PEMUTARAN FILM (DISERTAI DENGAN CERAMAH) UNTUK MENINGKATKAN PENGETAHUAN IBU-IBU PKK TENTANG CARA MENCEGAH PENYAKIT LEPTOSPIROSIS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BONANG I DEMAK TAHUN 2010.

(1)

PEMUTARAN FILM (DISERTAI DENGAN CERAMAH)

UNTUK MENINGKATKAN PENGETAHUAN IBU-IBU PKK

TENTANG CARA MENCEGAH PENYAKIT LEPTOSPIROSIS

DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BONANG I DEMAK

TAHUN 2010

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

Umi Haniatus Syafiatul A. NIM 6450406582

JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2010


(2)

ii ABSTRAK

Umi Haniatus Syafiatul A., 2010, Pemutaran Film (Disertai dengan Ceramah) untuk Meningkatkan Pengetahuan Ibu-Ibu PKK tentang Cara Mencegah Penyakit Leptospirosis di Wilayah Kerja Puskesmas Bonang I Demak Tahun 2010, Skripsi, Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang. Kata Kunci : Media Film Leptospirosis, Pengetahuan Leptospirosis, Ibu-Ibu PKK.

Leptospirosis merupakan penyakit menular yang dapat mematikan. Pada tahun 2009 ditemukan 43 kasus leptospirosis dengan jumlah kematian 7 orang, sedangkan di Puskesmas Bonang I Demak ditemukan 6 dengan jumlah kematian 1. Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah media film leptospirosis dapat meningkatkan pengetahuan Ibu-Ibu PKK di wilayah kerja Puskesmas Bonang I Demak tahun 2010. Tujuan yang ingin dicapai adalah untuk memberdayakan kelompok ibu-ibu PKK dalam meningkatkan pengetahuan tentang leptospirosis di wilayah kerja Puskesmas Bonang I Demak tahun 2010.

Jenis penelitian ini adalah eksperimen semu dengan Control Group Pretest-Postest. Populasi dalam penelitian ini adalah Ibu-Ibu PKK di wilayah kerja Puskesmas Bonang I Demak Tahun 2010. Sedangkan sampelnya sebanyak 60 orang, diambil dengan purposive sampling. Sampel tersebut dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok eksperimen dan kontrol. Instrumen dalam penelitian ini adalah media film dan soal-soal test (kuesioner). Analisis data dilakukan secara Univariat dan Bivariat (menggunakan Uji Mann-Whitney dengan α=0,05).

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan hasil signifikasi atau nilai p pada hasil nilai selisih pretest dan posttest pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol adalah (0,185) lebih besar dari 0,05. Maka diperoleh hasil bahwa hipotesis nol (Ho) diterima dan hipotesis alternatif (Ha) ditolak.

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa media film leptospirosis tidak efektif dalam meningkatkan pengetahuan ibu-ibu PKK di wilayah kerja Puskesmas Bonang I Demak tahun 2010, dengan nilai p 0,185 (p value > 0,05). Saran yang diajukan dalam penelitian ini adalah perlunya kerjasama antara dinas kesehatan dengan puskesmas setempat untuk mengadakan penyuluhan kepada warga tentang leptospirosis secara rutin agar angka kasus penyakit leptospirosis tidak meningkat di tahun-tahun berikutnya. Serta perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian leptospirosis, khususnya pada media penyampaian penelitian.


(3)

iii ABSTRACT

Umi Haniatus Syafiatul A., 2010. Film screenings (Speech) to increase knowledge PKK on how to prevent the disease leptospirosis in the working area Puskesmas Bonang I Demak in 2010, Final Project. Departement of Public Health Science, Faculty of Sport Science, Semarang State University. Keywords: leptospirosis film media, knowledge of leptospirosis.

Leptospirosis is an infectious disease that can be deadly. In 2009 found 43 cases of leptospirosis with a total death 7 people, while at Puskesmas Bonang I Demak found 6 with a number of deaths. Problem in this research is whether the media can improve mothers knowledge of leptospirosis film to PKK members in the area of Puskesmas Bonang I Demak in 2010. Goals is to empower groups of PKK in increasing knowledge of leptospirosis in the working area Puskesmas Bonang I Demak in 2010.

The kind of research is quasi experiment with pretest-postest control group. Population in this study is the PKK member in the working area Puskesmas Bonang I Demak in 2010. While the sample of two groups: experimental and control groups. Instrument in this study is the medium of film and test questions (questionnaire). Univariate analysis of research data and bivariate (using Mann-Whitney test with α=0,05).

Based on the results, the results of significance or p values at pretest and posttest result of the experimental and control group were (0,185) greater than 0,05. Result are obtained that the null hypothesis (Ho) is accepted and the alternative hypothesis (Ha) is rejected.

From the results of this study concluded that leptospirosis film media is not effective in improving knowledge of mothers PKK in working area of Puskesmas Bonang I Demak in 2010, with a p value of 0,185 (p value > 0,05). Suggestions proposed in this study is the need for cooperation between the local health department with a community health center to conduct counseling to residents of leptospirosis on a regular basis so that the number of leptospirosis cases was not increased in subsequent years, and further investigation is needed for the factors associated with the incidence of leptospirosis, particularly in the delivery of media research.


(4)

iv

PENGESAHAN

Telah dipertahankan di hadapan panitia sidang ujian skripsi Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang, skripsi atas nama Umi Haniatus Syafiatul A. dengan judul “Pemutaran Film (Disertai dengan Ceramah) untuk Meningkatkan Pengetahuan Ibu-Ibu Pkk tentang Cara Mencegah Penyakit Leptospirosis di Wilayah Kerja Puskesmas Bonang I Demak Tahun 2010” Pada hari : Selasa

Tanggal : 30 November 2010

Panitia Ujian

Ketua Panitia, Sekretaris

Drs. H. Harry Pramono, M.Si Irwan Budiono, SKM, M.Kes NIP. 19591019 198503 1 001 NIP. 19751217 200501 1 003 Dewan Penguji Tanggal Persetujuan

Ketua Penguji dr. H. Mahalul Azam, M.Kes NIP. 19751119 200112 1 001

Anggota Penguji Dr. Eunike Raffi Rustiana, M.Si (Pembimbing Utama) NIP. 19470427 198503 2 001

Anggota Penguji dr. Intan Zainafree


(5)

v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

Bersyukurlah  saat  engkau  tidak  mengetahui  sesuatu,  karena itu memberimu kesempatan untuk belajar. 

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan skripsi ini untuk : 1. Bapak dan Ibu tercinta


(6)

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga skripsi yang berjudul “Pemutaran Film (Disertai dengan Ceramah) untuk Meningkatkan Pengetahuan Ibu-Ibu PKK tentang Cara Mencegah Penyakit Leptospirosis di Wilayah Kerja Puskesmas Bonang I Demak Tahun 2010” dapat terselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat pada Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang (UNNES).

Sehubungan dengan pelaksanaan penelitian sampai tersusunnya skripsi ini, dengan rendah hati disampaikan terima kasih kepada yang terhormat :

1. Pembantu Dekan Bidang Akademik Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang, Bapak Drs. Said Junaidi, M.Kes., atas penetapan dosen pembimbing skripsi.

2. Dekan Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang, Bapak Drs. Harry Pramono, M.Si., atas ijin penelitian.

3. Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang, Bapak dr. H. Mahalul Azam, M.Kes., atas persetujuan penelitian.

4. Dosen Pembimbing I Ibu Dr. E.R. Rustiana, M.Si., atas bimbingan dan arahan serta masukan dalam penyusunan skripsi ini.

5. Dosen Pembimbing II Ibu dr. Intan Zainafree, atas bimbingan dan arahan serta masukan dalam penyusunan skripsi ini.

6. Kepala Kesbangpolinmas Kota Demak, atas ijin penelitiannya. 7. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Demak, atas ijin penelitiannya.

8. Kepala Puskesmas Bonang I Demak, atas ijin penelitiannya. Serta para pegawai puskesmas atas kerjasama dan bantuan dalam pelaksanaan penelitian. 9. Bapak dan Ibu, serta kakak-adikku tercinta terima kasih atas do’a, dan


(7)

vii

10. Saudara-saudara baruku. Teman-teman IKM dari Demak angkatan 2006 (Titin, Alin, Meme, Manis, Jauh, Tyas, Nisa’) terima kasih atas dukungan serta bantuannya dalam proses penelitian. Teman-teman IKM kelas D terima kasih atas kebersamaan kalian selama ini. Teman-teman kos pink atas (Meme, Isti, Ita, Nisa, Gepsy, Asih) terima kasih atas dukungan serta canda tawa kalian. Cules yang membantuku dalam proses pembuatan media film penelitian, terima kasih untuk semuanya.

11. Mahasiswa Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Angkatan 2006, atas bantuan serta motivasi dalam penyusunan skripsi ini.

12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, atas bantuan selama penyusunan skripsi ini.

Disadari sepenuh hati bahwa skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan sehingga masukan dan kritikan yang membangun sangat diharapkan demi sempurnanya skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat.

Semarang, September 2010 Penyusun


(8)

viii DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.3.1 Tujuan Umum ... 6

1.3.2 Tujuan Khusus ... 6

1.4 Manfaat Hasil Penelitian ... 6

1.4.1 Bagi Dinas Kesehatan ... 6

1.4.2 Bagi Puskesmas ... 6

1.4.3 Bagi Jurusan ... 6

1.4.4 Bagi Masyarakat ... 7

1.4.5 Bagi Peneliti ... 7

1.5 Keaslian Penelitian ... 7

1.6 Ruang Lingkup Penelitian ... 9


(9)

ix

1.6.2 Ruang Lingkup Waktu ... 9

1.6.3 Ruang Lingkup Materi ... 9

BAB II LANDASAN TEORI ... 10

2.1 Landasan Teori ... 10

2.1.1 Leptospirosis ... 10

2.1.2 Pusat Kesehatan Masyarakat (PUSKESMAS) ... 17

2.1.3 Pengetahuan Ibu-Ibu PKK tentang Leptospirosis ... 19

2.1.4 Pendidikan Kesehatan ... 21

2.1.5 Media ... 22

2.2 Kerangka Teori ... 25

BAB III METODE PENELITIAN ... 27

3.1 Kerangka Konsep ... 27

3.2 Hipotesis Penelitian ... 28

3.3 Jenis dan Rancangan Penelitian ... 29

3.4 Definisi Operasional dan Skala Pengukuran variabel ... 33

3.5 Populasi dan Sampel Penelitian ... 34

3.5.1 Populasi ... 34

3.5.2 Sampel... 34

3.6 Sumber Data Penelitian ... 36

3.6.1 Data Primer ... 36

3.6.2 Data Sekunder ... 37

3.7 Instrumen Penelitian... 37

3.8 Teknik Pengambilan Data ... 40

3.8.1 Metode Tes ... 40

3.8.2 Metode Observasi ... 40

3.9 Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 41

3.9.1 Univariat ... 41

3.9.2 Bivariat ... 41


(10)

x

4.1 Deskripsi Data... 43

4.2 Hasil Penelitian ... 46

4.2.1 Uji Normalitas Data ... 46

4.2.2 Data Univariat ... 47

4.2.3 Hasil Uji Hipotesis ... 55

BAB V PEMBAHASAN ... 59

5.1 Hasil Penelitian ... 59

5.1.1 Perbedaan Nilai Pretest dan Postest pada Kelompok Eksperimen... 60

5.1.2 Perbedaan Nilai Pretest dan Postest pada Kelompok Kontrol ... 61

5.1.3 Perbedaan Selisih Nilai Pretest dan Postest pada Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 62

5.2 Kelemahan dan Hambatan Penelitian ... 66

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ... 67

6.1 Simpulan ... 67

6.2 Saran ... 67

DAFTAR PUSTAKA ... 69


(11)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1.1 ... Ke aslian Penelitian ... 7 3.1 ... Ja

dwal Pelaksanaan Penelitian ... 30 3.2 ... De

finisi Operasional dan Skala Pengukuran ... 33 4.1 ... Di

stribusi Responden Berdasarkan Umur ... 43 4.2 ... Di

stribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 45 4.3 ... Uj

i Normalitas Pretest dan Postest (Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol) ... 47 4.4 ... Fr

ekuensi Pengetahuan Responden pada Pretest Kelompok Kontrol ... 48 4.5 ... Fr

ekuensi Pengetahuan Responden pada Postest Kelompok Kontrol... 50 4.6 ... Fr

ekuensi Pengetahuan Responden pada Pretest Kelompok Eksperimen ... 52 4.7 ... Fr

ekuensi Pengetahuan Responden pada Postest Kelompok Eksperimen ... 54 4.8 ... Ha

sil Uji T-test Berpasangan Pretest dan Posttest (Kelompok Eksperimen)56 4.9 ... Ha

sil Uji Wilcoxon Pretest dan Posttest (Kelompok Kontrol) ... 58 4.10... Ha

sil Uji Mann Whitney selisih Pretest dan Posttest (Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol) ... 57 5.1 ... Perbeda

an Isi Materi Leptospirosis antara Media Film dengan Media


(12)

