DOCRPIJM 1480568150BAB 8 ASPEK TEKNIS SEKTOR

  Kabupaten Wajo

BAB VIII ASPEK TEKNIS PER SEKTOR

  8.1 Pengembangan Permukiman

  8.1.1 Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan Pengembangan pemukiman di Kabupaten Wajo terdiri atas 2 (dua) bagian yaitu pengembangan permukiman perkotaan dan pengembangan permukiman perdesaan.

  a. Pengembangan Permukiman Perkotaan Pembangunan dan pengembangan kawasan perkotaan di Kabupaten Wajo dilakukan dengan mempertimbangkan rencana struktur ruang wilayah kabupaten yang meliputi rencana sistem pusat-pusat permukiman dan rencana sistem prasarana wilayah Kabupaten Wajo setiap kecamatan akan dikembangkan minimal satu pusat kawasan permukiman (dijadikan sebagai kawasan perkotaan walaupun belum memenuhi kriteria sebagai kawasan perkotaan).

  Pembangunan permukiman perkotaan di Kabupaten Wajo lebih cepat dibanding permukiman perdesaan karena perkotaan merupakan konsentrasi penduduk suatu wilayah yang berperan sebagai pusat pelayanaan yang diemban dan diharapkan sebagai motor penggerak bagi pertumbuhan wilayah hinterlandnya. Pengembangan permukiman di Kabupaten Wajo diusahakan baik oleh masyarakat sendiri maupun dari pihak pemerintah Pusat/Daerah maupun dari pihak swasta (developer). Permukiman yang diusahakan oleh masyarakat terutama masyarakat yang berpenghasilan rendah dengan kecenderungan bermukim secara berkelompok dipesisir sungai/danau seringkali menimbulkan masalah permukiman kumuh dengan kondisi prasarana dan sarana yang minim, dan telah mendapat perhatian khusus untuk penanganannya melalui Rencana Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Permukiman/Strategi Pembangunan Pengembangan Infrastruktur Permukiman (RP2KP/SPPIP) Tahun 2014.

  Kabupaten Wajo

  Di samping itu, usaha pemerintah yang bersifat fisik dalam pengembangan permukiman saat ini yang diusahakan oleh Pemerintah Pusat berupa Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) yang dilaksanakan sejak tahun 2011 melalui Program Peningkatan Kualitas (bedah rumah) masyarakat berpenghasilan rendah dan penyediaan prasarana dan sarana Umum yang dilaksanakan sejak tahun 2011 sampai sekarang dan kegiatan yang sama pula dilaksanakan melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan yang dilaksanakan sejak tahun 2009 sampai sekarang. Namun demikian program pemerintah ini masih merupakan langkah awal dalam pengembangan permukiman.

  Keterlibatan pihak swasta (developer) dalam pembangunan perumahan di perkotaan sangat besar bagi pengembangan permukiman perkotaan dalam penyediaan perumahan bagi masyarakat yang cenderung berkembang ke arah utara, timur dan selatan Kota Sengkang dan pusat- pusat ibukota kecamatan, dan sepanjang ruas jalan yang menghubungkan antar kawasan permukiman dan ruas jalan yang menghubungkan antar daerah.

  a. Pengembangan Pemukiman Pedesaan Pengembangan pemukiman penduduk pedesaan cenderung mengikuti jaringan jalan primer, kolektor yang terdiri dari satuan-satuan permukiman dengan bentuk linear, hal tersebut sangat terpengaruh dengan tingkat ketersediaan aksesibilitas yang mudah dijangkau oleh masyarakat.

  Dengan adanya bantuan Pemerintah Pusat melalui APBN melalui Program Pembangunan Infrastruktur Perdesaan (PPIP) dilaksanakan sejak tahun 2012 khususnya pada desa tertinggal/ desa terpencil di seluruh kecamatan di Kabupaten Wajo kecuali Kecamatan Tempe

  Kabupaten Wajo

  8.1.2 Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan Secara fisik, permukiman cenderung berkembang ke daerah pinggiran kota dan pinggiran sungai/danau dan pesisir pantai. Dalam perkembangannya diperhadapkan berbagai masalah seperti timbulnya kawasan kumuh yang dihuni oleh sebagian masyarakat berpenghasilan rendah dengan menempati rumah yang tidak layak huni dengan kondisi prasarana dan sarana Infrastruktur lingkungan yang minim dan kurangnya fasilitas MCK dan air bersih yang tidak memadai serta sampah berserakan sehingga lingkungan permukiman banyak mengalami degradasi.

  Masalah kawasan kumuh perkotaan (kota Sengkang) sebagian telah ditangani melalui program peningkatan kualitas permukiman melalui pembangunan dan perbaikan rumah sejak tahun 2009 sampai sekarang meliputi Ibu Kota Kabupaten (Kota Sengkang ) Kec. Tempe, Kecamatan Majauleng, Kecamatan Takkalalla, dan Kecamatan Penrang dan Pembangunan Prasarana dan Sarana Utilitas (PSU BSPS) melalui Bantuan Stimulan Perumahahan Swadaya (BSPS) yang dilaksanakan sejak tahun 2011 sampai sekarang dan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan yang dilaksanakan sejak tahun 2009 sampai sekarang pada 16 kelurahan.

