PERBEDAAN PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN KONEKSI MATEMATIS SISWA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DENGAN KOOPERATIF TIPE STAD DI SMP AL-WASLIYAH 8 MEDAN.
PERBEDAAN PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI dan KONEKSI MATEMATIS SISWA MELALUI PEMBELAJARAN
KONTEKSTUAL DAN KOOPERATIF TIPE STAD DI SMP AL-WASHLIYAH 8 MEDAN
Oleh
ROSLIANA HARAHAP 8106172017
PROGRAM PASCASARJANA
PENDIDIKAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
MEDAN
2012
(2)
PERBEDAAN PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI dan KONEKSI MATEMATIS SISWA MELALUI PEMBELAJARAN
KONTEKSTUAL DAN KOOPERATIF TIPE STAD DI SMP AL-WASHLIYAH 8 MEDAN
Oleh
ROSLIANA HARAHAP 8106172017
PROGRAM PASCASARJANA
PENDIDIKAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
MEDAN
2012
(3)
(4)
(5)
(6)
i
ABSTRAK
Rosliana Harahap. Perbedaan Peningkatan Kemampuan Komunikasi dan Koneksi Matematis Siswa SMP melalui Pembelajaran Kontekstual dan Kooperatif tipe STAD di SMP Al-Washliyah 8 Medan. Tesis Program Studi Pendidikan Matematika Pascasarjana Universitas Negeri Medan. 2012.
Kata Kunci: Pembelajaraan Kontekstual, Pembelajaran Kooperatif tipe STAD, Komunikasi Matematis, Koneksi Matematis
Tujuan dari penelitian ini untuk menelaah: (1) Perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa melalui pembelajaran kontekstual dan pembelajaran kooperatif tipe STAD di SMP Al-washliyah 8 Medan, (2) Perbedaan peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa melalui pembelajaran kontekstual dan kooperatif tipe STAD di SMP Al-Washliyah 8 Medan, (3) Interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan kemampuan awal matematika siswa terhadap kemampuan komunikasi dan koneksi Matematis.
Penelitian ini merupakan penelitian semi eksperimen. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas VII SMP Al-Washliyah 8 Medan. Kemudian secara acak dipilih dua kelas dari enam kelas yang ada di sekolah tersebut. Kelas pertama kelas diberi perlakuan pembelajaran kontekstual dan kelas kedua diberi perlakuan pembelajaran kooperatif tipe STAD. Instrumen yang digunakan terdiri dari: tes kemampuan komunikasi matematis, dan tes kemampuan koneksi matematis. Instrumen tersebut dinyatakan telah memenuhi syarat validitas isi, serta koefisien reliabilitas sebesar 0,81 dan 0,82 berturut-turut untuk kemampuan komunikasi dan koneksi matematis.
Analisis data dilakukan dengan analisis multivariat (MANOVA). Hasil utama dari penelitian ini adalah secara keseluruhan siswa yang pembelajarannya dengan pembelajaran kontekstual lebih baik dalam meningkatkan kemampuan komunikasi dan koneksi matematis dibandingkan siswa yang menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD. Sedangkan untuk melihat interaksi digunakan uji ANOVA, hasil yang diperoleh tidak terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan kemampuan awal matematika siswa terhadap kemampuan komunikasi dan koneksi matematis.
Berdasarkan hasil penelitian, maka peneliti menyarankan: (1) pembelajaran kontekstual pada pembelajaran matematika untuk meningkatkan kemampuan komunikasi dan koneksi matematis siswa dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif untuk menerapkan pembelajaran matematika yang inovatif. (2) Aktivitas siswa melalui pembelajaran konteksluai berkategori baik. Diharapkan guru matematika dapat menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan, memberi kesempatan pada siswa untuk mengungkapkan gagasannya dalam bahasa dan cara mereka sendiri.
(7)
ii
ABSTRACT
Rosliana Harahap. The Differences of Improving Students’mathematical Communication and Connection Ability in Contextual learning and Cooperative Learning type STAD at SMP Al-Washliyah 8 Medan. Post Graduated Mathemathics Program.
Keywords: Contextual Learning, Cooperative Learning type STAD, Mathematical Communication, Mathematical Connection
The objectives of this study are to investigate: (1) The diffrences of improving students’ mathematical communication ability in contextual learning and cooperative learning type STAD at SMP Al-Washliyah 8 Medan, (2) The diffrences of improving students’ mathematical connection ability in contextual learning and cooperative learning type STAD at SMP Al-Washliyah 8 Medan, (3) Interaction between learning approach and students’early capability towards mathematical communication and mathematical conection ability.
This study is an experimental research there were six classes of Grade VII, the samples were taken two classes randomly. The first class was treated by using contextual learning and the second class was treated by using cooperative learning type STAD. The instruments which were used; Mathematical Communication ability test, and Mathematical Connection ability test. The instruments were eligible content validity and reliability about 0,81 and 0,82 to mathematical commmunication and connection ability.
The Data analyzed by applying multivariate analysis (MANOVA). The results reveal that this study, generally the students were treated by contextual learning are better than the students were treated by cooperative learning type STAD. Meanwhile for looking interaction used ANOVA analysis. The result revealed that no interaction between students learning approach to the students’early mathematical ability toward the early communication and connection mathematical ability.
Based on the study, the reseacher suggested (1) Contextual learning in teaching mathematics for improving students’mathematical communication and connection ability would become an alternative for applying innovative mathematical learning. (2) Students’activity through contextual learning categorized as either. This study is also expected to be useful for mathematics teacher to created good atmosphere and give a chance to the sudents for presenting their idea by themselves.
(8)
iii
KATA PENGANTAR
Segala puji serta syukur penulis sampaikan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis untuk dapat menyelesaikan penulisan tesis ini. Dalam proses penyusunan tesis terdapat beberapa hal yang harus dilalui, diantaranya menghadapi kendala dan keterbatasan serta bimbingan/arahan yang terwujud dalam motivasi dari beberapa pihak.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Edy Syahputra, M.Pd dan Bapak Dr. Hasratuddin, M.Pd selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Pendidikan Matematika Pascasarjana UNIMED serta Bapak Dapot Tua Manullang, M.Si selaku Staf Program Studi Pendidikan Matematika.
2. Ibu Dr Izwita Dewi, M.Pd selaku Pembimbing I dan Bapak Prof. Dr. Sumarno, M.Pd selaku Pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan serta motivasi yang kuat dalam penyusunan tesis ini.
3. Bapak Dr. Hasratuddin, M.Pd; Bapak Dr E. Elvis Napitupulu, M.Pd; Bapak Dr. Edy Syaputra, M.Pd, selaku narasumber yang telah memberikan saran dan kritik yang membangun untuk menjadikan tesis ini menjadi lebih baik.
4. Bapak Prof. Dr. Belferik Manullang selaku Direktur Program Pascasarjana UNIMED. 5. Bapak Syarifuddin, M.Sc, Ph.D selaku Asisten Direktur I Program Pascasarjana
UNIMED.
6. Bapak dan Ibu dosen yang mengajar di Program Studi Pendidikan Matematika Pascasarjana UNIMED.
7. Ibu Dra. Cut Putri Elda Vivibach, M.Pd selaku Kepala SMP Al-Washliyah 8 Medan beserta dewan guru yang telah memberikan kesempatan dan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian.
(9)
iv
8. Alm. Ayahanda Nirzamsyah Harahap yang tetap jadi motivator melaui kenangan bersama dan Ibunda Fachria, serta sanak saudara yang senantiasa memberikan motivasi dan doa.
9. Seluruh kerabat, sahabat seperjuangan (Fitri Hayati Musliha S.Pd, Mina Rosita S.S, S.Pd, Feritiona, M.Pd) yang telah memberikan dorongan, semangat, serta bantuan lainnya kepada penulis.
Semoga Allah membalas semua yang telah diberikan Bapak/Ibu serta saudara/i, kiranya kita semua tetap dalam lindungan-Nya. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi perkembangan dunia pendidikan khususnya matematika. Mungkin masih terdapat kekurangan/kelemahan dalam penyusunan tesis ini, untuk itu penulis mengharapkan sumbangan berupa pemikiran yang terbungkus dalam saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan tesis ini.