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman 2.1 ... Ke

rangka Teori ... 26 3.1 ... Ke

rangka Konsep ... 27 3.2 ... De

sain Rancangan Penelitian... 29 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Umur (Kelompok Eksperimen dan

Kontrol) ... 45 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan (Kelompok

Eksperimen dan Kontrol) ... 46 4.3 Frekuensi Pengetahuan Responden pada Pretest Kelompok Kontrol (Dengan Media Slide Materi Leptospirosis)... 49 4.4 Frekuensi Pengetahuan Responden pada Posttest Kelompok Kontrol

(Dengan Media Slide Materi Leptospirosis) ... 51 4.5 Frekuensi Pengetahuan Responden pada Pretest Kelompok Eksperimen

(Dengan Media Film Leptospirosis) ... 53 4.6 Frekuensi Pengetahuan Responden pada Posttest Kelompok Eksperimen


(13)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman 1. ... Su

rat Keputusan Dosen Pembimbing... 73 2. ... Su

rat Ijin Penelitian Kesbangpolinmas Kabupaten Demak ... 74 3. ... Su

rat Pemberitahuan dari DKK Demak Kepada Puskesmas Bonang I untuk Ijin Penelitian ... 75 4. ... Su

rat Keterangan Melakukan Penelitian ... 76 5. ... Ha

sil Validitas Kuesioner ... 77 6. ... Pe

rhitungan Validitas Kuesioner ... 78 7. ... Pe

rhitungan Reliabilitas Kuesioner ... 79 8. ... Da

ta Responden... 80 9. ... Da

ta Hasil Penelitian Kelompok Eksperimen ... 82 10. ... Da

ta Hasil Penelitian Kelompok Kontrol ... 83 11. ... Da

ta Mentah Pretest Kelompok Eksperimen ... 84 12. ... Da

ta Mentah Postest Kelompok Eksperimen... 85 13. ... Da

ta Mentah Pretest Kelompok Kontrol ... 86 14. ... Da


(14)

xiv

15. ... Da ta Univariat : untuk Kelompok Eksperimen ... 88 16. ... Da

ta Univariat : untuk Kelompok Kontrol ... 91 17. ... Uj

i Normalitas Data Kelompok Eksperimen... 94 18. ... Uj

i Normalitas Data Kelompok Kontrol ... 96 19. ... Uj

i Normalitas Selisih Nilai Pretest-Postest Kelompok Kontrol dan Kelompok eksperimen ... 98 20. ... Ha sil Uji T-test Berpasangan Kelompok Eksperimen ...100 21. ... Ha

sil Uji Wilcoxon Kelompok Kontrol ...101 22. ... Ha

sil Uji Mann Whitney (Uji Beda) ...102 23. ... D

okumentasi ...105 24. ... K


(15)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pembangunan kesehatan merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari pembangunan nasional, karena kesehatan sangat terkait dalam konotasi dipengaruhi dan dapat juga mempengaruhi aspek demografi atau kependudukan, keadaan dan pertumbuhan ekonomi masyarakat termasuk tingkat pendidikan serta keadaan dan perkembangan lingkungan fisik maupun biologik.

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan menyebutkan bahwa pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajad kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis.

Salah satu kebutuhan dalam pelaksanaan pembangunan dan usaha mencapai tujuan pembangunan kesehatan adalah informasi yang valid dan akurat. Oleh karena itu pembangunan sistem informasi, khususnya di bidang kesehatan dewasa ini perlu semakin dimantapkan dan dikembangkan. Hal ini akan mendukung pelaksanaan manajemen kesehatan dan pengembangan upaya-upaya kesehatan demi peningkatan derajat kesehatan masyarakat.

Sehubungan dengan hal tersebut, maka dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan, Departemen Kesehatan telah menggariskan suatu kebijaksanaan yang


(16)

disebut sebagai Panca Karya Husada, yaitu : 1. Peningkatan dan pemantapan upaya kesehatan, 2. Pengembangan tenaga kesehatan, 3. Pengendalian, pengadaan, dan pengawasan obat, makanan, dan bahan berbahaya bagi kesehatan, 4. Perbaikan gizi dan peningkatan kesehatan lingkungan, 5. Peningkatan dan pemantapan manajemen dan hukum. Keberhasilan upaya tersebut antara lain ditentukan oleh upaya kesehatan yang dilaksanakan oleh pusat kesehatan masyarakat (PUSKESMAS).

Pelayanan yang ”menyeluruh” berarti meliputi semua jenjang pelayanan, yaitu : promotif (penyuluhan), preventif (pencegahan), kuratif (pengobatan), dan rehabilitatif (pemulihan). Sedangkan pelayanan yang ”terpadu” berarti mencakup berbagai kegiatan upaya pokok (upaya pelayanan kesehatan dasar) yang dapat dilaksanakan dibawah satu koordinasi dan pimpinan Puskesmas tersebut. Dalam pembangunan kesehatan diperlukan sumber daya manusia, dalam hal ini tenaga kesehatan yang memiliki kemampuan melaksanakan upaya kesehatan dengan paradigma sehat, yang mengutamakan upaya peningkatan, pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit.

Sesuai dengan kondisi saat ini, di Indonesia terdapat bermacam-macam penyakit menular dan tidak menular. Salah satu penyakit menular di Indonesia adalah Leptospirosis. Yang ditemukan antara lain di propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY, Lampung, Sumatera Selatan, Bengkulu, Riau, Sumtera Barat, Sumatera Utara, Bali, NTB, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Barat.


(17)

Angka kematian akibat penyakit Leptospirosis termasuk tinggi, bisa mencapai 2,5-16,45% (rata-rata 7,1%). Pada usia di atas 50 tahun kematian bisa sampai 56%. Penderita Leptospirosis yang disertai selaput mata berwarna kuning (kerusakan jaringan hati), resiko kematian akan lebih tinggi.

Menurut data sekunder dari Dinas Kesehatan Kabupaten Demak, (penderita Leptospirosis) di kota Demak pada tahun 2009 ditemukan 43 kasus leptospirosis dengan jumlah kematian 7 orang. Di Bonang penyakit leptospirosis terdapat 13 (0,3%) kasus, sedangkan di Puskesmas Bonang I ditemukan 6 (0,46%) kasus dengan jumlah kematian 1 (0,078%) orang. Sesuai dengan data tersebut, kejadian kasus leptospirosis perlu untuk diwaspadai agar tidak memakan korban ditahun-tahun berikutnya.

Leptospirosis adalah salah satu penyakit yang dianggap penyebar penyakit di Indonesia dengan perantara hewan tikus selalu ada tiap waktu, dan mencapai puncak pada musim hujan. Ada beberapa faktor yang menentukan keberhasilan penanggulangan penyakit leptospirosis, antara lain :

a. Mencegah terjadinya penularan leptospirosis ke manusia. b. Pengamatan terhadap individu maupun lingkungan. c. Pengobatan kepada penderita.

d. Penyuluhan kepada masyarakat, yang diharapkan berperan aktif dalam penanggulangan leptospirosis.

e. Koordinasi lintas program dalam penanggulangan leptospirosis. f. Pencatatan dan pelaporan.


(18)

Faktor-faktor tersebut tidak mudah untuk dilaksanakan, karena masalahnya sangat kompleks menyangkut sumber daya manusia, kedisiplinan, perilaku masyarakat, biaya, dan lain-lain. Upaya penanggulangan penyakit leptospirosis dimulai dengan pemberantasan sarang tikus dirasakan masih menemui banyak kendala, diantaranya yaitu kurangnya partisipasi masyarakat dan belum maksimalnya promosi.

Dalam upaya meningkatkan pengetahuan dan pencegahan penyakit Leptospirosis di Wilayah Kerja Puskesmas Bonang I Demak. Peneliti akan memakai metode pemutaran film untuk meningkatkan pengetahuan ibu-ibu PKK. Alasan peneliti menggunakan metode ini karena film merupakan media yang bersifat menghibur serta dapat membawa pesan yang bersifat edukatif. Sehingga materi yang disampaikan dapat diterima dengan baik dan cukup efektif jika melalui media pemutaran film.

Penyuluhan leptospirosis dalam rangka meningkatkan pengetahuan tentang leptospirosis merupakan upaya pembangunan kesehatan yang mengacu pada paradigma sehat. Melalui penyuluhan Leptospirosis diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat disemua kalangan, sehingga semua masyarakat ikut berperan aktif dalam meningkatkan derajat kesehatan. Dalam hal ini penyuluhan berkaitan erat dengan promosi kesehatan, salah satunya dengan cara memberdayakan ibu-ibu PKK.

Pendidikan kesehatan pada hakikatnya adalah suatu kegiatan atau usaha untuk menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat, kelompok, atau


(19)

individu. Dengan harapan bahwa adanya pesan tersebut, masyarakat, kelompok atau individu dapat memperoleh pengetahuan tentang kesehatan yang lebih baik.

Akhirnya pengetahuan tersebut diharapkan dapat berpengaruh terhadap perilakunya. Faktor-faktor yang mempengaruhi suatu proses pendidikan di samping masukannya sendiri juga metode materi atau pesannya, pendidik atau petugas yang melakukannya, dan alat-alat bantu atau alat peraga pendidikan. Sehingga program yang direncanakan dapat tercapai dengan hasil yang optimal. Salah satu alat bantu yang digunakan untuk menyampaikan materi adalah dengan media pemutaran film. (Soekidjo Notoamodjo, 2003:56).

Film media yang bersifat menghibur serta dapat membawa pesan yang bersifat edukatif (Field Book. www.mediapromosikesehatan.co.id, diakses 9 Maret 2010). Metode ini lebih menekankan terhadap masalah yang diangkat dalam bentuk pesan gambar bergerak agar masyarakat dapat menerima pesan dengan jelas dan selalu diingat.