  Pelaksanaan pembangunan perumahan dan permukiman tentu tidak lepas dari berbagai kendala, yang antara lain : Terbatasnya Lahan

  Perkembangan jumlah penduduk di perkotaan maupun perdesaan, yang tidak dibarengi dengan ketersediaan lahan mengakibatkan adanya ketimpangan antara kebutuhan dengan penawaran. Ketimpangan ini memacu meningkatnya nilai lahan yang digunakan untuk mengembangkan perumahan dan permukiman sehingga untuk mendapatkan lahan, menjadi semakin sulit. Rendahnya Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat

  Kabupaten Wajo

  Kondisi sosial ekonomi masyarakat, terutama yang berpenghasilan rendah, juga merupakan kendala bagi pembangunan perumahan dan permukiman yang sehat dan layak. Kondisi perumahan dan permukiman yang kurang layak huni merupakan dampak langsung dari kemiskinan, disamping itu juga karena kekurang pahaman masyarakat akan pentingnya pemeliharaan lingkungan yang bersih dan sehat bagi kesehatan masyarakat. Terbatasnya Informasi

  Faktor lain yang menjadi kendala dalam pembangunan perumahan dan permukiman adalah keterbatasan informasi tentang segala hal yang berkaitan dengan pengadaan teknologi pembangunan perumahan dan permukiman terutama bagi masyarakat yang berpenghasilan dan daya beli rendah. Terbatasnya Kemampuan Pemerintah Daerah

  Kendala yang berkaitan dengan kemampuan pemerintah daerah adalah terbatasnya kemampuan pemerintah daerah untuk memenuhi kebutuhan perumahan dan permukiman itu, disamping keterbatasan dalam penyediaan sarana dan prasarananya.

  Permasalahan pembangunan permukiman di Kabupaten Wajo adalah meliputi berbagai aspek seperti aspek kelembagaan dan SDM aparatur, aspek pendanaan dan aspek peran serta masyarakat.

  a. Aspek kelembagaan dan SDM Aparat Masih terbatasnya SDM sebagai unsur pelaksana kegaiatan, baik dalam instansi pemerintah maupun dalam Organisasi Masyarakat sebagai pelaku kunci utama pada penyelenggaraan pengembangan permukiman, srtra institusi dan penyediaan prasarana dan sarana pendukung lainnya.

  b. Aspek Pendanaan Terbatasnya dana dari berbagai sumber dana yang dapat digunakan untuk pembangunan prasarana dan sarana permukiman dari APBD Kabupaten, APBD Provinsi, APBN, swasta dan Swadaya Masyarakat.

  c. Aspek Peran Serta Masyarakat

  Kabupaten Wajo

  Masih kurangnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya partisipasi sebagai pendampingan dalam pengembangan permukiman baik secara individual maupun organisasi masyarakat yang ada. Melihat tingkat permasalahan pengembangan permukiman di Kabupaten Wajo ditinjau dari berbagai aspek, seperti aspek kelembagaan dan SDM aparatur pelaksana, aspek pendanaan dan aspek peran serta masyarakat, dapat di selesaikan melalui beberapa alternative pemecahan masalah, selanjutnya direkomendasikan sebagai berikut

  a. Perlu adanya peningkatan SDM apatur yang menangani Bidang Permukiman khusunya pengembangan permukiman, serta penyebaran uraian tugas dan fungsi (tupoksi) yang jelas, penempatan tenaga pelaksana sesuai dengan latar belakang pendidikan dan pengalaman kerja yang dimiliki.

  b. Adanya pengorganisasian pendanaan dari berbagai sumber (APBD Kabupaten, APBD Provinsi, APBN dan Swadaya) yang pelaksanaannya ditangani oleh suatu satuan kerja berada dalam SKPD, dan meningkatkan koordinasi antar instansi. Peningkatan peran serta masyarakat dalam menangani program/kegiatan pengembangan permukiman baik individu maupun

  Organisasi Masyarakat.

  8.1.3 Analisis Kebutuhan Pengembangan Permukiman Sistem Infrastruktur permukiman yang diusulkan dalam rencana pembangunan adalah adanya keserasian dan keseimbangan pembangunan infrastruktur permukiman sektor perkotaan dan perdesaan diharapkan mengacu kepada konsep pembangunan prasarana kota terpadu antar sektor sesuai dengan rencana induk sistem prasarana dan sarana yang ada seperti peningkatan kualitas permukiman kumuh dan pengembangan pemukiman baru, yang ditunjang dengan pembangunan sector lainnya seperti pembangunan drainase, persampahan, pengelolaan air limbah dan pembangunan jalan kota. Sedangkan sistem infrastruktur perdesaan adalah mengacu pada konsep TRIBINA melalui program pemberdayaan masyarakat setempat meliputi program/kegiatan peningkatan kualitas permukiman kumuh tani

  Kabupaten Wajo

  dan nelayan, peningkatan prasarana dan sarana KTP2D/DPP, dan pembangunan infrastruktur pemukiman desa tertinggal yang ditunjang dengan pembangunan sector jaringan jalan kolektor dalam rangka meningkatkan aksebilitas kehidupan dan penghidupan masyarakat menuju terwujudnya masyarakat damai dan sejahtera dan yang terlanyanai dengan baik

  8.1.4 Program-Program Sektor Pengembangan Permukiman Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari pengembangan permukiman kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan.

  Pengembangan permukiman kawasan perkotaan terdiri dari:

  a. pengembangan kawasan permukiman baru dalam bentuk pembangunan Rusunawa serta b. peningkatan kualitas permukiman kumuh dan RSH. Sedangkan untuk pengembangan kawasan perdesaan terdiri dari:

  a. pengembangan kawasan permukiman perdesaan untuk kawasan potensial (Agropolitan dan Minapolitan), rawan bencana, serta perbatasan dan pulau kecil,

  b. pengembangan kawasan pusat pertumbuhan dengan program PISEW (RISE), c. desa tertinggal dengan program PPIP dan RIS PNPM.

  Selain kegiatan fisik di atas program/kegiatan pengembangan permukiman dapat berupa kegiatan non-fisik seperti penyusunan RP2KP/SPPIP dan RPKPP ataupun review bilamana diperlukan.