Medan, Oktober 2012 Penulis
(10)
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK i
ABSTRACT ii
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI v
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR GAMBAR xi
DAFTAR LAMPIRAN xii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang Masalah 1
1.2 Identifikasi Masalah 14
1.3 Pembatasan Masalah 15
1.4 Rumusan Masalah 16
1.5 Tujuan Penelitian 17
1.6 Manfaat Penelitian 17
BAB II KAJIAN PUSTAKA 19
2.1 Hakekat dan Hasil Belajar Matematika 19 2.2 Kemampuan Komunikasi Matematis 25 2.3 Kemampuan Koneksi Matematis 28
2.4 Pembelajaran Kontekstual 32
2.5 Pembelajaran Kooperatif tipe STAD 46 2.6 Implementasi pembelajaran Kontekstual 50
pada materi Segitiga
2.7 Teori Belajar Pendukung 55
2.8 Hasil Penelitian yang Relevan 57
2.9 Kerangka Konseptual 58
2.10 Hipotesis Penelitian 65
2.11 Definisi Operasional 66
BAB III METODE PENELITIAN 69
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 69 3.2 Populasi dan Sampel Penelitian 69
3.3 Teknik Pengambilan Sampel 70
3.4 Disain Penelitian 71
3.5 Mekanisme Penelitian 71
3.6 Teknik Pengumpulan Data 72
3.6.1 Tes Kemampuan Komunikasi Matematis 73 3.6.2 Tes Kemampuan Koneksi Matematis 75 3.6.3. Analisis Validitas Tes 77 3.6.4. Analisis Reliabilitas Tes 83 3.6.5. Analisis Daya Pembeda 83 3.6.6 Analisis Tingkat Kesukaran Soal 84
(11)
vi
3.7. Format Observasi. 85
3.8 Pengembangan Bahan Ajar 86
3.9 Teknik Analisis Data 87 3.9.1. Data Hasil Tes 87
3.10Prosedur Penelitian 94
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 95
4.1 Hasil Penelitian 96
4.1.1 Kemampuan Komunikasi Matematis 99 4.1.1.1 Kemampuan komunikasi matematis siswa 96
sebelum pembelajaran
4.1.1.2 Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa 100 Setelah Pembelajaran
4.1.1.3 Uji Statistik Perbedaan di Kedua Pembelajaran 104 4.1.2 Kemampuan Koneksi Matematis 125 4.1.2.1 Kemampuan koneksi matematis siswa 125
sebelum pembelajaran
4.1.2.2 Kemampuan Koneksi Matematis Siswa 129 Setelah Pembelajaran
4.1.2.3 Uji Statistik Perbedaan di Kedua Pembelajaran 132 4.1.4 Peningkatan Kemampuan Komunikasi 153 dan Koneksi Matematis
4.1.4.1 Peningkatan kemampuan komunikasi matematis 153 4.1.4.2 Peningkatan kemampuan koneksi matematis 157 4.1.4.3 Uji Statistik Perbedaan di Kedua Pembelajaran 160 4.1.5 Interaksi antara Pendekatan Pembelajaran 174
dengan Kemampuan Awal MatematikaSiswa terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis dan Koneksi Matematis
4.1.5.1 Interaksi antara Pendekatan Pembelajaran 174 dengan Kemampuan Awal MatematikaSiswa
(Tinggi, sedang, rendah) terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis
4.1.5.2 Interaksi antara Pendekatan Pembelajaran 177 dengan Kemampuan Awal MatematikaSiswa
(Tinggi, sedang, rendah) terhadap Kemampuan Koneksi Matematis.
4.2. Pembahasan Hasil Penelitian 179
4.2.1 Faktor Pembelajaran 180
4.2.2 Kemampuan Komunikasi Matematis 185 4.2.3 Kemampuan Koneksi Matematis 187
4.2.4 Interaksi Siswa 190
4.2.4.1 Kemampuan Komunikasi Matematis 190 4.2.4.2 Kemampuan Koneksi Matematis 190
(12)
vii
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN 194
5.1 Kesimpulan 194
5.2 Implikasi 195
5.3 Saran 196
DAFTAR PUSTAKA 197
(13)
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Fase-fase dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD 48 3.1 Kisi-kisi Kemampuan Komunikasi Matematis 72 3.2 Pedoman Penyekoran Tes Kemampuan Komunikasi Matematis 75 3.3 Kisi-kisi Kemampuan Koneksi Matematis 76 3.4 Pedoman Penyekoran Tes Kemampuan koneksi Matematis 77 3.5 Rangkuman Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran 79 3.6 Hasil Validasi Tes Kemampuan Komunikasi Matematis 81 3.7 Hasil Validasi Tes Kemampuan Koneksi Matematis 81 3.8 Validitas Butir Soal Tes Kemampuan 83
Komunikasi Matematis
3.9 Validitas Butir Soal Tes Kemampuan Koneksi Matematis 83 3.10 Hasil Perhitungan Koefisien Reliabilitas Tes Kemampuan 84
Komunikasi dan Koneksi Matematis
3.11 Rangkuman Hasil Perhitungan Daya Beda Tes 85 Kemampuan Komunikasi Matematis
3.12 Rangkuman Hasil Perhitungan Daya Beda 85 Tes Kemampuan Koneksi Matematis
3.13 Rangkuman Hasil Perhitungan Tingkat Kesukaran 86 Tes Kemampuan Komunikasi Matematis
3.14 Rangkuman Hasil Perhitungan Tingkat Kesukaran 86 Tes Koneksi Matematis
3.15 Indikator Aktivitas Siswa 88 3.16 Rancangan Analisis Data Untuk MANOVA 93 3.17 Tabel Weiner Tentang Keterkaitan 94
antara variabel bebas dan terikat
3.18 Keterkaitan Permasalahan, Hipotesis dan 95 Uji Statistik yang digunakan
Kemampuan Pemecahan Masalah
4.1 Data Hasil Pretes Kemampuan Komunikasi 99 4.2 Hasil Uji Normalitas Pretes 100 4.3 Hasil Uji Homogenitas Varians Pretes Komunikasi 101
Matematis Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
4.4 Data Hasil Postest 102 4.5 Hasil Uji Normalitas Postest 103 4.6 Hasil Uji Homogenitas Varians Postes Komunikasi 104 Kelas Kontekstual dan Kelas Kooperatif tipe STAD
4.7 Tabel Between-Subjects Factors 105 4.8 Tabel Descriptive Statistics 106 4.9 Box's Test of Equality of Covariance Matrices 107 4.10 Tabel Levene Test 108 4.11 Tabel Multivariat Test 109
4.12 Tabel Tests of Between-Subjects Effects 111 4.13 Tabel Between-Subjects Factors 116 4.14 Tabel Descriptive Statistics 116 4.15 Box's Test of Equality of Covariance Matrices 117
(14)
ix
4.16 Tabel Levene Test 118 4.17 Tabel Multivariat Test 120 4.18 Tabel Tests of Between-Subjects Effects 121
Kemampuan Koneksi Matematis
4.19 Data Hasil Pretest 127 4.20 Hasil Uji Normalitas Pretest 128 4.21 Hasil Uji Homogenitas Varians Pretes Koneksi 128
Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
4.22 Data Hasil Postest 129 4.23 Hasil Uji Normalitas Postest 130
4.24 Hasil Uji Homogenitas Varians Postes Koneksi Kelas 131 Kontekstual dan Kelas Kooperatif tipe STAD
4.25 Uji Perbedaan Rata-Rata Pretes Kemampuan Koneksi 132 antar Topik Matematika
4.26 Uji Perbedaan Rata-Rata Pretes Kemampuan Koneksi 133 Disipilin Ilmu Matematika
4.27 Uji Perbedaan Rata-Rata Pretes Kemampuan Koneksi 134 Kehidupan Sehari-hari
4.28 Uji Perbedaan Rata-Rata Pretes Kemampuan Koneksi 134 antar Topik Matematika
4.30 Uji Perbedaan Rata-Rata Postes Kemampuan Koneksi 135 Disipilin Ilmu Matematika
4.31 Tabel Between-Subjects Factors 137 4.32 Tabel Descriptive Statistics 137 4.33 Box's Test of Equality of Covariance Matrices 138 4.34 Tabel Levene Test 139 4.35 Tabel Multivariat Test 141 4.36 Tabel Tests of Between-Subjects Effects 142 4.37 Tabel Between-Subjects Factors 145 4.38 Tabel Descriptive Statistics 145 4.39 Box's Test of Equality of Covariance Matrices 146 4.40 Tabel Levene Test 147 4.41 Tabel Multivariat Test 149 4.42 Tabel Tests of Between-Subjects Effects 151 4.43 Data Hasil Peningkatan Kemampuan 153
Komunikasi Matematis
4.44 Nilai Rataan Gain Ternormalisasi dan Kategorinya 153 4.45 Uji Normalitas Peningkatan Kemampuan 154
Komunikasi Matematis
4.46 Uji Homogenitas Peningkatan kemampuan 155 Komunikasi Matematis
4.47 Data Hasil Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematis 156 4.48 Nilai Rataan Gain Ternormalisasi dan Kategorinya 157 4.49 Uji Normalitas Peningkatan Kemampuan 157
Koneksi Matematis
4.50 Uji Homogenitas Peningkatan kemampuan 158 Koneksi Matematis
(15)
x
4.52 Uji Perbedaan Rata-rata Gain Kemampuan Menggambar 160 4.53 Uji Perbedaan Rata-rata Gain Kemampuan 161
Ekspresi Matematika
4.54 Uji Perbedaan Rata-rata Gain Kemampuan 162 Membuat Model Matematika
4.55 Uji Perbedaan Rata-Rata Gain Kemampuan 163 Koneksi antar Topik Matematika
4.56 Uji Perbedaan Rata-Rata Gain Kemampuan 163 Koneksi Disipilin Ilmu Matematika
4.57 Uji Perbedaan Rata-Rata Gain Kemampuan 164 Koneksi Kehidupan Sehari-hari
4.58 Tabel Between-Subjects Factors 165 4.59 Tabel Descriptive Statistics 165 4.60 Box's Test of Equality of Covariance Matrices 167 4.61 Tabel Levene Test 168 4.62 Tabel Multivariat Test 169 4.63 Tabel Tests of Between-Subjects Effects 171 4.64 Hasil Pengamatan Aktivitas Siswa 174
melalui Pembelajaran Kontekstual
4.65 Aktivitas Siswa dalam Proses Pembelajaran 175 melalui Pembelajaran Kooperatif tipe STAD