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik melakukan penelitian tentang “PEMUTARAN FILM (DISERTAI DENGAN CERAMAH) UNTUK MENINGKATKAN PENGETAHUAN IBU-IBU PKK TENTANG CARA MENCEGAH PENYAKIT LEPTOSPIROSIS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BONANG I DEMAK TAHUN 2010”.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, permasalahan dalam penelitian ini adalah besarnya angka kejadian Leptospirosis di Demak khususnya


(20)

di wilayah kerja Puskesmas Bonang I. Dengan demikian dapat dirumuskan masalah ”Apakah media pemutaran film (disertai dengan ceramah) tentang Leptospirosis dapat meningkatkan pengetahuan ibu-ibu PKK di wilayah kerja Puskesmas Bonang I Demak tahun 2010”.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk memberdayakan kelompok ibu-ibu PKK dalam meningkatkan pengetahuan tentang Leptospirosis di wilayah kerja Puskesmas Bonang I Demak. 1.3.2. Tujuan Khusus

Untuk mengetahui apakah media pemutaran film (disertai dengan ceramah) ada pengaruh dalam meningkatkan pengetahuan tentang Leptospirosis di wilayah kerja Puskesmas Bonang I Demak.

1.4. Manfaat Hasil Penelitian 1.4.1 Bagi Dinas Kesehatan

Untuk memberikan masukan yang bermanfaat bagi pengelola program pemberantasan leptospirosis dalam program pencegahan Leptospirosis.

1.4.2 Bagi Puskesmas

Dapat memberikan masukan serta dalam mengambil kebijakan yang berkaitan dengan banyaknya kasus leptospirosis.


(21)

1.4.3 Bagi IKM

Diharapkan dapat menambah referensi bagi jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat,khususnya rekan-rekan mahasiswa yang akan melakukan penelitian sejenis.

1.4.4 Bagi Masyarakat

Untuk menambah informasi tentang leptospirosis, serta mengetahui bahaya dan akibat yang ditimbulkan akibat leptospirosis di wilayah kerja Puskesmas Bonang I Demak.

1.4.5 Bagi Peneliti

Memberi pengalaman bagi peneliti dalam melaksanakan penelitian penulisan dalam bentuk ilmiah, mengetahui apakah media yang digunakan efektif untuk penelitian, serta meningkatkan pengetahuan penulis mengenai leptospirosis.

1.5 Keaslian Penelitian

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian No Judul/ Peneliti/

LokasiPenelitian Tahun Desain Variabel Hasil

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

1. Efektivitas Media Film Dalam Meningkatkan Pengetahuan Siswa Tentang Flu Burung Di Sd Negeri 3 Jengkrik Kecamatan

2009 Eksperimen Semu (Quasi Eksperiment Design) dengan pendekatan Control-Pengetahuan siswa sebelum intervensi, media film, pengetahuan siswa sesudah intervensi.

Media film efektif dalam

meningkatkan pengetahuan siswa tentang flu burung di SDN 3 Jengkrik, Kecamatan


(22)

2. Kedawung Kabupaten Sragen/ Dina Puspitowati/ Sragen. Efektivitas Media Petak Cerdas Pugs (Pengetahuan Umum Gizi Seimbang) dalam Meningkatkan Pengetahuan Gizi di Kecamatan Gunungpati Kabupaten Semarang/ Rosa Kartika Sari/ Semarang. 2009 Group Pretest- Posttest- Design Eksperimen Semu (Quasi Eksperiment)

Variabel Bebas : Penyuluhan Gizi Variabel Terikat : Pengetahuan Gizi Kedawung, Kabupaten Sragen. Media Petak Cerdas PUGS (Pengetahuan Umum Gizi Seimbang) Efektiv dalam Meningkatkan Pengetahuan Gizi Siswa Kelas V di SDN Sadeng 02 dan SDN Sadeng 03 Kecamatan Gunungpati Kota Semarang.

Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya adalah:

a) Penelitian pertama, variabel bebasnya penyuluhan flu burung; variabel terikatnya pengetahuan flu burung, sedangkan penelitian ini variabel bebasnya penyuluhan leptospirosis; variabel terikatnya pengetahuan leptospirosis. Subjek pada penelitian pertama siswa SD, sedangkan pada penelitian ini subjek penelitiannya adalah ibu-ibu.


(23)

b) Penelitian kedua, variabel bebasnya penyuluhan gizi; variabel terikatnya pengetahuan gizi, sedangkan penelitian ini variabel bebasnya penyuluhan leptospirosis; variabel terikatnya pengetahuan leptospirosis. Subjek pada penelitian pertama siswa SD, sedangkan pada penelitian ini subjek penelitiannya adalah ibu-ibu.

1.6 Ruang Lingkup Penelitian 1.6.1 Ruang Lingkup Tempat

Penelitian ini dilaksanakan oleh peneliti yang dibantu oleh sebagian tenaga kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Bonang I Demak

1.6.2 Ruang Lingkup Waktu

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2010-Juli 2010. 1.6.3 Ruang Lingkup Materi

Lingkup materi penelitian ini meliputi beberapa bidang Ilmu Kesehatan Masyarakat, yaitu:

1) Promosi kesehatan, materi yang dikaji dalam bidang ini yaitu meliputi promosi dan penyuluhan kesehatan secara umum.

2) Pendidikan kesehatan, materi yang dikaji meliputi pendidikan dan penyuluhan tentang leptospirosis.

3) Pengembangan media (teknologi pendidikan kesehatan), materi yang dikaji dalam bidang ini yaitu keefektifan media film animasi tentang leptospirosis.


(24)

10 BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Landasan Teori 2.1.1 Leptospirosis

2.1.1.1Definisi Leptospirosis

Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang disebabkan oleh mikroorgnisme Leptospira interogans tanpa memandang bentuk spesifik serotipenya (Aru W. Sudoyo, dkk. 2006:1845). Hewan-hewan yang menjadi sumber penularan leptospirosis adalah babi , anjing, kucing, sapi, kambing, domba, kuda, serangga, atau binatang-binatang pengerat lainnya seperti tikus, tupai, musang, kelelawar, dan sebagainya (Budi Riyanto, dkk. 2002:2 dan Aru W. Sudoyo, dkk. 2006:1845).

2.1.1.2Etiologi

Mikroorganisme penyebab leptospirosis termasuk dalam genus Leptospira, famili Leptospiraceae, ordo Spirochaetales yang terdiri dari 2 spesies yaitu L.interrogans yang patogen dan L.biflexa yang hidup bebas (non-patogen, saprofit). Jenis Leptospira interrogans yang mampu menginfeksi manusia antara lain adalah L. icterohaemorrhagiae, L. canicola, L. pamona, L. grippotyphosa, L. javanica, L. celledoni, L. ballum, L. pyrogenes, L. autumnalis, L. bataviae, L. tarassovi, L. panama, L. andamana, L. shemonai, L. ranarum, L. bufonis, L. copenhageni, L. australis, L. cynopteri. Jenis yang paling sering menginfeksi manusia adalah L. icterohaemorrhagiae dengan tikus sebagai reservoir-nya, , L.


(25)

canicola dengan anjing sebagai reservoir-nya, dan L. pamona dengan sapi dan babi sebagai reservoir-nya (Djoni Djunaedi, 2007:20).

2.1.1.3Epidemiologi

Di dalam tubuh hewan yang menjadi sumber penular leptospirosis, leptospira hidup di dalam ginjal/ air kemihnya. Tikus merupakan vektor yang utama penyebab leptospirosis pada manusia. Dalam tubuh tikus, leptospira akan menetap dan membentuk koloni serta berkembang biak di dalam epitel tubulus ginjal tikus dan secara terus menerus dan ikut mengalir dalam filtrat urin. Penyakit ini bersifat musiman, di daerah beriklim sedang masa puncak insidens dijumpai pada musim panas dan musim gugur karena temperatur adalah faktor yang mempengaruhi kelangsungan hidup leptospira, sedangkan di daerah tropis insidens tertinggi terjadi selama musim hujan. Untuk dapat berkembang biak, leptospira memerlukan lingkungan optimal serta tergantung pada suhu yang lembab, hangat, dan pH air/ tanah yang netral (Aru W. Sudoyo, dkk. 2006:1845).

Bakteri Leptospira tetap hidup pada air tergenang selama beberapa minggu. Ketika orang meminum air tersebut, berenang atau mandi didalamnya, atau mengkonsumsi makanan yang tercemar, maka dapat timbul infeksi pada orang tersebut. Orang yang sering berkontak dengan air yang tercemar oleh urin tikus mempunyai risiko terbesar untuk terinfeksi. (Sylvia Y. Muliawan, 2008:65). 2.1.1.4Patogenesis dan Patologi

Infeksi pada manusia biasanya terjadi akibat air minum atau makanan yang terkontaminasi dengan leptospira. Selaput mukosa dan kulit yang terluka merupakan tempat masuk yang paling mungkin bagi Leptospira patogenik.


(26)

Setelah masuknya bakteri ini, terjadi infeksi yang tersebar di seluruh tubuh termasuk cairan serebrospinal dan mata, tetapi tidak timbul lesi pada tempat masuk. Gerak yang menggangsir (burrowing motility) telah di ajukan sebagai mekanisme masuknya Leptospira di tempat tersebut, yang secara normal terlindung.

Leptospira secara cepat dieliminasi dari semua jaringan tubuh hospes, kecuali pada otak, mata, dan ginjal. Leptospira yang bertahan hidup pada otak dan mata tidak memperbanyak diri, akan tetapi pada ginjal, bakteri ini berkembang biak di dalam tubuli kontorta dan dikeluarkan ke dalam urin. Leptospira bertahan di dalam hospes selama berminggu-minggu hingga berbulan-bulan, dan pada rodensia bakteri ini dapat dikeluarkan melaui urin sepanjang hidup hewan tersebut (Sylvia Y. Muliawan, 2008:67).

Dalam perjalanan pada fase leptospiremia, leptospira melepaskan toksin yang bertanggung jawab atas terjadinya keadaan patologi pada beberapa organ. Lesi yang muncul terjadi karena kerusakan pada lapisan endotel kapiler. Pada leptospirosis terdapat perbedaan antara derajat gangguan fungsi organ dengan kerusakan secara histologik. Pada leptospirosis lesi histologist yang ringan ditemukan pada ginjal dan hati pasien dengan kelainan fungsional yang nyata dari organ tersebut. Perbedaan ini menunjukkan bahwa kerusakan bukan pada struktur organ. Selain diginjal leptospira juga dapat bertahan pada otak dan mata. Leptospira dapat masuk pada fase leptospiremia. Hal ini akan menyebabkan meningitis yang merupakan gangguan neurologi terbanyak yang terjadi sebagai


(27)

komplikasi leptospirosis. Organ-organ yang sering dikenai leptospira adalah ginjal, hati, otot, dan pembuluh darah (Aru W. Sudoyo, dkk. 2006:1845).

2.1.1.5Morfologi

Leptospira merupakan organisme fleksibel, tipis, berlilit padat, dengan panjang 5-15 µm, disertai spiral halus yang lebarnya 0,1-0,2 µm. Salah satu ujung organisme seringkali bengkok, membentuk kait. Bentuk yang demikian menyebabkan leptospira dapat bergerak sangat aktif untuk maju, mundur, atau berbelok. Leptospira dapat dikembang biakkan pada pH 7,4 dan pada suhu 28-30°C (Sylvia Y. Muliawan, 2008:65).

2.1.1.6Struktur 1. Struktur Umum

Leptospira memiliki ciri umum yang berbeda dari bakteri lainnya. Sel bakteri ini dibungkus oleh membran luar yang terdiri dari 3-5 lapis, atau disebut juga envelop. Di bawah membran luar ini terdapat lapisan peptidoglikan yang fleksibel dan helical, serta membran sitoplasma. Kedua lapisan ini meliputi isi sitoplasma dari sel. Struktur yang dikelilingi membran luar tersebut, secara kolektif dinamakan silinder protoplasmik.

Ciri khas Spirochaeta adalah lokasi flagelanya, yang terletak di antara membrane luar dan lapisan peptidoglikan. Flagella ini disebut sebagai flagella periplasmik. Leptospira memiliki dua flagella periplasmik, masing-masing berpangkal pada setiap ujung sel. Ujung bebas flagella periplasmik berjalan ke arah pusat sel, tetapi tidak bertumpang tindih seperti Spirochaeta lainnya.