  Pengembangan Kawasan Permukiman Perkotaan

   Infrastruktur kawasan permukiman kumuh  Infrastruktur permukiman RSH  Rusunawa beserta infrastruktur pendukungnya

  Pengembangan Kawasan Permukiman Perdesaan

   Infrastruktur kawasan permukiman perdesaan potensial (Agropolitan/Minapolitan)

  • Infrastruktur kawasan permukiman rawan bencana

   • Infrastruktur kawasan permukiman perbatasan dan pulau kecil

   

  • Infrastruktur pendukung kegiatan ekonomi dan sosial (PISEW)

  Kabupaten Wajo

   • Infrastruktur perdesaan PPIP

   • Infrastruktur perdesaan RIS PNPM

  8.2 Penataan Bangunan dan Lingkungan

  8.2.1 Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan Penanganan tata bangunan dan lingkungan di Kabupaten Wajo dilakukan melalui kebijaksanaan pemberian surat izin mendirikan bangunan (IMB) dan Pelaksanaan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan. Namun dalam hal ini belum banyak memberi dampak positif terhadap keserasian bangunan dan lingkungan masih bercampur baur kawasan perumahan, perdagangan dan pergudangan di daerah perkotaan, demikian pula dengan tidak tertibnya garis-garis sempadan bangunan menurut peruntukannya serta pemanfaatan ruang yang tidak terkendali baik di daerah perkotaan maupun di pedesaan terlihat pembangunan dan pemanfaatan lahan dilakukan pada kawasan non budidaya seperti pada kemiringan lahan >40%, dikawasan pantai dan pinggiran sungai sehingga sering terjadi bencana banjir, tanah longsor dan bencana lainnya.

  Dengan tujuan agar dapat diperoleh peningkatan dalam pembangunan sektor perumahan dan permukiman yang jelas dan terarah, maka kemudian ditetapkan berbagai undang-undang oleh Pemerintah Pusat antara lain dengan disahkannya Undang-undang Nomor 16 pada tahun 1985 (Pelita IV) tentang rumah susun, Undang- undang ini dimaksudkan untukmengatur tatacara perolehan dan pembangunan rumah susun.

  Pada Pelita V ditetapkan Undang-undang Nomor 4 tahun 1992 tentang perumahan dan permukiman, mengatur mengenai penataan rumah dan permukiman. Untuk hal yang berkaitan dengan tata ruang dan pemanfaatannya juga ditetapkan Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (sekarang Undang-undang No. 26 Tahun 2007) yang menjelaskan tentang perencanaan, pemanfaatan, pengendalian pemanfaatan ruang sesuai dengan peruntukan dan daya dukung lingkungan.

  Selain berbagai kebijakan pemerintah yang sudah ditetapkan dalam bentuk Undang-undang tersebut, untuk mengupayakan desentralisasi

  Kabupaten Wajo

  penanganan prasarana dan sarana, ditetapkan juga Peraturan Pemerintah tentang Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintah dibidang Pekerjaan Umum kepada Daerah Tingkat I dan Daerah Tingkat II. Untuk menjamin kepastian hukum dan pemanfaatan rumah susun juga sudah ditetapkan peraturan pemerintah.

  Guna menciptakan pemerataan pembangunan sektor perumahan, pemerintah juga telah menetapkan peraturan tentang pemantapan sistem pembiayaan pengadaan rumah sederhana, yang pada pokoknya menegaskan bahwa pembangunan perumahan harus selalu mengacu pada keseimbangan sosial dengan pertimbangan komposisi penghuni perumahan antara kelompok berpenghasilan rendah, menengah dan tinggi.

  Selain berbagai kebijakan pemerintah yang sudah ditetapkan dalam bentuk Undang-undang tersebut, untuk mengupayakan desentralisasi penanganan prasarana dan sarana, ditetapkan juga Peraturan Pemerintah tentang Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintah dibidang Pekerjaan Umum kepada Daerah Tingkat I dan Daerah Tingkat II. Untuk menjamin kepastian hukum dan pemanfaatan rumah susun juga sudah ditetapkan peraturan pemerintah.

  Guna menciptakan pemerataan pembangunan sektor perumahan, pemerintah juga telah menetapkan peraturan tentang pemantapan sistem pembiayaan pengadaan rumah sederhana, yang pada pokoknya menegaskan bahwa pembangunan perumahan harus selalu mengacu pada keseimbangan sosial dengan pertimbangan komposisi penghuni perumahan antara kelompok berpenghasilan rendah, menengah dan tinggi.

  Kebijakan penataan bangunan gedung dan lingkungan di Kabupaten Wajo dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan pelayanan masyarakat dalam menjalankan roda pemerintahan,

  Penataan bangunan gedung dan lingkungan masih terbatas pada kegiatan rehabilitasi bangunan gedung yang mengalami kerusakan seperti bangunan perkantoran dan rumah dinas. Sedangkan penataan lingkungan belum sepenuhnya dilakukan seperti yang diharapkan.

  Kabupaten Wajo

  8.2.2 Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan Penyelenggaraan bangunan di Kabupaten Wajo sesuai dengan aturan yang dipersyaratkan oleh peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan

  Direktur Jendral Cipta Karya, maupun peraturan dan perundang- undangan lainnya yang berkaitan dengan penyelenggaraan bangunan gedung, secara fisik permasalahan penyelenggaraan bangunan gedung pada umumnya telah memenuhi syarat teknis maupun keserasian antar bangunan dan lingkungannya seperti yang terjadi di kawasan perumahan, Perkantoran, perdagangan dan pada kawasan khusus seperti kawasan Wisata dan kawasan bersejarah. Dilain pihak masih ada bangunan yang melanggar peruntukan khusunya pada kawasan hijau/bukit yang berada di tengah kota sengkang, garis sempadan jalan, sungai, pantai, dan kawasan non budi daya lainnya.

  Permasalahan penataan gedung dan lingkungan yang dihadapi di Kabupaten Wajo :

   Pekembangan bangunan perkantoran yang diarahkan kebagian utara kota dan pembangunan fasiltas olah raga telah sesuai, tetapi memperlihatkan adaya pengalian dan penebangan pohon yang tidak teratur pada tapak bangunan secara keseluruhan.

