjalaninya
(73)
3 Optimisme Mampu berpikir positif
19,20 27,28 4 10
Tidak mudah menyerah
31,32 35,36 1
Memiliki
keyakinan positif terhadap diri
15,16 23,24 3
Melakukan suatu perubahan
29,30 33,34 2 4 Analisis
Penyebab Masalah
Mampu berpikir kritis
39,40 43,44 2 6
Tidak terburu-buru dalam
menyelesaikan masalah
37,38 41,42 2
Berhati-hati dalam menyelesaikan masalah
47,48 45,46 2
5 Empati Mengenali (peka) perasaan orang lain
51,52 55,56 2 4 Mampu
menempatkan diri di tengah orang lain
(74)
6 Efikasi Diri Memiliki rasa percaya diri
67,68 57,58 2 9
Memiliki coping stress yang baik
65,66 61,62 3 Tidak bergantung
kepada orang lain
69,70 73,74 4
7 Pencapaian Mampu menjalin relasi dengan orang lain
75,76 49,50 3 5
Mampu bersikap terbuka
53,54 71,72 2
TOTAL 48
Keterangan : aitem yang dicetak tebal (BOLD) adalah aitem yang gugur.
3) Uji Reliabilitas
Sudjana (dalam Taniredja & Mustafidah, 2012) mengatakan bahwa reliabilitas alat penilaian adalah ketepatan atau keajekan alat tersebut dalam menilai apa yang dinilainya. Reliabilitas dinyatakan dengan angka-angka (biasanya sebagai suatu koefisien). Koefisien yang tinggi menunjukkan reliabilitas yang tinggi dan sebaliknya (Sumanto, 2014).
Koefisien reliabilitas (rxx') berada dalam rentang angka
dari 0 sampai dengan 1,00. Bila koefisien reliabilitas semakin tinggi mendekati angka 1,00 maka pengukuran semakin reliable (Azwar, 2012). Uji reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan analisis Alpha Cronbach. Alat ukur dianggap reliable ketika
(75)
koefisien alpha cronbach menunjukkan angka > 0,60 dan semakin baik ketika koefisien alpha cronbach mendekati angka 1,00 (Sujarweni & Endrayanto, 2012). Perhitungan reliabilitas menggunakan SPSS for windows versi 21.
a) Skala Self Esteem
Koefisien reliabilitas pada skala uji coba self esteem sebesar 0,903. Setelah seleksi item diperoleh 44 aitem yang akan digunakan pada skala final. Dari 44 aitem didapatkan koefisien alpha cronbach sebesar 0,913.
Tabel 4.4
Hasil Uji Reliabilitas Alpha Cronbach Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
,913 44
b) Skala Resiliensi
Koefisien reliabilitas pada skala uji coba resiliensi sebesar 0,935. Setelah seleksi item diperoleh 48 aitem yang akan digunakan pada skala final. Dari 48 aitem didapatkan koefisien alpha cronbach sebesar 0,947.
(76)
Tabel 4.5
Hasil Uji Reliabilitas Alpha Cronbach Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
,947 48
2. Deskripsi Konteks Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada tanggal 4-12 Juni 2016. Pengambilan data dilakukan dengan membagikan skala self esteem dan skala resiliensi. Kedua skala diberikan secara bersamaan dalam bentuk booklet kepada remaja dengan rentang usia 12-23 tahun di beberapa kelompok OMK dan PIR yang berjumlah 9 dari 6 paroki di Kota Yogyakarta. Kelompok OMK dan PIR tersebut adalah sebagai berikut: PIR Paroki Kota Baru, OMK Kota Baru, PIR Paroki Baciro, OMK Paroki Baciro, OMK Paroki Pugeran, OMK Paroki Kumetiran, PIR Paroki Kiduloji, OMK Paroki Kiduloji, dan OMK Paroki Bintaran.
Penyebaran data dilakukan dengan cara memberikan skala secara langsung kepada setiap subjek untuk diisi dan diberikan kembali kepada peneliti di hari yang sama serta menitipkan skala kepada ketua maupun anggota OMK untuk dibagikan kepada subjek.