4.66 Rangkuman Uji ANOVA Dua Jalur Interaksi 177 Kemampuan komunikasi Matematis Berdasarkan
Faktor Pendekatan Pembelajaran dan Faktor Kemampuan Awal Matematika Siswa
4.67 Rangkuman Uji ANOVA Dua Jalur Interaksi 181 Kemampuan koneksi Matematis Berdasarkan
Faktor Pendekatan Pembelajaran dan Kemampuan Awal Matematika Siswa
(16)
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Lembar Jawaban Siswa Kemampuan Komunikasi 4
1.2 Lembar Jawaban Siswa Kemampuan Koneksi 7
3.1 Tahapan Alur Kerja Penelitian 97
4.1 Grafik Interaksi antara Pendekatan Pembelajaran 197
dengan Kemampuan Awal Matematika Siswa (Tinggi, Sedang, Rendah) terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa
(17)
xii
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN I 200
Kisi-kisi Instrumen Tes Kemampuan Komunikasi Matematis 201 Kisi-kisi Instrumen Tes Kemampuan Koneksi Matematis 202 Butir Soal Pretes Kemampuan Komunikasi Matematis 203 Butir Soal Pretes Kemampuan Koneksi Matematis 205 Butir Soal Postes Kemampuan Komunikasi Matematis 206 Butir Soal Postes Kemampuan Koneksi Matematis 208 Kunci (Alternatif) Jawaban Pretes Kemampuan Komunikasi Matematis 209 Kunci (Alternatif) Jawaban Pretes Kemampuan Koneksi Matematis 211 Kunci (Alternatif) Jawaban Postes Kemampuan Komunikasi Matematis 212 Kunci (Alternatif) Jawaban Postes Kemampuan Koneksi Matematis 215 Pedoman Penskoran Penyelesaian Tes Kemampuan Komunikasi 216 Pedoman Penskoran Penyelesaian Tes Kemampuan Koneksi 218
Lembar Aktivitas Siswa (LAS) 219
LAMPIRAN II 243
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kontekstual 244 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kooperatif tipe STAD 277
LAMPIRAN III 319
Jadwal Pelaksanaan Kelas Kontekstual 320
Jadwal Pelaksanaan Kelas Kooperatif tipe STAD 321
Pembagian Kelompok Kelas Kontekstual 322
Pembagian Kelompok Kelas Kooperatif tipe STAD 325
LAMPIRAN IV 328
Hasil Validasi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran 329 (RPP) Kontekstual
Hasil Validasi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran 330 (RPP) Kooperatif tipe STAD
Hasil Validasi Lembar Aktivitas Siswa (LAS) Kontekstual 331 Hasil Validasi Lembar Aktivitas Siswa (LAS) Kooperatif tipe STAD 332
LAMPIRAN V 333
Deskripsi Hasil Pretes Kemampuan Komunikasi Matematis
Di Kelas Kontekstual 334
Deskripsi Hasil Pretes Kemampuan Komunikasi
Di Kelas Kooperatif tipe STAD 335
Deskripsi Hasil Pretes Kemampuan Koneksi Matematis
Di Kelas Kontekstual 336
Deskripsi Hasil Pretes Kemampuan Koneksii Matematis
Di Kelas Kooperatif tipe STAD 337
Deskripsi Hasil Postes Kemampuan Komunikasi Matematis
Di Kelas Kontekstual 338
Deskripsi Hasil Postes Kemampuan Komunikasi Matematis
(18)
xiii
Deskripsi Hasil Postes Kemampuan Koneksi Matematis
Di Kelas kontekstual 340
Deskripsi Hasil Postes Kemampuan Koneksi Matematis
Di Kelas Kooperatif tipe STAD 341
Deskripsi Hasil Gain Kemampuan Komunikasi Matematis
Siswa Kelas Kontekstual 342
Deskripsi Hasil Gain Kemampuan Komunikasi Matematis
Siswa Kelas Kooperatif tipe STAD 343
Deskripsi Hasil Gain Kemampuan Koneksii Matematis
Siswa Kelas Kontekstual 344
Deskripsi Hasil Gain Kemampuan Koneksi Matematis
Siswa Kelas Kooperatif tipe STAD 345
Perhitungan Validitas Butir Soal Komunikasi dan
Koneksi Matematis 346
Uji Reliabilitas Tes Kemampuan Komunikasi dan Koneksi
Matematis Siswa 358
Hasil Validitas dan Reliabilitas Tes Kemampuan Komunikasi
Dengan SPSS 17 361
Hasil Validitas dan Reliabilitas Tes Kemampuan Koneksi
Dengan SPSS 17 363
Uji Taraf Kesukaran dan daya Pembeda Tes Komunikasi Matematis 365 Uji Taraf Kesukaran dan daya Pembeda Tes Koneksi Matematis 366
(19)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG MASALAH
Pendidikan adalah suatu usaha yang bersifat sadar, sistematis, dan terarah agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya. Sehingga peserta didik memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlaq mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya untuk bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (UU No. 20 Sisdiknas 2003). Perubahan sikap, keterampilan dan kemampuan berpikir siswa merupakan sebuah harapan yang diidam-idamkan oleh berbagai pihak yang terkait dalam dunia pendidikan. Berbagai upaya untuk meningkatkan hasil belajar siswa, mulai dari penyempurnaan kurikulum, penyesuaian materi pelajaran, dan metode pembelajaran terus dilakukan. Sehingga benar-benar tercipta sebuah terobosan pembelajaran yang cocok dengan kondisi siswa di lapangan.
Salah satu harapan yang ingin dicapai dalam pembelajaran matematika di Sekolah Menengah Pertama (SMP) adalah setiap siswa memiliki kemampuan berpikir matematis. Istilah berpikir matematis memuat arti cara berpikir yang berkaitan dengan karakteristik matematika. Oleh karena itu, pembahasan tentang berpikir matematis berkaitan erat dengan hakikat matematika itu sendiri. Sumarmo (2005) mengemukakan bahwa pendidikan matematika pada hakikatnya mempunyai dua arah pengembangan yaitu untuk memenuhi kebutuhan masa kini dan kebutuhan masa akan datang. Kebutuhan masa kini adalah mengarahkan pembelajaran matematika untuk pemahaman konsep dan ide matematika yang
(20)
2
kemudian diperlukan untuk menyelesaikan masalah matematika dan ilmu pengetahuan lainnya. Sedangkan kebutuhan masa akan datang adalah pembelajaran matematika memberikan kemampuan menalar yang logis, sistematik, kritis dan cermat, menumbuhkan rasa percaya diri, dan rasa keindahan terhadap keteraturan sifat matematika, serta mengembangkan sikap objektif dan terbuka. Kemampuan tersebut sangat diperlukan dalam menghadapi masa depan yang senantiasa berubah.
Berdasarkan dua arah pengembangan tersebut maka matematika memegang peran penting untuk memenuhi kebutuhan masa kini dan masa akan datang. Sehingga tidaklah mengherankan jika pada akhir-akhir ini banyak pakar matematika, baik pendidik maupun peneliti yang tertarik untuk mendiskusikan
dan meneliti kemampuan berpikir matematis. National Counsil of Teacher of
Mathematics (NCTM: 2000) menyatakan bahwa ada beberapa aspek yang termasuk dalam kemampuan berpikir matematis di antaranya adalah kemampuan pemecahan masalah matematis, komunikasi matematis, penalaran dan pembuktian matematis, koneksi matematis dan representasi matematis.
Dari kelima kemampuan berpikir matematis tersebut, dengan tidak mengabaikan kemampuan yang lain kemampuan komunikasi matematis dan koneksi matematis merupakan dua bagian penting dalam aktivitas dan penggunaan matematika yang dipelajari siswa. Pentingnya kedua kemampuan ini dijelaskan dalam standar kompetensi bahan kajian matematika kurikulum yang berlaku saat ini pada tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP). Dalam standar ini dijelaskan bahwa siswa dituntut untuk memiliki kemampuan mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, skema, tabel, grafik atau diagram
(21)
3
untuk memperjelas suatu keadaan atau masalah, menunjukkan kemampuan dalam membuat, menafsirkan, dan menyelesaikan model matematika dalam pemecahan masalah, dan memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan sehari-hari.
Komunikasi merupakan bagian yang sangat penting dalam pembelajaran matematika. Hal ini didukung dengan pendapat Asikin (2002:496) bahwa peran komunikasi dalam pembelajaran matematika adalah: (1) Komunikasi matematis dapat dieksploitasi dalam berbagai perspektif, membantu mempertajam cara berpikir siswa dan mempertajam kemampuan siswa dalam melihat berbagai keterkaitan materi matematika. (2) Komunikasi merupakan alat untuk “mengukur” pertumbuhan pemahaman dan merefleksikan pemahaman matematika para siswa. (3) Melalui komunikasi, siswa dapat mengorganisasikan dan mengkonsolidasikan pemikiran matematika mereka. (4) Komunikasi antar siswa dalam pembelajaran matematika sangat penting untuk pengkonstruksian pengetahuan matematika, pengembangan pemecahan masalah dan peningkatan penalaran, menumbuhkan rasa percaya diri, serta peningkatan keterampilan sosial. (5) “Writing and talking” dapat menjadikan alat yang sangat bermakna (powerfull) untuk membentuk komunitas matematika yang inklusif.