(28)

glikolipid tetapi memiliki asam diaminopimelat sebagai pengganti ornitin pada bahan peptidoglikannya (Sylvia Y. Muliawan, 2008:66).

2. Struktur Antigenik

Kedua spesies bakteri ini dibagi lagi lebih lanjut menjadi serotipe berdasarkan susunan antigeniknya. Lebih dari 200 serotipe telah diidentifikasi pada L. interrogans. Serotipe yang paling besar prevalensinya adalah canicola, grippotyphosa, hardjo, icterohaemorrhagiae, dan Pomona. Penelitian genetik menunjukkan bahwa pada golongan genetik yang sama mungkin terdapat 7 golongan genetik di dalam genus ini (Sylvia Y. Muliawan, 2008:67).

2.1.1.7Diagnosa

Pada umumnya diagnosis awal leptospirosis sulit, karena pasien biasanya datang dengan meningitis, hepatitis, nefritis, pneumonia, influenza, sindroma syok toksik, demam yang tidak diketahui asalnya dan diatetesis hemoragik, bahkan beberapa kasus datang sebagai pancreatitis. Pada anamnesis, penting diketahui tentang riwayat pekerjaan pasien, apakah termasuk kelompok risiko tinggi. Gejala atau keluhan didapati demam yang muncul mendadak, sakit kepala terutama bagian frontal, nyeri otot, mata merah, mual atau muntah. Pada pemeriksaan fisik dijumpai demam, bradikardia, nyeri tekan otot, hepatomegali, dan lain-lain. Pada pemeriksaan laboratorium darah rutin bisa dijumpai lekositosis, normal atau sedikit menurun disertai gambaran neutrofilia dan laju endap darah yang meninggi. Pada urin dijumpai protein uria, leukosituria dan torak. Bila organ hati terlibat, bilirubin direk meningkat tanpa peningkatan transaminase. Ureum dan


(29)

kreatinin juga bisa meninggi bila terjadi komplikasi pada ginjal (Aru W. Sudoyo, dkk. 2006:1847).

2.1.1.8Masa Inkubasi dan Gejala Klinis 1. Masa Inkubasi

Masa inkubasi Leptospirosis adalah 2-26 hari, biasanya 7-13 hari dan rata-rata 10 hari (Aru W. Sudoyo, dkk. 2006:1846).

2. Gejala Klinis

Leptospirosis mempunyai 3 fase penyakit, yaitu : 1. Fase Pertama (Leptospiremia)

Fase ini ditandai dengan demam mendadak tinggi, malaise, nyeri otot, ikterus, sakit kepala, dan nyeri perut, mual, muntah yang disebabkan oleh gangguan hati, ginjal, dan meningitis. Fase ini berlangsung selama 4-9 hari.

2. Fase Kedua (Imun)

Fase ini ditandai dengan peningkatan titer antibodi, timbul demam mencapai suhu 40°C disertai menggigil dan kelemahan umum, sakit secara menyeluruh pada leher, perut dan otot-otot kaki terutama otot betis, kerusakan pada ginjal dan hati. Fase ini berlangsung selama 4-30 hari.

3. Fase Ketiga (Konvalesen)

Fase ini ditandai dengan gejala klinis yang sudah berkurang dapat timbul kembali dan berlangsung selama 2-4 minggu (Widoyono, 2008:55).


(30)

2.1.1.9 Proses Penularan

Leptospira masuk ke dalam tubuh melalui kulit atau selaput lendir, kemudian memasuki aliran darah dan berkembang, lalu menyebar secara luas ke jaringan tubuh. Infeksi pada manusia dapat terjadi melalui beberapa cara, yaitu :

1. Kontak dengan air, tanah, dan lumpur yang tercemar bakteri. 2. Kontak dengan organ, darah, dan hewan terinfeksi.

3. Mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi (Widoyono, 2008:55).

Orang-orang yang mempunyai resiko tinggi pada penyakit ini adalah petani, peternak, tukang potong hewan, dokter hewan, penebang kayu, pekerja selokan, pekerja perkebunan (Aru W. Sudoyo, dkk. 2006:1846).

2.1.1.10 Pencegahan Leptospirosis

Untuk pencegahan Leptospirosis dilingkungan rumah harus dilakukan tindakan sebagai berikut :

1. Menjaga kebersihan lingkungan, terutama didaerah peternakan, pemotongan hewan, atau dikolam renang.

2. Kampanye rumah anti tikus.

3. Perlindungan bagi pekerja peternakan maupun petani, berupa : pemakaian sepatu bot, sarung tangan, masker, dan baju pelindung.

4. Imunisasi bagi yang sering berhubungan dengan hewan penular. 5. Penyuluhan tentang hygiene pribadi dan penularan penyakit.

6. Kewaspadaan petugas kesehatan, berupa : pengawasan situasi pasca banjir, mengisolasi hewan sakit dari rumah penduduk dan daerah wisata.


(31)

2.1.2 Pusat Kesehatan Masyarakat (PUSKESMAS) 2.1.2.1 Definisi Puskesmas

Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (DEPKES RI) tahun 1991 dalam Nasrul Effendy (2002:162), Puskesmas adalah suatu kesatuan organisasi kesehatan fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat disamping memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok.

2.1.2.2 Kegiatan Pokok Puskesmas

Sesuai dengan kemampuan tenaga, fasilitas serta biaya yang tersedia. Maka kegiatan pokok kesehatan yang dapat dilakukan oleh puskesmas berbeda pula. Berikut ini 20 kegiatan pokok puskesmas, yaitu :

1. Upaya Kesehatan Ibu dan Anak (KIA). 2. Upaya Keluarga Berencana (KB). 3. Upaya Peningkatan Gizi.

4. Upaya Kesehatan Lingkungan.

5. Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular (P2PM). 6. Upaya pengobatan termasuk pelayanan darurat karena kecelakaan. 7. Upaya penyuluhan kesehatan.

8. Upaya Kesehatan Sekolah. 9. Upaya Kesehatan Olah Raga.

10. Upaya perawatan kesehatan masyarakat. 11. Upaya kesehatan kerja.


(32)

12. Upaya kesehatan gigi dan mulut. 13. Upaya kesehatan jiwa.

14. Upaya kesehatan mata.

15. Upaya laboratorium sederhana.

16. Upaya pencatatan dan pelaporan dalam rangka sistem informasi kesehatan.

17. Upaya kesehatan usia lanjut.

18. Upaya pembinaan pengobatan tradisional. 19. Upaya kesehatan remaja.

20. Dana sehat.

2.1.2.3 Struktur Organisasi Puskesmas

Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa Puskesmas merupakan suatu kesatuan organisasi kesehatan fungsional. Maka puskesmas wajib membentuk susunan oraganisasi untuk menjalankan tugasnya dalam melayani masyarakat, agar Puskesmas terkoordinasi dengan baik.

Berikut ini susunan organisasi puskesmas, yaitu :

1. Unsur pimpinan : Kepala puskesmas

2. Unsur pembantu pimpinan : Urusan tata

usaha

3. Unsur pelaksana : Unit I (kegiatan KIA, KB, dan Perbaikan Gizi), Unit II (kegiatan P2PM, Kesling, dan Laboratorium), Unit III (kegiatan Kesehatan gigi dan mulut, kesehatan kerja dan manula), Unit IV ( kegiatan perawatan kesehatan masyarakat, kesehatan sekolah dan


(33)

olah raga, kesehatan jiwa, dan kesehatan mata), Unit V (kegiatan pembinaan dan pengembangan upaya kesehatan masyarakat dan penyuluhan kesehatan masyarakat, kesehatan remaja, dan dana sehat), Unit VI (kegiatan pengobatan rawat jalan dan rawat inap), Unit VII (kegiatan kefarmasian).

2.1.3 Pengetahuan Ibu-Ibu PKK tentang Leptospirosis

Menurut Soekidjo Notoatmodjo (2003:127), bahwa pengetahuan adalah hasil “tahu”, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat, yaitu :

1. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, “tahu” ini adalah merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.

2. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara benar. Misalnya dapat menjelaskan mengapa harus menjaga kebersihan.


(34)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi nyata atau sebenarnya. Aplikasi di sini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, metode-metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

4. Analisis (analysis)

Analisis adalah satu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan ini dapat dilihat dari bagaimana cara seseorang dapat menggambarkan sesuatu, membuat bagan dan lain-lain.

5. Sintesis (synthesiss)

Tahapan sisntesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau meggabungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya dapat menyusun, merencanakan, meringkas, menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.

6. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini berdasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.


(35)

2.1.4 Pendidikan Kesehatan

Pendidikan kesehatan pada hakikatnya adalah suatu kegiatan atau usaha untuk menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat, kelompok, atau individu (Soekodjo Notoatmojo, 2005:284). Dengan adanya pesan tersebut, maka diharapkan masyarakat, kelompok atau individu dapat memperoleh pengetahuan tentang kesehatan yang lebih baik.

Menurut Lawrence Green (1980) dalam bukunya Soekidjo Notoatmojo (2007:16) faktor-faktor pedidikan kesehatan yang berpengaruh terhadap perilaku kesehatan ditentukan oleh 3 faktor utama, yaitu :

1. Faktor Predisposisi (Predisposing Factors)

Faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial dan ekonomi.

2. Faktor Pemungkin (Enabling factors)

Faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya fasilitas pelayanan kesehatan. Untuk berperilaku sehat, masyarakat memerlukan sarana dan prasarana pendukung. Karena fasilitas ini pada hakikatnya mendukung atau memungkinkan terwujudnya perilaku kesehatan.


(36)

Faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama, serta sikap dan perilaku petugas kesehatan. Untuk berperilaku sehat, masyarakat kadang-kadang bukan hanya perlu pengetahuan dan sikap positif serta dukungan fasilitas saja, melainkan diperlukan contoh sikap atau perilaku yang dilakukan oleh tokoh masyarakat, tokoh agama, lebih-lebih dari petugas kesehatan.

2.1.5Media

2.1.5.1Pengertian Media

Program-program kesehatan, terutama yang terkait dengan leptospirosis perlu disosialisasikan secara terus menerus, hal ini dikarenakan perubahan tingkah laku kadang-kadang hanya dapat terjadi dalam kurun waktu yang relatif lama. Berdasarkan aspek terkait dalam promosi kesehatan yang perlu mendapatkan perhatian secara seksama adalah tentang media atau alat peraga yang digunakan dalam promosi kesehatan. Dengan media atau alat peraga yang benar dan tepat sasaran, maka materi atau bahan isi yang perlu dikomunikasikan dalam promosi kesehatan akan mudah diterima, dicerna dan diserap oleh sasaran, sehingga kesadaran masyarakat akan pencegahan leptospirosis lebih mudah terwujud.

Media atau alat peraga dalam promosi kesehatan dapat diartikan sebagai alat bantu untuk promosi kesehatan yang dapat dilihat, didengar, diraba, dirasa atau dicium, untuk memperlancar komunikasi dan penyebarluasan informasi (Field Book. www.mediapromosikesehatan.co.id, diakses 9 Maret 2010). Sedangkan media promosi kesehatan adalah semua sarana atau upaya untuk menampilkan pesan atau informasi yang ingin disampaikan oleh komunikator,


(37)

baik itu melalui media cetak, elektronika (TV, radio, komputer) dan media luar ruang, sehingga sasaran dapat meningkat pengetahuannya yang akhirnya diharapkan dapat berubah perilakunya kearah positif terhadap kesehatan (Soekidjo Notoatmodjo, 2005:290).