(77)
Tabel 4.6
Waktu dan Tempat Pengambilan Data Subjek No PIR/OMK
Paroki
Tanggal Waktu (WIB) Tempat
1 PIR KotaBaru 5 Juni 2016 17.30 GKS 2 PIR Kiduloji 4 Juni 2016 15.00 Aula 6 Juni 2016 15.00 Aula 3. PIR Baciro 4 Juni 2016 20.00 R. Naz
5 Juni 2016 20.00 R. Naz 4. OMK KotaBaru 7 Juni 2016 16.30 GKS
8 Juni 2016 19.00 GKA
5. OMK Kiduloji 6 Juni 2016 19.00 Aula 6. OMK Baciro 7 Juni 2016 18.00 R. Naz
8 Juni 2016 17.00 R. Naz 7. OMK Pugeran 9 Juni 2016 17.30 Gereja 8. OMK Kumetiran 10 Juni 2016 18.00 R. OMK 9. OMK Bintaran 11 Juni 2016 16.00 R. OMK
12 Juni 2016 19.30 Gereja
(78)
Berikut adalah deskripsi jumlah anggota OMK dan PIR Paroki Kota Yogyakarta pada saat pengambilan data :
Tabel 4.7
Deskripsi Jumlah Anggota OMK dan PIR
NO OMK/PIR Jumlah
1 PIR Paroki Kota Baru 28
2 OMK Paroki Kota Baru 47
3 PIR Paroki Baciro 31
4 OMK Paroki Baciro 48
5 OMK Paroki Pugeran 38
6 OMK Paroki Kumetiran 43
7 PIR Paroki Kiduloji 35
8 OMK Paroki Kiduloji 46
9 OMK Paroki Bintaran 41
TOTAL 357
a. Deskripsi dan Data Demografis Subjek Penelitian 1. Usia dan Jenis Kelamin
Jumlah subjek penelitian adalah 357 subjek dengan rentang usia 12-23 tahun. Subjek terbagi atas 193 orang laki-laki dan 164 orang perempuan. Jumlah subjek pada masing-masing usia dan jenis kelamin subjek adalah sebagai berikut:
(79)
Tabel. 4.8
Deskripsi Usia dan Jenis Kelamin Subjek Penelitian Usia Jumlah Jenis Kelamin Jumlah
12 4 Laki-laki
Perempuan
193 164
13 29
14 33
15 31
16 27
17 37
18 37
19 35
20 32
21 33
22 30
23 29
TOTAL 357 TOTAL 357
2. Pendidikan dan Asal Institusi Pendidikan
Jenjang pendidikan subjek penelitian meliputi SMP (Sekolah Menengah Pertama), SMA (Sekolah Menengah Atas), dan Perguruan Tinggi. Dari keseluruhan jumlah subjek, terdapat 81 siswa/i SMP, 110 siswa/i SMA, dan 166 mahasiswa/i. Asal institusi subjek terbagi atas SMP Pangudi Luhur I Yogyakarta, SMP Kanisius Gayam, SMP Stella Duce I, SMP Bopkri III, SMA Stella Duce I, SMA Stella Duce II, SMA Pangudi Luhur Yogyakarta, SMA Bopkri I, SMA Bopkri II, SMA Santo Thomas
(80)
Yogyakarta, Universitas Gadjah Mada, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Universitas Mercu Buana, Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa, dan Universitas Janabadra.
Tabel 4.9
Deskripsi Pendidikan Subjek Penelitian
Pendidikan Jumlah Asal Institusi Jumlah SMP SMA/SMK Perguruan Tinggi TOTAL 81 110 166 357
SMP Pangudi Luhur I YK 20
SMP Kanisius Gayam 27
SMP Stella Duce I 23
SMP Bopkri III 11
SMA Stella Duce I 23
SMA Stella Duce II 17
SMA Pangudi Luhur YK 26
SMA Bopkri I 20
SMA Bopkri II 8
SMA Santo Thomas YK 16 Universitas Gadjah Mada 37 Universitas Atma Jaya 54 Universitas Mercu Buana 29 Universitas Sarjanawiyata
Tamansiswa
21 Universitas Janabadra 25
(81)
C. Hasil Penelitian
1. Deskripsi Statistik Data Penelitian
Hidayah dan Fitriani (2012) mengatakan bahwa analisis deskriptif terhadap data penelitian dilakukan dengan tujuan untuk memberi gambaran mengenai kecenderungan respon subjek (berupa mean atau rata-rata) terhadap variabel-variabel penelitian, yaitu self-esteem dan resiliensi. Berdasarkan hasil analisis data statistik deskriptif, diketahui skor empirik dan skor hipotetik pada masing-masing variabel sebagai berikut:
Tabel 4.10
Hasil Pengukuran Deskriptif Variabel
Pengukuran Teoritis Empiris Min Max Mean
(µ)
SD
Min Max Mean (µ)
SD
Self-Esteem 44 176 110 22 2 168 115,39 49,657 Resiliensi 48 192 120 24 88 186 145,83 10,772
Hasil pengukuran deskriptif yang diperoleh akan digunakan untuk menentukan kategorisasi subjek penelitian untuk setiap variabel. Azwar (2003) menyebutkan bahwa tujuan kategorisasi ini adalah untuk menempatkan individu ke dalam kelompok-kelompok yang terpisah secara berjenjang dan kontinum berdasar atribut yang diukur.