Begitu penting kemampuan komunikasi matematis dalam proses pembelajaran, namun kenyataannya kemampuan komunikasi matematis siswa SMP masih rendah. Sebagaimana tercermin pada observasi awal yang penulis lakukan di SMP Al-Washliyah 8 Medan kelas IX. Adapun model soal tes yang diberikan adalah:
(22)
4
Lima buah segitiga memiliki alas yang sama panjang, segitiga pertama memiliki luas 30cm2, segitiga kedua memiliki luas 40cm2, segitiga ketiga memiliki luas 50cm2, segitiga ke empat memiliki luas 60cm2, dan segitiga kelima leliliki luas 70cm2. Berdasarkan data tersebut jawablah pertanyaan berikut!
a. Tuliskan data di atas dalam bentuk tabel!
b. Coba gambarkan diagram garis yang menggambarkan hubungan
antara segitiga dengan luasnya!
c. Tentukan Luas segitiga ke delapan!”
Adapun jawaban yang dituliskan oleh salah satu siswa sebagai berikut:
Gambar 1.1 Hasil jawaban siswa
Pada pertanyaan bagian (a) siswa tersebut dapat menyelesaikannya dan menuliskan data pada soal dengan benar, tetapi tabel frekuensi yang dituliskan belum lengkap, kata segitiga yang seharusnya ditulis diganti dengan kata frekuensi dan kata luas diganti dengan kata data. Sehingga jika siswa lain membaca tabel frekuensi tersebut akan sulit menafsirkan maknanya. Salah satu alternatif jawaban yang benar adalah:
Tabel: 1.1 Hubungan segitiga dengan luas segitiga Luas
1 30 cm2 2 40 cm2
3 50 cm2
4 60 cm2
Pada pertanyaan bagian (b) siswa tersebut telah menggambarkan diagram, tetapi belum selesai karena siswa tersebut tidak menghubungkan tiap titik potong, sehingga tidak terbuhung suatu garis. Pada diagram juga tidak ada judul dan label
(23)
5
untuk sumbu x dan sumbu y. Seharusnya siswa tersebut menggambarkan diagram sebagai berikut:
Gambar 1.2 Hubungan segitiga dengan luas masing-masing segitiga
Pada pertanyaan bagian (c) siswa menjawab dengan benar, tetapi siswa tersebut tidak membentuk model matematika yang diharapkan muncul. Siswa tersebut mendata satu persatu sampai dengan data ke 10. Adapun penyelesaian yang
diharapkan adalah: Perhatikan pola penyusunan, dari soal di atas barisan
bilangan yang akan terbentuk adalah: 30, 40 ,50, 60, 70,... Barisan bilangan tersebut dapat dibentuk model menjadi 10n+20, n adalah segitiga, sehingga
ke delapan adalah 10n+20 = 10x8 + 20 = 100 cm2
Penyelesaian soal di atas dapat diselesaikan dengan baik jika siswa mampu menuliskan informasi yang ada dalam soal dengan benar, mengubah soal cerita ke dalam bentuk variabel atau simbol matematika agar mempermudah perhitungan, dan mampu menggambarkan diagram kartesius yang dihubungkan dengan segitiga dan luasnya. Sehingga tampak jelas kemampuan siswa untuk menyatakan suatu situasi ke dalam diagram, atau benda nyata ke dalam bahasa, simbol, atau model matematika masih kurang. Kemampuan di atas adalah bagian dari
1 2 3 4 5
segitiga 70
60 50 40 30
(24)
6
kemampuan komunikasi matematis siswa, akibatnya dapat disimpulkan kemampuan komunikasi matematis siswa masih rendah.
Berdasarkan hasil tes di atas diperoleh gambaran kemampuan komunikasi siswa kelas VII SMP Al-Washliayah 8 Medan sebagai berikut: nilai rata-rata kemampuan komunikasi yang diperoleh siswa adalah 5,85. Adapun penyebab nilai rata-rata tersebut rendah adalah terdapat 35 siswa dari 42 siswa yang mampu menuliskan informasi dan ide matematika yang ada dalam soal ke dalam bentuk Tabel. Ada 24 siswa dari 42 siswa yang mampu mengubah soal ke dalam bentuk variabel atau simbol matematika, dan dari 24 siswa tersebut ada 17 siswa yang dapat menyelesaikan soal secara benar. Ada 16 siswa dari 42 siswa yang mampu menggambarkan soal cerita ke dalam bentuk diagram garis, walaupun menggambarkan diagram garis telah dipelajari pada saat Sekolah Dasar (SD) tetapi kenyataannya masih banyak siswa yang tidak mampu menyelesaikannya.
Kemampuan berpikir yang tidak kalah pentingnya yang harus dimiliki oleh siswa adalah kemampuan koneksi matematis. Kemampuan koneksi matematis dan komunikasi matematis memiliki keterkaitan yang sangat erat, kemampuan komunikasi yang baik, tentunya akan sangat membantu siswa untuk meningkatkan kemampuan koneksi matematisnya, demikian pula sebaliknya. NCTM (1989) mengemukakan koneksi matematis (mathematical connection) membantu siswa untuk mengembangkan perspektifnya, memandang matematika sebagai suatu bagian yang terintegrasi daripada sebagai sekumpulan topik, serta mengakui adanya relevansi dan aplikasi baik di dalam kelas maupun di luar kelas.
Selanjutnya, Sumarmo (2005) merinci kemampuan yang tergolong dalam kemampuan koneksi matematis di antaranya adalah: Mencari hubungan berbagai
(25)
7
representasi konsep dan prosedur; memahami hubungan antar topik matematika; menerapkan matematika dalam bidang lain atau dalam kehidupan sehari-hari; memahami representasi ekuivalen suatu konsep; mencari hubungan satu prosedur dengan prosedur lain dalam representasi yang ekuivalen; dan menerapkan hubungan antar topik matematika dan antara topik matematika dengan topik di luar matematika.
Sementara itu, berdasarkan temuan di lapangan diketahui bahwa kemampuan koneksi matematis siswa masih rendah. Sama halnya dengan temuan penulis pada awal observasi tentang kemampuan komunikasi matematis siswa yang bermasalah, kemampuan koneksi matematis siswa di SMP tersebut juga bermasalah. Hal ini dapat dilihat dari kesulitan siswa menyelesaikan soal yang diberikan oleh penulis. Adapun soal yang diberikan penulis sebagai berikut:
“Hubungan antara segitiga sama sisi yang memliki sisi 8 cm dengan 24 cm serupa dengan hubungan antara suatu kebun yang berukuran 20 m, 15 m, dan 24m dengan...?”
Adapun jawaban yang dituliskan oleh salah satu siswa sebagai berikut:
Gambar 1.3 Hasil jawaban siswa
Gambaran yang dapat diperoleh dari jawaban siswa tersebut adalah siswa belum mampu menyelesaikan soal kemampuan koneksi matematis dengan benar.
(26)
8
Pada gambar tersebut seorang siswa telah salah menuliskan sebuah nilai, nilai 7 yang ditulis siswa seharusnya nilai 9. Jawaban dari soal tersebut juga salah, siswa tersebut menghubungkan data-data tersebut dengan mengalikannya 3 sehingga dia menjawab ukuran kebun menjadi 60cm, 40cm, dan 72cm. Seharusnya jawabannya adalah 59 cm. Siswa seharusnya menghubungkan keliling segitiga pada data pertama dengan data-data berikutnya, sehingga akan diperoleh keliling kebun 59 cm. Soal di atas dapat diselesaikan dengan benar jika siswa tersebut mampu memahami dan mencari hubungan satu prosedur dengan prosedur lain dalam representasi yang ekuivalen. Hal tersebut merupakan bagian dari kemampuan koneksi matematis siswa, dengan demikian dapat dikatakan kemampuan koneksi matematis siswa di SMP tersebut masih rendah.
Dari soal di atas ternyata dari 42 orang yang dapat menyelesaikan dengan benar hanya 14 orang, selebihnya tidak mampu memahami dan mencari hubungan satu prosedur dengan prosedur lain dalam representasi yang ekuivalen. Sehingga mereka tidak dapat menyelesaikan soal tersebut benar. Terdapat 32 siswa dari 42 siswa yang mampu mengkaitkan informasi dalam soal dengan materi statistika, dan dari 32 siswa tersebut ada 14 orang yang dapat menyelesaian soal tersebut dengan benar dan selebihnya tidak memberikan jawaban sama sekali. Sehingga dapat penulis katakan kemampuan koneksi siswa di SMP tersebut masih rendah.
Wihatma (2004) menyatakan dari hasil observasi di lapangan yang dilakukan olehnya diperoleh informasi bahwa kemampuan siswa dalam mengkomunikasikan ide-ide masih kurang sekali. Sejalan dengan pernyataan ini, Rohaeti (2003) menyatakan rata-rata kemampuan komunikasi siswa berada pada
(27)
9
kualifikasi kurang. Selanjutnya berkenaan dengan kemampuan koneksi matematis, Kusuma (2004) menyatakan tingkat kemampuan siswa kelas IX Sekolah Menengah Pertama (SMP) dalam melakukan koneksi matematis masih rendah. Dari hasil temuan-temuan ini, betapa bermasalahnya kemampuan komunikasi dan koneksi matematis siswa, hal ini menjadi sebuah permasalahan serius yang harus segera ditangani. Sehingga kemampuan siswa terhadap kedua kompetensi dasar yang diinginkan dapat tercapai pada saat ini.
Oleh karena itu kemampuan komunikasi dan koneksi matematis perlu untuk ditingkatkan, sementara temuan di lapangan menunjukkan bahwa kedua kemampuan tersebut masih rendah. Sehingga perlu ditumbuh kembangkan kemampuan komunikasi dan koneksi dalam pembelajaran matematika. Guru harus mengupayakan pembelajaran dengan menggunakan model-model belajar yang dapat memberi peluang dan mendorong siswa untuk melatih kemampuan komunikasi dan koneksi matematis siswa.