2.1.5.2Jenis-Jenis Media

John Fiske (1982) dalam Alo Liliweri (2008:147), menjelaskan bahwa media dibagi menjadi tiga kelompok utama, yaitu :

1. Presentational media adalah tampilan wajah, suara, atau komunikasi tubuh (anggota tubuh) atau dalam kategori pesan maka media ini dimasukkan dalam pesan verbal dan non verbal dalam komunikasi tatap muka.

2. Representational media adalah media yang diciptakan oleh kreasi manusia,

yang termasuk dalam kelompok ini adalah tulisan, gambar, fotografi, komposisi musik, arsitektur, pertamanan dan lain-lain.

3. Mechanical media adalah radio, televisi, video, film, surat kabar dan majalah, telepon yang digunakan untuk memperkuat dua fungsi media diatas.

Menurut Soekidjo Notoatmodjo (2003:116), media berdasarkan fungsinya sebagai penyalur pesan-pesan kesehatan, dibagi menjadi 3, yakni:

a. Media Cetak

Media cetak sebagai alat untuk menyampaikan pesan-pesan kesehatan sangat bervariasi, antara lain:

1. Booklet, ialah suatu media untuk menyampaikan pesan-pesan kesehatan dan bentuk buku, baik tulisan maupun gambar.


(38)

2. Leaflet, ialah bentuk penyampaian informasi atau pesan-pesan kesehatan melalui lembaran yang dilipat.

3. Flayer (selebaran), bentuknya seperti leaflet tetapi tidak dalam bentuk lipatan.

4. Flip chart (lembar balik), ialah media penyampaian pesan atau informasi-informasi kesehatan dalam bentuk lembar balik.

5. Rubrik atau tulisan-tulisan pada surat kabar atau majalah yang membahas suatu masalah kesehatan.

6. Poster, ialah bentuk media cetak berisi pesan-pesan/ informasi kesehatan, yang biasanya ditempel ditembok-tembok, di tempat-tempat umum, atau dikendaraan umum.

7. Foto yang mengungkapkan informasi-informasi. b. Media elektronik

Media elektronik sebagai sasaran untuk menyampaikan pesan-pesan atau informasi-informasi kesehatan yang jenisnya berbeda-beda, antara lain:

1. Televisi 2. Radio

Penyampaian informasi atau pesan-pesan kesehatan melalui radio dapat bermacam-macam bentuknya, antara lain: obrolan, sandiwara, ceramah, radio spot.

3. Video

Penyampaian informasi atau pesan-pesan kesehatan dapat melalui video. 4. Slide


(39)

Slide juga dapat digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi-informasi kesehatan.

5. Film strip

Film strip juga dapat digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan kesehatan.

c. Media papan (Billboard)

Papan (Billboard) yang di pasang di tempat-tempat umum dapat diisi pesan-pesan atau informasi-informasi kesehatan.

2.1.5.3Media Film

Media film termasuk dalam media audio visual gerak. Film salah satu media pembelajaran yang efektif karena dapat dilihat dan didengar dalam menyampaikan pesan melalui alat bantu elektronika. Salah satu keunggulan media film adalah lebih menarik karena disajikan dalam suara dan gambar yang bergerak. Jadi pesan-pesan yang disampaikan dapat lebih menarik dan dipahami, sehingga sasaran dapat mempelajari pesan tersebut sampai dapat memutuskan untuk melakukan perilaku yang positif.

Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa media film adalah media audio visual gerak yang dapat digunakan untuk menjelaskan suatu materi yang efektif karena dapat dilihat dan didengar dalam menyampaikan pesan melalui alat bantu elektronika.


(40)

Kerangka teori adalah kerangka yang dirumuskan berdasarkan teori yang mendukung dan sesuai dengan suatu penelitian. Kerangka teori dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Gambar 2.1 Kerangka Teori

(Sumber Lawrence Green 1980 dalam Soekidjo Notoatmodjo (2007:16-17), Soekidjo Notoatmodjo (2003:127), Field Book. www.mediapromosikesehatan.co.id, diakses 9 Maret 2010).

Keterangan : : Variabel yang diteliti : Variabel yang tidak diteliti  

Penyuluhan leptospirosis menggunakan media film

Pengetahuan ibu-ibu PKK tentang

leptospirosis Predisposing

- Motivasi

- Tingkat pengetahuan Umur sampel

Enabling - Fasilitas - Lingkungan

Reinforcing - Keterampilan petugas


(41)

27 BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep

Kerangka konsep dalam penelitian yang berjudul “Pemutaran Film (Disertai Dengan Ceramah) untuk Meningkatkan Pengetahuan Ibu-Ibu Pkk Tentang Cara Mencegah Penyakit Leptospirosis di Wilayah Kerja Puskesmas Bonang I Demak Tahun 2010” digambarkan sebagai berikut :

Keterangan : * Dikendalikan

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

Variabel terikat

Pengetahuan leptospirosis Variabel bebas

Penyuluhan leptospirosis

Variabel pengganggu

1) Umur * 2) Pendidikan *


(42)

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah penyuluhan leptospirosis. Penyuluhan leptospirosis yang dilakukan adalah penyuluhan yang dilakukan dengan menggunakan media film. Sedangkan pengetahuan leptospirosis menjadi variabel terikatnya. Selain kedua variabel tersebut, terdapat variabel pengganggu, yaitu umur dan tingkat pendidikan.

3.1.1 Variabel Pengganggu

Variabel pengganggu adalah (counfonding) adalah variabel yang mengganggu hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Variabel pengganggu merupakan variabel yang dikendalikan atau dibuat konstan, sehingga tidak akan mempengaruhi variabel yang utama yang akan diteliti (Handoko, 2008: 10). Dalam hal ini variabel pengganggunya dikontrol. Variabel kontrol adalah variabel yang dikendalikan atau dibuat konstan sehingga hubungan variabel independen terhadap dependen tidak dipengaruhi oleh faktor luar yang tidak diteliti (Sugiyono, 2007:6).

3.2 Hipotesis Penelitian

Menurut Suharsimi Arikunto (2006: 71), hipotesis penelitian adalah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul. Dengan bertitik tolak pada landasan teori diatas maka hipotesis dalam penelitian ini adalah :

Ho : Tidak ada pengaruh pada pemutaran film terhadap tingkat pengetahuan ibu-ibu PKK tentang Leptospirosis di wilayah kerja Puskesmas Bonang I Demak.


(43)

Ha : Ada pengaruh pada pemutaran film terhadap tingkat pengetahuan ibu-ibu PKK tentang Leptospirosis di wilayah kerja Puskesmas Bonang I Demak.

3.3 Jenis dan Rancangan Penelitian

Desain penelitian menggunakan rancangan penelitian eksperimen semu (quasi experiment designs). Rancangan eksperimennya menggunakan Control Group Pretest-Postest). Dalam hal ini tiap kelompok dilakukan pretes dan diikuti intervensi pada kelompok eksperimen, setelah beberapa waktu dilakukan postes pada tiap kelompok. Sehingga memperoleh gambaran perkiraan besarnya pengaruh program yang dilakukan oleh peneliti.

Gambar 3.2

Desain Rancangan Penelitian

Pre-test Perlakuan post-test

Kelompok Eksperimen 01---X1---02

Kelompok Kontrol 01---X2---02

Sumber : Soekidjo Notoatmodjo (2005:165) Keterangan :

Kelompok Eksperimen : Kelompok yang mendapat intervensi (pemutaran film) yang disertai dengan diskusi.

Kelompok Kontrol : Kelompok kontrol yang mendapat intervensi, tetapi dengan presentasi.


(44)

X : 1. Kelompok Eksperimen : Perlakuan dengan penerapan media film 2. Kelompok Kontrol : Perlakuan dengan presentasi media slide 01 : Pretest bagi kedua kelompok (sebelum diberi penerapan)

02 : Posttest bagi kedua kelompok (sesudah diberi penerapan)

Dengan rancangan tersebut kuesioner yang sama diteskan (diujikan) kepada sekelompok responden yang sama sebanyak dua kali. Sedangkan waktu antara tes yang pertama (pretest) dengan yang kedua (postest) tidak terlalu jauh, tetapi juga tidak terlalu dekat. Selang waktu antara 15-30 hari adalah cukup memenuhi syarat (Soekidjo Notoatmodjo, 2005:134). Apabila selang waktu terlalu pendek, kemungkinan responden masih ingat pertanyaan-pertanyaan pada tes yang pertama. Sedangkan kalau selang waktu itu terlalu lama, kemungkinan pada responden sudah terjadi perubahan dalam variabel yang akan diukur. Pada penelitian ini, rentang waktu antara pretest dan postest baik pada kelompok eksperimen dan kontrol adalah sama yaitu selama 15 hari. Adapun prosedur pelaksanaan penelitian yang dilaksanakan adalah sebagai berikut.

Tabel 3.1

Jadwal pelaksanaan penelitian

Tahapan Kegiatan Sasaran Waktu

1 2 3 4

Pra penelitian Persiapan

Penelitian Pretest Kelompok eksperimen 13 Juli 2010 Kelompok kontrol 13 Juli 2010 Intervensi Kelompok eksperimen 20 Juli 2010 Kelompok kontrol 20 Juli 2010

Postest Kelompok eksperimen 27 Juli 2010

Kelompok kontrol 27 Juli 2010 Pasca penelitian Analisis data


(45)

3.3.1 Pra Penelitian

Sebelum penelitian dilaksanakan, peneliti melakukan koordinasi dengan kepala puskesmas tentang tujuan dan prosedur pelaksanaan penelitian. Kemudian, pengarahan dilakukan baik pada kelompok eksperimen maupun kontrol tentang prosedur pelaksanaan penyuluhan.

3.3.2 Penelitian 3.3.2.1 Kelompok Kontrol

1) Pretest. Pretest dilakukan untuk mengetahui tingkat pengetahuan awal ibu-ibu PKK tentang leptospirosis yang dilakukan selama ±25 menit, dilakukan pada hari Selasa tanggal 13 Juli 2010.

2) Intervensi. Intervensi atau perlakuan yang diberikan pada kelompok kontrol berupa penyuluhan menggunakan media slide dengan diskusi kelompok. Intervensi dilakukan pada hari Selasa tanggal 20 Juli 2010, dilakukan selama ±30 menit.

3) Postest. Postest (akhir) pada kelompok kontrol ini dilakukan untuk

mengetahui tingkat pengetahuan ibu-ibu PKK tentang leptospirosis sebagai pembanding terhadap kelompok eksperimen yang sama-sama mendapatkan intervensi. Bedanya pada kelompok kontrol media penelitian yang digunakan berupa media slide, sedangkan pada kelompok eksperimen media penelitian yang digunakan berupa film. Postest pada kelompok kontrol ini dilakukan selama ±25 menit, dilakukan pada hari Selasa tanggal 27 Juli 2010.


(46)

3.3.2.2 Kelompok Eksperimen

1) Pretest. Pretest dilakukan untuk mengetahui tingkat pengetahuan awal ibu-ibu PKK tentang leptospirosis yang dilakukan selama ±25 menit, dilakukan pada hari Senin tanggal 13 Juli 2010.

2) Intervensi. Intervensi atau perlakuan yang diberikan pada kelompok eksperimen berupa penyuluhan menggunakan media film dengan diskusi kelompok. Intervensi dilakukan pada hari Selasa tanggal 20 Juli 2010, dilakukan selama ±45 menit.

3) Postest. Postest (akhir) pada kelompok kontrol ini dilakukan untuk

mengetahui tingkat pengetahuan ibu-ibu PKK tentang leptospirosis sebagai pembanding terhadap kelompok eksperimen yang sama-sama mendapatkan intervensi. Bedanya pada kelompok kontrol media penelitian yang digunakan berupa media slide, sedangkan pada kelompok eksperimen media penelitian yang digunakan berupa film. Postest pada kelompok kontrol ini dilakukan selama ±25 menit, dilakukan pada hari Selasa tanggal 27 Juli 2010.