(82)
Kategorisasi bersifat relatif sehingga peneliti mampu menetapkan secara subjektif luasnya interval yang mencakup setiap kategori. Peneliti mampu menetapkan lima kategorisasi sesuai dengan tingkat diferensiasi yang dikehendaki (Sandha, Hartati, & Fauziah, 2012). Dalam penelitian ini, peneliti menetapkan tiga kategorisasi, yaitu jenjang tinggi, sedang, dan rendah. Penetapan kategorisasi ini berdasarkan satuan standart deviasi dengan rentangan nilai minimal dan maksimal secara teoritis serta tingkatan self-esteem. Berikut norma kategorisasi:
Tabel 4.11 Norma Kategorisasi
Rumus Norma Kategorisasi X < (µ - 1,0 ) Rendah (µ - 1,0 ) ≤ X < (µ + 1,0 ) Sedang (µ + 1,0 ) ≤ X Tinggi
Setelah ditetapkan norma kategorisasi seperti di atas, maka diperoleh kategori-kategori skor self-esteem dan resiliensi sebagai berikut:
(83)
Tabel 4.12
Kategorisasi Data Skor Self-Esteem
Kategori Rentang Skor Frekuensi Persentase (%) Rendah X < 88 4 1
Sedang 88 ≤ X < 132 91 25 Tinggi 132 ≤ X 262 74
Total 357 100
Hasil pengkategorisasian menunjukkan bahwa subjek penelitian, yakni remaja yang memiliki self-esteem rendah adalah sebanyak 4 orang atau 1%. Sedangkan, remaja yang memiliki self-esteem sedang adalah sebanyak 91 orang atau 25% dan remaja yang memiliki self-esteem tinggi adalah sebanyak 262 orang atau 74%.
Tabel 4.13
Kategorisasi Data Skor Resiliensi
Kategori Rentang Skor Frekuensi Persentase (%) Rendah X < 96 2 1
Sedang 96 ≤ X < 144 89 25 Tinggi 144 ≤ X 266 74
Total 357 100
Hasil pengkategorisasian menunjukkan bahwa subjek penelitian, yakni remaja yang memiliki resiliensi rendah adalah sebanyak 2 orang atau 1%. Sedangkan, remaja yang memiliki resiliensi sedang adalah
(84)
sebanyak 89 orang atau 25% dan remaja yang memiliki resiliensi tinggi adalah sebanyak 266 orang atau 74%.
2. Analisis Data Penelitian a. Uji Asumsi
1) Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah data yang diambil berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak (Noor, 2011). Data dikatakan berdistribusi normal jika nilai p lebih besar dari 0,05 (p>0,05). Sedangkan data dikatakan berdistribusi tidak normal jika nilai p lebih kecil dari 0,05 (p<0,05) (Santoso, 2010). Penelitian ini melakukan uji normalitas menggunakan analisis Kolmogorov-Smirnov. Berikut adalah hasil uji normalitas self-esteem dan resiliensi.
Tabel 4.14 Hasil Uji Normalitas
Nilai p Keterangan
Self-Esteem 0,000 Sebaran tdak
normal
Resiliensi 0,000 Sebaran tidak
normal
(1)
menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi
26 Saya senang bertanya kepada beberapa orang untuk memperoleh informasi yang lebih lengkap
27 Saya tidak memiliki cukup waktu untuk menyelesaikan masalah sehingga sering saya selesaikan bersamaan dengan permasalahan lainnya
28 Saya merasa malas untuk memahami sesuatu yang terkesan rumit
29 Saya sering mengabaikan dampak dari masalah karena saya ingin masalah saya segera selesai
30 Saya merasa bahwa dalam menyelesaikan masalah dibutuhkan kecermatan dan ketelitian
31 Ketika bertemu dengan orang yang baru dikenal, saya cenderung menghindari orang tersebut
32 Dengan mendengarkan cerita orang lain, saya dapat memahami situasi yang orang tersebut sedang hadapi
33 Saya merasa kesulitan untuk memahami perasaan orang lain
34 Saya tidak tahu harus melakukan apa ketika merasa stress
35 Menurut saya, orang lain perlu mendengarkan pendapat saya walaupun itu tidak sedang dibutuhkan
36 Saya cenderung merasa bingung dan canggung ketika berhadapan dengan orang lain
(2)
37 Saya senang mendengarkan musik ketika merasa stress
38 Saya merasa harus melakukan sesuatu yang saya sukai agar tidak merasa stress
39 Saya selalu merasa yakin dan bersemangat dalam melakukan sesuatu
40 Penting bagi saya untuk tidak merasa malu ketika hendak melakukan sesuatu
41 Saya merasa lebih senang melakukan berbagai hal tanpa bergantung pada orang lain