Kemampuan komunikasi dan koneksi matematis yang rendah dapat disebabkan oleh faktor internal dan eksternal siswa. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri siswa, sedangkan faktor lingkungan (eksternal) adalah faktor yang berasal dari luar diri siswa. Salah satu faktor internal yang dapat mempengaruhi hasil belajar siswa adalah kemampuan awal. Kemampuan awal merupakan kemampuan yang dimiliki oleh siswa atau peserta didik sebelum kegiatan belajar mengajar berlangsung. Siswa yang memiliki kemampuan awal yang tinggi, biasanya cenderung lebih mudah dalam menerima materi yang diajarkan oleh guru daripada siswa yang memiliki kemampuan awal yang rendah.
(28)
10
Kemampuan awal yang dimiliki siswa memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap keberhasilan proses belajar-mengajar. Kemampuan awal merupakan bekal siswa dalam menerima materi pelajaran selanjutnya. Kesiapan dan kesanggupan dalam mengikuti pelajaran banyak ditentukan oleh kemampuan awal yang dimiliki oleh siswa sehingga kemampuan awal merupakan pendukung keberhasilan belajar. Pelajaran matematika yang diberikan di sekolah telah disusun secara sistematis sehingga untuk masuk pada pokok bahasan lain, kemampuan awal siswa pada pokok bahasan sebelumnya akan dijadikan sebagai bahan pertimbangan. Dalam kegiatan belajar-mengajar, setiap materi yang disampaikan hendaknya bisa diserap oleh siswa yang berkemampuan awal rendah, sedang maupun yang berkemampuan awal tinggi. Menurut Benyamin S. Bloom seperti yang dikutip Suhaenah Suparno (2001:52): "Untuk belajar yang bersifat kognitif apabila keadaan awal dan pengetahuan atau kecakapan prasyarat belajar tidak dipenuhi maka betapapun baiknya kualitas pembelajaran tidak akan menolong siswa untuk memperoleh hasil belajar yang tinggi.
Namun tidak selamanya kemampuan awal tinggi pada siswa berimbas pada prestasi siswa yang tinggi juga atau sebaliknya, semua itu dapat terjadi jika dilakukan pembelajaran yang tepat sehingga dapat mendorong siswa lebih aktif
dan penuh semangat dalam belajar. Guru tidak hanya dituntut untuk menguasai
materi, akan tetapi dalam pelaksanaannya perlu adanya perhatian dari guru untuk mengkombinasikan beberapa metode pengajaran. Hal ini bertujuan agar siswa tidak mudah bosan ketika kegiatan belajar mengajar sedang berlangsung, sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat lebih baik dari yang sebelumnya.
(29)
11
Namun menurut hasil penelitian Yumira (2011), diperoleh gambaran bahwa pembelajaran matematika dewasa ini masih berlangsung secara tradisional, yang memiliki karakteristik sebagai berikut: Pembelajaran berpusat pada guru, pendekatan yang digunakan lebih bersifat ekspositori, guru lebih mendominasi proses aktivitas kelas. Sementara itu, kurikulum yang disepakati sebagai pedoman pembelajaran pelaksanaan pendidikan di Indonesia menuntut sebuah proses pembelajaran yang menekankan pada prinsip pembelajaran yang dilakukan berpusat pada siswa. Sehingga dapat mengembangkan kreativitas siswa, menciptakan kondisi yang menyenangkan dan menantang, mengembangkan beragam kemampuan yang bermuatan nilai, menyediakan pengalaman belajar yang beragam dan belajar melalui berbuat. Dari dua hal tersebut, yaitu tuntutan kurikulum dan kenyataan yang ditemukan di lapangan, maka harus ada upaya keras dari semua pihak yang terlibat dalam proses pendidikan, untuk berusaha secara bersama-sama mewujudkan tuntutan kurikulum tersebut dengan memperbaiki proses kegiatan belajar dan mengajar yang terjadi pada saat ini.
Oleh karena itu, timbul sebuah pertanyaan apa yang harus dilakukan dalam usaha untuk menanggulangi proses pembelajaran matematika agar sesuai dengan harapan yang dinginkan. Salah satu jawabannya adalah tentu saja perlu adanya reformasi dalam pembelajaran matematika. Reformasi yang dimaksud terutama menyangkut pendekatan atau model pembelajaran yang dilakukan dalam pembelajaran matematika.
Ada banyak pendekatan pembelajaran yang bisa kita gunakan dalam upaya menumbuhkembangkan kreativitas siswa, menciptakan kondisi yang menyenangkan dan menantang, mengembangkan beragam kemampuan yang
(30)
12
bermuatan nilai, menyediakan pengalaman belajar yang beragam dan belajar melalui berbuat. Sehingga dapat meningkatkan kemampuan komunikasi dan koneksi matematis siswa. Salah satu pendekatan yang diduga akan sejalan dengan karakteristik matematika dan harapan kurikulum yang berlaku adalah pembelajaran kooperatif dan kontekstual. Kedua bentuk pembelajaran tersebut berdasarkan paham konstruktivisme. Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara berkelompok dan tidak menekankan pada situasi pengalaman siswa. Pembelajaran ini terdiri dari: presentasi kelas (materi dipresentasikan oleh guru), kelompok kerja, tes (dilakukan setelah presentasi guru kegiatan kelompok), peningkatan skor induvidu, dan penghargaan kelompok. Sedangkan pembelajaran kontekstual merupakan pembelajaran yang menekankan pada belajar bermakna, dan lebih mengutamakan proses daripada hasil serta belajar dikontekskan ke dalam situasi serta pengalaman siswa.
Melalui pembelajaran kontekstual ini diharapkan siswa lebih memahami konsep-konsep matematika yang diberikan dalam pembelajaran, dan tahu kegunaannya. Berns dan Erickson (Rusgianto, 2002:2) mengatakan bahwa,
Contextual Teaching and Learning is a conception of teaching and learning that helps teachers relate subject matter content to real world situation; and motivates students to make connections between knowledge and its applications to their lives as family members, citizen, workers and engage in the hard work that learning requires.
Strategi pembelajaran kontekstual lebih mengaitkan terhadap hubungan antara materi yang dipelajari siswa dengan kegunaan praktis dalam kehidupan sehari-hari. Kesadaran terhadap adanya kegunaan matematika dalam kehidupan sehari-hari akan meningkatkan minat siswa dalam belajar matematika dan mengurangi kebosanan siswa saat mempelajari konsep matematika. Hal tersebut
(31)
13
merupakan indikator dari koneksi matematis sehingga melalui pembelajaran kontekstual diharapkan adanya peningkatan kemampuan koneksi matematis yang lebih baik. Sedangkan pembelajaran kooperatif tidak menekankan pada hubungan antara materi yang dipelajari siswa kehidupan sehari-hari dan pengalaman siswa, sehingga diduga peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa lebih baik melalui pembelajaran kontekstual.
Dalam pembelajaran yang menggunakan pendekatan kontekstual, guru harus mengkaitkan materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa untuk membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Bagi guru yang kreatif, peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekitar lingkungan belajar siswa dapat dijadikan sebagai inspirasi untuk menciptakan kondisi yang lebih konkrit guna menuntun siswa dalam memahami konsep matematika melalui model pembelajaran kontekstual. Bila pembelajaran matematika yang dilakukan menggunakan CTL (Contextual Teaching Learning), maka tentunya pembelajaran tersebut harus memiliki komponen-komponen yang dimiliki CTL. Komponen-komponen tersebut adalah konstruktivisme (constructivism), penemuan (inquiry), bertanya (questioning), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), penilaian yang sebenarnya (authentic assessment).
Pada proses masyarakat belajar terjadi komunikasi antara siswa dengan siswa atau siswa dengan guru, pada proses penemuan siswa akan menuliskan konsep yang mereka temukan dengan bahasa sendiri. Begitu juga pada tahap pemodelan siswa diharapkan dapat memodelkan masalah matematika ke dalam
(32)
14
notasi matematika, dan semua itu merupakan bagian dari kemampuan komunikasi matematis. Sehingga diharapkan melalui pembelajaran kontekstual adanya peningkatan kemampuan komunikasi matematis yang lebih baik. Dalam pembelajaran kooperatif juga terjalin komunikasi yang baik antara guru dan siswa, tetapi pada pembelajaran kooperatif tidak terdapat tahapan pemodelan yang bermamfaat untuk melatih mengembangan kemampuan komunikasi siswa khususnya dalam memodelkan masalah matematika ke dalam bahasa simbol atau variabel matematika, sehingga diduga peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa akan lebih baik melalui pembelajaran kontekstual.
Di Sekolah Menengah Pertama penerapan model pembelajaran kontekstual dalam pembelajaran matematika dimungkinkan, oleh karena topik-topik matematika yang diajarkan di SMP umumnya sebagian besar dapat dihubungkan dengan kehidupan siswa sehari-hari dan dapat dikaitkan dengan pengalaman siswa, sehingga pembelajaran kontekstual akan berjalan dengan lancar.
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka untuk menguji kehandalan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran matematika, maka penulis ingin melakukan suatu penelitian yang difokuskan pada Perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi dan koneksi matematis siswa melalui pembelajaran kontekstual dan kooperatif tipe STAD di SMP Al-Washliyah 8 Medan.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, dapat di sebagai berikut :
(33)
15
1. Pembelajaran berpusat pada guru.
2. Metode pembelajaran yang kreatif, inovatif dan efektif jarang digunakan oleh guru, sehingga aktivitas siswa tidak maksimal.