   Bangunan kantor bupati dan DPRD kabupaten Wajo mengalami keretakan.  Bangunan rumah penduduk di daerah sekitar perbukitan dan daerah bantaran sungai Cenranae - Walennae umumnya tidak memenuhi kriteria teknis suatu bangunan, dari hal jarak antara rumah, penataan dan elevasi sehingga sering terjadi kebakaran, menimbulkan lingkungan kumuh karena tidak teratur dan rutin dilanda banjir yang disebabkan luapan danau Tempe di musim hujan, genangan sampai berbulan-bulan dan berpotensi menimbulkan bau dan berbagai macam penyakit.

   Penataan bangunan di kecamatan masih dalam koridor yang ditetapkan sehingga tidak menimbulkan masalah.

  8.2.3 Analisis Kebutuhan Penataan Bangunan dan Lingkungan Masih banyaknya kabupaten yang saat sekarang ini tidak memiliki atau belum menyelesaikan perda bangunan gedung untuk disesuaikan

  Kabupaten Wajo

  dengan UUBG. Selain itu, masih tidak dilibatkannya Tim ahli bangunan gedung yang berfungsi dalam pembinaan penataan bangunan dan lingkungan.

  Pemda belum menerbitkan sertifikasi layak Fungsi (SLF) bagi seluruh bangunan gedung yang ada terutama bangunan baru hasil pembangunan

  8.2.4 Program dan Kriteria KesiapanPengembangan PBL Program-Program Penataan Bangunan dan Lingkungan, terdiri dari:

   Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman;  Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara;  Kegiatan Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan.

  Kriteria Kesiapan untuk sektor Penataan Bangunan dan

  Lingkungan adalah:

  1. Fasilitasi RanPerda Bangunan Gedung Kriteria Khusus:

   Kabupaten/kota yang belum difasilitasi penyusunan ranperda Bangunan Gedung;

   Komitmen Pemda untuk menindaklanjuti hasil fasilitasi Ranperda BG.

  2. Penyusunan Rencana Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas Kriteria Khusus

   Fasilitasi Penyusunan Rencana Penataan Lingkungan  Permukiman Berbasis Komunitas:  Kawasan di perkotaan yang memiliki lokasi PNPM-Mandiri

  Perkotaan;  Pembulatan penanganan infrastruktur di lokasi-lokasi yang sudah ada PJM  Pronangkis-nya;  Bagian dari rencana pembangunan wilayah/kota;  Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat;  Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.

  Kabupaten Wajo

  3. Penyusunan Rencana Tata Bangunan Dan Lingkungan (RTBL) Kriteria Lokasi :

   Sesuai dengan kriteria dalam Permen PU No.6 Tahun 2006;  Kawasan terbangun yang memerlukan penataan;  Kawasan yang dilestarikan/heritage;  Kawasan rawan bencana;  Kawasan gabungan atau campuran (fungsi hunian, fungsi usaha, fungsi sosial/budaya dan/atau keagamaan serta fungsi khusus, kawasan sentra niaga (central business district);  Kawasan strategis menurut RTRW Kab/Kota;  Komitmen Pemda dalam rencana pengembangan dan investasi Pemerintah daerah, swasta, masyarakat yang terintegrasi dengan rencana tata ruang dan/atau pengembangan wilayahnya;  Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat;  Pekerjaan dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat.

  4. Penyusunan Rencana Tindak Revitalisasi Kawasan, Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan Permukiman Tradisional/Bersejarah

  Rencana Tindak berisikan program bangunan dan lingkungan termasuk elemen kawasan, program/rencana investasi, arahan pengendalian rencana dan pelaksanaan serta DAED/DED.

  Kriteria Umum:

   Sudah memiliki RTBL atau merupakan turunan dari lokasi perencanaan RTBL (jika luas kws perencanaan > 5 Ha) atau; Turunan dari Tata Ruang atau masuk dlm skenario pengembangan wilayah (jika luas perencanaan < 5 Ha);  Komitmen pemda dalam rencana pengembangan dan investasi

  Pemerintah daerah, swasta, masyarakat yang terintegrasi dengan Rencana Tata Ruang dan/atau pengembangan wilayahnya;  Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.

  Kriteria Khusus Fasilitasi Penyusunan Rencana Tindak Penataan

  dan Revitalisasi Kawasan:  Kawasan diperkotaan yang memiliki potensi dan nilai strategis;

  Kabupaten Wajo

   Terjadi penurunan fungsi, ekonomi dan/atau penurunan kualitas;  Bagian dari rencana pengembangan wilayah/kota;  Ada rencana pengembangan dan investasi pemda, swasta, dan masyarakat;  Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.

  Kriteria Khusus Fasilitasi Penyusunan Rencana Tindak Ruang

  Terbuka Hijau:  Ruang publik tempat terjadi interaksi langsung antara manusia dengan taman (RTH Publik);  Area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman baik alamiah maupun ditanam (UU No.26/2007 tentang Tata ruang);  Dalam rangka membantu Pemda mewujudkan RTH publik minimal 20% dari luas wilayah kota;  Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, masyarakat;  Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.

  Kriteria Khusus Fasilitasi Penyusunan Rencana Tindak

  Permukiman Tradisional Bersejarah:  Lokasi terjangkau dan dikenal oleh masyarakat setempat

  (kota/kabupaten);  Memiliki nilai ketradisionalan dengan ciri arsitektur bangunan yang khas dan estetis;  Kondisi sarana dan prasarana dasar yang tidak memadai;  Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat;  Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.

  Kriteria Fasilitasi Penyusunan Rencana Induk Sistem Proteksi

  Kebakaran (RISPK):  Ada Perda Bangunan Gedung;  Kota/Kabupaten dengan jumlah penduduk > 500.000 orang;

  Kabupaten Wajo

   Tingginya intensitas kebakaran per tahun dengan potensi resiko tinggi;  Kawasan perkotaan nasional PKN, PKW, PKSN, sesuai PP

  No.26/2008 ttg Tata Ruang;  Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat;  Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.