3.3.2.3 Pasca Penelitian

Setelah proses penelitian selesai dilaksanakan, maka penelitian melakukan analisis data untuk mendapatkan hasil dari proses pengambilan data yang telah dilakukan, dan diperbolehkan untuk melengkapi data-data pendukung yang sekiranya masih dibutuhkan.


(47)

3.4 Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel Tabel 3.2

Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel

Definisi Operasional

Alat Ukur Kategori Skala 1. Pengetahuan

leptospirosis

2. Penyuluhan leptospirosis Pengetahuan dasar ibu-ibu PKK sebelum intervensi, meliputi : Pengertian, faktor risiko dan hal-hal yang melatarbelakangi terjadinya leptospirosis. Peningkatan pengetahuan ibu-ibu PKK setelah intervensi, meliputi :

Pengertian, faktor risiko dan hal-hal yang Diperoleh dengan cara pemberian skor dari sejumlah pertanyaan didalam kuesioner Diperoleh dengan cara pemberian skor dari sejumlah pertanyaan didalam

• Untuk jawaban benar, skor = 1

• Untuk jawaban salah, skor = 0

• Responden Pengetahuan baik bila peringkat skornya 76-100. • Responden Pengetahuan cukup bila Ordinal Ordinal


(48)

melatarbelakangi terjadinya

leptospirosis.

kuesioner peringkat skornya 56-75.

• Responden Pengetahuan kurang bila peringkat skornya ≤ 56.

3.5 Populasi

dan Sampel Penelitian 3.5.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian yang diteliti (Suharsimi, 2006:130). Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2007:61). Populasi dalam penelitian ini berjumlah 247 orang ibu-ibu PKK, yang di ambil dari 3 desa yang berada di kecamatan Bonang.

3.5.2 Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Suharsimi, 2006:131). Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Sugiyono, 2007:62). Dalam penelitian ini teknik pengambilan sampel dilakukan dengan purposive sampling, yaitu suatu teknik penetapan sampel dengan cara memilih sampel diantara populasi sesuai dengan yang dikehendaki


(49)

peneliti, sehingga sampel tersebut dapat mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal sebelumnya (Nursalam, 2003:98). Sampel yang akan dijadikan responden harus memenuhi kriteria tertentu untuk memudahkan dalam pengambilan data. Adapun kriteria-kriteria sampel yang dimaksud adalah kriteria inklusi dan kriteria eksklusi.

1. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi adalah kriteria yang menentukan subjek-subjek yang boleh dimasukkan ke dalam sampel penelitian (Bhisma Murti, 2010:36). Adapun kriteria inklusi dari sampel penelitian ini adalah:

1) Ibu-ibu yang berumur 25-40 tahun 2) Pendidikan terakhir SD

3) Ibu-ibu yang menjadi kelompok PKK di wilayah kerja Puskesmas Bonang 1. 4) Bersedia menjadi responden

2. Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi adalah kriteria yang menentukan subjek-subjek yang harus digusur keluar sampel (Bhisma Murti, 2010:36). Adapun kriteria eksklusi dari sampel penelitian ini adalah:

1) Ibu-ibu PKK yang tidak bersedia menjadi responden

2) Ibu-ibu yang tidak menjadi kelompok PKK di wilayah kerja Puskesmas Bonang 1.

Penelitian ini akan menggunakan analisis bivariat, maka besar sampel yang diambil mengacu pada patokan umum rule of thumb, yaitu setiap penelitian yang datanya akan dianalisis secara statistik dengan analisis bivariat


(50)

membutuhkan sampel minimal 30 subjek penelitian. Ukuran sampel sebesar 30 subjek tersebut merupakan ukuran sampel minimal setelah peneliti melakukan restriksi terhadap populasi sumber sampel (Bhisma Murti, 2010:119).

Pada penelitian eksperimen ini menggunakan 2 kelompok, yaitu kelompok eksperimen dan kontrol. Pada penelitian ini, digunakan perbandingan jumlah antara kelompok eksperimen dan kontrol adalah sebesar 1:1 atau masing-masing sejumlah 30 orang. Hal ini sudah sesuai dengan ketentuan bahwa apabila jumlah minimal sampel akan dibagi lagi berdasarkan sejumlah kelompok studi berdasarkan tingkat perlakuan, agar data penelitian nantinya dapat diperbandingkan dan di analisis secara statistik dengan uji statistik, maka setiap kelompok studi jangan sampai < 5 subjek (Bhisma Murti, 2010:119).

3.6 Sumber Data Penelitian

Dalam penelitian ini ada dua jenis data yaitu data primer dan data sekunder. 3.6.1 Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti dalam sebuah penelitian. Data primer dalam penelitian ini meliputi pengetahuan ibu-ibu PKK tentang leptospirosis, dikumpulkan dengan memberikan pre-test dan post-test untuk mengukur pengetahuan ibu-ibu PKK sebelum dan sesudah di putarkan film tentang leptospirosis dengan pertanyaan-pertanyaan tentang leptospirosis yang meliputi pengertian, gejala, epidemiologi, faktor risiko, penularan dan pencegahan leptospirosis.


(51)

3.6.2 Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari observasi awal baik dari instansi-instansi yang terkait dengan penelitian ini atau dari penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Data sekunder dalam penelitian ini meliputi data angka kejadian leptospirosis, data jumlah beserta umur dan pendidikan ibu-ibu PKK di wilayah kerja puskesmas Bonang 1 Demak.

3.7 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan alat untuk mengumpulkan data dari suatu penelitian. Adapun instrumen dalam penelitian ini berupa kuesioner dan data-data dari instansi terkait.

3.7.1 Media Film

Media film merupakan suatu inovasi media penyuluhan leptospirosis bagi ibu-ibu PKK. Media ini dilakukan dengan metode diskusi pada kelompok eksperimen. Dengan metode tersebut diharapkan dapat memberikan informasi serta mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga diharapkan dapat menyalurkan informasi leptospirosis kepada orang lain.

3.7.2 Kuesioner

Kuesioner dalam penelitian ini berupa soal-soal test tentang pengetahuan leptospirosis. Soal-soal tersebut akan digunakan untuk pretest dan posttest pada kelompok eksperimen dan kontrol. Jumlah butir soal yang diujikan sebanyak 20 soal dengan alternatif jawaban A-D. Kriteria skoring dilakukan dengan


(52)

memberikan nilai 1 jika jawaban benar dan nilai 0 jika jawaban salah. Selanjutnya skor benar tersebut akan diubah menjadi nilai dengan cara menjumlahkan skor benar dikalikan 5, yang nantinya dapat diambil nilai dari soal tersebut.

3.7.3 Validitas

Untuk mengetahui valid atau tidaknya kuesioner yang akan diujikan kepada kelompok kontrol dan eksperimen, sebelumnya kuesioner diujikan lebih dahulu pada ibu-ibu PKK di wilayah kerja Puskesmas Bonang 2. Pemilihan Puskesmas tersebut dilakukan karena memperhatikan kesamaan karakteristik dengan kelompok eksperimen dan kontrol, yaitu masih berada di satu kecamatan. Jumlah sampel pada uji validitas ini adalah 20 responden.

Pengujian validitas instrumen dilakukan dengan perhitungan secara manual dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Sumber : Suharsimi Arikunto (2006:283) Keterangan :

r pbis = koefisien korelasi point biserial

Mp = Rata-rata skor total yang menjawab benar pada butir soal Mt = Rata-rata skor total

St = Standar deviasi skor total

p = Proporsi responden yang menjawab benar pada setiap butir soal q = 1 - p

q p S

M M r

t t p pbis

− =


(53)

Hasil akhir r hitung pada masing-masing butir soal akan dibandingkan dengan r tabel product momen pearson. r tabel dapat diketahui dengan menentukan jumlah responden dalam uji validitas dan taraf signifikansinya. Maka, dengan jumlah responden sebesar 20 dan taraf signifikansi 5%, diketahui r tabel 0,456. Setelah dilakukan perhitungan terhadap 20 butir soal, diketahui hanya 17 dari 20 butir soal yang valid.

3.7.4 Reliabilitas

Sama halnya dengan uji validitas, untuk mengetahui apakah instrumen penelitian ini reliabel atau tidak. Perhitungan reliabilitas dilakukan hanya pada pertanyan-pertanyaan yang sudah memiliki validitas. Pengujian reliabilitas juga dilakukan dengan perhitungan secara manual dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Sumber : Sugiyono (2007:359) dan Suharsimi Arikunto (2006:188) Keterangan :

r 11 = reliabilitas instrument

k = banyaknya butir soal

p = Proporsi responden yang menjawab benar pada setiap butir soal q = 1 - p

S = Standar deviasi skor total

r tabel dapat diketahui dengan menentukan jumlah responden dalam uji reliabilitas dan taraf signifikansinya. Maka dengan jumlah responden sebesar 20

⎟⎟⎠ ⎞ ⎜⎜⎝ ⎛ −∑ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ = 2 2 11 S pq S 1 -k k r


(54)

dan taraf signifikansinya adalah 5%, diketahui r tabel 0,456. Butir soal dikatakan reliable jika memenuhi kriteria r alpha > r tabel.

Setelah dilakukan perhitungan terhadap ke 20 butir soal, diketahui bahwa r alpha (0,867) memiliki nilai > r tabel (0,456). Maka soal-soal dalam penelitian ini telah reliabel.

3.8 Teknik Pengambilan Data 3.8.1 Metode Tes

Tes yang digunakan dalam penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data akhir tentang pengetahuan leptospirosis, setelah perlakuan kepada kelompok eksperimen. Alat tes yang digunakan sama, baik untuk kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol, tetapi dilakukan secara terpisah.

Metode tes yang ini dilakukan saat penelitian berlangsung untuk memperoleh data mengenai pengetahuan ibu-ibu PKK tentang leptospirosis. Soal tes yang digunakan untuk sampel adalah soal tes yang sama, baik saat pretest dan posttest.

3.8.2 Metode Observasi

Metode observasi pada penelitian ini dilakukan di beberapa instansi, seperti DKK Demak dan Puskesmas Bonang I.

3.8.2.1 DKK Demak

Observasi yang dilakukan di DKK Demak untuk mendapatkan informasi tentang angka kejadian penyakit yang terdapat di daerah Kabupaten Demak.


(55)

3.8.2.2 Puskesmas Bonang I

Observasi yang dilakukan di Puskesmas Bonang I ditujukan untuk mendapatkan informasi tentang nama, umur, dan pendidikan terakhir ibu-ibu PKK di wilayah kerja Puskesmas Bonang I.

3.9 Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Data dianalisis dan diinterpretasikan dengan menguji hipotesis menggunakan program komputer SPSS 12.0 for windows dengan tahapan analasis data, yaitu sebagai berikut :

3.9.1 Analisis Univariat

Analisis ini dilakukan pada masing-masing variabel, yaitu skor pengetahuan leptospirosis. Baik pada pretest maupun posttest pada kelompok eksperimen dan kontrol. Hasil analisis ini berupa distribusi dan prosentase pada setiap variabel.

3.9.2 Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan terhadap variabel yang diduga berhubungan/ berkorelasi (Soekidjo, 2005:188). Analisis bivariat pada penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah ada perbedaan antara nilai pretest dan posttest pada masing-masing kelompok. Selain itu, analisis yang utama adalah untuk mengetahui apakah media film efektif dalam meningkatkan pengetahuan leptospirosis pada ibu-ibu PKK di wilayah kerja puskesmas Bonang I.