3. Siswa mengalami kesulitan dalam menjawab soal yang membutuhkan
kemampuan komunikasi dan koneksi matematis.
4. Kemampuan komunikasi matematis siswa masih rendah.
5. Kemampuan koneksi matematis siswa masih rendah.
6. Kemampuan awal matematis siswa mempengaruhi kemampuan
komunikasi dan koneksi matematis.
7. Kemampuan awal matematis siswa mempengaruhi hasil belajar siswa.
1.3 Pembatasan Masalah
Setiap aspek dalam pembelajaran matematika mempunyai ruang lingkup yang sangat luas, sehingga agar tidak terlalu melebar, perlu pembatasan masalah dalam penelitian ini. Penelitian ini dibatasi pada ruang lingkup lokasi, subjek penelitian, waktu penelitian dan variabel-variabel penelitian.
Penelitian ini hanya berfokus kepada kemampuan komunikasi dan koneksi matematis siswa melalui pembelajaran kontekstual pada materi Segitiga di kelas VII, dengan meneliti permasalahan:
1. Kemampuan komunikasi matematis siswa masih rendah.
2. Kemampuan koneksi matematis siswa masih rendah.
3. Interaksi antara pembelajaran dengan kemampuan awal
matematika siswa terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa.
(34)
16
4. Interaksi antara pembelajaran dengan kemampuan awal
matematika siswa terhadap kemampuan koneksi matematis siswa.
1.4. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini difokuskan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut:
Apakah peningkatan kemampuan komunikasi dan koneksi matematis siswa yang mengikuti pembelajaran kontekstual lebih baik daripada siswa yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe STAD?
Dari rumusan masalah di atas akan dilihat secara terpisah antara kedua kemampuan matematis tersebut terhadap pembelajaran kontekstual dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD, sehingga rumusan masalahnya akan menjadi:
1. Apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa
melalui pembelajaran kontekstual lebih tinggi daripada pembelajaran kooperatif tipe STAD?
2. Apakah peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa melalui
pembelajaran kontekstual lebih tinggi daripada pembelajaran kooperatif tipe STAD?
3. Apakah terdapat interaksi antara pembelajaran dengan kemampuan
awal matematika siswa terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa?
(35)
17
4. Apakah terdapat interaksi antara pembelajaran dengan kemampuan
awal matematika siswa terhadap kemampuan koneksi matematis siswa?
1.5. TUJUAN PENELITIAN
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran
tentang pengaruh pembelajaran kontekstual terhadap kemampuan komunikasi matematis dan koneksi matematis siswa. Secara lebih khusus penelitian ini bertujuan untuk menelaah:
1. Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh
pembelajaran kontekstual lebih tinggi daripada siswa yang memperoleh pembelajaran Kooperatif tipe STAD.
2. Peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang memperoleh
pembelajaran kontekstual lebih tinggi daripada siswa yang memperoleh pembelajaran Kooperatif tipe STAD.
3. Tidak terdapat interaksi antara pembelajaran dengan kemampuan awal
matematika siswa terhadap kemampuan komunikasi dan koneksi matematis siswa.
4. Tidak terdapat interaksi antara pembelajaran dengan kemampuan awal
matematika siswa terhadap kemampuan koneksi matematis siswa.
1.6. MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan memberikan masukan yang berarti bagi kegiatan
(36)
18
komunikasi dan koneksi matematis siswa. Masukan-masukan itu di antaranya adalah:
1. Bagi guru, untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan
mengembangkan profesi guru serta mengubah pola dan sikap guru dalam mengajar yang semula berperan sebagai pemberi informasi menjadi berperan sebagai fasilitator dan mediator yang dinamis dengan menerapkan pembelajaran konstektual sehingga kegiatan belajar mengajar dapat lebih menyenangkan dan memotivasi siswa.
2. Bagi siswa, diharapkan melalui pembelajaran kontekstual akan terbina
sikap senang terhadap matematika dan tidak mudah putus asa dalam menghadapi permasalahan matematika yang akhirnya akan berimplikasi pada peningkatan kemampuan komunikasi dan koneksi matematis siswa khususnya dan umumnya peningkatan hasil balajar siswa dalam matematika.
Đö Bagi peneliti, memberi gambaran atau informasi tentang peningkatan
kemampuan komunikasi dan koneksi matematis siswa melalui pendekatan pembelajaran kontekstual.
(37)
194
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan analisis penelitian pada bab IV dan temuan selama pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual dan kooperatif tipe STAD, diperoleh beberapa kesimpulan. Adapun kesimpulan yang diperoleh adalah rata-rata peningkatan kemampuan komunikasi matematis dan koneksi matematis siswa melalui pembelajaran kontekstual lebih baik daripada rata-rata peningkatan kemampuan komunikasi dan koneksi matematis siswa dengan pendekatan kooperatif tipe STAD. Namun dari masing-masing aspek diperoleh hasil sebagai berikut:
1. Komunikasi matematis
Rata-rata peningkatan kemampuan komunikasi melalui pembelajaran kontekstual dan kooperatif tipe STAD dilihat dari setiap aspekna adalah: kemampuan menulis memiliki selisih gain sebesar 0,29; kemampuan menggambar memiliki selisih gain sebesar 0,25; kemampuan ekspresi matematika memilki selisih gain sebesar 0,20; dan kemampuan membuat model matematika memiliki selisih gain sebesar 0,18.
2. Koneksi matematis
Rata-rata peningkatan kemampuan koneksi melalui pembelajaran kontekstual dan kooperatif tipe STAD dilihat dari setiap aspekna adalah: kemampuan koneksi antar topik matematika memiliki selisih gain sebesar 0,21;
(38)
195
kemampuan koneksi dengan disiplin ilmu lain memiliki selisih gain sebesar kemampuan koneksi dengan disiplin ilmu lain 0,43; kemampuan koneksi kehidupan sehari-hari memiliki selisih gain sebesar 0,32.
3. Kemampuan Komunikasi dan Koneksi Matematis Secara Keseluruhan Rata-rata peningkatan kemampuan komunikasi matematika siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan kontekstual adalah 0,52 dengan kategori sedang sedangkan rata-rata peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pendekatan kooperatif tipe STAD adalah 0,26 dengan kategori rendah. Rata-rata peningkatan kemampuan koneksi matematika siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan kontekstual adalah 0,59 dengan kategori sedang sedangkan rata-rata peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang memperoleh pendekatan kooperatif tipe STAD adalah 0,26 dengan kategori rendah.
4. Interaksi antara Pendekatan Pembelajaran dengan Kemampuan Awal
Matematika Siswa terhadap Kemampuan Komunikasi dan Koneksi Matematis.
Kesimpulan yang diperoleh adalah tidak ada interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan kemampuan awal (tinggi,sedang,rendah) siswa terhadap kemampuan komunikasi dan koneksi matematis siswa.
5.2 Implikasi
Sesuai dengan hasil penelitian yang diperoleh dapat dikemukakan beberapa implikasi yaitu:
(39)
196
1. Temuan penelitian ini telah membuktikan bahwa peningkatan kemampuan komunikasi dan koneksi matematis siswa melalui pembelajaran kontekstual lebih baik dari pembelajaran kooperatif tipe STAD. Oleh karena itu perlu dilakukan pembinaan atau pelatihan guru agar penerapan pembelajaran kontekstual dapat diterapkan dengan baik. Temuan ini juga memberikan implikasi bahwa seorang guru harus merancang pembelajaran yang menarik dan menyenangkan sebelum memulai pembelajaran sehingga siswa lebih menyenangi pelajaran matematika.
2. Tidak terdapat interaksi antara pembelajaran dengan kemampuan awal matematika siswa terhadap kemampuan komunikasi dan koneksi matematis, memberikan indikasi bahwa penerapan pembelajaran kontekstual tidak perlu ada pertimbangan atas kemampuan awal siswa, akan tetapi dapat langsung diterapkan.
5.3 Saran
Berdasarkan implikasi dari hasil penelitian, maka disampaikan beberapa saran yang ditujukan kepada berbagai pihak yaitu:
1. Kepada Guru
a. Pembelajaran menggunakan pendekatan kontekstual pada pembelajaran matematika yang menekankan kemampuan komunikasi matematis dan koneksi matematis siswa dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif
(40)
197
untuk menerapkan pembelajaran matematika yang inovatif khususnya dalam mengajarkan materi segitiga.
b. Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual hendaknya
diterapkan pada materi yang esensial menyangkut benda-benda yang real disekitar tempat belajar, agar siswa lebih cepat memahami pelajaran yang sedang dipelajari.
c. Dalam setiap pembelajaran guru sebaiknya menciptakan suasana belajar yang memberi kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasan-gagasan matematika dalam bahasa dan cara mereka sendiri, sehingga dalam belajar matematika siswa menjadi berani beragumentasi, lebih percaya dan kreatif.
d. Agar pendekatan kontekstual lebih efektif diterapkan pada pembelajaran matematika, sebaiknya guru harus membuat perencanaan mengajar yang baik dengan daya dukung sistem pembelajaran yang baik (Buku Guru, Buku Siswa, LKS, RPP, media yang digunakan).
e. Diharapkan guru perlu menambah wawasan tentang teori-teori pembelajaran dan model pembelajaran yang inovatif agar dapat melaksanakannya dalam pembelajaran matematika sehingga pembelajaran konvensional atau biasa secara sadar dapat ditinggalkan sebagai upaya peningkatan hasil belajar siswa.