  Kriteria dukungan PSD Untuk Revitalisasi Kawasan, RTH Dan

  Permukiman Tradisional/Ged Bersejarah:  Mempunyai dokumen Rencana Tindak PRK/RTH/Permukiman

  Tradisional-Bersejarah;  Prioritas pembangunan berdasarkan program investasinya;  Ada DDUB;  Dukungan Pemerintah Pusat maksimum selama 3 tahun anggaran;  Khusus dukungan Sarana dan Prasarana untuk permukiman tradisional, diutamakan pada fasilitas umum/sosial, ruang-ruang publik yang menjadi prioritas masyarakat yang menyentuh unsur tradisionalnya;  Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat;  Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.

  Kriteria dukungan Prasarana dan Sarana Sistem Proteksi

  Kebakaran:  Memiliki dokumen RISPK yang telah disahkan oleh Kepala Daerah (minimal SK/peraturan bupati/walikota);  Memiliki Perda BG (minimal Raperda BG dalam tahap pembahasan dengan DPRD);  Memiliki DED untuk komponen fisik yang akan dibangun;  Ada lahan yg disediakan Pemda;  Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat;  Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.

  Kabupaten Wajo Kriteria Dukungan Aksesibilitas Pada Bangunan Gedung Dan

  Lingkungan:  Bangunan gedung negara/kantor pemerintahan;  Bangunan gedung pelayanan umum (puskesmas, hotel, tempat peribadatan, terminal, stasiun, bandara);  Ruang publik atau ruang terbuka tempat bertemunya aktifitas sosial masyarakat (taman, alun-alun);  Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.

  8.3 Sistem Penyediaan Air Minum

  8.3.1 Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan Sub bidang air minum Direktorat Jenderal Cipta Karya Departemen

  Pekerjaan Umum memiliki program dan kegiatan yang bertujuan meningkatkan pelayanan air minum di perdesaan maupun perkotaan, khususnya bagi masyarakat miskin di kawasan rawan air. Selain itu meningkatkan keikutsertaan swasta dalam investasi dalam pembangunan sarana air minum di perkotaan. Beberapa hal yang penting diperhatikan dalam pengembangan sistem pengadaan air minum antara lain :

  1. Peran kabupaten/kota dalam pengembangan wilayah

  2. Rencana pembangunan kabupaen/kota

  3. Memperhatikan kondisi alamiah dan tipologi kabupaten/kota bersangkutan, seperti struktur dan marfologi tanah, tipoografi dan sebaginya.

  4. Pembangunan dilakukan dengan pendekatan pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.

  5. Dalam penyusunan RPJIM harus memperhatikan Rencana Induk Sistem Pengembangan air minum.

  6. Logical Frework (kerangka logis) penilaian kelayakan investasi pengelolaan air minum.

  7. Keterpaduan pengelolaan air minum dengan pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) dilaksanakan pada setiap tahapan penyelenggaraan pengembangan, sekurang-kurangnya

  2 Distribusi

  8.3.2 Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan,dan Tantangan

  32 151

  13

  13

  14

  IKK yang rawan pipa 118,5 ltr/dtk 7,123 9,69

  1 Tingkat Pelayanan

  DATA EKSISTING AIR MINUM KABUPATEN WAJO N O JENIS PERKOTAAN (SENGKANG)

   Jumlah penduduk terlayani : 26,970

  Kabupaten Wajo

   Tingkat kebocoran : 47 %

   Total kapasitas distribusi : 22,9 ltr/detik

   Total kapasitas produksi : 43,8 ltr/detik

   Kapasitas sistem terpasang : 40,5 ltr/detik

  Secara umum kondisi eksisting sistem penyediaan air minum di Kabupaten Wajo yang dikelola langsung oleh Perusahaan Daerah Air Minum adalah sbb:

  Dalam kehidupan sehari-hari kebutuhan air bersih tidak lagi semata- mata digunakan untuk minum, masak dan mencuci, namun juga untuk kepentingan pembangunan sarana dan prasarana lain, antara lain adalah pertamanan kota, pemadam kebakaran fan peternakan, disamping itu juga merupakan penunjang dalam mencapai target kesehatan.

  Kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan yang pada saat ini berkembang cukup pesat, baik jumlah penduduk maupun pembangunan sarana kota.

  dilaksanakan pada setiap perencanaan, baik dalam penyusunan rencana induk maupun dalam perencanaan teknik. Memperhatikan perundangan dan peraturan serta pedoman dan petunjuk yang tersedia. Kabupaten Wajo merupakan salah satu

  • Total Kapasitas Produksi - SR/HU
  • 176
  • PresentasePelayanan
  • Total (unit)
  • Ada Sistem Pipa -
  • Pipa ACP

  • Pipa PVC 4,3,2 inci
  • Pipa GIP
  • Pipa GIP

  • Pipa Transmisi GIP 4 inci
  • Pipa PC
  • Pipa PVC

  Kabupaten Wajo

  • Air Tanah dalam Mata Air - - Cekdam Cekdam - - Mata Air Air Tanah - - Sungai dalam
  • Sumber : PDAM Kab. Wajo

  8.3.3 Analisis Kebutuhan Sistem Penyediaan Air Minum

  • Area Pelayanan Pada saat ini PDAM Kabupaten Wajo telah mempunyai instalasi pengelolaan air minum dengan menggunakan sistem perpompaan air dari Intake kemudian didistribusikan kepengguna secara grafitasi, mulai didistribusikan dan dilengkapi dengan sarana dan prasarana pendukung. Ada beberapa faktor membuat PDAM terbatas dalam melayani pelanggan yaitu :

  1. Terbatasnya dana investasi

  Peralatan-peralatan yang digunakan PDAM kabupaten wajo seperti mesin pompa, water meter, pipa transmisi/distribusi sudah berumur sangat tua yaitu dari sejak tahun 1939 hingga sekarang, dengan kondisi seperti itu pengelolaan air baku sebagai air minum tidak maksimal sehingga kualitas serta kuantitas air masih sangat rendah dan ini mejadi kendala bagi PDAM dalam meningkatkan pelayanan air minum bagi pelanggan.