(56)

Skala pengukuran variabel dalam penelitian ini adalah ordinal, sehingga sebelum melakukan uji hipotesis perlu dilakukan uji normalitas. Dalam penelitian ini uji hipotesis yang digunakan adalah uji wilcoxon, pada masing-masing kelompok penelitian. Apabila nilai probabilitas kurang dari 0,05 (p<0,05), maka hipotesis nol ditolak dan hipotesis alternatif diterima. Ini berarti terdapat perbedaan rerata yang bermakna antara dua kelompok data (Sopiyudin Dahlan, 2008:26).


(57)

43 BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Deskripsi Data

Penelitian ini berupa pengukuran efektivitas media film dalam meningkatkan pengetahuan ibu-ibu PKK tentang leptospirosis di Puskesmas Bonang 1 Demak, dengan responden berjumlah 60, yang terdiri dari 30 responden sebagai kelompok kontrol (menggunakan media slide untuk presentasi materi), dan 30 responden sebagai kelompok eksperimen (menggunakan media film). 4.1.1 Kareakteristik Responden

4.1.1.1 Karakteristik Responden Menurut Umur

Distribusi responden berdasarkan umur dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Umur (Kelompok Eksperimen dan Kontrol)

No. Umur (th)

Kelompok

Jumlah % Eksperimen Kontrol

Jumlah % Jumlah %

1 25 2 3,33 1 1,67 3 5,00

2 26 3 5,00 1 1,67 4 6,67

3 27 2 3,33 1 1,67 3 5,00

4 28 1 1,67 1 1,67 2 3,34

5 29 - - -

6 30 1 1,67 3 5,00 4 6,67

7 31 1 1,67 2 3,33 3 5,00


(58)

9 33 2 3,33 2 3,33 4 6,66

10 34 2 3,33 1 1,67 3 5,00

11 35 1 1,67 2 3,33 3 5,00

12 36 2 3,33 2 3,33 4 6,66

13 37 2 3,33 4 6,67 6 10,00

14 38 3 5,00 2 3,33 5 8,33

15 39 3 5,00 2 3,33 5 8,33

16 40 5 8,33 4 6,67 9 15,00

Jumlah 30 50 30 50 60 100

Berdasarkan tabel distribusi responden menurut umur tersebut, diketahui bahwa pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol terdapat 3 orang (5,00%) responden yang berumur 25 tahun, 4 orang (6,67%) responden yang berumur 26 tahun, 3 orang (5,00%) responden yang berumur 27 tahun, 2 orang (3,34%) responden yang berumur 28 tahun, 4 orang (6,67%) responden yang berumur 30 tahun, 3 orang (5,00%) responden yang berumur 31 tahun, 2 orang (3,34%) responden yang berumur 32 tahun, 4 orang (6,67%) responden yang berumur 33 tahun, 3 orang (5,00%) responden yang berumur 34 tahun, 3 orang (5,00%) responden yang berumur 35 tahun, 4 orang (6,67%) responden yang berumur 36 tahun, 6 orang (10,00%) responden yang berumur 37 tahun, 5 orang (8,33%) responden yang berumur 38 tahun, 5 orang (8,33%) responden yang berumur 39 tahun, 9 orang (15,00) responden yang berumur 40 tahun.

Berikut ini diagram yang menjelaskan persebaran umur responden pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.


(59)

Gambar 4.1

Distribusi Responden Berdasarkan Umur (Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol)

4.1.1.2 Karakteristik Responden Menurut Pendidikan

Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan (Kelompok Eksperimen dan Kontrol)

No. Tingkat Pendidikan Jumlah %

1 SMA 14 23,33

2 SMP/MTS 26 43,33


(60)

Jumlah 60 100 Berdasarkan tabel distribusi responden menurut tingkat pendidikan

responden, diketahui bahwa pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol terdapat 23,33% (14 orang) dengan tingkat pendidikan terakhir SMA, 43,33% (26 orang) dengan tingkat pendidikan terakhir SMP/MTS, dan 33,33% (20 orang) dengan tingkat pendidikan terakhir SD/MI.

Berikut ini diagram yang menjelaskan persebaran tingkat pendidikan pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

Gambar 4.2

Distribusi Tingkat Pendidikan Responden (Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol)

4.2 Hasil Penelitian 4.2.1 Uji Normalitas Data

Uji normalitas data digunakan untuk menguji apakah data berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas yang digunakan adalah Kolmogorov-Smirnov


(61)

karena jumlah sampel lebih dari 50 orang. Data dikatakan normal jika nilai p atau nilai probabilitasnya lebih besar dari 0,05 (p > 0,05) (Sopiyudin Dahlan, 2009:54). Adapun variabel yang diuji meliputi variabel pretest dan posttest pada kelompok eksperimen dan kontrol. Berikut ini adalah tabel rangkuman hasil uji normalitas data menggunakan Kolmogorov-Smirnov:

Tabel 4.3

Uji Normalitas Pretest dan Postest (Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol)

No. Kelompok Observasi Nilai P Kriteria

1 Eksperimen

Pretest 0,192 Normal

Postest 0,200 Normal

Selisih posttest dan pretest 0,012 Tidak normal 2 Kontrol

Pretest 0,001 Tidak normal

Postest 0,200 Normal

Selisih posttest dan pretest 0,017 Tidak normal Setelah dilakukan uji normalitas data, dapat dilihat bahwa nilai p hasil dari pre-test dan post-test pada kelompok ekperimen adalah 0,192 dan 0,200. Berarti data pada kelompok eksperimen terdistribusi secara normal. Sedangkan pada kelompok kontrol, nilai p hasil dari pre-test dan post-test adalah 0,001 dan 0,200. Karena nilai p ada yang lebih kecil dari 0,05, maka data pada kelompok kontrol tidak terdistribusi secara normal.

4.2.2 Data Univariat 4.2.2.1 Kelompok Kontrol

4.2.2.1.1 Pretest Kelompok Kontrol

Distribusi responden berdasarkan nilai pretest kelompok kontrol (dengan media slide materi leptospirosis), dapat dilihat pada tabel dibawah ini.


(62)

Tabel 4.4

Frekuensi Pengetahuan Responden pada Pretest Kelompok Kontrol (Dengan Media Slide Materi Leptospirosis)

No. Skoring Pengetahuan Responden

Pretest Kontrol Frekuensi %

1 3 2 6,7

2 4 1 3,3

3 6 10 33,3

4 8 3 10,0

5 9 1 3,3

6 11 5 16,7

7 12 6 20,0

8 14 1 3,3

9 15 1 3,3

Total 30 100,0

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa responden mempunyai skoring (nilai) pengetahuan tentang leptospirosis paling tinggi yaitu dengan jumlah skor 6 sebanyak 10 responden (33,3%). Sedangkan yang memperoleh skor paling rendah yaitu dengan jumlah skor 4,9,14, dan 15 masing-masing sejumlah 1 responden (3,3%). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut ini.


(63)

Gambar 4.3

Frekuensi Pengetahuan Responden pada Pretest Kelompok Kontrol (Dengan Media Slide Materi Leptospirosis)

3 4 6 8 9 11 12 14 15

Pengetahuan Sebelum Penyuluhan

0 10 20 30 40

Pe

rc

en

t

Pengetahuan Sebelum Penyuluhan

4.2.2.1.2 Posttest Kelompok Kontrol

Distribusi responden berdasarkan nilai posttest kelompok kontrol (dengan media slide materi leptospirosis), dapat dilihat pada tabel dibawah ini.


(64)

Tabel 4.5

Frekuensi Pengetahuan Responden pada Posttest Kelompok Kontrol (Dengan Media Presentasi Power Point Materi Leptospirosis)

No. Skoring Pengetahuan Responden

Postest Kontrol Frekuensi %

1 5 1 3,3

2 6 1 3,3

3 7 2 6,7

4 8 3 10,0

5 9 1 3,3

6 10 5 16,7

7 11 4 13,3

8 12 5 16,7

9 13 4 13,3

10 14 2 6,7

11 15 2 6,7

Total 30 100,0

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa responden mempunyai skoring (nilai) pengetahuan tentang leptospirosis paling tinggi yaitu dengan jumlah skor 10 dan 12 masing-masing sejumlah 5 responden (16,7%). Sedangkan yang memperoleh skor paling rendah yaitu dengan jumlah skor 5,6,9 masing-masing sejumlah 1 responden (3,3%). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut ini.


(65)

Gambar 4.4

Frekuensi Pengetahuan Responden pada Posttest Kelompok Kontrol (Dengan Media Slide Materi Leptospirosis)

5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Pengetahuan Sesudah Penyuluhan

0 5 10 15 20

Pe

rc

e

n

t

Pengetahuan Sesudah Penyuluhan

4.2.2.2 Kelompok Eksperimen

4.2.2.2.1 Pretest Kelompok Eksperimen

Distribusi responden berdasarkan nilai pretest kelompok eksperimen (dengan media film leptospirosis), dapat dilihat pada tabel dibawah ini.


(66)

Tabel 4.6

Frekuensi Pengetahuan Responden pada Pretest Kelompok Eksperimen (Dengan Media Film Leptospirosis)

No. Skoring Pengetahuan Responden

Pretest Eksperimen Frekuensi %

1 4 1 3,3

2 5 1 3,3

3 6 4 13,3

4 7 3 10,0

5 8 3 10,0

6 9 3 10,0

7 10 6 20,0

8 11 3 10,0

9 12 2 6,7

10 13 4 6,7

Total 30 100,0

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa responden mempunyai skoring (nilai) pengetahuan tentang leptospirosis paling tinggi yaitu dengan jumlah skor 10 sejumlah 6 responden (20,0%). Sedangkan yang memperoleh skor paling rendah yaitu dengan jumlah skor 4 dan 5 masing-masing sejumlah 1 responden (3,3%). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut ini.


(67)

Gambar 4.5

Frekuensi Pengetahuan Responden pada Pretest Kelompok Eksperimen (Dengan Media Film Leptospirosis)

4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

Pengetahuan Sebelum Penyuluhan

0 1 2 3 4 5 6

Fr

e

q

ue

nc

y

Pengetahuan Sebelum Penyuluhan

4.2.2.2.2 Posttest Kelompok Eksperimen

Distribusi responden berdasarkan nilai posttest kelompok eksperimen (dengan media film leptospirosis), dapat dilihat pada tabel dibwah ini.


(68)

Tabel 4.7

Frekuensi Pengetahuan Responden pada Posttest Kelompok Eksperimen (Dengan Media Film Leptospirosis)

No. Skoring Pengetahuan Responden

Posttest Eksperimen Frekuensi %

1 8 3 10,0

2 9 1 3,3

3 10 2 6,7

4 11 5 16,7

5 12 6 20,0

6 13 4 13,3

7 14 3 10,0

8 15 4 13,3

9 16 2 6,7

Total 30 100,0

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa responden mempunyai skoring (nilai) pengetahuan tentang leptospirosis paling tinggi yaitu dengan jumlah skor 12 sejumlah 6 responden (20,0%). Sedangkan yang memperoleh skor paling rendah yaitu dengan jumlah skor 9 sejumlah 1 responden (3,3%). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut ini.