2. Kepada Lembaga terkait
a. Pendekatan kontekstual dengan menekankan kemampuan komunikasi matematis dan koneksi matematika masih sangat asing bagi guru maupun
(41)
198
siswa, oleh karenanya perlu disosialisasikan oleh sekolah atau lembaga terkait dengan harapan dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa, khususnya meningkatkan kemampuan komunikasi matematis dan koneksi matematis siswa.
b. Pendekatan kontekstual dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif dalam meningkatkan kemampuan komunikasi matematis dan koneksi matematis siswa pada pokok bahasan segitiga sehingga dapat dijadikan masukan bagi sekolah untuk dikembangkan sebagai strategi pembelajaran yang efektif untuk pokok bahasan matematika yang lain. 3. Kepada peneliti Lanjutan
a. Dapat dilakukan penelitian lanjutan dengan pendekatan kontekstual dalam meningkatkan kemampuan komunikasi matematis dan koneksi matematis siswa secara maksimal untuk memperoleh hasil penelitian yang maksimal.
b. Dapat dilakukan penelitian lanjutan dengan pendekatan kontekstual dalam meningkatkan kemampuan/aspek matematika lain dengan menerapkan lebih dalam agar implikasi hasil penelitian tersebut dapat diterapkan di sekolah.
(42)
197
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, J.R., Reder, L.M. dan Simon, H.A. (2000). Applications and Misapplications of Cognitive Psychology to Mathematics Education. Texas Educational Review. [online]. Tersedia:
http://act-r.psy.cmu.edu/people/ja/misapplied.html-101k. atau
http://act-r.psy.cmu.edu/papers/146/applic.MisApp.pdf. [6 Oktober 2011]
Ansari, B.I. (2003). Menumbuhkembangkan Kemampuan Pemahaman dan
Komunikasi Matematik Siswa SMU melalui Strategi Think-Talk-Write.
Disertasi pada PPS UPI: Tidak diterbitkan.
Arends (1997). Langkah utama dalam pembelajaran kooperatif. Jakarta. Arikunto, S. (1993). Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
Asma, Nur. (2006). Model Kooperatif. Jakarta: Depertemen Pendididkan Nasional.
Asikin, M. (2002), “Menumbuhkan Kemampuan Komunikasi Matematika melalui
Pembelajaran Matematika Realistik”. Jurnal Matematika atau
Pembelajarannya (Prosiding Konferensi Nasional Matematika XI). 7, (Edisi Khusus), (492-496).
Bloom, Benjamin S. (1976). Taxonomy of Education Objectives. London: Long Man Grup.
Cai, J., Lane, S., and Jakabcsin, M.S. (1996). “Assesing Students Mathematical Communication”. Official Journal of the Science and Mathematics. 96(5) 238-246.
Dahar, R. W. (1989). Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga Depdiknas. (2003). Pendekatan Kontekstual. Jakarta: Depdiknas.
Fitrie, N. (2002). Pengembangan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematika Siswa SLTP melalui aktifitas Bicara, Mendengar, Menulis Matematika. Tesis. PPs UPI. Bandung: Tidak diterbitkan.
Garcia, G., Higueras, F.J.yR. dan Luisa. (2004). Mathematical Praxeologies of Increasing Complexity: Variation Systems Modelling in Secondary Education.[online].
http://www.cerme4.crm.es/papers%definitius/13/GarciaRuiz. [6 Oktober 2011]
(43)
198 Heruman. (2003). Pembelajaran Kontekstual terhadap Hasil Belajar Siswa pada
Mata Pelajaran Matematika di Kelas IV Sekolah Dasar. Tesis. PPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan
Hudoyo. (1988) Mengajar Belajar Matematika. Jakarta: Depdikbud .
Jhonshon, E.B. (2002). Contextual Teaching and Learning. California: CROWIN PRESS, INC
Isrok, atun. PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN STRATEGI KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KOMUNIKASI SISWA SMA. Bandung: Tesis UPI.2006.
Istiqomah, N. (2007). Upaya Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa SD Negeri Sekaran 2 pada Materi Pokok KPK dan Pecahan dengan menggunakan Pembelajaran KBK bercirikan Pendayagunaan AlatPeraga dan Pendampingan. [Online]. Tersedia: http://digilib. unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi/archives/HASH01a1/01cb6433.dir/doc.pdf.
Jaworski, B. (1994). Theory and Practice in Mathematics Teaching Development: Critical Inquiry as a Mode of Learning in Teaching. Journal of Mathematics Teacher Education, 9(2), 187–211.
Kusuma, D. A. (2003). Meningkatkan Kemampuan Koneksi Matematika Siswa dengan Menggunakan Metode Inkuiri. Tesis. PPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Lindquist, M dan Elliott, P.C. (1996). “Communication-an Imperative for Change: A Conversation with Mary Lindquist”, dalam Communication in Mathematics K-12 and Beyond. USA: National Council of Teachers of Mathematics. INC.
Nasution (2000). Didaktik Asas-asas Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
National Council of Teachers of Mathematics (2000). Principles and Standarts for School Mathematics. Reston, VA: NCTM.
NCTM. (2003). Program for Initial Preperation of Mathematics Specialists.
Tersedia:http://www.ncate.org/ProgramStandars/NCTM/NCTMELEMStand ars.pdf. [28 April 2011]
(44)
199 Nurhadi. (2002). Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning).
Jakarta: Depdiknas Dirjen Dikdasmen.
Polya, G (1985). How to Solve it. A New Aspect of Mathematical Method. New Jersey : Princeton University Press
Rauf, Simin. (2004). Pembelajaran Kontekstual dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Koneksi Matematika Siswa SLTP Negeri 1 Toli-Toli. Tesis. PPs UPI: Tidak diterbitkan.
Rusgianto. (2002). Contextual Teaching and Learning. Disajikan dalam Seminar Pendidikan Matematika 3 November 2002. FMIPA UNY: Tidak diterbitkan Ruseffendi, E.T. (1988). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan
Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Menigkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.
Safari. (2004). Teknik Analisis Butir Tes.Yogyakarta.
Sagala, Syaiful. (2003). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: CV.
ALFABETA.
Sardiman. (2003). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada.
Schoen. H. L, Bean, D. L, dan Ziebarth, S.W. (1996). “ Embedding Communication throughout The Curriculum”. In P.c. Elliott, dan M. J. Kenny. (1996) Yearbook.” Communication in Mathematics. K-12: NCTM. Simamora, Yumira. (2011). Penerapan pembelajaran berbasis masalah terhadap
kemampuan berpikir kreatif dan pemecahan masalah matematika siswa Madrasah Aliyah swasta. Medan: Tesis Unimed. Tidak diterbitkan
Slameto (2003). Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Edisi
Revisi. Jakarta: Rineka Cipta.
Suherman, E. dan Sukjaya, Y. (1990). Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung: Wijayakusumah 157.
Sujono (1988). Pengajaran Matematika untuk Sekolah Menengah. Jakarta:
Depdikbud, Dikti P2LPTK.
Sulianto, Joko. 2011. Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkann Berpikir Kritis pada Siswa Sekolah Dasar. Tersedia:
file:///D:/index.php.htm.
(45)
200 Sullivan . Mousley. (2000). Natural Communication in Mathematics Classroom.
Technology in Mathematics Education. Melbourns: Merga.
Sumarmo, U. (2005). “Pembelajaran Matematika untuk Mendukung Pelaksanaan Kurikulum Tahun 2002 Sekolah Menengah”. Makalah pada Seminar Pendidikan Matematika 7 Agustus 2005 Universitas Negeri Gorontalo, Gorontalo.
Suparno, P. (1997). Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Jakarta:
Kanisius.
Suryadi, D. (2005). Penggunaan Pendekatan Pembelajaran Tidak Langsung serta Pendekatan Gabungan Langsung dan Tidak Langsung dalam Rangka Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematik Tingkat Tinggi Siswa SLTP. Disertasi. PPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan
Utari-Sumarmo. (1999), Implementasi Kurikulum Matematika 1994 pada Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah. Laporan Penelitian. Tidak Dipublikasikan: PPS UPI Bandung
Wahyuni, dan Nuharini. (2008). Matematika konsep dan Aplikasi untuk SMP/MTs kelas VIII. Surakarta: CV Putra Nugraha.
Wilson, Joni. (2000). ”Pengaruh Penerapan pembelajaran kontekstual terhadap kemampuan komunukasi matematika siswa SMP kota Pematang Siantar . Medan:tesis Unimed. Tidak diterbitkan
Wintarti, A. (2002). Inquiri dalam CTL dan Contoh Penerapannya pada
Pembelajaran Matematika. Disajikan dalam Pelatihan TOT Pembelajaran Kontekstual untuk Instruktur/ Guru dan Dosen dari 24 Propinsi. Jakarta: Depdiknas Dirjen Dikdasmen. Tidak diterbitkan.