  2. SDM yang masih terbatas

  PDAM kabupaten wajo belum memiliki staf ahli yang membidangi ilmu tentang keairan dan lingkungan atau tidak ada pegawai PDAM kabupaten yang bergelar sarjana teknik.

  

3. Rendah minat masyarakat terhadap pemakaian air PDAM

  Sebagian besar masyarakat di kabupaten wajo lebih mengutamakan sumber mata air tanah dalam untuk di manfaatkan sebagai air minum, hal ini di karenakan air yang mereka manfaatkan selama ini sebagai air minum, lebih jernih dibanding dengan air dari PDAM.

  Kabupaten Wajo

  • Tingkat pelayanan total

  Cakupan pelayanan PDAM baru pada daerah perkotaan yaitu Ibukota Kabupaten Wajo (Kota Sengkang) yakni Kecamatan Tempe dan Tanasitolo, atau cakupan pelayan air minum baru mencapai 48,80%. Layanan sambungan terpasang (SL) 5.450 dan diperkiraan masih banyak masyarakat yang belum terlayani terutama di daerah pedesaan. Cakupan pelayanan air minum di Daerah pedesaan baru mencapai 71,15% dari seluruh penduduk pedesaan, yang meliputi sisitem perpipaan 9,20% dan sisitem non perpipaan 90,8%. Semua pelayanan air minum dipedesaan tidak dikelola oleh PDAM akan tetapi swadaya masyarakat maupun inverstasi swasta.

  Analisis Kebutuhan Air Analisa Kebutuhan air

  Proyeksi jumlah penduduk domestik yang terlayani PDAM Kabupaten Wajo sampai tahun 2014 penduduk + 62.626 jiwa atau sekitar 71 % dari jumlah penduduk daerah pelayanan.

  Pemakaian rata-rata sambungan rumah (SR) meningkat dari 0,0057 lt/dt menjadi 0,0081 lt/dt pada tahun 2014. Proyeksi kebocoran PDAM akan ditekan dari 39,10 % tahun 2008 menjadi 25,60 % pada akhir tahun 2014. Kebutuhan air rata-rata meningkat dari 33,923 lt/dt pada tahun 2009 menjadi 0,057 lt/dt pada tahun 2013. atau Total kebutuhan air maksimum (produksi) tahun 2013 adalah 63,914 lt/dt.

  Konsumsi Air

  Komsumsi air rata-rata SR masih kecil, jauh dibawah yang diharapkan yaitu 13,8 m3/pel/bulan pada tahun 2007. indikasi ini terjadi antara lain; jam layanan 1 kali dalam 2 hari, kondisi/usia watermeter rata-rata diatas 5 tahun dan kontrol dan pengawasan pembacaan water meter pelanggan.

  8.3.4 Program dan Kriteria Kesiapan, serta Skema Kebijakan Pendanaan

  Kabupaten Wajo

  Pengembangan SPAM

  Program-Program Pengembangan SPAM

  Program SPAM yang dikembangkan oleh Pemerintah Pusat sebagai berikut:

  Program SPAM IKK

  Kriteria Program SPAM IKK adalah:

  Sasaran: IKK yang belum memiliki SPAM

Kegiatan:

   Pembangunan SPAM (unit air baku, unit produksi dan unit distribusi utama)  Jaringan distribusi untuk maksimal 40% target Sambungan Rumah (SR) total

Indikator:

   Peningkatan kapasitas (liter/detik)  Penambahan jumlah kawasan/IKK yang terlayani SPAM

  Program Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR)

  Kriteria Program Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) adalah:

  Sasaran: Optimalisasi SPAM IKK Kegiatan: Stimulan jaringan pipa distribusi maksimal 40% dari target total

  SR untuk MBR

  Indikator:

   Peningkatan kapasitas (liter/detik)  Penambahan jumlah kawasan kumuh/nelayan yang terlayani SPAM

  Program Perdesaan Pola Pamsimas

  Kriteria Program Perdesaan Pola Pamsimas adalah:

  Sasaran: IKK yang belum memiliki SPAM Kegiatan:

   Pembangunan SPAM (unit air baku, unit produksi dan unit distribusi utama)  Jaringan distribusi untuk maksimal 40% target Sambungan Rumah (SR) total

  Kabupaten Wajo Indikator:

   Peningkatan kapasitas (liter/detik)  Penambahan jumlah kawasan/IKK yang terlayani SPAM

  Program Desa Rawan Air/Terpencil

  Kriteria Program SPAM IKK adalah:

  Sasaran: Desa rawan air, desa miskin dan daerah terpencil (sumber air

  baku relatif sulit)

  Kegiatan: Pembangunan unit air baku, unit produksi dan unit distribusi

  utama

  Indikator: Penambahan jumlah desa yang terlayani SPAM

  Selanjutnya pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) mengacu pada Rencana Induk Sistem Penyediaan Air Minum (RISPAM) yang disusun berdasarkan:

  1. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota;

  2. Rencana pengelolaan Sumber Daya Air;

  3. Kebijakan dan Strategi Pengembangan SPAM;

  4. Kondisi Lingkungan, Sosial, Ekonomi, dan Budaya Masyarakat; 5. Kondisi Kota dan Rencana Pengembangan SPAM.

  8,4 Penyehatan Lingkungan Permukiman

  8,4,1 Air Limbah

  8.4.1.1 Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan Penanganan masalah pengelolaan air limbah dalam Rencana Tata

  Ruang Wilayah kabupaten Wajo sifatnya mutlak, tetapi bisa secara berkala dikembangkan/disediakan untuk penduduk. Prioritas pengembangan pada daerah-daerah yang belum terjangkau.