(69)

Gambar 4.6

Frekuensi Pengetahuan Responden pada Posttest Kelompok Eksperimen (Dengan Media Film Leptospirosis)

8 9 10 11 12 13 14 15 16

Pengetahuan Sesudah Penyuluhan

0 1 2 3 4 5 6

Fre

que

nc

y

Pengetahuan Sesudah Penyuluhan

4.2.3 Hasil Uji Hipotesis

Uji hipotesis dalam penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efektif atau tidak pemutaran media film leptospirosis untuk meningkatkan pengetahuan pada kelompok eksperimen jika dibandingkan dengan presentasi media slide yang berisi materi Leptospirosis pada kelompok kontrol, perbedaan tersebut dapat diketahui melalui perbedaan nilai pretest dan posttest pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Pada kelompok eksperimen data terdistribusi secara


(70)

normal, sehingga menggunakan uji t-test berpasangan (pretest dan posttest), karena data pada kelompok kontrol ada yang tidak terdistribusi secara normal jadi uji statistik yang digunakan adalah uji wilcoxon (pretest dan posttest). Sedangkan untuk mengetahui efektif atau tidaknya media penelitian digunakan uji Mann Whitney dengan cara menguji selisih nilai pretest dan posttest dari masing-masing kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

4.2.3.1 Hasil Pretest dan Postest pada

Kelompok Eksperimen

Berdasarkan uji normalitas yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa nilai pretest dan posttest kelompok eksperimen terdistribusi secara normal. Untuk mengetahui perbedaan antara nilai pretest dan posttest kelompok eksperimen dilakukan uji t-test berpasangan. Berikut ini adalah tabel rangkuman hasil uji t-test berpasangan:

Tabel 4.8

Hasil Uji T-test Berpasangan Pretest dan Postest (Kelompok Eksperimen)

No. Kelompok Hasil Nilai P

1 ksperimen (film leptospirosis) pretest dan posttest 0,000

Setelah dilakukan uji t-test berpasangan diperoleh hasil bahwa nilai p adalah 0,000. Hal tersebut berarti nilai p < 0,005 sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara nilai pretest dan posttest pada kelompok intervensi penyuluhan menggunakan media film leptospirosis.

4.2.3.2 Hasil Pretest dan Postest pada


(71)

Berdasarkan uji normalitas yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa nilai pretest dan posttest kelompok kontrol tidak terdistribusi secara normal. Untuk mengetahui perbedaan antara nilai pretest dan posttest kelompok kontrol dilakukan uji alternatif Wilcoxon. Berikut ini adalah tabel rangkuman hasil uji alternatif Wilcoxon:

Tabel 4.9

Hasil Uji Wilcoxon Pretest dan Postest (Kelompok Kontrol)

No. Kelompok Hasil Nilai P

1 ontrol

resentasi materi Leptospirosis) pretest dan posttest 0,000 Setelah dilakukan uji alternatif Wilcoxon diperoleh hasil bahwa nilai p adalah 0,000. Hal tersebut berarti nilai p < 0,005 sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara nilai pretest dan posttest pada kelompok intervensi penyuluhan menggunakan media presentasi materi leptospirosis.

4.2.3.3 Uji Homogenitas Varians

Berdasarkan analisis uji F yang dilakukan untuk mengetahui homogenitas varians data skor awal pada kelompok eksperimen dan kontrol maka diperoleh hasil bahwa nilai p = 0,031. Hal ini menunjukkan bahwa F hitung (0,031) < 0,05 sehingga data skor awal pengetahuan tentang Leptospirosis antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol tidak sama.

4.2.3.4 Hasil Selisih Nilai Kelompok


(1)

KUESIONER

PEMUTARAN FILM (DISERTAI DENGAN CERAMAH) UNTUK MENINGKATKAN PENGETAHUAN IBU-IBU PKK TENTANG

CARA MENCEGAH PENYAKIT LEPTOSPIROSIS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BONANG I DEMAK

TAHUN 2010

Tanggal pengisian : No. Responden :

Tujuan :

Untuk mengetahui tingkat pengetahuan sampel tentang leptospirosis Petunjuk pengisian :

1. Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan sebenar-benarnya dan sejujur-jujurnya.

2. Jawab secara urut, singkat dan jelas.

3. Isilah pertanyaan dengan memberi tanda ( X ) pada jawaban yang dipilih. 4. Terima kasih atas partisipasi dan jawaban yang telah diberikan.

IDENTITAS RESPONDEN

Nama : Umur :

Jenis Kelamin : (. . .) laki-laki (. . .) perempuan Pekerjaan :

Alamat :

Pendidikan terakhir : (. . .) Tidak tamat sekolah (. . .) SD

(. . .) SMP

(. . .) SMA/ Sederajat (. . .) D3

(. . .) Sarjana (. . .) Lain-lain


(2)

PERTANYAAN

1. Dibawah ini, manakah pengertian leptospirosis yang benar? a. Leptospirosis adalah suatu penyakit menular yang ditularkan melalui

hewan tikus maupun hewan piaraan (sapi, kambing, kucing, anjing). b. Leptospirosis adalah suatu penyakit tidak menular yang disebabkan oleh

bakteri.

c. Leptospirosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh nyamuk.

d. Semua salah

2. Apakah nama bakteri yang dapat menyebabkan

leptospirosis?

a. Leptospira

b. H5N1

c. Filariasis

d. Semua benar

3. Hewan apakah yang paling utama dalam penularan leptospirosis?

a. Anjing b. Kucing c. Tikus d. Kelinci

4. Apa hubungan hewan tersebut dengan leptospirosis? a. Hewan pembawa bakteri

b. Hewan penular langsung

c. Semua benar

d. Semua salah

5. Lingkungan yang sesuai untuk hidup leptospira adalah? a. Tanah kering dan kondisi panas

b. Tanah becek dan kondisi lembab c. Semua benar


(3)

6. Apakah nama lain leptospirosis?

a. Demam lumpur

b. Demam rawa

c. Demam ladang

d. Semua benar

7. Berapa hari masa inkubasi (berkembang) bakteri leptospirosis?

a. 2-26 hari

b. 7-13 hari

c. Rata-rata 10 hari

d. Semua benar

8. Berikut ini cara leptospirosis dapat menular atau masuk ke dalam tubuh manusia, kecuali?

a. Kulit yang terluka

b. Tanah yang terkontaminasi urin hewan tikus c. Air liur hewan unggas

d. Semua salah

9. Faktor apa yang dapat memicu bakteri leptospira berkembang?

a. Faktor ekonomi

b. Faktor lingkungan c. Faktor pendidikan

d. Semua benar

10. Berikut ini beberapa cara leptospira menginfeksi manusia : A. Kontak dengan air, tanah, dan lumpur yang tercemar bakteri B. Kontak dengan organ, darah, dan urin hewan terinfeksi C. Mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi

Berdasarkan pernyataan tersebut, cara manakah yang sering terinfeksi?

a. A

b. B


(4)

d. Semua salah

11. Bagaimana bentuk bakteri leptospirosis?

a. Bulat

b. Spiral

c. Lonjong

d. Kotak

12. Bagaimana cara mencegah penyakit leptospirosis? a. Vaksinasi hewan yang beresiko tertular leptospirosis

b. Imunisasi bagi yang sering berhubungan dengan hewan penular

c. Penyuluhan tentang kebersihan dan penularan penyakit

d. Semua benar

13. Pengendalian leptospirosis di masyarakat dapat dilakukan dengan cara apa?

a. Pencegahan primer

b. Pencegahan sekunder c. A dan B benar

d. A dan B salah

14. Berikut ini beberapa prinsip kerja pengendalian leptospirosis:

A. Menjaga kebersihan lingkungan maupun perorangan B. Melindungi sanitasi air minum

C. Pemberian vaksinasi & imunisasi bagi yang sering berhubungan dengan hewan penular

D. Usaha promotif

Berdasarkan pernyataan tersebut, cara tersebut tergolong dalam pencegahan apa?

a. Pencegahan primer b. Pencegahan sekunder

c. Pencegahan primer dan pencegahan sekunder


(5)

15. Berikut ini organ yang dapat dikenai leptospira, kecuali?

a. Paru-paru

b. Jantung

c. Ginjal

d. Hati

16. Dibawah ini orang-orang yang mudah terkena leptospirosis, kecuali?

a. Petani dan peternak

b. Tukang potong hewan

c. Dokter hewan

d. Pekerja peternakan unggas

17. Bagaimana tanda-tanda orang menderita leptospirosis?

a. Demam tinggi

b. Mual dan muntah

c. Sakit kepala

d. Semua benar

18. Bagaimana cara menghindari leptospirosis?

a. Menggunakan masker, sarung tangan dan sepatu bot saat bekerja

b. Imunisasi bagi yang sering berhubungan dengan hewan penular

c. Semua benar

d. Semua salah

19. Perhatikan pernyataan berikut ini: A. Dilakukan minimal 1 bulan sekali

B. Ketika diwilayah tersebut banyak yang terkena leptospirosis C. Ketika warga meminta tenaga kesehatan untuk diberi penyuluhan

Berdasarkan pernyataan tersebut kapankah penyuluhan leptospirosis perlu diberikan?

a. A b. B


(6)

c. C

d. Semua benar

20. Mengapa materi leptospirosis perlu didapat oleh masyarakat? a. Untuk keselamatan

b. Agar warga mengerti tentang leptospirosis

c. Agar warga mengerti tentang leptospirosis dan mampu ambil tindakan jika tertular leptospirosis.


Dokumen yang terkait

Efektivitas KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi) Metode ceramah dan Pemutaran Film terhadap Pengetahuan dan Sikap Ibu Hamil tentang Zat Besi di Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara Tahun 2014

1 70 115

Gambaran Pengetahuan Ibu tentang Vitamin A di Posyandu di Wilayah Kerja Puskesmas Perumnas Helvetia Medan Sumatera Utara Tahun 2010

20 121 65

Efektivitas Penyuluhan Kesehatan Menggunakan Metode Ceramah Disertai Pemutaran VCD Dan Tanpa Pemutaran VCD Dalam Meningkatkan Pengetahuan Dan Sikap Ibu Tentang Penyakit Pneumonia Pada Balita Di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat

2 45 143

PENDIDIKAN KESEHATAN DAN GIZI PADA KELOMPOK IBU-IBU PKK DALAM MENINGKATKAN PENGETAHUAN TENTANG PENYAKIT DIABETES MELITUS

0 2 9

PENDIDIKAN KESEHATAN PADA KELOMPOK IBU PKK DALAM MENINGKATKAN PEMAHAMAN MASYARAKAT UNTUK MENCEGAH PENYAKIT HIPERTENSI

1 5 7

EVALUASI PENGETAHUAN IBU-IBU PKK TENTANG PENYAKIT ISPA SEBELUM DAN SESUDAH DIBERI EDUKASI DENGAN Evaluasi Pengetahuan Ibu-Ibu Pkk Tentang Penyakit Ispa Sebelum Dan Sesudah Diberi Edukasi Dengan Ceramah Dan Leaflet Di Kabupaten Grobogan.

0 3 17

EVALUASI PENGETAHUAN IBU-IBU PKK TENTANG PENYAKIT ISPA SEBELUM DAN SESUDAH DIBERI Evaluasi Pengetahuan Ibu-Ibu Pkk Tentang Penyakit Ispa Sebelum Dan Sesudah Diberi Edukasi Dengan Ceramah Dan Leaflet Di Kabupaten Grobogan.

0 3 12

PENDAHULUAN Evaluasi Pengetahuan Ibu-Ibu Pkk Tentang Penyakit Ispa Sebelum Dan Sesudah Diberi Edukasi Dengan Ceramah Dan Leaflet Di Kabupaten Grobogan.

0 2 11

(ABSTRAK) PEMUTARAN FILM (DISERTAI DENGAN CERAMAH) UNTUK MENINGKATKAN PENGETAHUAN IBU-IBU PKK TENTANG CARA MENCEGAH PENYAKIT LEPTOSPIROSIS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BONANG I DEMAK TAHUN 2010.

0 0 3

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN IBU TENTANG HIPOTERMI DENGAN SIKAP IBU DALAM MENCEGAH HIPOTERMI PADA NEONATUS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS NGORESAN KOTA SURAKARTA.

0 0 15