(1)
197
untuk menerapkan pembelajaran matematika yang inovatif khususnya dalam mengajarkan materi segitiga.
b. Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual hendaknya diterapkan pada materi yang esensial menyangkut benda-benda yang real disekitar tempat belajar, agar siswa lebih cepat memahami pelajaran yang sedang dipelajari.
c. Dalam setiap pembelajaran guru sebaiknya menciptakan suasana belajar yang memberi kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasan-gagasan matematika dalam bahasa dan cara mereka sendiri, sehingga dalam belajar matematika siswa menjadi berani beragumentasi, lebih percaya dan kreatif.
d. Agar pendekatan kontekstual lebih efektif diterapkan pada pembelajaran matematika, sebaiknya guru harus membuat perencanaan mengajar yang baik dengan daya dukung sistem pembelajaran yang baik (Buku Guru, Buku Siswa, LKS, RPP, media yang digunakan).
e. Diharapkan guru perlu menambah wawasan tentang teori-teori pembelajaran dan model pembelajaran yang inovatif agar dapat melaksanakannya dalam pembelajaran matematika sehingga pembelajaran konvensional atau biasa secara sadar dapat ditinggalkan sebagai upaya peningkatan hasil belajar siswa.
2. Kepada Lembaga terkait
a. Pendekatan kontekstual dengan menekankan kemampuan komunikasi matematis dan koneksi matematika masih sangat asing bagi guru maupun
(2)
198
siswa, oleh karenanya perlu disosialisasikan oleh sekolah atau lembaga terkait dengan harapan dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa, khususnya meningkatkan kemampuan komunikasi matematis dan koneksi matematis siswa.
b. Pendekatan kontekstual dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif dalam meningkatkan kemampuan komunikasi matematis dan koneksi matematis siswa pada pokok bahasan segitiga sehingga dapat dijadikan masukan bagi sekolah untuk dikembangkan sebagai strategi pembelajaran yang efektif untuk pokok bahasan matematika yang lain. 3. Kepada peneliti Lanjutan
a. Dapat dilakukan penelitian lanjutan dengan pendekatan kontekstual dalam meningkatkan kemampuan komunikasi matematis dan koneksi matematis siswa secara maksimal untuk memperoleh hasil penelitian yang maksimal.
b. Dapat dilakukan penelitian lanjutan dengan pendekatan kontekstual dalam meningkatkan kemampuan/aspek matematika lain dengan menerapkan lebih dalam agar implikasi hasil penelitian tersebut dapat diterapkan di sekolah.
(3)
197
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, J.R., Reder, L.M. dan Simon, H.A. (2000). Applications and Misapplications of Cognitive Psychology to Mathematics Education. Texas Educational Review. [online]. Tersedia: http://act-r.psy.cmu.edu/people/ja/misapplied.html-101k. atau http://act-r.psy.cmu.edu/papers/146/applic.MisApp.pdf. [6 Oktober 2011]
Ansari, B.I. (2003). Menumbuhkembangkan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematik Siswa SMU melalui Strategi Think-Talk-Write. Disertasi pada PPS UPI: Tidak diterbitkan.
Arends (1997). Langkah utama dalam pembelajaran kooperatif. Jakarta. Arikunto, S. (1993). Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
Asma, Nur. (2006). Model Kooperatif. Jakarta: Depertemen Pendididkan Nasional.
Asikin, M. (2002), “Menumbuhkan Kemampuan Komunikasi Matematika melalui Pembelajaran Matematika Realistik”. Jurnal Matematika atau Pembelajarannya (Prosiding Konferensi Nasional Matematika XI). 7, (Edisi Khusus), (492-496).
Bloom, Benjamin S. (1976). Taxonomy of Education Objectives. London: Long Man Grup.
Cai, J., Lane, S., and Jakabcsin, M.S. (1996). “Assesing Students Mathematical Communication”. Official Journal of the Science and Mathematics. 96(5) 238-246.
Dahar, R. W. (1989). Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga Depdiknas. (2003). Pendekatan Kontekstual. Jakarta: Depdiknas.
Fitrie, N. (2002). Pengembangan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematika Siswa SLTP melalui aktifitas Bicara, Mendengar, Menulis Matematika. Tesis. PPs UPI. Bandung: Tidak diterbitkan.
Garcia, G., Higueras, F.J.yR. dan Luisa. (2004). Mathematical Praxeologies of Increasing Complexity: Variation Systems Modelling in Secondary Education.[online].
http://www.cerme4.crm.es/papers%definitius/13/GarciaRuiz. [6 Oktober 2011]
(4)
198 Heruman. (2003). Pembelajaran Kontekstual terhadap Hasil Belajar Siswa pada
Mata Pelajaran Matematika di Kelas IV Sekolah Dasar. Tesis. PPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan
Hudoyo. (1988) Mengajar Belajar Matematika. Jakarta: Depdikbud .
Jhonshon, E.B. (2002). Contextual Teaching and Learning. California: CROWIN PRESS, INC
Isrok, atun. PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN STRATEGI KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KOMUNIKASI SISWA SMA. Bandung: Tesis UPI.2006.
Istiqomah, N. (2007). Upaya Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa SD Negeri Sekaran 2 pada Materi Pokok KPK dan Pecahan dengan menggunakan Pembelajaran KBK bercirikan Pendayagunaan AlatPeraga dan Pendampingan. [Online]. Tersedia: http://digilib. unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi/archives/HASH01a1/01cb6433.dir/doc.pdf.
Jaworski, B. (1994). Theory and Practice in Mathematics Teaching Development: Critical Inquiry as a Mode of Learning in Teaching. Journal of Mathematics Teacher Education, 9(2), 187–211.
Kusuma, D. A. (2003). Meningkatkan Kemampuan Koneksi Matematika Siswa dengan Menggunakan Metode Inkuiri. Tesis. PPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Lindquist, M dan Elliott, P.C. (1996). “Communication-an Imperative for Change: A Conversation with Mary Lindquist”, dalam Communication in Mathematics K-12 and Beyond. USA: National Council of Teachers of Mathematics. INC.
Nasution (2000). Didaktik Asas-asas Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
National Council of Teachers of Mathematics (2000). Principles and Standarts for School Mathematics. Reston, VA: NCTM.
NCTM. (2003). Program for Initial Preperation of Mathematics Specialists. Tersedia:http://www.ncate.org/ProgramStandars/NCTM/NCTMELEMStand ars.pdf. [28 April 2011]
(5)
199 Nurhadi. (2002). Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning).
Jakarta: Depdiknas Dirjen Dikdasmen.
Polya, G (1985). How to Solve it. A New Aspect of Mathematical Method. New Jersey : Princeton University Press
Rauf, Simin. (2004). Pembelajaran Kontekstual dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Koneksi Matematika Siswa SLTP Negeri 1 Toli-Toli. Tesis. PPs UPI: Tidak diterbitkan.
Rusgianto. (2002). Contextual Teaching and Learning. Disajikan dalam Seminar Pendidikan Matematika 3 November 2002. FMIPA UNY: Tidak diterbitkan Ruseffendi, E.T. (1988). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan
Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Menigkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.
Safari. (2004). Teknik Analisis Butir Tes.Yogyakarta.
Sagala, Syaiful. (2003). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: CV. ALFABETA.
Sardiman. (2003). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada.
Schoen. H. L, Bean, D. L, dan Ziebarth, S.W. (1996). “ Embedding Communication throughout The Curriculum”. In P.c. Elliott, dan M. J. Kenny. (1996) Yearbook.” Communication in Mathematics. K-12: NCTM. Simamora, Yumira. (2011). Penerapan pembelajaran berbasis masalah terhadap
kemampuan berpikir kreatif dan pemecahan masalah matematika siswa Madrasah Aliyah swasta. Medan: Tesis Unimed. Tidak diterbitkan
Slameto (2003). Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta.
Suherman, E. dan Sukjaya, Y. (1990). Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung: Wijayakusumah 157.
Sujono (1988). Pengajaran Matematika untuk Sekolah Menengah. Jakarta: Depdikbud, Dikti P2LPTK.
Sulianto, Joko. 2011. Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkann Berpikir Kritis pada Siswa Sekolah Dasar. Tersedia:
file:///D:/index.php.htm.
(6)
200 Sullivan . Mousley. (2000). Natural Communication in Mathematics Classroom.
Technology in Mathematics Education. Melbourns: Merga.
Sumarmo, U. (2005). “Pembelajaran Matematika untuk Mendukung Pelaksanaan Kurikulum Tahun 2002 Sekolah Menengah”. Makalah pada Seminar Pendidikan Matematika 7 Agustus 2005 Universitas Negeri Gorontalo, Gorontalo.
Suparno, P. (1997). Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Jakarta: Kanisius.
Suryadi, D. (2005). Penggunaan Pendekatan Pembelajaran Tidak Langsung serta Pendekatan Gabungan Langsung dan Tidak Langsung dalam Rangka Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematik Tingkat Tinggi Siswa SLTP. Disertasi. PPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan
Utari-Sumarmo. (1999), Implementasi Kurikulum Matematika 1994 pada Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah. Laporan Penelitian. Tidak Dipublikasikan: PPS UPI Bandung
Wahyuni, dan Nuharini. (2008). Matematika konsep dan Aplikasi untuk SMP/MTs kelas VIII. Surakarta: CV Putra Nugraha.
Wilson, Joni. (2000). ”Pengaruh Penerapan pembelajaran kontekstual terhadap kemampuan komunukasi matematika siswa SMP kota Pematang Siantar . Medan:tesis Unimed. Tidak diterbitkan
Wintarti, A. (2002). Inquiri dalam CTL dan Contoh Penerapannya pada Pembelajaran Matematika. Disajikan dalam Pelatihan TOT Pembelajaran Kontekstual untuk Instruktur/ Guru dan Dosen dari 24 Propinsi. Jakarta: Depdiknas Dirjen Dikdasmen. Tidak diterbitkan.