  Kabupaten Wajo

  8.4.1.2 Isu strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan dan Tantangan

  

KONDISI EKSISTING PRASARANA DAN SARANA AIR LIMBAH

KOTA SENGKANG KABUPATEN WAJO

No Jenis Sarana Dan Jumlah (Unit Tahun 2003-2007) Kondisi

Prasarana 2015 2006 2007 2008 2009

  1

  2

  3

  

4

  5

  6

  7

  8 I Sarana Air Limbah

  1 Truk Tinja

  2 IPLT - - - - - -

  3 IPAL

  4

  

4

  4

  4

  4 Baik Sumber : BLHD dan Tarkim Kab. Wajo

  Secara umum isu strategis dan permasalahan pengelolaan air limbah antara lain :  Akses masyarakat terhadap pelayanan pengelolaan air limbah

   Akses masyarakat terhadap prasarana sanitasi dasar di perkotaan mencapai 90,5 % dan di perdesaan mencapai 67 % (Susenas Tahun 2007)

   Tingkat pelayanan pengelolaan air limbah permukiman di perkotaan melalui sistem setempat (on site) yang aman baru mencapai 71,06 % dan melalui sistem terpusat (off site) baru mencapai 2,33 % di 11 kota (Susenas Tahun 2007)

   Tingkat pelayanan air limbah permukiman di perdesaan melalui pengolahan setempat (on site) berupa jamban pribadi dan fasilitas umum yang aman baru mencapai 32,47 % (Susenas Tahun 2007)

   Sebagian besar fasilitas pengolahan air limbah setempat masih belum memenuhi standar teknis yang ditetapkan.  Peran masyarakat

   Rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pengelolaan air limbah permukiman  Terbatasnya penyelenggaraan pengembangan sistem pengelolaan air limbah permukiman yang berbasis masyarakat

   Potensi yang ada dalam masyarakat dan dunia usaha terkait sistem pengelolaan air limbah permukiman belum sepenuhnya diberdayaan oleh pemerintah.  Peraturan perundang-undangan

  Kabupaten Wajo

   Belum memadainya perangkat peraturan perundangan yang diperlukan dalam sistem pengelolaan air limbah permukiman  Masih lemahnya penegakan hukum terhadap pelanggaran peraturan-peraturan yang terkait dengan pencemaran air limbah  Belum lengkapnya Norma Standar Pedoman dan Manual

  (NSPM) dan Standar Pelayanan Minimal (SPM) pelayanan air limbah  Kelembagaan  Lemahnya fungsi lembaga di daerah yang melakukan pengelolaan air limbah permukiman

   Belum terpisahnya fungsi regulator dan operator dalam pengelolaan air limbah permukiman  Kapasitas sumber daya manusia yang melaksanakan pengelolaan air limbah permukiman masih rendah  Perlu ditingkatkannya koordinasi antar instansi terkait dalam penetapan kebijakan di bidang air limbah permukiman

   Pendanaan  Rendahnya tarif pelayanan air limbah yang mengakibatkan tidak terpenuhinya biaya operasi dan pemeliharaan serta pengembangan sistem penglolaan air limbah  Terbatasnya sumber pendanaan pemerintah, sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan tingginya biaya investasi awal pembangunan sistem pengelolaan air limbah terpusat

   Kurang tertariknya sektor swasta untuk melakukan investasi di bidang air limbah  Rendahnya alokasi pendanaan dari pemerintah untuk pengelolaan dan pengembangan air limbah permukiman  Belum optimalnya penggalian potensi pendanaan dari masyarakat dan dunia usaha/swasta/koperasi  Rendahnya skala prioritas penanganan pengelolaan air limbah permukiman baik di tingkat pemerintah pusat maupun daerah.

  8.4.1.3 Analisis Kebutuhan Pengelolaan Air Limbah Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menganalisis kebutuhan

  Sistem Air Limbah adalah menguraikan faktor-faktor yang mempengaruhi

  Kabupaten Wajo

  sistem pengelolaan air limbah kota. Melakukan analisis atas dasar besarnya kebutuhan penanganan air limbah, baik itu untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat (basic need) maupun kebutuhan pengembangan kota (development need).

  Pada bagian ini Kab./Kota harus menguraikan kebutuhan komponen pengelolaan air limbah secara teknis dan non teknis baik sistem setempat individual, komunal maupun terpusat skala kota, serta memperlihatkan arahan struktur pengembangan prasarana kota yang telah disepakati. Analisis yang terkait dengan kebutuhan air limbah adalah analisis sistem pengelolaan air limbah (on site dan off site), analisis jaringan perpipan air limbah untuk sistem terpusat, analisis kualitas dan tingkat pelayanan serta analisis ekonomi.

  8.4.1.4 Program dan Kriteria Kesiapan Pengembangan Air Limbah

  Program Pembangunan Prasarana Air Limbah Sistem Setempat (on- site) dan Komunal

  Kriteria kegiatan infrastruktur air limbah sistem setempat dan komunal

  Kriteria Lokasi

   Kawasan rawan sanitasi (padat, kumuh, dan miskin) di perkotaan yang memungkinkan penerapan kegiatan Sanitasi berbasis masyarakat (Sanimas);  Kawasan rumah sederhana sehat (RSH) yang berminat.