42 Hasil pekerjaan akan terlihat lebih baik bila dikerjakan sendiri
43 Saya tidak mempercayai orang lain sehingga saya tidak suka menceritakan masalah saya kepada orang lain
44 Saya merasa takut untuk menceritakan masalah saya kepada orang lain
45 Saya sering menyerahkan pekerjaan saya untuk dikerjakan oleh orang lain
46 Saya merasa hasil pekerjaan saya lebih baik apabila dikerjakan oleh orang lain
47 Saya berani untuk menyapa orang lain yang baru saya kenal
48 Saya tidak merasa canggung ketika berhadapan dengan orang yang baru saya kenal
(3)
SKALA B
No Pernyataan STS TS S SS
1 Saya menyukai diri saya saat ini
2 Saya tidak ingin menjadi seperti orang lain 3 Saya tidak mudah terpengaruh untuk
melanggar peraturan walaupun banyak teman saya yang melakukan hal tersebut
4 Saya mampu menolak ajakan teman saya untuk melakukan sesuatu yang tidak ingin saya lakukan
5 Saya tidak kesulitan dalam menentukan sesuatu yang akan saya lakukan
6 Saya merasa tidak ada yang istimewa dalam diri saya
7 Saya sering berharap untuk menjadi seperti orang lain
8 Saya mampu untuk mencapai keinginan karena sesuai dengan kemampuan yang saya miliki
9 Saya mampu mencapai keinginan saya setelah berusaha mempersiapkan segala sesuatunya sebaik mungkin
10 Saya merasa malu atas diri saya 11 Saya memandang rendah diri saya
12 Saya berusaha melakukan sesuatu sebaik mungkin agar keinginan saya tercapai 13 Mudah bagi saya untuk meraih apa yang saya
inginkan
s14 Saya merasa tidak yakin untuk mampu mencapai keinginan saya
15 Keinginan saya sangat sulit untuk dicapai karena tidak sesuai dengan usaha yang mampu saya lakukan
(4)
16 Kerena sudah terbiasa mencontek maka saya selalu mencontek dalam situasi apapun 17 Saya merasa tidak mampu untuk menjalani
hal baru dalam hidup saya
18 Mustahil bagi saya untuk mencapai apa yang saya inginkan
19 Saya tidak memiliki peluang sedikit pun untuk meraih keinginan saya
20 Saya kesulitan beradaptasi pada hal baru dalam hidup saya
21 Saya mudah dalam mempelajari dan memahami sesuatu
22 Saya tertarik untuk belajar dan mengetahui banyak hal baru dalam hidup saya
23 Saya tidak memaksa diri saya untuk melakukan sesuatu yang tidak mampu saya lakukan
24 Saya mau mendengarkan arahan orang lain dengan baik untuk sesuatu yang tidak mampu saya lakukan
25 Saya mampu menyesuaikan diri terhadap hal baru dalam hidup saya
26 Saya tidak mengetahui kekurangan dalam diri yang saya miliki
27 Saya merasa gengsi untuk meminta bantuan pada orang lain
28 Saya mengetahui kekurangan dalam diri saya 29 Saya tetap melakukan sesuatu yang saya
ingin lakukan tanpa mendengarkan nasihat orang lain
30 Orang lain memberikan tanggung jawab kepada saya untuk melakukan sesuatu yang saya mampu lakukan
(5)
31 Orang lain tidak menuntut saya melakukan sesuatu yang tidak mampu saya lakukan 32 Orang lain mau membimbing dan mengajari
saya melakukan sesuatu yang tidak dapat saya lakukan
33 Setiap anggota dalam komunitas atau organisasi yang saya ikuti saling membantu guna mencapai tujuan bersama
34 Orang lain menuntu saya untuk melakukan semua hal (yang saya mampu dan tidak mampu lakukan) seorang diri
35 Setiap anggota dalam komunitas atau organisasi yang saya ikuti dapat menyampaikan pendapat secara leluasa 36 Saya tidak berani memberitahu kekurangan
dalam diri yang saya miliki kepada orang lain 37 Saya merasa orang lain cukup
memperhatikan saya dengan baik
38 Orang lain mampu terbuka kepada saya dan begitu pun sebaliknya
39 Setiap anggota dalam organisasi atau komunitas yang saya ikuti cenderung tidak memperdulikan saya
40 Saya merasa takut berada di antara kerumunan banyak orang
41 Saya sering merasa bahwa orang lain tidak suka saya berada di sekitar mereka
42 Saya mampu menjalin komunikasi yang baik dengan orang lain
43 Orang lain di sekitar saya mau menerima saya apa adanya
44 Orang lain tidak mau mendengarkan pendapat dan saran saya
(6)