  Lingkup Kegiatan:

   Rekruitmen dan pembiayaan Tenaga Fasilitator Lapangan (TFL) untuk kegiatan Sanitasi Berbasis Masyarakat;  pelatihan TFL secara regional termasuk refreshing/coaching;  pengadaan material dan upah kerja untuk pembangunan prasarana air limbah (septic tank komunal, MCK++, IPAL komunal);  TOT kepada Tim Pelatih Kabupaten/Kota untuk dapat melaksanakan pelatihan KSM/mandor/tukang dan pemberdayaan masyarakat;  pembangunan jaringan pipa air limbah dan IPAL untuk kawasan

  RSH;  membangun/rehabilitasi unit IPLT dan peralatannya dalam rangka membantu pemulihan atau meningkatkan kinerja pelayanan;

  Kabupaten Wajo

   sosialisasi/diseminasi NSPM pengelolaan Sanitasi Berbasis Masyarakat dan pengelolaan Septic Tank;  produk materi penyuluhan/promosi kepada masyarakat;  penyediaan media komunikasi (brosur, pamflet, baliho, iklan layanan masyarakat, pedoman dan lain sebagainya).

  Kriteria Kesiapan:

   Sudah memiliki RPIJM dan SSK/Memorandum Program atau sudah mengirim surat minat untuk mengikuti PPSP;  tidak terdapat permasalahan dalam penyediaan lahan (lahan sudah dibebaskan);  sudah terdapat dokumen perencanaan yang lengkap, termasuk dokumen lelang (non Sanitasi Berbasis Masyarakat), termasuk draft dokumen RKM untuk kegiatan Sanitasi Berbasis Masyarakat ;  sudah ada MoU antara Pengembang dan pemerintah kab./kota (IPAL

  RSH);  sudah terdapat institusi yang nantinya menerima dan mengelola prasarana yang dibangun;  pemerintah kota bersedia menyediakan alokasi dana untuk biaya operasi dan pemeliharaan.

  8.4.2 Persampahan

  8.4.2.1 Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan Pemerintah, baik pemerintah pusat, pemerintah provinsi, maupun pemerintah kabupaten/kota memiliki tugas yang sama yaitu menjamin terselenggaranya pengelolaan sampah yang baik dan berwawasan lingkungan sesuai dengan tujuan pengaturan dalam undang-undang.

  Berdasarkan PP No 81 Tahun 2012 tentang penyelenggaraan pengelolaan sampah atau kebersihan merupakan urusan yang diserahkan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Pemerintah Daerah melalui Dinas Tata Ruang dan Permukiman serta Dinas terkait lainnya menyelenggarakan pengelolaan kebersihan kota sesuai dengan norma, standar, prosedur dan kriteria (NSPK) yang di tetapkan pemerintah. Penyelenggaraan pengelolaan sampah yang menjadi

  Kabupaten Wajo

  wewenang pemerintah kabupaten/kota tersebut antara lain : penyediaan tempat penampungan sampah, alat angkut sampah, tempat penampungan sementara, tempat pengolahan sampah terpadu, dan atau tempat pemrosesan akhir sampah.

  Beban kerja pengelolaan sampah dan kebersihan kota semakin hari semakin bertambah banyak dan kompleks. Kompleksitas masalah tidak hanya dalam teknis, tetapi juga dalam hal sosial kemasyarakatan, ekonomi, lingkungan dan bahkan politik dan keamanan.

  8.4.2.2 Isu strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan dan Tantangan

  EKSISTING PERSAMPAHAN KABUPATEN WAJO TAHUN 2014 No Jenis Sarana Dan Jumlah (Unit Tahun 2003-2007) Kondisi Prasarana 2009 2010 2011 2012 2013

  1

  2

  3

  4

  5

  6

  7

  8 I Sarana Persampahan TPA Cempalagi

  1

  1

  1

  1

  1 TPA Cempalagi TPS 513 513 513 513 513 TPS

  II Prasarana Persampahan

  • Wheel Loader Dump Truck

  6

  6

  6

  6

  6

  3 Baik, 3 Rusak Ringan Excavator

  1

  1

  1

  1

  1 Buldozer

  1

  1

  1

  1

  1 Rusak berat Arm Roll Truck

  4

  4

  4

  4

  4

  2 Baik, 2 Rusak Ringan Truck

  2

  2

  2

  2

  2

  1 Baik, 1 Rusak Berat

  5 Baik, 3 Rusak Ringan, Container

  10

  10

  10

  10

  10

  2 Rusak Berat Roda Tiga Pick Up

  3

  3

  3

  3

  3

  3 Baik

  7 Rusak Ringan 3 Gerobak Sampah

  10

  10

  10

  10

  10 Rusak Berat Mesin Babat Rumput

  16

  16

  16

  16

  16

  8 Baik, 8 Rusak Ringan Sumber : TRKP Kab. Wajo Tahun 2014

  Beberapa masalah dalam penanganan pelayanan persampahan di Kabupaten Wajo, sebagai berikut:

  1. Aspek Kelembagaan :

  a. Organisasi belum sesuai dengan kapasitas kewenangan pelayanan yang dibutuhkan; b. Dukungan regulasi persampahan belum memadai;

  c. Terbatasnya Sumber Daya Manusia yang dimiliki untuk pengoperasian persampahan;

  Kabupaten Wajo

  d. Fungsi pengolahan masih tercampur antara pengelolaan yang berperan sebagai operator dan regulator; e. Manajemen pelayanan persampahan masih perlu ditingkatkan;

  f. Implementasi pelaksanaan perda yang ada belum optimal dan tindakan sanksi yang tegas bagi pelanggaran; g. Undang-Undang Sistem Pengolahan Sampah yang benar belum optimal dilaksanakan.

  2. Aspek Operasional/ Teknik

  a. Armada alat berat di lokasi TPA hanya jenis bulldozer satu unit dengan kondisi rusak; b. Armada angkutan sampah sangat minim dibandingkan jumlah volume sampah yang dihasilkan setiap hari; c. Jumlah personil Bidang Kebersihan masih sangat kurang;

  d. Sistem operasional TPA masih open dumping dan tidak transparan;

  e. Sarana pengolahan sampah belum ada, untuk mengurangi volume sampah yang akan dibuang ke TPA; f. Infrastruktur jalan menuju ke lokasi TPA masih jalan tanah;